bab ii kajian teoritis dan hipotesis tindakan 2.1...

22
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Kegiatan belajar mengajar terjadi karena adanya proses interaksi edukatif antara guru dan siswa di sekolah menghasilkan perubahan-perubahan di pihak siswa, yang sebelumnya belum pernah dimiliki, dan kemampuan-kemampuan itu dihasilkan karena usaha belajar. Dengan kata lain bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah menerima pengalaman belajarnya berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi kemampuan yang diperoleh dari usaha belajar inilah yang disebut hasil belajar. Selain itu kegiatan belajar bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar perubahan tingkah laku dalam perbuatan, reaksi, sikap, serta penambahan pengetahuan sebagai produk dari hasil belajar. Menurut Suprijono (2009:5–6), hasil belajar adalah pola–pola perbuatan, nilai–nilai, pengertian–pengertian, sikap–sikap, apresiasi, dan keterampilan. Dalam pengertian ini, hasil belajar merupakan hasil kegiatan dari belajar dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan siswa. Atau dengan kata lain hasil belajar siswa diperoleh dari proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat mengukur tinggi rendahnya kemampuan belajarnya yang ditunjukkan adanya perubahan perilaku pada seseorang sebagai hasil pengalamannya. Hasil belajar merupakan perilaku yang dapat diamati dan

Upload: lycong

Post on 13-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar terjadi karena adanya proses interaksi edukatif

antara guru dan siswa di sekolah menghasilkan perubahan-perubahan di pihak

siswa, yang sebelumnya belum pernah dimiliki, dan kemampuan-kemampuan itu

dihasilkan karena usaha belajar. Dengan kata lain bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan

setelah menerima pengalaman belajarnya berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi

kemampuan yang diperoleh dari usaha belajar inilah yang disebut hasil belajar.

Selain itu kegiatan belajar bertujuan untuk memperoleh perubahan tingkah

laku, sehingga hasil belajar perubahan tingkah laku dalam perbuatan, reaksi,

sikap, serta penambahan pengetahuan sebagai produk dari hasil belajar. Menurut

Suprijono (2009:5–6), hasil belajar adalah pola–pola perbuatan, nilai–nilai,

pengertian–pengertian, sikap–sikap, apresiasi, dan keterampilan. Dalam

pengertian ini, hasil belajar merupakan hasil kegiatan dari belajar dalam bentuk

pengetahuan sebagai akibat dari perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan

siswa. Atau dengan kata lain hasil belajar siswa diperoleh dari proses

pembelajaran.

Hasil belajar siswa dapat mengukur tinggi rendahnya kemampuan

belajarnya yang ditunjukkan adanya perubahan perilaku pada seseorang sebagai

hasil pengalamannya. Hasil belajar merupakan perilaku yang dapat diamati dan

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Kemampuan siswa yang

merupakan perubahan tingkah laku sebagai bukti hasil belajar itu dapat

diklasifikasikan dalam dimensi-dimensi tertentu.

Berkaitan dengan hasil belajar ini, menurut Gagne (dalam Suprijono,

2009:5–6) membaginya dalam lima kelompok kemampuan yaitu informasi verbal,

keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik dan sikap.

Kelima kemampuan tersebut di atas.yakni: (1) informasi verbal; yaitu kemampuan

mendeskripsikan sesuatu dalam bentuk kata-kata dengan jalan mengatur

informasi-informasi yang relevan, (2) keterampilan intelektual yang berhubungan

dengan pengetahuan prosedur yang mencakup belajar konsep, prinsip,

diskriminasi, dan pemecahan masalah, (3) strategi kognitif, yaitu kemampuan

memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal

masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat, dan berpikir,

(4) keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan

mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap,

yaitu sesuatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang

dan didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor internal.

Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009:6) berdasarkan kemampuan yang

diperoleh siswa, hasil belajar dibedakan menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan

kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik. Kawasan Kognitif meliputi

hasil belajar yang berkenaan dengan ingatan atau pengenalan tentang pengetahuan

dan pengembangan kemampuan intelektual serta keterampilan berpikir. Kawasan

afektif hasil belajar yang menggambarkan tentang perubahan minat, sikap, nilai,

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

dan pengembangan apresiasi dan kemampuan penyesuaian diri. Sedangkan

kawasan psikomotorik adalah hasil belajar yang menyangkut keterampilan gerak

menggerakkan.

Dengan demikian hasil belajar merupakan perolehan dari suatu kegiatan

belajar berupa kemampuan-kemampuan yang mengakibatkan perubahan tingkah

laku dalam diri individu. Perubahan tingkah laku dapat diperlihatkan dalam

bentuk tampilnya reaksi, sikap, perbuatan, keterampilan dan pengetahuan.

Hasil belajar pada kawasan kognitif berhubungan dengan hasil belajar

yang pencapaiannya melalui pengetahuan dan keterampilan intelektual, sedangkan

kawasan afektif berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui

minat/ perhatian, sikap serta nilai-nilai. Kawasan psikomotor berhubungan dengan

hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang

melibatkan otot dan kekuatan fisik. Untuk lebih memperdalam kajian hasil belajar

ekonomi, dalam penelitian ini difokuskan pada hasil belajar ekonomi unit

Permintaan dan penawaran pada kawasan kognitif.

Hasil belajar ekonomi berada pada kawasan kognitif, karena untuk

mendalami hukum–hukum ekonomi, diperlukan kemampuan dan keterampilan

intelektual yang memadai. Bloom dalam Silverius (1991:22) membagi paling

sederhana sampai peringkat yang paling kompleks. Keenam peringkat tersebut

adalah pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Lebih

lanjut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai berikut : (1) Pengetahuan

(knowledge), ialah mengingat kembali bagian–bagian informasi khusus dan

umum, serta informasi tentang metode-metode, proses–proses, dan contoh–

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

contoh, (2) Pemahaman (comprehension), ialah pengenalan bagian–bagian

informasi untuk membangun ikatan informasi dengan pengertian yang lengkap,

(3) Aplikasi (application), ialah menerapkan prinsip informasi atau pengetahuan

terapan dalam situasi lain (situasi yang berbeda), (4) Analisis (analysis), ialah

memecahkan atau membagi unit informasi kedalam elemen–elemen yang lebih

kecil, dengan maksud untuk lebih memperjelas maknanya, (5) Sintesis (synthesis),

ialah menyatukan atau mengkombinasikan elemen–elemen informasi kedalam

unit–unit informasi yang bertalian atau mengandung arti yang lebih jelas; dan (6)

Evaluasi (evaluation), ialah membuat pertimbangan dan putusan tentang nilai

informasi, bahan–bahan atau metode–metode.

2.1.2 Model Pembelajaran

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian

lain, “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang

sesungguhnya, seperti, “globe” adalah model dari bumi tempat kita hidup.

Menurut Komarudin (dalam Sagala, 2006:175) model diartikan sebagai

kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

kegiatan. Model dapat dipahami sebagai (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu

deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi

sesuatu yang tidak dapat dengan langusng diamati; (3) suatu sistem asumsi–

asumsi, data–data dan inferensi–inferensi yang dipakai untuk menggambarkan

secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang

disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan

menunjukkan sifat bentuk aslinya (Komarudin dalam Sagala, 2006:175). Istilah

model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, model, atau prinsip

pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

daripada suatu strategi, model, atau prosedur.

Menurut Ismail (dalam Widdiharto, 2004:3) model pembelajaran

mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau model

tertentu yaitu : 1) rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya;

2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) tingkah laku mengajar yang

diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil dan

4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran

yang luas dan menyeluruh. Model–model pembelajaran dapat diklasifikasikan

berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat

lingkungan belajarnya. Tiap–tiap model pembelajaran membutuhkan sistem

pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda.

Menurut Sanjaya (2009:241), model pembelajaran kelompok adalah

rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok–kelompok

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat

unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) adanya peserta

dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap

anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

2.1.3. Model Pembelajaran Problem Based Learning

Dalam proses pembelajaran di sekolah, pada hakekatnya yang

berperan aktif adalah siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.

Dengan demikian, metode mengajar seharusnya beralih dari lectur-based

format menjadi student-active approach atau student-centered instruction.

Salah satu bentuk pembelajaran yang menerapkan student-active approach

atau student-centered instruction adalah model Problem Based Learning.

Dengan adanya penerapan model Problem Based Learning yang merupakan

model pembelajaran inovatif, peran guru sebagai pendidik harus bisa

membangkitkan minat belajar siswa, motivasi belajar dan partisipasi siswa

dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan prestasi belajar siswa akan

mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya yang masih

menerapkan metode konvensional ceramah.

Menurut Nana Sudjana (2009:85), “praktek model pembelajaran

pemecahan masalah berdasarkan tujuan dan bahan pengajaran, guru menjelaskan

apa yang harus dicapai siswa dan kegiatan belajar yang harus

dilaksanakannya (langkah-langkahnya)”. Melalui ceramah dan alat bantu atau

demonstrasi, guru menjelaskan konsep, prinsip, hukum, kaidah, dan yang

sejenisnya, bersumber dari bahan yang harus diajarkannya. Beri kesempatan

bertanya bila siswa belum jelas mengenai konsep, prinsip, hukum, kaidah

yang telah dijelaskan tersebut, dan guru merumuskan masalah dalam bentuk

pertanyaan.

Masalah yang diajukan bisa dalam bentuk penerapan konsep, prinsip,

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

hukum, kaidah tersebut, bisa pula dalam bentuk proses bagaimana konsep

atau prinsip tersebut beroperasi. Guru bersama siswa menentukan jawaban

sementara terhadap masalah tersebut. Menentukan jawaban sementara,

sebaiknya guru memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa agar

siswa sendiri secara bersama merumuskan dugaan jawaban tersebut. Guru lebih

berperan memberikan arahan dan membimbing pendapat siswa.Tahap

selanjutnya, siswa diminta mencari informasi, keterangan, bahan, data, dan lain-

lain yang diperlukan untuk menguji jawaban terhadap masalah di atas untuk

membuktikan apakah dugaan atau jawaban sementara yang telah

dirumuskannya itu benar atau salah. Mencari data dan informasi tersebut bisa

dilakukan secara individual, bisa pula secara kelompok. Biasanya dilakukan

lebih baik jika dalam bentuk kelompok agar terjadi diskusi di kalangan siswa.

Berdasarkan data, informasi, keterangan yang diperoleh siswa

mendiskusikan keterangan itu, apakah data itu benar atau salah, lalu

menghimpun data tersebut untuk dicocokkan dengan jawaban atau dugaan

sementara. Artinya menguji apakah jawaban atau dugaan sementara yang telah

ditetapkan itu benar atau salah berdasarkan data dan informasi yang telah

didapatkannya. Proses ini guru memberikan bantuan dan bimbingan kepada

setiap kelompok. Guru menjelaskan dan menyimpulkan jawaban yang benar

dari setiap masalah dan penjelasannya-penjelasannya untuk dicatat oleh para

siswa. Demikian juga jawaban sementara yang ditolak, dijelaskan kesalahan-

kesalahannya agar siswa mengetahuinya. Mengakhiri pelajaran dengan

memberikan tugas pekerjaan rumah tentang penerapan konsep, prinsip, hukum,

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

dan kaidah atau contoh-contoh dalam praktek kehidupan sehari-hari. Penilaian

dilakukan oleh guru pada setiap langkah, baik pada kerja atau belajar

yang dilakukan oleh siswa maupun hasil-hasil belajar yang dicapainya

(Sudjana, 2009:86).

Sedangkan menurut Anies (2003), “Model problem-based learning

adalah suatu metode instruksional yang mempunyai ciri-ciri penggunaan

masalah nyata sebagai konteks siswa yang mempelajari cara berpikir kritis serta

keterampilan dalam memecahkan masalah”. Problem Based Learning

merupakan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam

suatu mata pelajaran yang memerlukan praktek. Menurut Boud and Felleti

(1997), “Problem Based Learning is an approach to structuring the

curriculum involves confronting students with problems from practice with

provide a stimulus from learning”. (Problem Based Learning adalah sebuah

pendekatan untuk menyusun kurikulum yang melibatkan peserta didik dalam

menghadapi masalah-masalah dari praktek yang memberikan stimulus untuk

pembelajaran).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem

Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dengan

masalah nyata yang sesuai minat dan perhatiannya, sehingga motivasi dan rasa

ingin tahu menjadi meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan dapat

mengembangkan cara berfikir dan keterampilan yang lebih tinggi.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

2.1.4. Langkah–langkah Penerapan Problem Based Learning

Para pengembang Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis

masalah menurut Trianto (2009:93) telah mengemukakan karakteristik model

pembelajaran berbasis masalah yaitu :

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah 2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin 3) Penyelidikan autentik 4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya 5) Kerjasama

Guna memperjelas karakteristik model pembelajaran berbasis masalah

tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah

dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah bukannya

mengorganisasikan di sekeliling atau di sekitar prinsip-prinsip atau

keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah

mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang

kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi

siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai

macam solusi untuk situasi itu.

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun Problem Based

Learning mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang

dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau

masalah itu dari banyak mata pelajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

3) Penyelidikan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki

siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian

nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis kemudian

mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat

ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan

eksperimen (jika diperlukan), membuat referensi, dan merumuskan

kesimpulan.

4) Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Problem Based

Learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam

bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk

penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa

laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata

itu kemudian didemonstrasikan atau dipresentasikan kepada teman-

temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan

menyediakan suatu alternatif terhadap laporan atau makalah.

5) Kerjasama. Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa

yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan

atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk

secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan

memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk

mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya terdiri dari lima tahapan

utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa (Ibrahim

dan Nur, 2004). Secara singkat kelima tahapan pembelajaran Problem Based

Learning adalah seperti berikut :

Tabel 1. Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan mengenai tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric assessment yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya siswa.

Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Keuntungan pembelajaran berbasis masalah menurut Nurhadi dalam

Sugiyanto (2008:118) adalah pembelajaran berdasarkan masalah mendorong

kerjasama dalam menyelesaikan tugas, pembelajaran berdasarkan masalah

memiliki unsur-unsur belajar magang yang bisa mendorong pengamatan dan

dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami

peran penting aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah,

pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan

sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena

tersebut, pengajaran berdasarkan masalah berusaha membantu siswa menjadi

pembelajar yang mandiri dan otonom. Tujuan dan hasil belajar Problem

Based Learning adalah untuk mengembangkan kemampuan keterampilan

berfikir, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah

dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui

pelibatan mereka pada pengalaman nyata, mengembangkan keterampilan

belajar pengarahan sendiri yang efektif (effective self directed learning).

Dari karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning

seperti yang telah dikemukakan di atas, peneliti akan menggunakan indikator-

indikator Problem Based Learning sebagai penilaian antara lain :

1) Menjelaskan tujuan pembelajaran, melakukan apersepsi dan memberikan

masalah berupa soal/persoalan.

2) Membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6 siswa secara

heterogen.

3) Mengarahkan dan membimbing siswa untuk aktif dalam diskusi kelompok

untuk memecahkan masalah yang berupa soal/persoalan tersebut.

4) Membimbing siswa dalam mengerjakan dan menyelesaikan soal/persoalan.

5) Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi melalui presentasi

atas hasil kerja mereka.

2.1.5. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

Metode pembelajaran lainnya, Problem Based Learning memiliki

kekuatan dan kelemahan. Problem Based Learning merupakan salah satu model

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

pembelajaran yang memberdayakan daya fikir, kreativitas, dan partisipasi siswa

dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan konsep belajar bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku.

Menurut Taufiq Amir (2009:27), penerapan model Problem Based

Learning memiliki beberapa kekuatan, antara lain :

1. Fokus kebermaknaan, bukan fakta (deep versus surface learning)

2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif

3. Pengembangan keterampilan dan pengetahuan

4. Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok

5. Pengembangan sikap self-motivated

6. Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator

7. Jenjang penyampaian pembelajaran dapat ditingkatkan

Guna memperjelas kekuatan model Problem Based Learning

tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1) Fokus kebermaknaan, bukan fakta (deep versus surface learning)

Dalam pembelajaran tradisional siswa diharuskan mengingat banyak

sekali informasi dan kemudian mengeluarkan ingatannya dalam ujian.

Informasi yang sedemikian banyak yang harus diingat siswa dalam

pembelajaran belum tentu dapat dipertahankan oleh siswa setelah proses

pembelajaran selesai. Dengan demikian mungkin hanya sedikit informasi

yang mampu dipertahankan oleh siswa setelah mereka lulus. PBL

semata-mata tidak menyajikan informasi untuk diingat siswa tetapi juga

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

menggunakan informasi tersebut dalam pemecahan masalah sehingga

terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi.

2) Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif

Karena harus berpartisipasi aktif dalam mencari informasi untuk

mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah, inisiatif akan

sangat diperlukan. Penerapan PBL membiasakan siswa untuk berinisiatif

dalam prosesnya sehingga pada akhirnya kemampuan tersebut akan

meningkat.

3) Pengembangan keterampilan dan pengetahuan

Problem Based Learning memberikan makna yang lebih, contoh

nyata penerapan dan manfaat yang jelas dari materi pembelajaran

(fakta, konsep, prinsip dan prosedur).Semakin tinggi tingkat kompleksitas

masalah, semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan siswa yang

dituntut untuk mampu memecahkan masalah.

4) Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok

Keterampilan interaksi sosial merupakan keterampilan yang sangat

diperlukan siswa didalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajaran tradisional seringkali mengabaikan

keterampilan interaksi sosial karena amat terfokus pada kemampuan

bidang ilmu. Problem Based Learning dapat menyajikan keduanya

sekaligus.

5) Pengembangan sikap self-motivated

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Dalam Problem Based Learning yang memberikan kebebasan untuk

siswa bereksplorasi bersama siswa lain dalam bimbingan guru merupakan

proses pembelajaran yang disenangi siswa. Dengan situasi pembelajaran

yang menyenangkan, siswa akan dengan sendirinya termotivasi untuk

belajar terus.

6) Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator

Dalam Problem Based Learning atmosfir akademik dan suasana belajar

terasa lebih aktif, dinamis dan berkualitas. Dalam proses pembelajaran,

guru berperan sebagai pembimbing. Hubungan siswa-fasilitator yang

terjadi dalam Problem Based Learning pada akhirnya dapat menjadi lebih

menyenangkan bagi guru maupun siswa.

7) Jenjang penyampaian pembelajaran dapat ditingkatkan

Proses pembelajaran menggunakan Problem Based Learning dapat

menghasilkan pencapaian siswa dalam penguasaan materi yang sama

luas dan sama dalamnya dengan pembelajaran tradisional. Belum lagi

keragaman keterampilan dan kebermaknaan yang dapat dicapai oleh

siswa merupakan nilai tambah pemanfaatan Problem Based Learning.

Di samping memiliki kekuatan, menurut Nurhadi (2004:110)

model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kelemahan,

diantaranya :

1) Pencapaian akademik dari individu siswa 2) Waktu yang diperlukan untuk implementasi 3) Perubahan peran siswa dalam proses 4) Perubahan peran guru dalam proses 5) Perumusan masalah yang baik

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Guna memperjelas kelemahan model Problem Based Learning

tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1) Pencapaian akademik dari individu siswa

Problem Based Learning berfokus pada satu masalah yang spesifik,

seringkali Problem Based Learning tidak memiliki ruang lingkup yang

memadai. Hal ini menyebabkan pencapaian akademik siswa akan lebih

tinggi pada Problem Based Learning, terutama karena focus yang

spesifik, dalam hal keterampilan siswa memecahkan permasalahan dalam

kehidupan nyata.

2) Waktu yang diperlukan untuk implementasi

Waktu yang diperlukan oleh guru maupun siswa untuk

mengimplementasikan Problem Based Learning tidak sama dengan waktu

yang diperlukan dalam pembelajaran tradisional, bahkan cenderung lebih

banyak. Waktu yang lebih banyak diperlukan pada saat awal siswa

terlibat dalam Problem Based Learning, sebagai suatu proses

pembelajaran yang kebanyakan belum pernah mereka alami.

3) Perubahan peran siswa dalam proses

Selama ini setiap siswa berasumsi bahwa mereka hanya mendengarkan

dan bersikap pasif terhadap informasi yang disampaikan oleh guru.

Asumsi ini tumbuh berdasarkan pengalaman belajar yang dialami dalam

jenjang pendidikan sebelumnya. Dalam Problem Based Learning, peran

siswa dituntut aktif dan mandiri. Dengan perubahan ini, seringkali

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

menjadi kendala bagi siswa pemula dan juga bagi guru yang terlalu

berharap pada siswa. Proses transisi dan pembimbingan yang intensif

pada tahap awal sangat diperlukan.

4) Perubahan peran guru dalam proses

Dalam metode ini bukan tidak mungkin guru mengalami situasi yang

membingungkan dan tidak nyaman ketika harus memulai proses

pembelajarannya. Apalagi guru yang sudah nyaman dan terbiasa dengan

proses pembelajaran yang menggunakan metode ceramah. Metode

ceramah relatif lebih mudah dan cepat bagi kebanyakan guru, karena

hanya bermodalkan pengetahuan yang dimiliki ditambah beberapa media

pembantu, kemudian disampaikan kepada siswa yang tidak terlalu

banyak bertanya dan bersikap pasif. Dalam Problem Based Learning,

peran guru bukan sebagai penyaji informasi dan otoritas formal, tetapi

sebagai pembimbing dan fasilitator.

5) Perumusan masalah yang baik

Dalam metode ini perumusan masalah yang baik merupakan faktor yang

paling penting, padahal merupakan hal yang tidak mudah untuk

dilakukan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Jika permasalahan tidak

bersifat holistik tetapi juga berfokus mikro atau mendalam, maka akan

ada banyak hal yang terlewatkan oleh siswa sehingga pengetahuan siswa

menjadi parsial atau sempit.

2.2. Permintaan dan Penawaran 2.2.1. Permintaan

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang diinginkan untuk dibeli

atau dimiliki pada berbagai tingkat harga yang berlaku di pasar dan waktu

tertentu. Permintaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam:

1. Permintaan absolut (absolut demand).

Permintaan absolut adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa baik

yang bertenaga beli/berkemampuan membeli, maupun yang tidak bertenaga

beli.

2. Permintaan efektif (effective demand)

Permintaan efektif adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang disertai

kemampuan membeli.

Hukum permintaan tidak berlaku mutlak, tetapi bersifat tidak mutlak dan

dalam keadaan cateris paribus (faktor-faktor lain dianggap tetap). Hukum

permintaan “apabila harga mengalami penurunan, maka jumlah permintaan akan

naik/bertambah, dan sebaliknya apabila harga mengalami kenaikan, maka

jumlah permintaan akan turun/berkurang”. Hukum permintaan berbanding

terbalik dengan harga.

Manusia adalah makhluk sosial yang dinamis, sehingga terjadi perubahan-

perubahan yang dapat mempengaruhi kebutuhan hidupnya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan adalah:

1. Harga barang itu sendiri

Naik atau turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi

banyak/sedikitnya terhadap jumlah barang yang diminta.

2. Pendapatan masyarakat

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Pendapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat.

Tinggi/rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas

maupun kuantitas permintaan.

3. Intensitas kebutuhan

Mendesak/tidaknya atau penting tidaknya kebutuhan seseorang terhadap

barang/ jasa, mempengaruhi jumlah permintaan. Kebutuhan primer, lebih

penting dibanding kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder lebih penting

dibanding tertier, sehingga pengaruhnya terhadap jumlah permintaan

berbeda.

4. Distribusi Pendapatan

Makin merata pendapatan, maka jumlah permintaan semakin meningkat,

sebaliknya pendapatan yang hanya diterima/dinikmati oleh kelompok

tertentu, maka secara keseluruhan jumlah permintaan akan turun.

5. Pertambahan penduduk

Jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah permintaan. Makin banyak

penduduk, maka jumlah permintaan akan meningkat.

6. Selera (Taste)

Perkembangan mode, pendidikan, lingkungan akan mempengaruhi selera

masyarakat, yang akan mempunyai pengaruh terhadap jumlah permintaan.

7. Barang pengganti (substitusi)

Adanya barang pengganti akan berpengaruh terhadap jumlah permintaan.

Pada saat harga barang naik, jika ada barang pengganti maka jumlah

permintaan akan dipengaruhinya.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Kurva permintaan menggambarkan hubungan fungsional antara harga dan

jumlah barang yang diminta. Kurva ini menurun dari kiri atas ke kanan bawah

yang berarti bahwa makin rendah harga (P), makin banyak jumlah yang diminta

(Q). Kurva permintaan digambarkan dengan anggapan cateris paribus. Jika faktor-

faktor lain berubah, maka kurva permintaan juga akan mengalami

perubahan/pergeseran. Kurva permintaan dapat berubah karena:

1. Perubahan Harga

Perubahan harga mengakibatkan perubahan permintaan, yaitu:

a. Jika harga naik, maka jumlah permintaan akan berkurang. Kurva akan

bergeser ke kiri.

b. Jika harga turun, maka jumlah permintaan akan naik. Kurva akan

bergeser ke kanan.

2. Perubahan Pendapatan Masyarakat

Pendapatan masyarakat akan mengakibatkan perubahan permintaan.

a. Jika pendapatan masyarakat naik, maka jumlah permintaan akan

bertambah dan kurva permintaan akan bergeser ke kanan.

b. Jika pendapatan masyarakat turun, maka jumlah permintaan akan

berkurang, dan kurva permintaan akan bergeser ke kiri.

2.2.2. Penawaran

Penawaran adalah sejumlah barang dan jasa yang disediakan untuk dijual

pada berbagai tingkat harga pada waktu dan tempat tertentu.Jumlahnya

penawaran sebagai akibat adanya permintaan dan sebaliknya, sehingga antara

penawaran dan permintaan tidak dapat dipisahkan.

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Apabila harga naik, maka jumlah barang/jasa yang ditawarkan

meningkat/bertambah. Jika harga barang/jasa turun, maka jumlah barang/jasa

yang ditawarkan berkurang/ turun. Hukum penawaran berbanding lurus dengan

harga barang. Hukum ini juga tidak berlaku mutlak cateris paribus. Dengan

demikian terjadi perbedaan antara hukum penawaran dengan hukum permintaan.

Seperti permintaan, penawaran juga dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu:

1. Biaya produksi (input)

Tinggi/rendahnya biaya produksi akan mempengaruhi harga jual yang pada

akhirnya akan mempengaruhi jumlah yang ditawarkan.

2. Teknologi

Maju/mundurnya atau canggih tidaknya teknologi akan mempengaruhi

jumlah penawaran. Makin canggih teknologi, produktifitas semakin besar,

harga menjadi murah, jumlah yang ditawarkan meningkat dan sebaliknya.

3. Harapan keuntungan

Tingkat keuntungan produsen, besar kecilnya laba akan menentukan harga

jual. Keuntungan yang besar akan diperoleh jika harga barang murah,

sehingga jumlah penawaran meningkat, yang pada akhirnya akan

meningkatkan keuntungan.

4. Kebutuhan akan uang tunai

Mendesak atau tidaknya kebutuhan uang tunai bagi perusahaan akan

berpengaruh kepada harga jual yang akhirnya berpengaruh pada jumlah

penawaran barang/jasa.

5. Harapan harga masa yang akan datang

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 …eprints.ung.ac.id/3089/5/2012-2-87203-211408141-bab2-25012013103205.pdfmemecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses

Bagi produsen yang mampu menahan barang untuk dijual pada saat harga

dianggap lebih menguntungkan, produsen akan menahan barang, sehingga

mempengaruhi jumlah penawaran.

Kurva penawaran adalah garis yang menghubungkan titik-titik pada

tingkat harga dengan jumlah barang/jasa yang ditawarkan.

Kurva penawaran bergerak dari kiri bawah ke kanan atas yang menunjukkan

bahwa jika harga barang tinggi, para penjual/produsen akan menjual dalam

jumlah yang lebih banyak. Kurva penawaran akan mengalami pergeseran,

tergantung pada faktor yang mempengaruhinya. Jika harga barang naik, maka

jumlah penawaran akan bertambah, sehingga kurva bergeser ke kanan.

Jika harga barang turun, maka jumlah penawaran akan berkurang, kurva bergeser

ke kiri.

2.3. Hipotesis

Sehubungan dengan penelitian ini, maka hipotesis tindakan dalam

penelitian adalah : “Jika guru menggunakan model Problem Based Learning

maka hasil belajar siswa pada materi permintaan dan penawaran akan meningkat”