referat i diagnosis dan penatalaksanaan spondilitis ankilosa

Upload: eliana-muis

Post on 02-Mar-2016

450 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

  • Referat I April 2008

    DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SPONDILITIS ANKILOSA

    Eliana Muis

    Faridin HP

    BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

    2008

  • ii

    DAFTAR ISI

    I. Pendahuluan ............................................................................. 1

    II. Etiologi ...................................................................................... 2

    III. Patogenesis .............................................................................. 2

    IV. Manifestasi Klinis ...................................................................... 2

    V. Diagnosis .................................................................................. 6

    VI. Diagnosis Banding .................................................................... 12

    VII. Penatalaksanaan ...................................................................... 13

    VIII. Prognosis .................................................................................. 16

    IX. Ringkasan ................................................................................. 17

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 18

  • 1

    DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SPONDILITIS ANKILOSA

    Eliana Muis, Faridin HP*

    *Sub-Bagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar

    I. PENDAHULUAN

    Spondilitis ankilosa (selanjutnya disingkat SA) adalah penyakit inflamasi

    kronis terkait human leukocyte antigen (HLA)-B27 dengan penyebab yang belum

    diketahui, terutama menyerang sendi-sendi sakroiliaka dan skeletal aksial, tetapi

    dapat pula menyerang sendi perifer atau disertai manifestasi ekstraskeletal.1

    Istilah SA berasal dari bahasa Yunani ankylos (lekukan) dan spondylos

    (tulang belakang).1,2,3,4 Pada tahun 1850 Brodie mengutarakan gambaran klinis

    penderita berumur 31 tahun dengan ankilosa vertebra yang kadang disertai

    inflamasi berat di matanya. Kemudian, tahun 1884 Struempell dari Jerman

    melaporkan 2 penderita ankilosa pada tulang vertebra dan sendi panggul. Tak

    lama kemudian, von Bechterew dari Petersburg, Rusia dan Pierre Marie dari

    Perancis melaporkan pula penyakit yang sama. Roentgen telah mengembangkan

    teknik sinar-x tahun 1896, tetapi baru tahun 1930 ada laporan tentang gambaran

    radiografi penyakit sakroiliaka penderita SA.1,2

    Spondilitis ankilosa merupakan prototipe dan salah satu penyakit yang

    tergolong kelompok penyakit spondiloartropati seronegatif, bersama dengan

    artritis reaktif/Reiters syndrome, arthropathy of inflammatory bowel disease

    (penyakit Crohn, kolitis ulseratif), artritis psoriatik, juvenile chronic arthritis dan

    undifferentiated spondyloarthropathies.1,2 Spondilitis ankilosa memiliki beberapa

    nama lain yaitu rheumatoid spondylitis dalam literatur Amerika, spondyloarthrite

    rhizomegalique dalam literatur Perancis dan eponim penyakit Marie-Struempell

    dan penyakit von Bechterew.5

    Spondilitis ankilosa dapat dijumpai di belahan bumi manapun, meski

    termasuk penyakit yang jarang.1 Diberbagai populasi prevalensi SA bervariasi

    yaitu 0,1% dibeberapa populasi Afrika dan Eskimo, 0,5-1,0% pada populasi kulit

    putih Inggris dan Amerika Serikat, hingga sekitar 6% pada populasi Indian Haida

    di Kanada Utara. Prevalensi SA umumnya paralel dengan prevalensi HLA-B27.6

    Keluhan biasanya dimulai pada dekade kedua atau ketiga.7 Jarang

    ditemukan onset setelah usia 45 tahun.8 Penderita laki-laki lebih banyak

    dibanding perempuan dengan rasio hampir 3:1 dan perjalanan penyakit pada

    perempuan relatif lebih lambat.6,7,8

  • 2

    Seperti kebanyakan penyakit lain yang penyebabnya belum diketahui,

    diagnosis SA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, temuan radiologis dan

    hasil laboratorium.6 Berhubung gambaran klinis SA sangat luas atau sering tidak

    khas, maka klinisi sering kesulitan menegakkan diagnosis penyakit ini. Berikut

    akan dibahas mengenai SA dengan fokus pada diagnosis dan tatalaksana

    dengan harapan kecacatan akibat SA dapat dicegah.

    II. ETIOLOGI

    Penyebab SA masih belum diketahui secara pasti.1,3,5,6 Namun demikian,

    adanya hubungan erat dengan beberapa, tetapi tidak semua subtipe HLA-B27

    menyokong hipotesis bahwa SA disebabkan oleh respon imun yang ditentukan

    secara genetik dan non genetik.1,5,6

    III. PATOGENESIS

    Patogenesis SA masih belum seluruhnya jelas tetapi hampir pasti

    diperantarai oleh imun. Respon dramatis terhadap pengobatan blokade tumor

    necrosis factor (TNF-) menunjukkan bahwa sitokin ini berperan penting dalam

    imunopatogenesis SA. Sendi sakroiliaka yang mengalami inflamasi terinfiltrasi

    oleh sel-sel T (CD4+ dan CD8+) dan makrofag serta menunjukkan kadar TNF-

    yang tinggi. Belum diketahui adanya agen eksogen atau peristiwa spesifik yang

    dapat memicu onset penyakit, akan tetapi bakteri enterik mungkin juga berperan

    dengan ditemukannya gambaran yang tumpang tindih dengan artritis reaktif dan

    inflammatory bowel disease (IBD). Adanya peningkatan kadar antibodi terhadap

    bakteri enterik tertentu juga sering ditemukan pada penderita SA, meski belum

    jelas peran antibodi tersebut dalam patogenesis SA. Bukti peran HLA-B27 dalam

    patogenesis SA berasal dari temuan pada tikus transgenik HLA-B27 yang

    spontan mengalami spondilitis, bersamaan dengan kolitis, artritis perifer dan lesi

    karakteristik lainnya untuk SA.7

    IV. MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis SA dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu manifestasi

    skeletal dan ekstra skeletal. Berikut penjelasan masing-masing manifestasi

    klinis:

  • 3

    1. Manifestasi skeletal

    a. Nyeri dan kaku pada pinggang

    Nyeri pinggang (low back pain) merupakan 80% dari keluhan yang

    sering dijumpai pada populasi umum.1 Karena itu, penting untuk

    mengetahui karakteristik nyeri pinggang pada SA, yaitu dimulai dengan

    rasa tidak nyaman di pinggang, usia

  • 4

    manubrium sterni, penderita SA akan merasakan nyeri dada yang

    bertambah jika batuk atau bersin. Keadaan ini sangat mirip dengan nyeri

    pleuritik. Nyeri dada karena terserangnya persendian kostovertebra dan

    kostosternal seringkali disertai nyeri tekan daerah persambungan

    kostosternal. Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan hingga

    sedang sering dijumpai pada stadium awal. Keluhan nyeri dada sering

    dijumpai pada penderita dengan HLA-B27 positif walaupun secara

    radiologis tidak tampak adanya sakroiliitis.1-3,9,10,12

    c. Nyeri tekan

    Nyeri tekan ekstra artikuler dapat dijumpai pada daerah-daerah

    tertentu pada beberapa penderita SA. Kondisi ini disebabkan oleh

    entesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada insersi tendon tulang.

    Nyeri tekan dapat ditemukan pada daerah persambungan kostosternal,

    prosesus spinosus, krista iliaka, trokhanter mayor, tuberositas ischii atau

    tumit (achilles tendinitis atau plantar fasciitis). Hasil pemeriksaan

    radiologis pada daerah tersebut kadang ditemukan osteofit.1

    d. Persendian

    Sendi pinggul dan bahu merupakan persendian ekstra aksial yang

    paling sering terserang (35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang

    sering ditemukan pada juvenile ankylosing spondylitis. Kelainan sendi

    panggul sering dijumpai di negara-negara Ageria, India dan Meksiko.1,4

    Pada SA yang menyerang anak laki-laki usia 8-10 tahun, keluhan pada

    sendi panggul sering dijumpai terutama pada penderita dengan HLA-B27

    positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan

    manifestasi efusi intermiten. Disamping itu sendi temporomandibularis

    juga dapat terserang (10%).2

    2. Manifestasi ekstraskeletal

    a. Gejala konstitusional

    Gejala konstitusional yang sering dijumpai yaitu fatigue, berat badan

    menurun, gangguan tidur dan subfebris.1,5,11

    b. Kelainan mata

    Uveitis anterior akut (Gambar 1) atau iridosiklitis merupakan

    manifestasi ekstra skeletal yang sering dijumpai (20-30%).1 Onset

    biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang dapat bergantian.

  • 5

    Mata tampak merah dan terasa sakit disertai gangguan penglihatan,

    kadang-kadang ditemukan fotofobia dan hiperlakrimasi. Apabila terlambat

    diobati bisa mengakibatkan glaukoma, tetapi jika diobati sedini mungkin

    maka kelainan mata tersebut dapat sembuh tanpa cacat setelah 4-8

    minggu. Kelainan mata ini sering ditemukan pada penderita dengan HLA-

    B27 positif yang disertai kelainan pada sendi perifer, tetapi hal ini tidak

    berhubungan dengan beratnya penyakit.1-6,9,10,12,14

    Gambar 1. Uveitis anterior akut pada SA6

    c. Kelainan kardiovaskuler

    Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya

    berupa aortitis ascending, insufisiensi aorta, gangguan sistem konduksi

    jantung, kardiomegali dan perikarditis. Gangguan katup aorta terjadi pada

    3,5% penderita yang telah mengalami SA selama 15 tahun dan 10% pada

    mereka yang menderita SA selama 30 tahun. Gangguan sistem konduksi

    jantung terjadi pada 2,7% penderita yang telah mengalami SA selama 15

    tahun dan 8,5% pada mereka yang menderita SA selama 30 tahun.1 Resiko

    terjadinya insufisiensi aorta dan gangguan sistem konduksi jantung

    meningkat seiring usia, durasi penyakit, adanya HLA-B27 dan

    terserangnya sendi-sendi perifer.6

    d. Kelainan paru

    Kelainan paru pada penderita SA jarang terjadi dan merupakan

    manifestasi lanjut penyakit. Kelainannya berupa fibrosis apeks paru yang

    progresif dan rata-rata terjadi pada mereka yang telah menderita SA

    selama 20 tahun. Lesi tersebut akhirnya menjadi kista yang merupakan

    tempat yang baik bagi Aspergillus untuk pembentukan misetoma.

  • 6

    Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain batuk, sesak

    nafas dan kadang-kadang hemoptisis.1,2,6

    Ventilasi paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena

    meningkatnya peran diafragma sebagai mekanisme kompensasi terhadap

    kekakuan yang terjadi pada dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas

    paru total mungkin menurun sampai tingkat sedang akibat terbatasnya

    pergerakan dinding dada. Meski demikian, volume residual dan kapasitas

    residual fungsional paru biasanya meningkat.1,2

    e. Kelainan saraf

    Komplikasi neurologis pada SA dapat terjadi akibat fraktur, persendian

    vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi. Kecelakaan lalulintas

    atau trauma ringan dapat mengakibatkan fraktur vertebra dimana yang

    sering terkena adalah C5-C6 dan C6-C7. Subluksasi persendian atlanto-

    aksial dan atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian

    tersebut sehingga tidak stabil. Kompresi, termasuk proses osifikasi pada

    ligamentum longitudinal posterior akan mengakibatkan mielopati

    kompresi, lesi destruksi pada diskus intervertebra dan stenosis spinal.1

    f. Kelainan ginjal

    Nefropati telah banyak dilaporkan sebagai komplikasi SA. Keadaan ini

    khas ditandai oleh kadar IgA yang tinggi pada 93% kasus yang disertai

    dengan gagal ginjal 27%.1,2 Meski sekarang sudah jarang dijumpai, bisa

    timbul amiloidosis sekunder akibat SA.1,6

    g. Kelainan kulit

    Sekitar 10-25% penderita SA juga ditemukan lesi psoriasis.6

    V. DIAGNOSIS

    Untuk skrining awal kelainan SA digunakan klasifikasi kriteria diagnosis

    spondiloartropati berdasarkan European Spondyloarthropathy Study Group

    (ESSG) tahun 1991 dengan sensitifitas dan spesifisitas masing-masing 83,5%

    dan 95,2%,12 dan kriteria Amor dengan sensitifitas dan spesifisitas masing-

    masing 90,8% dan 96,2%.12 Apabila ditemukan kriteria diagnosis

    spondiloartropati positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologis vertebra

    dan sakroiliaka untuk menentukan adanya diagnosis SA.

  • 7

    Kriteria diagnosis penyakit SA pertama kali dibuat di Roma tahun 1961.

    Kriteria tersebut kemudian direvisi dan selanjutnya diperkenalkan kriteria baru di

    New York tahun 1966. Kriteria ini mengalami modifikasi tahun 1984. Kriteria

    modifikasi New York 1984 (Tabel 1) cukup sederhana dan akurat sehingga

    dianjurkan untuk digunakan dalam praktek dokter sehari-hari. Sensitifitas dan

    spesifisitas kriteria modifikasi New York 1984 adalah 82,4% dan 94%, hampir 1,5

    kali lipat lebih tinggi dibanding kriteria New York 1966 atau Roma 1961.1

    Tabel 1. Kriteria spondilitis ankilosa1

    Modified New York Criteria for Ankylosing Spondylitis (1984)

    1. Clinical criteria a. Low back pain and stiffness for more than 3 months, which improves with exercise but

    is not relieved by rest. b. Limitation of motion of the lumbar spine in both the sagittal and frontal planes. c. Limitation of chest expansion.

    2. Radiological criteria Sacroiliitis: Grade 2 bilateral or Grade 3 or 4 unilateral.

    Grading: 1. Definite AS if the radiologic criterion is associated with at least one clinical variable. 2. Probable AS if:

    a. The three clinical criteria are present. b. The radiologic criterion is present without the clinical criteria.

    Diagnosis SA dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

    gambaran radiologis yang seluruhnya telah tercakup dalam kriteria New York.

    Sebagai penyokong, dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium. Berikut

    akan diuraikan mengenai dasar diagnosis SA:

    1. Anamnesis

    Dari anamnesis yang perlu diperhatikan adalah adanya nyeri dan kaku

    pada pinggang yang khas dan adanya riwayat keluarga yang menderita SA.2

    2. Pemeriksaan fisis

    Pada awalnya pemeriksaan fisis penderita SA tidak menunjukkan kelainan

    yang jelas, namun selama perjalanan penyakitnya akan terlihat mulai dari

    perubahan gerak dan postur tubuh.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

    pemeriksaan fisis adalah sebagai berikut:

    a. Sikap/postur tubuh

    Selama perjalanan penyakitnya, postur tubuh (Gambar 2) yang

    normal akan menghilang. Lordosis lumbal yang hilang umumnya

  • 8

    merupakan tanda awal. Jika vertebra servikal terserang, maka pergerakan

    ekstensi leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Hal ini bisa

    ditetapkan melalui tes occiput-dinding (Gambar 3). Penderita diminta

    berdiri tegak dengan punggung dan tumit menempel pada dinding. Bagian

    occiput (belakang kepala) diusahakan dapat menyentuh dinding. Jika

    belakang kepala tidak dapat menyentuh dinding tanpa mengangkat dagu

    berarti ada kelainan vertebra servikal.1,2 Tes tragus-dinding juga mudah

    dilakukan untuk menentukan derajat keterbatasan gerak vertebra servikal.

    Caranya serupa dengan tes occiput-dinding, lalu diukur jarak antara

    tragus telinga dan dinding dengan memakai penggaris. Dikatakan mild

    jika jarak tragus-dinding 15 cm.15

    Gambar 2. Postur tubuh normal dibandingkan dengan penderita SA16

    Gambar 3. Tes tragus-dinding (a)dan occiput-dinding (b)11

  • 9

    b. Mobilitas tulang belakang

    Tulang belakang merupakan bagian tubuh yang harus diperiksa

    dengan seksama. Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada

    keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan keterbatasan gerak pada tulang

    vertebra lumbal yang dapat dilihat dengan cara melakukan gerak fleksi

    badan ke depan, ke samping dan ekstensi.1,2,6

    Tes Schober (Gambar 4) atau modifikasinya, berguna untuk

    mendeteksi keterbatasan fleksi lumbal. Untuk mengukur gerakan

    anterofleksi, penderita diminta berdiri pada posis tegak, lalu dibuat garis

    vertikal diatas vertebra lumbal sepanjang 10 cm. Garis tersebut ditarik

    dari titik tengah garis yang menghubungkan spina iliaka posterior

    superior kiri dan kanan. Selanjutnya penderita diminta membungkuk ke

    depan secara maksimal. Tes Schober positif bila pertambahan panjang

    garis 10 cm tersebut diatas kurang dari 5 cm.1,2,9,11,17

    Untuk mengukur gerakan laterofleksi dengan cara yang sama dibuat

    garis sepanjang 20 cm dari spina iliaka anterior superior, tegak lurus ke

    atas, kemudian penderita diminta untuk membengkokkan badan ke

    samping. Tes Schober positif bila pertambahan garis 20 cm tersebut,

    kurang dari 6 cm.2,17

    Gambar 4. Modifikasi tes Schober11

  • 10

    c. Tes jari-lantai

    Tes ini dilakukan untuk menentukan sejauh mana ujung jari dapat

    menyentuh lantai. Penderita diminta berdiri tegak dan tumit rapat, lalu

    melakukan gerakan fleksi maksimal ke depan. Ketidakmampuan ujung jari

    menyentuh lantai merupakan tanda awal adanya kelainan pada tulang

    belakang.2,11

    d. Pengukuran ekspansi dada

    Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering

    dijumpai pada kasus SA stadium dini.2 Dilakukan pengukuran lingkaran

    dada setinggi sela iga IV saat ekspirasi dan inspirasi maksimal, dimana

    penambahan lingkaran dada

  • 11

    Sindesmofit ditandai dengan osifikasi aksial yang menghubungkan dua

    tepi korpus vertebra berdekatan yang bisa tampak pada foto lateral dan PA.

    Pada tahap lanjut, akibat osifikasi yang progresif akan tampak gambaran

    bamboo-spine.1

    Pada penderita yang dicurigai SA dengan gambaran radiologis normal,

    bisa dilakukan pemeriksaan MRI sendi sakroiliaka dan vertebra. Berbeda

    dengan radiografi konvensional, MRI mampu memperlihatkan terjadinya

    inflamasi pada tulang bahkan entesitis, misalnya pada insersi tendon

    Achilles.6

    Gambar 5. Panah menunjukkan Gambar 6. Sendi sakroiliaka kiri tidak fused sendi sakroiliaka18 tampak jelas/kabur18

    Gambar 7. Bamboo spine, mata panah Gambar 8. Panah putih: sindesmofit, menunjukkan kalsifikasi annulus fibrosis18 panah hitam: fused sendi sakroiliaka18

  • 12

    Gambar 9. Radiografi lumbal pada penderita SA18

    4. Pemeriksaan laboratorium

    Tidak ada tes laboratorium yang patognomonik.5,7,9 Tes faktor rematoid

    dan antinuklear antibodi (ANA) selalu negatif. Peningkatan laju endap darah

    (LED) dan atau kadar C-reaktive protein (CRP) ditemukan pada 75% kasus,

    tetapi kurang berkorelasi dengan aktifitas penyakit.9,12 Didapatkan pula

    peninggian kadar alkali fosfatase pada sekitar 50% kasus yang menunjukkan

    osifikasi aktif meskipun juga kurang berkorelasi dengan aktifitas penyakit.

    Kadar creatine kinase (CK) sering meningkat tetapi tidak ada hubungannya

    dengan kelemahan otot.5,7 Franssen dkk melaporkan adanya hubungan atara

    kenaikan kadar IgA dan aktifitas penyakit.19 Anemia normositik-normokrom

    yang ringan dapat ditemukan selama fase aktif SA pada 15% kasus.5,9,12 Tes

    HLA-B27 tidak direkomendasikan sebagai alat tes diagnostik,6 mengingat

    harganya yang mahal juga belum tersedia secara luas. Meski demikian, tes

    HLA-B27 dapat membantu menegakkan diagnosis karena >90% penderita SA

    terbukti HLA-B27 positif.5,20

    VI. DIAGNOSIS BANDING

    Beberapa penyakit yang didiagnosis banding dengan SA adalah:

    1. Artritis reumatoid

    Jika artritis perifer timbul pada fase awal penyakit, maka SA sulit

    dibedakan dengan artritis reumatoid. Pada SA biasa didapatkan HLA-B27

    positif, faktor reumatoid negatif dan tidak ditemukan nodul reumatoid.

  • 13

    Radiografi SA tampak gambaran sakroiliitis yang tidak ditemukan pada

    artritis reumatoid.21

    2. Penyakit kelompok spondiloartropati seronegatif

    Pada tahap dini, SA sulit dibedakan dengan penyakit-penyakit kelompok

    spondiloartropati seronegatif. Sindrom Reiter dan artrtitis psoriatik memiliki

    gambaran radiologis yang berbeda dengan SA, dimana ditemukan sakroiliitis

    asimetris dan discontuous spondylitis dengan sindesmofit nonmarginal.5

    Kolitis ulseratif dan penyakit Chron yang disertai SA cenderung

    menunjukkan gejala-gejala intestinal.1

    3. Diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH)

    Karakteristik radiografi DISH yaitu entesofit pada vertebra, juga entesofit

    dan osteofit sendi-sendi perifer. Bentuk vertebra tetap normal dan tidak

    ditemukan kelainan sendi sakroiliaka dan apofiseal.22

    VII. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan SA semula hanya bertujuan untuk mengurangi gejala

    yang timbul. Akan tetapi, belakangan diupayakan agar dapat menginduksi

    respon klinis mayor dan mungkin bermanfaat dalam disease-modifying.

    Berbagai modalitas telah tersedia, namun secara garis besar penatalaksanaan

    SA meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi. Tidak ada satupun

    modalitas yang berhasil menyembuhkan semua manifestasi pada penderita SA.

    Perlu pendekatan kombinasi modalitas agar bisa mengurangi gejala,

    memperbaiki fungsi dan jika mungkin menghambat progresi penyakit.23

    1. Fisioterapi dan edukasi penderita

    Dalam penatalaksanaan SA selain intervensi farmakologi, maka fisioterapi,

    latihan dan edukasi penderita sangatlah penting. Namun demikian, masih

    sedikit data yang tersedia dan kontroversi pendekatan mana yang paling

    sesuai juga masih ada.23

    Dalam suatu meta-analisis, grup latihan di rumah sakit dilaporkan lebih

    efektif dibanding program individual mandiri di rumah.23 Program terapi spa

    juga digunakan sebagai tambahan terapi standar dan program grup

    fisioterapi terbukti lebih bermanfaat untuk memperbaiki respon klinis

    disamping lebih murah.24,25

  • 14

    Penurunan range of motion dan kifosis vertebra jelas ikut berperan pada

    morbiditas yang tinggi, sehingga program latihan reguler secara individual

    penting untuk mempertahankan fungsi dan postur tubuh. Imobilitas jangka

    panjang seperti traveling jauh dengan mobil dan pesawat terbang sebaiknya

    dikurangi dan diselingi dengan istirahat untuk melakukan stretching. Lebih

    dianjurkan untuk tidur memakai bantal tipis dengan posisi terlentang. Latihan

    nafas dalam dan berhenti merokok juga sangat dianjurkan. Kemudian,

    berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih tahan

    terhadap posisi ekstensi.1,9,13,26 Berbagai grup support seperti the Spondylitis

    Association of Amerika dan the National Ankylosing Spondylitis Society

    (NASS) di Inggris juga bermanfaat untuk edukasi dan menyediakan informasi

    tambahan bagi penderita SA dan keluarganya.

    2. Antidepresan trisiklik dan muscle relaxant

    Dalam studi kecil secara acak dengan pemberian amitriptilin selama 2

    minggu, Koh dkk.27 melaporkan adanya perbaikan dalam hal tidur dan

    berkurangnya aktifitas penyakit dengan efek samping minimal.

    3. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)

    Nonsteroidal anti-inflammatory drugs sering digunakan sebagai lini

    pertama terapi dan terbukti efektif mengurangi gejala aksial dan perifer

    (termasuk artritis dan entesitis).1,2,5,10,12,14,23 Indometasin 75-100 mg per hari

    adalah NSAID yang paling sering digunakan dalam pengobatan SA,4,5,9,14,23

    tetapi obat yang lain seperti fenilbutason juga sebanding dengan

    indometasin dalam hal efficacy dan safety.23 Suatu studi acak terhadap

    celecoxib obat cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif menunjukkan efficacy yang

    hampir sama dengan ketoprofen (COX-2 non selektif) dan lebih baik

    dibanding placebo.28 Dibutuhkan dosis yang adekuat dengan sedikitnya dua

    obat NSAID yang berbeda selama beberapa minggu sebelum memutuskan

    bahwa respon penderita terhadap NSAID tidak optimal.23 Pada penderita

    dengan SA moderat hingga berat, butuh tambahan obat lini kedua disamping

    NSAID agar dapat membaik.

    4. Glukokortikoid

    Glukokortikoid oral memiliki efficacy terbatas dalam pengobatan SA. Pada

    pemberian jangka pendek, nyeri dan pembengkakan sendi aksial dan perifer

  • 15

    berespon baik. Akan tetapi, penggunaan jangka panjang meningkatkan resiko

    osteoporosis dan fraktur vertebra.5,12,23 Metilprednisolon secara intravena

    (baik dengan dosis 375 mg/hr29 atau 1000 mg/hr30) selama 3 hari mampu

    mengurangi kekakuan pada pagi hari dan nyeri punggung, serta memperbaiki

    mobilitas vertebra. Penggunaan glukokortikoid topical efektif pada

    manifestasi uveitis anterior akut.23

    5. Pamidronate dan Thalidomide

    Pamidronate adalah bifosfonat yang diberikan secara intravena. Beberapa

    studi telah melaporkan efek bifosfonat terhadap metabolisme tulang

    inflamasi dan regulasi imun dengan hasil terjadinya perbaikan fungsi dan

    mobilitas vertebra, serta penurunan aktifitas penyakit. Efek samping yang

    sering timbul yaitu keluhan musculoskeletal dan limfopenia transient.

    Thalidomide adalah derivat asam glutamate dengan efek anti-inflamasi dan

    imunomodulator. Berbagai laporan meski dengan dosis yang bervariasi

    membuktikan adanya perbaikan penyakit. Efek samping yang sering

    dilaporkan adalah drowsiness, konstipasi, pusing, sakit kepala, mual/muntah,

    parestesi, dan pemberian jangka panjang bisa timbul neuropati perifer.23

    6. Sulfasalazine

    Sulfasalazine (SSZ) adalah derivat asam salisilat dengan efek anti-

    inflamasi yang telah digunakan secara luas dalam pengobatan SA.1,5,12,14,23

    Telah dilakukan meta-analisis terhadap 5 randomized controlled trial yang

    meliputi 272 penderita dengan dosis SSZ bervariasi mulai 2 hingga 3 g/hr

    selama 3-11 bulan. Hasilnya didapatkan perbaikan parameter laboratorium

    dan klinis, termasuk derajat dan durasi kekakuan pada pagi hari dan derajat

    nyeri punggung. 31

    7. Methotrexate

    Masih sedikit studi terhadap manfaat pemberian methotrexate (MTX)

    dalam pengobatan SA.1,5,12,14,23 Suatu studi selama 24 minggu melaporkan

    respon yang baik pada 50% penderita dalam grup terapi MTX dengan dosis

    7,5 mg/minggu dibandingkan dengan 17% dalam grup placebo.32

    8. Inhibitor TNF-

    Tumor necrosis factor- (TNF-) telah diketahui sebagai mediator

    inflamasi yang penting dan peningkatan ekspresinya ditemukan pada sendi

  • 16

    sakroiliaka, jaringan sinovial perifer dan serum penderita SA. Karenanya,

    inhibitor TNF- merupakan perkembangan paling penting dalam pengobatan

    SA selama beberapa tahun terakhir. Ada 3 obat inhibitor TNF- yang telah

    disetujui dan masih terus diteliti dalam pengobatan SA, yaitu: 23,33

    Infliximab merupakan antibodi monoklonal IgG1 yang berikatan dengan

    soluble TNF- dan bentuk cell bound TNF-. Pada SA, infliximab dapat

    diberikan secara intravena dengan dosis 5 mg/kg saat awal (baseline),

    minggu kedua, keenam, dan kemudian tiap 6 minggu. Perbaikan gejala

    mulai dirasakan 2 minggu setelah pengobatan dan bisa terus bertahan,

    sebagaimana diukur dengan core set yang direkomendasikan oleh the

    Assessments in Ankylosing Spondylitis Working group (ASAS). Bahkan

    pengobatan selama >2 tahun berhasil menghentikan perjalanan penyakit

    menjadi tidak lebih parah.

    Etanercept merupakan penggabungan protein yang mengandung fragmen

    Fc dari human IgG1 terikat dengan 2 extracellular domain dari reseptor

    p75. Pada pengobatan SA, etanercept diberikan secara subkutan dengan

    dosis 50 mg/minggu atau 25 mg dua kali seminggu. Hasil uji klinis

    membuktikan bahwa etanercept efektif dan aman untuk penderita SA

    dewasa. Bahkan dengan pemberian dua kali per minggu sampai mencapai

    96 minggu, penderita menunjukkan respon yang baik. Hasil pemeriksaan

    dengan MRI menunjukkan perbaikan lesi spinal yang aktif setelah 2 tahun

    pengobatan, meskipun masih ada sedikit peradangan.

    Adalimumab merupakan rekombinan humanized antibodi monoklonal

    IgG1. Pada SA, pengobatan diberikan secara intravena atau subkutan

    dengan dosis 40 mg/minggu. Hasil dari penelitian terhadap 315 penderita

    SA menunjukkan bahwa adalimumab menghasilkan efek 3 kali lipat lebih

    baik dibanding kelompok kontrol, sebagaimana diukur dengan ASAS20

    setelah pengobatan selama 24 minggu.

    Keberhasilan pengobatan dengan inhibitor TNF- dipengaruhi oleh

    patofisiologi penyakit dan berbagai karakteristik obat yang diberikan seperti

    dosis, farmakokinetik dan imunogenisitas.33

  • 17

    9. Operasi

    Operasi bertujuan untuk mengkoreksi deformitas fleksi tulang belakang

    dengan melakukan osteotomi dan fiksasi vertebra posterior. Jika sendi coxae

    sudah terserang disertai gangguan mobilitas vertebra, maka perlu dilakukan

    artroplasti (total hip replacement).1,23

    VIII. PROGNOSIS

    Bila penyakit ini ditemukan pada tahap dini, maka deformitas tulang

    belakang bisa dicegah. Tetapi bila ditemukan pada tahap lanjut atau telah

    berlangsung progresif, hanya sedikit yang mengalami perbaikan.1,5 Dengan

    pengobatan dan penatalaksanaan yang baik, ternyata prognosis lebih baik dari

    dugaan yaitu 95% penderita dapat hidup normal, sedang 5% sisanya mengalami

    onset progresif sampai terjadi deformitas vertebra dan ankilosa.1,14

    IX. RINGKASAN

    Telah dibahas ringkas beberapa aspek tentang epidemiologi, etiologi,

    patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan

    dan prognosis penyakit spondilitis ankilosa. Etiologi belum diketahui secara

    pasti, tetapi diduga bersifat multifaktorial yaitu interaksi antara faktor genetik

    dan non-genetik. Patogenesis SA juga belum jelas, namun diduga erat kaitannya

    dengan antigen HLA-B27. Diagnosis ditegakkan berdasarkan modifikasi kriteria

    New York tahun 1984. Penatalaksanaan terdiri dari fisioterapi dan edukasi,

    farmakologi, dan operasi. Dengan penatalaksanaan yang baik terbukti prognosis

    penderita SA juga lebih baik.

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. van der Linden S, van der Heijde D. Spondyloarthropathies: Ankylosing spondylitis. Kelleys textbook of rheumatology, 6

    th editions, Vol. 2. Ruddy S, Harris ED, Sledge CB (eds).

    Philadelphia, WB Saunders Company 2001:1O39-53. 2. Pramudiyo R. Tinjauan kepustakaan: Gambaran klinis dan pengelolaan ankylosing spondylitis.

    Cermin dunia kedokteran No.129. Jakarta 2000:20-24. 3. Wilfred CG. Ankylosing spondylitis. http://www.eMedicine.com. Accessed on August 18

    th, 2006.

    4. Gardner GC. Ankylosing spondylitis. Continuing medical education: Spondyloarthropathies. http://www.orthop.washington.edu/uw/arthrithis. Accessed on August 18

    th, 2006.

    5. Brent LH. Ankylosing spondylitis and undifferentiated spondyloarthropathy. http://www.eMedicine.com. Accessed on August 18

    th, 2006.

    6. van der Heijde D. Ankylosing spondylitis: A. Clinical features. Primer on the rheumatic diseases, 13

    th editions. Klippel JH (ed). Canada, Arthritis foundation publishing dept. 2008:193-

    99. 7. Taurog JD. The spondyloarthritides: Ankylosing spondylitis. Harrisons principles of internal

    medicine, 16th

    editions. Fauci, Braunwald, Kasper, et al (eds). McGraw-Hill Companies, Inc. 2005 : 1993-2001.

    8. Albar Z. Spondiloartropati seronegatif: Spondilitis ankilosa (SA). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi keempat, Jilid II. Simadibrata M, Sudoyo AW, Alwi I dkk (eds). Jakarta, Pusat informasi dan penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006:1202-04.

    9. Manginte JS. Tinjauan pustaka: Penatalaksanaan spondilitis ankilosa. http://tempo.co.id/ medika/arsip. Accessed on August, 18

    th, 2006.

    10. van der Linden S, Khan MA, Rentsch HU, et al. Chest pain without radiographic sacroiliitis in relatives of patients with ankylosing spondylitis. J. Rheumatol 1988;15:836-9.

    11. Rai A, Struthers GR. Ankylosing spondylitis. http://www.webrheum.bham.ac.uk/proffessional/ general/ clinicalreports. Accessed on August 18

    th, 2006.

    12. Kiratiseavea S, Brent LH. Spondyloarthropathies: Using presentation to make the diagnosis. Cleveland clinic journal of medicine 2004;71:184-206.

    13. Booklet: Ankylosing spondylitis. http://www.arc.org.uk/arthinfo/patpubs. Accessed on August 18

    th 2006.

    14. Shiel Jr. WC. Ankylosing spondylitis. http://www.medicinet.com/ankylosing_spondylitis. Accessed on August 18

    th 2006.

    15. Irons K, Jeffries C. The Bath indices: Outcome measures for use with ankylosing spondylitis atients. Published for National Ankylosing Spondylitis Society (NASS) 2004:9-11.

    16. Davis, G. Ankylosing spondylitis. Published by BUPAs health information team. http://hcd2.bupa.co. uk/fact_sheets/html/ankylosing_spondylitis Accessed on August 18

    th 2006.

    17. Shaffrey CI. Ankylosing spondylitis: description and diagnosis. http://spondylitis.org. Accessed on August 18

    th 2006.

    18. Ankylosing spondylitis/Radiological Manifestations. http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/ curriculum/Harrisons/Harrisons_f. Accessed on August, 18

    th2006.

    19. Franssen M, Putte VD, Gribnau FWJ. IgA serum level and disease activity in ankylosing spondylitis: A prospective study. Annals of the rheumatic diseases 1985;44:766-770.

    20. Braun J. Ankylosing spondylitis: A. Pathology and pathogenesis. Primer on the rheumatic diseases, 13

    th editions. Klippel JH (ed). Canada, Arthritis foundation publishing dept. 2008:200-

    08. 21. Tehlirian CV, Bathon JM. Rheumatoid arthritis: A. Clinical and laboratory manifestations.

    Primer on the rheumatic diseases, 13th

    editions. Klippel JH (ed). Canada, Arthritis foundation publishing dept. 2008:114-21.

    22. Dieppe P. Osteoarthritis: A. Clinical features. Primer on the rheumatic diseases, 13th

    editions. Klippel JH (ed). Canada, Arthritis foundation publishing dept. 2008:224-28.

    23. Davis Jr., JC. Ankylosing spondylitis: C. Treatment and assessment. Primer on the rheumatic diseases, 13

    th editions. Klippel JH (ed). Canada, Arthritis foundation publishing dept. 2008:209-

    16. 24. van Tubergen A, Hidding A. Spa and exercise treatment in ankylosing spondylitis: fact or

    fancy? Best Pract Res Clin Rheumatol 2002;16:653-66. 25. van Tubergen A, Boonen A, Landewe R, et al. Cost effectiveness of combined spa-exercise

    therapy in ankylosing spondylitis: a randomized controlled trial. Arthritis Rheum 2002;47:459-67.

    26. Roger FJ. Guidebook for patients: A positive response to ankylosing spondylitis. Published by The National Ankylosing Spondylitis Society. http://nass.org. Accessed on August, 18

    th 2006.

  • 19

    27. Koh WH, Pande I, Samuels A, et al. Low dose amitriptyline in ankylosing spondylitis: a short term, double blind, placebo controlled study. J Rheumatol 1997;24:2158-61.

    28. Dougados M, Behier J, Jolchine I, et al. Efficacy of celecoxib, a cyclooxygenase 2-specific inhibitor, in the treatment of ankylosing spondylitis: a six-week controlled study with comparison against placebo and against a conventional NSAID. Arthritis Rheum 2001;44:180-185.

    29. Peter ND, Ejstrup L. Intravenous methylprednisolone pulse therapy in ankylosing spondylitis. Scand J Rheumatol 1992;21:134-38.

    30. Mintz G, Enriquez R, Mercado U, et al. Intravenous methylprednisolone pulse therapy in severe ankylosing spondylitis. Arthritis Rheum 1981;24:734-36.

    31. Ferraz MB, Tugwell P, Goldsmith C, et al. Meta-analysis of sulfasalazine in ankylosing spondylitis. J Rheumatol 1990;17:1482-86.

    32. Gonzales-Lopez L, Garcia-Gonzales A, Vazquez-Del Mercado M, et al. Efficacy of methotrexate in ankylosing spondylitis: a randomized, double blind, placebo controlled trial. J Rheumatol 2004;31:1568-74.

    33. Sudarsono D. Perkembangan terbaru dalam penatalaksanaan spondilitis ankilosa. Kumpulan makalah Temu Ilmiah Reumatologi, Jakarta 2007:70-73.

    34. Braun J, Pham T, Sieper J, Listing J. International ASAS consensus treatment for the use of anti-tumor necrosis factor agents in patients with ankylosing spondylitis. Annals of the Rheumatic Diseases 2003;62:817-24.

  • 20

    Lampiran.

    Tabel 1. Klasifikasi kriteria ESSG6

    Inflammatory spinal pain

    OR

    Synovitis (asymmetric, predominantly in lower extremities)

    AND

    One or more of the following: Positive family history: first or second-degree relatives with ankylosing spondylitis,

    psoriasis, acute iritis, reactive arthritis, or IBD Past or present psoriasis, diagnosed by physician Past or present ulcerative colitis of Crohns disease, diagnosed by physician and confirmed

    by radiographic or endoscopy Past or present pain alternating between the two buttocks Past or present spontaneous pain or tenderness at examination of the site of the insertion-

    the Achilles tendon of plantar fasciitis (enthesitis) Episode of diarrhea occuring within 1 month before onset of arthritis Nongonococcal urethritis or cervicitis occuring within 1 month before onset of arthritis Bilateral grade 2-4 sacroiliitis or unilateral grade 3 or 4 sacroiliitis

    Tabel 2. Klasifikasi kriteria Amor6

    A CLINICAL SYMPTOMS OR HISTORY OF SCORING

    1 Lumbar or dorsal pain at night or morning stiffness of lumbal or dorsal pain

    1

    2 Asymmetrical oligoarthritis 2

    3 Buttock pain If alternate buttock pain

    1 2

    4 Sausagelike toe or digit 2

    5 Heel pain or other well-defined enthesopathy 2

    6 Iritis 1

    7 Nongonococcal urethritis or cervicitis within 1 month before the onset of arthritis

    1

    8 Acute diarrhea within 1 month before the onset of arthritis 1

    9 Psoriasis, balanitis, or IBD (ulcerative colitis or Crohns disease) 2

    B RADIOLOGICAL FINDINGS SCORING

    10 Sacroiliitis (bilateral grade 2 or unilateral grade 3) 3

    C GENETIC BACKGROUND SCORING

    11 Presence of HLA-B27 and/or family history of ankylosing spondylitis, reactive arthritis, uveitis, psoriasis, or IBD

    2

    D RESPONSE TO TREATMENT SCORING

    12 Clear-cut improvement within 48 hours after NSAIDs intake or rapid relapseof the pain after their discontinuation

    2

    Seorang penderita dicurigai mengalami spondiloartropati jika jumlah skor 6.