cushing_syndrome jadi jadi

104
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transplantasi hati pada dasarnya adalah mengganti hati yang rusak dengan hati yang sehat untuk lebih meningkatkan angka harapan hidup pasien-pasien dengan penyakit hati akut ataupun kronik yang mengalami kegagalan fungsi. Saat ini banyak kemajuan dibidang tranplantasi hati baik itu dari segi tehnik operasi yang dilakukan ataupun obat- obatan imunosupresi yang diberikan. Apabila dilakukan dengan baik maka survival rate pasien yang menjalani tranplantasi hati akan mencapai 90-95 % dalam satu tahun dan 65- 85 % dalam lima tahun (1,2) . Tranplantasi hati pada manusia pertama kali dilakukan pada tahun 1963 oleh Thomas Starzl di Denver Colorado. Sampai tahun 1983 tranplantasi hati masih berstatus eksperimental dan setelah ditemukannya obat imunosupresi baru, merubah sejarah tranplantasi hati. Penemuan Siklosporin pada penelitian klinis yang dilaksanakan oleh Roy Calne dari University Cambridge London terjadi perubahan keberhasilan yang besar, survival rate dari 30% meningkat menjadi 70 %. Penemuan obat imunosupresi yang baru seperti 1

Upload: mala

Post on 24-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tge7

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTransplantasi hati pada dasarnya adalah mengganti hati yang rusak dengan hati yang sehat untuk lebih meningkatkan angka harapan hidup pasien-pasien dengan penyakit hati akut ataupun kronik yang mengalami kegagalan fungsi. Saat ini banyak kemajuan dibidang tranplantasi hati baik itu dari segi tehnik operasi yang dilakukan ataupun obat- obatan imunosupresi yang diberikan. Apabila dilakukan dengan baik maka survival rate pasien yang menjalani tranplantasi hati akan mencapai 90-95 % dalam satu tahun dan 65- 85 % dalam lima tahun(1,2).Tranplantasi hati pada manusia pertama kali dilakukan pada tahun 1963 oleh Thomas Starzl di Denver Colorado. Sampai tahun 1983 tranplantasi hati masih berstatus eksperimental dan setelah ditemukannya obat imunosupresi baru, merubah sejarah tranplantasi hati. Penemuan Siklosporin pada penelitian klinis yang dilaksanakan oleh Roy Calne dari University Cambridge London terjadi perubahan keberhasilan yang besar, survival rate dari 30% meningkat menjadi 70 %. Penemuan obat imunosupresi yang baru seperti takrolimus dan interleukin -2 reseptor bloker telah mempercepat perkembangan kemajuan tranplantasi hati, dimana survival rate 1 tahun menjadi 85-90 % sedangkan untuk 5 tahun 65-75 %. Sejak tahun 1983 status tranplantasi hati sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal. Perbaikan selanjutnya terjadi pada tahun 1986 dengan penemuan antibodi monoklonal(3).Di Amerika serikat lebih dari 6.000 tranplantasi hati dilakukan setiap tahunnya sedangkan di Indonesia transplantasi hati pertamakali dan dilakukan di RS PuriIndah Jakarta pada Desember 2010 dimana teknik yang digunakan pada operasi ini adalahliving donor liver transplant dimana dalam teknik ini digunakan hati dari orang hidup.Transplantasi hati adalah operasi tingkat tinggi dan di Indonesiamasih tergolong baru(4,5). Tantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu, jumlah ini diperbesar dengan adanya kasus yang kambuh setelah tranplantasi hati. United Network for Organ Sharing (UNOS) melaporkan di USA pada tahun 1999 terdaftar sejumlah 14.709 untuk tindakan tranplantasi tetapi hanya terdapat 4.527 donor hati oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan pasien-pasien yang akan menjadi kandidat untuk tranplantasi hati(3,6)Beberapa kriteria telah dipergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit hati seperti: klasifikasi kriteria Child-Turcoaate Pugh (CTP), kriteria model prognosis penyakit hati tahap akhir model for end stage of liver disease (MELD), atau adanya keadaan dan kondisi yang kurang baik sebagai akibat dari komplikasi penyakit. Salah satu contoh kriteria yang sangat sering di pergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit adalah sistem skor CTP. Seorang penderita dinyatakan mempunyai klas A jika ia mempunyai skor kurang dari 7, klas B jika skor berkisar 7-9 dan termasuk klas C jika ia mempunyai nilai yang lebih dari 10 poin. Untuk kepentingan masuk dalam daftar tunggu untuk tindakan tranplantasi penderita harus mempunyai skor 7 atau klas B menurut Child. Namun demikian sekarang sistem skor CTP tidak lagi merupakan dasar utama untuk alokasi organ, karena sekarang harus didasarkan juga pada MELD skor(7). Suatu studi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka tranplantasi hati dan penurunan angka kematian pasien-pasien yang menunggu untuk dilakukan tranplantasi hati setelah digunakanya MELD skor sebagai suatu metode untuk menentukan pasien- pasien yang akan menjalani tranplantasi hati(8). Menurut American Society of Liver Tranplantation dan AASD ada beberapa kriteria minimal untuk para calon tranplantasi hati antara lain: Kebutuhan yang segera untuk tranplantasi hati, perkiraan masa hidup 1 tahun < 90%, Score Child-Pugh > 7 ( klas B dan C ) dan perdarahan hipertensi portal atau kejadian peritonitis bakterialis spontan. Reperat ini dibuat untuk lebih mengetahui tentang tranplantasi hati pada penderita penyakit hati akut ataupun kronis yang mengalami kegagalan fungsinya.Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003)Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae, osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang baik.

1.2 Rumusan Masalah1) Apa yang dimaksud dengan transplantasi hati?2) Apa definisi dari sindrom cushing?3) Apa saja etiologi dari sindrom cushing?4) Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?5) Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?6) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing?7) Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?8) Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?9) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?

1.3 Tujuan1. Tujuan umumMampu menjelaskan mengenai transplantasi ginjal dan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom cushing2. Tujuan khususa. Dapat mengetahui tentang transplantasi ginjalb. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenalc. Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushingd. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushinge. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada klien dengan sindrom cushingf. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing

1.4 ManfaatBagi mahasiswaMakalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh mahasiswa khususnya keperawatan sebagai informasi mengenai transplantasi hati dan konsep penyakit sindrom cushing dan penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing yang tepatsehingga dapat meminimalisir angka kejadian cushing sindrom.

BAB 2ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

2.1 Anatomi hatiHati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1500 gram atau 2,5 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya. Permukaan superior adalah cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada permukaan diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritonium terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis dipermukaan inferior melanjutkan diri ke dalam massa hati membentuk rangka untuk cabang- cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.2.1.1 Struktur MikroskopikSetiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus yang merupakan unit miroskopis dan fungsional hati. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng- lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler- kapiler yang dinamakan sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag dengan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang- cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian periper lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli dan berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit dieksresi kedalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar, hingga menjadi saluran empedu besa(10,11)2.1.2 SirkulasiHati memiliki dua sumber suplai darah yaitu dari saluran cerna dan limfa melalui vena porta dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang cabang ini kemudian mempercabangkan vena-vena interlobaris yang berjalan diantara lobulus-lobulus. Vena- vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus bersatu membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang- cabang terhalus dari arteri hepatika juga mengalirkan darahnya kedalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteri dari arteri hepatika dan darah vena dari vena porta(10).

Gambar 1: Struktur hati(10)2.2 Fisiologi hatiSelain merupakan organ parenkim yang berukuran paling besar, hati juga menduduki urutan pertama dalam hal banyaknya, kerumitan, dan ragam serta fungsinya. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya dengan 10-10% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan. Hati mempunyi kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Pada banyak kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel yang sudah mati atau sakit akan diganti dengan jaringan hati yang baru.

Tabel 1. Fungsi utama hati

BAB 3TRANPLANTASI HATI

Tranplantasi hati merupakan salah satu penemuan besar dibidang kedokteran modern. Sekarang tranplantasi hati sudah diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati kronik ataupun akut yang mengalami kegagalan fungsinya. Sukses tranplantasi hati terus berlangsung dengan perbaikan yang nyata. Angka keberhasilan survival dimungkinkan karena kemajuan yang pesat dalam obat-obatan imunosupresi dan pengembangan tehnik operasi.

3.1 Sejarah dan Perkembangan Tranplantasi HatiTranplantasi hati pada manusia pertama kali dilakukan pada tahun 1963 oleh Thomas Starzl di Denver Colorado. Tranplantasi hati dikerjakan pada seorang anak dengan atresia bilier, yang kemudian meninggal dimeja operasi sebagai akibat gangguan perdarahan yang tidak dapat dikontrol. Demikian pula beberapa kegagalan lain terjadi dalam tahun-tahun pertama pada pelaksanaan tranplantasi hati. Tranplantasi hati yang benar-benar berhasil baru dicapai pada akhir tahun 1967 yang juga dilakukan oleh Starzl(3,12).Pada tahun 1970 dengan memakai obat imunosupresi yang terdiri dari steroid dan azathioprine angka keberhasilan tranplantasi masih sangat rendah sekitar 15 % pada follow up 1 tahun. Sampai tahun 1983 tranplantasi hati masih berstatus eksperimental, dan setelah ditemukannya obat imunosupresi baru, merubah sejarah tranplantasi hati. Penemuan Siklosporin pada penelitian klinis yang dilaksanakan oleh Roy Calne dari University Cambridge London terjadi perubahan keberhasilan yang besar, survival rate dari 30% meningkat menjadi 70 %. Penemuan obat imuunosupresi yang baru seperti takrolimus dan interleukin -2 reseptor bloker telah mempercepat perkembangan kemajuan tranplantasi hati, dimana survival rate 1 tahun menjadi 85-90 % sedangkan untuk 5 tahun 65-75 %. Sejak tahun 1983 status tranplantasi hati sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal. Perbaikan selanjutnya terjadi pada tahun 1986 dengan penemuan antibodi monoklonal(3,12)

3.2 Perkembangan Obat-obat ImunosupresiPerkembangan tranplantasi hati dari tahap operasi eksperimental pada manusia menjadi tingkat operasi bedah rutin, terutama disebabkan oleh perkembangan yang sangat pesat dalam obat siklosporin yang merupakan obat pertama dengan sistem imonosupresi selektif. Penggunaannya menyebabkan angka survival rate dari 30 % menjadi 70 %. Penemuan dan perkembangan siklosporin mempunyai andil yang sangat besar dalam kesuksesan tranplantasi hati(3). Tabel 2. Riwayat penggunaan obat-obat imunosupresif(3)

Pemberian obat imonosupresi pada tranplantasi hati dibagi dalam pentahapan: permulaan atau disebut juga induksi, mempertahankan dan pengobatan rejeksi akut serta kronik. Fase induksi merupakan fase segera sesudah implantasi dan reperfusi alograft. Biasanya saat itu dipergunakan obat imunosupresi dengan dosis tinggi, untuk menghasilkan keadaan non responsif imunologik atau imonoparalisis yang biasa mencegah early cell mediated rejection. Transisi fase ini ke fase manitenance biasanya berjalan perlahan-lahan dan dimulai sebelum keluar rumah sakit. Pemberian awal pengobatan imunoterapi didasarkan kepada kombinasi dosis tinggi glukokortikoid dan calcineurin-inhibitor ( siklosporin, takrolimus ) yang akan menlindungi terhadap kejadian rejeksi seluler akut. Inhibitor calcineurin merupakan dasar penggunaan manitenance imonosupresif dan merupakan era baru dalam tranplantasi organ solid. Dengan munculnya takrolimus pemakaian siklosporin berkurang, jika fungsi graft berjalan dengan baik tanpa adanya penolakan, maka upaya diusahakan untuk mengurangi dosis obat- obat imunosupresi(3).

3.3 Perkembangan Tehnik Operasi BaruTantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu, jumlah ini diperbesar dengan adanya kasus yang kambuh setelah tranplantasi hati, terutama kekambuhan oleh karena hepatitis C. Isu yang sangat penting kedepan akan terpusat kepada penggunaan yang efektif donor kadaver yang tersedia. Termasuk disini adalah evaluasi kembali yang seksama terhadap kriteria seleksi untuk mengatasi keseimbangan diantara kebutuhan medik dan kemungkinan keberhasilan tindakan tranplantasi(3,6).Perkembangan awal obat imunosupresif juga diikuti oleh perkembangan teknik operasi tranplantasi hati dimulai dengan tranplantasi hati ortotopik yang bermula masih berstatus eksperimental sampai tahun1983, dimana kemudian ditetapkan sebagai cara pengobatan yang definitif untuk kasus penyakit hati berat. Perbaikan para penderita penerima tranplantasi dengan tranplantasi ortotopik menyebabkan daftar para calon penerima tranplantasi sangat bertambah padahal donor tidak bertambah dengan cukup. Hal ini telah diperlihatkan dengan data United Network for Organ Sharing (UNOS) yang melaporkan sejumlah 14.709 terdaftar untuk tindakan tranplantasi hati di Amerika Serikat pada tahun 1999, tetapi hanya terdapat 4.527 donor hati kadaver(3,6).Saat ini jumlah angka kematian calon penerima tranplantasi hati menjadi lebih banyak terjadi dalam masa penungguan diandingkan dengan angka kematian yang terjadi pasca tranplantasi selama kurun waktu satu tahun. Hal ini tersebut merangsang timbulnya inovasi baru untuk memaksimalkan penggunaan organ donor. Pada penderita anak atau dewasa kecil telah dikembangkan 3 prosedur baru. Pada prinsipnya adalah bahwa sebagian hati dimana sistem percabangan pembuluh darah, saluran empedu, sistem pengaliran venanya dan dengan sel-sel hatinya yang masih cukup baik dianggap akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai seluruh organ(13).Dengan demikian menjadi sangat penting adalah masalah pengembangan teknik baru tranplantasi hati dengan mempergunakan donor yang dikurangi ukuran besarnya yang berasal dari kadaver. Bismuth pada tahun 1984 dalam menghadapi kekurangan donor pediatrik melaksanakan tranplantasi dengan mengurangi ukuran besar donor hatinya dan juga dikembangakannya split liver tranplantation (SLT)(13). Selanjutnya juga para dokter mengupayakan donor hati hidup. Tranplantasi hati dengan donor hidup dimulai sejak tahun 1997. Tranplantasi dilaksanakan dengan memakai donor hati lobus kanan yang diberikan pada resipien. Walaupun cara ini sudah merupakan standar terapi bagi anak, namun pada orang dewasa mAsih bersifat kontroversial. Namun sekarang tehnik ini telah mencapai jumlah5% dari tranplantasi yang dilakukan pada orang dewasa(14).

Gambar 2. Tranplantasi dari donor hidupPada tahun 1989 operasi tranplantasi hati pertama dari donor hidup berhasil dilaksanakan dimana selanjutnya hasilnya sama dengan organ donor kadaver dan terdapat beberapa keuntungan dengan pengunaan donor hidup seperti seleksi donor lebih ideal, perencanaan program lebih seksama secara efektif, masa persiapan resipien yang lebih maksimal dan masa iskemia dingin yang pendek. Namun masalah yang penting adalah keamanan donor dan ukuran hati donor lebih kecil dan mungkin kurang baik bagi resipien. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan operasi SLT. Dengan tehnik ini dimungkinkan penambahan pool donor cadaver. Pirchmayr mempublikasikan pertama kali pengalaman kliniknya dengan SLT, sedangkan Broelsch melaporkan kasus-kasusnya pada tahun 1990. Pengalaman pada awal-awalnya mengecewakan sehingga pada mulanya kurang bisa diterima. Secara berangsur-angsur hasil-hasil operasinya menjadi lebih baik dalam 10 tahun terakhir ini. Sekarang cara ini sudah diterima sebagai cara operasi alternatif dengan hasil yang lebih sama baiknya(15)

3.4 Indikasi dan Evaluasi untuk Tranplantasi pada Orang DewasaRujukan dini pada pasien yang memerlukan tranplantasi hati sangat menentukan keberhasilan proses tanplantasi tersebut.Ada tiga kriteria umum resipien yang akan dilakukan tranplantasi hati, yaitu:1. Tidak ada tindakan operasi maupun pengobatan medik yang dapat memperpanjang harapan hidup pasien2. Tidak ada komplikasi penyakit hati kronis yang menyebabkan peningkatan risiko operasi atau kontraindikasi dilakukannya tranplantasi hati.3. Adanya pengertian dari pasien dan keluarganya tentang konsekuensi tranplantasi hati meliputi risiko, keuntungan, dan biaya yang diperlukan.Ada empat macam katagori penyakit hati yang diindikasikan untuk dilakukan tranplantasi hati yaitu:1. Penyakit hati kronik irreversibel oleh sebab apapun2. Keganasan hati non metastatik3. Gagal hati fulminan4. Gangguan metabolisme herediterSekarang seorang penderita penyakit hati akut maupun kronik dimana dia tidak dapat lagi mempertahankan kualitas kehidupan yang normal karena fungsinya yang buruk dan yang bisa berakibat membahayakan kehidupannya, harus dipertimbangkan sebagai kandidat tranplantasi hati. Penderita seperti ini sudah harus direncanakan untuk pertimbangan kapan dievaluasi untuk tranplantasi hati dan selanjutnya dijadwalkan untuk menjalani tranplantasi hati. Yang paling utama adalah kapan saat yang diperlukan terapi operasi tranplantasi diperlukan sesudah semua upaya dan cara pengobatan yang selektif lainnya telah dicoba. Pertanyaan yang penting juga adalah apakah pasien merupakan kandidat yang tepat untuk tindakan tranplantasi hati.Beberapa kriteria telah dipergunakan untuk menilai prognosis penyakit hati seperti: klasifikasi kriteria Child-Turcoaate Pugh (CTP), kriteria model prognosis penyakit hati tahap akhir model for end stage of liver disease (MELD), atau adanya keadaan dan kondisi yang kurang baik sebagai akibat komplikasi spesifik sirosis terhadap harapan hidup pasien. Salah satu contoh kriteria yang sangat sering di pergunakan untuk menilai tingkat beratnya penyakit adalah sistem skor CTP. Seorang penderita dinyatakan mempunyai klas A jika ia mempunyai skor kurang dari 7, klas B jika skor berkisar 7-9 dan termasuk klas C jika ia mempunyai nilai yang lebih dari 10 poin. Untuk kepentingan masuk dalam daftar tunggu untuk tindakan tranplantasi penderita harus mempunyai skor 7 atau klas B menurut Child. Tabel 3. Child-Pugh score

Pada saat ini sistem skor CTP tidak lagi merupakan dasar utama untuk alokasi organ, karena sekarang harus didasarkan juga pada MELD skor(7). Freeman pada tahun 2004 dalam suatu penelitiannya mendapatkan bahwa terjadi peningkatan pasien-pasien yang akan menjalani tranplantasi hati sebesar 10 % dan terjadi penurunan angka kematian pasien-pasien yang menjadi daftar tunggu tranplantasi hati sebesar 4 % setelah MELD skor digunakan untuk menentukan pasien-pasien yang menjalani tranplantasi hati.Sistem alokasi organ yang baru yang dipakai oleh Procurement Tranplantation Network pada tahun 2002 didasarkan terutama pada beratnya keadaan penyakit hati yang dinilai dengan cara model MELD dan Pediatric End-Stage Liver Disease (PELD) pada setiap kasus dengan penyakit hati kronik. Skor MELD didasarkan kepada 3 variabel: serum bilirubin, serum kreatinin, INR dan dibuktikan baik secara retrospektif maupun prospektif mempunyai nilai prediksi yang tinggi angka kematian penderita penyakit hati menahun dalam 3 bulan. Demikian pula sistem skor PELD merupakan model untuk kasus pediatrik(18).

3.5 Kriteria Minimal Calon Tranplantasi Hati dan Faktor Prediksi Keberhasilan OperasiKriteria minimal untuk para calon kasus tranplantasi hati telah disusun oleh American Society of Liver Tranplantation dan AASD yang terdiri dari: 1. Kebutuhan yang segera untuk tranplantasi hati2. Perkiraan masa hidup 1 tahun < 90%3. Score Child-Pugh > 7 ( klas B dan C )4. Perdarahan hipertensi portal atau kejadian spontaneus bakterialis peritonitis dapat langsung menjadi kriteria untuk kasus tersebut untuk menjadi calon tranplantasi hati dan tidak perlu berhubungan dengan skor Child-PughPerkiraaan akan keberhasilan operasi sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Perlu penilaian seksama dan lengkap terhadap penderita calon tranplantasi yang dilakukan pada suatu pusat tranplantasi hati. Perlu diperiksa apakah penderita calon tranplantasi dapat berhasil menjalani operasi dan dapat mengatasi penggunaan obat-obatan yang kompleks sesudah tindakan tranplantasi. Adakah keadaan yang akan menjadi penyulit pasca operasi seperti penyakit pembuluh darah koroner dan lain-lain.

3.6 Kontraindikasi Tranplantasi HatiKontraindikasi untuk tranplantasi hati menjadi sangat kurang seiring dengan kemajuan tranplantasi hati. Adanya kombinasi keadaan infeksi lokal atau infeksi sistemik laten potensial akan muncul dan bermanifestasi di luar sistem hepatobilier seperti peritonitis, pneumonia, atau bakteremia dan kebutuhan pemberian obat imunosupresif pasca operasi akan menempatkan penderita pada posisi yang sulit. Hal ini bisa menimbulkan keadaan dengan kemungkinan terjadinya infeksi yang bersifat fatal, sehingga kesuksesan tranplantasi hati terancam.Kontraindikasi untuk tranplantasi hati adalah para penderita sirosis yang masih terkompensasi, keganasan diluar hati dan sistem bilier, infeksi ekstrahepatik yang berat dan tidak terkontrol, penyakit kardiopulmoner yang lanjut, kegagalan sistem multi organ, pengguna obat-obatan terlarang, dan kelainan anatomi yang tidak memungkinkan dilakukan prosedur tranplantasi hati. Kebanyakan tranplantasi hati dilaksanakan dengan mempergunakan seluruh hati utuh yang berasal dari hati kadaver dan diletakkan dalam posisi ortotopik. Seluruh hati yang lama diangkat karenanya disebut teknik tersebut sebagai tranplantasi ortotopik. Adapula tanplantasi heterotopik dimana hati donor disisipkan kepada hati yang lama dan tidak dibuang. Teknik terakhir ini dilakukan pada penderita dengan kegagalan hati fulminan. Diharapkan bahwa hati yang sakit masih mungkin mengadakan regenerasi.Dewasa ini keadaan yang diterima sebagai kontra indikasi absolut untuk tindakan tranplantasi dibanyak pusat adalah apabila terdapat infeksi HIV, PBS atau keadaan infeksi berat lainnya. Keadaan lainnya yang bisa menjadi kontraindikasi absolut adalah: penyakit kardiovaskuler yang lanjut, manifestasi keganasan ekstrahepatik lainnya, peminum alkohol, atau pengguna obat atau pada keadaan dimana penderita tersebut tidak dapat memakai obat-obatan imunosupresi.

Tabel 4. Kontraindikasi tranplantasi hati

3.7 KomplikasiSelama dan setelah dilakukan tranplantasi dapat terjadi komplikasi pada resipien yang meliputi:1. Komplikasi berkenaan dengan prosedurMeliputi infeksi, hernia, granuloma pada jahitan fasial, limfokeles, perdarahan, trombosis, stenosis, peritonitis, localized bile collection dan psedoaneurisma.2. Kegagalan graft perioperatifKecepatan retranplantasi pada 3 bulan pertama pasca pembedahan mencapai 10-20%. Ada empat alasan utama penyebab kegagalan ini:a. Tehnik operasi yang tidak sempurnab. Penyakit hati yang tidak diketahui pada donor hatic. Iskemia jaringan graftd. Rejeksi3. Komplikasi non teknisTiga penyebab utama komplikasi ini meliputi hipertensi, infeksi, dan rejeksi.

3.8 Penatalaksanaan Jangka Panjang Setelah Tranplantasi Hati.Saat ini banyak para penderita pasca operasi tranplantasi hati yang mencapai lebih dari 5 atahun, bahkan banyak pula yang lebih dari satu dekade. Para penderita tersebut menikmati hidupnya dengan hati yang baru dan dengan fungsi hati yang normal. Namun demikian bisa juga terjadi berbagai kelainan metabolik dan medik yang harus segera ditegakkan diagnosisnya dan diberikan pengobatan. Keadaan seperti hiperlipidemia, kegemukan, diabetes melitus, gangguan fungsi ginjal, hipertensi, penyakit tulang dan sindroma neuropsikiatrik akan merupakan penyulit yang mungkin dihadapi para penderita dan keadaan tersebut harus dicegah kejadiaanya. Secara umum perlu diperhatikan hal-hal seperti dibawah ini. Upaya pencegahan secara umum seperti imunisasi, skrining untuk proses keganasan, menghindarkan terhadap faktor risiko kejadian kearah aterosklerosis, memperhatikan diet dan pencegahan dengan antibiotika.

3.9 Pengertian HematomaTumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati (Misnadiarly, 2007). Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. kebiasaan merokok juga dikenali sebagai faktor resiko, khususnya disertai kebiasaan minum minuman keras Karsinoma merupakan tumor ganas nomor 2 diseluruh dunia , di Asia Pasifik terutama Taiwan ,hepatoma menduduki tempat tertinggi dari tumor-tumor ganas lainnya. Perbandingan antara laki : wanita sama dengan 4-6: 1. Umur tergantung dari lokasi geografis. Terbanyak mengenai usia 50 tahun. Di Indonesia banyak dijumpai pada usia kurang dari 40 tahun bahkan dapat mengenai anak-anak.

3.10 Etiologi 1. Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C 2. Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :3. Aflatoksin4. Alkohol5. Penggunaan steroid anabolic6. Penggunaan androgen yang berlebihan7. Bahan kontrasepsi oral8. Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosis)Belum diketahui penyebab penyakit ini secara pasti, tapi dari kajian epidemiologi dan biologi molekuler di Indonesia sudah terbukti bahwa penyakit ini berhubungan erat dengan sirosis hati, hepatitis virus B aktif ataupun hepatitis B carrier, dan hepatitis virus C dan semua mereka ini termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan kanker hati ini. Tumor metastasis dari tempat primer lain ditemukan dalam hati pada sekitar separuh dari seluruh kasus kanker stadium lanjut. Tumor maligna pada akhirnya cenderung mencapai hati melalui system portal atau saluran limfatik, atau melalui perluasan langsung dari tumor abdominal. Lebih lanjut, hati merupakan tempat ideal bagi kelangsungan hidup sel-sel maligna ini. Biasanya bukti pertama adanya kanker dalam organ abdomen adalah manifestasi mestastasis hati dan tanpa melakukan operasi eksplorasi atau autopsi tumor primer tidak pernah dapat teridentifikasi

3.11 Patofisiologi Oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas.Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.Stadium Hepatoma:1. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm2. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hat3. Stadium III : Tumorpada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumordengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.4. Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase)

3.12 Pathway

3.13 PatologiAda 2 type :1. Type masif - tumor tunggal di lobus kanan.Tumor yang mengenai hanya pada lobus kanan saja,dan trdapat lesinya tunggal ( soliter )2. Type Nodule - tumor multiple kecil-kecil dalam ukuran yang tidak samakanker hati yang berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule),dan terdapat banyak lesi ( multiple)..Penyebarannya1. Intrahepatal2. ekstehepatal

3.14 Manifestasi Klinis Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, malah banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.Keluhan utama yang sering adalah :1. Keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas2. Dispnea akibat penekanan difragma 63. Nafsu makan berkurang,4. Berat badan menurun, dan rasa lemas.5. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot,demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan..Pemeriksaan Alfa Feto Protein(AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatoma ini Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor

3.15 Pemeriksaan Diagnostik1. BiopsiBiopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.2. RadiologiUntuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah,dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.3. UltrasonografiDengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%.4. CT scanCT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja.CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.5. AngiografiAngiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.6. MRI (Magnetic Resonance Imaging)MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini.7. PET (Positron Emission Tomography)Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran)

3.16 Penatalaksanaan Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati. Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengantindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.1. Tatalaksana Non BedahMeskipun reseksi tumor hati dapat dilakukan pada beberaa pasien, sirosi yang mendasari keganasan penyakit ini akan meningkatkan resiko pada saat dilakukan pembedahan. Terapi radiasi dan kemoterapi telah dilakukan untuk menangani penyakit malignan hati dengan derajat keberhasilan yang bervariasi. Meskipun terapi ini dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan memperbaiki kualitas hiduo pasien dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman, namun efek utamanya masih bersifat paliatif.Terdapat beberapa jenis tatalaksana non bedah yaitu terapi radiasi, kemoterapi, dan drainase bilier perkutan.a. Pada terapi radiasi nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapu radiasi pada 70% dan 90 % penderita. Gejala anorexia, kelemahan dan panas juga berkurang dengan terapi ini. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI) Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan.b. Kemoterapi telah digunakan untuk mempebaiki kualitas hidup pasien dan memperpanjang kelangsungan hidupnya. Bentuk terapi ini juga dapat dilakukan sebagai terapi ajufan setelah dilakukan reseksi tumor hati. Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infuse regional merupakan dua metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis tumor hati.c. Drainase Bilier perkutan atau drainase transhepatik digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien tumor yang itdak dapat di operasi atau pada pasien yang dianggap beresiko. Dengan bantuan fluoroskopi, sebuah kateter dimasukkan melalui dinding abdomen dengan melewati lokasi obstruksi kedalam duodenum. Prosedur ini dikerjakan untuk membentuk kembali system drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri karena penumpukan empedu akibat obstruksi, dan meredakan gejala pruritus serta ikterus. Sebagai hasil dari prosedur ini, pasien merasa lebih nyaman, dan kualitas hidup serta kelangsungan hidupnya meningkat. Selma beberapa hari setelah di pasang, kateter tersebut di buka untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya darah serta debris.

2. Tatalaksana BedahTerapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat lobektomi hati untuk penyakit kanker dapat sukses dikerjakan apabila tumor primer hati dapat dilokalisir atau pada kasus metastasis, apabila lokasi lokasi primernya dapat dieksisi seluruhnya dan metastasis terbatas. Meskipun demikian, metastasis kedalam hati jarang bersifat terbatas atau soliter. Dengan mengandalkan pada kemampuan sel-sel hati untuk beregenerasj, sebagian dokter bedah telah melakukan pengangkatan 90% dari organ hati dengan hasil yang baik. Meskipun demikian, adanya sirosis akan membatasi kemampuan hati untuk beregenerasi.Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan Transplantasi hati meliputi pengangkatan total hati yang sakit dengan menggantikan hati yang sehat. Pengangkatan hati yang sakit akan menyediakan tempat bagi hati yang baru dan memungkinkan rekonstruksi anatomis vaskuler hati serta saluran bilier mendekati keadaan normal. Transplantasi hati ini digunakan untuk mengatasi penyakit hati stadium-terminal yang mengancam jiwa penderitanya setelah bentuk terapi yang lain tidak mampu menanganinya. Keberhasilan transplantasi tergantung keberhasilan terapi imunosupresi.3. Tindakan keperawatan 1. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok, atau masyarakat sesuai diagnosa masalah yang terjadi dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks.2. Membantu klien dan keluarga dalam meginterprestasikan informasi dari berbagai pemberi pelayan dan dalm memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan yang di berikan kepadanya.3. Membantu klien mempertinggi pengetahuan, dalam upaya meningkatkan kesehatan,gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.4. Mengarahkan, merencanakan mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota team kesehatan .kerena klien menerima pelayanan dari banyak profesional misal: pemenuhan nutrisi.5. pemberi informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan.dengan peran ini dapat di katakan perawatan adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien 6. Melakukan kerja sama bersama klien,keluarga,dan team kesehatan lainya, dalam upaya mengindentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termaksud tukar pendapat terhadap pelayanan yang di perlukan klien, pemberian dukungan paduan keahlian dan keterampilan berbagai pemberi pelayanan kesehatan 4. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs. Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga menimbulkan kematian Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.

3.17 Asuhan Keperawatan Pada Kasus Tumor Hati ( Hematoma )A. Pengkajian 1. IdentitasNama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi2. Riwayat kesehatana. Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut kanan atas,pembesaran perut, berak hitamb. Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual, nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar dan sesak napasc. Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatikd. Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya pada waktu hamil.e. Riwayat lingkungan: biasanya klien inggal di lingkungan yang kumuh dan kotorf. Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit hepatitis B3. Pemeriksaan fisika. Keadaan umumBiasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak nafas, penurunan BB.b. Kepala dan leherBiasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntahc. ThoraksBiasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas, penggunaan otot-otot bantu pernafasan

d. AbdomenBiasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10, splenomegalie. EkstremitasBiasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan ototf. BreathBiasanya klien mengalami sesak nafasg. BloodBiasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahanh. BrainJika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatiki. BowelBiasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum albumn.j. BladerBiasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekatk. Bone Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang4. Pola fungsi kesehatana. Pola aktivitasBiasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntahb. Pola nutrisiBiasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntahc. Pola eliminasiBiasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat. Feses klien berwarna hitam (melena)d. Pola istirahatBiasanya klien mengalami insomniae. Pola seksualBiasanya klien mengalami penurunan libidof. Pola spiritualBiasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah

B. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada hepar2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites)3. Ketidaksiembangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi, akibat anorexia dan mual muntah.4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat, asites dan penekanan diafragma 5. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus, edema, dan asites 6. Keletihan berhubungan dengan keadaan penyakit akibat kelemahan fisik

C. Prioritas Masalah 1. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites)2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada hepar 3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat asites, dan penekanan diafragma

D. PERENCANAAN KEPERAWATAN1. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites)Tujuan :a. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi nyeri.b. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi Rasional

Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik (perhatikan fungsi faal hepar)Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral

Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan

Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan penekanan sisi yang sakit

Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeriKeadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klienuntuk menangani nyeri

Ajarkan teknik pengurangan nyeri\dengan teknik distraksiTeknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif

Observasi tanda-tanda vitalDeteksi dini adanya kelainan

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada hepar Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5 celcius)

Intervensi Rasional

Kaji suhu tubuh pasienmengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi

Beri kompres air hangat.mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat asites dan penekanan diafragma.Tujuan :a. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pernafasan klien kembali normal

Intervensi Rasional

Pertahankan Posisi semi fowler

Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara

Observasi gejala kardinal dan monitor tanda tanda ketidakefektifan pola napasPemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan segera

Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitasPengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi

Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian diuretik, batasi asupan cairan, dan punctie aspirasi asitesuntuk meneurangi asites dan cairan dalam cavum pleura sehingga pola nafas kembali norma (16-20x/menit)

4. Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tida kadekuatnya asupan nutrisi, anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme vitamin di hati.Tujuan :a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi Rasional

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitaminDengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan sel baru

Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan kembali apa yang telah di jelaskanPengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien tentang nutrisi

Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein tinggiDengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan

Identifikasi busana klien buat padan yang ideal dan tentukan kenaikan berat badan yang diinginkan berat badan idealDiharapkan klien kooperatif

Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangatDengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera makan

Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulutAnjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut

Monitor kenaikan berat badanDengan monitor berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien

5. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan asitesTujuan :a. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.b. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan.Intervensi Rasional

Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan penyembuhanEfek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.

Mandikan dengan air hangat dan sabunMempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.

Balikkan / ubah posisi dengan seringUntuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.

Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokterDapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata

6. Keletihan berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan Tujuan :a. Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan kelemahan berkurang Intervensi Rasional

Tingkatkan istirhat serta batasi aktivitas yang tidak terlalu berat Menurunkan kerja miokard

Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktivitas Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung ,meningkatakan regangan, dan mencegah aktifitas berlebihan

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akutUntuk mengurangi beban jantung

Tingkatkan klien duduk dikursi dan tinggikan kaki klien Untuk meningkatkan aliran vena balik

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritisMeningkatkan kontraksi otot sehingga membantu alira vena balik

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktifitas terjadi Mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitasMendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung

Pertahankan penambahan 02 sesuai Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan

Selama aktifitas, kaji EKG, dispnea sianosis, kerja dan frekuensi napas, serta keluhan subjektifMelihat dampak dari aktifitas terhadap fungsi jantung

Berikan diet sesuai kebutuhan Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung

Rujuk keprogram rehabilitas jantungMeningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan kerena iskemia

E. Evaluasi1. Pasien menunjukkan pola napas normal2. Pasien menujukan perubahan nutrisi 3. Pasien nampak ceria4. Pasien mengatakan Nyeri berkurang

BAB 4CUSHING SYNDROME

4.1 Anatomi fisiologi Kelenjar adrenal

Sumber:http://m.medicastore.comKelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain itu kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang menempel pada ginjal.Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga kelas hormon steroid yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen. (Hotma, 1999)Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini selanjutnya membantu dan mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung. Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk di zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa yaitu glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas. Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Adrenal mensekresi sedikit androgen dan esterogen.

4.2 Hormon Glukokortikoid (kortisol)Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF) dan zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH (adenokortikotropik hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik karena penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan pembentuk energi. Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 g/dl, pada tengah malam kurang dari 8 g/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau Cortisol-Binding Globulin (CBG) 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15% terikat kurang erat dengan albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya memiliki efek metabolik. Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat dan menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi glukosa oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan (DM tersembunyi muncul).Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga dirangsang oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres. Kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses inflamasi dan imunitas seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins, dan histamineProduksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek unutk vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh darah yang adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah. Glukokortikoid juga meningkatan sekresi air (renal free water clearance), ekskresi K+, retensi Na+ dan menekan penyerapan kalsium di tubulus renalis.Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi ACRH.

ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi hormon hipofisis. TSH

4.3 Definisi Cushing SyndromeCushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai.Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid. Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.

4.4 Etiologi Cushing SyndromeSindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan. Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma). 5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol mampu menaikkan kadar kortisol. 6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang adenoma benigna.

4.5 PatofisiologiGlukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:1. Metabolisme protein Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.2. Metabolisme karbohidratEfek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa. Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.3. Metabolisme lemak gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.4. Sistem kekebalanAda dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang. Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.5. ElektrolitGlukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.6. Sekresi lambungSekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.7. Fungsi otakPerubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.8. EritropoesisKortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.

67

4.6 WOC

Faktor di dalam tubuhTumor ektopik Tumor kel. hipofisisGg. Primer kel. AdrenalHiperplasia AdrenalProduksi ACTH berlebihFaktor di luar tubuh

Alkoholik Stres Farmakologi seperti kortikosteroid

Melepas CRH dan ACTH berlebihMenekan kemampuan aksis hipotalamus dan hipofisis

Korteks adrenal terus memproduksi glukokortikoidGlukokortikoid atau kortisol meningkat

Retensi natrium dan pembuangan kalium meningkatMetabolisme protein

Sistem KekebalanMetabolisme LemakMetabolisme KH

Menghambat respon sistem kekebalan tubuh gliserofosfat dalam sel meMenekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH)Menekan pengangkutan as.amino ke sel tokstrahepatikaEfek katabolik dan anabolik

Glukoneogenesis oleh hati me

Pembuangan kaliumRetensi Na +Penumpukan cairanOedema

Menghambat pembentukan antibodi humoral, pusat germinal limpa dan jaringan limfoidAsam lemak di sel meKemampuan sel membentuk protein me

HipokalsemiaMobilisasi asam lemak oleh kortisolKonsentrasi as. Amino intrasel me

Asam lemak bebas di plasma meGlikolisis menurun

Sintesis protein di sel me

Sekresi sel-sel T dan antibodi menurunPemakaian glukosa menurun

MK. Risiko tinggi infeksiPenggunaan energi meMK. Kelebihan Volume CairanPenumpukan lemak berlebihGlukosa me

Katabolisme protein di sel me

Distribusi jaringan adiposa terakumulasi di sentral tubuhSekresi insulin meObesitas

Fungsi insulin tidak adekuatKehilangan simpanan protein

Cairan interstisial tertarik ke vaskularHiperglikemiTulang Otot

Atrofi Moon faceBufallo hump

Kadar oksigen rendahOsteoporosis, lemah

Lemah

Mudah luka dan rupturMK. Gg Citra tubuh Cairan dalam vaskular me MK. Risiko tinggi cedera

MK. Intoleransi aktivitas

Luka sulit sembuhMK. Gg integritas kulit

Cairan dalam sel me

As. Amino di plasma meKulit

Memicu hipotalamus untuk respon haus

Atrofi

glukoneogenesis

Kulit meregangGlukosa me

Polydipsia

Striae

4.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain :a. Rambut tipisb. Moon face c. Penyembuhan luka burukd. Mudah memar karena adanya penipisan kulite. Petekief. Kuku rusakg. Kegemukan dibagian peruth. Kurus pada ekstremitasi. Striae j. Osteoporosis k. Diabetes Melitusl. Hipertensim. Neuropati perifer Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk (a) Kelelahan yang sangat parah(b) Otot-otot yang lemah (c) Tekanan darah tinggi (d) Glukosa darah tinggi (e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan (f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi (g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu (National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

4.8 Penatalaksanaan Chusing SyndromePenatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping .a. Hipofisis AdenomaPengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole. b. Ektopik ACTH SyndromeKelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.

c. Tumor AdrenalPembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.

4.9 Pemeriksaan diagnostik dan PenunjangPada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.Pemeriksaan LaboratoriumVariabelHasil

a. Hormon Metabolik

b. Sel Darah

c. Glukosaa) 17-Hidroksikortikoid (17OHCS)b) 17-ketosteroid(17KS)

a) Eosinofilb) Neutrofilc) Darahd) Urin

Naik

Naik

TurunNaikNaikTurun

Positif

Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal.2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.4. Stimulasi CRF ( Corticotropin Releasing Faktor), untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom cushing6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal & mendeteksi tumor pada kelenjar adrenalPemeriksaan penunjang:Pemeriksaan penunjangHasil

a. Foto Rontgen tulang

b. PielografiLaminografi.c. Arteriografid. Scanninge. Ultrasonografif. Foto RontgenKraniuma. Osteoporosis terutama pelvis, Kranium, kosta, vertebrab. Pembesaran adrenal (Karsinoma)Lokalisasi tumor adrenalc. Hiperplasid. Tumore. Hiperplasif. Tumor Hipofisis

4.10 PrognosisSindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel. Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klien mengalami stres dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis.

4.11 Asuhan KeperawatanA. Pengkajian1) Identitas KlienIdentitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.2) Keluhan UtamaAdanya memar pada kulit, klienmengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.3) Riwayat penyakit dahuluKaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.4) Riwayat Kesehatan keluargaKaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan kelenjar adrenal lainnya.Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri. Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:1. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.2. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan ini.3. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi. Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini.5) Pemeriksaan Fisik B1 (Breath)Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : Suara sonor Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.B2 (Blood)Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.B3 (Brain)Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai insomniaB4 (Bladder)Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.B5 (Bowel)Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.B6 (muskuloskeletal dan integumen)Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.

6) Analisa DataData PendukungEtiologiMasalah

DS :Merasa seluruh badannya lemahDO :1. Kemampuan berdiri dari posisi duduk terbatas2. aktivitas dibantu keluarga dan perawat 3. tirah baring /imobilisasiKadar kortisol dalam darah meningkat

Sintesis protein menurun

Produk protein di otot dan tulang menurun

Pembentukan energy meningkat

Intoleransi aktivitas

Intoleransi Aktivitas

DS :Klien mengatakan ada memar dan lukanya sulit sembuh

DO :1. Ada memar dan luka yang belum sembuh2. Kelembapan kulit menurun3. Perubahan pigmentasi4. Perubahan turgorSekresi kortisol meningkat

Kadar kortisol dalam darah meningkat

Sintesis protein menurun

Protein di kulit hilang

Mudah memar dan tipis

Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

DS :Penolakan terhadap berbagai perubahan aktualPerasaan negatif mengenai bagian tubuh (perasaan tidak berdaya)Keputusasaan atau tidak ada kekuatanDO :1. Ada moon face, buffalo hump, obesitas2. perubahan struktur dan atau fungsi secara aktualKadar kortisol dalam darah meningkat

Mobilisasi asam lemak

Asam lemak dalam plasma meningkat

Distribusi jaringan adipose menumpuk di sentral

Moon face, buffalo hump

Gangguan citra tubuh

Gangguan citra tubuh

DS :Perubahan haluaran urine

DO :Haluaran urine dan adanya Glukosuria

Kadar kortisol dalam darah meningkat

Retensi natrium

Penumpukan cairan

Gangguan keseimbangan cairan

Kelebihan volume cairan

DS :Melaporkan nyeri baik secara verbal maupun nonverbalDO :1. Posisi untuk mengurangi nyeri2. tingkah laku ekspresif (gelisah, meringis, dan mengeluh)3. Perubahan dalam nafsu makanPemakaian obat glukokortikoid dalam jangka panjang

Kadar kortisol dalam darah

Sekresi asam lambung meningkat

Ulkus mukosa lambung

Nyeri

Nyeri

DS :Keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketramppilan motorik halus

DO:Keterbatasan ROMKadar kortisol dalam darah

Produksi protein

Protein di tulang hilang

Atropi otot

Resiko tinggi cederaResiko tinggi Cedera

B. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan sindrom cushing adalah sebagai berikut:1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan dan perubahan metabolisme protein4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit 5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati, insomnia mudah terangsang, dan depresi.6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas 7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori

C. Intervensi dan Implementasi KeperawatanKelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam darah meningkat

Tujuan : Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal

Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil, TTV rentang normal

IntervensiRasional

Observasi masukan dan haluaran, catat keseimbangannya.Timbang berat badan tiap hari

Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut

Pantau tekanan darahPeningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler

Observasi derajat perifer atau sentral yang mengalami edema dependen Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH. Menentukan derajat edema yang sedang dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan tepat

Pantau albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)Penurunan albumin serum memperngaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema

Batasi natrium dan cairan sesuai indikasiNatrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler

Tindakan kolaboratif pemberian obatMenekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot menurun

Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)

Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara bertahap

IntervensiRasional

Batasi aktivitas klienMenurunkan permintaan untuk metabolisme pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas

Observasi kadar kortisol klien dengan pemeriksaan laboratorium darahMenilai kadar kortisol yang ada di dalam darah, sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan kadar kortisol

Tindakan kolaboratif pemberian obatMenekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir

Latih klien untuk bergerak secara bertahap dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan berjalanPerlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot klien dan menilai sejauh mana gerakan yang dapat dilakukan

Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan perubahan metabolisme protein

Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang dan kelemahan dapat diatasi

Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau tanda infeksi dan inflamasi.

IntervensiRasional

Observasi tanda-tanda ringan infeksiEfek antiinflamasi kortikosteroid dapat mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan infeksi

Menciptakan lingkungan yang protektif, dengan cara media yang membahayakan dapat diminimalisirMencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak

Membantu klien saat ambulasi (yaitu bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa tongkat atau krukMencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang tajam.

Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan vitamin DMeminimalkan penipisan massa otot dan osteoporosis

Tindakan kolaboratif pemberian obatMenekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit

Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik

Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik, pigmentasi kulit normal

IntervensiRasional

Observasi dengan inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular

Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler

Observasi area yang juga mengalami edema Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek akibat elastisitas jaringan menurun karena tekanan oleh cairan

Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krimLotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit

Kolaborasi dalam pemberian matras busa.Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.Menurunkan tekanan lama pada jaringan.

Tindakan kolaboratif pemberian obatMenekan produksi kortisol sehingga sintesis protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi natrium, edema dapat diminimalisir

D. EvaluasiSetelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan turgor kembali baik(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri(e) Skala nyeriKita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan sebagai berikut:

a) S (data subjektif)Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikanb) O (data objektif)Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan

c) A (Analisis)Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.d) P (Planning) Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

BAB 5PENUTUP

5.1 SimpulanTransplantasi hati adalah suatu proses penggantian hati yang rusak dengan hati yang masih sehat pada pasien dengan penyakit hati akut ataupun kronik yang mengalami kegagalan fungsi. Tranplantasi hati saat ini sudah dianggap dan diterima sebagai terapi definitif untuk penyakit hati terminal. Penemuan obat-obatan imunosupresi yang baru telah membawa perubahan yang besar dalam keberhasilan tranplantasi hati. Tantangan utama dalam tranplantasi hati adalah jurang yang semakin besar antara jumlah donor yang tersedia dengan banyaknya penderita calon tranplantasi yang menunggu. Child-TurcoaatePugh (CTP) dan Model for end stage of liver disease (MELD) skor merupakan kriteria yang sering dipakai dalam menentukan calon tranplantasi hati.Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang bertugas memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar kortisol dalam darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua yaitu faktor luar dan dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun penumpukan lemak, dan lain sebagainya.

5.2 Saran Seorang penderita penyakit hati akut maupun kronik dimana dia tidak dapat lagi mempertahankan kualitas kehidupan yang normal karena fungsinya yang buruk dan yang bisa berakibat membahayakan kehidupannya, harus dipertimbangkan sebagai kandidat tranplantasi hati.Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit cushing sindrom dan asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing sindrom, mahasiswa keperawatan sebaiknya mampu menerapkannya dalam praktik lapangan. Hasil diskusi kelompok kami ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kami memohon kritik dan sran sehingga dapat membangun kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

__.2013.Cushings Syndrome.www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7 Maret 2014Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3. Jakarta : EGCGuyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushings_Syndrome.htmlJ. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGCPierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EMSRumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:EGC.Sumber :http://endocrine.niddk.nih.gov Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS, DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9. Jakarta: Buku Kedokteran EGCYersiz H, Cameron AM, Carmody I, et al. Split liver tran