bab ii kajian pustaka dan kerangka pemikiran 2.1...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Buah-Buahan
2.1.1.1 Karakteristik Fresh Product Pertanian
Menurut Kotler (1990), produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke
dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga
dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Termasuk di dalamnya adalah
obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan. Sedangkan, produk
pertanian segar adalah produk yang dihasilkan oleh aktivitas budidaya pertanian,
belum mengalami proses pengolahan yang berarti dan dipasarkan dalam bentuk
sesuai dengan keadaannya di alam.
Buah merupakan salah satu contoh tanaman holikultura yang merupakan
hasil produk pertanian. Karakteristik produk pertanian (Soekartawi,2005) adalah
sebagai berikut :
1. Diproduksi musiman
2. Selalu segar (freshable)
3. Mudah rusak (perishabel)
4. Jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit (bulky), dan
5. Lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua tempat) oleh karena itu
harganya berfluktuasi tajam.
10
1.1.1.2 Jenis-Jenis Buah
Ada banyak ragam dan varians buah baik buah lokal maupun buah impor,
tetapi yang banyak kita temukan di ritel modern antara lain :
1. Jeruk
Terdiri dari jeruk lokal dan jeruk impor, jeruk lokal seperti jeruk medan dan
jeruk Pontianak, jeruk Keprok (Citrus Reticulate L). Sedangkan untuk jeruk impor
misalnya jeruk mandarin (Ponkam) yang di impor dari Cina, jeruk Valencia dan
jeruk Florida yang memiliki bentuk bulat penuh, kulit jingga terang dan berat
merupakan ciri buah yang berkualitas baik.1
2. Anggur (Vitis vinivera)
Anggur termasuk ke dalam perdu yang merambat dan berasal dari Armenia
tetapi budidayanya telah dikembangkan di Timur Tengah sejak 4000 SM.
Teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali dikembangkan oleh
orang Mesir pada tahun 2500 SM. Dari Mesir budidaya dan teknologi
pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam
sampai Spanyol, Jerman, Prancis dan Austria. Oleh Colombus tanaman anggur
disebarkan ke Meksiko, Afrika Selatan, Amerika Selatan, Benua Australia dan
Asia termasuk Indonesia, sentra penanaman anggur di Indonesia terdapat di
Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Situbondo), Bali, dan NTT (Kupang).
Hingga saat ini buah anggur domestik belum mampu mengimbangi buah
anggur impor (Gardjito, 2011).
3. Buah Pir
1 Warintek.ristek.go.id/jeruk-pdf
11
Buah pir sangat digemari di Cina, melebihi kegemaran terhadap buah apel. Pir
yang berasal dari Cina dan juga Jepang termasuk ke dalam tipe oriental
(Pyrusserotina Rehd). Tipe lainnya adalah pir tipe Eropa (P.communis L).
Umumnya buah pir di Eropa dimakan segar, sebagian lagi dikalengkan atau dibuat
minuman Cider. Kultivar pir sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, tekstur dan
rasa (flavor). Variasi dalam mutu dan bentuk juga dapat terjadi dalam satu kultivar
yang sama bila ditanam di daerah yang berbeda (Tranggono dan Sutardi,1990).
4. Buah Apel (Malus sylvetris)
Apel (Malus sylvestris) adalah tanaman yang berasal dari daerah subtropis.
Kemudian tanaman ini mulai dibudidayakan ke daerah tropis. Mulanya tanaman
apel banyak tumbuh di Peru, kemudian beberapa negara mulai membudidayakan
seperti Amerika, Austria, dan Jepang. Di Indonesia tanaman apel dibudidayakan
di Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar) Jawa
Timur. Tanaman apel dibawa oleh orang Belanda ke Indonesia. Di Indonesia
tanaman apel mulai diusahakan petani pada tahun 1950, dan pada tahun 1960
tanaman tersebut mulai berkembang dengan pesat. Buah apel lebih tahan lama
daripada buah-buahan lainnya selama tidak ada bekas benturan. Buah apel yang
telah disimpan memiliki rasa yang enak, daripada pada saat baru dipetik (Gardjito,
2011).
1.1.1.3 Karakteristik Buah Berkualitas
JIFSAN (2002) menyatakan bahwa “buah yang segar berhubungan dengan
warna yang cerah, bersih, tidak kisut dan kelihatan banyak mengandung air. Suhu
yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan buah dan menguraikan vitamin C”.
12
Menurut Van Reeuwijk (1998) dalam JIFSAN (2002), kualitas menurut definisi
International Organization for Standarization (ISO) adalah totalitas dari segi dan
karakteristik dari sebuah produk yang penekanannya pada kemampuannya untuk
memuaskan keinginan atau memenuhi kebutuhan.
JIFSAN (2002) menyatakan bahwa “Atribut dari kualitas buah dibagi atas
tiga hal, yaitu :
1. Eksternal adalah penampilan (sight), rasa (touch), dan kecacatan
2. Internal meliputi aroma, rasa dan tesktur
3. Tak terlihat (hidden) meliputi : kesehatan,nilai nutrisi dan keamanan
Tabel 2.1. Parameter Kualitas Buah-Buahan
Parameter utama Parameter pendukung Alat ukur
Kenampakan visual 1. Ukuran
2. Berat
3. Keseragaman dan glossy
4. Warna (flavonoid, klorofil)
5. Cacat (morfologis, fisik, mekanis)
Meteran
Timbangan
Uji visual
Kamus warna
Scoring
Tekstur 1. Kekerasan
2. Kelunakan
3. Juiceness (segar dan berair)
4. Mealiness (pati)
5. Fibrousness (serat)
Penetrometer
Texture analyzer
Analisis kadar air
Analisis kimia
Analisis kimia
Flavor 1. Rasa manis
2. Rasa asam
3. Aroma
Analisis kimia
pH meter
uji sensoris
Kandungan gizi Karbohidrat, lemak, protein, mineral,
vitamin
Analisis kimia
keamanan Toksikan alami
Kontaminasi mikroba, Kontaminasi lain
(residu kimia, logam,dll)
Analisis kimia
Kromotografi danHPLC)
Sumber : Kader,1985 dalam Gardjito, 2011 (diolah)
2.1.2 Persediaan
2.1.2.1 Pengertian Persediaan
Istilah yang digunakan untuk mencirikan barang dagangan yang dimiliki
tiap perusahaan berbeda-beda tergantung pada jenis usaha perusahaan yang
13
dijalankan. Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah
maupun besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya.
Persediaan yang dimiliki perusahaan tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak
boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan
untuk persediaan tersebut.
Berikut ini beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi
antara lain yaitu :
1. Menurut Prasetyo (2006) dalam Iskandar (2010), “persediaan adalah suatu
aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk
dijual dalam satu periode usaha yang normal termasuk barang yang dalam
pengerjaan / proses produksi menunggu penggunaannya dalam proses
produksi.
2. Menurut Warren Reeve (2005) dalam Iskandar (2010), “ persediaan juga
didefinisikan sebagai aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal dalam proses produksi atau yang dalam perjalanan dalam bentuk
bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi
atau pemberian jasa”.
3. Menurut Stice dan Skousen (2009) dalam Iskandar (2010), “persediaan adalah
istilah yang diberikan untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal
perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara langsung atau tidak langsung
ke dalam barang yang akan diproduksi dan kemudian dijual”. Jadi
kesimpulannya adalah bahwa persediaan merupakan sutau istilah yang
14
menunjukan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses
yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang
terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah lain.
4. Kamus istilah Akuntansi Joel G. Segel yang diterjemahkan oleh Jae K. Shim
(1999) dalam Iskandar (2010) menyatakanbahwa: “Barang dagangan atau
persediaan yang ada ditanggan atau dalam perjalanan pada suatu waktu
tertentu”
5. Menurut C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve dan Philip E.
Fess, yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan (1999)
dalam Iskandar (2010) menyatakan sebagai berikut: “Persediaan digunakan
untuk mengidentifikasikan:
a. Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi
normal perusahaan
b. Bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk
tujuan itu”
6. Pengertian persediaan ini dikemukakan oleh Donal E. Kieso, Jerry J.
Weygandt dan Terry D. Warfield yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2002)
dalam Iskandar (2010) juga hampir sama yaitu: “Persediaan adalah pos-pos
aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang
yang akan digunakan atau diasumsi dalam memproduksi barang yang akan
dijual”
7. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Standar Akuntansi Keuangan
(2002) dalam Iskandar (2010) antara lain “Persediaan meliputi barang yang
dibeli dan disimpan untuk dijual kembali persediaan juga mencakup barang
15
jadi yang telah diproduksi atau barang dalam penyelesaian yang sedang sari
produksi perusahaan dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan
digunakan dalam proses produksi.”
8. Menurut Herjanto (2008) “Persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya
digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau
untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin”.
Sedangkan untuk persediaan barang jadi, secara umum persediaan barang
jadi merupakan barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan
barang yang telah siap untuk dijual.
1. Menurut pendapat dari Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D.
Warfield yang diterjemahkan oleh Emil Salim (2002) dalam Iskandar (2010)
menyatakan bahwa: “Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai
tetapi belum terjual pada akhir periode fiscal, dilaporkan sebagai persediaan
barang jadi.”
2. Menurut C. Rollin Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve dan Philip
E.Fees yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait dan Helda Gunawan (2000)
dalam Iskandar (2010) menyatakan sebagai berikut: “Persediaan barang jadi
adalah produk yang telah selesai tetapi belum dijual.”
3. Menurut Zulian Yamit (1999:) menyatakan bahwa: “Persediaan barang jadi
adalah persediaan produk akhir yang siap untuk dijual, didistibusikan atau
disimpan”.
16
2.1.2.2 Fungsi Persediaan
Menurut Herjanto (2008) beberapa fungsi persediaan dalam memenuhi
kebutuhan perusahaan, sebagai berikut :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang
yang dibutuhkan perusahaan
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga
harus dikembalikan
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi
4. Untuk menyimpan bahan baku atau barang yang bersifat musiman
sehingga perusahaan tidak kesulitan jika barang tersebut tidak tersedia di
pasar
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan diskon kuantitas
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
Menurut Miranda dan widjaja tunggal (2005) ada alasan-alasan persediaan
diperlukan dalam kegitan perusahaan yaitu:
1. Memungkinkan perusahaan mencapai skala ekonomis
2. Menyeimbangkan persediaan dan permintaan
3. Memungkinkan spesialisasi produksi
4. Melindungi ketidakpastian permintaan dari siklus pemesanan
5. Bertindak sebagai penyangga/buffer diantara jarak yang bersifat kritis
dalam rantai pasok (supply chain)
17
Menurut Soekartawi (2005), menjaga kontinuitas barang bagi suatu usaha
agroindustri sangat penting karena berbagai hal yaitu :
1. Produk usaha pertanian adalah musiman sehingga diperlukan
manajemen stok yang baik
2. Perencanaan pengadaan barang yang tepat karena produk usaha
pertanian bersifat lokal dan spesifik
3. Harga produk pertanian cenderung fluktuatif.
2.1.2.3 Tujuan Persediaan
Tujuan pengendalian persediaan yaitu:
a. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisaan persediaan hingga
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebihan sehingga biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
c. Menjaga agar pembeliaan secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini dapat
berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
2.1.2.4 Jenis Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu
(Herjanto,2008):
1. Fluctuation stock, merupakan persediaan yang dimaksudkan untuk menjaga
terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan
untuk mengatasi bila terjadi kesalahan/penyimpanan dalam prakiraan
penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.
18
2. Anticipation stock, merupakan persediaan untuk menghadapi permintaan yang
dapat diramalkan. Misalnya pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas
produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini
juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan
baku atau barang sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi.
3. Lot-size inventory, merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang
lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Persediaan dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan dari harga barang (berupa diskon) karena membeli
dalam jumlah yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya
pengangkutan per unit yang lebih rendah.
4. Pipeline inventory, merupakan persediaan yang dalam proses pengiriman dari
tempat asal ke tempat dimana barang akan digunakan. Misalnya, barang yang
dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan, yang dapat memakan waktu
beberapa hari atau minggu.
Secara garis besar penggolongan jenis-jenis persediaan adalah
(Yamit,2003) :
1. Persediaan bahan baku (raw material), merupakan barang-barang yang
diperoleh untuk digunakan dalam proses produksi menjadi barang jadi.
Beberapa bahan baku diperoleh dari sumber-sumber alam. Akan tetapi lebih
sering bahan baku diperoleh dari perusahaan lain yang memproduksi bahan
baku perusahaan lain sebagai produk akhir. Sebagai contoh, kertas cetak
merupakan bahan baku perusahaan percetakan. Sedangkan kertas merupakan
produk akhir dari perusahaan pembuat kertas cetak. Istilah bahan baku hanya
19
dibatasi untuk barang-barang yang secara fisik yang dimasukan atau
digunakan dalam produk yang dihasilkan. Istilah bahan penolong atau
tambahan (factory supplies) digunakan untuk menyebut bahan tambahan
yaitu bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak secara
langsung digunakan dalam produk yang dihasilkan. Jumlah bahan baku yang
harus dikelola perusahaan akan bergantung pada :
a. Jumlah pemakaian / permintaan
b. Jumlah investasi dalam persediaan
c. Karakteristik bahan baku
d. Lead time (tenggang waktu antara saat pemesanan dengan penerimaan
barang
2. Barang dalam proses (goods in process) yang disebut juga pekerjaan dalam
proses (work in process) terdiri dari bahan baku yang sebagian telah diproses
dan perlu dikerjakan lebih lanjut sebalum dijual. Barang dalam proses
memiliki karakteristik :
a. Suatu bentuk peningkatan nilai
b. Nilainya bergantung pada : nilai bahan baku, nilai tenaga kerja, waktu
dan tingkat kesulitan produksi.
c. Merupakan Jenis komponen persediaan yang paling tidak liquid
3. Barang jadi (finished goods), merupakan produk / barang yang sudah selesai
diproduksi dan menjadi persediaan perusahaan untuk dijual. Keberadaannya
dipengaruhi oleh :.
a. Sales forecast
20
b. Likuiditasnya
c. Karakteristik fisiknya
4. Barang dagangan merupakan persediaan di perusahaan dagang yang
diperoleh dari membeli untuk dijual kembali kepada konsumen tanpa
merubah bentuk atau pengolahan.
2.1.2.5 Sistem Pengendalian Persediaan
1. Sistem Klasifikasi ABC
Menurut Herjanto, 2008, Pengendalian persediaan ddapat dilakukan dalam
berbagai analisi antara lain dengan menggunakan analisi nilai persediaan. Dalam
analisis ini, persediaan dibedakan atas nilai investasi yang dipakai dalam satu
periode. Biasanya, persediaan dibedakan dalam tiga kelas yaitu A, B, dan C,
sehinga analisis ini dikenal sebagai klasifikasi ABC.
Klasifikasi ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1950-an.
Klasifikasi ABC merupakan aplikasi persediaan yang menggunakan prinsip
Pareto : the critical few and the trivial many. Idenya untuk memfokuskan
pengendalian persediaan kepada jenis (item) persediaan yang bernilai tinggi
(critical) daripada yang bernilai rendah (trivial). Klasifikasi ABC membagi
persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai persediaan. Dengan mengtahui
kelas-kelas tersebut, dapat diketahui item persediaan tertentu yang yang harus
mendapat perhattian labih intensif/serius dibandingkan item yang lain.
Yang dimaksud klasifikasi dengan nilai dalam klasifikasi ABC bukan
harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam
satu periode (biasanya satu tahun) dikalikan dengan harga per unit. Jadi, nilai
21
investasi adalah jumlah nilai seluruh item pada satu periode atau dikenal dengan
istilah volume tahunan rupiah.
Suatu item dikatakan lebih penting dari item yang lain, karena item itu
memiliki nilai investasi yang lebih tinggi. Konsekuensinya, item tersebut
mendapat perhatian lebih besar dibandingkan item yang lain yang memiliki nilai
investasi lebih rendah. Namun, tidak berarti item yang memiliki nilai investasi
rendah tidak perlu diperhatikan, haya saja pengendaliannya tidak seketat yang
memiliki invastasi tinggi.
Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC adalah
1. Kelas A, persediaan yang memiliki volume tahunan rupiah yang tinggi.
Kelas ini mengakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sedikit, bias hanya 20% dari seluruh item. Persediaan
yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam
pengadaannya karena akan berdampak pada biaya yang tinggi.
Pengawasan juga harus dilakukan secara lebih intensif.
2. Kelas B, persediaan dengan volume tahunan rupiah yang menengah.
Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan dan
sekitar 30% dari jumlah item. Disini diperlukan teknik pengendalian yang
moderat.
3. Kelas C, Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya
sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari
jumlah item persediaan. Teknik pengendalian yang digunakan juga
sederhana dan tidak rutin.
22
Nilai-nilai persentasi di atas bukan merupakan nilai yang mutlak, akan
tetapi sangat tergantung kepada kebijakan perusahaan, dan begitu juga
klasifikasinya tidak mutlak harus tiga klasifikasi.
2. Sistem Terkomputerisasi
Komputer sering digunakan sebagai alat pengendalian persediaan. Dengan
sistem tersebut, komputer akan mencatat persediaan awal. Kemudian, jika barang
terjual, komputer akan secara otomatis mencatatnya dan memperbaharui posisi
persediaan. Jika persediaan menyentuh batas tertentu, komputer akan secara
otomatis memesan barang dagangan ke supplier.
3. Sistem Tepat Waktu (Just In Time)
Sistem persediaan Just-In-Time bertujuan meminimalkan tingkat
persediaan, sedapat mungkin tingkat persediaan ditekan menjadi nol. sistem ini,
suplier akan menekan supplier sedemikian rupa sehingga bisa mendatangkan
barang hanya beberapa jam sebelum dibutuhkan. Pada giliran selanjutnya,
supplier dari supplier tersebut akan ditekan lebih lanjut agar bisa menyediakan
barang dengan cepat. Tentu saja perubahan perilaku semacam itu tidak hanya
terjadi di perusahaan, tetapi juga pada mata rantai pemasok perusahaan.
2.1.2.6 Biaya Dalam Persediaan
Menurut Hansen dan Mowen (2001) dalam Nurmailiza (2010), “ adapun
biaya yang timbul karena persediaan adalah :
a. Biaya penyimpanan
Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan persediaan. Terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
23
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan juga
semakin banyak.
b. Biaya pemesanan
Setiap kali suatu bahan baku dipesan, perusahaan harus menanggung biaya
pemesanan. Biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah pemesanan
yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per pesanan.
c. Biaya penyiapan
Biaya penyiapan diperlukan apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi
diproduksi sendiri. Biaya penyiapan total per periode adalah jumlah penyiapan
yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per penyiapan.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan
Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi permintaan proses
produksi. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek terutama dalam
kenyataan bahwa biaya ini merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan.
Secara objektif.
2.1.2.7 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Assauri (2008) ada dua sistem yang umum digunakan dalam
menentukan jumlah persediaan pada akhir suatu periode, yaitu :
1. Periodic sistem, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara
fisik dalam menentukan jumlah persediaan akhir.
2. Pertual sistem (book inventory), yaitu dalam hal ini dibina catatan dari
administrasi persediaan. Setiap mutasi dari persediaan sebagai akibat dari
24
pembelian ataupun penjualan dicatat atau dilihat dalam kartu administrasi
persediaan.
Menurut Herjanto (2008), terdapat tiga jenis metode dalam menilai
persediaan, yaitu:
1. First in first out (FIFO), model ini didasarkan atas asumsi harga barang
persediaan yang sudah terjual atau terpakai dinilai menurut harga
pembelian barang yang terdahulu. Sedangkan persediaan akhir dinilai
menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk.
2. Last in first out (LIFO), yaitu model yang mengasumsikan bahwa nilai
barang yang terjual/terpakai dihitung berdasarkan harga pembalian barang
yang terakhir masuk dan nilai persediaan akhir dihitung berdasarkan harga
pembelian yang terdahulu masuk.
3. Model rata-rata terimbang, nilai persediaan pada model ini didasarkan atas
harga rata-rata barang yang dibeli dalam satu periode tertentu.
2.1.2.8 Model-Model Persediaan
Untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan, telah dikembangkan
beberapa model dalam manajemen persediaan, antara lain :
1. Model Persediaan Economic Order Quality (EOQ)
Kuantitas pesanan ekonomis (Economic Order Quality, EOQ) merupakan
salah satu model klasik yang diperkenalkan oleh FW Harris pada tahun 1914,
tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak
digunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya, meskipun dalam
penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai, yaitu :
25
a. barang yang disimpan dan dipesan hanya satu macam
b. kebutuhan/permintaan barang diketahui dan konstan
c. biaya pemesanan dan penyimpanan diketahui dan konstan
d. barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok (batch)
e. harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli
f. waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan
2. Model Persediaan Dengan Pesanan Tertunda
Model persediaan dengan pesanan tertunda mempertimbangkan stock out
(kehabisan stok) dan back order (permintaan yang ditunda pemennuhannya),
dimana pesanan dari pelanggan akan tetap diterima walaupun pada saat itu tidak
ada persediaan, permintaan akan dipenuhi kemudian setelah ada persediaan baru.
Asumsi yang digunakan hampir sama dengan model EOQ kecuali adanya
tambahan asumsi bahwa ‘penjualan tidak hilang karena stock out’.
3. Model persediaan dengan diskon kuantitas
Strategi penjualan dengan diskon kuantitas (quantity discounts) adalah
strategi penjualan dengan memberikan harga yang bervariasi sesuai dengan
jumlah barang yang dibeli, semakin besar volume pembelian maka semakin
rendah harga barang per unit. Jika nilai biaya total dalam model EOQ tidak
memperhitungkan biaya pembelian maka model ini memperhitungkan biaya
pembelian barang karena harga barang yang bervariasi.
4. Model persediaan dengan penerimaan bertahap (Gradual Replacement
Model)
26
Model persediaan yang telah dibahas di atas mengasumsikan bahwa
barang yang dibeli diterima sekaligus seluruhnya. Sedangkan model persediaan
ini mempertimbangkan penerimaan barang yang dibeli atau dipesan secara
bertahap dalam satu periode.
2.1.2.9 Waktu Tenggang, Persediaan Pengaman, Dan Titik Pemesanan
1. Waktu Tenggang (Lead Time)
Beberapa definisi waktu tenggang menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a) Menurut Herjanto (2008), waktu tenggang adalah perbedaan waktu antara saat
memesan sampai saat barang datang.
b) Menurut Rangkuti (2004), waktu tenggang adalah selisih atau perbedaan
antara saat pemesanan samapi dengan barang diterima.
c) Menurut Assauri (2008), lead time, di dalam pengisian kendali persediaan
terdapat suatu perbedaan wantu yang cukup lama antara saat mengadakan
pesanan (order) untuk penggantian atau pengisian kembali persediaan dengan
saat penerimaan barang-barang yang dipesan tersebut dan dimasukkan ke
dalam persediaan.
d) Menurut Gaspersz (2002), lead time merupakan jangka waktu yang diperlukan
sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap
untuk digunakan.
e) MenurutYunarto dan Getty Santika (2005), Lead time adalah jangka waktu
kapan inventory itu dipesan sampai inventory itu ditetapkan/dipesan/diorder
kembali. (Persediaan Pengaman (Safety Stock/Buffer Stock)
2. Persediaan Pengaman
27
a) Persediaan pengaman adalah persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan
selama menunggu barang datang. Persediaan pengaman berfungsi untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang.
Persediaan pengaman disebut juga persediaan penyangga (buffer stock) atau
persediaan besi (iron stock) (Herjanto, 2008)
b) Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku
atau barang (stock out) (Assauri,2002).
c) Persediaan pengaman adalah cadangan persediaan yang harus diadakan untuk
menghindari terjadinya kekurangan barang, terutama pada saat menunggu
barang yang sedang dipesan (Rangkuti, 2004)
3. Titik pemesanan ulang (Reorder Point, ROP)
Jumlah persediaan yang menandai saat harus dilakukan pemesanan ulang
sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan
adalah tepat waktu (dimana persediaan di atas persediaan pengaman sama dengan
nol) disebut dengan titik pemesanan ulang. Titik ini menandakan bahwa
pembelian harus segera dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah
digunakan.
2.1.3 Manajemen Persediaan
2.1.3.1 Pengertian Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material/barang
28
lainnya sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi
pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan material/barang lainnya
dapat ditekan secara optimal.2
2.1.3.2 Prinsip-Prinsip Manajemen Persediaan
Penentuan jumlah dan jenis barang yang disimpan haruslah sedemikian
rupa sehingga produksi dan operasi perusahaan tidak terganggu, tetapi dilain
pihak sekaligus harus dijaga agar biaya investasi yang timbul dari penyediaan
barang tersebut seminimal mungkin.3
2.1.3.3 Perencanaan Persediaan
Fungsi perencanaan dalam manajemen secara umum mencakup semua
kegiatan yang ditujukan untuk menyusun program kerja selama periode tertentu
pada masa yang akan datang berdasarkan visi, misi, tujuan, serta sasaran
organisasi. Menurut Stoner dan Freeman (1989), perencanaan memberikan
sasaran bagi organisasi dan menetapkan prosedur-prosedur terbaik untuk
mencapai sasaran tersebut. Menurut Supriyandi (2010), Salah satu unsur
manajemen yang pertama adalah perencanaan (planning). Sebelum dilakukan
pembelian atau pemesanan barang persediaan diperlukan perencanaan terlebih
dahulu untuk menentukan kebutuhan persediaan yang akan dipesan/dibeli dalam
satu periode tertentu. Dalam merencanakan kebutuhan persediaan akan berkaitan
dengan pertanyaan-pertanyaan ini :
a) Apa yang harus disediakan ?
b) Berapa jumlah yang harus disediakan ?
2 Supriyandi, 2010. Persediaan-ppt.
29
c) Kapan pemesanan harus dilakukan ?
d) Dari mana sumber barang yang akan dipesan?
e) Bagaimana sistem pengendaliannya ?
Sedangkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan
penentuan pemesanan/pembelian persediaan sebagai berikut :
a) Tingkat permintaan/kebutuhan
b) Tenggang waktu pengadaan
c) Fasilitas penyimpanan yang tersedia
d) Sifat bahan/barang yang akan disimpan
e) Tingkat pelayanan yang diharapkan
f) Biaya-biaya persediaan
g) Jumlah persediaan yang masih tersedia di gudang
2.1.3.4 Pengadaan Persediaan
Pengadaan persediaan merupakan tindak lanjut dari perencanaan. Dari
mana sumber untuk mendapatkan persediaan dalam jumlah dan kriteria barang
yang sudah direncanakan. Karakterisitik utama pengadaan barang , yaitu (Austin
dalam Purwadi dan Nugroho, 2011):
1. Kuantitas yang cukup
2. Kualitas yang sesuai
3. Waktu yang tepat
4. Harga yang wajar
5. Organisasi yang efektif
6. Sumber pengadaan barang
30
2.1.3.5 Pengendalian dan Pengawasan Persediaan
Pengendalian persediaan fresh product pertanian memastikan bahwa item
segar secara teratur diselenggarakan dalam toko (display). Untuk setiap item yang
dibeli, tanggal kadaluwarsa selalu dicacat. Untuk item yang penjualannya tinggi,
tanggal kadaluwarsa diasumsikan sama untuk semua item ketika pengiriman
sampai diterima oleh perusahaan. Jika tanggal kadaluwarsa berakhir pada saat ini
maka penjaga toko harus bertindak waspada untuk memindahkan barang tersebut
dari rak display.
Manajer harus memperhatikan dan memperingatkan tentang produk-
produk yang akan segera kadaluwarsa. Kata “segera” memiliki arti yang
bervariasi bagi setiap produk. Untuk produk coklat, peringatan dapat diberikan
sebulan sebelum tanggal kadaluwarsa. Sedangkan untuk produk yang mudah
rusak seperti buah-buahan dan sayuran dapat diberikan peringatan 7 hari sebelum
tanggal kadaluwarsa. Jika jumlah persediaan over stock atau berlebihan maka
sebagai alternatif dilakukan penjualan produk dengan diskon atau penawaran buy
one get one free.
Karena barang dapat hilang, hancur atau dicuri, diperlukan pencatatan
untuk memastikan bahwa persediaan yang dibeli sesuai dengan yang keluar. Perlu
dilakukan pemantauan dan pemerikasaan secara berkala dan terus memperhatikan
persediaan toko untuk menyesuaikan dengan persediaan di gudang.3
3http://www.xpos3.com/products/alimentations/supermarkets-grocery-stores/
31
Menurut Assauri (2008), pengawasan persediaan berhubungan dengan
kegiatan mengatur persediaan agar dapat menjamin kelancaran proses
produksi/penjualan secara efektif dan efisien. Tugas bagian pengawasan adalah :
1. mengadakan pengecekan buah segar yang cepat habis dan lama habis
2. mengadakan pencatatan secara administrative mengenai jumlah, jenis
dan nilai-nilai persediaan.
3. Mengadakan pemeriksaan secara langsung keadaan fisik buah segar
dan administrasi persediaan di gudang.
2.1.4 Hambatan/Kendala Dalam Pelaksanaan Persediaan
Beberapa hambatan dalam pelaksanaan manajemen persediaan sebagai
berikut (Supriyandi,2010) :
a) Tidak ada ukuran kinerja yang jelas
b) Status pesanan tidak akurat
c) Sistem informasi tidak handal
d) Kebijakan persediaan terlalu sederhana dan mengabaikan ketidakpastiaan
e) Biaya-biaya persediaan tidak ditaksir dengan benar
2.1.5 Ritel Modern
2.1.5.1 Pengertian Ritel
Menurut Lucas (1994) pengertian pedagang eceran (retailing) adalah
“Retailing is all activities involved in marketing of goods and services directly to
consumers”. Pengertian tersebut menyatakan bahwa pedagang eceran atau
retailing merupakan segala kegiatan penjualan barang dengan atau jasa-jasa
secara langsung kepada konsumen.
32
Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang
dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan,
sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada
konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).
Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping
centre, waralaba, swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya.
Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain
menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor.
Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui
penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang reject/tidak
memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak.
2.1.5.2 Jenis Ritel
Menurut Kotler (2002) usaha eceran (retailing) meliputi aktivitas yang
melibatkan penjualan barang jasa langsung kepada konsumen, yang olehnya
digunakan untuk kepentingan pribadi dan bisnis. Menurut Kotler (2002), jenis-
jenis pengecer utama adalah:
a) Toko khusus
Lini produk yang sempit dengan ragam pilihan yang dalam, sepeti toko
pakaian, toko alat-alat olahraga, toko furniture, toko bunga, toko buah dan toko
buku,
b) Toko serba ada
Beberapa lini produk biasanya pakaian, perlengkapan rumah tangga, dan
barang kebutuhan rumah tangga dan setiap lini tersebut beroperasi sebagai
33
departemen tersendiri yang dikelola oleh pembeli spesialisasi atau pedagang
khusus.
c) Pasar swalayan
Operasi yang relatif besar, berbiaya rendah, bermarjin rendah, bervolume
tinggi, yang dirancang untuk melayani semua kebutuhan konsumen seperti
makanan, minuman dan produk perawatan rumah.
d) Toko kenyamanan (convenience)
Toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman, memiliki jam buka
yang panjang selama tujuh hari dalam seminggu, serta menjual lini produk bahan
pangan yang terbatas dan memiliki tingkat perputaran yang tinggi.
e) Toko diskon
Menjual barang-barang yang standar dengan harga lebih murah karena
mengambil marjin yang lebih rendah dan menjual dengan volume yang lebih
tinggi. Menurut dari Perpres No. 112 Tahun 2007,, toko modern adalah toko
dengan sistem pelayanan mandirimenjual berbagai jenis barang secara eceran
yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store,hypermart ataupun
grosir yang berbentuk perkulakan. Lebih jelasnya konsep ritel modern dalam
Perpres tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dari sisi luas gerai yang digunakan, kategorisasi dari toko modern dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Minimarket, jika luas lantainya < 400 m2
2) Supermarket, jika luas lantainya 400 m2 – 5.000 m
2
3) Hypermart, jika luas lantainya > 5.000 m2
34
4) Departement Store, jika luas lantainya > 400 m2
5) Perkulakan (wholesale), jika luas lantainya > 5.000 m2
2. Dari sisi item produk yang dijual, kategorisasi dari toko modern dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Minimarket, supermarket dan hypermart, menjual secara eceran
barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah
tangga lainnya.
2) Departement Store menjual secara eceran barang konsumsi,
utamanya produk sandang dan perlengkapannya, dengan penataan
barang berdasarkan jenis kelamin.
3) Perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi.
Riteler yang berorientasi pada makanan memiliki karakteristik sebagai berikut
Tabel 2.2 Karakteristik Ritel Berorientasi Makanan
Keterangan Convenience
Store
Super
market
Super
centre
Warehouse
Store
Hipermarket
Area
Penjualan
( m2)
< 350 1.500-3.000 3.000-
10.000
> 13.000 > 18.000
Jumlah
Pengecekan
(kali)
1-3 6-10 > 20 > 20 > 230
Jumlah
Barang
(unit)
3.000-4.000 8.000-
12.000
12.000-
20.000
5.000-
8.000
> 25.000
Penekanan
Utama
Kebutuhan
sehari-hari
Makanan
hanya 5%
dari barang
dagangan
One stop
shooping,
barang
dagangan
20-25%
penjualan
Harga
rendah,
60% non
makanan,
40%
makanan
One stop
shooping,
40%
penjualan
dari item non
makanan
Margin
Kotor
25-30% 18-22% 15-18% 10-11% 12-15%
Sumber : Levy and Weitz, 2004 dalam ibid, 2006
35
2.2 Kerangka pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Potensi agribisnis
buah segar
Karakteristik produk
segar pertanian
Pengendalian
persediaan
Pengadaan
barang
Manajemen
persediaan
Kegiatan perusahaan
Lotte Mart
Permintaan dan
orientasi pasar
Perencanaan
persediaan
Pengawasan
persediaan
Model Perusahaan
Kendala Biaya persediaan
Model EOQ
Manajemen Persediaan Yang Lebih Baik