proposal skripsi revisi ii jadi

Upload: ahadiyah-muslida

Post on 19-Jul-2015

673 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 Telp.(024)7499376

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA NIM

: RIZKI NOVIANTI : 7250408080

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI,S1 JURUSAN FAKULTAS : AKUNTANSI : EKONOMI

A. JUDUL PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, STRUKTUR MODAL, KUALITAS AKRUAL, DAN INVESTMENT OPPORTUNITY SET (IOS) TERHADAP KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BEI B. LATAR BELAKANG Pada dasarnya perusahaan didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui tingkat kemakmuran pemilik ataupun pemegang saham. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas (Standar Akuntansi Keuangan No. 1). Salah

1

satu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan adalah laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Kualitas laba mengacu pada relevansi laba dalam mengukur tingkat kinerja perusahaan (John J. Wild, et al., 2005). Menurut Grahita (2001 : 1) dalam Jang, Sugiarto dan Siagian (2007), laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit gangguan persepsian (perceived noise) di dalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Informasi laba tersebut tidak hanya digunakan oleh pihak internal perusahaan, dalam hal ini adalah manajemen, tetapi juga digunakan oleh pihak eksternal perusahaan, yaitu kreditur dan investor. Pentingnya informasi laba secara tegas telah disebutkan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SAFC) No. 1 yang menyatakan bahwa selain untuk menilai kinerja manajemen, laba juga membantu mengestimasi kemampuan laba yang representative, serta untuk menaksir risiko dalam investasi atau kredit (FASB, 1985) dalam Sri Mulyani, dkk (2007). Informasi laba yang dilaporkan oleh manajemen perusahaan akan digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan dalam menginvestasikan dananya ataupun memprediksi laba di masa yang akan datang. Investor membeli saham pada saat mereka yakin bahwa laba di masa yang akan datang dapat meningkatkan harga saham (Robert Libby, et al., 2008). Kualitas laba yang tinggi dikaitkan dengan perusahaan yang lebih terlindung dari resiko usaha (Robert Libby, et al., 2008). Hal ini berarti perusahaan yang mempunyai resiko usaha yang tinggi akan mengakibatkan kualitas labanya rendah. Seperti menurut Ball dan Brown (1968) dalam Noviyanti dan Erni (2008) bahwa hubungan laba akuntansi dan return saham mempunyai hubungan positif secara statis dan signifikan. Dalam hal ini naik turunnya laba akan berpengaruh terhadap naik turunnya return saham secara searah, sedangkan besarnya kekuatan hubungan laba dan return saham diukur dengan Earning Response Coeficient. Dalam mengelola perusahaan, pemilik (prinsipal) cenderung menunjuk agen (manajemen) untuk menjalankan operasi perusahaan. Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan tersebut dapat2

menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict disebabkan oleh pihak-pihak yang terkait, yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana prinsipal) yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan (Andri dan Hanung, 2007). Pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan lebih mengetahui informasi internal perusahaan dibandingkan dengan pihak prinsipal. Oleh karena itu, pihak manajemen berkewajiban untuk memberikan informasi tentang kondisi perusahaan, namun terkadang informasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Hal ini dikenal dengan asimetri informasi (Haris dalam Anisa Larasati, 2009). Manajer dapat memodifikasi laporan keuangan yang disusun untuk menghasilkan jumlah laba yang diinginkan. Penentu kualitas laba yang penting adalah pilihan manajemen atas prinsip akuntansi dan aplikasinya (John J. Wild, et al., 2005). Di Indonesia terdapat beberapa kasus perusahaan yang memanipulasi laporan keuangannya. Seperti yang disebutkan oleh Boediono (2005), bahwa dalam kurun waktu tahun 1998 sampai tahun 2001, tercatat telah terjadi banyak skandal keuangan di perusahaan-perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan yang pernah diterbitkannya. Seperti kasus PT Lippo Tbk, yaitu adanya perbedaan laporan keuangan yang diterbitkan. Dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik pada tanggal 28 November 2002, disebutkan total aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar. Namun dalam laporan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp 22,8 triliun (turun Rp 1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp 1,3 triliun (Suara Merdeka, 2003). Kemudian kasus PT Bank Global Internasional tahun 2004, adanya penggelembungan nilai CAR oleh pihak manajemen. Sejak April 2004 CAR-nya mencapai minimal 8%, namun sejak September 2004 tiba-tiba CAR bank tersebut dinyatakan telah berhasil mencapai 40% (Suara Merdeka, 2004). Dan kasus PT Kimia Farma yang pernah ramai pada tahun 2001. Pada tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar. Setelah dilakukan audit ulang, pada tanggal 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia3

Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Dan terbukti adanya pencatatan ganda atas penjualan yang mengakibatkan kesalahan penyajian laporan keuangan tersebut (WordPress, 2001). Fakta menunjukkan bahwa baik agen dan prinsipal merupakan pemaksimum kesejahteraan, sehingga ada kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik dari prinsipal. Konflik ini juga tidak terlepas dari kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain, karena walaupun manajer memperoleh kompensasi dari pekerjaannya, namun pada kenyataannya perubahan kemakmuran manajer sangat kecil dibandingkan dengan kemakmuran pemilik/pemegang saham (Midiastuty dan Machfoedz, 2003 dalam Kurniati Yuli WS, 2010). Konflik keagenan tersebut dapat mengakibatkan adanya sifat manajemen untuk melaporkan laba secara opportunis untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan hal ini dapat menyebabkan rendahnya kualitas laba yang dihasilkan. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan dalam pembuatan keputusan para pemakainya, seperti investor dan kreditur (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya (Boediono, 2005). Untuk mengatasi adanya laba yang dimanipulasi atau laba yang tidak sebenarnya, kualitas laba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Mulyani, dkk (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba yang diukur dengan ERC adalah persistensi laba, struktur modal, resiko sistematik (beta), kesempatan bertumbuh/IOS, ukuran perusahaan, dan kualitas auditor. Sedangkan Noviyanti Tiolemba dan Erni Ekawati (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ERC adalah beta, struktur modal, pertumbuhan4

laba, dan ukuran perusahaan. Andri Rachmawati dan Drs. Hanung Triatmoko M.Si., AK (2007) meneliti Investment Opportunity Set (IOS) dan mekanisme GCG sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas laba dan nilai perusahaan. Kemudian Lesia Jang, dkk (2007) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba adalah ukuran perusahaan, struktur modal, persistensi laba, pertumbuhan laba, likuiditas dan kualitas akrual. Serta penelitian yang dilakukan oleh Kurniati Yuli WS (2010) tentang pengaruh ukuran perusahaan struktur modal, persistensi laba, likuiditas, kualitas akrual terhadap kualitas laba. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba tersebut, maka dalam penelitian ini diambil ukuran perusahaan, struktur modal, kualitas akrual dan Investment Opportunity Set (IOS) sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba. Hal ini dikarenakan adanya hasil penelitian yang belum konsisten untuk empat variabel tersebut. Suatu ukuran perusahaan dapat menentukan baik atau tidaknya kinerja dari perusahaan tersebut. Investor biasanya lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dianggap mampu untuk meningkatkan kinerjanya dengan meningkatkan kualitas laba. Perusahaan besar juga dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil (Sri, Nur dan Andayani, 2007). Dengan demikian semakin besar perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan investor yang mengakibatkan tingginya kualitas laba yang diukur dengan ERC. Struktur modal biasanya diukur dengan leverage perusahaan yang menyebabkan investor menjadi kurang percaya terhadap laba yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relatif rendah. Respon pasar yang relatif rendah ini pada akhirnya akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas (Jang, Sugiarto dan Siagian, 2007). Sehingga semakin tinggi leverage suatu perusahaan mengakibatkan investor takut berinvestasi di perusahaan tersebut, karena investor tidak ingin mengambil resiko yang besar.

5

Dalam proses penyusunan laporan keuangan, dasar akrual memungkinkan adanya perilaku manajer dalam melakukan rekayasa laba guna menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba-rugi. SAK memberikan kelonggaran dalam memilih metode akuntansi yang digunakan oleh tiap perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Kelonggaran dalam metode ini yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda di tiap perusahaan. Perusahaan yang memilih metode penyusutan garis lurus akan berbeda hasil laba yang dilaporkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau saldo menurun. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang dilaporkan (Boediono, 2005). Kualitas laba juga dapat dipengaruhi oleh Investment Opportunity Set (IOS). IOS merupakan kesempatan perusahaan untuk tumbuh. IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Menurut Kole (1991) dalam Achmad Solechan (2006), nilai IOS bergantung pada pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. Manajemen investment opportunities membutuhkan pembuatan keputusan dalam lingkungan yang tidak pasti dan konsekuensinya tindakan manajerial menjadi lebih unobservable (Smith dan Watts, 1992 dalam Wah, 2002). Tindakan manajer yang unobservable inilah yang dapat menyebabkan prinsipal tidak dapat mengetahui apakah manajer telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak. Investment Opportunity Set (IOS) dari suatu perusahaan juga dapat mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Sehingga dibutuhkan informasi yang berkualitas agar tidak menyesatkan pihak-pihak yang bersangkutan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang mengenai Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, Kualitas Akrual,

6

dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dari itu timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 2. Apakah ada pengaruh struktur modal terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 3. Apakah ada pengaruh kualitas akrual terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? 4. Apakah ada pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI? D. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Untuk mengetahui adanya pengaruh struktur modal terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 3. Untuk mengetahui adanya pengaruh kualitas akrual terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 4. Untuk mengetahui adanya pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai kualitas laba.

7

b. Sebagai perbandingan dan pengembangan, serta penyempurnaan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. c. Untuk membandingkan teori-teori yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan. d. Dapat menambah wawasan, pengetahuan, serta dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian di masa yang akan datang mengenai kualitas laba. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan agar prinsipal lebih

memperhatikan kinerja agen untuk mengurangi konflik keagenan yang terjadi, sehingga dapat menghasilkan informasi laba yang berkualitas. Karena informasi tersebut yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil akan tepat. b. Penelitian ini akan membantu investor sebagai gambaran dalam pengambilan keputusan untuk menanamkan dananya di perusahaan. F. LANDASAN TEORI 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Dalam teori keagenan menyebutkan adanya prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajer) dalam pengelolaan perusahaan. Pihak prinsipal dalam hal ini yang memberikan wewenang kepada agen untuk mengelola perusahaan. Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab dalam menghasilkan keuntungan para pemilik dan sebagai imbalannya agen mendapat kompensasi atas pekerjaannya tersebut. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002 dalam Anisa Larasati, 2009). Menurut Jensen & Meckling (1976) dalam Andri Rachmawati (2007) teori agensi menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan8

keputusan tertentu (pemilik/prinsipal/pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agen/manajemen). Jika agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka ada alasan untuk percaya bahwa agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan dilandasi dengan tiga asumsi, yaitu asumsi sifat manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions), dan asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Self-interest, sifat manusia untuk mengutamakan kepentingan sendiri 2. Bounded-rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan 3. Risk-aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih mengelak dari resiko. Sedangkan asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Konflik sebagian tujuan antar partisipan 2. Efisiensi sebagai suatu criteria, dan 3. Asimetri pemilik dan agen. Menurut Ciancanelli dan Gonzalez (2000) dalam Anisa Larasati (2009), dalam teori keagenan paling sedikit tiga asumsi yang mendasarinya, yaitu (1) pasar yang normal dan kompetitif, (2) nexus dari asimetri informasi adalah hubungan prinsipal-agen antara pemilik dan manajer, serta (3) struktur modal optimal menghendaki alat yang terbatas. 2. Kualitas Laba Kualitas laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama (Schipper dan Vincent, 2003). Dalam literatur penelitian akuntansi, terdapat berbagai9

pengertian kualitas laba dalam perspektif kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasarkan : sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan implementasi. Salah satu informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2004). Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting (SAFC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1980). Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihakpihak tertentu, terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan pada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak-pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Kualitas laba khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003). Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon yang bervariasi, yang menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap informasi laba (Cho dan Jung, 1991 dalam Lesia Jang, dkk, 2005). Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas laba10

yang dihasilkan oleh perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi yang tercermin dari tingginya Earnings Response Coefficient (ERC), menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Scott (2003) dalam Anisa Larasati (2009) menyatakan bahwa ERC mengukur seberapa besar return saham dalam merespon angka laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Tinggi rendahnya ERC sangat ditentukan oleh kekuatan responsive yang tercermin dari informasi yang terkandung dalam laba. ERC merupakan salah satu ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba (Collins et al., 1984). 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba Kualitas laba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Beta Menurut Noviyanti dan Erni (2008), beta merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas terhadap pasar.Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas dalam suatu periode waktu tertentu. Sehingga jika fluktuasinya semakin tinngi, maka nilai beta juga akan semakin tinggi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa beta berpengaruh negative dengan kualitas laba yang diukur dengan ERC. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri mulyani, dkk (2005). b. Ukuran Perusahaan Menurut Sri Mulyani, dkk (2005), ukuran perusahaan merupakan proksi dari keinformatifan harga. Perusahaan besar dianggap mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini membuat investor lebih percaya dengan perusahaan besar. Penelitian yang dilakukan oleh Lesia Jang, dkk (2007) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Jadi semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi kualitas labanya. c. Persistensi Laba Menurut Lesia Jang, dkk (2007) persistensi laba adalah suatu ukuran yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba11

yang diperoleh saat ini sampai di masa yang akan datang. Semakin tinggi persistensi laba, maka semakin berkualitas laba yang dihasilkan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persistensi laba berpengaruh positif terhadap kualitas laba. d. Pertumbuhan Laba Collins dan Kothari (1989) dalam Christine (2005) berpendapat bahwa reaksi harga akan lebih besar dibandingkan dengan yang ditunjukkan oleh persistensi runtun waktu laba karena estimasi persistensi yang berasal dari data historis cenderung kurang mampu mencerminkan kesempatan bertumbuh yang ada saat. e. Struktur Modal Dhaliwal et al. (1991) dalam Lesia Jang, dkk (2005) menunjukkan bahwa ERC berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mengakibatkan investor cenderung takut untuk berspekulasi dalam menanamkan sahamnya. f. Kualitas Auditor Christine (2005) memproksikan kualitas auditor dengan reputasi auditor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas auditor, maka semakin baik reputasinya. g. Investment Opportunity Set (IOS) Menurut Kole (1991) dalam Achmad Solechan (2006), nilai IOS bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. h. Likuiditas Menurut Lesia Jang, dkk (2005), likuiditas diukur dengan current ratio dimana current ratio diperoleh dari membagi kewajiban jangka pendek12

dengan aktiva lancarnya. Current Ratio yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Jadi semakin tinggi current ratio, maka laba yang dihasilkan perusahaan berkualitas. i. Kualitas Akrual Hasil penelitian Kurniati Yuli WS (2010) menujukkan bahwa kualitas akrual tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Namun Lesia Jang, dkk (2005) menunjukkan bahwa kualitas akrual berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Kualitas akrual yang menunjukkan adanya laba yang mencerminkan keadaan sebenarnya atau tidak. Semakin tinggi kualitas akrual, maka semakin tinggi pula kualitas laba yang dihasilkan. j. Mekanisme GCG Menurut Boediono (2005), mekanisme GCG memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporam keuangan yang memiliki kandungan informasi laba. Mekanisme GCG bertujuan untuk memberikan pengendalian atau tata kelola perusahaan yang baik untuk mengurangi konflik keagenan. 3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan pada beberapa penelitian merupakan bagian dari karakteristik perusahaan (Christine D.S, 2005). Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total aktiva. Perusahaan berskala besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang besar memiliki pertumbuhan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil, sehingga tingkat pengembalian (return) saham perusahaan besar lebih besar dibandingkan return saham pada perusahaan kecil (Achmad Solechan, 2006). Menurut Sri, Nur dan Andayani (2007), ukuran perusahaan juga merupakan proksi dari keinformatifan harga. Perusahaan besar dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Konsekuensinya semakin informatif harga saham maka semakin kecil pula muatan informasi earning sekarang.13

3.1 Hubungan Ukuran Perusahaan Dengan Kualitas Laba Ukuran perusahaan dapat menentukan baik atau tidaknya kinerja dari perusahaan tersebut. Perusahaan besar dianggap mampu untuk meningkatkan kinerjanya dengan meningkatkan kualitas laba. Perusahaan besar juga dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Serta tingkat pengembalian (return) saham perusahaan besar lebih besar dibandingkan return saham pada perusahaan kecil. Oleh karena itu, investor lebih percaya kepada perusahaan besar dibandingkan perusahaan kecil dengan harapan memperoleh keuntungan (return) yang besar pula. Semakin tinggi kepercayaan investor, maka semakin tinggi pula kualitas laba yang diukur dengan ERC. 4. Struktur Modal Struktur modal adalah penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Perusahaan menggunakan struktur modal dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya struktur modal juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya, maka penggunaan struktur modal akan menurunkan keuntungan pemegang saham (Noviyanti dan Erni, 2008). Struktur modal biasanya diukur dengan leverage perusahaan yang menyebabkan investor menjadi kurang percaya terhadap laba yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relatif rendah. Respon pasar yang relatif rendah ini pada akhirnya akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas (Jang, Sugiarto dan Siagian, 2007). Rasio hutang atau leverage yaitu rasio untuk menghitung seberapa besar dana yang disediakan oleh kreditur. Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan leverage yang tinggi, yang akan meningkatkan modal perusahaan dengan cepat, tetapi sebaliknya apabila penjualan menurun, modal14

perusahaan akan menurun dengan cepat pula ( Hanafi dan halim, 2000 dalam Achmad Solechan, 2006). Dhaliwal et al. (1991) dalam Sri Mulyani, dkk (2006) menunjukkan bahwa Earning Response Coeficient berhubungan negatif dengan tingkat leverage. Dengan semakin tinggi rasio hutang atau leverage perusahaan menunjukkan bahwa tingginya hutang perusahaan yang dibiayai oleh modal saham yang ditanamkan pemegang saham (investor) akan memberikan beban tersendiri, karena investor merasa terbebani dengan besarnya hutang yang dimiliki perusahaan. Investor tidak ingin mengambil resiko yang besar dalam berinvestasi pada perusahaan tersebut. 4.1 Hubungan Struktur Modal Dengan Kualitas Laba Struktur modal yang diukur dengan besarnya leverage perusahaan dapat menyebabkan investor menjadi kurang percaya terhadap laba yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi menunjukkan tingkat hutang perusahaan yang tinggi pula, sehingga mengakibatkan sebagian investor takut untuk berspekulasi dalam menanam saham di perusahaan tersebut. Yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relatif rendah. Respon pasar yang relatif rendah ini akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas. 5. Kualitas Akrual Dalam PSAK Nomor 1 (2007) dalam Dian Septina A (2009) menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Akrual memiliki peranan yang penting dalam pengukuran laba dan pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi pada pemakai, tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta

15

sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa yang akan datang (Dian Septina A, 2009). Sesuai dengan PSAK Nomor 1, Belkaoui (2000) menyebutkan bahwa akrual adalah proses akuntansi dalam pengakuan kejadian non kas dan keadaan-keadaan yang terjadi, secara spesifik, akrual meminta pengakuan revenue dan peningkatan asset, serta expense dan peningkatan utang dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar, biasanya dalam bentuk kas di masa yang akan datang. Premis dasar dalam akuntansi akrual yang terdiri dari arus kas operasi dan akrual akan memberikan gambaran yang lebih baik untuk laba masa depan, deviden dan arus kas apabila dibandingkan dengan arus kas saat ini dan masa lalu. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Richardson et al.,(2004) dalam Dian Septina (2009) menggambarkan bahwa akrual adalah indikator utama dalam laba dan return saham. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa informasi dalam akrual tentang kualitas laba tidak dibatasi dengan akrual sekarang, tetapi lebih pada akrual yang non sekarang. Secara keseluruhan, hasil mengindikasikan bahwa total akrual memberikan suatu intuisi, kekuatan, pengukuran tentang kualitas laba. 5.1. Hubungan Kualitas Akrual Dengan Kualitas Laba Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dasar akrual memungkinkan adanya perilaku manajer dalam melakukan rekayasa laba guna menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba-rugi. Tiap perusahaan diberi kelonggaran untuk menggunakan metode dalam penyusunan laporan keuangannya. Oleh karena itu, kelonggaran dalam metode ini yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda di tiap perusahaan. Praktik seperti ini yang dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang dilaporkan. 6. Investment Opportunity Set (IOS) Menurut Myers (1977) dalam Smith dan Watts (1922), perusahaan adalah kombinasi antara nilai asset in place dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan kesempatan perusahaan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan16

investasi di masa yang akan datang. IOS merupakan kesempatan perusahaan untuk tumbuh atau berkembang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan nilai kesempatan yang hilang. Menurut Kole (1991) dalam Achmad Solechan (2006), nilai IOS bergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. Kesempatan perusahaan untuk tumbuh yang disebut dengan Investment Opportunity Set (IOS) yang diperkenalkan oleh Myers (1977) yaitu keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki dan pilihan investasi di masa yang akan datang. Kemudian IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi pertumbuhan perusahaan di masa depan apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi tumbuh atau tidak tumbuh (Achmad Solechan, 2007). Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dengan demikian IOS bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan (Aprilia Setiarini, 2006). Kallapur dan Trombley dalam Aprilia Setiarini (2006) menyatakan bahwa proksi-proksi tersebut dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Proksi IOS berbasis harga, merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah sebagai berikut : a. Market to book value equity, MKTBKEQ b. TobinQ c. Ratio of property, plant and equipment to firm value, PPE17

d. Ratio of depreciation to firm value, VDEP e. Market to book value of assets, MKTBKASS f. Earnings to price ratio, EP 2. Proksi IOS berbasis pada investasi, merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Rasio-rasio yang sering digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut : a. Rasio investment to net sales, IONS b. Rasio capital expenditure to book value asset, CAPBVA c. Rasio capital expenditure to market value of assets, CAPMVA 3. Proksi IOS berbasis pada varian, merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh. Ukuran yang digunakan oleh beberapa peneliti antara lain : a. Varian return, VARRET b. Beta asset, BETA 6.1 Hubungan IOS dengan Kualitas Laba Kallapur dan Trombley (2001) menyatakan bahwa kesempatan investasi perusahaan merupakan komponen penting dari nilai pasar. Hal ini disebabkan Investment Opportunity Set (IOS) atau set kesempatan investasi dari suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Sehingga apabila laba yang dilaporkan perusahaan itu tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, maka nilai pasar perusahaan yang dibentuk pun tidak sebenarnya. Dan hal ini dapat mempengaruhi keputusan investasi oleh para investor. G. KERANGKA BERFIKIR Alasan yang benar sangat diperlukan untuk mendukung suatu karya ilmiah agar masalah yang dibahas dapat dipecahkan dengan jelas dan terarah. Dengan

18

demikian dalam suatu penelitian diperlukan adanya kerangka pemikiran yang benar dan mengarah pada penyelesaian masalah yang ada. Salah satu informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting (SAFC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1980). Informasi tersebut digunakan tidak hanya oleh pihak internal perusahaan, tetapi oleh pihak eksternal juga, seperti investor dan kreditor. Investor menggunakan informasi laba untuk pengambilan keputusan dalam investasi serta untuk membentuk nilai pasar perusahaan. Untuk itu diperlukan informasi laba yang berkualitas atau yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan manajer sebagai pengelola perusahaan terkadang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan keinginan atau wewenang dari prinsipal/pemberi wewenang. Baik agen/manajer maupun prinsipal masing-masing mempertahankan tingkat kemakmurannya sendiri. Hal ini yang menyebabkan konflik (konflik keagenan), dimana agen tidak melaksanakan tugas sesuai keinginan principal karena perbedaan kepentingan. Apabila laba yang dilaporkan oleh manajer tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maka nilai pasar perusahaan yang dibentuk juga tidak akan menjelaskan nilai pasar yang sebenarnya. Hal ini dapat menyesatkan pihak-pihak yang menggunakan informasi tersebut. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang memperngaruhi kualitas laba, yaitu ukuran perusahaan, struktur modal, kualitas akrual dan investment opportunity set (IOS). Suatu ukuran perusahaan dapat menentukan baik atau tidaknya kinerja dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang besar dianggap mempunyai informasi yang lebih banyak serta memiliki kinerja yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas labanya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Investor cenderung lebih memilih untuk berinvestasi atau menanam sahamnya ke perusahaan besar. Selain itu struktur modal yang pada umunya diproksikan dengan besarnya leverage atau rasio hutang19

perusahaan juga dapat mempengaruhi kualitas laba. Rasio hutang perusahaan yang tinggi akan mengakibatkan investor takut untuk berinvestasi. Dan pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya respon pasar. Respon pasar yang rendah menunjukkan bahwa laba yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas. Untuk kualitas akrual, dasar akrual yang digunakan untuk penyusunan laporan keuangan memungkinkan manajer untuk merekayasa laba. Hal ini dikarenakan perusahaan diberi kelonggaran untuk menggunakan metode dalam penyusunan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan berbeda-beda di tiap perusahaan. Dari kelonggaran metode inilah yang dapat menyebabkan timbulnya praktik rekayasa laba yang dilakukan oleh manajer, yang dapat memberikan dampak pula terhadap kualitas laba yang dilaporkan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laba adalah Investment Opportunity Set (IOS), yang merupakan komponen penting dari nilai pasar. Hal ini disebabkan Investment Opportunity Set (IOS) atau set kesempatan investasi dari suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Nilai pasar yang dibentuk dari informasi laba yang tidak berkualitas atau yang tidak menjelaskan keadaan yang sebenarnya akan merugikan pihak-pihak, terutama investor yang akan menanamkan dananya di perusahaan tersebut. Dari uraian tersebut dapat disusun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan berikut :

Ukuran Perusahaan Struktur Modal Kualitas Laba Kualitas Akrual

Investment Opportunity Set

20

Gambar 1. Kerangka berfikir penelitian pengaruh Ukuaran Perusahaan, Struktur Modal, Kualitas Akrual dan Investment Opportunity Set terhadap Kualitas Laba H. HIPOTESIS Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara, yang kemudian dilakukan penelitian untuk menguji kebenarannya dengan menggunakan data-data hasil penelitian, dan penelitian dilakukan atas dasar penelitian terdahulu maupun teori-teori yang melandasinya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba H2 : ada pengaruh struktur modal terhadap kualitas laba H3 : ada pengaruh kualitas akrual terhadap kualitas laba H4 : ada pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap kualitas laba I. METODE PENELITIAN

1. Populasi dan SampelPopulasi merupakan keseluruhan obyek penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu yang telah dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu pula. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam periode penelitian bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Desember 2010. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan yang menyangkut ketersediaan data, perbedaan karakteristik, dan sensitifitas terhadap kejadian, sehingga dipilih perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan dengan lengkap. Sedangkan sampel adalah sebagian dari obyek penelitian/populasi yang akan diteliti dengan tujuan tertentu. Sampel dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI mulai dari tahun 2008-2010. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sudjana, 1996 : 168). Anggota populasi yang

21

dipilih sebagai subyek sampel adalah yang memenuhi kriteria atau pertimbanganpertimbangan tertentu. Adapun kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan yang mempublikasikan laporan auditan secara konsisten dan lengkap selama periode 2008 sampai 2010. 2. Perusahaan manufaktur yang aktif menyajikan laporan keuangannya untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2008 sampai 2010, hal ini untuk menghindari adanya pengaruh perbedaan waktu untuk mengukur variabel IOS. 3. Tidak mengalami merger atau akuisisi. 4. Laporan keuangan yang disajikan dalam rupiah dan semua data yang dibutuhkan untuk penelitian ini tersedia dengan lengkap. 2. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel independen dan variabel dependen sebagai berikut : 2.1.Variabel Independen (X) 2.1.1 Ukuran Perusahaan (X1) Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total aktiva. Ukuran perusahaan diukur dengan menghitung nilai pasar ekuitas suatu perusahaan pada periode tertentu (Collins dan Kothari, 1989 dalam Jang, Sugiarto dan Siagian, 2007), dengan rumus : UPit = NPEit Dimana : UPit : Ukuran perusahaan I pada periode (tahun) t

NPEit : Nilai pasar ekuitas perusahaan i pada periode (tahun) t 2.1.2 Struktur Modal (X2) Struktur modal adalah penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan22

keuntungan potensial pemegang saham. Struktur modal diukur dengan menghitung total utang dibagi dengan total aktiva dari suatu perusahaan pada periode tertentu (Dhaliwal et al.,1991 dalam Jang, Sugiarto dan Siagian, 2007), dengan rumus : Lit = Dimana : Lit TUit TAit : Leverage perusahaan i pada periode t : Total utang perusahaan i pada periode t : Total aktiva perusahaan i pada periode t

2.1.3 Kualitas Akrual (X3) Belkouli (2000) menyebutkan bahwa akrual adalah proses akuntansi dalam pengakuan kejadian non kas dan keadaan-keadaan yang terjadi, secara spesifik, akrual meminta pengakuan revenue dan peningkatan asset, serta expense dan peningkatan utang dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar, biasanya dalam bentuk kas di masa yang akan datang. Kualitas akrual dapat diukur dengan rumus : Akrualt = + 1CFOi-1 + 2CFOt + 3CFOi+1 + it Dimana : Akrualt : Net Income CFO CFOi-1 : Arus kas dari kegiatan operasi perusahaan i pada periode (tahun) t CFOt : Arus kas dari kegiatan operasi perusahaan i pada periode (tahun) sebelum t CFOi+1 : Arus kas dari kegiatan operasi perusahaan i pada periode (tahun) setelah t 2.1.4 Investment Opportunity Set (IOS) (X4) IOS adalah kombinasi antara nilai asset in place dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Proksi IOS yang digunakan dalam penelitian ini adalah market to book value of asset ratio, dengan rumus : MKTBKASS = 2.2.Variabel Dependen (Y) : Kualitas Laba

23

Kualitas laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama (Schipper dan Vincent, 2003). Kualitas laba diukur dengan menggunakan Earning Response Coeficient (ERC). Untuk manghitung diukur diperlukan beberapa langkah, sebagai berikut : a. Menghitung Cummulative Abnormal Return (CAR), dengan rumus : CARit = Dimana : CARit ARit Dimana : ARit Rit RMt Rit = Dimana : Rit Pit Pit-1 RMt = Dimana : RMt IHSGit IHSGt-1 : return pasar pada periode (hari) t : Indeks Harga Saham Gabungan pada periode (hari) t : Indeks Harga Saham Gabungan pada periode (hari) sebelum t : return individu sesungguhnya perusahaan i pada periode (hari) t : harga penutupan saham perusahaan i pada periode (hari) t : harga penutupan saham perusahaan i pada periode (hari) sebelum t : Abnormal return individu perusahaan pada periode (hari) t : return individu sesungguhnya perusahaan i pada periode (hari) t : return pasar pada periode (hari) t : CAR perusahaan i selama 5 hari sebelum dan sesudah laba akuntansi dipublikasikan : Abnormal return individu perusahaan pada periode (hari) t ARit = Rit RMt

b. Menghitung Unexpected Return, dengan rumus :

24

UEit = Dimana : UEit EATit EATit-1 : Unexpected EAT perusahaan i pada periode t : Earning After Tax perusahaan i pada periode t : Earning After Tax perusahaan i pada periode sebelum t

c. Menghitung Return Tahunan (RT), dengan rumus : RTit = Dimana : RTit Pit Pit-1 : return tahunan sesungguhnya perusahaan i pada periode (tahun) t : harga penutupan saham perusahaan i pada periode (tahun) t : harga penutupan saham perusahaan i pada periode (tahun) sebelum t

d. Meregresikan UE dan RT terhadap CAR, dengan rumus : CARit = 0 + 1UEit + 2RTit + it Dimana : CARit UEit RTit : CAR perusahaan i selama 5 hari sebelum dan sesudah laba akuntansi dipublikasikan : Unexpected EAT perusahaan i pada periode t : return tahunan sesungguhnya perusahaan i pada periode (tahun) t : nilai ERC

Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel No 1. Variabel Kualitas Laba (Y) Definisi Operasional jumlah dikonsumsi yang dalam Pengukuran dapat CARit = 0 + 1UEit + satu 2RTit + it

periode dengan menjaga

25

kemampuan pada awal

perusahaan dan akhir

periode tetap sama 2. Ukuran Perusahaan (X1) Ukuran perusahaan UPit = NPEit besar

menggambarkan

kecilnya suatu perusahaan yang total ditunjukkan aktiva, oleh jumlah

penjualan, rata-rata total aktiva 3. Struktur (X2) Modal Struktur modal asset dana adalah dan oleh Lit =

penggunaan sumber

perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar

meningkatkan keuntungan potensial saham. 4. Kualitas (X3) Akrual Akrual akuntansi adalah proses Akrualt = + 1CFOi-1 + dalam 2CFOt + 3CFOi+1 + it pemegang

pengakuan kejadian non kas dan keadaan-keadaan yang terjadi, secara

spesifik, akrual meminta pengakuan revenue dan

peningkatan asset, serta expense dan peningkatan

26

utang dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar, biasanya

dalam bentuk kas di masa yang akan datang. 5. Investment Opportunity (IOS) (X4) IOS adalah kombinasi Diukur dengan market to

Set antara nilai asset in place book value of asset ratio dengan pilihan investasi di masa yang akan datang.

3. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai ukuran perusahaan, struktur modal, kualitas akrual, IOS serta kualitas laba yang didapat dari laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter sekunder yang memuat transaksi historis keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang bersumber dari catatan-catatan yang dipublikasikan oleh BEI dan data yang bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan khusus perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2010. 4. Metode Analisis Data 4.1. Analisis Regresi Berganda Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda ini digunakan untuk menyatakan hubungan fungsional antara variabel independen dan variabel dependen. Adapun bentuk model regresi yang digunakan sebagai dasar dalam menetukan Kupon Bunga Obligasi adalah bentuk fungsi linear yaitu :

27

Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + (Gujarati, 1999) Dimana : Y X1 X2 X3 X4 = Kualitas Laba (ERC) = Ukuran Perusahaan = Struktur Modal = Kualitas Akrual = Investment Opportunity Set (IOS)

1, 2, , 2, , 2 = Koefisien regresi = Komponen error 4.2. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah penaksir dalam model regresi merupakan penaksir kolinear tak bias terbaik. Dan untuk memperoleh bentuk persamaan yang paling tepat, maka digunakan parameter regresi yang dicari dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode regresi OLS dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan Beast Linear Unbiased Estimation (BLUE). Oleh karena itu, diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk menguji model yang telah diformulasikan yang mencakup pengujianpengujian berikut ini : 4.2.1. Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dan uji normalitas ini merupakan uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan dependen, keduanya mempunyai distribusi data yang normal atau tidak. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Jika distribusinya normal maka model regresi yang telah diformulasikan tersebut memenuhi asumsi normalitas.

28

4.2.2. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi klasik adalah tidak adanya multikolinearitas diantara variabel-variabel bebas yang berada dalam satu model, artinya antara variabel independen yang terdapat dalam model tersebut tidak memiliki hubungan yang sempurna atau memiliki koefien tinggi atau bahkan satu. Menurut Algifari (2000, 84), apabila hal ini terjadi berarti antara variabel bebas itu sendiri saling berkorelasi, sehingga akan sulit mengetahui variabel bebas mana yang mempengaruhi variabel terikatnya. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan mengkorelasikan antar variabel bebas dan apabila hasilnya tinggi yaitu lebih dari 0,8 maka antar variabel bebas tersebut terjadi multikolinearitas. 4.2.3. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap pola scatter plot yang dihasilkan melalui SPSS. Apabila pola scatter plot membentuk pola tertentu maka model regresi tersebut memiliki gejala heteroskedastisitas. Munculnya gejala heretoskedastisitas menunjukkan bahwa penaksir dalam model regresi tersebut tidak efisien baik dalm sampel besar maupun sampel kecil. 4.2.4. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut data waktu (data cross section). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi atau tidak dalam model regresi dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson (Algifari, 2000: 89). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sebelumya. Untuk mendeteksinya dapat digunakan besaran angka Durbin Watson. Cara pengujiannya dengan membandingkan nilai Durbin Watson (d) dengan di dan du atau dengan melihat tabel Durbin Watson yang telah ada klasifikasinya untuk menilai perhitungan d yang telah diperoleh.29

4.3. Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini adalah uji t dan uji f. Sedangkan untuk mengetahui kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan perhitungan Koefisien Determinasi (R2) masing-masing variabel bebas. 4.3.1. Uji T-Statistik Uji T ini digunakan untuk mengetahui kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai t-statistik hitung dapat dicari dengan rumus :

thit =Hipotesis untuk uji t : Ho = tidak ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas dan variabel terikat Ha = ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas dan variabel terikat 4.3.2. Uji F-Statistik Uji ini digunakan untuk menguji besarnya pengaruh keseluruhan variabel independen (X1 dan X2) secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen (Y). Nilai f-statistik dapat dicari dengan rumus :

Fhit =Hipotesis untuk uji f : Ho = tidak ada pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat Ha = ada pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat 4.3.3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Niali koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1, nilai yang mendekati 1 artinya variabel-variabel bebas

30

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Namun kelemahan dari penggunaan koefisien determinasi ini adalah bias terhadap jumlah variabel yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel bebas ke dalam model maka nilai R2 akan meningkat tidak peduli variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat.

31

DAFTAR PUSTAKA Anggarsari, Dian Septina. 2009. Persistensi Laba, Akrual, Aliran Kas, dan Book Tax Differences. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Belkaouli, A.R. 2000. Teori Akuntansi. Jakarta : Salemba Empat. Boediono, SB., Gideon. 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi X. Cho, L. Y., and K. Jung. 1991. Earnings Response Coeficient : A Synthesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literature, Vol. 10 : P. 85116. Eisenhardt, Kathleem M. 1989. Agency Theory : An Asessment and Review. Academy of Management Review 14. p : 57-74. Jang, Lesia, Sugiarto, Bambang, dan Siagian, Dergibson. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ. Akuntabilitas, Vol. 6, No. 2 : hal. 142-149. John J. Wild, et al. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Larasati, Anisa. 2009. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya. Libby, Robert, et al. 2008. Akuntansi Keuangan. Yogyakarta : ANDI. Mulyani, Sri, Asyik, Nur Fadhjrih, dan Andayani. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Earnings Response Coeficient Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. STIESIA. Surabaya. Rachmawati, Andri, dan Triatmoko, Hanung. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Seminar Nasional Akuntansi 9 Padang, 1-26. Schipper, K., Vincent, L. 2003. Earnings Quality. Accounting Horizons : 97-110. Setiarini, Aprilia. 2006. Korelasi Investment Opportunity Set (IOS) Perusahaan Tumbuh dan Tidak Bertumbuh Terhadap Abnormal Return Perusahaan. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

32

Solechan, Achmad. 2006. Pengaruh Earning, Manajemen Laba, IOS, Beta, Size dan Rasio Hutang Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEI. Semarang : STMIK HIMSYA. Susilawati, Christine Dwikarya. 2005. Faktor-faktor Penentu ERC. Bandung : Universitas Kristen Maranatha. Tiolemba, Noviyanti, dan Ekawati, Erni. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4, No. 2 : hal. 100-115. Yuli W.S, Kurniati. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

33