proposal jadi semoga gak revisi

35
Proposal Kerja Praktek PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU Disusun oleh : Agus Hendriyanto 08/267128/BI/08111 Lailatul Farikhah 08/267300/BI/08124 Intan Fransisca Nanda 08/267581/BI/08170 Dosen Pembimbing Dra. Sri Juni Nastiti NIP. 194606281971062001 FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: agus-hendriyanto

Post on 30-Jun-2015

447 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: proposal jadi semoga gak revisi

Proposal Kerja Praktek

PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL

DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT

MIGAS CEPU

Disusun oleh :

Agus Hendriyanto 08/267128/BI/08111

Lailatul Farikhah 08/267300/BI/08124

Intan Fransisca Nanda 08/267581/BI/08170

Dosen Pembimbing

Dra. Sri Juni Nastiti

NIP. 194606281971062001

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010

Page 2: proposal jadi semoga gak revisi

HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL KERJA PRAKTEK

PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL

DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT

MIGAS CEPU

Disusun oleh :

Agus Hendriyanto 08/267128/BI/08111

Lailatul Farikhah 08/267300/BI/08124

Intan Fransisca Nanda 08/267581/BI/08170

telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melaksanakan kerja praktik

Yogyakarta, 6 Desember 2010

Universitas Gadjah Mada

Fakultas Biologi

Mengetahui, Mengesahkan,

Wakil Dekan I Bidang Akademik Dosen Pembimbing

Drs. Langkah Sembiring, M. Sc, Ph. D. Dra. Sri Juni Nastiti

NIP. 195905011985031003 NIP. 194606281971062001

Page 3: proposal jadi semoga gak revisi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan proposal kerja praktek yang berjudul

“PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL

DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT

MIGAS CEPU” dengan tepat waktu.

Proposal Kerja Praktek yang berjudul “PEMANFAATAN BAKTERI

HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL DALAM PENGOLAHAN

LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU” ini berisi

mengenai metode pengolahan limbah fenol yang terkandung dalam limbah air buangan

Pusdiklat Migas Cepu.

Kami sadar bahwa proposal Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu

kami mohon kritik dan saran yang membangun sehingga Proposal kami ini benar-benar

merepresentasikan Kerja Praktek yang akan kami jalani.

Yogyakarta, 6 Desember 2010

Tim Penyusun

Page 4: proposal jadi semoga gak revisi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENGANTAR 1

A. Latar Belakang

B. Permasalahan

C. Tujuan

D. Manfaat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioremediasi hidrokarbon aromatik

B. Proses Degradasi

C. Aplikasi dan Bioteknologi

D. Genetika Bakteri Pendegradasi

BAB III. METODE

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

B. Cara Kerja

KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

Jadwal Persiapan dan Pelaksanaan Kerja Praktik

Page 5: proposal jadi semoga gak revisi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Senyawa aromatik merupakan senyawa yang relatif sulit mengaiami biodegradasi

sehingga dikenal sebagai senyawa rekalsitran (Atlas & Bartha 1987), salah satunya dijumpai

pada minyak bumi. Salah satu senyawa aromatik yang dijumpai pada minyak bumi adalah

senyawa fenol dan turunannya. Kandungan fenol dan turunannya dalam limbah industri minyak

dan gas bumi mengakibatkan tercemarnya lingkungan oleh senyawa beracun tersebut dan

rnemberikan ancaman terhadap lingkungan. Senyawa fenol memberikan dampak gangguan

kesehatan sejalan dengan peningkatan tingkatan dan lama pencemamn. Gangguan kesehatan

yang timbul antara lain iritasi paru-paru, kejang otot, kehilangan koordinasi, luka pada hati,

ginjal, jantung, menimbulkan kanker, melepuhkan dan membakar kulit, bahkan dapat

menyebabkan kematian (ATSDR, 1989).

Industri pengeboran minyak bumi serta industri hilimya sangat potensial menyebabkan

air, tanah, dan udara tercemar. Senyawa fenol termasuk diantara pencemar air tanah terbesar.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menetapkan ambang batas kandungan

fenol dalam air sungai dan danau sebesar 0,3 mgR (ATSDR,1989; Bell et a/., 1999). Berbagai

usaha untuk mengatasi pencemaran telah dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan

pada sistem eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan penyaluran minyak bumi, serta pengelolaan

limbah. Adapun penanganan pencemaran yang sejauh ini telah dilakukan meliputi penanganan

fisik, biologi, dan kirniawi. Kehadiran mikroorganisme pendegradasi cemaran hidrokarbon

pada habitatnya akan mampu melakukan remediasi atau pemulihan, tetapi dengan jumlah

populasinya yang rendah dan suplemen nutrien tertentu menyebabkan kemampuan

remediasinya rendah. Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob

pendegradasi cemaran, konsentrasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan

faktor kimia seperti ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer, 1992).

Pada awalnya mikroorganisme pendegradasi minyak bumi dianggap hanya dijumpai

pada daerah yang bersinggungan dengan minyak bumi, tetapi bukti menunjukkan bahwa

mikroorganisme pendegradasi minyak tersebar luas di alam (Schlegel 1993). Hingga saat ini

lebih dari 108 spesies bakteri mampu mendegradasi hidrokarbon, di antaranya yaitu:

Page 6: proposal jadi semoga gak revisi

Alcaligenes, Bacillus, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, dan Vibrio (Berry & Francis

1987).

Pertamina merupakan salah satu perusahaan energi di Indonesia yang mengolah minyak

dan gas bumi menjadi produk yang siap untuk dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat luas.

Salah satu kilang minyak yang dioperasikan oleh Pertamina adalah Pusdiklat Migas Ceepu,

Jawa Tengah dengan kapasitas produksi sekitar 5 ribu barel per hari. Salah satu yang menjadi

bagian dari Pusdiklat Migas Cepu adalah Laboratorium Penguji. Laboratorium Penguji

Pusdiklat Migas Cepu (LP – Pusdiklat Migas) memberikan layanan jasa pengujian bagi

masyarakat industri, perusahaan perminyakan, perusahaan air minum daerah, pengguna minyak

bakar, pengguna bahan bakar minyak dan gas, angka oktan riset (RON) bensin, pengguna

minyak lumas serta pencemaran

METODE PENGUJIAN

Laboratorium Penguji (LP-Pusdiklat Migas) Cepu menggunakan metode dan prosedur yang

sesuai untuk semua pengujian. Menggunakan metode pengujian standar internasional edisi

mutakhir yang berlaku, seperti P, UOP, API, SNI dan GPA.

PELAPORAN HASIL PENGUJIAN

Mencakup semua informasi yang diminta oleh pelanggan. Hasil setiap pengujian, dilaporkan

secara akurat, jelas, tidak meragukan dan obyektif, dan sesuai dengan setiap instruksi spesifik

dalam metode pengujian.

ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN

Mempunyai dan menetapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran.

Menggunakan perhitungan ketidakpastian pengukuran yang teliti secara statistik dan uji

profisiensi Robust Z-Score.

Dalam kegiatan LABORATORIUM PENGUJI (LP-PUSDIKLAT) Migas Cepu, menggunakan

peralatan-peralatan yang terakreditasi, dengan bahan acuan sertitikat, yang memberikan hasil

uji yang dapat dipercaya.

Peralatan-peralatan itu adalah :

Page 7: proposal jadi semoga gak revisi

Peralatan pengujian minyak, manual ataupun otomatis.

Mesin CFR yaitu alat pengujian angka oktan riset (RON) berbagai bahan bakar bensin.

Spektrofotomater Serapan Atom (AAS) yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam

minyak, air minum dan air buangan, air formasi, semen.

Spektrofotomater UV-VIS yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam minyak, air

minum dan air buangan, air fprmasi, semen.

Spektrofotomater Infra Merah (IM) yaitu alat pengujian kadar minyak dan fenol air

buangan.

Chromatografi Gas (GC) yaitu alat pengujian komposisi gas alam, gas kilang, elpiji dan

kimia organik dalam air buangan. 

Chromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) yaitu alat pengujian fenol dalam air buangan

dari lapangan EP, kilang minyak dan penyimpanan minyak mentah.

Untuk jenis pengujian dapat dikelompokan sebagai berikut :

Pengujian Bensin.

Pengujian Minyak Tanah.

Pengujian Minyak Solar.

Pengujian Minyak Bakar.

Pengujian Minyak Lumas.

Pengujian limbah cair, padatan dan udara emisi. 

Pengujian minyak dalam air buangan.

Pengujian air DAS.

Pengujian air sumur.

Pemetaan

Page 8: proposal jadi semoga gak revisi

Preparasi Sampel Geologi

Mikropaleontologi

Preparasi Sayatan Tipis

Petrologi, Kalsimetri

Glanulometri, Foto Sayatan Tipis

Pengujian Air Minum.

Pengujian logam dalam Minyak dan Air.

Pengujian Fenol.

Pengujian komposisi Gas Alam, Elpiji.

Page 9: proposal jadi semoga gak revisi

KP (kerja praktek) atau PKL (praktek kerja lapangan) merupakan sarana bagi

mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan, mendapatkan skill dengan mempelajari tehnik

pengolahan limbah terutama pengujian fenol yang terkandung dalam air buangan serta

mempelajari metode pengolahan limbah hidrokarbon aromatik yang baik. Sehingga

diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang didapatkan untuk dapat

mendeteksi keberadaan dan tingkat pencemaran fenol yang terkandung dalam air buangan

serta mampu mengolahnya dengan metode yang tepat.

B. Permasalahan

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana cara prosessing atau treatment limbah minyak dan gas buni di Pusdiklat

Migas Cepu?

2. Bagaimana cara pengolahan limbah hidrokarbon aromatik dalam proses pengolahan

minyak dan gas bumi khususnya yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?

3. Mikrobia jenis apa sajakah yang digunakan dalam proses pengolahan limbah minyak

dan gas bumi yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?

4. Bagaimana mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia?

C. Tujuan Kerja Praktek

Kerja praktek di Pusdiklat Migas Cepu ini mempunyai tujuan untuk :

1. Mengetahui proses penanganan limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas

Cepu

2. Mengetahui proses pengolahan limbah minyak dan gas bumi yang mengandung

hidrokarbon aromatik khususnya fenol

3. Mengetahui berbagai jenis mikrobia yang terlibat dalam pendegradasian fenol yang

terkandung dalam limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas Cepu

4. Mengetahui mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia.

D. Manfaat

Program Kerja Praktek di Laboratorium Penguji-Pusdiklat Migas Cepu diharapkan mampu

memberikan manfaat kepada mahasiswa berupa proses penanganan limbah yang tepat terhadap

suatu bahan pencemar sehingga konsentrasi bahan pencemar tidak lagi berbahaya bagi lingkungan.

Page 10: proposal jadi semoga gak revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioremediasi hidrokarbon aromatik

Perputaran karbon di alam tergantung reaksi katabolik mikroorganisme. Biodegradasi

hidrokarbon ini merupakan proses kompleks, yang aspek kuantitatif dan kualitatifnya

tergantung kepada sifat alami dan jumlah hidrokarbon tersebut, kondisi lingkungan, dan

komponen komunitas mikroba (Leahy and Colwell, 1990; Nicholson et al., 1992). Kapasitas

mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan

tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak

sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan (Portier, 1991; Semple and Cain, 1996).

Bioremediasi merupakan teknik yang potensial untuk membersihkan daerah terkontaminasi

bahan pencemar (Blasco et al., 1997; Laine and Jorgensen, 1996). Teknologi bioremediasi

secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami

mikroorganisme untuk mendegradasi/mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik

esensial dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier, 1991). Teknologi ini sangat berguna

dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga prinsip dalam teknologi

bioremediasi, yaitu pelepasan langsung mikroba ke lingkungan terkontaminasi, peningkatan

kemampuan mikroba indigenous (asli), dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus

(Portier, 1991). Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada

komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy and

Colwell, 1990). Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul

besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan dengan

senyawa dengan berat molekul rendah. Meski demikian beberapa studi menunjukkan bahwa

degradasi pada kondisi optimum terhadap senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi

(Leahy and Colwell, 1990). Demikian juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al.,

1992). Salah satu bahan pencemar yang sering menimbulkan masalah adalah hidrokarbon

aromatis. Hidrokarbon yang sering dijumpai, terutama di perairan, adalah fenol dan

derivatnya dari karbonisasi batubara, bahan kimia sintetik, dan industri minyak (Semple and

Cain, 1996). Senyawa fenolik ini merupakan polutan berbahaya (Dong et al. 1992). Fenol

alami dapat dijumpai di berbagai tanaman. Tanin merupakan suatu kelompok senyawa

polifenolik yang biasanya merupakan komponen tumbuhan, dan terdiri dari 2 kelas utama,

yaitu yang terkondensasi dan hidrolisat. Disamping itu tumbuhan menghasilkan lignin yang

Page 11: proposal jadi semoga gak revisi

merupakan kelompok polifenol sekerabat dengan tanin yang sangat sulit didegradasi oleh

bakteri (Gamble et al., 1996). Industri kimia mensintesis berbagai jenis derivat nitroaromatis

yang digunakan sebagai komponen manufaktur. Parathion merupakan salah satu bahan kimia

hasil sintetis, yang digunakan untuk pestisida (Blasco and Castillo, 1992). Derivat lainnya

seperti senyawa aromatis halogen berbahaya telah digunakan dalam pertanian dan industri,

dan dibuang ke lingkungan selama beberapa dekade terakhir, sering terakumulasi dalam

sedimen anaerobik, tanah, dan lingkungan perairan (Kuo and Genthner, 1996). Klorofenol

misalnya terdapat dalam limbah cair pulp dan dari proses lain. Senyawa ini dapat

mengkontaminasi berbagai tanah dan air bawah tanah (Laine and Jorgensen, 1996; Mohn and

Kennedy, 1992). Degradasi fenol dan homolognya dilakukan oleh berbagai organisme berupa

bakteri, jamur, kapang, ganggang, dan tumbuhan tungkat tinggi (Semple and Cain, 1996).

Pengetahuan tentang jalur biotransformasi merupakan hal penting untuk melihat resiko pada

daerah terkontaminasi dan penerapan perlakuan biologi. Bagaimanapun, jalur yang diamati di

laboratorium dengan organisme tanpa aklimatisasi sering berbeda dengan yang diobservasi di

lapangan atau pada proses perlakuan dengan konsorsium mikroba yang dipaparkan dalam

kontaminan untuk waktu yang lama (Nicholson et al., 1992). Pada kasus kloroaromatik,

alasan lambatnya atau tidak adanya biodegradasi dalam lingkungan disebabkan oleh jumlah

yang tidak memadai dari mikroba pendegradasi poliklorofenol (Blasco et al., 1997; Miethling

and Karlson, 1996) dan inhibisi oleh konsentrasi toksik senyawa ini, atau oleh kontaminan

lain (Heipieper et al., 1992; Miethling and Karlson, 1996). Namun kadang-kadang mikroba

khusus yang diintroduksikan bekerja tidak sesuai dengan harapan, karena faktor seperti

ketahanan (survival) rendah, predasi, dan pengaturan kemampuan degradasi yang tidak baik

(Blasco et al., 1997).

B. PROSES DEGRADASI

Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan senyawa

hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih disebabkan karena senyawa ini

telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh

lebih baik dibandingkan dengan dengradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan

fenol dan mineralisasi dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis

fenol. Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin (ring-

dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol) dihasilkan dari

senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto dengan enzim katekol 2,3-

dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3-

Page 12: proposal jadi semoga gak revisi

dioksigenase, senyawa katekol diubah menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan

pemecahan lain. Hasil metabolit ini dapat masuk ke siklus TCA. Beberapa homolog fenol

juga mempunyai jalur reaksi yang sama sebelum masuk siklus TCA. Kemampuan degradasi

mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mikroba,

proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap senyawa toksik.

Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi fenol dengan baik. Ganggang eukaryot,

Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon.

Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol melalui

pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15% tetap dalam

medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain, 1996). Jamur

Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu mendegradasi senyawa tannin

(Gamble et al., 1996). Senyawa toksik berupa logam berat juga mengganggu mikroba

pendegradasi. Kontaminasi logam berat secara alami (erosi, kebakaran, pencucian, aktifitas

gunung api, dan transformasi mikroba) dan oleh kegiatan manusia (limbah industri,

pembuangan sampah, dan pembakaran bahan bakar fosil) menyebabkan akumulasi logam

dalam relung lingkungan yang anaerobik (Kuo and Genthner, 1996). Keadaan ini membuat

perlunya diketahui kemampuan mikroba untuk mendegradasi senyawa aromatik di daerah

yang juga tercemar logam berat. Pertumbuhan bersama antara pereduksi Cr(VI), Escherichia

coli ATCC 33456, dan pendegradasi fenol, Pseudomonas putida DMP-1, secara simultan

mereduksi Cr(VI) dan mendegradasi fenol (Shen and Wang, 1995). Penambahan Cr(VI)

sebanyak 0.01 ppm meningkatkan biodegradasi fenol sampai 179% dan benzoat sampai

169%, sedang penambahan Cd(II) dan Cu(II) sebanyak 0.01 ppm meningkatkan laju

biodegradasi benzoat sampai 185% dan 2-klorofenol sampai 168%. Untuk Hg(II) 1.0-2.0

ppm, 2-klorofenol dan 3-klorobenzoat terdegradasi 133-154% lebih cepat daripada kontrol

setelah periode aklimatisasinya diperpanjang (Kuo and Genthner, 1996). Peningkatan

toleransi sel melawan substrat beracun dapat meningkatkan kemampuan degradasi bahan

pencemar oleh mikroba terkait. Perubahan komposisi lemak membran dari cis menjadi trans

menyebabkan peningkatan derajat saturasi lemak membran. Modifikasi ini berhubungan

dengan peningkatan toleransi membran terhadap senyawa toksik, seperti fenol dan klorofenol

(Heipieper et al., 1992).

Page 13: proposal jadi semoga gak revisi

Beberapa derivat aromatis atau homolog fenol juga mampu didegradasi oleh mikroba.

Strain bakteri MVI, suatu kelompok bakteri Gram-negatif dan basilus aerobik, yang diisolasi

dari lumpur yang diperkaya yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik plastik

memperlihatkan kemampuan mendegradasi bisfenol A. Sebanyak 60% bisfenol A

termineralisasi menjadi CO2, dan 20% menjadi bagian sel. Bisfenol dipecah menjadi 4-

hidroksibenzoat dan 4-hidroksiasetofenon untuk kemudian dimineralisasi dan diasimilasi

menjadi karbon dalam sel. Dua puluh persen lainnya dihidroksilasi membentuk 2,2-bis(4-

hidroksifenil)-1-propanol, kemudian ditransformasi menjadi 2,3-bis(4-hidroksifenil)-1,2-

propanediol. Sel yang ditumbuhkan pada bisfenol A ternyata mampu mendegradasi juga

bisfenol alkana, asam benzoat terhidroksilasi, dan asetofenon terhidroksilasi (Lobos et al.,

1992). Selama degradasi difenil eter yang dilakukan oleh bakteri Sphingomonas sp. strain

SS3 terbentuk intermediet fenol dan katekol yang kemudian menuju jalur 3-oksoadipat.

Bakteri ini juga mampu menggunakan derivat 4-floro, 4-kloro, dan sedikit 4-bromo dari

difenil eter sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Langkah inisiasi degradasi

mengikuti mekanisme 1,2-dioksigenase yang menghasilkan fenolat hemiasetal yang tidak

stabil dari struktur difenil (Schmidt et al., 1992). Rhodobacter capsulatus E1F1, bakteri non

sulfur ungu fototrofik yang mampu memfotoasimilasi nitrat atau nitrit, tumbuh secara

fototrofik pada medium dengan mono dan dinitrofenol dengan asetat sebagai sumber karbon.

Pertumbuhan terbesar diperoleh pada kondisi mikroaerobik (Blasco and Castillo, 1992). Pada

kasus biodegradasi senyawa aromatik seringkali terbentuk intermediet yang lebih toksik dari

senyawa asli. Karena tingkat kelarutan yang tinggi menyebabkan senyawa ini mudah

menyebar. Oleh sebab itu, proses mineralisasi harus merupakan tujuan akhir dari degradasi

senyawa aromatis, bukan hanya sekedar telah terjadi konversi senyawa ini (Blasco et al.,

1997; Laine and Jorgensen, 1996). Pada senyawa kloroaromatis, mineralisasi biasanya

dilakukan oleh enzim melalui jalur klorokatekol. Sayangnya hanya sedikit bakteri yang

mampu mentransformasi klorofenol menjadi klorokatekol untuk kemudian menuju proses

mineralisasi (Blasco et al., 1997). Reduksi dehalogenasi kelihatannya merupakan langkah

inisiasi dalam degradasi anaerobik seluruh klorofenol (Mohn and Kennedy, 1992; Nicholson

et al., 1992). Reduksi ini memiliki nilai penting terhadap lingkungan karena produk

metabolik yang lebih sedikit mengandung klorin umumnya kurang beracun dan lebih mudah

didegradasi oleh bakteri aerob dibandingkan dengan senyawa induk yang memiliki klorin

lebih banyak (Nicholson et al., 1992). Nicholson et al. (1992) juga mencatat bahwa reduksi

Page 14: proposal jadi semoga gak revisi

deklorinasi terjadi pada lumpur buangan anaerobik yang tidak diaklimatisasi dan yang

diaklimatisasi, sedimen, tanah yang ditambah dengan lumpur buangan, dan lingkungan

perairan. Jalur lain dalam degradasi homolog fenol selain jalur klorokatekol dapat saja terjadi

melalui pembelahan meta dan 3-oksoadipat yang menghasilkan protoanemonin (Gambar 2),

suatu intermediet yang lebih toksik daripada senyawa induk. Protoanemonin merupakan

suatu senyawa antibiotik spektrum luas yang biasanya dihasilkan oleh tumbuhan keluarga

Ranunculaceae (Blasco et al., 1997). Pembentukan protoanemonin ini dibuktikan dengan

percobaan menggunakan tanah disterilisasi dan tanah yang tidak disterilisasi. Pemberian

katekol, 4-klorokatekol, dan 4-klorobenzoat pada tanah disterilisasi tidak mempengaruhi

pertumbuhan Pseudomonas sp. strain LB400, bakteri yang mampu memetabolisme

klorobifenil. Benzoat dan bifenil dirombak tanpa akumulasi intermediet, atau mengalami

mineralisasi. Pada tanah yang tidak disterilisasi, pemberian senyawa tersebut menyebabkan

penurunan viabilitas bakteri LB400. Penurunan ini dapat terjadi karena pengaruh kompetisi

terbatas dan/atau predasi, namun penurunan yang lebih besar dapat terjadi karena adanya

akumulasi senyawa toksik berupa protoanemonin yang dibentuk oleh mikroorganisme

indigenous (Blasco et al., 1997).

Inokulasi LB400 bersama dengan Pseudomonas PS121 yang mampu mendegradasi 4-

klorobenzoat melalui 4-klorokatekol dan jalur orto ke dalam tanah tidak disterilisasi

menunjukkan tidak adanya penurunan viabilitas LB400. Hal yang sama juga terlihat pada

kombinasi LB400 dengan P. putida KT2442 yang memiliki plasmid TOL yang mampu

meruba h 4-klorobenzoat menjadi 5-kloro-2-hidroksimukonat semialdehid, sehingga

tidak terjadi akumulasi 4-klorokatekol dan protoanemonin (Blasco et al., 1997). Beberapa

mikroba lain yang mampu mengkonversi klorofenol telah dilaporkan. Meski tidak

menyebutkan secara spesifik, Mohn and Kennedy (1992) melihat adanya beberapa mikroba

anaerob yang mampu mendegradasi klorofenol dan mungkin dapat digunakan pada limbah

yang mengandung klorofenol. Biodegradasi anaerobik merupakan suatu pilihan yang murah

untuk mengeluarkan bahan pencemar organik in situ dari lingkungan (Kuo and Genthner,

1996). Setelah aklimatisasi pada 3,4 ?M pentaklorofenol selama 6 bulan, konsorsium

metanogen mampu mengeluarkan klorin dari posisi orto, meta, dan para dari pentaklorofenol

dan produk reduktif deklorinasinya.

Pentaklorofenol didegradasi menjadi 2,3,4,5-tetraklorofenol, 2,3,4,6-tetraklorofenol, dan

2,3,5,6-tetraklorofenol. Proses deklorinasi 2,3,4,5-tetraklorofenol menghasilkan 3,4,5-

triklorofenol untuk kemudian didegradasi menjadi 3,4-diklorofenol dan 3,5-diklorofenol.

Deklorinasi melalui orto dan meta dari 2,3,4,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,4,6-

Page 15: proposal jadi semoga gak revisi

triklorofenol dan 2,4,5-triklorofenol, sedang 2,3,5,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,3,5-

triklorofenol dilanjutkan dengan pembentukan 3,5-diklorofenol. Degradasi 2,4,6-triklorofenol

menghasilkan 2,4-diklorofenol, sedang deklorinasi 2,4,5-triklorofenol pada dua posisi

menghasilkan 2,4-diklorofenol dan 3,4-diklorofenol. Dari tiga diklorofenol yang dihasilkan

hanya 2,4-diklorofenol yang dapat didegradasi dalam waktu relatif singkat untuk membentuk

4-klorofenol (Nicholson et al., 1992). Inokulasi tanah dengan Sphingomonas chlorophenolica

RA2 sebanyak 108 sel/g mampu memperpendek secara mengesankan waktu mineralisasi 30 ?

g pentaklorofenol dengan sekitar 80% diubah menjadi CO2. Inokulasi dengan

Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 meningkatkan mineralisasi sedikit di atas bakteri

indigenous. Kemampuan yang buruk dari strain ini mungkin berhubungan dengan sifat

sensitifnya terhadap pentaklorofenol, juga mungkin karena kondisi tanah yang sedikit asam

(Meithling and Karlson, 1996). Penambahan bahan tertentu yang mengandung inokulan ke

dalam tanah terkontaminasi klorofenol dapat mempercepat proses degradasi klorofenol.

Setelah adaptasi dengan pentaklorofenol, kompos jerami mampu memineralisasi 56%

pentaklorofenol. Sedang tanah teremediasi (remediated soil) yang telah diperkaya mampu

memineralisasi 24% pentaklorofenol (Laino and Jorgensen, 1996). Biodegradasi anaerobik

senyawa klorofenol dan klorobenzoat juga tergantung kepada elektron yang tersedia dan

posisi klorin tersubstitusi (Haggbl?m et al., 1993). Hasil proses degradasi tidak seluruhnya

dapat dimineralisasi. Beberapa intermediet ternyata bersifat resisten terhadap degradasi

lanjut. Dua produk yaitu 3-dan 4-monoklorofenol merupakan produk yang resisten terhadap

degradasi, sedang 2 monoklorofenol dapat didegradasi lebih lanjut (Mohn and Kennedy,

1992). Melihat kenyataan ini pemilihan mikroba yang lebih sesuai untuk aplikasi sehingga

meminimalkan produk tak terdegradasi lanjut maupun terbentuknya intermediet toksik

menjadi penting.

C. APLIKASI DAN BIOTEKNOLOGI

Fenol dan homolognya seperti klorofenol memerlukan suasana aerob dan anaerob

agar dapat terdegradasi. Reduktif dehalogenasi dilakukan dalam suasana anaerob, namun

tahap pembentukan katekol atau klorokatekol pada reaksi yang menggunakan ring-

dioxygenase dan ring-cleavage dioxygenase memerlukan oksigen. Reaktor degradasi, liquid

solid contact reactor (LSC), mungkin merupakan salah satu alternatif reaktor bioremediasi

senyawa fenol dan homolog atau derivat aromatis. Pada reaktor terdapat suatu alat pengaduk

dan aerator dalam ruang tertutup yang menerima contoh tanah dan air tanah secara terus

menerus atau semi-continuous (Portier, 1991). Reaktor sejenis mampu untuk

Page 16: proposal jadi semoga gak revisi

membioremediasi tanah dan sedimen dengan bahan organik berbahaya yang melebihi 1%

total bahan organik (Portier, 1991).

Bioremediasi dengan LSC didekati dengan 2 langkah proses perlakuan, yaitu tahap

pencampuran sel yang di dalamnya tanah terkontaminasi dihomogenasi dan diinokulasi

dengan nutrien dan biomassa mikroba, dan tahap perlakuan biologi yang di dalamnya terjadi

proses mineralisasi. Langkah ketiga yang mungkin diperlukan yaitu air limbah yang dibuang

dari reaktor juga diberikan perlakuan biologi. Tanah residu yang dikeluarkan dapat dibuang

di tanah pertanian atau ditempatkan secara permanen di suatu tempat pembuangan (Portier,

1991).

Pendekatan bioteknologi dalam bioremediasi fenol dan homolognya seperti klorofenol

dilakukan dengan memilih atau mungkin merekayasa mikroba pendegradasi, sehingga

kemampuan bioremediasi terhadap senyawa ini dapat ditingkatkan. Proses biodegradasi

senyawa aromatik yang menghasilkan senyawa berbahaya seperti protoanemonin yang dapat

menurunkan laju biodegradasi dapat dihindarkan dengan pendekatan berupa inokulasi

bersama antara bakteri pemetabolisme klorobifenil dengan pemecah klorobenzoat.

Pendekatan lain yang juga dapat dilakukan berupa perekayasaan mikroba sehingga mikroba

memiliki 2 kemampuan tersebut sekaligus (Blasco et al., 1997). Seleksi dan adaptasi juga

diperlukan dalam upaya lebih meningkatkan laju biodegradasi.

Meskipun keuntungan membersihkan lingkungan tercemar dengan mikroba rekayasa

terlihat jelas, namun tingkah laku dalam waktu lama dari mikroba hasil rekayasa ini di

lingkungan terbuka belum diketahui. Salah satu upaya agar mikroba ini dapat bertahan hidup

adalah dengan cara mematikannya segera setelah aplikasi selesai, dengan cara memberi

mereka kandungan biologi aktif (active biological containment). Sistem active biological

containment didasarkan pada pengendalian ekspresi fungsi letal. Sistem ini didasarkan pada

sirkuit regulator ekpresi jalur pembelahan meta dari plasmid pWW0 Pseudomonas putida,

gen xylS dengan promotor Pm dan gen gef dari Escherichia coli, yang menyandi protein

membran yang dapat merusak potensial membran sel dengan membuat lubang pada

membran. Model yang ditunjukkan pada

D. GENETIKA BAKTERI PENDEGRADASI

Pengetahuan tentang genetika mikroba menjadi sangat penting dalam penerapan

bioteknologi untuk mendegradasi senyawa fenol dan homolognya. Analisis biokimia dan

genetika degradasi aerob dilakukan umumnya pada Pseudomonas (Altenschmidt et al. 1993;

Dunaway-Mario and Babbitt, 1994; Powlowski and Shingler, 1994; Williams and Sayers,

Page 17: proposal jadi semoga gak revisi

1994; Shield et al., 1995; de Sauza et al., 1995; Blasco et al., 1997; Fuenmayor et al., 1998).

Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom

(Harayama et al., 1991; Jeffrey et al., 1992; Brenner et al., 1993). Beberapa elemen loncat

serti Tn4651 dan Tn4653, transposon toluena, dan Tn4655, transposon naftalena juga

membawa gen degradatif (Wyndham et al., 1994). Shield et al. (1995) melihat bahwa plasmid

TOM, plasmid degradatif berukuran 108 kb, bertanggung jawab terhadap katabolisme toluena

dan fenol. Plasmid ini memiliki gen penyandi toluene ortho monooxygenase dan catechol

2,3-dioxygenase. Plasmid berukuran besar yang secara kolektif disebut plasmid TOL

membawa gen xyl untuk toluena/xilena merupakan subjek telaah yang intensif (Assinder and

Williams, 1990). Beberapa gen degradatif lain juga telah diidentifikasi, termasuk di dalamnya

bph, dmp, nah dan tod (Williams and Sayers, 1994), gtd (Werwath et al., 1998), ben (Jeffrey

et al., 1992), and nag (Fuenmayor et al., 1998). Beberapa telaah homologi gen-gen degradatif

telah dilakukan. Kim et al. (1996) melakukan telaah homologi gen degradatif pada

Sphingomonas. Harayama et al. (1991) mengamati bahwa xylXYZ dari Pseumonas putida

and benABC dari Acinetobacter calcoaseticus memiliki induk yang sama. Bundy et al. 1998)

melihat kesamaan antara antABC yang menyandikan anthranilate dioxygenase and benABC

yang menyandikan benzoate dioxygenase dari Acinetobacter sp. strain ADP1. Substitusi antC

dari mutan Acinetobacter dengan benC ketika ditumbuhkan dalam antranilat menunjukkan

bahwa BenC mempunyai spesifitas subtrat yang luas. Sebaliknya, benAB tidak dapat

mensubstitusi antAB (Bundy et al., 1998) mengindikasikan sempitnya subtrat untuk BenAB

(Harayama et al., 1991; Bundy et al., 1998). Gen yang bertanggung jawab mengkonversi

naftalena menjadi gentisat, nag, dari Pseudomonas sp. strain U2 yang diisolasi dari tanah

terkontaminasi minyak telah disekuen. Perbandingan sekuen menunjukkan bahwa gen novel

yang diwakili arketipe untuk strain naftalena menggunakan jalur gentisat ketimbang jalur

meta (Fuenmayor et al., 1998). Telaah perbandingan pada enzim yang bertanggung jawab

dalam degradasi senyawa aromatik dilakukan oleh Dong et al. (1992) dan Neidle et al.

(1991). Catechol 2,3-dioxygenase B. stearothermophilus mempunyai fungsi yang sama

dengan enzim yang disandikan xylE dari P. putida, meskipun kestabilan panas dan

homologinya agak berbeda (Dong et al., 1992). Neidle et al. (1991) menunjukkan bahwa

perbandingan sekuen deduksi asam amino BenABC dari A. calcoaceticus dengan sekuen

sekerabat termasuk multikomponen toluate, toluene, benzene, dan naphtalene 1,2

dioxygenase mengindikasikan adanya ukuran yang sama dari sub-unit komponen hidroksilase

yang diturunkan dari induk yang sama. Klon gen-gen degradatif telah dilaporkan. Kim and

Oriel (1995) berhasil mengklon pheA dan pheB dari B. stearothermophilus BR219 ke dalam

Page 18: proposal jadi semoga gak revisi

E. coli. Gen ini menyandikan konversi fenol menjadi katekol dan katekol menjadi 2-

hidroksimukonat semialdehida. Klon dan pemetaan gen pendegradasi fenol melalui jalur

meta dari B. stearothermophilus FDTP-3 ke dalam E. coli juga telah dilakukan oleh Dong et

al. (1992). Springael et al. (1994) melaporkan transfer gen degradatif ke dalam strain resisten

logam berat dari Alcaligenes eutrophus. Goyal and Zylstra (1996) mengklon gen degradatif

yang berbeda dari gen klasik nah dari Comamonas testosteroni GZ39, mampu mendegradasi

hidrokarbon aromatik polisiklik. Klon dan sekuen sebagian dari gen degradasi atrazin dari

Pseudomonas sp. strain ADP telah dilakukan (de Sauza et al., 1995). Mereka mengamati

bahwa gen tersebar luas di alam dan berperan dalam pembentukan hidroksiatrazin di tanah.

Page 19: proposal jadi semoga gak revisi

BAB III

METODE

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kerja praktik ini dilaksanakan di Laboratorium Penguji, Laboratorium Ilmu Dasar,

Pusdiklat Migas Cepu, Jalan Sorogo No. 1 Cepu, Blora, Jawa tengah pada awal bulan Februari

2011 atau sesuai dengan izin dari Fakultas Biologi UGM, selama 2 minggu.

B. Cara Kerja

Kegiatan kerja praktek ini dilakukan sesuai dengan metode yang telah ditetapkan

oleh Laboratorium Penguji, Laboratorium Ilmu Dasar, Pusdiklat Migas Cepu.

Page 20: proposal jadi semoga gak revisi

Daftar Pustaka

Altenschmidt, U., B. Oswald, E. Steiner, H. Herrmann, and G. Fuchs. 1993. New aerobic

benzoate oxidation pathway via benzoyl-coenzyme A and 3-hydroxybenzoyl-

coenzyme A in a denitrifying Pseudomonas sp. J. Bacteriol. 175:4851-4858.

Assinder, S.J. and P.A. Williams. 1990. The TOL plasmids: determinants of the catabolism of

toluene and the xylenes. Adv. Microb. Physiol. 31:1-62.

Blasco, R. and F. Castillo. 1992. Light-dependent degradation of nitrophenols by the

phototrophic bacterium Rhodobacter capsulatus E1F1. Appl. Environ. Microbiol.

58(2): 690-695.

Blasco, R., M. Mallavarapu, R. Wittich, K.N. Timmis, and D.H. Pieper. 1997. Evidence that

formation of protoanemonin from metabolites of 4-chlorobyphenyl-cometabolizing

microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 63(2): 427-434.

Brenner, V., B. S. Hernandez, and D. D. Focht. 1993. Variation in chlorobenzoate catabolism

by Pseudomonas putida P111 as a consequence of genetic alternations. Appl. Environ.

Microbiol. 59: 2790-2794.

Bundy, B. M., A. L. Campbell, and E. L. Neidle. 1998. Similarities between the antABC-

encoded anthranilate dioxygenase and the benABC-encoded benzoate dioxygenase of

Acinetobacter sp. strain ADP1. J. Bacteriol. 180: 4466-4474.

de Sauza, M.L., L.P. Wackett, K.L. Boundy-Mills, T. Mandelbaum, and M.J. Sadowsky.

1995. Cloning, characterization, and expression of a gene region from Pseudomonas strain

ADP involved in the dechlorination of atrazine. Appl. Environ. Microbiol. 61: 3373-

3378.

Dunaway-Mariano, D. & P.C. Babbitt. 1994. On the origins and functions of the enzymes of

the 4-chlorobenzoate to 4-hydroxybenzoate converting pathway. Biodegrad. 5: 259-276.

Dong, F., L. Wang, C. Wang, J. Cheng, Z. He, Z. Sheng, and R. Shen. 1992. Molecular

cloning and mapping of phenol degradation genes from Bacillus

stearothermophilus FDTP-3 and their expression in Escherichia coli. Appl. Environ.

Microbiol. 58(8): 2531-2535.

Fuenmayor, S. L., M. Wild, A. L. Boyes, and P. A. Williams. 1998. A gene cluster encoding

steps in conversion of naphthalene to gentisate in Pseudomonas sp. strain U2. J.

Bacteriol. 1998. 180: 2522-2530.

Page 21: proposal jadi semoga gak revisi

Gamble, G.R., D.E. Akin, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 1996. Biological degradation of

tannins in sericea lespedeza (Lespedeza cuneata) by the white rot fungi Ceriporiopsis

subvermispora and Cyathus stercoreus analysed by sold-state 13C nuclear magnetic

resonance spectroscopy. Appl. Environ. Microbiol. 62(10: 3600-3604.

Goyal and Zylstra. 1996. Molecular cloning of novel genes for polycyclic aromatic

hydrocarbon degradation from Comamonas testoteroni G239. Appl. Environ.

Microbiol. 62: 230-236.

Haggbl?m, M.M., M.D. Rivera, and L.Y. Young. 1993. Influence of alternative electron

acceptors on the anaerobic biodegradability of chlorinated phenols and benzoate

acids. Appl. Environ. Microbiol. 59(4): 1162-1167.

Harayama, S., M. Rekik, A. Bairoch, E.L. Neidle, and L.N. Ornston. 1991. Potential DNA

slippage structures acquired during evolutionary divergence of Acinetobacter

calcoaceticus chromosomal benABC and Pseudomonas putida TOL pWW0 plasmid

xylXYZ, genes encoding benzoate dioxygenases. J. Bacteriol. 173: 7540-7548.

Heipieper, H., R. Diefenbach, and H. Keweloh. 1992. Conversion of cis unsaturated fatty

acids to trans, a possible mechanism for the protection of phenol-degrading Pseudomonas

putida P8 from substrate toxicity. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 427-434.

Jeffrey, W. H., S. M. Cuskey, P. J. Chapman, S. Resnick, and R. H. Olsen. 1992.

Characterization of Pseudomonas putida mutants unable to catabolize benzoate:

Cloning and characterization of Pseudomonas genes involved in benzoate catabolism

and isolation of a chromosomal DNA fragment able to substitute for xylS in activation of

the TOL lower-pathway promotor. J. Bacteriol. 174: 4986-4996.

Kim, I.C. and P.J. Oriel. 1995. Characterization of the Bacillus stearothermophilus BR219

phenol hydroxylase gene. Appl. Environ. Microbiol. 61: 1252-1256.

Kim, E., P.J. Aversano, M.F. Romine, R.D. Schneider, and G.J. Zylstra. 1996. Homology

between genes for aromatic hydrocarbon degradation in surface and deep-subsurface

Sphingomonas strains. Appl. Environ. Microbiol. 62: 1467-1470.

Kuo, C. and B.R.S. Genthner. 1996. Effect of added heavy metal ions on biotransformation

and biodegradation of 2-chlorophenol and 3-chlorobenzoate in anaerobic bacterial

consortia. Appl. Environ. Microbiol. 62(7): 2317-2323.

Laine, M.M. and K.S. Jorgensen. 1996. Straw compost and bioremediated soil as inocula for

the bioremediation of chlorophenol-contaminated soil. Appl. Environ. Microbiol.

62(5): 1507-1513.

Page 22: proposal jadi semoga gak revisi

Leahy, J.G. and R.R. Colwell. 1990. Microbial degradation of hydrocarbons in the

environment. Microbiol. Rev. 54(3): 305-315.

Lobos, J.H., T.K. Leib, and T. Su. 1992. Biodegradation of bisphenol A and other bisphenols

by Gram-Negative aerobic bacterium. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 1823-1831.

Miethling, R. and U. Karlson. 1996. Accelerated mineralization of pentachlorophenol in soil

upon inoculation with Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 and Sphingomonas

chlorophenolica RA2. Appl. Environ. Microbiol. 62(12): 4361-4366.

Mohn, W.W. and K.J. Kennedy. 1992. Limited degradation of chlorophenols by anaerobic

sludge granules. Appl. Environ. Microbiol. 58(7): 2131-2136.

Molina, L., C. Ramos, M-C. Ronchel, S. Molin, and J.L. Ramos. 1998. Construction of an

efficient biologically contained Pseudomonas putida strain and its suvival in outdoor

assays. Appl. Environ. Microbiol. 64(6): 2072-2078.

Neidle, E.L., C. Hartnett, L.N. Ornston, A. Bairoch, M. Rekik, and S. Harayama. 1991.

Nucleotide sequences of the Acinetobacter calcoaecticus benABC genes for benzoate

1,2-dioxygenase reveal evolutionary relationship among multicomponent oxygenases.

J. Bacteriol. 173: 5385-5395.

Nicholson, F.D.K., S.L. Woods, J.D. Istok, and D.C. Peeks. 1992. Reductive dechlorination

of chlorophenols by a pentachlorophenol-acclimated methanogenic consortium. Appl.

Environ. Microbiol. 58(7): 2280-2286.

Portier, R.J. 1991. Applications of adapted micro-organisms for site remediation of

contaminated soil and ground water. In Biological degradation of wastes. Ed. A.M.

Martin. Elsevier Applied Science. London. pp. 247-259.

Powlowski, J. and V. Shingler. 1994. Genetics and biochemistry of phenol degradation by

Pseudomonas sp. CF600. Biodegrad. 5: 219-236.

Schmidt, S.R. Wittich, D. Erdmann, H. Wilkes, W. Francke, and P. Fortnagel. 1992.

Biodegradation of diphenil ether and monohalogenated derivatives by Sphingomonas

sp. strain SS3. Appl. Environ. Microbiol. 58(9) 2744-2750.

Semple, K.T. and R.B. Cain. 1996. Biodegradation of phenols by the alga Ochromonas

danica. Appl. Environ. Microbiol. 62(4): 1265-1273.

Shen, H. and Y. Wang. 1995. Simultaneous chromium reduction and phenol degradation in a

coculture of Escherichia coli ATCC 33456 and Pseudomonas putida DMP-1. Appl.

Environ. Microbiol. 61(7): 2754-2758

Page 23: proposal jadi semoga gak revisi

Shield, M.S., M.J. Reagin, R.R. Gerger, R. Campbell, and C. Somerville. 1995. TOM, a new

aromatic degradative plasmid from Burkholderia (Pseudomonas) cepacea G4. Appl.

Environ. Microbiol. 61(4): 1352-1356.

Wyndham, R.C., A.E. Cashore, C.H. Nakatsu, and M.C. Peel. 1994. Catabolic transposons.

Biodegrad. 5: 323-342.

Werwath, J., H. A. Arfmann, D. H. Pieper, K. N. Timmis, and R. Wittich. 1998. Biochemical

and genetic characterization of a gentisate 1,2-dioxygenase from Sphingomonas sp.

strain RW5. J. Bacteriol. 180: 4171-4176.

Williams, P. A. and J. R. Sayers. 1994. The evolution of pathways for aromatic hydrocarbon

oxidation in Pseudomonas. Biodegrad. 5: 195-217.

Page 24: proposal jadi semoga gak revisi

Jadwal Persiapan dan Pelaksanaan Kerja Praktik

No. Agenda

Waktu

Desember Januari Februari Maret April Mei

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pembuatan Proposal

2. Pengajuan Proposal

3. Administrasi

4. Pengajuan Proposal ke Pusdiklat Migas Cepu

5. Pelaksanaan Kerja Praktik

6. Pengolahan Data

7. Pembuatan Laporan

8. Presentasi Laporan