bab ii mankep jadi

Upload: nmakhmudah

Post on 09-Jul-2015

543 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Kata Pengantar Segala puji dan syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan bimbinganya sehingga kami penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini, tepat pada waktunya. Isi yang dibahas di dalam makalah ini mengenai perencanaan strategi manajemen keperawatan di rumah sakit dengan menggunakan analisis SWOT, pembahasan tentang manajemen sumber daya manusia serta pemecahan soalsoal kasus yang telah diberikan. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajement Keperawatan dan melatih kemampuan kami penulis untuk menerapkan berbagai teori manajemen keperawatan dalam menghadapi kasuskasus yang diberikan serta dapat menyusun perencaaan strategis danoperasional dari area pelayanan keperawatan tertentu sesuai dengan langkah-langkah perencanaan sehingga memiliki gambaran sebelum terjun

kelapangan. Pada kesempatan ini kami penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memeberikan dukungan serta bantuan dalam pembuatan makalah ini. Kami penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik selalu saya nantikan. Terakhir, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pemahaman kita mengenai mata kuliah Manajemen Keperawatan. Jatinangor, ........................

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN Rumah sakit oleh WHO (1957) berfungsi memberikan pelaayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Fungsi Rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes R.I. 1989). Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna ( Ilyas : 2001.) SDM Kesehatan selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, terutama dalam Puskesmas maupun Rumah Sakit karena tim kesehatan sebagai perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan dari Rumah Sakit. Perencanaan tenaga kesehatan harus tepat sesuai dengan beban kerja Rumah Sakit karena merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan yang fungsinya sangat menunjang pencapaian visi Indonesia sehat 2010. Pengelolaan SDM kesehatan khususnya perencanaan kebutuhan SDM kesehatan selama ini masih bersifat administratif kepegawaian dan belum dikelola secara profesional, masih bersifat top down (dari pusat), belum bottom up (dari bawah), belum sesuai kebutuhan organisasi dan kebutuhan nyata di lapangan, serta belum berorientasi pada jangka panjang. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh personil/pegawai yang dapat mengelola organisasi tersebut

ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia. Menurut Hasibuan (2001 :10) manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien, membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat . Sedangkan menurut Simamora (2004 : 4) manajemen sumber daya manusia adalah , pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Sumberdaya organisasi tentu yang dimiliki oleh organisasi yang terdiri dari manusia dan benda/barang yang dalam hal ini apakah sumberdaya tersebut telah siap menghadapi persaingan yang sedemikian cepat. Identifikasi perubahan dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti misalnya mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi baik sekarang maupun ke depan. Lebih jauh dijelaskan definisi strategi mengandung dua komponen yang saling melengkapi, yaitu : future intentions atau pengembangan pengawasan jangka panjang dan menetapkan komitmen untuk mencapainya, dan kompetitive advantage atau pemahaman yang dalam, tentang cara terbaik untuk berkompetisi dengan pesaing di dalam pasar. Pernyataan perencanaan strategic dapat dijabarkan dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunities, and Threats) atau mengidentifikasi kemampuan organisasi Rumah Sakit dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan serta sasaran Rumah Sakit tersebut, seperti kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi organisasi. Analisa SWOT sangat penting untuk dilakukan oleh Rumah Sakit. Beberapa manfaat dari dilakukannya analisa SWOT ini adalah untuk melakukan perencanaan dalam upaya mengantisipasi masa depan dengan melakukan pengkajian bedasarkan pengalaman masa lampau, ditopang sumber daya dan kemampuan yang miliki saat ini yang akan diproyeksikan kemasa depan, untuk menganalisis kesempatan/peluang dan kekuatan dalam membuat rencana jangka panjang, untuk

mengatasi ancaman dan kelemahan yang mempunyai kecendrungan menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana untuk perbaikan.

BAB II PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA Kebutuhan akan penentuan upah yang ilmiah di rumah sakit bukan lagi hal yang harus dipertanyakan. Ketidakpuasan berkenaan dengan upah mempunyai tiga sebab yang terpisah : ketidakadilan tingkat upah yang dibayarkan di dalam satu golongan dan antara golongan yang oleh karyawan dianggap setara dengan golongan mereka, paksaaan dari individu atau kelompok untuk mendapat pendapatan yang lebih tinggi, dan ketidakcocokan memposisikan dalam pasar. Jabatan di dalam lembaga, menetapkan skala upah yang menggabungkan perbedaan-perbedaan yang layak antar-jabatan, dan mengoreksi ketidakadilan bayaran yang diperlukan. Bila upah jabatan yang dapat dipertahankan ditetapkan atas dasar yang logis semu-ilmiah (quasi-scientific), maka persoalan kompensasi akan dapat keluar dari perkiraan, kesewenangan dan subjektifitas, sementara upah yang ditentukan menurut selera dihapuskan. Dengan menetapkan pola upah formal, yang sesuai dengan tarif upah rumah sakit di wilayah tersebut dan tarif upah yang umum di komunitas, evaluasi jabatan menjadi suatu peralatan kunci bagi administrasi dalam menghadapi persaingan. 2.1. Analisa Jabatan Analisa jabatan adalah penentuan ilmiah dari sifat jabatan tertentu yang sesungguhnya. Tiap-tiap tugas yang membentuk suatu kerjaan atau jabatan ditelaah, begitu juga keterampilan, pengetahuan, kemampuan, dan tanggung jawab yang diperlikan dari seorang pekerja. Analisa jabatan memeriksa jabatan sebagimana adanya tuga-tugas, tanggung jawab, kondisi kerja, dan hubungan dengan pekerjaan lain. Ada tiga langkah dalam analisa jabatan: identifikasi jabatan secara lengkap dan akurat pemaparan tugas-tugas jabatan dan pernyataan persyaratan untuk kinerja yang berhasil. Melalui analisa jabatan fakta-fakta pekerjaan akan dijamin untuk tujuan berikut :

a. Evaluasi jabatan : fakta-fakta yang dikumpulkan dari analisa jabatan

digunakan dalam evaluasi jabatan yang akan menyusun upah.b. Seleksi dan penempatan : analisa jabatan menghasilkan deskripsi

pekerjaan-spesifikasi yang merupakan petunjuk yang runtut dan efektif untuk menyesuaikan pelamar dengan posisinya.c. Evaluasi kinerja : deskripsi jabatan yang terukur memberikan standar

untuk menentukan gaji seorang karyawan.d. Pelatihan : informasi rinci yang didapat dari analisa jabatan dapat menjadi

basis bagi kirikulum departemen pelatihan.e. Hubungan tenaga kerja : analisa jabatan memberikan rincian tugas-tugas

spesifik yang dapat digunakan untuk menjawab keluhan sehubungan dengan sifat tanggung jawab para karyawan.f. Survai upah dan gaji : analisisa jabatan memberikan suatu metode untuk

membandingkan tarif jabatan dalam satu lembaga dengan tarif lembaga jabatan lainnya.g. Analisa organisasional : analisa jabatan dapat menjelaskan garis-garis

tanggung jawab dan wewenang dengan memecah tiap jabatan secara rinci dan dapat menunjukan penempatan funsional dari jabatan dalam organisasi. Tiga metode dasar untuk memperoleh informasi mengenai jabatan adalah: a. Mengirimkan kuesioner kepada pemegang jabatan yang kemudian diperiksa oleh penyedia. b. Mengadakan wawancara oleh analisis jabatan. c. Mengadakan pengamatan pribadi terhadap tenaga kinerja sesungguhnya dari suatu jabatan oleh seorang analisis jabatan. 2.2 Deskripisi Jabatan Brandt menyatakan bahwa tidak ada satu alat pun untuk administrasi gaji dan upah yang efektif yang sepenting deskripsi jabatan, sekalipun begitu keliatan sekali bahwa deskripsi jabatan tersebut jauh lebih sedikit mendapat perhatian daripada yang diperlukannya untuk memastikan bahwa deskripsi jabatan tersebut

semestinya sudah dipersiapkan dan digunakan secara akurat atau terarah. Kritik ini ditunjukan pada bagian administrasi upah dan gaji modern dari departemen sumber daya manusia rumah sakit di seluruh negara. Sekali semua persyaratan suatu jabatan tertentu dikumpulkan, maka analisa jabatan meninjau kembali kuesioner dan mencatat dari sebuah wawancara atau observasi langsung dan mengoorganisir informasi-informasi tersebut ke dalam sebuah deskripsi jabatan. Patten, littlefield dan self menawarlkan delapan prinsip berikut ini sebagai pedoman untuk penulisan deskripsi jabatan yang efektif : a. Menyusun tugas-tugas jabatan ,dalam urutan yang logis. Jika ada siklus kerja yang pasti, tugas dapat dijabarkan dalam urutan kronologis. Apabila siklus kerja tidak teratur, tugas yang lebih penting harus didaftar terlebih dahulu di ikuti oleh tuga-tugas yang kurang penting.b. Memisahkan tugas-tugas dengan jelas dan ringkas tanpa masuk ke dalam

rincian, sehingga gambaran tersebut menyerupai sebuah analisa gerak. c. Memulai tiap bagian dengan sebuah kata kerja fungsional aktif dalam bentuk kini.d. Menggunakan kata kuantitatif jika mungkin. e. Menggunakan kata-kata spesifik jika mungkin f. Mencegah nama kepemilikan yang dapat memberikan gambaran asing

ketika terjadi perubahan peralatan. g. Menentukan atau memperkirakan presentasi waktu yang dihabiskan untuk tiap aktivitas, dan menunjukan apakah tuguas-tugas regular atau tak berkala. h. Membatasi penggunaan kata-kata mungkin sehubungan dengan kinerja tugas-tugas tertentu. Deskripsi jabatan menjadi sangat diperlukan dalam proses pengklasifikasian kerja kedalam komponen-komponen manajemen. Untuk menjamin persetujuan maksimum antara penyedia dan bawahan, administrator harus memberikan deskripsi jabatan yang mutakhir dan tertulis dengan baik. Deskripsi ini harus dipublikasikan secara luas, dan penyedia serta pemegang jabatan dalam tiap posisi harus menyetujui isinya. Deskripsi ini adalah pondasi guna membangun sebuah rencana evaluasi jabatan formal, petunjuk yang objektif dan efektif, untuk seleksi

dan penempatan yang intelejen, dan sumber informasi yang rinci untuk membuka program-program pelatihan. Dengan kuallifikasi yang tepat, deskripsi jabatan juga digunakan sebagai suatu standar untuk menilai tingkat para karyawan. 2.3 Evaluasi jabatan Tujuan dari evaluasi jabatan yang utama adalah untuk menentukan nilai aktif tia[p jabatan didalam lembaga menurut penentuan dasar dari persyaratan tiap pekerjaan. Sekali hubungan antar jabatan-jabatan telah ditetapkan maka perbedaan upah yang layak dapat dirancanng, dan ketidakadilan yang ada dapat dikoreksi Karena rencana evaluasi jabatan pada akhirnya dapat mempengaruhi setiap pekerja di dalam rumah sakit dan karena keputusan dan kebijaksanaan yang kritis harus dibuat, sebaiknya ada komite evaluasi jabatan yang representatif. Pada rumah sakit ukuran rata-rata, komite yang baik umumnya tersusun atas direktur sumber daya manusia, direktur perawat, manajer layanan bangunan, insinyur eksekutif, dan seorang perwakilan administrasi laboratorium. Anggota komite secara keseluruhan sangat penting mempunyai pengetahuan yang luas mengenai banyaknya wilayah pekerjaan yang sangat besar di dalam lembaga. Para anggota harus bersifat tidak memihak dan analitik. Rencana evaluasi jabatan merupakan dasar bagi program kompensasi rumah sakit, oleh karena itu prinsip-prinsip dasar berikut disetujui sejak permulaan, diantaranya adalah: a. Menjamin penyesuaian gaji (naik) untuk para karyawan yang dibayar kurang sekarang ini, sesuai dengan hasil evaluasi. b. Mencegah penyesuaian gaji (turun) untuk para karyawan saat ini sebagai akibat dari evaluasi. c. Membayar para karyawan dengan tarif yang setara atau lebih baik untuk posisi yang memerlukan keterampilan, usaha, dan tanggung jawab. d. Menetapkan dan mempertahankan perbedaan upah yang adil antara jabatan-jabatan di semua departemen berkenaan dengan nilai tiap jabatan pada lembaga.

e. Membayar semua karyawan menurut perundang-undangan/peraturan negara atau federal yang berlaku mengenai upah, jam, dan kesepakatan kerja lainnya. f. Mengikuti prinsip pembayaran yang setara untuk penempatan kerja yang sama di dalam lembaga. g. Mengakui dan menghargai para karyawan berdasarkan pada kemampuan masing-masing, kinerja yang menonjol, dan panjangnya pelayanan dalam kisaran tarif yang ditetapkan untuk jabatan yang diduduki. h. Mengembangkan sebuah rencana yang objektif, sederhana, dan dapat diterima bagi personil yang bersnagkutan. i. Mengembangkan sebuah rencana yang fleksibel dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan unik lembaga. Dua tipe evaluasi jabatan yang paling umum digunakan adalah metode angka dan metode perbandingan faktor atau variasi dari keduanya. Keduanya merupakan sistem yang kuantitif dan memandang tiap jabatan sebagai satu elemen pada saat yang sama. Metode penilaian angka mengukur sifat spesifik dari sebuah jabatan dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sifat jabatan yang paling umum diukur dalam metode ini mencakup pendidikan, pengalaman, kerumitan tugas, tanggung jawab moneter, kontak, kondisi kerja, dan untuk jabatan penyelia, tipe dan luas penyeliaan. Jumlah angka yang diberikan pada jabatan tertentu menunjukkan kedudukan relatifnya di antara jabatan-jabatan yang sedang dinilai. Jabatan sebagai suatu keseluruhan tidak diukur. Rencana pembandingan unsur tidak memakai skala khusus untuk ukuran jabatan. Kandungan yang penting dari rencana semacam itu adalah perbandingan jabatan dengan jabatan, bukan perbandingan jabatan dengan skala yang telah ditentukan terlebih dahulu. Jabatan-jabatan kunci dibandingkan satu sama lain atas dasar beberapa faktor termasuk tuntutan mental, keterampilan, kondisi kerja, tanggung jawab dan tuntutan fisik. Asumsi dasar dari metode ini adalaha bahwa jabatan-jabatan kunci ini mempunyai tarif gaji tertentu dan oleh karena itu

mewakili suatu standar. Pertimbangan yang terkumpul berdasarkan pada penilaian berulang dari evaluator yang cakap harus dipergunakan dalam memperoleh gambaran akhir. Metode penilaian jabatan lain yang jarang digunakan di rumah sakit adalah metode klasifikasi dalam pemeringkatan. Metode pemeringkatan memandang tiap jabatan sebagai keseluruhan dan mengukur tiap jabatan terhadap jabatan lain. Metode ini berusaha untuk menetapkan sebuah urutan nilai relatif. Deskripsi jabatan diperlukan, tetapi jabatan tersebut tidak dibagi ke dalam unsur-unsur. Untuk menggunakan rencana semacam ini, yang dapat diterapkan pada lembaga yang lebih kecil, perlu dipilih para anggota komite yang sudah terbiasa dengan kisaran jabatan yang luas. Metode klasifikasi dikenal dengan metode penggolongan yang telah ditentukan terlebih dahulu, secara luas digunakan dalam menilai jabatan di dalam pemerintahan negara bagian dan federal. Penilaian tersebut dikerjakan dengan menyiapkan seperangkat golongan jabatan, dengan definisi untuk tiap golongan dan menggolongkan masing-masing jabatan dalam kaitannya dengan bagaimana sebaiknya jabatan-jabatan tersebut sesuai dengan definisi jabatan. Sebuah daftar jabatan patokan (Benchmark), yang menjadi ilustrasi dari tipe jabatan yang cocok dengan golongan khusus biasanya menyertai tiap deskripsi golongan. Yang mendasari metode klasifikasi jabatan adalah prinsip dasar bahawa dalam suatu kisaran jabatan tertentu yang mana terdapat perbedaan-perbedaan dalam tingkatan tugas, tanggung jawab dan keterampilan yang diperlukan untuk kinerja. 2.4 Administrasi Upah dan Gaji Penting sekali sebuah Rumah sakit mengembangkan sebuah kebijaksanaan yang jelas mengenai upah dan gaji, termasuk tanggung jawab untuk melaksanakan kebijaksanaan itu. Pada tahun 1970, rumah sakit Mount Sinai di New york menguraikan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut, diantaranya adalah:a. Merupakan menjadi tanggung jawab dari direktur SDM untuk menetapkan

tujuan upah, kebijaksanaan upah dan gaji, menyelaraskan aktifitas-aktifitas

yang terlibat di dalam menangani urusan upah dan menilai kinerja terhadap tujuan ini, mempersiapkan dan memperbaharui deskripsi jabatan dan melaksanakan evaluasi dalam analisa jabatan. b. Direktur SDM adalah wakil direktur eksekutif untuk administrasi kebijaksanaan upah dan gaji. Dia bertanggung jawab untuk menjamin bahwa kebijaksanaan, program, dan prosedur gaji serta upah yang disetujui ditata untuk memenuhi persyaratan institusi; merekomendasikan perubahan tujuan dan kebijakan upah dan gaji; setelah menggolongkan semua jabatan ke dalam klasifikasi jabatan yang sesuai dan peringkat menurut persyaratan fungsi, menetapkan dan menyetujui tarif kompensasi yang akan diterima oleh karyawan untuk kinerjanya atas dasar jam atau gaji; menyetujui semua pemindahan karyawan, promosi, penurunan pangkat, dan peningkatan jasa; menetapkan serta menjalankan pemeriksaan periodik untuk memastikan dan menjamin semua karyawan telah digolongkan dengan tepat. c. Departemen SDM menjalankan survai upah dan gaji berkala yang diperlukan untuk mempertahankan tarif yang wajar bagi posisi di dalam lembaga d. Departemen SDM menjalankan pemeriksaan berkala bagi program administrasi upah dan gaji; tujuan dan kebijakan upah, struktur administrasi bagi administrasi upah gaji, rencana pentarifan jasa, praktek-praktek upah dan administrasi gaji. Merancang bentuk formulir yang sesuai merupakan unsur kunci dalam mengembangkan kendali atas upah dan gaji. Banyak rumah sakit membuat formulir dengan program komputer, dimana formulir yang paling umum adalah formulir requisisi. Formulir ini digunakan untuk menetapkan posisi baru, untuk menjamin persetujuan administratif yang sesuai bagi legitimasi kebutuhan, untuk membantu perekrutan, dan memprakarsai aksi daftar gaji. Formulir ini juga digunakan untuk penempatan personil. Formulir aksi personil adalah sebuah dokumen yang dipergunakan untuk memohon perubana status, seperti klasifikasi ulang, pemindahaan, kenaikan gaji, dan pengakhiran masa tugas. Berkas-berkas personil yang dapat disusun secara manual atau dengan menggunakan komputer

sangat penting, untuk menjamin bahwa rentang kerja umur karyawan dan lembaga dicerminkan dalam sebuah formulir permanent atau terproteksi. Selain tangguang jawab lain, divisi upah dan gaji bertanggung jawab untuk mengawasi skema tabel organisasi yang sah. Laporan personil lain yang berasal dari divisi upah dan gaji adalah laporan perputaran,lporan senioritas, laporan upah rata-rata, laporan evaluasi cuti. 2.5 Perencanaan Tenaga Keperawatan Perencanaan atau staffing merupakan slah satu fungsi utama seseorang pemimpin organnisasi, termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Druicicter dan Gillies 1994 meliputi hal-hal sebagai berikut :a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan

diberikan. b. Menetukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pelayanan keperawatan.c. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan. d. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.. e. Melakukan seleksi calon-calon yang ada. f. Menentukan tenagaa perawat sesuai dengan unit atau shift. g. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan

keperawatan. Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk

menggunakan tenaga keperawatan yang sesuai untuk lebih akuratnya dalam perencanaan tenaga keperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mem;punyai keyakinan tertentu dalam organisasinya : a. Rasio antara perawat dan klien di dalam ruangan keperawatan itensif adalah 1:1 atau 1:2

b. c.

Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medikal bedah, kebidanan, anak dan psikiatri adalah 2:1 atau 3:1 Rasio antara perawat dan klien antara shift pagi dan sore adalah 1:5, untuk malam hari dan ruang rawat lain-lain 1:10 Jumlah tenaga terampil ditentukan oleh tingkat ketergantungan klien.

Menurut abdulah dan Levine (1965) dalam gillies (1994), seharusnya dalam suatu unit ada 55% tenaga ahli dan 45 % tenaga terampil. Dalam menentukan kebutuhan tenaga keperawatan harus memperhatikan beberapa faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya seperti berikut : a. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit. b. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien. c. Rata-rata hari perawatan klien. d. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung. e. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan. f. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung. g. Pemberian cuti. 2.5.1 Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Menurut Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar sebagai berikut : a. Kategori I : self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari 1) kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri 2) makanan dan minum dilakukan sendiri 3) ambulasi dengan pengawasan 4) observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift 5) pengobatan minimal dengan status psikologi stabil 6) perawatan luka sederhana. b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari

1) kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu 2) observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam 3) ambulasi dibantu 4) pengobatan dengan injeksi 5) klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat 6) klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi. c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/hari 1) semua kebutuhan klien dibantu 2) perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan 3) observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam 4) makan dan minum melalui selang lambung 5) pengobatan intravena perdrip 6) dilakukan suction 7) gelisah / disorientasi 8) perawatan luka kompleks. 2.5.2 staf Metode Penugasan Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi dan klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis metode penugasan yang berkembang saat ini adalah sebagai berikut : a. Metode Fungsional Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal. Kepala Ruangan

Perawat: pengobatan

Perawat: rawat luka

Perawat: pengobatan

Perawat: rawat luka

Pasien

Gambar 1 : Sistem pemberian asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 1998) Kelebihan :1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tiugas yang jelas

dan pengawasan yang baik. 2) Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga.3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum berpengalaman. Kelemahan : 1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat. 2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan. 3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja. b. Metode Perawatan Tim Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif (Douglas, 1992) Tujuan Metode Tim : 1) Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif 2) Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar 3) Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda Konsep Metode Tim : 1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.

2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. 3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim. 4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika didukung oleh kepala ruang. Kelebihan : 1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. 2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan. 3) Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim. Kelemahan :1) Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,

yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk (memerlukan waktu).2) Perawat yang belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk

bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu 3) Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur Kepala Ruang

Ketua Tim Staf Perawat Pasien / Klien

Ketua Tim Staf Perawat Pasien / Klien

Ketua Tim Staf Perawat Pasien / Klien

Gambar 2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan Team Nursing (Marquis dan Huston, 1998)

c. Metode Primer Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dengan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer : 1) Ada tanggungjawab dan tanggunggugat 2) Ada otonomi 3) Ketertiban pasien dan keluarga Kelebihannya : 1) Model praktek profesional 2) Bersifat kontinuitas dan komprehensif 3) Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri kepuasan perawat 4) Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya Kelemahannya : 1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akontable serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

2) Biaya lebih besarKepala ruang Kepala ruang Kepala ruang

Perawat Primer Pasien /klien

Perawat pelaksana evening

Perawat pelaksana evening

Perawat pelaksana evening

Gambar 3 : Diagram sistem asuhan keperawatan Primary Nursing (Marquis dan Huston, 1998) d. Metode Kasus Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive care. Kelebihan : 1) Perawat lebih memahami kasus per kasus 2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah Kekurangan : 1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab

2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang samaKepala ruang Kepala tim Kepala tim Pasien/kli en Kepala tim Pasien/kli en

Pasien/kli en

Gambar 4 : Sistem sistem asuhan keperawatan Case Method Nursing (Marquis dan Huston, 1998) 2.5.3 Tanggung Jawab Kepala Ruangan (Karu), Ketua Tim (Katim) dan Anggota Tim Secara umum, masing kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda, antara lain : 1) Tanggung Jawab Karu : a)c)

Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf Memberi kesempatan katim untuk mengembangkan keterampilan

b) Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan kepemimpinan dan managemen d) Mengorientasikan tenaga baru e) f) Menjadi narasumber bagi tim Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset keperawatan

g) Menciptakan iklim komunikasi terbuka 2) Tanggung Jawab Katim : a) Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga b) Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan (renpra), menerapkan tindakan keperawatan dan mengevaluasi renpra c) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui komunikasi yang konsisten

d) Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas asuhan keperawatan melalui konfrens e) Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan oleh anggota tim f) Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan 3) Tanggung Jawab Anggota Tim : a) Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim b) Memberikan perawatan total/komprehensif pada sejumlah pasien c) Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak ada di tempat d) Berkontribusi thd perawatan observasi terus menerus ikut ronde keperawatan berinterkasi dgn pasien & keluarga berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah 2.5.4 Cara Perhitungan Jumlah dan Kategori Tenaga Keperawatan a. Metode Douglas Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masingmasing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai berikut : Jmlh Klien 1. 2. Minimal Pagi Sore 0,17 0,14 0,34 0,28 Partial Malam Pagi Sore 0,07 0,27 0,15 0,14 0,54 0,30 Total Malam Pagi 0,10 0,36 0,20 0,72 Sore 0,30 0,60 Malam 0,20 0,40 Klasifikasi Klien

3. Dst.

0,51

0,42

0,21

0,81

0,45

0,30

1,08

0,90

0,60

Contoh : Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan : Minimal Pagi Sore Malam Partial total Jumlah

0.17 x 3 = 0.27 x 8 = 0.36 x 6 = 4.83 (5) orang 0.51 2.16 0.14 x 3 = 0.15 x 8 = 1.2 0.42 0.07 x 3 = 0.10 x 8 = 0.8 2.16 0.3 x 6 = 1.8 .42 (4) orang 3 0.2 x 6 = 1.2 2.21 (2) orang 11 orang

0.21 Jumlah secara keseluruhan perawat perhari

b. Metode Sistem Akuitas Kelas I : 2 jam/hari Kelas II : 3 jam/hari Kelas III : 4,5 jam/hari Kelas IV : 6 jam/hari Untuk tiga kali pergantian shift Pagi : Sore : Malam = 35% : 35 % : 30% Contoh : Rata rata jumlah klien 1. kelas I 2. kelas II 3. kelas III = 3 orang x 2 jam/hari = 8 orang x 3 jam/hari = 4 orang x 4.5 jam/hari = 6 jam = 24 jam = 18 jam

4. kelas IV Jumlah jam : - pagi/sore - Malam

= 2 orang x 6 jam/hari

= 12 jam 60 jam

= 60 jam x 35% = 2.625 orang (3 orang) 8 jam = 60 jam x 30% = 2.25 orang (2 orang ) 8 jam

Jadi, jumlah perawat dinas 1 hari = 3+3+2 = 8 orang. c. Metode Gillies Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit perawatan adalah sebagai berikut : Jumlah jam keperawatan Yang dibutuhkan klien/hari Jumlah hari/tahun x rata rata klien/hari hari libur Masing masing Perawat = jumlah keperawatan yang dibutuhkan /tahun jumlah jam keperawatan yang di berikan perawat/tahun = jumlah perawat di satu unit Prinsip perhitungan rumus Gillies : Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah :1) waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan

jumlah x x hari/tahun jumlah jam kerja tiap perawat

spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = x 4 = 1 jam , keperawatan partial (partial care ) = x 4 = 3 jam , keperawatan total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8 jam. 2) Waktu keperawatan tidak langsung menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari

menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1

jam/klien/hari 3) Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25 jam/hari/klien4) Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit

berdasarkan rata-rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus : Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu x 100 % Jumlah tempat tidur x 365 hari Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari.

Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu : 73 hari ( hari minggu/libur = 52 hari ( untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya ), hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari).

Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari)

Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan /cadangan ).

Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % Contoh : Rata rata jam perawatan klien per hari = 5 jam/hari Rata rata = 17 klien / hari (3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total) Jumlah jam kerja tiap perawat = 40 jam/minggu ( 6 hari/minggu ) jadi jumlah jam kerja perhari 40 jam dibagi 6 = 7 jam /hari Jumlah hari libur : 73 hari ( 52 +8 (cuti) + 13 (libur nasional) Jumlah jam keperawatan langsung

- Ketergantungan minimal = 3 orang x 1 jam = 3 jam - Ketergantungan partial = 8 orang x 3 jam = 24 jam - Ketergantungan total Jumlah jam Jumlah keperawatan tidak langsung 17 orang klien x 1 jam = 17 jam Pendidikan Kesehatan = 17 orang klien x 0,25 = 4,25 jam Sehingga Jumlah total jam keperawatan /klien/hari : 63 jam + 17 jam + 4,25 jam 17 orang Jumlah tenaga yang dibutuhkan : 4,96 x 17 x 365 = 30.776,8 = 15,06 orang ( 15 orang ) (365 73) x 7 2044 = 4,96 Jam/klien/hari = 6 orang x 6 jam = 36 jam = 63 jam

Untuk cadangan 20% menjadi 15 x 20% = 3 orang Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan secara keseluruhan 15 + 3 = 18 orang /hari Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 % = 10 : 8 orang d. Metode Swansburg Contoh : Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari . Jumlah jam kontak langsung perawat klien = 5 jam /klien/hari. 1) total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam jumlah perawat yang dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143 ( 12 orang) perawat/hari 2) Total jam kerja /minggu = 40 jam jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1 minggu) = 84 shift/minggu

jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14 orang (jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu dan 7 jam/shift) Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999), merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas dalam satu hari pagi : siang : malam = 47 % : 36 % : 17 % Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang - Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang - Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang - Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

BAB III ANALISIS KASUS Kasus 1 Deskripsi situasi pelayanan: Sebuah rumah sakit bernama X berkapasitas 250 tempet tidur yang terletak di Kota Bandung telah berdiri sejak 15 tahun yang lalu, dipimpin oleh seorang Direktur Utama, ahli administrasi lulusan Universitas Technology of Sidney (UTS). Rumah sakit (RS) ini memiliki 12 spesialisasi keilmuah kedokteran, namun belum terakreditasi, dan memperkerjakan 327 tenaga Perawat, 156 non keperawatan (administrasi dan lain-lain), 16 dokter umum, 2 dokter bedah, 1 dokter anesthesia, dokter spesialis (berbagai spesialisasi) terdaftar di RS ini. Pada lima tahun terakhir, kondisi ketenagaan (SDM) dan pelayanan yang diberikan makin memprihatinkan, turn over tenaga Perawat mencapai 19%, dokter-dokter spesialis banyak pindah ke RS lain. Sedangkan yang masih terdaftar pun hanya bertahan dengan memperlihatkan kinerja yang buruk, sering datang terlambat dalam menangani pasien-pasiennya, serta yang paling mencemaskan adalah mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendengarkan keluhan pasien dengan baik. Akibatnya tingkat hunian (BOR) pada tiga tahun terakhir ini menurun drastic hingga 47%. Di Ruang Perawatan P. Dalam dewasa, dengan kapasitas 35 tempat tidur. BOR (tingkat Hunian) dalam 3 bulan terakhir 75%; sebaran tingkat ketergantungan sebagai berikut: Tingkat ketergantungan mandiri 30%, ketergantungan sebagian 50% dan ketergantungan total 20% dari BOR. Dalam tahun 2010 jumlah hari libur adalah 16 hari, hari minggu 52, perawat menadpat hak cuti selama 12 hari kerja per tahun, dan kemungkinan sakit diperhitungkan sekitar 7 hari dalam 1 tahun, dan cuti karena hal lain sekitar 3 hari dan jam produktif per hari adalah 7 jam selama 6 hari.

Untuk memperbaiki pelayanan kepada pasien, saat ini direncakan ruangan tersebut akan dibentuk dalam bentuk model keperawayan professional yang akan dipilih yaitu metode tim, fungsional atau MPKP. Data ketenagaan yanga ada adalah: kualifikasi pendidikan 2 orang perawat ners, 13 orang dengan ahli madya keperawatan. Learning Objectif 1. Analisis SWOT (tambahkan data sendiri secara fiktif) 2. Berdasarkan deskripsi situasi di atas, a. Tentukan volume kerja pada ruang perawatan penyakit dalam b. Tentukan kapasitas kerja c. Tentukan jumlah kebutuhan perawat 3. Dari jumlah perawat yang sudah anda tentukan, apakah kebutuhan pelayanan keperawatan pada pasien sudah akan tertangani? Apabila belum akan tertangani, kebutuhan untuk pelayanan apa yang harus diidentifikasi? 4. Berkaitan dengan pertanyaan no 2, unsure-unsur apa yang dibutuhkan untuk menghitung kebutuhannya? Jawab :1. Analisis SWOT MATRIKS IFE

Critical Success FactorsM1 (Ketenagakerjaan) Kekuatan 1. Direktur utama ahli administrasi lulusan universitas Technology of Sidney 2. 12 spesialis kedokteran

Bobot

Peringk at

Skor

Keteranga nSW=0,20

0,15

2

0,30

0,30 0,35 0,20

5 5 4

1,50 1,75 0,80

3. 327 tenaga perawat 4. 16 dokter umum, 2 dokter bedah, I dokter anastesia, dan 30 dokter spesialis lainnya Total Kelemahan 1. Turn over perawat hingga 19% 2. Dokter spesialis pindah ke rumah sakit lain 3. Kinerja yang buruk 4. Waktu untuk pasien sedikit 5. Pendidikan : 2 perawat ners, 13 D3, sisanya Spk Total

1,00

4,35

0,15 0,15 0,25 0,20 0,25

4 3 5 5 5

0,60 0,45 1,25 1,00 1,25

1,00

4,55

MATRIKS EFE

Critical Success FactorsM1 (Ketenagakerjaan) Peluang 1. Banyak perawat lulusan S1 2. Jumlah dokter umum dan spesialis meningkat setiap tahun Total Ancaman 1. Tingkat hunian (BOR) 47%

Bobot

Peringk at

Skor

Keteranga nOT= -0,80

0,5 0,5

3 3

1,50 1,50

1,00

3,00

0,20

3

0,60

2. Rumah sakit lain yang memiliki banyak tenaga kerja perawat lulusan S1 3. Rumah sakit lain yang memiliki banyak dokter spesialis Total

0,40

4

1,60

0,40

4

1,60

1,00

3,80

Matriks TOWS/SWOT untuk M1 (Ketenagakerjaan) Factor internal Kelemahan 1. Turn over perawat hingga 19% 2. Dokter spesialis pindah ke rumah sakit lain 3. Kinerja yang buruk 4. Waktu untuk pasien sedikit 5. Pendidikan : 2 perawat ners, 13 D3, sisanya Spk Kekuatan 1. Direktur utama ahli administrasi lulusan universitas Technology of Sidney 2. 12 spesialis kedokteran 3. 327 tenaga perawat 4. 16 direktur umum, 2 dokter bedah, I dokter anastesia, dan 30 dokter spesialis lainnya Strategi SO/agresif

Factor eksternal

Peluang 1. Banyak perawat lulusan S1 2. Jumlah dokter umum dan spesialis meningkat setiap tahun Ancaman 1. Tingkat hunian (BOR) 47%

Strategi WO/stabilitas

Strategi WT/defensive 1. Mengikutsertakan

Strategi ST/Diversifikasi

2. Rumah sakit lain yang memiliki banyak tenaga kerja perawat lulusan S1 3. Rumah sakit lain yang memiliki banyak dokter spesialis

seluruh karyawan rumah sakit untuk mengikuti training 2. Menyebarkan kuesioner untuk mengukur tingkat kepuasan pasien dan sebagai bahan evaluasi 3. Studi banding ke rumah sakit-rumah sakit yang lebih maju 4. Tempatkan SDM berdasarkan kemampuan dan kualifikasi pendidikannya masing-masing

KUADRAN SWOT untuk M1 (Ketenagakerjaan) Opportunity

WeaknessKuadran IV Strategi Defensive

Strength

Threats

MATRIKS IFE

Critical Success FactorsM2 (sarana prasarana) Kekuatan 1. Kapasitas tempat tidur 250 TT 2. Ruang Penyakit Dalam Dewasa memiliki 35 TT 3. Rumah sakit yang bersih dan nyaman 4. Ventilasi udara yang baik di setiap ruangan Total

Bobot

Peringk at

Skor

Keteranga nS W = 0,10

0,30 0,20 0,25 0,25

4 3 5 5

1,20 0,60 1,25 1,25

1,00

4,30

Kelemahan 1. Belum terakreditasi 2. Minimnya alat kesehatan Total

0,4 0,6 1,00

3 5

1,20 3,00 4,20

MATRIKS EFE

Critical Success FactorsM2 (sarana prasarana) Peluang 1. Banyak sekolah perawat S1 2. Beasiswa untuk tenaga kesehatan 3. Adanya training

Bobot

Peringk at

Skor

Keteranga nOT=0,75

0,35 0,30 0,35

4 3 4

1,40 0,90 1,40

untuk tenaga kesehatan Total Ancaman 1. Rumah sakit yang telah terakreditasi 2. Rumah sakit dengan fasilitas alat kesehatan yang lengkap 3. Rumah sakit yang memiliki fasilitas askes Total

1,00

3,70

0,25 0,50

3 5

0,75 2,50

0,30

4

1,20

1,00

4,45

Matriks TOWS/SWOT untuk M2 (sarana prasarana) Factor internal Kelemahan 1.Belum terakreditasi 2.Minimnya alat kesehatan Kekuatan 1. Kapasitas tempat tidur 250 TT 2. Ruang Penyakit Dalam Dewasa memiliki 35 TT 3. Rumah sakit yang bersih dan nyaman 4. Ventilasi udara yang baik di setiap ruangan Strategi SO/agresif

Factor eksternal

Peluang 1. Banyak sekolah perawat S1 2. Beasiswa untuk tenaga kesehatan 3. Adanya training untuk tenaga kesehatan Ancaman 1. Rumah sakit yang telah terakreditasi

Strategi WO/stabilitas

Strategi WT/defensive

Strategi ST/Diversifikasi 1. Promosi Rumah

2. Rumah sakit dengan fasilitas alat kesehatan yang lengkap 3. Rumah sakit yang memiliki fasilitas askes

Sakit melalui berbagai media 2. Mengusahakan akreditasi untuk rumah sakit 3. Kerjasama dengan para donatur untuk meningkatkan fasilitas kesehatan (alat kesehatan dan askes)

KUADRAN SWOT untuk M2 (Sarana prasarana) Opportunity

WeaknessKuadran II Strategi Diverifikasi

Strength

Threats

2. Berdasarkan deskripsi situasi di atas, Tentukan volume kerja pada ruang perawatan penyakit dalam

Tentukan kapasitas kerja Tentukan jumlah kebutuhan perawat

Diketahui data rumah sakit: TT (tempat tidur) : 250 TM (tenaga medis) : 49 TNP (tenaga perawat) : 327 TNOP (tenaga non perawat) : 156 BOR (bed of range): 75% Turn over tenaga perawat (keluar masuk) : 19% Data ruang perawatan penyakit dalam: TT : 35 BOR : 75% LOD (level of dependency) I : 30% LOD II LOD III WC (work capacity) Productive hour/day Productive day Day off Hari efektif : 50% : 20% : Libur nasional 16 hari, hari Minggu 52 hari, hak : 7 jam/hari : 6 hari : 90 hari : 365 90 = 275

cuti 12 hari, sakit 7 hari, cuti dll 3 hari

Langkah-langkah untuk perhitungan tenaga keperawatan: A. Tentukan rata-rata jumlah pasien perhari = BOR x Tempat Tidur BOR : 75% x 35 = 26,3

B. Tentukan terlebih dahulu rata-rata jumlah pasien berdasarkan tingkat

ketergantungannya a. Asuhan Keperawatan Langsung (Gillies) -

Self care = x 4 = 1 jam Partial care = x 4 = 3 jam Total care = (1-1,5) x 4 = 4-6 jam Intensive = 2 x 4 = 8 jam

-

b. Asuhan tidak langsung (dokumentasi, dll) = Wolfe&Young = 60 menit/klien/hari c. Pendidikan Kesehatan : 15 menit/hari/klien = 0,25 jam-

LOD I : 30% x 26 = 7,8 = 8 orang pasien LOD II : 50% x 26 = 13 orang pasien LOD III : 20% x 26 = 5,2 = 5 orang pasien

-

Total jam rawat : LOD I : (8x1) + (8x1) + (8x0,25) = 18 jam LOD II : (13x3) + (13x1) + (13x0,25) = 55,25 jam LOD III : (5x6) + (5x1) + (5x0,25) = 36,25 jam

-

Total jam asuhan : 18+55,25+36,25 = 109,5 jam Rata-rata jam asuhan : 109,5/26 = 4,2 jam/pasien

C. a. Formula PPNI

TP

= (4,2x52) x 7 (35x75%) x 125% 41x40 = 40207,4 x 125% 1640

= 30 orang perawat Ket : TP = tenaga perawat A = rata-rata jam asuhan/pasienb. Gillies :

Jml jam asuhan kep/hari x 365 Jml jam kerja efektif/th x jam produktif/hari c. Ilyas : jam rwt/24 jamxBORxTTx365 255 hrxjam kerja/hr d. Ilyas UGD: jam rwt x 365 255 x jam kerja/hr D. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan pershift : Rata-rata klien/hari x rata-rata jumlah perawatan/hari Jumlah jam kerja/hari = 26 x 4,21/7 jam = 15,63 orang = 16 perawat/shift 3. Dari jumlah perawat yang sudah anda tentukan, apakah kebutuhan pelayanan keperawatan pada pasien sudah akan tertangani? Apabila belum akan tertangani, kebutuhan untuk pelayanan apa yang harus diidentifikasi? A. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan pershift : Rata-rata klien/hari x rata-rata jumlah perawatan/hari Jumlah jam kerja/hari = 26 x 4,21/7 jam = 15,63 orang = 16 perawat pershift Dari jumlah perawat yang sudah ditentukan yaitu sejumlah 30 orang perawat, kebutuhan pelayanan keperawatan pada pasien belum dapat tertangani karena

hanya terdapat 15 orang perawat dengan kualifikasi 2 orang perawat ners dan 13 orang ahli madya keperawatan. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan asuhan keperawatan, dapat diberlakukan penjadwalan sesuai kebutuhan dengan proporsi menggunakan teori Waistler (swanburg, 1990) sebagai berikut : B. Proporsi pembagian dinas pagi : dinas sore : dinas malam = 47% : 36% : 17%. Maka pada kondisi diatas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan pershift : Shift pagi : 47% x 30 = 14 orang Shift sore : 36% x 30 = 11 orang Shift malam : 17% x 30 = 5 orang

Selain itu untuk meningkatkan pelayanan dapat dilakukan perekrutan tenaga perawat dengan kualifikasi kombinasi tenaga keperawatan menurut intermountain Helath Care Inc sebagai berikut : a. Kombinasi jumlah tenaga menurut intermountan health care Inc. 58% x 30 orang = 17 orang ( S1 Keperawatan ) 26% x 30 orang = 8 orang ( D3 Keperawatan ) 16% x 30 orang = 5 orang ( SPK ) 55% x 30 orang = 16 orang ( tenaga profesional ) 45% x 30 orang = 14 orang ( tenaga non profesional )

b. Kombinasi menurut abdeliah dan levime :

4. Berkaitan dengan pertanyaan nomor 2 unsur-unsur apa yang diperlukan untuk menghitung kebutuhannya a. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam satu unit b. Kondisi atau tingkat ketergantungan c. Rata-rata hari perawatan klien d. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung e. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan f. Rata-rata waktu kepeerawatan langsung dan tidak langsung

g. Pemberian cuti

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Salah satu aspek penting tercapainya mutu pelayanan di suatu rumah sakit adalah tersedianya tenaga keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Untuk hal ini dibutuhkan kesiapan yang baik dalam membuat perencanaan terutama tentang ketenagaan. Perencanaan ketenagaan ini harus benar benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan dampak pada beban kerja yang tinggi sehingga memungkinkan kualitas pelayanan akan menurun. Dan bila dibiarkan akan menyebabkan angka kunjungan klien ketempat pelayanan kesehatan akan menurun sehingga pendapatan rumah sakit juga akan menurun. Seorang menajer keperawatan harus mampu membuat perencanaan ketenagaan dengan baik, yaitu dengan memanfaatkan hasil perhitungan yang didasarkan pada data-data kepegawaian sesuai dengan yang ada di rumah sakit tersebut. Dalam melakukan penghitungan kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit, kita dapat menggunakan beberapa rumus dimana tiap metode penghitungan pada prinsipnya hampir sama akan tetapi memiliki kekhasan bagi situasi dan kondisi tertentu dari sistem pemberian layanan asuhan keperawatan kepada klien. Dalam kasus ini, dari jumlah perawat yang sudah ditentukan yaitu sejumlah 30 orang perawat, kebutuhan pelayanan keperawatan pada pasien belum dapat tertangani karena hanya terdapat 15 orang perawat dengan kualifikasi 2 orang perawat ners dan 13 orang ahli madya keperawatan. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan asuhan keperawatan, dapat diberlakukan penjadwalan sesuai kebutuhan dengan proporsi menggunakan teori Waistler (swanburg, 1990) 4.2 Saran Berdasarkan kasus ini, Rumah Sakit X memiliki beberapa kekurangan dari segi ketenagakerjaan dan sarana prasarana. Melalui metode MAKP dapat

diidentifikasi kebutuhan Rumah Sakit serta strategi untuk meningkatkan kualitas Rumah Sakit. Oleh karena itu keputusan Rumah Sakit untuk menggunakan metode MAKP akan efektif jika strategi yang disusun dijalankan dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA Kuntoro, Agus.2010.Buku Ajar Manajemen Keperawatan.Yogyakarta: Nuha Medika. Rakhmawati, Windy.2008.Perencanaan Kebutuhan Tenaga Keperawatan di Unit Keperawatan available online at http://pustaka.unpad.ac.id/wp content/uploads/2010/03/perencanaan_kebutuhan_tenaga_kepewaratan.pdf diakses pada tanggal 28 Oktober 2010 Wolper, Lawrence F.2001.Administrasi Layanan Kesehatan: Prinsip, Praktik, Struktur dan Penyampaian. Edisi 2.Jakarta: EGC Nursalam.2007.Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional.Jakarta: Salemba Medika