bab i refrat endokrin final

Upload: monica-sari-suryadi

Post on 19-Jul-2015

268 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Hipertiroid adalah suatu sindroma hipermetabolisme dan hiperaktivitas akibat meningkatnya kadar hormon tiroid. Walaupun tidak sama, istilah hipertiroid sering disebut juga dengan tirotoksikosis. Berbagai penyebab dapat mengakibatkan hipertiroid. Namun untuk praktisnya hipertiroid dibagi menjadi dua yaitu : penyakit tiroid imun dan non imun. Berdasarkan kejadian terbanyak terdapat tiga penyebab utama hipertiroid yaitu penyakit Graves, struma multinoduler dan adenoma toksik, tetapi sebagian besar penyebab hipertiroid yaitu sekitar 90% disebabkan oleh penyakit Graves (PG).1 Baik struma multinoduler maupun adenoma toksik lebih sering ditemukan pada mereka yang berumur lanjut yaitu antara 40 - 60 tahun, sedangkan PG sebagian besar pada umur antara 20-40 tahun. Sehingga dengan sendirinya apabila kita berbicara mengenai hipertiroid dengan kehamilan, hampir selalu yang ditemukan adalah penderita hipertiroid Graves. Penyakit hipertiroid lainnya yang bisa ditemukan dalam kehamilan adalah penyakit trophoblastik gestasional, adenoma toksik, de Quervain tiroiditis, gestasional transient dengan kelainan yang sama.2 Kejadian PG berkisar antara 1-2 per 1000 kehamilan. Walaupun tidak jarang, namun dalam menghadapi keadaan tersebut kita sering dihadapkan kepada masalah penegakkan diagnosis, perjalanan penyakit dan pemilihan pengobatannya. Ada beberapa gejala kehamilan yang mirip hipertiroidisme, antara lain pada kehamilan dapat dijumpai struma, takikardi dan vasodilatasi perifer serta T4 total yang meninggi sehingga hal ini akan mengaburkan diagnosis. Penyakit Graves merupakan penyakit tiroid autoimun. Sehingga menghadapi penyakit ini khususnya pada kehamilan selain kita harus memperhitungkan masalah hipertiroidisme pada kehamilan, kita pun harus memikirkan dampak sistem autoimun terhadap kehamilan tersebut.3,4 Pada umumnya semua penderita hipertiroid tanpa memandang penyebab akan memberikan gambaran klinik yang sama, cara diagnosis yang sama dan pengobatan yang hampir sama pula. Pada beberapa keadaan tertentu memerlukan pendekatan diagnosis yang agak lain disamping pengobatan yang lebih spesifik, misalnya pada krisis tiroid, oftalmopati Graves, periodik paralisis tirotoksikosis dan hipertiroid dengan kehamilan. Tanpa pengobatan yang adekuat, dapat terjadi abortus, bayi lahir prematur atau lahir dengan berat badan kurang dari normal.51

tirotoksisitas.

Terdapat predisposisi familial, yaitu 15% jumlah pasien PG mempunyai anggota keluarga

Hipertiroid dengan kehamilan bisa terjadi pada seseorang yang sudah dikenal sebagai penderita Graves kemudian menjadi hamil, atau hipertiroid yang baru diketahui saat hamil, bahkan dapat terjadi hipertiroid baru muncul setelah persalinan. Khusus untuk penyakit Graves dengan kehamilan, penyakit Graves biasanya menjadi lebih berat pada trimester pertama kehamilan, dengan demikian insidens tertinggi hipertiroid dengan kehamilan akan ditemukan pada umur kehamilan trimester pertama. Tidak jarang seorang penderita Graves yang sudah eutiroid, menjadi hipertiroid kembali pada awal kehamilan. Pada kehamilan yang lebih tua, penyakit Graves mempunyai kecenderungan untuk mengalami remisi dan akan eksaserbasi lagi setelah persalinan. Fluktuasi gambaran klinik penyakit Graves selama kehamilan disebabkan oleh perubahan sistem imun ibu selama hamil. Pada saat hamil respons ibu mengalami penurunan. Diduga bahwa pada saat hamil janin menghasilkan bahan supresor yang melewati plasenta dan menekan reaksi imun ibu, dan akan menghilang lagi setelah persalinan. Hal ini dapat menerangkan kenapa pasca persalinan dapat terjadi eksaserbasi hipertiroid pada penderita Graves.5 Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan sulit ditegakkan karena kehamilan itu sendiri menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis yang menyerupai keadaan hipertiroid. Namun deteksi dini untuk mengetahui adanya hipertiroid pada wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan suatu stres bagi ibu apabila disertai dengan keadaan hipertiroid. Selain itu pengelolaan penyakit Graves pada kehamilan memerlukan perhatian khusus, karena baik keadaan hipertiroidisme maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh pada ibu maupun janinnya. 4,5 Disebabkan tidak mudahnya diagnosis penyakit Graves pada kehamilan dan perlunya dilakukan pengobatan serta pengawasan pada penyakit Graves dalam kehamilan untuk mencegah komplikasi yang mengancam perkembangan janin, maka untuk itulah refrat ini dibuat agar dapat mendalami tentang diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Graves dalam kehamilan.

BAB II PERUBAHAN STATUS FUNGSI TIROID PADA KEHAMILAN2

2.1 Fisiologi Hormon tiroidA. Struktur dari hormon tiroid

Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Struktur dari hormon ini, T4 dan T3, diperlihatkan dalam Gambar 1. Tironin yang diiodinisasi diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin membentuk mono dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T46

Gambar 1. Struktur kimia tiroksin (T4) dan senyawa-senyawa yang berhubungan.6B. Sintesis dan sekresi hormon tiroid7

Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan enam langkah utama yaitu :(1) Transpor aktif dari I melintasi membrana basalis ke dalam sel tiroid (trapping of

iodide);(2) Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin; (3) Penggabungan molekul iodotirosin dalam toirglobulin membentuk T3 dan T4; (4) Proteolisis dari tiroglobulin, dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin

bebas;(5) Deiodinasi dari iodotirosin di dalam sel tiroid, dengan konservasi dan penggunaan

dari iodida yang dibebaskan, dan(6) di bawah lingkungan tertentu, deiodinisasi-5' dari T4 menjadi T3 intratiroidal.

Sintesis hormon tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin, dan suatu enzim esensial, Tiroid peroksidase (TPO).

3

Gambar 2. Sintesis hormon tiroid pada folikel tiroid.7C. Kontrol fungsi tiroid6,7

Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme :(1) Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin

hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsangtiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3;(3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya

dengan suplai iodinnya; dan(4) stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH 5,6.

4

Gambar 3 . Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid.7 2.2 Perubahan status fungsi tiroid pada kehamilan Kehamilan dan fungsi tiroid merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dengan erat, baik dalam keadaan fisiologis maupun keadaan patofisiologis. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi didalam kehamilan. Keadaan tersebut akan menyebabkan dampak yang sangat berarti dan kompleks terhadap fungsi tiroid. Oleh karena itu pada kehamilan hasil pemeriksaan laboratorium dapat memperlihatkan kemungkinan adanya perubahan fungsi tiroid pada kehamilan normal atau pengaruh kehamilan terhadap penyakit tiroid yang ada sebelumnya.8 Pada kehamilan terdapat beberapa perubahan faal yang menyangkut fungsi dan anatomi tiroid yaitu diantaranya terjadinya struma, perubahan hormon TBG, kadar FT4, dan pengaruh hCG yang meningkat.4,8 A. Ekskresi yodium Pada awal kehamilan glomerular filtration rate (GFR) akan meningkat yang mengakibatkan kliren yodium akan meningkat sehingga yodium yang keluar melalui ginjal akan bertambah. Hal tersebut kemudian akan mengakibatkan berkurangnya kadar yodium organik di dalam plasma dan selanjutnya produksi T3 dan T4 dalam darah akan turun.8 Untuk kompensasinya TSH akan meningkat dan merangsang kelenjar tiroid meningkatkan kegiatannya untuk mencukupi kebutuhan akan hormon tiroid dan mempertahankan keadaan eutiroid. Sebagai konsekuensinya, terjadilah pembesaran kelenjar tiroid atau struma. Apabila keadaan ini terjadi di daerah dengan defisiensi yodium maka lebih mudah terjadi struma. Timbulnya struma tergantung pada kemampuan tiroid mengadakan kompensasi yang pada gilirannya juga tergantung pada kadar yodium plasma. Salah satu upaya agar kadar yodium tidak terlalu rendah ialah dengan konsumsi makanan yang mengandung yodium.8 Kejadian diatas terdokumentasi dengan baik di kota Brussels. Di kota ini dari 70% wanita hamil yang di followup secara hati-hati, 20% diantaranya menunjukkan pembesaran volume tiroid selama kehamilan.95

B.

Perubahan hormon Thyroxine Binding Globulin (TBG) Kadar hormon TBG meningkat karena adanya estrogen induce hepatic

glycosylation TBG dengan N-acerylgalactosamine, yang memperpanjang clearance rate TBG. Apabila pada keadaan tidak hamil kadarnya berkisar antara 12-30 g/L maka pada kehamilan dapat mencapai 30-50 g/L. TBG meningkat dua kali lipat pada umur kehamilan 16-20 minggu.10 Kenaikan TBG menyebabkan T4 total dan T3 total meningkat. Sebagai hasil perubahan TBG, kadar T3 dan T4 serum dapat diperkirakan sekitar 1.5 kali dari kadar wanita yang tidak hamil. Kadar fT4 terlihat meningkat pada trimester pertama kehamilan kemudian kembali normal setelah minggu 20 kehamilan dan terus mengalami penurunan seiring meningkatnya umur kehamilan. Bahkan pada trimester ketiga kehamilan kadar fT4 bisa lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak hamil. Peningkatan kadar fT4 disebabkan oleh hCG yang merupakan agonis lemah reseptor TSH.11, 12

Gambar.4 Perubahan komponen hormon tiroid-hipofisis di berbagai trimester kehamilan.12

C.

Pengaruh human chorionic gonadotropin (hCG) hCG adalah suatu hormon glikoprotein yang diproduksi pada kehamilan yang

dibuat oleh embrio segera setelah konsepsi dan selanjutnya oleh sinsitiotrofoblas (bagian dari plasenta). hCG berfungsi mencegah disintegrasi dari korpus luteum dan mempertahankan produksi progesteron.8 hCG terdiri atas dua sub unit yaitu sub unit dan . Sub unit hCG mempunyai persamaan struktural dengan subunit TSH. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa6

hCG mempunyai aktivitas stimulasi tiroid walaupun lemah. Sehingga pada kehamilan biasa pada umumnya tidak terjadi pengaruh hCG yang berarti terhadap fungsi tiroid.13 Puncak hCG biasanya tidak melebihi 100.000mUI/ml. Kadar ini tercapai pada akhir trimester I yaitu antara minggu 8-12 minggu kehamilan lalu kemudian menurun kembali serta bertahan sekitar 10.000-20.000mUI/ml sampai waktu melahirkan. hCG yang lebih tinggi dari itu dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid. hCG yang lebih tinggi akan menyebabkan meningkatnya kadar hormon FT4 dan FT3 dan pada gilirannya akan menekan kadar TSH. Ada dua keadaan yang terjadi khusus karena tingginya kadar hCG atau karena sifat kerjanya terhadap tiroid. Kelainan tersebut adalah Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT) dan hipertiroidisme pada mola hidatidosa.

Gambar 5. Hubungan hCG dengan TSH saat kehamilan13 D. Pengaruh Antibodi Reseptor TSH (TSHR-Ab) Pada penyakit Graves > 95% pasiennya mempunyai antibodi yang berikatan dengan TSHR yang menyebabkan produksi dan keluarnya hormon tiroid yang tidak terkendali. 14

7

Gambar 6. Peranan TSHR-Ab pada penyakit Graves.15 TSHR-Ab kadarnya berfluktuasi selama kehamilan yang mencerminkan perjalanan klinis penyakit Graves. TSHR-Ab dapat terdeteksi selama trimester pertama kehamilan dan menghilang pada trimester kedua dan ketiga kehamilan dan timbul lagi setelah melahirkan. Secara klinis penyakit Graves dapat eksaserbasi pada minggu 10-15 kehamilan, kemudian semakin berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan.15 Perubahan pada sistim imun yang memungkinkan implantasi alograft janin dengan sempurna sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Faktor-faktor utama yang menyebabkan toleransi imun tersebut juga mempengaruhi perbaikan secara menyeluruh penyakit autoimun termasuk penyakit Graves. Ada beberapa hipotesis yang disusun tentang perbaikan penyakit Graves ini, diantaranya adalah :1. Kehamilan berhubungan dengan plasenta related immunosuppression dan hal

ini yang menjelaskan turunnya titer TSHR-Ab 2. Meningkatnya serum TBG dengan pesat menyebabkan pengikatan T4 dan T3 bertambah dan ini menyebabkan kadar hormon tiroid bebas berkurang.3. Iodine loss yang sesuai dengan usia kehamilan akan menyebabkan yodium yang

tersedia untuk sintesis hormon berkurang dan akan menyebabkan kadar hormon tiroid bebas tidak tinggi.8 Tabel 1. Dampak dari kehamilan terhadap parameter fungsi tiroid8 Parameter TBG hCG Keterangan Kadarnya meningkat 2x pada minggu 16-20 dan menetap selama kehamilan Meningkat tertinggi 100.000 mUI/mL pada minggu 8-128

minggu kehamilan berthan pada 10.000-20.000 mIU/ml sampai T4 dan T3 total fT4 dan fT3 TSH melahirkan Tinggi kadarnya sejalan dengan kadar TBG Berfluktuasi Pada trimester I turun, trimester II dan III kembali normal

2.3 Transfer beberapa zat melalui plasenta16 Selama kehamilan terjadi transfer zat-zat dari ibu ke janin dengan derajat yang berbeda-beda, termasuk juga hormon-hormon yang berhubungan dengan fungsi tiroid. TSH ibu tidak dapat melewati sawar plasenta namun TRH dapat dengan mudah melewati sawar plasenta tersebut . Plasenta mengandung D3 yaitu enzim 3-iodothyronine deiodinase. Enzim ini kemungkinan berasal dari T4 dan T3 ibu yang mengalami deiodinasi, sehingga mempunyai fungsi menurunkan kadar T3 dan T4 pada sirkulasi janin. D3 juga dapat menjadi sumber yodium untuk janin. Transport T4 maternal transplasental tetap terjadi walaupun dalam jumlah kecil. T4 juga terdapat pada cairan amnion sebelum tiroid janin berfungsi, walaupun relatif kecil jumlahnya tetapi dapat berperan sebagai sumber hormon tiroid untuk menjaga perkembangan unit fetomaternal. Yodium melewati sawar plasenta dan memenuhi kebutuhan janin akan yodium. Dalam jumlah besar yodium dapat menghambat fungsi tiroid pada janin. TSH-R Ab maternal dapat melewati sawar plasenta dan dapat menghambat fungsi tiroid pada janin. Obat anti tiroid seperti propiltioursil dan methimazole dapat melewati sawar plasenta dan dalam jumlah tinggi dapat menghambat fungsi tiroid janin. Kemampuan melewati itu tidak sama, methimazole lebih mudah melewati sawar plasenta.

9

BAB III DIAGNOSIS PENYAKIT GRAVES PADA KEHAMILAN

Pada mereka yang tidak hamil, sebagian besar penyakit Graves dapat didiagnosis secara klinis oleh karena gambaran klinis yang khas seperti takikardi, banyak keringat, kelainan mata dan lain-lain. Tidaklah demikian pada wanita hamil, sebab sebagian tanda hipermetabolik dapat disebabkan oleh proses kehamilan sehingga mengacaukan dengan keadaan hipertiroid.8 Pada penegakan diagnosis penyakit Graves dalam kehamilan, gambaran klinik dapat saja memegang peranan penting namun kepastian diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis penyakit Graves pada kehamilan terkadang sukar ditegakkan khususnya secara klinis. Jika dipergunakan Indeks Wayne pada wanita hamil, tidak jarang didapatkan nilainya termasuk hipertiroid, padahal sebenarnya keadaan pasien tersebut eutiroid. Seringkali tidak mudah dibedakan apakah keadaan yang dihadapi itu gambaran hipertiroidisme atau gambaran kehamilan biasa. Beberapa perubahan pada kehamilan yang mirip dengan gejala hipertiroidisme adalah :10

1. Gejala hiperdinamik Pada wanita hamil dapat terjadi gejala hiperdinamik seperti tidak tahan panas, kulit yang panas dan basah, takhikardi. 2. Berat badan menurun Pada hamil muda, emesis akan menyebabkan berat badan wanita hamil akan menurun, keadaan mana mirip pada hipertiroid. Perlu diingat kembali bahwa hipertiroid justru memberat pada trimester pertama. 3. Adanya struma. Sebagian wanita hamil akan ditemukan adanya struma. Hal ini oleh karena pada kehamilan klirens ginjal terhadap yodida meningkat sehingga dapat terjadi defisiensi yodium untuk sementara waktu. Penelitian di Skotland menunjukkan bahwa sekitar 79% wanita hamil disertai dengan adanya struma. 4. Kadar hormon tiroid Pada keadaan hamil oleh karena pengaruh estrogen maka kadar TBG akan meningkat, yang akan diikuti oleh meningkatnya kadar T4 total dan T3 total dalam plasma. Dengan demikian apabila kita hanya mengukur kadar T4 total dan T3 total sebagai parameter fungsi tiroid maka hasil fungsi tiroid akan memberikan gambaran hiperfungsi.4,8 Memperhatikan keadaan diatas yang dapat mengacaukan diagnosis hipertiroid pada kehamilan, maka prosedur diagnosis mutlak memerlukan pemeriksaan laboratorium. Gambaran klinis saja tidak dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Selain itu diagnosis dengan bantuan kedokteran nuklir tidak mungkin dilakukan pada wanita hamil. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :1. Pemeriksaan fT4 (free thyroxin)

Pada kehamilan sering didapatkan kadar T3 dan T4 total yang tinggi. Oleh karena itu sebaiknya untuk pemeriksaan fungsi tiroid pada kehamilan jangan diperiksa kadar T4 total dan T3 total tetapi sebaiknya diperiksa kadar fT4. Jika fT4 hasilnya tinggi, maka menunjukkan keadaan hipertiroidisme. Namun apabila secara klinis sudah sangat mendukung tirotoksikosis tetapi kadar fT4 normal perlu diperiksa juga kadar fT3 yang mungkin tinggi.2. Pemeriksaan TSHs.

Kadar T3 dan T4 yang tinggi pada penyakit Graves akan menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena11

dapat

mendeteksi

kadar

TSH sampai

angka mendekati

0,05mIU/l.

Diagnosis

hipertiroidisme ditegakkan apabila dijumpat kadar TSHs 0.10 mIU/l dan terjadi peningkatan fT4. 3. Pemeriksaan Antibodi Reseptor TSH (TSHR-Ab) TSHR-Ab terdapat > 95% pasien dengan penyakit Graves yang aktif sehingga pemeriksaan ini cukup spesifik untuk penyakit Graves. Indikasi pemeriksaan TSHR-Ab pada wanita hamil adalah :

Wanita hamil dengan gejala hipertiroid yang aktif Adanya riwayat pengobatan dengan radioiodine Adanya riwayat melahirkan bayi dengan hipertiroid Dilakukan tiroidektomi untuk pengobatan hipertiroid pada kehamilan.

Terdapat tiga kondisi dengan gambaran hipertiroid yang membawa dugaan kuat kepada diagnosis penyakit Graves, yaitu : 1. 2.3.

Wanita yang sudah pernah didiagnosis penyakit Graves yang sedang atau belum Wanita dengan keadaan remisi atau dianggap sembuh setelah pengobatan Wanita dengan tanpa riwayat penyakit Graves yang asimptomatis tetapi TSHR-

mendapat terapi. dengan obat antitiroid, pembedahan atau ablasi dengan iodium radioaktif. (IRA) Ab yang positif.4,8 Membedakan penyakit Graves dengan penyakit tirotoksikosis gestasional lainnya merupakan tantangan bagi seorang klinisi. Pada gambar dibawah kita bisa melihat suatu algoritma untuk screening berbagai penyebab hipertiroid pada awal kehamilan. Algoritma terdiri dari 3 langkah : 1. Langkah pertama untuk mendiagnosis hipertiroid karena penyakit autoimun2. Langkah kedua untuk mendiagnosis gestational transient thyrotoxicosis (GTT) 3. Langkah ketiga untuk pasien yang telah diketahui menderita penyakit Graves.17

12

Gambar 7. Algoritma untuk screening hipertiroid pada kehamilan.17

BAB IV TATALAKSANA PENYAKIT GRAVES PADA KEHAMILAN Dalam mengobati penyakit Graves dalam kehamilan harus selalu diingat bahwa kita mengobati dua pasien yaitu ibu dan janin. Pengobatan penyakit Graves dalam kehamilan bertujuan untuk mencegah komplikasi maternal, fetal dan neonatal. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa komplikasi medis dan obstetris secara langsung berhubungan dengan kontrol hipertiroid dan lamanya keadaan eutiroid. Pada penderita penyakit Graves yang diagnosisnya ditegakkan secara dini dan pengobatan segera diberikan maka prognosis ibu dan anak sangat baik. Kurangnya kontrol terhadap keadaan tirotoksikosis akan menyebabkan berbagai keadaan seperti : preeklamsia, keguguran, prematuritas, berat badan lahir rendah, krisis tiroid dan congestive heart failure.18 Prinsip pengobatan ialah mengendalikan hipertiroidisme ibu tanpa menggangu fungsi tiroid janin. Tujuannya adalah mencapai keadaan eutiroid atau hipertiroid ringan selama kehamilan. Pengobatan pada hipertiroid terdiri atas :13

a) Medikamentosa b) Nonmedikamentosa 4.1 Pengobatan medikamentosa A. Obat antitiroid Obat antitiroid merupakan pilar utama pengobatan penyakit Graves dalam kehamilan. Obat antitiroid yang diberikan pada pengobatan penyakit Graves pada kehamilan adalah golongan tionamid. Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama methimazole dan karbimazol. Karbimazol efek kerjanya sama dengan methimazole karena karbimazol in vivo segera diubah menjadi methimazole. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah dan mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal. 17,18

Gambar 8. Mekanisme kerja obat antitiroid.1914

Thionamida bekerja mencegah sintesis hormon dari sel tiroid, tetapi tidak dapat menghentikan pelepasan hormon tiroid yang sudah terbentuk. Oleh karena itu waktu untuk mencapai eutiroid setelah pemberian thionamida tergantung dari berapa banyak hormon tiroid yang masih tersimpan sebagai koloid. Pada umumnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai eutiroid setelah pemberian obat antitiroid berkisar antara 46 minggu.20 Dosis inisial obat tergantung pada keadaan hipertiroid dan minggu gestasi. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis obat antitiroid thionamida dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil. PTU dapat diberikan dengan dosis 100-450 mg/hari dibagi menjadi tiga dosis perhari. Methimazole diberikan 10-20 mg sekali sehari. Setelah keadaan eutiroid tercapai maka dosis dapat diturunkan. Pada umumnya dengan dosis PTU 100-200 mg/hari selama hamil tidak akan memberikan efek hipotiroid pada anak. 8,20 Sampai saat ini direkomendasikan dosis obat antitiroid bergantung pada target kadar fT4 ibu yaitu sepertiga ambang atas atau sedikit diatas nilai normal wanita yang tidak hamil. Penelitian yang dilakukan oleh Momotani tahun 2006 yang menganalisa kadar fT4 dan TSH bayi yang dilahirkan dari 249 ibu dengan penyakit Graves yang terus meminum obat antitiroid sampai melahirkan menyimpulkan bahwa kadar fT4 yang rendah pada bayi dapat dicegah jika kadar fT4 ibu > 1.9 ng/dl. Dimana kisaran fT4 normal pada wanita yang tidak hamil pada penelitian ini adalah 0.8-1.9 ng/dl.21 Makin tua umur kehamilan proses autoimmun ibu akan menurun, sehingga beberapa ahli menganjurkan untuk menurunkan secara bertahap dosis PTU yang diberikan bahkan menghentikan pemberian obat antitiroid 4 minggu sebelum persalinan. Surge dan Drury dari Dublin Maternity Hospital mempergunakan dosis awal carbimazole 60 mg sehari tetapi setelah 6-8 minggu diturunkan menjadi 5-10 mg sehari, kemudian obat dihentikan pada minggu gestasi ke 37.22 Penghentian PTU dikecualikan pada pasien dengan kadar TSHR-Ab yang tinggi, sehingga PTU terus diberikan sampai wanita tersebut melahirkan. Vaskova dkk dalam laporannya mendapatkan bahwa dari 39 pasien hamil dengan pengobatan abat antitiroid yang teratur dan baik, 74,3% mempunyai bayi lahir sehat, 12,8% lahir preterm dan 5.1% berat lahir kurang, tidak ada yang cacat. Sebaliknya pada kelompok yang terlambat diobati (sesudah trimester 1) atau yang tidak teratur minum obat atau masih hipertiroid pada trimester 2, mengalami hipertiroidisme neonatal atau malformasi.2315

Methimazole dapat melalui plasenta dan ekskresinya melalui ASI lebih besar dibandingkan PTU. Di samping itu bioavailabilitas methimazole pada janin sekitar 4 kali lebih tinggi dari PTU sehingga lebih mudah menyebabkan keadaan hipotiroid pada janin. Efek samping terjadi 3%-5% dari keseluruhan pasien yang mendapat tionamid dan yang paling sering adalah reaksi alergi. Perhatian yang cukup besar terhadap obat antitiroid adalah efek teratogenik dari obat methimazole. Seperti yang dilaporkan oleh Barbero tahun 2008, methimazole dapat menimbulkan kejadian malformasi kongenital, seperti aplasia kutis dan sindrom embriopati methimazole yang terdiri dari atresi esopagus atau atresi khoana dan fasies dismorfik saat diberikan pada trimester pertama kehamilan.24 Rosenfeld pada tahun 2008, meneliti 115 wanita hamil yang mendapatkan PTU dibandingkan 1141 kontrol dan menyimpulkan bahwa PTU tidak teratogenik.25 Berlawanan dengan penelitian diatas, penelitian lain oleh Clementi tahun 2010 terhadap 47 bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terpapar PTU pada trimester pertama menunjukkan terdapatnya 3 kasus situs inversus, 2 kasus disgenesis ginjal dan 5 kasus defek kardiak outflow. Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut tentang keamanan pemakaian PTU pada trimester pertama.26 Laporan dari FDA tahun 2009, merekomendasikan pembatasan penggunaan PTU pada trimester pertama kehamilan karena terdapatnya laporan hepatotoksisitas pasien yang mendapatkan PTU. Sebenarnya hepatotoksisitas dapat muncul kapanpun saat pemakaian PTU. Sehingga monitoring enzim transaminase disarankan selama pemberian PTU. Namun sampai saat ini belum ada data yang mendukung bahwa monitoring enzim transaminase dapat mencegah kejadian hepatitis fulminan yang diinduksi PTU. American Thyroid Association bersama FDA merekomendasikan pemberian PTU hanya pada trimester pertama saja kemudian dilanjutkan dengan pemberian methimazole pada trimester kedua dan ketiga.27 B. Obat penyekat beta (beta blocker) Obat penyekat beta seperti propranolol, sering digunakan baik sebagai pengobatan tunggal maupun obat tambahan pada pengobatan hipertiroid. Propanolol digunakan untuk mengurangi gejala hipermetabolik. Dosisnya dikurangi sesuai gejala klinik. Pada umumnya obat hanya diberikan selama 2-6 minggu. Penggunaan jangka lama berhubungan dengan plasenta kecil, gangguan pertumbuhan janin, bradikardi postnatal dan hipoglikemi.2816

Sebuah penelitian menyatakan tingginya angka abortus spontan ketika propranolol diberikan bersamaan dengan methimazole dibandingkan jika hanya diberikan methimazole saja. Namun pada penelitian tidak diterangkan apakah hal ini disebabkan karena pemberian kombinasi obat tersebut atau memang karena penyakit dasarnya yang berat.29 Penyekat beta hanya direkomendasikan pada pasien PG dalam kehamilan dengan kondisi tertentu seperti krisis tiroid atau persiapan untuk dilakukan tiroidektomi.28 4.2 Pengobatan Nonmedikamentosa Tiroidektomi subtotal hanya dilakukan pada keadaan tertentu misalnya pada penderita yang sangat alergi terhadap obat antitiroid, tidak berhasil dengan pengobatan obat antitiroid yaitu jika penggunaan PTU > 450 mg, methimazole > 30 mg atau pada mereka dengan gejala penekanan oleh struma. Worley dan Crosby dari Oklahoma University di Amerika Serikat meneliti secara retrospektif penderita hipertiroid dengan kehamilan yang pernah dirawat selama 12 tahun. Ternyata pada mereka yang mendapat obat antitiroid saja sebanyak 70% melahirkan bayi aterm. Sebaliknya pada mereka yang mengalami pembedahan strumektomi, hanya 43% yang melahirkan bayi aterm. Selain itu kematian bayi pada mereka yang mengalami pembedahan ditemukan 43% sedang angka kematian pada mereka yang mendapat obat antitiroid hanya 20%. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa pengobatan terbaik pada wanita hipertiroid hamil adalah pemberian obat antitiroid.30 Di RSUP Wahidin, Makassar selama dibukanya Sub-Bagian Endokrin dan Metabolik sejak tahun 1977 (15 tahun) tidak pernah ditemukan satu kasuspun wanita hamil hipertiroid yang membutuhkan tindakan pembedahan. Namun jika pembedahan tetap harus dilakukan maka pemeriksaan kadar TSHR-Ab harus dilakukan untuk menilai risiko terjadinya fetal hipertiroidisme. Direkomendasikan untuk melakukan pembedahan pada trimester dua kehamilan. Pemberian betabloker dan solusio kalium iodida (Lugol) dalam jangka pendek diperlukan untuk persiapan operasi.28 4.3 Pengawasan selama hamil Tujuan pengobatan pada wanita hamil dengan hipertiroid ialah selain mencapai eutiroid pada ibu hamil, juga mencegah terjadinya efek samping pada janin antara lain dengan mencegah terjadinya hipotiroid dan struma pada janin. Methimazole, PTU dan karbimazol dapat melewati plasenta, oleh karena itu untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin maka nilai kadar FT4 harus agak tinggi dibanding nilai atas batas normal dengan17

pemakaian dosis obat antitiroid sekecil mungkin. Pengalaman dengan dosis kecil PTU antara 100-200 mg sehari dan methimazole 10 - 20 mg sehari sepanjang kehamilan akan memberikan hasil yang sangat memuaskan. Untuk mengetahui keadaan eutiroid dengan sendirinya diperlukan pemeriksaan fungsi tiroid selama hamil. Pada saat memulai pengobatan dengan obat antitiroid pemeriksaan FT4 dan TSHs dilakukan setiap 2-4 minggu sekali dan 4-6 minggu setelah mencapai target terapi. Pemeriksaan T3 Total serum tidak direkomendasikan.30 Pemeriksaan TSHR-Ab pada minggu 24-28 kehamilan berguna untuk mendeteksi kehamilan yang berisiko. Jika nilainya 3 kali dari ambang batas nilai normal maka risiko untuk terjadinya fetal dan neonatal hipertiroid cukup tinggi. Sehingga diperlukan pemeriksaan ultrasound untuk melihat adanya goiter pada janin.31

4.4. Pengobatan pada saat laktasi Pada akhir kehamilan proses autoimmun akan berkurang sehingga pada akhir kehamilan pada umumnya wanita hamil akan menjadi eutiroid. Setelah bersalin, kekambuhan hipertiroid akan terjadi pada 6 bulan pertama. Oleh karena itu pemeriksaan fungsi tiroid sebaiknya dilakukan pada 3 bulan dan 6 bulan setelah bersalin. Apabila terjadi hipertiroid kembali maka harus segera dimulai dengan obat antitiroid. Namun penelitian terbaru menyebutkan bahwa baik PTU maupun MMI hanya terdapat sedikit sekali dalam ASI dan selama PTU dan MMI dapat dipertahankan dalam dosis moderat (PTU