bab i referat kardiologi

32
BAB I LATAR BELAKANG Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infraction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan mortalitas 1 tahun (7-18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis sesuai pedoman (guidline) dan intervensi. (Idrus Alwi 2009) Kejadian STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya. Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala 12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark http://download.portalgaruda.org/article.php? article=73544&val=4695 KASUS LAPORAN KASUS

Upload: ardyana-prastara

Post on 13-Apr-2016

235 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Kepaniteraan klinik

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Referat Kardiologi

BAB I

LATAR BELAKANG

Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infraction =

STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari

angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST

STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas

yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti

pelepasan biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan mortalitas 1

tahun (7-18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis sesuai

pedoman (guidline) dan intervensi. (Idrus Alwi 2009)

Kejadian STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan

suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya. Oklusi total arteri

koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi

fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien

STEMI dengan onset gejala 12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih

mengeluh nyeri dada yang khas infark

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73544&val=4695

KASUS

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn. Sapar

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 66 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status Marital : Menikah

Page 2: BAB I Referat Kardiologi

Pekerjaan : Pensiunan pegawai kantor pajak

B, Anamnesa

Keluhan Utama : Nyeri dada bawah

1) Riwayat Penyakit Sekarang

a. Nyeri dada bagian bawah

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada bawah sejak 3 hari yang

lalu. Nyeri seperti ada tekanan dari perut bagian atas dan terasa tidak enak

diperut. Nyeri dirasakan memberat saat pasien beraktifitas seperti jalan

kaki jauh. Nyeri berkurang saat pasien beristirahat kurang lebih 30 menit.

Nyeri tidak menjalar.

b. Lemas

Lemas dirasakan pasien sejak 3 hari lalu, lemas memberat saat pasien

merasa nyeri pada dada bawah saat beraktifitas, dan lemas berkurang saat

pasien beristirahat.

c. BAK

Buang air kecil masih dalam batas normal.

d. BAB

BAB dalam batas normal, berwarna kekuningan.

2) Tinjauan Sistem

a. Makan, jumlah seperti biasa.

b. Minum, jumlah seperti biasa.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya kurang lebih 7 bulan yang lalu.

Dan dirawat dirumah sakit 1 minggu. Ada riwayat Diabetes Mellitus (DM), tidak

ada riwayat hipertensi.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus (DM), tidak ada hipertensi.

Page 3: BAB I Referat Kardiologi

5) Riwayat Sosial

Sehari-hari pasien olah raga tiap pagi dan setelah itu diam dirumah. Tidak

pernah minum jamu pegal linu dan suplemen penguat. Riwayat perokok berat 3

bungkus sehari sudah lama kemudian berhenti sejak sakit 7 bulan yang lalu.

Pasien dulu sering minum kopi kemudian sekarang sudah berhenti.

6) Riwayat Obat

Konsumsi obat diabetes sejak 8 tahun lalu sampai sekarang. Konsumsi obat

jantung sejak 7 bulan lalu sampai sekarang. Tidak ada alergi obat.

C. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

2) Vital sign:

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 70x/ menit

RR : 18x/menit

Temperatur : 36° C

3) Status Gizi

Gizi : Sedang

TB : -

BB : 63 kg

Kepala/ leher : A/I/C/D= -/-/-/-

Leher : JVP tidak meningkat, Pembesaran tyroid (-)

Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (-)

Thorax :

Payudara : Simetris

Page 4: BAB I Referat Kardiologi

Pulmo:

Inspeksi :pergerakan nafas simetris, retraksi ics(-), tidak ada jejas.

Palpasi : simetris, fremitus raba: teraba normal

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikular + +

+ +

+ +

Rhonchi : - -

- -

- -

Wheezing - -

- -

- -

Cor :

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kiri ICS V MCLS, batas

jantung kanan ICS V parasternal dextra

Auskultasi : S1/ S2 tunggal reguler, Murmur (-),

Gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : Distended (-), vena collateral (-), acites (-), spider

nevy (-)

Page 5: BAB I Referat Kardiologi

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Meteorismus (-) pemeriksaan shifting dullnes: acites

(-)

Palpasi : Hepar/ lien : tak teraba

Ginjal : tak ada pembesaran

Nyeri tekan : - - -

- - -

- - -

Extremitas : Extremitas atas = Capillary refill time <2 detik

Akral hangat (+)

Edema (-)

Erytema Palmaris (-)

Extremitas bawah = Capillary refill time < 2 detik

Akral hangat (+)

Edema (-)

Erytema Palmaris (-)

Tulang belakang : Normal

Kiphosis (-)

Scoliosis (-)

Spina bifida (-)

PEMBAHASAN

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.

Page 6: BAB I Referat Kardiologi

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap

sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand

(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2

platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian

akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi

yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Idrus Alwi, 2009).

FAKTOR - FAKTOR RESIKO

A. FAKTOR UTAMA

1. Hipertensi

Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Penelitian di

berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6- 15%,

sedang di negara maju mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita Hipertensi tidak

terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik.

Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%,

Miokard Infark 35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi yang

Page 7: BAB I Referat Kardiologi

terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik,

terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari

tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan

akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah

bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta

pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah

Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian

50% penderita miokard infark menderita Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat

Hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :

a. Meningkatnya tekanan darah. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang

berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran

ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.

b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis. Tekanan darah yang tinggi dan menetap

akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria,

sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini

menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering

didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.

Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadian PJK

pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah

sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun

mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan

miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang

mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada penderita yang normotensi

dengan miokard infark.

Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan

darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah

diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada

tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart 1979 & 1982 juga

memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko mendapat

miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi bersamaan maka akan

menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita yang tekanan darahnya

normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih

berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik dibandingkan Tekanan darah Diastolik

saja.

Page 8: BAB I Referat Kardiologi

Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark

dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obatobatan

dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang

jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah yang normal merupakan

penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme.

Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan

pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan Tekanan darah

sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk. Orang-orang dengan kesegaran

jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung rendah. Penelitian di Amerika Serikat

melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan angka kematian PJK sebayak

25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian

betablocker dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok.

2. Hiperkolesterolemia.

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena termasuk faktor

resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi

oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat

mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis

kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk

mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:

a. Kolesterol Total.

Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti

resiko untuk terjadinya PJK meningkat .

Kadar kolesterol Total

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 200 mg/dl 2-239 mg/dl >240 mg/dl

b. LDL Kolesterol.

LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat

buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan

rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai

penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.

Kadar LDL Kolesterol

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 130 mg/dl 130-159 mg/dl >160 mg/dl

Page 9: BAB I Referat Kardiologi

c. HDL Koleserol :

HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat

baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh

darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah

atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.

Kadar HDL Kolesterol

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 45 mg/dl 35-45 mg/dl >35 mg/dl

Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK.

Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise

dan berhenti merokok.

d. Rasio Kolesterol Total :

HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki

dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin

meningkat resiko PJK.

e. Kadar Trigliserida.

Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak

tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk

terjadinya PJK..

Kadar Trigliserid

Normal Agak tinggi Tinggi Sangat Sedang

< 150 mg/dl 150 – 250 mg/dl 250-500 mg/dl >500 mg/dl

Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200

mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar

trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas

3. Merokok.

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko utama PJK

disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang merokok > 20 batang perhari dapat

mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya.

Page 10: BAB I Referat Kardiologi

Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada lakilaki

perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X lebih

dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena

rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan

perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb.

Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin

banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang

merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki – laki perokok.

Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan

hipertensi, sehingga orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis

dari pada yang bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan

berkurang 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang

tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun.

B. FAKTOR RESIKO LAINNYA.

1. Umur

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian

besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan

bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur

20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan

sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama.

Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada

laki-laki.

2. Jenis kelamin.

Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-

laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih

besar dari perempuan.

3. Geografis.

Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling rendah

di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang jepang yang

melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih

besar pengaruhnya dari pada genetik.

Page 11: BAB I Referat Kardiologi

4. Ras

Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur

baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras

perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko

PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.

5. Diet.

Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan

makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan

kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang

umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar

kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika. Beberapa

peetunjuk diet untuk menurunkan kolesterol :

• Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak jenuh tinggi.

• Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak tak jenuh.

• Makanan harus mengandung rendah kolesterol.

• Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan Berserat

• Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan diturunkan padta obesitas

dan memperbanyak exercise.

6. Obesitas.

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 % pada

perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan

hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol.

Resiko PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang

gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan

mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.

7. Diabetes.

Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit

pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %

lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.

8. Exercise.

Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol

koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena :

• Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard

Page 12: BAB I Referat Kardiologi

• Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama

dengan menurunkan LDL kolesterol.

• Membantu menurunkan tekanan darah

• Meningkatkan kesegaran jasmani.

9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya.

Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A dan

Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif, ambisi,

ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan

tidak terikat waktu . Resiko PJK pada tipe A lebih besar daripada tipe B.

10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.

Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban

serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.

Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih

besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat

meningkatkan kadar kolesterol darah. II. Keturunan Hipertensi dan hiperkolesterolemi

dipengaruhi juga oleh faktor genetik.

12. Perubahan Massa.

Setelah pengumpulan data yang akurat selama puluhan tahun berbagai Negara

didapatkan perubahan angka kematian yang menarik. Alasan terjadinya penurunan di

Amerika Serikat belum jelas, mungkin disebabkan karena insiden kasus baru yang menurun

dan menurunnya kasus-kasus yang berat maupun hasil dari pengobatan yang lebih baik.

http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri10.pdf

Diagnosis Dan Pemeriksaan

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang

di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina).

Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat

penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006).

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun

STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat

terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Page 13: BAB I Referat Kardiologi

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali

ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan

banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular

adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi

jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat

sementara (Alwi, 2006).

Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST

kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang

lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang

meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah)

dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit

dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI

tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan

jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin

(cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal

untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan

diikuti peningkatan CKMB.

Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala

IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua

kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.11

1) CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis,

dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

2) cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila

ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Page 14: BAB I Referat Kardiologi

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic

dehydrogenase (LDH)

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear

yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.11

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada

atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di IGD sebagai

landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak

diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat

STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara

kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG

sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan

infark ventrikel kanan.11

Tatalaksana IMA

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence based

berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun konsensus

dari para ahli sesuai pedoman (guideline).11

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan

nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,

memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat beberapa

pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun

2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-

masing tempat dan kemampuan ahli yang ada

Tatalaksana awal

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi

ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari

separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada

pasien yang dicurigai STEMI antara lain.

1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis 2) Pemanggilan tim

medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

Page 15: BAB I Referat Kardiologi

3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis

dokter dan perawat yang terlatih.

4) Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu

mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini dapat

diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai

pentingnya tatalaksana dini.

Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di

ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI serta

ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi

Tatalaksana di ruang emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien

risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien

dengan STEMI

Tatalaksana umum

1) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6

jam pertama

2) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis

0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

- Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik

pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan

dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

- Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif

pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang

dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal

dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan

dosis 75-162 mg.

Page 16: BAB I Referat Kardiologi

- Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian

penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah

metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung

> 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan

ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV

terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48

jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam

Tatalaksana di rumah sakit

ICCU

1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama

2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam

karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.

3) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan

periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau

lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari

4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan

narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga

dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan

penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200

mg/hari)

Page 17: BAB I Referat Kardiologi

Stemi

Latar belakang

Dewasa ini Penyakit Jantung Koroner / Coronnary Artery Disease (PJK / CAD)

merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting, karena penyakit ini diderita

oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama di beberapa negara

termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, di Amerika Serikat dilaporkan jumah penderita PJK

(infark miokard akut ) baru adalah 1,5 juta per tahun (satu penderita tiap 20 detik).

PJK juga merupakan penyebab disabilitas dan kerugian ekonomis yang tertinggi

dibanding penyakit lain. Diperkirakan dana yang dibelanjakan tiap tahunnya untuk perawatan

PJK di Amerika Serikat adalah sebesar 14 milyar US$ (sekitar 42 triliun rupiah). Di

indonesia, belum ada data-data yang jelas, tetapi menurut Survey Rumah Tangga Dep.Kes.

tahun 1992 dilaporkan bahwa PJK merupakan penyebab kematian nomer satu. Sampai saat

ini penyebab yang pasti dari PJK tidak jelas, faktor risiko diduga sangat berpengaruh

terhadap timbulnya PJK.

Page 18: BAB I Referat Kardiologi

Tingginya prevalensi penyakit jantung (khususnya penyakit jantung koroner)

diakibatkan oleh sejumlah faktor yang berhubungan dengan pola hidup dan prilaku

masyarakat yang cenderung mengalami pergeseran misalnya merokok, minum alkohol,

makan makanan berlemak, stress dan kurangnya aktivitas fisik. (journal.unhas.ac.id)

Timbulnya PJK didasari oleh proses aterosklerosis yang bersifat progresif yang

mana proses tersebut telah dimulai sejak masa kanak-kanak dan menjadi nyata pada dekade

3-4.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

STEMI

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan bagian dari spektrum

sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi

ST dan IMA dengan elevasi ST. (buku ajar ilmu pny dalam)

STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard

khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti

pelepasan biomarker nekrosis miokard.

PATOFISIOLOGIS

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.

Page 19: BAB I Referat Kardiologi

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap

sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand

(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2

platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian

akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi

yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

Page 20: BAB I Referat Kardiologi

Definisi, etiologi, faktor risiko, dan patofisiologi

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan

sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan

koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.

Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat

sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami

infark.12 Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)

merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina

pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.11 Infark miokard

akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri

koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh

faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.11 Faktor risiko biologis infark

miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga,

sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat

proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi

glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.13 Setiap bentuk penyakit

arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian

besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang

sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.1 Infark

terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus

mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.11 Penelitian histologis

menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya

lipid (lipid rich core). Gambaran patologis klasik pada STEMI terdiri atas fibrin rich red

trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi

trombolitik.11 Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi

trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

Page 21: BAB I Referat Kardiologi

tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi

terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von

Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat

mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan agregasi

setelah mengalami konversi fungsinya. 11,12 Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan

tissue activator pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan

konversi protombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi

fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas

agregat trombosit dan fibrin.11,12 Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara

lain emboli arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,

arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. 14

ANAMNESIS