referat tatalaksana depresi i
DESCRIPTION
referat tatalaksana depresi kelompok ITRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan dengan mood
patologis serta gangguan terkait mood yang mendominasi gambaran klinisnya.
Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom, yang terdiri atas
sekelompok tanda dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan, yang menunjukkan penyimpangan nyata fungsi habitual
seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk periodik atau
siklik. Mood dapat meningkat atau menurun. Gangguan penurunan mood inilah
yang disebut sebagai depresi.1
Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius.
World health organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan
ke-empat penyakit di dunia.2
Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih,
kurangnya energi dan minat, murung, dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi
kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak
berharga, kepercayaan diri menurun, pesimis, dan putus asa. Selain itu, pasien
dengan depresi juga akan mengalami gangguan tidur seperti dulit masuk tidur atau
terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu juga dengan gairah seksual.1,2
Depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi merupakan fenomena
yang kompleks. Bentuknya sangat bervariasi, sehingga kita mengenal depresi
dengan gejala ringan, sedang, berat, dengan atau tanpa gejala psikotik,
berkomorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain.
Keberanekaragaman gejala depresi ini diduga karena adanya perbedaan etiologi
yang mendasarinya.2
Episode depresi yang berdiri sendiri disebut depresi unipolar.
Selain itu depresi juga bisa menjadi bagian dari gangguan bipolar.3
Ada beberapa faktor penyebab depresi, yaitu mulai dari faktor genetik
sampai dengan faktor nongenetik. Faktor genetik, ketidakseimbangan biogenik
amin, gangguan neuroendokrin, dan perubahan neurofisiologi, serta faktor
psikologik seperti kehilangan objek yang dicintai, hilangnya harga diri, serta
beberapa stresor lain di duga mempengaruhi terjadinya depresi.1,2
2
Stresor yang terjadi pada awal perkembangan dapat menyebabkan
perubahan yang menetap dalam sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak
pada sistem syaraf yang berfungsi merespon stresor.2
Ada beberapa bentuk penatalaksanaan depresi. Beberapa pasien
membutuhkan antidepresan. Selain dengan medikamentosa, pasien hendaklah
diberikan terapi psikososial, seperti terapi kognitif, terapi perilaku, terapi
psikodinamik, dan terapi kelompok. Tatalaksana ini dibagi menjadi 3 fase, yaitu
fase akut, fase lanjutan, dan fase rumatan. Dengan kombinasi antara terapi secara
medikamentosa dan terapi psikososial akan memperlihatkan hasil yang lebih
baik.1,2,3
Terapi kejang listrik dapat diberikan bila terapi obat tidak memberikan
hasil, kondisi yang membutuhkan pemulihan segera, beberapa kasus depresi
psikotik, dan pasien yang tidak mentoleransi obat. Selain itu, pemberian litium
juga terbukti bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa
depresi unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan
remisi dan begitu pula pada beberapan pasien unipolar. Karena itu, hendaklah
penatalaksanaan ini dijalankan secara komprehensif.1,2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri,1,2
2.2 Etiologi
Beberapa faktor penyebab terjadinya depresi, yaitu :
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya abnormalitas metabolit amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi.1,2
b. Faktor genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik signifikan terlibat
dalam timbulnya gangguan mood tetapi pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Untuk mengetahui faktor genetik dapat dilihat dari
studi keluarga, studi adopsi, studi anak kembar, studi keterkaitan kromosom.1
c. Faktor psikososial
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan
yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial.
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan
mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa
4
kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan
bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset
depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan.1,2
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai
mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah.1,2
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan
listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya
menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi
proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita
depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip.1,2
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang
negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi.1
2.3 Kriteria Diagnosis Depresi
Gangguan depresi ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10
(International Classification Diagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta
dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.1,3,4
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan kegiatan yang
rutin.
5
F32 EPISODE DEPRESIF
Gejala Utama :
• Afek depresif
• Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
• Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
• Konsentrasi dan perhatian berkurang
• Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
• Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
• Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
• Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
• Tidur terganggu
• Nafsu makan berkurang
• Menurunnya libido
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnostik
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut
diatas
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang – kurangnya sekitar 2 minggu.
6
Hanya sedikit kesulitan pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
Karakter ke lima : F32.00 = Tanpa gejala somatik dan F32.01 dengan gejala
somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
Pedoman diagnostik
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari 3 gejala utama
Ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lainnya
Lama seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
Mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial,pekerjaan dan urusan
rumah tangga.
Karakter ke lima : F32.10 = Tanpa gejala somatik dan F32.11 dengan gejala
somatik.
F32.2 Episode Depresif berat tanpa gejala psikotik
Pedoman diagnostik
Semua 3 gejala utama depresi harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa gejala
diantaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan onset
sangat cepat.
Sangat tidak mungkin melakukan pekerjaan atau urusan rumah tangga
dan kegiatan sosial kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
7
F32.3 Episode Depresif berat dengan gejala psikotik
Pedoman diagnostik
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau bau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood – congruent).
F32.8 Episode Depresif lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG
Pedoman diagnostik
Gangguan ini merupakan episode berulang dari :
- Episode depresi ringan (F320.0)
- Episode depresi sedang (F32.1)
- Episode depresi berat (F32.2 dan F.32.3)
Tanpa adanya riwayat episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat
dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria
hipomania (F30.0) segera setelah suatu episode depresif (kadang-kadang
tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil
pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
8
Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria depresif ringan (F32.0); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
Karakter kelima : F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria depresif sedang (F32.1); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
Karakter kelima : F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
9
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2);
dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria depresif sedang (F32.1); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30-F39; dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna.
10
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
2.4 Penatalaksanaan Depresi
Tujuan utama penatalaksanaan depresi adalah untuk mengakhiri episode
depresi saat ini. Selain itu, penatalaksanaan juga harus diarahkan pada tujuan
terjaminnya keselamatan pasien, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien serta
rencana terapi yang bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien di
masa yang akan datang.1,3
Untuk semua pasien dengan gangguan depresi berat, manajemen kejiwaan
mencakup satu kesatuan yang luas dari semua kemungkinan intervensi. Salah satu
komponen penting dalam manajemen ini adalah melakukan edukasi terhadap
pasien dan keluarga mengenai depresi, mendiskusikan pilihan pengobatan,
intervensi, dan meningkatkan kepatuham terhadap pengobatan tersebut.7
Psikiater harus menentukan pengaturan pengobatan yang akan paling
mungkin untuk meningkatkan keselamatan pasien serta perbaikan kondisi pasien.
Berikut akan diuraikan mengenai manjemen psikiatri, yaitu :7
a. Membangun dan memelihara kerjasama terapetik
Tahap awal dari manajemen psikiatri dimulai dengan membangun
hubungan terapetik dan kerjasama dengan pasien tanpa memperhatikan
modalitas akhir yang dipilih.
Hal ini penting bagi psikiater agar lebih sensitif terhadap perasaan dan
keprihatinan pasien. Dalam keadaan tertekan, pasien sering
memperlihatkan sisi negatifnya. Mereka mungkin merasa tak
memerlukan pertolongan, merasa malu memiliki penyakit, merasa
bersalah karena menjadi beban keluarga/dokter, serta merasa jauh
dengan orang lain.
Beberapa pasien memiliki andil yang kuat terhadap pilihan
pengobatannya, karena itu psikiater harus mampu mengidentifikasi apa
yang diharapkan pasien tentang pengobatannya untuk kemudian
mendiskusikannya dengan pasien mengenai pilihan pengobatan yang
11
paling efektif. Jika masalah yang ada pada pasien dinilai sangat
mengganggu, libatkan keluarga untuk berdiskusi mengenai penyakit dan
rencana pengobatan pasien.
b. Melengkapi pemeriksaa psikiatri
Pasien dengan gejala depresi harus dilakukan penilaian yang teliti guna
menegakkan diagnosis gangguan depresi yang berat, identifikasi
gangguan psikiatri atau kondisi medis umum yang menjadi fokus
perhatian serta buat perencanaan terapi yang komprehensif.
Evaluasi ini meliputi perjalanan penyakit dan gejalanya, termasuk gejala
sebelumnya dan respon terapi yang pernah didapat sebelumnya.
Riwayat keluarga juga penting untuk melihat silsilah penyakit. Pasien
dengan riwayat keluarga (+) akan memiliki resiko atau hubungan yang
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat
keluarga dengan gangguan jiwa.
c. Evaluasi keselamatan pasien
Pada tahap ini dilakukan evaluasi bunuh diri terhadap semua pasien
dengan gangguan depresi berat. Penilaian meliputi penyelidikan tentang
ide bunuh diri, niat, rencana, sarana, dan perilaku, serta identifikasi
gejala psikiatri yang spesifik (misalnya psikosis, ansietas berat,
penggunaan zat) atau kondisi medis umum yang mungkin meningkatkan
resiko bunuh diri.
Resiko bunuh diri ini juga harus di monitor selama proses pengobatan
berlangsung, karena variasi dalam gejala depresi dapat dikaitkan dengan
resiko bunuh diri yang berfluktuasi.
d. Menetapkan pengaturan yang sesuai untuk pengobatan
Psikiater harus menentukan terapi yang tepat setelah melakukan evaluasi
terhadap kondisi klinis pasien, termasuk gejala yang berat, kondisi
penyerta, tingkat fungsional, dan dukungan keluarga. Pasien dengan
resiko bunuh diri atau memiliki ide membunuh memerlukan pemantauan
yang ketat. Sehingga pasien disarankan untuk melakukan rawat inap.
12
e. Evaluasi gangguan fungsional dan kualitas hidup
Gangguan depresi yang berat dapat mengubah fungsional pada berbagai
segi kehidupan termasuk kerja, sekolah, keluarga, hubungan sosial,
aktivitas di waktu luang, atau pemeliharaan kesehatan dan kebersihan.
Psikiater harus melakukan evaluasi terhadap aktivitas pasien.
f. Mengkoordinasikan perawatan pasien dengan dokter lain
Koordinasi ini mungkin dibutuhkan oleh beberapa pasien dengan
gangguan depresi berat. Jika lebih dari satu dokter yang dibutuhkan
dalam sebuah pengobatan, maka semua dokter harus memiliki kontak
yang cukup dengan pasien dan dokter lainnya untuk memastikan bahwa
koordinasi berjalan dengan baik.
g. Pantau status psikiatri pasien
Respon pasien terhadap pengobatan harus di pantau secara hati-hati.
Pantau juga kondisi medis umum lain yang juga penting dalam
perkembangan pengobatan pasien.
h. Mengintegrasikan pengukuran dengan manajemen psikiatri
Menyesuaikan rencana terapi yang cocok dengan pasien yang
membutuhkan penilaian secara hati-hati dan sistematis dari jenis,
frekuensi, dan besarnya gejala psikiatri sejalan dengan keuntungan
terapi dan efek sampingnya selama ini.
i. Meningkatkan kepatuhan pengobatan
Psikiater harus menilai dan mengetahui hal-hal yang berpotensi
mengurangi kepatuhan pengobatan pasien (misalnya dukungan, rasa
pesimis, efek samping pengobatan, masalah hubungan terapetik,
ekonomi atau penghalang dari sisi kebudayaan), dan bekerjasama
dengan pasien untuk mengurangi dampak dari pengalang tersebut.
j. Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga
Edukasi mengenai gejala dan pengobatan dari gangguan depresi berat
harus diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.
Kesalahan persepsi mengenai antidepresan harus diklarifikasi.
13
Secara umum, penatalaksanaan depresi dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
a. Fase akut
Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala
penentuan beratnya depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu
menegakkan beratnya penyakit dan perbaikan gejala. Target pengobatan pada
fase akut tercapainya respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi pada fase
akut 2-6 minggu.3
Adapun indikasi untuk rawat inap di rumah sakit adalah:1,3
- Kebutuhan untuk prosedur diagnostik
- Risiko untuk bunuh diri dan melakukan pembunuhan
- Berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk asupan
makanan dan tempat perlindungan
- Cepatnya perburukan gejala
- Riwayat gejala berulang dan hilangnya sistem dukungan terhadap pasien
- Tanda klinis yang tidak terlalu kuat sebagai bahan pertimbangan adalah
penurunan berat badan, perbaikan minimal dari insomnia, sistem
pendukung pasien harus kuat, tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi
pasien. Tiap perubahan yang kurang baik pada gejala atau tingkah laku atau
sikap pasien merupakan tanda rawat inap.
Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi memberikan hasil yang baik.
Untuk kasus ringan terapi psikososial saja juga memberikan hasil yang baik.
14
Rekomendasi modalitas untuk pengobatan fase akut gangguan depresi berat
Tingkat
Keparahan
penyakit
Modalitas
farmakoterapi psikoterapi Farmakoterapi
+ psikoterapi
ECT
Ringan – sedang Ya Ya Berguna untuk
pasien dengan
masalah
psikososial dan
interpersonal,
konflik psikis
dan gangguan
axis II
Ya, untuk
pasien
tertentu
Berat tanpa gejala
psikotik
Ya Tidak Ya Ya
Berat dengan gejala
psikotik
Ya, kombinasi
antidepresan
dan
antipsikotik
Tidak Ya, kombinasi
antidepresan dan
antipsikotik
Ya
b. Fase lanjutan
Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah
relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8, bertahan paling sedikit
3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.
c. Fase rumatan
Tujuan pengobatan pada fase ini adalah mencegah rekurensi. Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah resiko kekambuhan, biaya, dan keuntungan
perpanjangan terapi. Pasien yang telah 3 kali atau lebih mengalami episode
depresi atau dua episode depresi berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan
jangka panjang. Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan
dengan dosis yang sama selama masa pemeliharaan.
15
FARMAKOTERAPI
Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70-80% pasien
berespon terhadap antidepresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya
depresi jelas terlihat atau dapat diidentifikasi.2,5
Prinsip indikasi untuk antidepresi
terutama adalah episode depresi berat. Gejala pertama yang menjadi pegangan
adalah sulit tidur dan gangguan pola makan. Gejala lainnya adalah mengamuk,
cemas, dan rasa putus asa. Target gejala lainnya termasuk energi menurun, kurang
konsentrasi, tidak berdaya, dan menurunnya libido.1,2
Penatalaksanaan dengan pengobatan antidepresan sebaiknya fokus pada
ujicoba berbagai jenis obat antidepresan secara penuh dan wajar dari kelas yang
berbeda. Sasaran dari pengobatan antidepressan pada jangka pendek adalah respon
terhadap obat, dan jangka panjang adalah remisi.5
Mulailah dengan SSRI, merupakan antidepresan terbaru. Bila tak ada hasil
pertimbangkan pemberian antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada
depresi “atipikal” atau kombinasi beberapa obat yang efektif apabila obat pertama
tak berhasil). Harus hati-hati dengan efek samping dan harus sadar bahwa
antidepresan dapat mempresipitasi episode manik pada bebrerapa pasien bipolar
(10% dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, namun konsep tentang “presipitasi
manik” masih diperdebatkan).
Pada pemberian antidepresan, obat baru memperlihatkan efek antidepresan
yang optimal dalam 3 sampai 4 minggu. Timbulnya efek samping menunjukkan
obat bekerja. Sebagai contoh, beberapa pasien meminum antidepresan golongan
SSRIs menjadi gelisah, mual, muntah sebelum ada penurunan gejala. Efek
samping berkurang seiring berjalannya waktu.1
Jika pasien tidak memberikan respon terhadap dosis yang sesuai setelah 3-4
minggu, dokter dapat memutuskan untuk melakukan tes konsentrasi plasma dari
obat jika tes tersedia untuk obat yang digunakan.1
Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk
beberapa bulan, kemudian diturunkan. Terapi ini dipertahankan setidaknya selama
6 bulan atau sesuai lamanya pengobatam pada episode sebelumnya. Beberapa
penelitian menunjukkan terapi profilaksis dengan antidepresan, efektif
16
mengurangi jumlah dan keparahan tiap kekambuhan.
Beberapa pasien
membutuhkan obat pemeliharaan untuk episode jangka panjang. Antidepresan
saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi.1,2
Antidepresan. Beberapa golongan antidepresan yang dikenal, yaitu:1-6
a. Obat antidepresan trisiklik / tricyclic antidepressants (TCA)
Misalnya: amitriptylin, imipramine, clomipramine, tianeptine.
Merupakan antidepresan yang umum digunakan untuk kasus depresi berat.
Mekanisme kerja trisiklik mengatur penggunaan neurotransmiter norepinefrin
dan serotonin pada otak. Trisiklik aman dan efektif dalam pengobatan penyakit
depresi akut dan jangka panjang. Obat ini menyebabkan sedasi dan efek
samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan
fotosensitivitas. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk,
halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan
koma.
Trisiklik mudah diabsorbsi peroral dan karena bersifat lipofilik, tersebar luas
dan mudah masuk SSP. Pelarutan lipid ini juga menyebabkan obat mempunyai
waktu paruh panjang, misalnya 4-17 jam untuk imipramin. Akibat berbagai
variasi metabolisme first pass pada hati, trisiklik mempunyai ketersediaan
hayati yang rendah dan tidak tetap. Karena itu, respons pasien digunakan untuk
menetapkan dosis. Periode pengobatan awal biasanya 4-8 minggu. Dosis dapat
dikurangi perlahan kecuali bila terjadi relaps.
Obat-obat ini dimetabolisme oleh sistem mikrosomal hati dan dikonjugasi
dengan asam glukuronat. Akhirnya trisiklik dikeluarkan sebagai metabolit
non-aktif melalui ginjal.9
b. Obat antidepresan tetrasiklik
Misalnya: maproptiline, mianserin, amoxapine.
Merupakan golongan trisiklik. Mekanisme kerja sama dengan trisiklik.
c. Obat antidepresan MAOI-reversible (reversible inhibitor of monoamine
oxydase – A)
Misalnya: moclobemide
17
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik,
seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat
sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin
endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.
Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam
sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas
deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B
memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin
dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini
mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic
menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran
cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan
inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk
mengembalikan metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil
studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan
penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergik dan serotoninergik.
Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal
(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi
antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
d. Obat antidepresan SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors)
Misalnya: sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, duloxetine,
citalopram.
Saat ini, SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitor) secara umum
diterima sebagai obat lini pertama. SSRI atau inhibitor ambilan kembali
serotonin selektif merupakan grup kimia antidepresan baru yang khas, hanya
mengambil ambilan serotonin secara spesifik. Dibanding dengan antidepresan
trisiklik, SSRI menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan
18
kardiotoksisitas lebih rendah. Namun demikian, SSRI harus digunakan secara
seksama sampai nanti setelah efek jangka panjang diketahui.
SSRI menyebabkan peningkatan serotonin ekstraseluler yang paa awalnya
mengaktivasi autoreseptor, suatu aktivitas yang menghambat pelepaan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Akan
tetapi, dengan terapi kronis, autoreseptor inhibisi mendesensitisasi dan
selanjutnya terdapat penigkatan yang menetap pada pelepasan serotonin otak
depan yang menyebabkan efek terapeutik.
Resorpsinya dari usus baik, makanan menurunkan kecepatannya tetapi jumlah
totalnya tidak dipengaruhi. Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran
R dan enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi
menjadi metabolit aktif, norfluoksetin. Fluoksetin dan Norfluoksetin
dikeluarkan secara lambat dari tubuh dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari
untuk senyawa asli dan 3-30 hari untuk metabolit aktif. Dosis terapi fluoksetin
diberikan secara oral dan konsentrasi plasma yang mantap tercapai setelah
beberapa minggu pengobatan. Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk
isoenzim sitokrom P-450 hati yang berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan
trisiklik, obat neuroleptika dan beberapa obat antiaritmia dan antagonis β-
adrenergik.Pada hewan,S-norfluoksetin sangat kuat dan merupakan inhibitor
selektif ambilan serotonin dan pada dasarnya sama dengan R- atau S-
fluoksetin. R-Norfluoksetin kurang poten untuk obat yang menghambat
ambilan serotonin. Catatan : Kira-kira 7% kulit putih tidak mempunyai enzim
P-450 dan karenanya metabolisme fluoksetin sangat lambat
e. Obat antidepresan Atypical
Misalnya: trazodone, mirtazapine, venlafaxine.
Antidepresan golongan ini biasanya digunakan bila respon terhadap SSRI tidak
adekuat.
19
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita)
biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dosis yang sama.6
Pada keadaan overdosis/intoksikasi trisiklik dapat timbul ”atropine toxic
syndrome” dengan gejala eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic
confusional state.6
Pemilihan antidepresan. Pada dasarnya semua obat antidepresi memiliki
efek primer yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping).6
Efek samping antidepresan
Nama obat Antikolinergik Sedasi Hipotensi ort
Ket
Amitriptyline
Imipramine
Clomipramine
Trazodone
Mirtazapine
Maproptiline
Mianserine
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetine
Fluoxamine
Fluoxetine
Citalopram
+++
+++
++
+
+
+
+
+
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+++
++
++
+++
+++
++
++
+
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+++
++
++
+
+
+
+
++
+/-
+
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+++ = berat
++ = sedang
+ = ringan
+/- = tidak
ada/minimal
sekali
Pemilihan obat di atas tergantung pada toleransi pasien terhadap efek
samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit
tertentu, jenis depresi).6
20
Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada depresi ringan
dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum,
pemilihan obat antidepresi sebaiknya mengikuti urutan (step care) sebagai
berikut:
Step 1 : Golongan SSRI (fluoxetine, sertraline, dll)
Step 2 : Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll)
Step 3 : Golongan Tetrasiklik (Maproptiline, dll)
Golongan atypical (Trazodone, dll)
Golongan MAOI reversibel (Moclobemide).
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat
minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai
kondisi medis), spektrum antidepresan luas dan gejala putus obat sangat minimal,
serta “lethal dose” yang tinggi relatif aman.6
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan
trisiklik yang spektru antidepresannya juga luas tetapi efek sampingnya relatif
berat.6
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih pada pilihan ketiga dengan
spektrum antidepresan yang lebih sempit tetapi efek samping lebih ringan
dibandingkan trisiklik, yang teringan adalah MAOI-reversible.6
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI atau
sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period”
guna mencegah timbulnya “serotonine malignant syndrome”.6
Pengaturan dosis. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder : sekitar 12-24 jam
Waktu paruh : 12-48 jam (pemberian 1-2x/hari)
21
Ada 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
1. Initiating dosage (test dose)
Untuk mencapai dosis anjuran selama minggu pertama.
Misalnya Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2
50 mg/h = hari 3 dan 4
100 mg/h = hari 5 dan 6
2. Titrating dosage (optimal dose)
Mulai dosis anjuran sampai dosis efektif.
Misalnya Amitriptyline 150 mg/h = hari 7 s/d 14 (minggu II)
Minggu III = 200 mg/h
Minggu IV = 300 mg/h
3. Stabilizing dosage (stabilization dose)
Dosis optimal yang yang dipertahankan selama 2-3 bulan.
Misalnya amitriptyline 300 mg/h, dosis optimal dipertahankan 2-3 bulan,
kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintaining dosage (maintenance dose)
Selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan adalah setengah dosis optimal.
Misalnya Amitriptyline 150 mg/h salama 3-6 bulan.
5. Tapering dosage (tapering dose)
Selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dose.
Misalnya Amitriptyline 150 mg/h 100 mg/h (1 minggu) 75 mg/hr (1
minggu) 50 mg/h (1 minggu) 25 mg/h (1 minggu)
Dengan konsep seperti di atas, maka obat antidepresan dapat diberhentikan
total. Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal
dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan disarankan dosis tunggal pada malam hari untuk
golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI dosis tunggal pada pagi
hari setelah sarapan pagi.6
22
Dosis anjuran antidepresan
Nama obat Dosis Anjuran
Amitriptyline
Imipramine
Clomipramine
Trazodone
Mirtazapine
Maproptiline
Mianserine
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetine
Fluoxamine
Fluoxetine
Citalopram
75 – 150 mg/h
75 – 150 mg/h
75 – 150 mg/h
100 – 200 mg/h
15 – 45 mg/h
75 – 150 mg/h
30 – 60 mg/h
200 – 300 mg/h
25 – 50 mg/h
300 – 600 mg/h
50 – 100 mg/h
20 – 40 mg/h
50 – 100 mg/h
20 – 40 mg/h
20 – 60 mg/h
Lithium : bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa
depresi unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan
remisi dan begitu pula pada beberapan pasien unipolar.
Jika obat antidepresan pertama telah digunakan dengan adekuat dan sesuai
dan dokter yakin konsentrasi plasma telah diperboleh namun gejala belum
menunjukkan perbaikan yang memuaskan, maka dapat diambil tindakan untuk
menambahkan obat dengan lithium, liothyronine atau L-triptofan atau ganti
dengan obat primer alternatif.
Litium (900-1200 mg per hari, kadar serum antar 0,6-0,8 mEq/L) dapat di
tambah pada dosis anti depresan selama 7 hari-14 hari. Mekanisme kerjanya tidak
diketahui walaupun litium dapat meningkatkan potensi sistem neoronal
serotonergik.1
23
Liotironin penambahan 25 hingga 50 mg perhari pada regimen
antidepresan selama 7 samapai 14 hari. Mekanisme kerja penanbahan liotironin
tidak diketahui, walaupun diduga terdapat modulasi reseptor β adrenergik dan
adanya kelainan aksis tiroid yang terdeteksi pada gangguan depresi berat. Jika
penambahan liotironin berhasil, liotironin harus diteruskan selama 2 bulan dan
kemudian diturunkan dengan laju 12,5 mg perhari selama 3-7 hari.1
Antikonvulsan : terlihat juga sama baiknya dengan litium untuk mengobati
kondisi akut, meskipun kjurang efektif untuk pemeliharaan. Antidperesan dan
lithium dapat dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi.
Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal
atau bersama-sama dengan antidpresan, lithium, antipsikotik atipik juga terlihat
efektif.1,2
Terapi kejang listrik (TKL) : TKL mungkin merupakan terapi pilihan
bila:1,2,7
1. Obat tidak berhasil
2. Kondisi pasien menuntut remisi segera ( misalnya; bunuh diri yang akut)
3. Pada beberapa depresi psikotik
4. Pada beberapa pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien
tua yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan
respon.
PSIKOTERAPI
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-
keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku
maladaptif. Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang
profesional antara terapis dan pasien.1,2
Psikoterapi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan sesuai
dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Beberapa hal dapat menjadi
pertimbangan untuk pemilihan jenis psikoterapi yang diindikasikan. Beberapa
pasien dan klinisi meyakini manfaat intervensi psikoterapi tetapi ada pula yang
sebaliknya yaitu tidak percaya dengan psikoterapi. Berdasarkan ini, keputusan
24
untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dokter maupun
pasiennya.1-3
Terapi Kognitif
Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang “belajar menjadi
tak berdaya”. Depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan
dan memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan.
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha
yang sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien-
pasien depresi. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-
kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan
dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah.
Kemudian ia harus belajar cara merespon cara pikir yang salah tersebut dengan
cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal
dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Cara ini
dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini menjadi modal utama dalam merubah
gejala.1-3,7
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12-16 sesi. Ada 3 fase, yaitu :2
1. Fase awal (sesi 1-4)
Membentuk hubungan terapetik dengan pasien. Mengajarkan pasien
tentang bentuk kognitif yang salah dan pengaruhnya terhadap emosi dan
dan fisik. Menentukan tujuan terapi. Mengajarkan pasien untuk
mengevaluasi pikiran-pikirannya yang otomatis.
2. Fase pertengahan (sesi 5-12)
Merubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah. Membantu
pasien mengenal akar kepercayaan diri. Pasien dimintamempraktikkan
keterampilan berespon terhadap hal-hal yang depresogenik dan
memodifikasinya.
3. Fase akhir (sesi 13-16)
25
Menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko
tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan dan
mengkonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
Terapi Perilaku
Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari
sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi
kognitif. Tujuan terapi perilaku adalah meningkatkan aktivitas pasien,
mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang
menyenangkan.2,8
Didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan
seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sakaligus penolakan
dari masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku maladatif didalam
terapi, pasien belajar berfungsi didalam dunia sedemikian rupa hingga mereka
memperoleh dorongan positif. Data yang ada sampai saat ini menunjukkan bahwa
terapi perilaku dalah terapi yang efektif untuk gangguan depresi berat.1
Fase awal; pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai
derajat kesulitan aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya, serta
kepuasan terhadap aktivitasnya. Pasien diminta untuk melakukan sejumlah
aktivitas yang menyenangkan. Latihan keterampilan sosial, asertif, dapat
meningkatkan hubungan interpersonal dan dapat menurunkan interaksi submisif.
Fase akhir; fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan pemecahan
masalah. Diharapkan ilmu yang didapat di dalam terapi dapat digeneralisasi dan
dipertahankan dalam lingkungan pasien sendiri.
Psikoterapi suportif
Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberikan kehangatan,
empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan emosinya dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor-
faktor presipitasi dan membantu mengoreksi. Bantu memecahkan problem
eksternal (misalnya masalah pekerjaan, rumah tangga). Latih pasien untuk
26
mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan datang. Temui pasien sesering
mungkin (mula-mula 1-3 kali perminggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai
tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi sangat
memprovokasi kemarahan terapis (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan
yang tak masuk akal, dll).1-3
Psikoterapi psikodinamik
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, ayitu kerentanan psikologik
terjadi akibat konflik perkembangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam
periode jangka panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang
menyeluruh yang diduga mendasari gangguan depresi. Misalnya problem yang
berkaitan dengan rasa bersalah, rasa rendah diri, berkaitan dengan pengalaman
yang memalukan, pengaturan emosi yang buruk, defisit interpersonal akibat tak
adekuatnya hubungan dengan keluarga.2
Psikoterapi dinamik singkat (brief dynamicpsychotherapy)
Sesinya berlangsung lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan
yang aman buat pasien. Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat
mengekspresikannya.
Terapi kelompok
Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada bebrapa keuntungan
terapi kelompok, yaitu :
- Biaya lebih murah
- Ada destigmatisasi dalam memandang orang lain dengan problem yang
sama
- Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktikkan
keterampilan perilaku interpersonal yang baru
- Membantu pasien dalam mengaplikasikan keterampilan baru
27
Terapi kelompok sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat
jalan. Ia juga lebih efektif untuk depresi ringan. Untuk depresi yang lebih
berat, terapi individu lebih efektif.1-3,8
Terapi perkawinan
Problem perkawinan dan keluarga sering menyertai depresi. Ia dapat
mempengaruhi penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan
perkawinan merupakan hal penting dalam terapi.2
Psikoterapi berorientasi tilikan
Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik
tertentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi
mempunyai konflik.2
28
BAB III
KESIMPULAN
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.
Tujuan utama penatalaksanaan depresi adalah untuk mengakhiri episode
depresi saat ini. Selain itu, penatalaksanaan juga harus diarahkan pada tujuan
terjaminnya keselamatan pasien, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien serta
rencana terapi yang bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien di
masa yang akan datang.
Pada dasarnya semua obat antidepresi memiliki efek primer yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping).
Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada depresi ringan dan
sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum,
pemilihan obat antidepresi sebaiknya mengikuti urutan (step care) sebagai
berikut:
Step 1 : Golongan SSRI (fluoxetine, sertraline, dll)
Step 2 : Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll)
Step 3 : Golongan Tetrasiklik (Maproptiline, dll)
Golongan atypical (Trazodone, dll)
Golongan MAOI reversibel (Moclobemide).
Selain dengan farmakoterapi bisa juga dikombinasi dengan psikoterapi.
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan
dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif.
Terapi ini dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang profesional antara
terapis dan pasien.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Jilid 1. Jakarta: Bina rupa aksa publisher; 2010.
2. Amir, Nurmiati. Depresi – Aspek neurobiologi – Diagnosis dan tatalaksana.
Jakarta : Balai Penerbit; 2005
3. Amir, Nurmiati, dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa. Jakarta :
PP PDSKJI; 2012
4. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Cetakan ke-1. Jakarta:
Bagian ilmu kedokteran jiwa FK unika atma jaya; 2001
5. Ghaemi, S Nassir. Practical guides in psychiatry mood disorder. Philadelphia
: Lippincott williams and wilkins; 2003
6. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ketiga.
Jakarta: Bagian ilmu kedokteran jiwa FK unika atma jaya; 2007
7. Alan J, dkk. Practice guideline for the treatment of patients with major
deppressive disorder. 3rd edition. American psychiatric association; 2010
8. Therapy, Medication, and Lifestyle Changes That Can Help Depression.
www.helpguide.org
9. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medik; 2002.