referat kpsw bab i

21
Bab I Pendahuluan Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup menurutProfil Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksisebesar 20-25% dalam100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati persalinan.Kejadian KPSW mendekati 10% dari semua persalinan.Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%.Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah sebelum waktunya. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya (Chandranita, 2009) . KPSW sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas padaibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPSW terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress syndrome, cord compression, oligohidramnion,

Upload: reza-permana-putra

Post on 23-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat KPSW Bab I

Bab I

Pendahuluan

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,

angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup menurutProfil

Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena

infeksisebesar 20-25% dalam100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah sebelum waktunya

(KPSW) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati

persalinan.Kejadian KPSW mendekati 10% dari semua persalinan.Pada umur kehamilan

kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%.Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari

dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan adanya

infeksi misalnya kejadian ketuban pecah sebelum waktunya. Hal ini dapat menyebabkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya (Chandranita, 2009) .

KPSW sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas

dan mortalitas padaibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.Kematian

perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,

dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan

yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPSW terutama pada pengelolaan konservatif.

Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress

syndrome, cord compression, oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan

neurology, infeksi neonatal dan perdarahan interventrikular (Fraser, 2009).

Penanganan ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan pertimbangan usia

gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.

Dilema sering terjadi pada penanganan KPSW dimana harus segera bersikap aktif terutama

pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan

sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPSW kehamilan kurang

bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup

(Fraser, 2009).

Page 2: Referat KPSW Bab I

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang

sangant erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkin

dan sel tropoblast yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi

menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi (Mochtar, 1998).

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban

pecah sebelum waktunya adalah keadaan pecahnya ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban

pecah sebelum waktunya terjadi sebelum usia 37 minggu disebut KPSW pada kehamilan

prematur. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPSW

(Mochtar, 1998).

Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi

proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu

(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002). Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah rupturnya

membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba, 2002). Ketuban pecah

sebelum waktunya atau spontaneous / early / premature rupture of the membrane (PROM)

adalah pecahnya selaput ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang

dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Mochtar, 1998).

KPSW prematur terjadi pada 1%kehamilan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan

dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion,

korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua berekasi terhadap stimuli

seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediotor seperti

prostaglandin, sitokin, dan protein hormon yang merangsang aktifitas “metrix degradasi

enzim” (Mochtar, 1998).

2.2 Faktor Resiko

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah sebelum

waktunya.Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan

ras kulit putih. Pasien dengan status sosioekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit

2

Page 3: Referat KPSW Bab I

menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau

distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko tinggi. Tindakan

prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah sebelum waktunya.

Gamabar 1. Ketuban Pecah

2. 3 Etiologi

Ketuban Pecah Sebelum Waktunya disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari

vagina dan serviks. Selain itu Ketuban Pecah Sebelum Waktunya merupakan masalah

kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut (Prawirohardjo, 2008):

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau

leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-

tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. 

Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi

3

Page 4: Referat KPSW Bab I

sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks

yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam

masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan

penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).

2. Peninggian tekanan inta uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat menyebabkan

terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya. Misalnya :

a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada

kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan

adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya

berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil

sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput

ketuban tipis dan mudah pecah.  (Saifudin. 2002)

c. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan

makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan

menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput

ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan

membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.

(Winkjosastro, 2006)

d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus

dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis

adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.

Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami

distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja

3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic

disproporsi).

5. Korioamnionitis Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh

penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah

pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.

6. Penyakit Infeksi Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme

yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya

4

Page 5: Referat KPSW Bab I

proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan

ketuban pecah.

7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik) 

8. Riwayat KPSW sebelumya

9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

2.4 Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. 

Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut

masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak

akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk

atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau

“menyumbat” kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah

cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Prawirohardjo, 2008)

2.5 Diagnosis

Pastikan selaput ketuban pecah.

Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.

Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang

keluar dan nilai 1 jam kemudian.

Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau

meminta pasien batuk atau mengedan.

Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika lakmus

merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal dari

vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat

memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen,

lendir leher rahim, dan air seni. 

Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.

Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.

Tentukan ada tidaknya infeksi.

5

Page 6: Referat KPSW Bab I

Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh dan

berbau.

Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.

Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

Pemeriksaan Diagnostik

a. Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau

melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri.Pada kasus KPSW terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohydramions

atau anhydramions). Oligihydramions ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa

membantu diagnosis tapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal.

Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin , dan usia

janin. Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin

atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering digunakan

dalam mengevaluasi janin. Ultrasound –guided amnionfusion dengan menggunakan

indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua pemeriksaan masih memberikan hasil

yang meragukan.Kemudian tampon dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu

cairan yang keluar diobservasi (Sastrawinata, 1984)

b. Amniosintesis

Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.

c. Pemantauan janin

Membantu dalam mengevaluasi janin

d. Protein C-reaktif

Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

(Chandranita, 2009)

2.6 Patofisiologi

Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada

sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).

High virulensi : Bacteroides

Low virulensi : Lactobacillus

6

Page 7: Referat KPSW Bab I

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion

dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan

inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi

peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga

terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah

dan mudah pecah spontan (Fraser, 2009)

2.7 Pengaruh KPSW

1. Terhadap Janin

Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah

terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis,vaskulitis)

sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas danmorbiditas

perinatal.

2. Terhadap Ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu

sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas,

peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di

tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah

gejala-gejala infeksi lainnya

2.8 Komplikasi KPSW

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Sebelum Waktunya bergantung pada

usia kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC, atau

gagalnya persalinan normal. 

1. Persalinan Prematur 

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung

umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan

kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Sebelum Waktunya. Pada ibu

terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Sebelum

7

Page 8: Referat KPSW Bab I

Waktunya premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi

sekunder pada KPSW meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi

asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

4. Syndrom deformitas janin

Ketuban Pecah Sebelum Waktunya yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan

janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta

hipoplasi pulmonal (Chandranita, 2009)

2.9 Tatalaksana

1. Konservatif 

o Rawat di rumah sakit

o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusioplasenta

o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika

sama halnya jika terjadi amnionitosis

o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin

Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x

perhari selama 7 hari.

o Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beridexametason,

dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-tanda infeksi dan

kesejahteraan janin.

o Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka

berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.

2. Aktif 

o Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin

o Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50

mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.

8

Page 9: Referat KPSW Bab I

o Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri. 

Indikasi melakukan induksi pada Ketuban Pecah Sebelum Waktunya adalah sebagai

berikut :

1) Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah

6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.

2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan

pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil

pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban

Penatalaksanaan lanjutan

1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu

yang menggigil.

2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah

tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan

alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk

melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat

mengindikasikan infeksiuteri.

3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-

hal berikut:

a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa

b. Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda

c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan

5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas dari

setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

Ketuban pecah sebelum waktunya ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam

mengelola KPSW akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu

maupun bayinya. Penatalaksanaan KPSW tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur

kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)

untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPSW

dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada

kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk

9

Page 10: Referat KPSW Bab I

persalinan. Kasus KPSW yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus

dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan

maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan

infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin

langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 2

faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita

KPSW yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.

Minggu ke 24- 31

Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

neonatal.Pada kasus-kasus KPSW dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai

tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang

adekuat sebagai profilaksis sehingga mencapai 34 minggu.Namun begitu, harus di

informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti

dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara

konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan nonreassuring fetal testing.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam

untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi harus la dimonitor secara berterusan.

Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam.Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi terutama

pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu jika suspek pertumbuhan

janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda-tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-

tanda vital diperhatikan takikardi , suhu melebihi 38°C, kontraksi rahim yang regular, nyei

tekan pada fundus uterus atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama

menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi,

persalinan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan.Preterm PROM bukan kontraindikasi

persalinan pervaginam.

Minggu > 32

Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan konservatif melebihi resiko

melakukan induksi/augmentasi.Dianjurkan melakukan induksi pada wanita dengan PPROM

melebihi 32 minggu disamping pemberian antibiotik.

10

Page 11: Referat KPSW Bab I

Minggu ke 34 - 36

Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi persalinan bisa dilakukan

setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34 tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid

namun pemberian antibiotik untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.

Aterm (> 37 Minggu)

Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPSW keduanya mempunyai

hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari

KPSW. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent

Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode latent .

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya.

Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit

ketuban pecah,bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa

meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8

jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan

mempersingkat periode laten durasi KPSW dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan

trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin,

ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang

kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat)

atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan

dengan memerhatikan skor bishop jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5,

dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria

(Varney, 2008).

Pengobatan

Kortikosteroid

Regimen 12 mg Betamethason(celestone) tiap 24 jam selama dua hari atau Dexamethasone

(Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular selama dua hari.Kortikosteroid

11

Page 12: Referat KPSW Bab I

direkomendasikan dibawah 32 minggu.Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi

kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak dianjurkan kecuali terbukti

paru janin masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada

penderita KPSW dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya pematangan paru

janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS

(Wiknjosastro, 2007)

Antibiotik

Ampicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan erythromycin 250 mg

tiap 6 jam selama dua hari.Diikuti dengan pemberian antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap

8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam selama lima hari.Pemberian antibiotik terbukti

memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti postpartum

endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan

intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.

Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan

terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik

profilaksis perlu dilakukan (Wiknjosastro, 2007)

Terapi Tocolytic

Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak memberikan efek

yang lebih baik pada janin pada pemberiannya.Penelitian tentang pemberian tokolitik dalam

menangani kasus PPROM masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi

(Wiknjosastro, 2007)

12

Page 13: Referat KPSW Bab I

Bab III

Kesimpulan

Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu

dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban sebelum waktunya, karena ia akan diurus

sesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dan gejala

korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan untuk segera

berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna menginduksi persalinan dan

kelahiran. Pilihan metode persalinan (melalui vagina atau SC) bergantung pada usia

gestasi, presentasi dan berat korioamnionitis.

13

Page 14: Referat KPSW Bab I

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC

Cunningham F. G., Paul C. Macdonald, Norman F. Gant, Williams Obstetrics, 18th

edition;

2. Fraser D. M., Cooper M. A., Myles Buku ajar bidan 14th Edition, EGC, 2009.

3. Manuaba Ida Bagus Gde, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga berencana,

EGC, 1998

4. Mochtar R., Sinopsis Obstetri, jilid 1 edisi 2, EGC, Jakarta 1998.

5. Prentice-Hall International Inc, 1989.

6. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP

7. Sastrawinata S., Obstetri Patologi, bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran, Penerbit Elstar, Bandung 1984.

8. Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume 2. . Jakarta: EGC

9. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta, 2007.

14