diagnosis dan penatalaksanaan diabetes melitus

51
PENDAHULUAN Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat pada abad ke-21 ini. Prevalensi dari diabetes tipe 1 meningkat perlahan sementara diabetes tipe 2 meningkat secara besar-besaran. Berubahnya pola hidup, masa harapan hidup yang lebih lama, dan bertambahnya pertumbuhan etnis dan populasi ras yang memiliki tingkat prevalensi diabetes tipe 2, sepertinya akan melipat-gandakan prevalensi dari diabetes tipe 2 di dunia sampai tahun 2020. Berdasarkan dari penyebabnya, beberapa faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, menurunnya penggunaan dari glukosa, dan meningkatnya produksi dari glukosa. Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab dari penyakit ginjal terminal, amputasi non-traumatik dari ekstremitas bawah,dan kebutaan pada orang dewasa.Dengan meningkatnya angka kejadian dari DM maka, DM dapat menjadi penyebab utama mobiditas dan mortalitas di masa yang akan datang. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapat per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit generatif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Tetapi data epidemiologi di negara berkembang 1

Upload: ferinanatasya

Post on 03-Jan-2016

169 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat pada

abad ke-21 ini. Prevalensi dari diabetes tipe 1 meningkat perlahan sementara diabetes

tipe 2 meningkat secara besar-besaran. Berubahnya pola hidup, masa harapan hidup

yang lebih lama, dan bertambahnya pertumbuhan etnis dan populasi ras yang

memiliki tingkat prevalensi diabetes tipe 2, sepertinya akan melipat-gandakan

prevalensi dari diabetes tipe 2 di dunia sampai tahun 2020.

Berdasarkan dari penyebabnya, beberapa faktor yang menyebabkan keadaan

hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, menurunnya penggunaan dari

glukosa, dan meningkatnya produksi dari glukosa. Di Amerika Serikat, DM

merupakan penyebab dari penyakit ginjal terminal, amputasi non-traumatik dari

ekstremitas bawah,dan kebutaan pada orang dewasa.Dengan meningkatnya angka

kejadian dari DM maka, DM dapat menjadi penyebab utama mobiditas dan mortalitas

di masa yang akan datang.

Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang,

akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak

disoroti. Peningkatan pendapat per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-

kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit generatif, seperti penyakit

jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Tetapi data

epidemiologi di negara berkembang memang masih belum banyak. Hal ini disebabkan

penelitian epidemiologik yang sangat mahal biayanya. Oleh karena itu, angka

prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.

Dibetes melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup,

sehingga yang berperan dalam pengelolaanya tidak hanya dokter, perawat dan ahli

gizi, tetapi lebih penting lagi keikut-sertaan pasien sendiri dan keluarganya. Edukasi

kepada pasien dan keluarganya akan sengat membantu meningkatkan keikut-sertaan

mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

1

Page 2: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

KLASIFIKASI

DM diklasifikasikan berdasarkan dari patogenesis dasar yang menyebabkan keadaan

hiperglikemia (gambar 1). DM secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu DM tipe

1 dan tipe 2 (tabel 1). Pada DM tipe 1A terjadi destruksi dari sel beta secara autoimun,

yang menyebabkan defisiensi insulin. DM tipe 1B juga terkarakteristik oleh defisiensi

insulin dan bertendensi menimbulkan ketosis. Bagaimana pun juga pada penderita

DM tipe 1B tidak ditemukan marker imunologis sebagai tanda terjadinya destruksi

dari sel beta. Mekanisme terjadinya destruksi dari sel beta pada penderita- penderita

tersebut belum diketahui. Secara relatif penderita DM tipe 1 tergolong dalam tipe 1B,

yaitu kategori yang idiopatik; kebanyakan dri penderita ini berasal dari Amerika-

Afrika atau keturunan Asia.

Gambar 1. Spektrum dari hemostasis glukosa dan diabetes. Spektrum dari toleransi

glukosa yang normal menjadi diabetes type 1, diabetes tipe 2, diabetes tipe lain, dan

diabetes gestasional terlihat dari kiri ke kanan. Kebanyakan tipe dari diabetes,

penderita mengalami perubahan dari toleransi glukosa yang normal menjadi toleransi

glukosa terganggu menjadi diabetes yang sebenarnya. Anak panah menunjukan secara

arah bolak-balik perubahan toleransi glukosa pada beberapa tipe dari diabetes.

Contohnya, penderita DM tipe 2 dapat kembali berubah dari tipe 2 menjadi toleransi

glukosa terganggu dengan berkurangnya berat badan, pada diabetes gestasional,

diabetes juga dapat berubah menjadi toleransi glukosa terganggu atau bahkan

2

Page 3: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

toleransi glukosa normal setelah persalinan. Glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa

darah 2 jam post prondial, setelah pemberian glukosa pada setiap kategori tolerasi

glukosa, terlihat pada bagian bawah gambar. Nilai-nilai tersebut tidak digunakkan

untuk mendiagnosa diabetes gestasional.beberapa tipe dari diabetes dapat perlu atau

tidak perlu insulin. (diambil dari American Diabetes Association, 2004)

Pada DM tipe 2 yang terjadi adalah adanya resistensi insulin, gangguan sekresi

dari insulin, dan peningkatan produksi dari insulin. DM tipe 2 didahului oleh suatu

gangguan homeostasis glukosa sebelumnya yaitu terdiri dari yang dikenal dengan

Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT/ Impaired Fasting Glucose/ IFT) dan

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT/ Impaired Glucose Tolerance/ IGT).2

Berdasarakan patofisiologi dan etiologinya maka DM diklasifikasikan

berdasarkan tabel 1. Walaupun semua bentuk dari DM menunjukan keadaan

hiperglikemia, namun mekanisme patologis terjadinya hiperglikemia berbeda-beda.

Beberapa bentuk dari DM terkarakteristik oleh defisiensi insulin yang absolut, atau

defek genetik yang menyebabkan sekresi insulin yang defektif, dan beberapa bentuk

lain dari DM yang terjadi adalah resisitensi dari insulin.

Klasifikasi dari DM saat ini berbeda dengan klasifikasi sebelumnya.

Klasifikasi yang terdahulu dibagi menjadi dua bentuk yaitu insulin-dependent

diabetes mellitus (IDDM) dan noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM).

Maka sebenarnya terdapat perbedaan anatara klasifikasi yang sekarang dan dulu.

Perbedaan yang pertama yaitu, pada DM tipe 1 (dahulu IDDM) mutlak membutuhkan

insulin dalam pengobatannya, sdangkan pada DM tipe 2 (dahulu NIDDM) tidak

membutuhkan insulin scara mutlak untuk mencegah terjadinya ketoasidosis. Namun

karena penderita DM tipe 2 sebenarnya juga membutuhkan insulin untuk mengontrol

kadar gula galam darahnya maka pernyataan diatas sepantasnya mengundang suatu

kebingungan. Perbedaan yang kedua yaitu, usia tidak lagi menjadi patokan atau dasar

pengelompokan/ klasifikasi saat ini. Walaupun DM tipe 1 sering terjadi pada usia

kurang dari 30 tahun, namun proses dari destrukksi dari sel beta dapat terjadi kapan

saja pada setiap umur. Malahan diperkirakan bahwa 5 dan 10% penderita yang

mendapatkan DM setelah usia 30 tahun merupakan DM tipe 1A. Sebaliknya,

walaupun DM tipe 2 secara tipikal terjadi seiring dengan bertambahnya usia, namun

tipe ini juga terjadi pada anak-anak, khususnya pada remaja dengan obesitas.

.

3

Page 4: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tipe lain dari DM

Beberapa etiologi dari DM yaitu termasuk defek genetik yang spesifik dalam

sekresi tau kerja dari insulin, gangguan metabolik yang menyebabkan gangguan dari

sekresi insulin, abnoramlitas dari mitokondria dan kondisi-kondisi yang menyebabkan

gangguan dari toleransi glukosa. Maturity onset diabetes of the young (MODY)

adalah subtipe dari DM yang terkarakteristik oleh kelainan bawaan secara autosomal

dominan, early onset hyperglicemia , dan gangguan dari sekresi insulin. Mutasi dari

reseptor insulin mengakibatkan beberapa gangguan yang terkarakteristik dalam

resistensi insulin berat. DM dapat muncul sebagai akibat dari gangguan eksokrin dari

pankreas yaitu bila sel-sel islets pankreas (>80%) rusak. Hormon yang bekerja

sebagai antagonis dari insulin dapat meyebabkan DM. DM sering secara klinis

menunjukan adanya endokrinopati, seperti akromegali, Cushing’s disease. Infeksi

viral dihubungkan dengan kerusakan sel islet di pankreas, namun merupakan

penyebab DM yang jarang. Rubela kongenital yang sangat besar mengakibatkan

peningkatan resiko dari DM, namun kebanyakan dari penderita ini juga memiliki

marker imunologik yang menandai adanya destruksi dari sel beta secara otoimun.

Diabetes melitus gestasional

Intoleransi glukosa dapat terjadi selama kehamilan. Resistensi insulin yang

dihubungkan dengan perubahan metabolik pada kehamilan tua, meningkatkan

kebutuhan insulin dan dapat menyebabkan toleransi glukosa terganggu (TGT). DMG

muncul pada hampir 4% kehamilan di Amerika Serikat, kebanyakan wanita

menunjukkan toleransi glukosa yang normal paost partum namun memiliki resiko

yang cukup tinggi (30 sampai 60%) untuk mengalami DM dikemudian hari

kehidupannya.

Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan.

Ini meliputi 2-5% daripada seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena

dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi DM di dunia telah meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir

ini. Begitu pula terjadi peningkatan dari GDPT. Walaupun prevalensi dari kedua tipe

DM, tipe 1 dan 2, sama-sama meningkat namun tampaknya DM tipe 2 akan lebih lagi

4

Page 5: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

meningakat pada masa yang akan datang bersamaan dengan bertambahnya kasus

obesitas dan berkurangnya tingkat aktivitas. Prevalensi antara wanita dan laki-laki

sama namun pada usia > 60 tahun, laki laki prevalensinya lebih besar.

DIAGNOSIS

Cara utama mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes adalah diagnosis

awal (early diagnosis). Hal ini penting diketahui untuk DM tipe 2 atau DM tipe 1 late-

onset autoimmun, karena gangguan-gangguan ini muncul dalam keadaan tanpa gejala

(asimptomatik) yang berlangsung selama 5-10 tahun. Diabetes melitus adalah

gangguan metabolik yang terkarakteristik dalam keadaan hiperglikemia yang dapat

menyebabkan terjadinya gangguan mikrovaskular yang kronik, neuropathy, dan atau

gangguan makrovaskular. Retinopati dianggap sebagai komplikasi primer karena

sangat berhubungan dengan diabetes, mudah untuk dihitung, dan merupakan

komplikasi kronik yang paling sering muncul. Beberapa studi telah menunjukan

bahwa kadar glukosa darah ≥ 200mg/dl setelah 2 jam pemberian glukosa dalam 5-10

tahun akan menderita retinopati diabetes. Pada tatuh 1997, nilai ini berkaitan dengan

kadar GDPT 140 mg/dl. Namun nilai tersebut saat ini terbukti salah. Studi terbaru

menunjukan GDPT antara 120 dan 130 mg/dl dan dihubungkan dengan terjadinya

retinopati diabetik. Data-data tersebut diatas telah membawa kepada suatu kriteria

diagnostik diabetes yang terbaru (tabel 2).

The National Diabetes Data Group and World Health Organization telah

menetapkan kriteria diagnostik untuk DM (tabel 2) yaitu berdasarkan:

(1) Spektrum dari GDP dan respon terhadap glukosa oral bervariasi pada individu

yang normal

(2) DM ditentukan berdasarkan kadar glukosa dalam darah dimana komplikasi

spesifik diabetes muncul dibanding dengan berdasarkan deviasi rata-rata populasi.

Contohnya; prevalensi dari retinopati pada Native America (populasi Pima India)

yang mulai meningkat pada saat GDP >116 mg/dl.

Toleransi glukosa diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan kadar

gula darah puasa (GDP); (1). GDP < 100 mg/dl adalah normal (2). GDP ≥ 100 mg/dl

namun < 126 mg/dl adalah GDPT dan (3). GDP ≥ 126 mg/dl adalah diabetes melitus.

GDPT dibandingkan dengan TGT dimana kadar glukosa darah antara 140-200 mg/dl

2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 mg. Individu dengan GDPT dan TGT

5

Page 6: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

memiliki resiko tinggi untuk mengalami DM tipe 2 (40% muncul setelah 5 tahun) dan

penyakit kardiovaskular. Kriteria diagnostik DM yang telah diperbaharui menyatakan

bahwa GDP merupakan tes yang cocok digunakan untuk mendiagnosis penderita DM

yang tidak bergejala. Kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl ditambah dengan adanya

gejala klasik dari DM (poliuri, polidipsi, penurunan berat badan) mampu atau cukup

dapat mendiagnosis DM (tabel 2). Tes toleransi glukosa oral, walaupun masih

merupakan cara yang valid untuk mendiagnosis DM, namun tidak dianjurkan menjadi

bagian dari pemeriksaan rutin. Beberapa penemu menyatakan bahwa haemoglobin

A1c dapat digunakan untuk mendiagnosis DM. Walaupun terdapat korelasi yang kuat

anatar peningkatan kadar glukosa darah dengan HbA1c, hubungan antara GDP dan

A1c pada individu dengan toleransi glukosa yang normal atau toleransi glukosa yang

sedang masih kurang jelas, karena itu A1c sampai sekarang belum dipakai untuk

mendiagnosa DM.

Kriteria diagnosis DM yang terbaru tidak membuat atau memunculkan

penderita DM yang baru namun membuat diagnosa DM lebih mudah dilakukan pada

penderita yang belum terdiagnosa melalui kadar GDP daripada tes glukosa oral.

Contonya; prevalensi total DM di Amerika serikat (dewasa) pada usia 40-47 tahun

adalah 14,26%. Penderita DM yang belum terdiagnosa dapat terdeteksi dari gula

darah 2 jam setelah pemberian (GD 2 jam Post Prondial), glukosa darah ≥ 200 mg/dl,

adalah sebesar 6,34%. Dan hampir dua per tiga dari mereka (4,35%) terdeteksi

melalui kadar GDP ≥ 126 mg/dl. Hanya 1/3 dari mereka (2,35%) terdeteksi melalui

kadar GDP ≥ 140 mg/dl.

Tabel 2

Tabel Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus

I. Diabetes Melitus Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

6

Page 7: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

II. Diabetes Melitus Tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif

sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin

III. Diabetes Melitus Tipe Lain

a. Defek genetik fungsi sel beta : kromosom 12, HNF-1alfa (dahulu MODY 3)

kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

kromosom 20, HNF-4alfa (dahulu MODY 1)

DNA Mitochondria

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis

Trauma / pankreatektomi

Neoplasma

Cystic fibrosis

Hemochromatosis

Pankreatopati fibro kalkulus

d. Endokrinopati : Akromegali

Sindroma cushing

Feokromositoma

Hipertiroidisme

e. Karena Obat / Zat Kimia : Vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,

dilantin, interferon alfa

f. Infeksi : rubella kongetinal dan CMV

g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin

h. Sindroma genetik lain : Sindrom Down, Klinefelter, Turner,

Huntington Chorea, Sindrom Prader Willi

IV. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)

(ADA 2004)

7

Page 8: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat

ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis

DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang

dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan

diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium

klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara

teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan

darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka

kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan

hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Pemeriksaan penyaring

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik

dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan

penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang

mempunyai resiko DM. Serangkain uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada

mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnostik

definitif.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sbb:

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ( 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram

6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl

Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang

berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap

3 tahun.

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya

(mass screening) tidak dianjurkan karena disamping biayanya mahal, rencana tindak

8

Page 9: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan

untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up) adanya

pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat

dianjurkan.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT,

sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan

GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Sweetelah 5-10 tahun kemudian

1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya

kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada

kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan

kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi

dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi

DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat

segera diterapkan.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel Kadar glukosa darah sewaktu & puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

(mg/dl)

Bukan

Dm

Belum pasti

DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu

(mg/dl)

Plasma Vena < 110 110 – 199 200

Darah

Kapiler

< 90 90 – 199 200

Kadar glukosa darah puasa

(mg/dl)

Plasma Vena < 110 110 – 125 126

Darah

Kapiler

< 90 90 – 109 110

9

Page 10: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan gangguan toleransi

glukosa

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan,

gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru

satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik

kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl

pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan

kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl.

10

Page 11: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

11

Page 12: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

o 3 (tiga ) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)

o Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

o Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan minum,

minum air putih diperbolehkan.

o Diperiksa kadar glukosa darah puasa

o Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kg BB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.

o Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.

o Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

Kriteria diagnostik DM* dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) sewaktu 200 mg/dl

atau

2. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) sewaktu 126 mg/dl

atau

3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada TTGO

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali

untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti

ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.

*** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian

epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa

darah puasa dan 2 jam pasce pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan

kriteria diagnostik yang sama.

12

Page 13: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Gambar 1: Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

Keluhan Klinis Diabetes

Keluhan khas (+) Keluhan khas (-)

GDP atau GDS

126

200

< 126

< 200

GDP atau GDS

126

200

110 – 125

110 - 199

< 110

Ulang GDS atau GDP

GDP atau GDS

GDP atau GDS

GDP atau GDS

TTGOGD 2 Jam

200 140 – 199 < 140

DIABETES MELITUS TGT GDPT

- Evaluasi Status Gizi - Nasihat Umum- Evaluasi Penyulit DM - Perencanaan Makan- Evaluasi dan Perencanaan Makan - Latihan Jasmani

Sesuai Kebutuhan - Berat Idaman- Belum Perlu Obat

Penurun Glukosa

GDP : GLUKOSA DARAH PUASAGDS : GLUKOSA DARAH SEWAKTUGDPT : GLUKOSA DARAH PUASA TERGANGGUTGT : TOLERANSI GLUKOSA TERGANGGU

13

Page 14: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

PATOGENESIS

DM tipe 1

Muncul sebagai hasil dari kerja yang sinergis dari faktor genetic, lingkungan dan

faktor imunologis yang akhirnya akan merusak sel beta pankreas. Individu yang secara

genetik memiliki sel beta yang normal pada saat lahir, namun akan kehilangan sel-sel

beta sekunder karena destruksi secara autoimun yang dapat muncul setelah beberapa

bulan sampai tahun. Proses autoimun ini dianggap dicetuskan oleh stimulus yang

infeksius/lingkungan dan memiliki molekul spesifik.

Pada sebagian besar individu, marker imunologis muncul setelah dipicu oleh suatu

kondisi namun sebelum DM secara klinis telah muncul sel-sel beta kemudian mulai

dan sekresi insulin secara progresif mulai rusak, walaupun toleransi glukosa ditangani

tingkat penurunan dari sel beta bervariasi pada setiap individu. Sebagian ada yang

secara cepat menjadi penderita DM namun sebagian ada pula yang berjalan lebih

lambat.

Secara klinis DM tidak terlihat bila sel-sel beta telah rusak sebagian besar (80%). Ini

berarti bahwa fungsi dari sel-sel beta yang sisa masih ada, namun tidak mampu

mengontrol toleransi glukosa. Peristiwa yang memicu terjadinya diabetes sering

diasosiasikan dengan kebutuhan insulin yang meningkat, yang muncul pada saat

infeksi atau pubertas. Setelah gejala awal dari DM tipe, fase ‘Honeymoon’ dapat

muncul selama kadar gula dalam darah terkontrol dan dalam dosis insulin yang

rendah atau jarang sekali saat insulin negatif dibutuhkan.

Namun fase dimana insulin endogen ini masih diproduksi oleh sel-sel beta yang

tersisa akan menghilang seiring proses kerusakan dari sel-sel beta tersebut dan

individu ini akan benar-benar mengalami defisiensi insulin.

14

Page 15: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

15

Page 16: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

DM tipe 2

Keadaan resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan penyebab

utama dari DM tipe 2. Walaupun masih kontroversional keadaan mana yang lebih

awal muncul namun resistensi insulin akan menyebabkan defeksekresi dari insulin

yang kemudian diabetes akan timbul apabila sekresi insulin tidak adekuat.

DM tipe 2 terkarakteristik oleh 3 patofisiologi; Sekresi insulin yang abnormal,

resistensi insulin perifer dan produksi glukosa oleh hepar yang berlebihan.

Obesitas, baik viseral atau sentral (berdasarkan rasio hip-waist) sangat umum pada

DM tipe 2. Sel adiposa mensekresi sejumlah produk (leptin, TNF-, Free fatty acids,

resilin dan adinopecilin) yang memodulasi sekresi insulin, kerja dari insulin dan berat

badan dan berkontribusi terjadinya resistensi insulin. Pada stadium awal dari

gangguan ini, toleransi glukosa masih tetap normal, resistensi insulin karena pada saat

ini sel beta berkompensasi dengan menambah pengeluaran insulin.

Saat resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensasi terjadi sel-sel tangerhans

(islet) pada beberapa individu tidak dapat menghadapi keadaan hiperinsulinemia

tersebut. Toleransi glukosa terganggu yang terkarakteristik oleh elevasi, setelah

pemberian glukosa (fost prondial) kemudian muncul. Penurunan yang lebih jauh dari

sekresi insulin dan penambahan dari produksi insulin oleh hepar dapat menyebabkan

diabetes dengan hiperglikemi pada saat puasa. Dan pada akhirnya, kegagalan dari sel

sel beta muncul marker dari inflamasi sperti IL-6 dan protein (reactive sering

meningkat pada DM tipe 2).

Insulin Resisten

Penurunan kemampuan dari insulin untuk bekerja secara efektif di target organ perifer

(khususnya otot dan hati) adalah kondisi yang utama pada DM tipe 2 dan muncul dari

kombinasi F genetic dan obesitas. Resistensi insulin adalah relatif, karena kadar

supernormal dari insulin dalam darah akan ‘menormalkan glukosa darah’.

Resistensi insulin merusak penggunaan dari glukosa oleh jaringan yang sensitif

terhadap insulin dan meningkatkan output dari glukosa oleh hepar, kedua efek

tersebut disebut Hiperglikemia. Peningkatan dari produksi glukosa oleh hepar

menyebabkan penempatan dari kadar glukosa dara puasa, yang menyebabkan

penurunan penggunaan glukosa di perifer dan menyebabkan Hiperglikemia

postprandial.

16

Page 17: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Sekresi insulin yang abnormal

Sekresi dan sensitivitas insulin saling berhubungan.

Pada DM tipe 2 sekresi insulin meningkat, pada respon terhadap resistensi insulin

untuk mengatur toleransi glukosa yang normal.

Insulin yang abnormal awalnya ringan dan secara selektif mengikutsertakan glucose-

stimulated insulin secretion. Akhirnya, sekresi insulin yang abnormal secara progresif

menjadi sekresi insulin yang inadekuat yang berat

Peningkatan produksi insulin oleh hepar

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hepar menyebabkan hiperidsulinemia dan

dapat mensupresi proses glukoneosensus yang akhirnya menyebabakan hiperglitenk

pada saat puasa dan menurun penyimpanan glikogen oleh hepar pada saat

postprondial. Produksi glukosa oleh hepar yang meningkat, timbul secara awal pada

DM, walaupun biasanya muncul set terjadi sekresi insulin yang abnormal dan

resistensi insulin di otot skelet.

PENGELOLAAN

A. Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup pasien diabetes

Tujuan jangka pendek: hilangnya keluhan & tanda DM & mempertahankan rasa

nyaman & sehat

Tujuan jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati dengan tujuan akhir turunnya

morbiditas dan mortalitas dini DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalian hiperglikemia, tekanan darah, berat badan dan lipid, melalui

pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan

perubahan perilaku.

B. Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM

1. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani lengkap

2. Evaluasi medis khusus diabetes pada pertemuan awal:

17

Page 18: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

o Anamnesis keluhan hiperglikemia dan komplikasi

o Pemeriksaan jasmani pada setiap kali pertemuan:

TB,BB,TD (diperiksa pada 2 posisi, berbaring & duduk atau berdiri),

lingkar pinggang

Tanda neuropati

Mata (ketajaman penglihatan/visus, katarak)

Gigi mulut

Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

o Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan:

Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED

Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan

Urinalisis rutin

o Pemeriksaan laboratorium tambahan yang disarankan, tergantung fasilitas

yang tersedia:

A1C

Albuminuri mikro

Kreatinin

Albumin/Globulin dan SGPT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida

EKG

Fibrinogen

Foto sinar-X dada

Funduskopi

o Edukasi singkat mengenai:

Apakah penyakit DM itu

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Hipoglikemia

Masalah khusus yang dihadapi

3. Evaluasi medis secara berkala:

o Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam

sesudah makan. Tiap 3 (tiga) bulan: A1C

o Tiap tahun:

18

Page 19: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Pemeriksaan jasmani lengkap

Albuminuri mikro

Kreatinin

Albumin/globulin dan SGPT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida

EKG

Fibrinogen

Foto sinar-X dada

Funduskopi

C. Pilar pengelolaan DM

PILAR PENATALAKSANAAN DIABETES

PERENCANAAN MAKAN

LATIHAN Edukasi INTERVENSI

JASMANI

FARMAKOLOGIS

Dari berbagai penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa latihan jasmani yang

teratur bersama dengan perencanaan makanan yang tepat dan penurunan BB

merupakan penatalaksanaan diabetes yang dianjurkan terutama bagi penyandang DM

tipe 2.

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan

insulin.

19

Page 20: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

o Edukasi

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang

bersifat kronik, pada umumnya rendah. Penelitian terhadap penyandang diabetes,

mendapatkan 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58%

memakai dosis yang salah dan 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan.

Ketidakpatuhan ini selain merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan

pengobatan, juga mengakibatkan pasien mendapatkan pemeriksaan atau pengobatan

yang sebenarnya tidak diperlukan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut,

penyuluhan atau edukasi bagi penyandang diabetes berserta keluarganya diperlukan.

Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan

dengan gaya hidup. Pengobatan dengan obata-obatan penting, tetapi tidaklah cukup.

Penyandang DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes,

kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi

penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama.

Walaupun kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan

salah satu kendala pada pelayanan diabetes, terapi gizi merupakan komponen utama

keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Kunci keberhasilan terapi gizi medis adalah

keterlibatan tim dalam 4 hal yaitu assessment atau pengkajian parameter metabolik

individu dan gaya hidup, mendorong pasien berpartisipasi pada penentuan tujuan yang

akan dicapai, memilih intervensi gizi yang memadai dan mengevaluasi efektifnya

perencanaan pelayanan gizi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:

Penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis

Hipoglikemia

Masalah khusus yang dihadapi

Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

20

Page 21: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

o Perencanaan Makan

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes, meski sampai

saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien.

Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu.

Yang dimaksud dengan karbohidrat yaitu gula, tepung dan serat. Faktor yang

berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan

makanan dan bentuk makanan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan

protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting

daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap

diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk

mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai dengan 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

Karbohidrat 60 – 70 %

Protein 10 – 15 %

Lemak 20 – 25 %

Makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% masih memberikan hasil yang

baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak

berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid),

dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah

kandungan serat 25 g/hari, diutamakan serat larut. Pasien diabetes dengan hipertensi

perlu mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya.

Pemanis buatan yang tak bergizi yang aman dan dapat diterima untuk digunakan

pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartam, acesulfame

potassium dan sucralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani.

Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan rumus

Broca.

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengasn rumus IMT = BB(kg) / TB (m2)

Klasifikasi IMT*

BB Kurang < 18.5

21

Page 22: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

BB Normal 18.5 – 22.9

BB Lebih 23.0

Dengan resiko 23.0 – 24.9

Obes I 25.0 – 29.9

Obes II 30

*Klasifikasi Asia Pasifik

Untuk menghitung kebutuhan kalori, dapat dipakai rumus Broca, yaitu:

Berat Badan Idaman (BBI) = (TB – 100) – 10%

Status gizi: BB aktual x 100 %/TB(cm) – 100

BB Kurang bila BB < 90 % BBI

BB Normal bila BB 90 – 110 % BBI

BB Lebih bila BB 110 – 120 % BBI

Gemuk bila BB > 120 %

Untuk menghitung kebutuhan kalori dapat juga digunakan cara-cara

penghitungan lainnya.

o Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur (3-4 kali/minggu selama ± 30

menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani

dapat menurunkan berat abdan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga

akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud adalah

jalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki

ke pasa, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu

lama kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

o Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan:

o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

22

Page 23: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

o Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

o Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

Pemicu sekresi insulin

1. Sulfonilurea

Obat ini mempuyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat

badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja

panjang seperti klorpropamid

2. Glinid

Merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2

macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral

dan diekskresi secara cepat melalui hati.

o Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin

1. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati, disamping

juga memperbaiki ambilan glukosa perifer, dan terutama dipakai pada pasien

DM gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebrovaskular, syok, gagal jantung). Metformin dapat

memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan.

2. Tiazolidindion

Tiazolidindion (contoh; rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada

peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR γ), suatu reseptor inti

di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga

23

Page 24: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema

/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara

berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.

o Penghambat Glukosidase

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak mengakibatkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling

sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.

Tabel Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan

A1C

Cara kerja utama Efek samping utama Penurunan A1C

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1.5 – 2.5 %

Glinid Meningkatkan sekresi insulin 1.5 – 2.5 %

Metformin Menekan produksi glukosaDiare, dispepsia,

asisdosis laktat1.5 – 2.5 %

Penghambat

glukosidase alfaMenghambat absorpsi glukosa

Flatulens,

tinja lembek0.5 – 1.0 %

TiazolidindionMenambah sensitivitas terhadap

insulinEdema 1.3 %

InsulinMenekan produksi glukosa hati,

stimulasi pemanfaatan glukosa

Hipoglikemia,

BB naikPotensi normal

Tabel Obat Hipoglikemik Oral

GenerikProduk

orisinalMg / tab

Dosis

harian

Lama

kerja

Frek /

hariPemberian

Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese 100 – 250 100 - 500 24 -36 1

Sebelum

makan

GlibenklamidDaonil

Euglucon2.5 – 5 2,5 - 15 12 - 24 1 - 2

GlipizidMinidiab

5 – 10 5 - 20 10 - 161 - 2

Glucontrol-XL** 1

24

Page 25: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

GliklazidDiamicron

80 80 - 240 10 - 20 1 - 2Diamicron-MR**

Glikuidon Glurenorm 30 30 -120 - -

Glimepirid Amaryl 1, 0.5 - 6 24 1

2,

3,

4

Glinid Repaglinid NovoNorm 0.5, 1.5 - 6 - 3

1,

2

Nateglinid Starlix 120 360 - 3 Tidak

bergantung

jadwal makan

Tiazolidindion Rosiglitazon*Actos

4 4 - 8 24 1

Pioglitazon 15.30 15 - 30 24 1

Penghambat

Glukosidase Acarbose Glucobay 50 – 100 100 -300 3

Bersama

suapan

pertama

Biguanid Metformin Glucophage 500 – 850 250 - 3000 6 - 8 1 - 3

Bersama /

sesudah

makan

Kombinasi

Gluconvance*Metformin +

Glibenklamid

* Belum beredar di Indonesia

** Kadar dalam darah konstan setelah beberapa hari

Cara Pemberian OHO

Sulfonilurea generasi I & II: 15 – 30 menit sebelum makan

Glimepiride: sebelum / sesaat sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat / sebelum makan

Metformin: sebelum / pada saat / sesudah makan karbohidrat (sesuai

toleransi)

Penghambat glukosidase α (Acarbose): bersama suapan pertama

Tiazolidindion: tiada bergantung pada jadwal makan

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

25

Page 26: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

sesuai respons kadar glukosa darah, bisa sampai dosis hampir maksimal

INSULIN

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asisdosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat (infeksi sistematik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan pencernaan makanan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Cara penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Pada keadaan

khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat

diberikan tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah, kerrja panjang),

tetapi dapat juga diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai

dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil permeriksaan kadar

glukosa darah harian.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (U4O, U100) dengan semprit yang

dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Saat ini juga tersedia insulin

campuran (premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

TERAPI KOMBINASI

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan

OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua

kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya. Untuk memulai

terapi kombinasi tidak perlu menunggu sampai dosis maksimal. Dapat pula diberikan

26

Page 27: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga tercapai sasaran yang diinginkan,

atau ada alasan klinis insulin tidak memungkinkan untuk diberikan.

Kalau dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara

kombinasi, sasaran glukosa darah belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan

pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi OHO dan insulin.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, insulin kerja sedang dapat diberikan pada pagi hari

atau malam hari. Yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam

hari, mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama,

tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan insulin

kerja sedang malam hari. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 5 unit yang

diberikan antara jam 22.00 – 24.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Peningkatan dosis 2 - 4

unit dilakukan tiap 3 - 4 hari. Bila dengan cara tersebut kadar glukosa darah sepanjang

hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan

insulin saja.

Tabel Jenis dan lama kerja insulin

Manusia

Insulin Awitan* Efek Puncak* Durasi Efektif* Durasi Maksimum*

Regular 0.5 - 1.0 2 – 3 3 - 6 4 – 6

NPH 2 - 4 4 – 10 10 - 16 14 – 18

Lente 3 - 4 4 – 12 12 - 18 16 – 20

Analog

Insulin Awitan* Efek Puncak* Durasi Efektif* Durasi Maksimum*

Lispro** 0.25 1 – 2 3 - 4

Aspart** 0.25 1 – 2 3 - 4

Glargine** 4 - 5 tanpa puncak 24 24

* Dalam jam ** Belum beredar di Indonesia

Insulin yang beredar di Indonesia

Macam Insulin BuatanEfek Puncak

(jam)Lama Kerja (jam)

Cepat 2 - 4 6 – 8

Novo-Rapid* Novo (U-40 dan U-100)

27

Page 28: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Humalog Eli Lilly (U-100)

Pendek

Actrapid Novo (U-40 dan U-100)

Humulin-R Eli Lilly (U-100)

Menengah 4 - 12 18 – 24

Insulatard Human Novo (U-40 dan U-100)

Monotard Human Novo (U-40 dan U-100)

Humulin-N Eli Lilly (U-100)

Campuran 1 - 8 14 – 15

Mixtard 30/70 Novo (U-40 dan U-100)

Humulin 30/70 Eli Lilly (U-100)

Panjang Tanpa puncak 24

Lantus* Aventis

* Belum beredar di Indonesia

D. Penilaian hasil terapi

Dalam praktek klinik sehari-hari, hasil pengobatan diabetes tipe 2 harus dipantau

dengan terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan Glukosa Darah

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat perlu dilakukan pemeriksaan

glukosa darah puasa dan atau glukosa 2 jam postprandial

2. Pemeriksaan A1C

Tes Hemoglobin Glikasi (GHb), disebut juga glycohemoglobin, hemoglobin

glikosilasi atau A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek

perubahan terapi 8 – 12 minggu sebelumnya, sehingga tidak dapat digunakan

untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek

3. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini

banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang

umumnya sederhana dan mudah dipakai. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

(PGDM) dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu

sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi.

Waktu yang bermanfaat untuk pemantauan adalah pada saat sebelum makan

dan waktu tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan

28

Page 29: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

(menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari), diantara siklus tidur

(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan

ketika mengalami gejala seperti “hypoglicemic spells” atau penyakit lain.

4. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung dan

kurang akurat , dan hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak

mau memeriksa kadar glukosa darah. Ekskresi glukosa renal rata-rata -/+ 180

mg/dl, namun dapat bervariasi pada beberapa pasien dan bahkan pada pasien

yang sama dalam jangka waktu lama. Glukosa urin normal tidak dapat

membedakan hipoglikemia, euglikemia, atau hiperglikemia sedang.

5. Penentuan Benda Keton

Pemantauan benda keton baik dalam darah maupun dalam urin cukup penting

terutama pada pasien diabetes tipe 2 terkendali buruk (kadar glukosa darah >

300 mg/dl) dan dengan penyulit akut serta bila ada gejala-gejala KAD (keto

asidosis diabetik) seperti mual, muntah atau nyeri abdominal. Pemeriksaan

benda keton juga diperlukan pada pasien diabetes tipe 2 yang sedang hamil.

Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang

penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dimungkinkan

pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung

dengan alat pengukur glukosa darah dengan menggunakan strip kusus. Kadar

benda keton darah < 0.6 mmol/L dianggap normal, diatas 1 mmol/L disebut

ketosis dan melebihi 3 mmol/L indikasi adanya KAD.

6. Kriteria Pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian

DM yang baik. Diabetes terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa

darahnya saja yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah,

status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan A1C seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80 - 109 110 - 125 126

Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 80 - 144 145 – 179 180

A1C (%) < 6.5 6.5 - 8 > 8

29

Page 30: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Kolesterol Total (mg/dl) < 200 200 – 239 240

Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 100 – 129 130

Kolesterol HDL (mg/dl) > 45

Trigeliserida < 150 150 – 199 200

IMT (kg/m2) 18.5 - 22.9 23 – 25 > 25

Tekanan Darah < 130/80 130-140 / 80-90 > 140/90

Keterangan:

Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena

Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi

dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl). Demikian pula kadar

lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian

sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pada pasien usia lanjut dan

juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat. ADA

menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time) jam 22.00.

PENYULIT

Penyulit akut :

1. ketoasidosis diabetik

2. hiperosmolar non ketotik

3. hipoglikemia

Penyulit kronik :

1. makroangiopati :

- pembuluh darah jantung

- pembuluh darah tepi

- pembuluh darah otaks

2. mikoroangiopati :

- pembuluh darah kapiler retina mata

- pembuluh darah kapiler ginjal

3. neuropati

30

Page 31: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

PENCEGAHAN

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk

kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk

mendapat DM. Edukasi sangat penting dalam upaya pencegahan primer.Pemerintah

melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen

Pendidikan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam

programpenyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah, hendaknya

telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan

31

Page 32: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan resiko

merokok bagi kesehatan.

Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal

penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan

tersebut memerlukan biaya yang besar. Memberikan pengobatan sejak awal sudah

harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit

menahun. Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan

primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah

tersebut, diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal.

Pencegahan Tersier

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus

berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini

mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat

diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin

ilmu seperrti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain

seperti pada bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi

medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

1. Kasper, Braunwald et. al,. Harrison’s Principles of Internal Medicine. USA. 16th edition, volume II;McGraw-Hill;2005

2. Lebovitz, HE. Therapy for Diabetes Mellitus and Related Disorders. USA. 14th

edition:American Diabetes Association;2004

3. Soegondo, dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta.Cetakan kelima:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2005

4. Soegondo, dkk. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Semarang. PERKENI;2002

5. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. PERKENI;2004

6. DIABETES MELITUS. 2006[Cited Jully 3th 2006]Didapat dari www.mayoclinic.com

33

Page 34: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DIAGNOSIS

DAN

PENATALAKSANAAN

Disusun oleh :

Fiona Mauria Tambunan (0061050061)

Pembimbing :

Dr. YUNUS TANGGO, Sp.Pd

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 29 MEI – 5 AGUSTUS 2006

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

34

Page 35: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus

JAKARTA

2006

35