bab ii refrat najib.doc

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anestesi Umum (Persiapan Pra Anestesi) Dokter spesialis anestesiologi diharuskan mengunjungi pasien sebelum operasi, supaya kejadian yang tidak diinginkan saat operasi tidak terjadi dan supaya pasien dalam keadaan bugar. Tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mortalitas pasien saat operasi dapat dihindari. 2.1.1 Tahap Penilaian dan Persiapan Anastesi 1. Anamnesis Menanyakan tentang pasien apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting, untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, hipertensi, diabetes mellitus, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi selanjutnya 9

Upload: muhammad-najib-abd

Post on 13-Sep-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

29

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anestesi Umum (Persiapan Pra Anestesi)Dokter spesialis anestesiologi diharuskan mengunjungi pasien sebelum operasi, supaya kejadian yang tidak diinginkan saat operasi tidak terjadi dan supaya pasien dalam keadaan bugar. Tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan mortalitas pasien saat operasi dapat dihindari.2.1.1 Tahap Penilaian dan Persiapan Anastesi

1. AnamnesisMenanyakan tentang pasien apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting, untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, hipertensi, diabetes mellitus, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesi selanjutnya dengan lebih baik. Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah di masa lampau sebaiknya janga digunakan ulang. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga harus dihentikan 1-2 hari sebelumnya.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan mulut, tindakan buka mulut, lidah relative besar, leher pendek dan kaku atau ada gangguan pada gigi, semua itu sangat penting untuk diketahui karena untuk mengevaluasi apakah mudah atau sulit pada saat dilakukan laringoskopi intubasi. Selain itu pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum tidak boleh terlewatkan.3. Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya penyakit infeksi atau sistemik.

4. Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar dan tidak membahayakan bagi dokter anastesi atau dokter bedahnya, tapi sebaliknya pada operasi cito penundaan tidak boleh dilakukan karena dapat mengancam nyawa pasien tersebut.

5. Klasifikasi status fisik

Klasifikasi yang sering digunakan untuk menilai status fisik seseorang adalah The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini untuk menilai pemberian obat-obat yang sesuai pada keadaan pasien sebelum operasi.ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatri, biokimia.

ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas.ASA IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman

kehidupannya setiap saat.ASA V: Pasien yang sekarat, dapat diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.6. Masukan oralPuasa sebelum operasi bertujuan untuk meminimalkan regurgitasi isi lambung dan kotoran atau sisa makanan dijalan nafas selama operasi akibat pengaruh anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minum air putih dan teh manis diperbolehkan 3 jam sebelum anastesi dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 2 jam sebelum induksi anestesi.7. Premedikasi

Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan:

a. Meredakan kecemasan dan ketakutan

b. Memperlancar induksi anestesi

c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

d. Meminimalkan jumlah obat anestesi

e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah

f. Menciptakan amnesia

g. Mengurangi isi cairan lambung

h. Mengurangi refleks yang membahayakan

Obat anti cemas yang bisa digunakan adalah diazepam 10-15 mg/oral beberapa jam sebelum induksi anestesi. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya pethidin dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB IM. Apabila didapatkan peningkatan asam lambung dapat diberikan antagonis reseptor H2 misalnya simetidin 600 mg/oral atau ranitidine 150 mg/oral 1-2 jam sebelum operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi ondansetron 2-4 mg.

Obat-obat yang sering digunakan antara lain :

Pethidin: Dosis 1 mg/KgBB (dewasa) sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin untuk menekan tekanan darah dan pernapasan dan juga merangsang otot polos. Narkotika (Morfin): Dosis dewasa biasa 8-10 mg IM. Obat ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin bekerja sebagai depresan susunan syaraf pusat. Kerugian penggunaan morfin, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronkus dapat timbul pada pasien asma.

Barbiturat: Pentobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi dan menghilangkan kecemasan sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM, untuk dewasa dosis yang digunakan antara 100-200 mg dan pada bayi dan anak dosisnya 2 mg/KgBB. Obat ini bekerja sebagai depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

Antikolinergik (Atropin): Atropin diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg IM. Bekerja setelah 10-15 menit.

Obat Penenang (Diazepam): Diazepam dosis premdikasi dewasa 10 mg IM atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/KgBB). Dosis sedasi pada anestesi regional 5-10 mg IV. Midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Dosis 50 % dari dosis diazepam.2.1.2 Pemilihan Jenis Anestesi

Anestesi Umum

Metode anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat

I. Parenteral

Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesia. Obat yang umum dipakai adalah tiopental. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika yang lain.II. Perektal

Anestesia umum yang diberikan melalui rektal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anestesia atau tindakan singkat

III. Perinhalasi

Anestesia inhalasi ialah anestesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui udara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya anestesia, zat anestetika dikatakan kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberikan efek anestesi yang kuat. Anestesia inhalasi masuk dengan inhalasi/inspirasi melalui peredaran darah sampai jaringan otak. Faktor faktor lain seperti respirasi, sirkulasi, dan sifat sifat fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan maupun kecepatan anestesia.

2.1.3 Pemilihan Obat-Obat Induksi Anestesi Umum

a. Anestesi Parenteral

1. Ketamine (Ketalar)

Dosis IM untuk permulaan 8-10 mg/kgBB dengan dosis ulang separuhnya.

Dosis IV untuk permulaan 1-2 mg/kgBB dengan dosis ulang 1 mg/kgBB

Tidak boleh digunakan untuk operasi mata dan pasien dengan trauma kepala atau dicurigai adanya peningkatan TIK atau pasien dengan hipertensi.

2. Propofol (Recofol, Safol)

Merupakan obat induksi anestesi yang cepat, didistribusi secara cepat dan eliminasi yang cepat.

Hipotensi sering terjasi akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik.

Tidak mempunyai sifat analgesi

Pemberian IV diberikan pada vena besar dengan menambah lidokain 0,1 mg/kgBB/IV

Hati-hati pada pasien dengan riwayat epilepsi atau kejang

Tidak digunakan pada pasien dengan peningktan TIK

Efek samping :

a. Sistem pernafasan adanya depresi pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme.

b. Sistem kardiovaskular berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi

c. SSP : adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerak klonik mioklonik, opistotonus, kejang, mual, muntah.3. Tiopenthal (Thiopentone sodium, pentothal)

Merupakan golongan barbiturat yang waktu kerjanya sangat singkat

Induksi IV berjalan cepat dalam 30-60 detik pasien sudah tidak sadar.

Pemberian IV harus secara perlahan sambil melihat respon pasien sampai mata tertutup dan reflek bulu mata hilang.

Dosis 3-5 mg/kgBB

Dosis yang lebih banyak terjadi depresi pusat pernafasan di medulla oblongata

Pasien cepat kembali sadar dalam 3-5 menit akibat adanya redistribusi dari otak ke jaringan lain bukan karena cepatnya metabolisme di hati atau ekskresi di ginjal.

Sangat sesuai untuk tindakan singkat.

Efek analgesi dan relaksasi otot lurik kurang.b. Anestesi Inhalasi

1. Enflurane

MAC 1,68 % di dalam oksigen

Hindari penggunaan pada pasien dengan riwayat epilepsi

Efek depresi nafas lebih kuat daripada halothane dan lebih iritatif

Efek relaksasi otot lurik lebih baik daripada halothane.2. Isoflurane (Forane, Aerrane)

MAC 1,15-1,2 %

Meningkatkan cerebral blood flow dan TIK

Efek terhadap jantung dan curah jantung minimal3. Desflurane (Suprane)

MAC 6 %

Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi

Efek depresi nafas seperti enflurane dan isoflurane

Merangsang jalan nafas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi

4. Sevoflurane

MAC 1,8-2 %

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat daripada isoflurane

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.

Dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime)c. Muscle Relaxant 1. Atrakurium Besilat (Tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi, metabolisme terjadi di dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hoffman.

Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.

Dosis intubasi 0,3-0,5 mg/KgBB.

Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit dan lama kerja 15-35 menit.

Merupakan obat terpilih untuk pasien geriatrik atau dengan kelainan jantung, hati, ginjal yang berat.2. Succinyl Choline

Pelumpuh otot depolarisasi jangka pendek, mula kerja cepat dan lama kerja singkat.

Untuk mempermudah intubasi trachea.

Mula kerja 1-2 menit dengan lama 3-5 menit.

Dosis intubasi 1-2 mg/KgBB IV.3. Tubokurarin Klorida (Kurarin)

Pelumpuh otot non depolarisasi yang klasik, sangat cepat ditimbun di reseptor membran otot.

Dapat menyebabkan hipotensi dan bradikardi.

Dosis sangat besar bersifat inotropik negatif, berikatan kuat dengan globulin plasma.

Dosis intubasi trachea 10-15 mg IV.

2.1.4 Manajemen Airway Selama Anestesi Umum

Intubasi Endotracheal

Klasifikasi tampaknya faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:

1. Grade 1 : tampak pilar faring, pallatum molle, dan uvula

2. Grade 2 : tampak hanya pallatum mole dan uvula

3. Grade 3 : tampak hanya pallatum molle

4. Grade 4 : pallatum molle tidak tampakGambar 2.1 Klasifikasi MallampatiIndikasi Intubasi Endotracheal :

1. Menjaga potensi jalan napas.

2. Mempermudah ventilasi positif.dan oksigenasi.

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan reguirgitasiTeknik Intubasi :

1. Penderita telentang, oksiput diganjal bantal (Sniffing Position).2. Masukkan laringoskopi ke dalam mulut (sudut mulut kanan) singkirkanlah lidah pasien ke kiri sehingga nampak rima glottis.3. Pada rima glottis tampak pita suara berbentuk V.4. Pipa trachea (tube) dimasukkan dalm pita suara.5. Setelah pipa masuk trachea, kembangkan paru-paru dan periksa apakah suara paru kanan dan kiri sama.

Ekstubasi1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar :

- Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan.

- Pasca ekstubasi ada resiko aspirasi.2. Ekstubasi dokerjakan umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring.3. Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut, laring, faring dan sekret cairan lainnya.2.1.5 Tanda-Tanda Anestesia

Tabel stadium anestesia menurut Guedel

StadiumRespirasiPupilDepresi-Reflek

RitmeVolumeUkuranLetak

I : analgesia sampai hilang kesadaranTidak teraturKecilKecilDivergenTidak ada

II : sampai pernapasan teratur, otomatisTidak teraturBesarLebarDivergenBulu mata Kelopak mata

III :

P1: sampai hilang gerakan bola mataTeraturBesarKecilDivergenKulit konjungtiva

P2: sampai awal parese ototTeraturSedang lebarMenetap di tengahKornea

P3: sampai lumpuh otot pernapasanTeratur pause setelah ekspirasiSedang lebarMenetap di tengahFaring

Peritoneum

P4: sampai lumpuh diafragmaTidak teratur, jerky, inspirasi cepat dan memanjangKecillebar maksimalMenetap di tengahSfingter ani Karina

IV: henti napas sampai henti jantung

Tabel 2.1 Stadium Anastesi (Guedel)2.1.6 Monitoring Selama Anestesi

a. Tingkat kedalaman anestesi

Rangsang kulit/mukosa oleh alat atau operasi atau obat anestesia yang berbau tajam

Rangsangan SSP: air mata dan keringat tidak keluar, tidak terjadi vasokontriksi, kulit menjadi hangat

Rangsang terhadap pernapasan: tidak terjadi takipneu, nafas teratur

Rangsang kardiovaskuler: tidak terjadi takikardi, hipertensi.

b. Suhu

Tergantung pada jenis pathway anestesia (bila tertutup produksi panas meningkat, tebal dan lebarnya kain penutup operasi, intensitas lampu operasi, suhu kamar operasi, luas permukaan tubuh yang terbuka selama operasi, anestesia dan pembedahan yang memakan waktu lama)

c. Kardiovaskular

Fungsi jantung dapat diperkirakan dari hasil observasi nadi, bunyi jantung, pemeriksaan EKG, MAP, CVP, produksi urin, dan tekanan darah langsung intra-arteri.

d. Nadi

Anestesi yang terlalu dalam dapat bermanifestasi pada nadi yang lambat dan denyut jantung yang lemah.

Monitor nadi bermanfaat sekali untuk kasus-kasus: anak-anak dan bayi dimana pulsasi nadi sedikit lemah, selama pernapasan kontrol dimana monitoring napas tidak dikerjakan, observasi adanya ritme ektopik selama anestesia, sebagai indeks penurunan tekanan darah selama anestesi halotan.

e. EKG

Memonitor perubahan frekuensi dan ritme jantung serta sistem konduksi jantung

Indikasi: mendiagnosis adanya henti jantung, aritmia, infark miokard, perubahan elektrolit, dan observasi pacemaker.

f. Tekanan darah arteri (MAP)

g. Tekanan darah vena sentral (CVP)

Pemeriksaan ini menunjukkan hubungan antar kemampuan jantung dan volume darah yang diterima, terutama untuk evaluasi apakah pemberian cairan infus cukup atau tidak.

h. Produksi urin

Dalam anestesia produksi urin dipengaruhi oleh zat anestetika, tekanan darah, volume darah, hidrasi pasien dan faal ginjal. Jumlah urin normal 1 ml/kgBB/jam. Jaga sterilitas kateter.

i. Perdarahan selama pembedahan

Evaluasi jumlah perdarahan, warna.j. Respirasi

Pernapasan dinilai dari jenis napasnya apakah torakal atau abdominal, apakah ada napas paradoksal, retraksi interkostal atau supraklavikula, spasme laring, ronki.2.1.7 Terapi Cairan

1. Cairan pemeliharaan :

Tujuannya untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu :

Dewasa

1,5 2 ml/Kg/jam

Anak anak2 4 ml/Kg/jam

Bayi

4 6 ml/Kg/jam

Neonatus

3 ml/Kg/jam

Karena cairan yang hilang dengan cara diatas sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah yang hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium. Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,455 (D5 NaCl 0,45). Untuk mengganti cairan ini dapat juga digunakan cairan non elektrolit misalnya Dekstrosa 5% dalam air (D5W).2. Cairan pengganti :

Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan cairan tubuh yang disebabkan oleh sekuentrasi atau proses patologi yang lain. Sebagai cairan pengganti dapat diberikan cairan isotonik dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5% dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9%. D5 NaCl

3. Cairan untuk tujuan khusus :

Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 5, NaCl 3%Cairan non elektrolit :

Contoh dektrose 5%, 10%, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan

Cairan koloid :

Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler. Contohnya dekstran, haemacel, albumin, plasma dan darah. Cairan koloid ini digunakan untuk mengganti kehilangan cairan intravaskuler. 2.1.8 Pulih Sadar dan Pemulangannya

Masa pulih sadar pada anastesi tidak hanya dinilai asal pasien telah sadar, tetapi ada hal-hal yang penting dan perlu diperhatikan, mengingat bahwa pasien ini akan lepas dari pengawasan dokter/perawat rumah sakit. Sementara itu efek dari obat anastesi tidak semuanya telah hilang.

Untuk menilai masa pulih sadar, Steward membagi dalam 3 tahap:

1. Immediate recovery: kembalinya kesadaran, kembalinya reflek-reflek protektif jalan nafas dan aktivitas motorik singkat. Tahap ini singkat dan dengan tepat diikuti dengan menggunakan skoring system

2. Intermediate recovery: kembalinya fungsi koordinasi, hilangnya perasaan pusing subyektif. Tahap ini kira-kira 1 jam setelah anstesi yang tidak terlalu lama. Dalam tahap ini mungkin pasien sudah dapat dipulangkan asal pendamping yang dapat dipertanggung jawabkan

3. Longterm recovery: tahap ini dapat berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari tergantung dari lamanya anastesi. Untuk pengukurannya perlu tes psikomotor, sehingga tidak praktis untuk dilakukan di klinis

Gambar 2.2 Ringkasan Anestesi Umum2.2 Bedah (Atheroma)2.2.1 Definisi

Atheroma adalah tumor jinak di kulit yang terbentuk sebagai akibat dari tersumbatnya muara kelenjar sebasea/kelenjar minyak sehingga ditemukan puncta sebagai muara kelenjar di kulit yang tersumbat. Sekret kelenjar sebasea yaitu sebum dan sel-sel mati tertimbun dan berkumpul dalam kantung kelenjar. Lama kelamaan membesar dan terlihat sebagai massa tumor yang berbentuk lonjong sampai bulat, lunak kenyal, berbatas tegas berdinding tipis, tidak terfiksir ke dasar, umumnya tidak nyeri, tetapi melekat pada dermis diatasnya. Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda khas yang disebut puncta (titik kehitaman yang letaknya biasanya dipermukaan kulit tepat ditengah massa). Isi dari atheroma adalah bubur eksudat berwarna putih abu-abu yang mengandung banyak lemak dan berbau asam. Predileksi di bagian tubuh yang berambut (kepala, wajah, belakang telinga, leher, punggung, ekstremitas dan daerah genital). 2.2.2 Etiologi

Salah satu penyebab atheroma yaitu tersumbatnya kelenjar sebasea dimana permukaan kulit (epidermis) terdiri dari lapisan sangat tipis yang melindungi sel-sel tubuh. Kebanyakan atheroma terbentuk karena adanya sumbatan pada muara kelenjar sebasea yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma (luka/benturan) atau jerawat. Sering terjadi pada daerah dimana terdapat folikel rambut kecil dan kelenjar minyak yang lebih besar (kelenjar sebasea) seperti leher, wajah atas dan pangkal paha. Sel-sel epidermis membentuk dinding atheroma dan lalu mengeluarkan keratin protein. Keratin adalah zat kuning kental yang terkadang mengalir dari atheroma.2.2.3 Epidemiologi Tidak ada predileksi menurut ras, namun atheroma lebih sering dialami oleh individu dengan kulit gelap. Pada studi pasien di India, 63% atheroma mengandung pigmen melanin. Atheroma lebih dua kali lebih banyak pada pria dibanding wanita. Atheroma dapat terjadi pada usia berapapun namun banyak ditemukan kasus pada dekade ketiga sampai keempat. Atheroma kecil atau disebut milia umum ditemukan pada neonatus.2.2.4 PatofisiologiAtheroma terjadi akibat proliferasi sel epidermal dalam ruang yang sirkumskrip pada dermis. Pada atheroma ini struktur dan pola lipidnya sama seperti pada sel epidermis. Atheroma mengekspresikan sitokeratin 1 dan 10. Sumber dari epidermis ini hampir selalu dari infundibulum dari folikel rambut.Inflamasi dimediasi oleh bagian berkeratin pada kista epidermal. Pada penelitian, ekstrak keratin ini bersifat kemotaktif untuk PMN. Penelitian menyebutkan HPV (Human Papilloma Virus) dan paparan sinar UV berperan dalam pembentukan atheroma.

Cara perubahan atheroma menjadi bersifat kanker belum diketahui secara pasti (walaupun jarang sekali atheroma berkembang menjadi tumor ganas). Pada atheroma dengan karsinoma, hasil hasil imunohistokimia untuk HPV negatif yang dapat disimpulkan HPV tidak mempengaruhi perubahan menjadi karsinoma sel skuamosa. Iritasi kronik dan trauma berulang pada batas epitel dari atheroma berperan dalam transformasi keganasan, akan tetapi bagaimana hubungannya masih belum diketahui.2.2.5 Gejala Klinis

Banyak ditemukan pada tubuh yang banyak mengandung kelenjar keringat misalnya muka, kepala dan punggung Bentuk bulat/kubah, berbatas tegas, berdinding tipis, dapat digerakkan, melekat pada kulit diatasnya Berisi cairan kental berwarna putih abu-abu, kadang disertai bau asam Jika terjadi peradangan, atheroma akan memerah dan nyeri Permukaan atheroma lembut Jika atheroma terinfeksi, maka akan berwarna merah terang2.2.6 Terapi Medikamentosa1. Topikal a). Benzoil peroksida

b). Retinoid

c). Sulfur dan astrigen

2. Sistemik

a). Antibiotik

b). Siproteron asetat

c). 13-cis-asam retinoat (isotretinoit)

d). Steroid

Teknik Operasi

Penatalaksanaan atheroma dilakukan tindakan bedah dengan mengambil benjolan dengan menyertakan kulit dan isinya, tujuannya adalah untuk mengangkat seluruh bagian atheroma hingga ke dindingnya secara utuh. Bila dinding atheroma tertinggal saat ekstirpasi, atheroma dapat kambuh, oleh karena itu harus dipastikan seluruh dinding atheroma telah terangkat.2.2.7 Komplikasi

Bila terjadi infeksi sekunder dan terbentuk abses, maka dilakukan pembedahan dan evakuasi nanah, biasanya diberikan antibiotik selama 2 minggu. Setelah luka membaik (3-6 bulan) dapat dilakukan operasi untuk atheromanya.

2.2.8 PencegahanSampai saat ini belum ada metode pencegahan terhadap atheroma, tetapi untuk mencegah infeksi/ komplikasi terhadap atheroma dapat dilakukan:

Jangan memencet, menggaruk, atau menusuk benjolan Jaga area bersih dengan mencuci benjolan dan sekitarnya menggunakan sabun anti bakteri Gunakan handuk yang sudah dicelupkan ke air hangat pada benjolan selama 20 menit sampai 30 menit, lakukan 3-4 kali sehari Menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan menggunakan produk perawatan kulit2.2.9 Prognosis

Baik, karena dapat sembuh dengan pengobatan seminimal mungkin atau dengan operasi.9