bab ii referat gbs.docx

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. SGB suatusindromaklinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perife nerus kranialis. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneurit Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Gui Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome 3 2.2 Insidensi SGB terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, tidak bersifat merupakan inflamasi poliradikuloneuropati kira!kira 1," kasus per 1##.### pendud dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. $nsiden kejadia seluruh dunia berkisar antara #,% & 1,' per 1##.### penduduk. $nsiden ini mening dengan bertambahnya usia. SGB merupakan penyebab paralisis akut yang tersering d barat. i merika Serikat, insiden terjadinya SGB berkisar antara #,% penduduk. +asio kejadian antara laki!laki dan perempuan adalah 1,1!1,.* +entang usia penderita dari usia bulan sampai '" tahun. i merika Serikat di berkisar antara usia 1"!3" tahun atau "#!*" tahun. Sedangkan di -ina kejadian p tahun pernah dilaporkan. 3,% Sekitar # penderita berakhir dengan gagal nafas. i negara barat gambara sering muncul adalah subakut paralisis asending. Berhubungan dengan parestesis d kehilangan refleks tendon dalam. /rogresifitas berakhir pada minggu ke 0, dan ke biasanya tenangsebelum terjadi perbaikan secara lambat. /ada tahun 1 "', Landry menjelaskan 1# kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan sensa ngka kematian rata!rata adalah !% , yang secara umum disebabkan akibat kompli entilasi, henti jantung, emboli paru, sepsis, bronkospasme, pneumotoraks, dan dari *" penderita mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defi neurologi atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal. Sedangkan seba 3

Upload: riskawati12

Post on 07-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.32.2 InsidensiSGB terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, tidak bersifat epidemi dan merupakan inflamasi poliradikuloneuropati kira-kira 1,5 kasus per 100.000 penduduk. SGB dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 1,9 per 100.000 penduduk. Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. SGB merupakan penyebab paralisis akut yang tersering di negara barat. Di Amerika Serikat, insiden terjadinya SGB berkisar antara 0,6 1,7 per 100.000 penduduk. Rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 1,1-1,.7 berbanding 1. Rentang usia penderita dari usia 2 bulan sampai 95 tahun. Di Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun. Sedangkan di Cina kejadian pada usia 2-12 tahun pernah dilaporkan.3,6Sekitar 20% penderita berakhir dengan gagal nafas. Di negara barat gambaran yang sering muncul adalah subakut paralisis asending. Berhubungan dengan parestesis distal dan kehilangan refleks tendon dalam. Progresifitas berakhir pada minggu ke 4, dan keadaan biasanya tenang sebelum terjadi perbaikan secara lambat. Pada tahun 1859, Landry menjelaskan 10 kasus dengan karakteristik paralisis asendens dan perubahan sensasi sensorik. Angka kematian rata-rata adalah 2-6%, yang secara umum disebabkan akibat komplikasi dari ventilasi, henti jantung, emboli paru, sepsis, bronkospasme, pneumotoraks, dan ARDS. Lebih dari 75 % penderita mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal. Sedangkan sebagian penderita yang lain, membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan bagian distal yang berat. Sekitar 15 % penderita berakhir dengan gejala sisa berupa defisit neurologi.6,7

2.3 KlasifikasiBerikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: 7,81. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.3. Miller Fisher SyndromeVariasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal5. Acute pandysautonomiaTanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.

2.4 EtiologiMikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini merupakan proses autoimun.3 Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :1,3 Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV). Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie. Pascah pembedahan dan Vaksinasi. 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan

2.5 PatologiPada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke-tiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari ke-lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke-sembilan dan makrofag pada hari ke-sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke-tigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif. Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demielinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.3,6,7

2.6 PatogenesisPatogenesis pada sindroma guillain barre (SGB) sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.12

Gambar 1. Patogenesis SGBDiawali dengan infeksi (misalnya C. Jejuni) menginduksi respon imun yang akhirnya mengarah ke sindrom guillain barre. Respon imun tergantung pada faktor bakteri tertentu, seperti pada spesifitas dari lipo-oligosakarida (LOS), dan pada pasien yang terkait host faktor. Polimorfisme genetik pada pasien sebagian mungkin menentukan tingkat keparahan dari sindrom guillain barre. Adanya antibodi terhadap LOS dapat berikatan dan bereaksi dengan ganglion saraf tertentu dan dapat mengaktifkan komplemen. Tingkat kerusakan saraf tergantung pada beberapa faktor. Disfungsi saraf juga menyebabkan kelemahan dan gangguan sensori.12

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:3,9,121. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.6 Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.3,6

Gambar 2. Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

Pada perjalanan penyakit Sindroma Guillain-Barre terdapat tiga periode :111. Periode Progresif Pada periode ini gangguan fungsi motorik berlangsung progresif baik distribusi maupun derajat kelumpuhan, keadaan klinis ini berlangsung lebih kurang 9 hari2. Periode stabil selama 2-4 minggu3. Periode PenyembuhanDimulai dengan tanda-tanda penyembuhan bisa berlangsung 3-4 minggu bahkan lebih

Gambar 3. Perjalanan alamiah SGB skala waktu dan beratnya kelumpuhanbervariasi antara berbagai penderita SGB

2.7 Tanda dan Gejala Pada SBG ditemukan riwayat infeksi saluran napas atau pencernaan sebelum awitan dan adanya faktor pencetus seperti riwayat vaksinasi, kehamilan, operasi sebelumnya, dll.1. KelemahanGambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena lebih dahulu sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat juga terpengaruh. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.4

2. Keterlibatan saraf kranialKeterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut : wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.43. Perubahan SensorikGejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.44. NyeriDalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).45. Perubahan otonomKeterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.4

6. PernapasanEmpat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut : Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit.4

2.8 Kriteria DiagnosaDiagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:3I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:- Terjadinya kelemahan yang progresif- HiporefleksiII. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:a. Ciri-ciri klinis:2 Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor.

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:4 Pungsi lumbal untuk cerebrospinal fluid (CSF ) studi dianjurkan . Selama fase akut GBS , temuan karakteristik pada analisis CSF termasuk albuminocytologic disosiasi , yang merupakan peningkatan protein CSF ( > 0,55 g / L ) tanpa elevasi dalam sel darah putih . Peningkatan protein CSF dianggap mencerminkan peradangan luas dari akar saraf . Protein CSF meningkat sesudah minggu pertama timbulnya gejala. Jumlah sel CSF < 10 MN/mm3c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal

2.9 Diagnosis BandingGejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti:3,6 Mielitis akuta Poliomyelitis anterior akuta Porphyria intermitten akuta Polineuropati post difteri

2.10 Tatalaksana Perawatan dan PengobatanPengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital Yang diperlukan adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi akibat perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam otot-otot penapasan. Apabila terjadi keadaan demikian ini, maka penderita harus segera dirawat di ruang perawatan intensif.2,11a. Perawatan UmumPenderita mempunyai keterbatasan dalam pergerakan dan terpaksa berada dalam posisi tidur yang lama. Yang harus diperhatikan adalah : Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi tidur Pengamatan terhadap kemungkinan deep veins thrombosis Pengeluaran sekret dari saluran nafas- Pergerakan sendi-sendi secara pasif- Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama Natrium karena penderita sering mengalami retensi cairan dan hiponatremi disebabkan sekresi hormon ADH berlebihan

b. Perawatan Khusus1. PernafasanWalaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi dengan mengukur kapasitas vital secara reguler sangat penting untuk mengetahui progresifitas penyakit, kapasitas vital lebih akurat untuk memprediksi gagal nafas daripada analisa gas darah. Pasien dengan kapasitas vital < 15 ml/kgBB disertai peningkatan PCO2 > 60%, penurunan PO2 < 70% mutlak perlu alat bantu nafas. Pasien harus dirawat di ruang ICU.112. KardiovaskularMonitoring ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipetensi yang mendadak serta gangguan irama jantung. Hipotensi dan hipertensi yang berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotensi yang menetap dan menganggu perfusi ginjal dan otak harus diatasi dengan pemberian cairan (pemberian pressor agent pada gangguan fungsi otonom dapat menimbulkan sensitivitas yang berlebihan sehingga tidak dianjurkan). Hipertensi yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas saraf simpatis (terbukti dengan meningkatnya kadar catecholamine dan serotonin) dapat diberikan propanolol. Gangguan irama jantung bisa berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, atrial flutter, atrial fibrilasi, PAT bahkan sinus arrest. Penggunaan beberapa obat anestesi dapat menambah beratnya gangguan kardiovaskular sehingga penggunaannya harus dihindarkan. Obat-obat yang mempengaruhi sistem kardiovaskular pada sindroma Guillain Barre :11a. Reaksi Hipotensi berlebihan : fentolamine, nitrogliserin, hexametonium, edrofonium, tiopenton, morfin, furosemidb. Reaksi hipertensi berlebihan : fenilephrin, efedrin, dopamin, isoprenalinc. Aritmia : suxamethoniumd. Cardiac arrest anesthesia umum3. Cairan, elektrolit, nutrisiIleus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut sehingga pemberian nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini. Pada sinroma Guillain-Barre sering terjadi gangguan sekresi ADH (anti diuretik hormon) sehingga perlu diperhatikan pembesaran cairan dan elektrolit terutama natrium karena sering terjadi retensi cairan.114. Sedatif dan analgesikPada penderita yang tidak memakai alat bantu nafas, obat sedatifa harus dihindari karena akan memperburuk fungsi pernafasan. Untuk mengatasi nyeri sering digunakan obat golongan NSAID.115. AntibiotikaPada pasien yang berbaring lama dan menggunakan alat bantu nafas, frekuensi timbulnya pneumonia cukup tinggi, sehingga dibutuhkan antibiotika yang disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi kuman.11

b. Pengobatan1. Pengobatan dengan steroidSekalipun pengobatan steroid sudah diragukan manfaatnya tahun 1984, peter CD melaporkan kemungkinan efek steroid dosis tinggi intravenous menguntungkan. Penulis melaporkan 3 dari 5 penderita memberikan respon dengan methyl prednisolon sodium succinate intravenous dan diulang tiap 6 jam diikuti pemberian prednisolon oral 30 mg setiap 6 jam setelah 48 jam pengobatan intavenous.112. Pengobatan dengan ImmunosupresantImunosupresant adalah obat yang bekerja pada supresi sensitisasi sel limfosit yang tidak normal yang mengakibatkan reaktivitas imunologik yang merugikan. Obat yang digunakan azatioprin, siklopospamid, klorambusil dan anti limfosit globulin (ALG). Azotioprin bekerja melalui hambatan respon humoral dan selular, sedangkan siklopospamid menghambat replikasi sel terutama limfosit B. Klorambusil bekerja pada tempat yang sama dengan ALG, berperan dalam menghambat secara kuat respon imunologik seluler. Pemberian obat ini pada sindroma Guillain Barre didasarkan pada keberhasilan pengobatan pada Experimental Allergic Neuritis. Dari beberapa percobaan tidak dapat disimpulkan gambaran pasti karena terbatasnya laporan yang pernah dibuat.113. PlasmafaresisPlasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pertukaran volume dengan serum albumin 5% atau 25% ditambah cairan saline isotonik mencegah resiko koagulasi. Pilihan penggantian FFP (Fresh Frozen Plasma0 diaman cairan ini lebih fisiologis tetapi membawa resiko viral hepatitis dan penyakit infeksi lain. Plasma faresis membutuhkan antikoagulan yaitu heparin dan citrat. Keuntungan maksimal yang didapat apabila plasmafaresis dilakukan awal 2 minggu timbulnya onset dilakukan tiap hari selama 5 hari berturut-turut dan maksimal total penggantian plasma 55ml/kg tiap kali penggantian voume dalam jumlah lebih besar berbahaya terhadap gangguan kardiovaskular.114. Imunoglobulin IV (IVIg)Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.3,11

2.11 Prognosa80% pasien Sindroma Guillain Barre membaik meskipun memakan waktu berbulan-bulan. Faktor yang memperburuk prognosa adalah gangguan otonom, gangguan otot pernafasan, adanya kelemahan pada EMG, usia pasien yang tua. Mrotalitas sindroma Guillain Barre adalah 3-5%.11

3