iv hasil dan pembahasan 4.1 keadaan umum perusahaan...
TRANSCRIPT
40
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Perusahaan
4.1.1 Identitas dan Sejarah Pendirian BBIB Singosari
BBIB Singosari merupakan UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor
40/Permentan/OT.140/6/2012, BBIB Singosari merupakan Unit Pelaksana Teknis
eselon 2b yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan. BBIB Singosari sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
memiliki visi dan misi sebagai berikut :
a. Visi
Komersialisasi Potensi Singosari Menuju Pasar Internasional.
b. Misi
Meningkatkan produksi semen beku, diversifikasi produk yang berkualitas
melalui pengujian yang akurat, dan teknologi mutakhir.
Melakasanakan replacement penjantan dan produksi bibit unggul secara
berkesinambungan yang ditunjang oleh optimalisasi pakan ternak dan
biosecurity.
Meningkatkan profesionalisme SDM melalui pendidikan dan pelatihan
secara promosi dan penempatan berdasarkan kompetensi guna tercapainya
kesejahteraan.
Mengoptimalkan fasilitas serta meningkatkan nilai tambah asset fisik dan
intelektual dengan pengembangan teknologi dan pendaftaran hak paten
merk.
Meningkatkan kualitas pelayanan, pemasaran dan penjualan produk,
monitoring, dan evaluasi.
41
Meningkatkan tertib administrasi dan keuangan, efisiensi dan akuntabilitas,
koordinasi dan komunikasi, serta pelayanan guna mewujudkan manajemen
bisnis modern.
BBIB Singosari senantiasa memberikan pelayanan prima kepada seluruh
pelanggan dengan menjunjung tinggi nilai dasar pelayanan yaitu:
honesty (kejujuram)
trust (kepercayaan)
fairness (keadilan)
respect (menghormati)
responsibility (menjunjung tinggi tanggung jawab)
BBIB Singosari memliki tugas pokok sesuai dengan Peraturan Menteri
Pertanian nomor 40/Permentan/OT.140/6/2012 yaitu “Produksi, distribusi,
pemasaran dan pemantauan mutu semen ternak unggul serta pengembangan
inseminasi buatan”. BBIB Singosari memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut.
1. Penyusunan program, evaluasi, dan laporan.
2. Pelaksanaan produksi dan pemberian saran teknis produksi semen ternak
unggul.
3. Pelaksanaan pengujian dan pemantauan mutu semen ternak unggul.
4. Pelaksanaan pengembangan inseminasi buatan dan metode produksi.
5. Pelaksanaan pemeliharaan pejantan ternak unggul.
6. Pelaksanaan perawatan kesehatan pejantan ternak.
7. Pelaksanaan pengawasan dan penyediaan pakan pejantan ternak unggul.
8. Pelaksanaan pengujian keturunan dan peningkatan mutu genetik pejantan
ternak unggul.
9. Pelaksanaan kerjasama dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya.
10. Pelaksanaan penyimpanan, pendistribusian, dan pemasaran hasil produksi.
11. Pengelolaan prasarana dan sarana produksi.
12. Pengelolaan informasi dan promosi hasil produksi.
42
13. Pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, dan perlengkapan.
Tahun 1976 Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan
Pemerintah Belgia mendirikan laboratorium semen beku di Wonocolo, Surabaya.
Pada Tahun 1978 Pemerintah Pusat mengambil alih pengelolaan laboratorium dan
ditetapkan sebagai Cabang Balai Inseminasi Buatan Wonocolo dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian nomor 314/Kpts/Org/5/1978 tanggal 25 Mei 1978.
Pada tahun 1982 pemindahan lokasi dari Wonocolo ke Singosari. Pada tahun 1984
Direktur Jenderal Peternakan menetapkan sebagai Cabang Balai Inseminasi
Buatan Singosari.
Tahun 1986 kerjasama dengan pemerintah Jepang dalam proyek
pengembangan BIB Singosari (The Strengthening of Singosari AI Centre – ATA
233) melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Sejak saat itu
dikembangkan Program Uji Zuriat (Progeny Test). Pada tahun 1988 statusnya
ditingkatkan menjadi Balai Inseminasi Buatan Singosari dengan Surat Keputusan
Menteri Pertanian nomor 193/Kpts/OT.212/2/1988 tanggal 29 Februari 1988.
Pada tahun 1996 ditetapkan sebagai Pusat Pelatihan Inseminasi Buatan dengan
Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan nomor 52/OT.210/Kpts/0896
tanggal 29 Agustus 1996 walaupun sebenarnya pelatihan sudah dimulai
dilaksanakan sejak tahun 1987.
Tahun 2004 statusnya ditingkatkan menjadi Balai Besar Inseminasi Buatan
Singosari dengan Surat keputusan Menteri Pertanian nomor
681/Kpts/OT.140/11/2004 tanggal 25 November 2004. Pada tahun 2010 BBIB
Singosari ditetapkan menjadi PK – BLU berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan nomor 54/KMK.05/2010 tanggal 5 Februari 2010. Pada tahun 2012
43
perubahan struktur organisasi sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian nomor
40/permentan/OT.140/6/2012 tanggal 5 Juni 2012.
4.1.2 Lokasi Perusahaan
BBIB terletak di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang, 20 kilometer sebelah utara Kota Malang, dengan ketinggian 800 sampai
1200 meter di atas permukaan laut dengan rataan suhu udara berkisar antara 16o
sampai 22oC, kelembaban berkisar antara 70% sampai 90% dan curah hujan 2.223
mm/tahun.
4.1.3 Struktur Organisasi
Jumlah pegawai BBIB pada bulan April 2016 sebanyak 100 orang dengan
rincian sebagai berikut: Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 5
Juni 2012 nomor 40/Permentan/OT.140/6/2012 struktur organisasi BBIB
disajikan pada Ilustrasi 2.
Kepala
Bagian Umum
Sub Bagian
Kepegawaian dan
Tata Usaha
Sub Bagian Rumah
Tangga dan
Perlengkapan
Sub Bagian Program
dan Keuangan
Bidang Pemasaran dan Informasi Bidang Pelayanan Teknik
Seksi Pemasaran dan Kerjasama
Seksi Informasi dan Pemantauan Mutu
Semen
Seksi Pemeliharaan dan Peningkatan
Mutu Genetik Ternak
Seksi Produksi Semen dan Pengembangan
Inseminasi Buatan
Kelompok Jabatan
Fungsional
44
4.1.4 Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan
Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari memiliki area seluas 67,72 hektar
dilengkapi dengan bangunan perkantoran, asrama, gedung belajar, auditorium,
guest house, kandang sapi dan kambing, laboratorium, arena penampungan, kebun
rumput, gudang, garasi, permuahan dinas, kereta biosecurity, dan alat mesin
pertanian.
4.1.5 Bidang Usaha
BBIB Singosari memiliki motto “Setetes Mani Sejuta Harapan” yang telah
teregistrasi pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor IDM00001
38723. BBIB Singosari memproduksi semen beku berkualitas sesuai SNI 01-
4869,1-2008 dengan menggunakan metode yang valid dan bahan pengencer
bermutu tinggi serta didukung oleh peralatan yang modern dan terkalibrasi.
BBIB Singosari memberikan jaminan terhadap kualitas semen beku yang
dihasilkan, laboratorium Uji Mutu Semen BBIB Singosari telah menerapkan dan
memelihara sistem mutu sesuai SNI.ISO/IEC 17025-2008 dan telah terakreditasi
yang kedua kali pada tanggal 19 Februari 2010.
Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan peternak semakin beragam.
Peternak tidak sekedar menginginkan keturunan ternak yang bermutu tinggi,
tetapi juga kepastian terhadap jenis kelamin ternak yang akan dihasilkan. BBIB
Singosari sejak tahun 2004 telah melakukan inovasi teknologi dengan
mengeluarkan produk semen beku sexing.
Semen beku sexing merupakan semen beku yang kromosomnnya telah
dipisahkan antara X dan Y. Melalui semen beku sexing peternak dapat
menentukan jenis kelamin dari ternak yang akan dilahirkan, selain itu semen beku
45
sexing juga membantu meningkatkan efisiensi ternak dan pemenuhan bibit ternak.
BBIB Singosari memiliki tugas dalam hal pengembangan inseminasi buatan,
untuk itu berbagai inovasi senantiasa dihasilkan, salah satunya adalah Produksi
Semen Beku Kambing yang telah berhasil dilakukan sejak tahun 1996. Semen
beku kambing produksi BBIB Singosari telah tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dan bahkan telah diekspor ke luar negeri.
Inovasi yang dilakukan BBIB Singosari tidak terbatas pada bidang
peternakan, tetapi telah berkembang hingga bidang perikanan. BBIB Singosari
bekerja sama dengan Balai Benih Ikan (BBI) Batu. BBIB Singosari sejak tahun
1996 telah berhasil memproduksi semen beku ikan tawas, patin, koi, nila, lele,
grass crop, tombro, dan kerapu.
4.2 Identitas Responden
Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32
orang pegawai BBIB yang terdiri dari 7 bidang/seksi yaitu, seksi produksi semen
dan pengembangan IB, seksi pemeliharaan dan peningkatan mutu genetik ternak,
seksi pemasaran dan kerjasama, seksi informasi dan pemantauan mutu semen, sub
bagian program keuangan, sub bagian kepegawaian dan tata usaha, dan sub
bagian rumah tangga dan perlengkapan. Karakteristik responden dibagi ke dalam
3 karakteristik, yaitu : umur, tingkat pendidikan formal, dan lama bekerja.
4.2.1 Umur Responden
Umur pada dasarnya mempengaruhi produktivitas kinerja seseorang.
Umumnya semakin tua umur seseorang maka semakin menurun kondisi fisiknya
sehingga berimplikasi terhadap menurunnya produktivitas. Umur responden pada
46
penelitian ini bervariasi antara 24-56 tahun. Umur responden pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 1. Umur Responden
No Umur (Tahun) Jumlah
Orang %
1 15 -25 1 3,13
2
3
4
5
>25 – 35
>35 - 45
>45 - 55
>55 – 65
12
12
6
1
37,50
37,50
18,75
3,13
Jumlah 32 100
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semua responden tergolong dalam
umur produktif. Pada rentang umur 15-25 tahun terdapat 1 orang pegawai, 12
orang pegawai berada di rentang umur >25-35 dengan presentase sebesar 37,50%,
12 orang pegawai berada di rentang umur > 35-45 dengan presentase sebesar
37,50%, sebanyak 6 orang berada di rentang umur >45-55 dengan presentase
18,75%, dan 1 orang pegawai yang berumur 56 tahun berada di rentang umur
>55-65 dengan presentase 3,13%.
Pada data tersebut tidak ada yang tergolong dalam umur tidak produktif.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Badan Pusat Statistik (2012) bahwa terdapat tiga
kelompok, yaitu : umur belum produktif (0-14 tahun), umur produktif (15-64
tahun), dan umur tidak produktif (>64 tahun). Banyaknya responden yang
tergolong pada umur produktif dapat mendukung terhadap kinerja yang dimiliki
seseorang, karena mereka cenderung masih memiliki tenaga dan etos kerja yang
tinggi. Mayoritas umur produktif responden pada penelitian ini juga akan
mempengaruhi terhadap motivasi kerja pegawai karena umur produktif akan
47
mempengaruhi semangat kerja para pegawai yang akan berdampak positif pada
produktivitas perusahaan.
4.2.2 Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan pada dasarnya akan mempengaruhi pola pikir dan daya
tangkap terhadap pesan atau tugas yang diberikan kepada seseorang. Tingkat
pendidikan responden pada penelitian ini bervariasi antara D3 sampai S2. Tingkat
pendidikan responden penelitian ini dapat diihat pada Tabel 6.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Responden
No Pendidikan Jumlah
Orang %
1 D3 11 34,38
2 S1 19 59,38
3 S2 2 6,25
Jumlah 32 100
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki pendidikan jenjang sarjana (S1) dengan presentase sebesar 59,38 %,
jenjang diploma (D3) sebesar 34,38%, dan pendidikan hingga jenjang magister
(S2) dengan presentase sebesar 6,25%. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
pengetahuan dan cara berpikir akan bertambah luas (Mubyarto, 1986. Tingginya
suatu tingkat pendidikan responden akan mempermudah terjadinya suatu proses
penerimaan informasi karena informasi yang diterima dapat lebih mudah
dipahami sehingga kesalahpahaman saat menerima tugas dapat dihindari.
Pendidikan formal juga memberikan pengaruh atau dampak terhadap
motivasi kerja. Pendidikan memberikan pengaruh kepada individu untuk
menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen didalam kebiasaan
48
tingkah lakunya, pikiran dan sikapnya (Hasibuan, 2008). Dengan perkataan lain,
pendidikan merupakan suatu kegiatan dinamis yang mempengaruhi seluruh aspek
kepribadian dan kehidupan individu.
4.2.3 Lama Bekerja
Lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau
lama waktu seseorang sudah bekerja (Tim penyusun KBBI, 2010). Handoko
(2007) menyatakan masa kerja adalah rentang waktu yang telah ditempuh oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya, selama waktu itulah banyak
pengalamam dan pelajaran yang dijumpai. Lama kerja pegawai pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 3. Lama Bekerja
No
Lama Bekerja Jumlah
Orang %
1 < 10 Tahun 15 46,88
2 10-20 Tahun 8 25
3 >20-30 Tahun 7 21,88
4 >30 Tahun 2 6,25
Jumlah 32 100
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang memiliki lama
kerja kurang dari 10 tahun sebanyak 15 orang dengan presentase 46,88%,
responden yang memiliki lama kerja antara 10 tahun sampai 20 tahun sebanyak 8
orang dengan presentase 25%, responden yang memiliki lama kerja antara >20
sampai 30 tahun sebanyak 7 orang dengan presentase 21,88%, dan responden
yang memiliki lama kerja >30 tahun sebanyak 2 orang dengan presentase 6,25%.
49
Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
peningkatan motivasi kerja pegawai. Untuk pengalaman kerja yang tinggi,
dibutuhkan masa kerja yang lebih lama. Semakin lama masa kerja pegawai,
makan semakin banyak pula pengalaman yang didapatkan. Dengan pengalaman
kerja yang tinggi, maka semakin besar motivasi setiap pegawai untuk
meningkatkan prestasi kerjanya.
4.3 Gaya Kepemimpinan di BBIB Singosari
Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau
dilaksanakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan,
sikap dan perilaku bawahan dalam rangka menjalankan kepemimpinannya.
Berdasarkan hasil pemetaan, gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala
balai BBIB Singosari cenderung kepada gaya kepemimpinan konsultatif. Gaya
kepemimpinan ini terlihat dari cara berdiskusi dan konsultasi yang dilakukan oleh
kepala balai yang selalu mendengarkan pendapat ataupun keluhan dari para
pegawai terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah oleh pemimpin. Pemimpin menentukan tujuan dan
mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses
diskusi dan konsultasi dengan para pegawai. Gaya kepemimpinan pada penelitian
ini bisa dilihat pada Tabel 8.
50
Tabel 4. Presentase Gaya Kepemimpinan
No Gaya Kepemimpinan Jumlah
Orang %
1 Tinggi 13 40,63
2 Sedang 16 50
3 Rendah 3 9,37
Jumlah 32 100
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan pada
penelitian ini termasuk dalam kategori sedang dengan presentase sebesar 50%
yang artinya pemimpin melibatkan beberapa pegawai secara tidak langsung dalam
pengambilan keputusan, hubungan yang dilihat dari frekuensi komunikasi cukup
baik. Sedangkan 40,63% responden menilai gaya kepemimpinan tinggi karena
beberapa pegawai dilibatkan secara langsung dalam pengambilan keputusan saat
rapat internal serta hubungan yang sangat baik terlihat dari frekuensi komunikasi
yang cukup sering baik dalam jam kerja maupun diluar jam kerja melalui media
sosial. Sebesar 9,37% responden menilai gaya kepemimpinan rendah karena
kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta frekuensi komunikasi
terhitung sangat jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
yang dimiliki oleh kepala BBIB Singosari sudah cukup baik. Gaya kepemimpinan
pada penelitian ini dianalisis berdasarkan empat indikator yaitu : 1) komunikasi,
2) pengambilan keputusan, 3) empati, dan 4) partisipasi. Survei menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala BBIB dalam rangka
peningkatan kinerja pegawai dilihat dari empat indikator tersebut sudah cukup
baik.
51
Sebanyak 40,63 % responden menilai gaya kepemimpinan tinggi karena
memiliki jabatan struktural sehingga frekuensi komunikasi yang dilakukan lebih
sering. Mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
kepala BBIB pada saat rapat internal. Empati lebih dirasakan karena sering
berinteraksi dengan kepala balai. Serta partisipasi yang dilakukan kepala balai di
pekerjaan maupun diluar pekerjaan terbilang cukup. Sebanyak 3 orang responden
menilai gaya kepemimpinan rendah karena frekuensi komunikasi, pengambilan
keputusan, empati, serta partisipasi pemimpin hanya sebatas tentang pekerjaan
karena aktivitas pekerjaan dan tugas kepala balai yang sangat padat.
4.3.1 Komunikasi
Kepemimpinan merupakan upaya mempengaruhi banyak orang melalui
komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk
atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons
dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi
dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan (Dubrin, 2005).
Komunikasi merupakan suatu proses berbagi pesan melalui kegiatan penyampaian
dan penerimaan pesan. Sebagai pusat kekuatan dan dinamisator bagi perusahaan,
pemimpin harus selalu berkomunikasi dengan semua pihak baik melalui
hubungan formal maupun informal. Suksesnya pelaksanaan tugas pemimpin itu
sebagian besar ditentukan oleh kemahirannya menjalin komunikasi yang tepat
dengan semua pihak, secara horisontal maupun vertikal. Presentase komunikasi
pada gaya kepemimpinan kepala BBIB dapat dilihat pada Tabel 9.
52
Tabel 5. Komunikasi
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Frekuensi komunikasi 9,38 18,75 71,88
2 Pemberian pengarahan dalam bekerja 9,38 53,13 37,50
3 Penyampaian ide, saran, atau kritik saat
rapat
6,25 40,63 53,13
4 Pemberian saran atau kritik pada hasil
pekerjaan
3,13 28,13 68,75
5 Pengarahan standar kerja 15,63 50,00 34,38
Komunikasi 8,75 38,13 53,13
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin
termasuk dalam kategori tinggi dengan presentase sebesar 53,13%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang dimiliki oleh kepala BBIB
Singosari sudah baik. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden memiliki
jabatan struktural sehingga komunikasi secara langsung sering terjadi sehingga
berlangsung dua arah. Komunikasi terjalin secara langsung karena adanya rapat
internal yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Ide, kritik, serta saran
diberikan oleh pegawai dalam forum diskusi untuk kemajuan perusahaan
begitupun sebaliknya, kepala BBIB memberikan saran atau kritik atas hasil
pekerjaan yang dilakukan pegawai.
Penyampaian dan pengarahan tugas tidak hanya dilakukan pada jam kerja,
pemimpin juga memanfaatkan sosial media sebagai sarana berkomunikasi dengan
para pegawai. Hal ini sangat bagus karena bisa mengurangi salah paham dan salah
interpretasi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Thoha (2003) bahwa pada
gaya kepemimpinan konsultatif komunikasi yang terjalin sudah dua arah dengan
mendengar saran bawahan, baik berupa ide maupun saran tentang keputusan yang
dibuat.
53
Sebanyak 38,13% menilai komunikasi termasuk dalam kategori sedang.
komunikasi yang terjadi antara pemimpin dengan para pegawai sudah cukup baik,
frekuensi komunikasi yang terjalin terbilang cukup. Pengarahan serta bimbingan
dalam bekerja diberikan sesuai standar kerja atau SOP (standard operating
procedure) dari perusahaan pada akhir atau awal tahun serta tercantum secara
tertulis di ruangan kerja. Penyampaian ide, saran, atau kritik selalu dilakukan saat
rapat karena pemimpin menampung dari bawahan terlebih dahulu. Komunikasi
yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pesan dari kepala balai
disampaikan melalui kepala bidang atau kepala seksi kepada para staf. Begitupun
sebaliknya, apabila staf memiliki ide atau usulan akan disampaikan ke kepala
balai melalui kepala bidang atau kepala seksi.
Sebanyak 8,75% menilai komunikasi yang terjalin rendah. Hal ini terjadi
karena responden jarang berhubungan langsung dengan pemimpin sehingga
frekuensi komunikasi yang terjadi terbilang jarang. Ide, saran, dan kritik dari
pegawai pun tidak tersampaikan secara langsung.
4.3.2 Pengambilan Keputusan
Salah satu peran dan fungsi seorang pemimpin adalah penentu keputusan
bagi sebuah komunitas atau sebuah organisasi. Maka seorang atau sekelompok
pemimpin dituntut oleh statusnya untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
pengambilan keputusan. Kemampuan yang baik dalam pengambilan keputusan
harus tercermin pada tiga hal: cara, hasil keputusan dan kemampuan
menyampaikan hasil keputusan. Hasil keputusan dari seorang pemimpin harus
bisa diterima oleh orang-orang yang dipimpin, namun penerimaan tersebut sangat
dipengaruhi oleh cara atau proses mengenai bagaimana keputusan itu diambil.
54
Karena kewenangan yang dimiliki oleh pemimpin itu merupakan kewenangan
yang diberikan oleh orang-orang yang dipimpin, maka proses pengambilan
keputusan harus bisa dikontrol dan dipertanggung-jawabkan kepada yang
memberi wewenang.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi dari seorang
pemimpin. Pengambilan keputusan merupakan proses penerjemahan dari sebuah
keinginan-keinginan berbagai pihak. Pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah melalui proses diskusi
dan konsultasi dengan para bawahan. Pengambilan keputusan adalah soal yang
berat karena sering menyangkut kepentingan banyak orang. Tidak ada sesuatu
yang pasti dalam pengambilan keputusan. Pemimpin harus memilih diantara
alternatif yang ada dan kemungkinan implikasi atau akibat suatu pengambilan
keputusan tertentu.
Pengambilan keputusan pada hakekatnya adalah suatu pendekatan yang
sistematis terhadap hakekat suatu masalah. Pengumpulan fakta-fakta dan data,
penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan –
tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Presentase pengambilan keputusan dapat dilihat pada Tabel 10.
55
Tabel 6. Pengambilan Keputusan
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Pegawai dilibatkan dalam pengambilan
keputusan
15,63 34,38 50,00
2 Pegawai dilibatkan dalam memecahkan
masalah
12,50 43,75 43,75
3 Pengambilan keputusan saat rapat 0,00 37,50 62,50
4 Konflik diselesaikan secara kekeluargaan 21,88 43,75 34,38
5 Peran atasan dalam pengambilan keputusan 3,13 43,75 53,13
Pengambilan keputusan 10,63 40,63 48,75
Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang
digunakan oleh kepala BBIB Singosari sudah baik. Sebanyak 48,75% menilai
pengambilan keputusan tinggi, hal ini terjadi karena responden ikut terlibat dalam
proses pengambilan keputusan dalam rapat internal serta dalam pemecahan
masalah, Sedangkan sebanyak 40,63% responden menilai bahwa pengambilan
keputusan sedang, responden tidak ikut langsung terlibat namun saran, ide, serta
usulannya tertampung dan beberapa diantaranya ada yang terealisasikan.
Sebanyak 10,63% rmenilai pengambilan keputusan rendah karena jarang terlibat
dalam pengambilan keputusan.
Setiap pemimpin memiliki cara pengambilan keputusan yang berbeda-
beda. Dalam pelaksanaannya kepala BBIB mengajak pegawai untuk ikut serta
dalam mengambil keputusan. Rapat internal rutin dilakukan semingu sekali untuk
evaluasi atau penyelesaian masalah mengenai kendala yang terdapat dalam
pekerjaan. Selain itu, diskusi dengan para pegawai dilakukan untuk menampung
usulan, pendapat, serta ide dari para pegawai untuk menjadi bahan pertimbangan
dalam mengambil keputusan dan pemecahan masalah oleh pemimpin.
56
Ide dan saran dari para staf ikut tersampaikan walaupun tidak langsung
melalui kepala masing-masing bidang disaat rapat. Ketika ada konflik antar
pegawai diselesaikan secara bertahap dari kepala seksi, kepala bidang, lalu apabila
belum terpecahkan berlanjut ke kepala balai secara kekeluargaan namun pada
periode kepemimpinan saat ini belum pernah terjadi.
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Thoha (2003) bahwa pada gaya
kepemimpinan konsultatif pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh pemimpin
diikuti dengan mendengar perasaan pengikut, baik berupa ide maupun saran
mereka tentang keputusan yang dibuat.
4.3.3 Empati
Empati merupakan kemampuan menghubungkan dan merasakan pikiran,
emosi ataupun perasaan orang lain. Orang-orang yang empatik sering dilihat oleh
orang lain sebagai orang yang memahami dan mampu memberikan dukungan
kepada orang lain secara tepat dengan perasaan peka dan peduli. Empati
ditunjukkan dengan kedekatan emosional, dengan kelembutan dan kebersamaan
seorang pemimpin dan yang dipimpin.
Empati merupakan sikap bagian kecerdasan emosi yang harus dimiliki
oleh seorang individu khususnya pemimpin. adanya sikap empati untuk dapat
memahami orang lain dari sudut pandangnya dengan pemahaman yang dapat
dirasakan oleh orang yang membutuhkannya. Empati adalah sikap yang harus
dibutuhkan oleh seorang pemimpin agar dapat memanfaatkan potensi-potensi
yang dimiliki bawahannya. Pemimpin tidak akan dapat bekerja sendiri secara
optimal jika tidak dapat mengkomuniasikan atau membantu para pegawai dalam
menyelesaikan masalah mereka guna memperoleh hasil kerja yang maksimal.
57
Setelah pemimpin dapat mencarikan solusi dari para pegawai untuk dapat
memposisikan dirinya sama dengan bawahannya
Empati akan membuat seorang pemimpin lebih arif dan bijaksana dalam
bersikap dan dalam setiap pengambilan keputusan karena ia tidak hanya akan
memandang dari sudut pandangnya sendiri tapi juga mempertimbangkan keadaan
orang lain. Pemimpin yang demikian tanpa disadari akan mendapatkan dukungan
dari para pengikutnya. Presentase empati pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 7. Empati
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Perhatian pemimpin terhadap masalah
pegawai
6,25 53,13 40,63
2 Penghargaan kepada pegawai 56,25 31,25 12,50
3 Kesempatan untuk berdiskusi dengan
pemimpin
6,25 46,88 46,88
4 Hubungan secara personal dengan pegawai 37,50 34,38 28,13
5 Kesempatan untuk menyampaikan perasaan /
keluh kesahnya
12,50 40,63 46,88
Empati 23,75 41,25 35,00
Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa empati yang ditunjukkan oleh
pemimpin BBIB pada penelitian ini termasuk dalam kategori sedang dengan
presentase sebesar 41,25%. Responden merasakan empati yang diberikan oleh
pemimpin. Pemimpin cukup memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada
pegawai. Apabila ada anggota pegawai yang sakit beliau menyempatkan untuk
menjenguk, memberikan santunan kepada pegawai yang tertimpa musibah, serta
memberikan fasilitas untuk pegawai yang akan mengadakan resepsi pernikahan.
58
Kesehatan para pegawai pun diperhatikan, diadakan program cek kesehatan setiap
bulan serta ada pemberian madu untuk menjaga kondisi tubuh pegawai sehingga
bisa optimal dalam bekerja.
Sebanyak 35,00% menilai bahwa empati yang dimiliki oleh pemimpin
BBIB tinggi, hal ini terjadi karena tingginya interaksi dengan pemimpin sehingga
terbentuk emosi secara personal. Pemimpin juga memberikan kesempatan kepada
para pegawai untuk mendiskusikan masalah-masalah serta keluh kesah seputar
pekerjaan. Pemimpin memberikan dorongan dan semangat kepada pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan pada setiap upacara pagi melalui penyampaian kisah-
kisah penuh makna, maka ini akan menjadi suatu iklim komunikassi yang efektif,
jika hal ini sudah ada dalam diri setiap pemimpin dan menjadi suatu keputusan
yang biasa dilakukan oleh pemimpin dalam menyelesaikan masalah maka dapat
dirasakan manfaatnya oleh semua unsur instansi dalam menyelesaikan setiap
hambatan dan kesulitan dipekerjaan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Eisenberg (2002) bahwa empati bagian
dari emosi yang dikendalikan melalui kecerdasan seorang pemimpin yang mampu
memotivasi, menyelesaikan masalah bawahannya untuk mencapai target
pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan, serta pemimpin harus memiliki
tingkat kepedulian terhadap bawahannya sehingga ada pengaruh bawahan dengan
atasan melalui empati yang diciptakan oleh pimpinan terhadap atasan dan antar
sesama bawahan.
Sebesar 23,75% menilai pengambilan keputusan rendah karena jarang
berinteraksi langsung dengan pemimpin diluar hal pekerjaan. Kesempatan untuk
menyampaikan perasaan atau keluh kesahnya sedikit sehingga hubungan secara
personal kurang terbentuk.
59
4.3.4 Partisipasi
Partisipasi merupakan keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan mental
dan emosional dari orang dalam situasi kelompok, serta mendorong mereka untuk
berkontribusi pada tujuan kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab dalam
mencapai tujuan (Davis dkk, 2000). Presentase partisipasi pemimpin BBIB dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 8. Partisipasi
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Pemberian dorongan dan semangat 3,13 46,88 50,00
2 Kesediaan pemimpin untuk membantu
kesulitan
12,50 59,38 28,13
3 Pemberian masukan dalam memyelesaikan
pekerjaan
12,50 56,25 31,25
4 Perhatian terhadap pegawai dengan kinerja
yang kurang optimal
18,75 50,00 31,25
5 Keterlibatan pemimpin dalam setiap
kegiatan
0,00 68,75 31,25
Empati 9,38 56,25 34,38
Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa partisipasi pemimpin BBIB pada
penelitian ini termasuk dalam kategori sedang dengan presentase sebesar 56,25%.
Pemimpin dengan aktivitasnya yang padat, selalu menyempatkan untuk terlibat
dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan. Pemimpin bersedia untuk membantu
dan memberikan masukan sehingga membuat pekerjaan cepat terselesaikan
karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Sebesar 34,38% menilai partisipasi pemimpin tinggi, pemberian
dorongan dan semangat kepada pegawai dalam melaksanakan pekerjaan sangat
dirasakan oleh pegawai, biasanya disampaikan pada saat upacara pagi. Sebesar
60
9,38% menilai rendah karena partisipasi pemimpin belum terlihat mengingat
pemimpin baru menjabat 4 bulan.
4.4 Motivasi Kerja Pegawai
Motivasi adalah reaksi yang timbul dalam diri seseorang sebagai dorongan
karena adanya rangsangan dari luar yang mempengaruhi untuk memenuhi tujuan
tertentu (Suranta, 2002). Pegawai merupakan salah satu unsur penting yang
menjadi tulang punggung pada instansinya, karena pegawai ikut menentukan maju
mundurnya sebuah instansi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab pegawai diperlukan ketekunan, ketelitian, kecekatan, kemampuan
melaksanakan tugas dan keahlian lainnya yang secara keseluruhan dapat
menunjang tercapainya tujuan organisasi. Untuk itu motivasi perlu untuk
pemberian daya penggerak menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka
mau bekerja sama dengan efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya
untuk mencapai tujuan organisasi.
Motivasi kerja menjadi daya penggerak yang meningkatkan semangat
kerja seseorang dan mendorong orang tersebut untuk mengembangkan kreativitas
serta mengarahkan semua kemampuan dan energi yang dimilikinya demi
mencapai prestasi kerja yang tinggi. Perusahaan bukan saja mengharapkan
pegawai mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja
giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja
pegawai tercermin dari sikap positif pegawai dalam melaksanakan semua
pekerjaannnya. Tingkat motivasi kerja pegawai pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 13.
61
Tabel 9. Tingkat Motivasi Kerja Pegawai
No Motivasi Kerja Pegawai Jumlah
Orang %
1 Tinggi 16 50
2 Sedang 16 50
3 Rendah 0 0
Jumlah 32 100
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa presentase tingkat motivasi kerja
pegawai BBIB pada penelitian ini seimbang antara kategori sedang dan kategori
tinggi yaitu masing-masing sebesar 50% dan 0% yang memiliki tingkat motivasi
rendah. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat motivasi kerja yang dimiliki oleh kepala BBIB
Singosari cenderung sangat baik.
Motivasi kerja pada penelitian ini dilihat dari dua faktor yaitu, faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik ternagi ke dalam tiga indikator yaitu, a)
prestasi kerja pegawai, b) tanggung jawab pegawai dalam bekerja, dan c)
pengakuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terbagi ke dalam empat indikator yaitu,
a) upah pegawai, b) hubungan dengan rekan kerja, c) hubungan atasan dengan
bawahan, dan d) peraturan dan kebijakan perusahaan. Perbandingan hasil skor
antara faktor motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 10. Perbandingan faktor motivasi intrinsik dan ekstrinsik
No Tingkat Motivasi Intrinsik Ekstrinsik
Orang % Orang %
1 Rendah 0 0 1 3,13
2 Sedang 12 37,50 19 59,38
3 Tinggi 20 62,50 12 37,50
Jumlah 32 100 32 100
62
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa motivasi intrinsik memiliki
presentase 62,50% dengan tingkat motivasi yang tinggi dibanding motivasi
ekstrinsik yaitu sebesar 37,50%. Hal ini berarti pegawai BBIB sudah memiliki
kesadaran untuk bekerja dan bertanggung jawab yang tinggi. Pegawai yang
memiliki motivasi intrinsik tinggi pada pekerjaannya biasanya memiliki kualitas
kerja yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan teori Herzberg dalam Thoha
(2009) bahwa seseorang yang memiliki kesadaran bekerja untuk memenuhi dan
melangsungkan hidupnya akan berbeda dengan seseorang yang bekerja karena
dipaksa oleh orang lain. Hasil bekerja karena kesadaran menciptakan kualitas
performa kerja yang baik, karena sadar bahwa dengan bekerja baik, ia akan dapat
memenuhi hidupnya.
Motivasi ekstrinsik diukur dari upah yang didapatkan setiap bulan,
hubungan dengan rekan kerja, hubungan atasan dengan bawahan, serta peraturan
dan kebijakan perusahaan. Motivasi ekstrinsik memiliki presentase yang tinggi
yaitu sebesar 59,38% pada tingkat motivasi sedang. Hal ini terjadi karena pegawai
terbiasa dengan peraturan yang telah diterapkan sejak dulu sehingga peraturan
yang ada bukan merupakan hal yang terlalu berpengaruh. Hubungan dengan rekan
kerja sebidang terjalin dengan baik sehingga menimbulkan kekompakan saat
bekerja. Hubungan atasan dengan bawahan belum terlihat secara signifikan hal ini
terjadi karena kepala BBIB saat ini baru menjabat selama 4 bulan sampai
penelitian ini dilakukan.
Motivasi penting karena motivasi menyebabkan orang mau bekerja giat
dan antusias mencapai hasil yang optimal. Organisasi tidak hanya mengharapkan
kemampuan, dan keterampilan, tetapi yang terpenting adalah kemauan bekerja
dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.
63
Kemampuan dan kecakapan pegawai tidak ada artinya, jika tidak ada kemauan
untuk bekerja.
4.4.1 Faktor Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri
pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau
manfaat/makna pekerjaan yang dilaksankannya. Faktor intrinsik dalam penelitian
ini meliputi prestasi, tanggung jawab, dan pengakuan. Faktor ini menyangkut
kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan pribadi yang secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan, menyebabkan seseorang sadar akan
tanggung jawab dan pekerjaanya lebih baik karena motivasi intrinsik murni
berasal dari dalam diri seseorang. Sehingga pegawai yang memiliki motivasi
intrinsik tinggi pada pekerjaannya memiliki kualitas kerja yang lebih baik.
Seseorang yang memiliki kesadaran bekerja untuk memenuhi dan melangsungkan
hidupnya akan berbeda dengan seseorang yang bekerja karena dipaksa oleh orang
lain. Hasil bekerja karena kesadaran menciptakan kualitas performa kerja yang
baik, karena sadar bahwa dengan bekerja baik, ia akan dapat memenuhi hidupnya.
a. Prestasi
Prestasi kerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemauan dan kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan dapat terlihat dari prestasi
kerjanya, dalam usaha penerapan konsep, gagasan, ide dengan efektif dan efisien
sehingga tercapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Tetapi kemampuan ini
64
bukan hanya pada kemampuan mengelola, tetapi memimpin dan mengaplikasikan
semua kemampuan yang ada dalam dirinya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama dalam suatu unit perusahaan (Mangkunegara, 2005).
Dengan demikian, prestasi kerja pegawai berarti prestasi atau kontribusi
yang diberikan oleh pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta
fungsinya sebagai pegawai di perusahaan. Selain itu, prestasi kerja dibatasi
sebagai hasil dari perilaku kerja pegawai yang menunjang tercapainya output atau
prestasi dan berkaitan dengan usaha untuk menyelesaikan tugasnya pada periode
waktu tertentu. Hasil yang tercermin pada perilaku tersebut dipengaruhi oleh
motivasi. Tingkat prestasi kerja pegawai BBIB dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 11. Prestasi Kerja Pegawai
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan
0,00 15,63 84,38
2 Bekerja keras atas tugas yang diberikan 0,00 25,00 75,00
3 Pegawai termotivasi oleh target perusahaan 9,38 34,38 56,25
4 Melaksanakan perintah lembur 15,63 50,00 34,38
5 Bekerja sesuai peraturan dan standar kerja 0,00 18,75 81,25
Prestasi 5,00 28,75 66,25
Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat prestasi kerja pegawai
BBIB pada penelitian ini termasuk dalam kategori tiggi dengan presentase
66,25% yang terlihat dari pegawai bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan oleh perusahaan, bekerja sesuai peraturan dan standar kerja, serta
bekerja keras untuk memberikan pelayanan prima atau tugas yang diberikan yang
65
diberikan hal tersebut mengindikasikan bahwa pegawai memang bersungguh-
sungguh dalam bekerja.
Sebesar 28,75% termasuk dalam tingkat prestasi sedang, pegawai
melaksanakan perintah lembur yanng diberikan atasan dalam memenuhi target
perusahaan. Sebagian pegawai menjadikan target perusahaan sebagai motivasi
agar bekerja lebih giat. Sedangkan 5,00% termasuk dalam tingkat prestasi rendah.
b. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
oerbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Makna dari
tanggung jawab itu sendiri ialah siap menerima kewajiban atau tugas. Ketika
seseorang diberikan kewajiban atau tugas, seseorang tersebut akan menghadapi
suatu pilihan yaitu menerima dan menghadapinya dengan dedikasi atau menunda
dan mengabaikan tugas atau kewajiban tersebut.
Motivasi kerja terhadap tanggung jawab merupakan kepercayaan yang
diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga
bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. Tingkat
tanggung jawab yang dimiliki oleh pegawai BBIB dapat dilihat pada Tabel 16.
66
Tabel 12. Tanggung jawab Pegawai
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Kesediaan bekerja keras sesuai jam kerja
yang telah ditetapkan
0,00 12,50 87,50
2 Kesediaan bekerja keras dalam pencapaian
target
0,00 25,00 75,00
3 kesediaan bekerja sesuai dengan peraturan
dan standar kerja
0,00 18,75 81,25
4 kesediaan lembur dalam memenuhi target
perusahaan
9,38 56,25 34,38
5 Kesediaan menjaga nama baik perusahaan 0,00 21,88 78,13
Tanggung jawab 1,88 26,88 71,25
Data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa tanggung jawab pegawai BBIB
pada penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi dengan presentase 71,25%.
Sebagian besar pegawai menyatakan besedia untuk bekerja keras sesuai dengan
jam kerja yang telah ditetapkan. Kesungguhan pegawai dalam bekerja terlihat dari
kesediaan pegawai untuk bekerja keras memberikan layanan prima sehingga nama
baik perusahaan terjaga. Pegawai bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan
standar kerja demi kelancaran dan keselamatan kerja.
Sebesar 26,88% termasuk dalam kategori sedang, pegawai bersedia lembur
dalam memenuhi target perusahaan apabila tidak berbenturan dengan jadwal
pribadi. Sedangkan 1,88% pegawai termasuk dalam kategori rendah. Pekerjaan di
BBIB membutuhkan kerjasama tim, karena prosedur kerja dilakukan secara
bertahap disetiap bidang mulai dari produksi sampai pemasaran. Maka apabila ada
individu yg tidak bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu
maka akan berdampak pada bagian lain sehingga produksi semen beku akan
terhambat. Oleh sebab itu tanggung jawab yang tinggi sangat diperlukan.
67
c. Pengakuan
Sebagai individu juga sebagai bagian dari kelompok, kita semua
mempunyai kebutuhan untuk diakui. Dengan mengidentifikasikan diri pada
kelompok, kita dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan sosial kita. Dengan
mengakui pegawai sebagai anggota kelompok maka akan mendorong mereka
untuk menyadari bahwa kerja sama tim dihargai sebagai prestasi tinggi. Dengan
mengakui pegawai sebagai individu, kita memenuhi berbagai kebutuhan
psikologisnya.
Pengakuan adalah suatu bentuk umpan balik dari prestasi tinggi yang telah
dicapai oleh pegawai, agar mereka termotivasi untuk mengulangi prestasinya di
masa yang akan datang. Pengakuan hendaknya selalu disesuaikan dengan pegawai
yang bersangkutan. Setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda, karena itu
mereka perlu diakui menurut cara yang berbeda pula. Namun demikian,
pengakuan harus diberikan secara wajar dan tidak pilih kasih. Tingkat pengakuan
pegawai dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 13. Pengakuan
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Penghargaan terhadap pegawai dengan
kinerja baik
6,25 46,88 46,88
2 Pujian menambah semangat kerja 12,50 37,50 50,00
3 Penghargaan menambah kesungguhan kerja
pegawai
43,75 25,00 31,25
4 Pujian atas hasil kerja pegawai 6,25 56,25 37,50
5 Penghargaan dan pujian memotivasi pegawai 18,75 34,38 46,88
Pengakuan 17,50 40,00 42,50
68
Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pengakuan yang dirasakan oleh
pegawai BBIB pada penelitian ini termasuk tinggi dengan presentase 42,50%.
Pujian yang diberikan oleh pemimpin atas prestasi, dedikasi dan pengabdian yang
sudah diberikan pegawai kepada perusahaan menambah semangat pegawai dalam
bekerja. Penghargaan yang diberikan oleh pemimpin dapat memotivasi pegawai
dalam bekerja. Penghargaan yang diberikan berupa pujian secara lisan yang
diumumkan pada saat upacara maupun pujian langsung secara personal.
Sebesar 40,00% responden merasakan pengakuan tergolong sedang.
Pemimpin menghargai setiap hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai, hal
tersebut membuat beban saat melaksanakan tugas menjadi berkurang. Sedangkan
17,50% menilai pengakuan dirasa rendah karena belum merasakan bentuk
penghargaan mengingat masa kepemimpinan saat ini baru berlangsung selama 4
bulan.
Pengakuan dapat menyebabkan pegawai merasa betah, rajin, dan berusaha
untuk selalu mencapai hasil yang lebih baik. Adanya pengakuan membuat
pegawai lebih bersemangat dalam bekerja, karena pada umumnya pegawai
berkeinginan mendapatkan pengakuan dari atasanya atas pekerjaannya.
4.4.2 Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik meliputi upah pegawai, hubungan dengan rekan kerja,
hubungan dengan atasan, dan peraturan dan kebijakan instansi. Faktor ini berasal
dari luar diri seseorang. Orang cenderung mengejar hal-hal yang bersifat
ekstrinsik itu sebagai indikator keberhasilan dalam bekerja. Terkadang apabila
seseorang memiliki motivasi intrinsik yang rendah,cara menaikkan motivasi bisa
melalui motivasi ekstrinsik. Uang, Hadiah, Bonus, merupakan salah satu dari
69
kesekian rangsangan ekstrinsik yang mampu mendorong seseorang bila
mengalami kebosanan atau penurunan dan kepercayaan dirinya yang berasal
murni dalam diri (rangsangan internal) untuk kembali ditingkatkan.
a. Upah Pegawai
Upah pegawai adalah salah satu hal yang penting bagi setiap pegawai yang
bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan upah pegawai yang diperoleh
seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Upah pegawai adalah balas jasa
yang dibayar secara periodik kepada pegawai tetap serta mempunyai jaminan
yang pasti (Hasibuan, 2008). Indikator upah pegawai pegawai BBIB dapat dilihat
pada Tabel 18.
Tabel 14. Upah Pegawai
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Upah mencukupi kebutuhan 0,00 46,88 53,13
2 Upah meningkatkan produktivitas kerja 6,25 53,13 40,63
3 Penghargaan atas prestasi kerja pegawai 37,50 28,13 34,38
4 Upah lembur meningkatkan motivasi kerja 34,38 46,88 18,75
5 Tunjangan kinerja meningkatkan motivasi
kerja
6,25 40,63 53,13
Upah 16,88 43,13 40,00
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa motivasi terhadap upah pegawai
pada penelitian ini termasuk sedang dengan presentase 43,13%. Upah yang
didapatkan setiap bulan atas kerja pegawai dapat mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Namun, hal tersebut diiringi dengan keterampilan mereka dalam mengelola
keuangan yang mereka peroleh. Upah pegawai yang diberikan instansi berupa
upah pegawai pokok dan tunjangan-tunjangan.
70
Sebesar 40,00% menilai upah termasuk dalam kategori tinggi. Tunjangan
kinerja yang diberikan cukup membuat pegawai termotivasi dalam bekeja, karena
apabila pegawai kurang disiplin maka tunjangan inilah yang akan dipotong. Setiap
keterlambatan 1 sampai 90 menit akan dikenakan potongan tunjangan kinerja
sebesar 0,02% dan apabila keterlambatan lebih dari 90 menit maka dikenakan
potongan sebesar 2%. Sedangkan 16,88% menilai upah tergolong rendah karena
upah lembur tidak terlalu menarik bagi pegawai dan belum adanya penghargaan
atas prestasi kerja pegawai dari pemimpin saat ini.
Upah pegawai bukanlah merupakan satu - satunya motivasi pegawai
dalam berprestasi, tetapi upah pegawai merupakan salah satu motivasi penting
yang ikut mendorong pegawai untuk berprestasi, sehingga tinggi rendahnya upah
pegawai yang diberikan akan mempengaruhi kinerja dan kesetiaan pegawai.
Dengan balas jasa, pegawai akan dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan fisik,
status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya.
b. Hubungan dengan rekan kerja
Hubungan yang baik antar pegawai akan menciptakan koordinasi dan
komunikasi yang baik dalam bekerja sehingga semua akan berdampak terhadap
pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Keeratan yang terjalin antara
sesama rekan kerja umumnya didasari oleh kebersamaan para pegawai dimana
mereka merasa satu tujuan, satu nasib dan sepenanggungan. Baiknya hubungan
tersebut juga dikarenakan oleh kesadaran para pegawai tentang perlunya
kerjasama yang baik dalam rangka pemenuhan dan tujuan perusahaan. Selain itu
terkadang perusahaan memberikan fasilitas untuk rekreasi antar pegawai, jika
71
terdapat libur panjang. Maksud tersebut ialah memberikan hiburan kepada
pegawai untuk melepas rasa jenuh akibat rutinitas kerja dan menjalin silaturahmi
antar pegawai. Hubungan dengan rekan kerja dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 15. Hubungan dengan rekan kerja
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Interaksi diluar jam kerja membuat pegawai
nyaman dalam bekerja
0,00 0,00 100,00
2 Kerjasama menambah semangat kerja 3,13 0,00 96,88
3 Frekuensi interaksi diluar pekerjaan
(silaturahmi)
9,38 43,75 46,88
4 Kerjasama membentuk persahabatan 0,00 40,63 59,38
5 Saran dan kritik dari rekan kerja memotivasi
pegawai
3,13 43,75 53,13
Hubungan dengan rekan kerja 3,13 25,63 71,25
Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa hubungan dengan rekan kerja
pada penelitian ini termasuk tinggi dengan presentase 71,25%. Interaksi yang
terjadi diluar jam kerja (saat istirahat, sepulang kerja, dll) sangat membuat
pegawai nyaman dalam bekerja sehingga terbentuk suasana kekeluargaan antar
pegawai yang membuat para pegawai betah bekerja di BBIB. Karena menganggap
bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri, dan belum tentu rasa
kekeluargaan tersebut terjalin di perusahaan lain. Kerjasama antar sesama rekan
kerja membuat para pegawai lebih semangat dalam bekerja, karena dengan
bekerjasama maka beban pekerjaan terasa lebih ringan.
Sebanyak 25,63% menilai hubungan dengan rekan kerja sedang.
Terjalinnya kerjasama yang baik dengan sesama rekan kerja tidak hanya terjadi
dalam pekerjaan namun diluar pekerjaan sehingga terjalin persahabatan. Saran
72
dan kritik yang membangun dari sesama rekan kerja membuat pegawai
termotivasi untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan 3,13% menilai hubungan dengan rekan kerja rendah. Frekuensi
interaksi yang terjadi diluar pekerjaan (silaturahmi) jarang dilakukan karena
apabila sudah diluar pekerjaan maka pegawai akan fokus pada urusan dan
keluarga masing-masing, silaturahmi dilakukan hanya pada saat ada acara besar
atau penting saja.
c. Hubungan atasan dengan bawahan
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan
menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana
kerja yang komunikatif. Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan
memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat
mengkomunikasikan dengan baik kepada pegawai, baik itu tentang
peraturanperaturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja pegawai
hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh
pegawai.
Kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam pekerjaan dapat
dilihat dari perhatian atasan terhadap ide dan saran yang berasal dari bawahan,
atasan dalam memberikan bimbingan kepada bawahan, pemberian pujian atau
kritik terhadap bawahan. Selain itu, kedekatan atasan dan bawahan di luar
pekerjaan dapat dilihat pula dari penilaian pegawai terhadap atasan dan bawahan
ketika diluar jam kerja. Hubungan atasan dengan bawahan dapat dilihat pada
Tabel 20.
73
Tabel 16. Hubungan atasan dengan bawahan
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Perhatian pemimpin terhadap keluhan
pegawai
9,38 53,13 37,50
2 Pengarahan dari pemimpin memotivasi kerja 3,13 62,50 34,38
3 Pujian oleh pemimpin menambah semangat
kerja
18,75 37,50 43,75
4 Frekuensi interaksi pemimpin dengan
pegawai diluar jam kerja
37,50 43,75 18,75
5 Kedekatan dengan pemimpin menambah
semangat kerja
31,25 34,38 34,38
Hubungan atasan dengan bawahan 20,00 46,25 33,75
Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa hubungan atasan dengan
bawahan pada penelitian ini termasuk sedang dengan presentase 46,25%.
Pengarahan yang diberikan oleh pemimpin dapat menambah motivasi pegawai
dalam bekerja. Pemimpin juga memperhatikan ide, usulan, serta keluhan dari
pegawai yang ditampung pada setiap rapat. Perhatian yang diberikan atasan
terhadap bawahan menciptakan keharmonisan dalam bekerja sehingga
menimbulkan semangat pegawai dalam mencapai tujuan perusahaan.
Sebesar 33,75 menilai hubungan atasan dengan bawahan tinggi. Pujian
serta penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan pegawai menambah semangat
kerja para pegawai. Untuk pegawai yang menjabat sebagai pejabat struktural
hubungan yang terbentuk cukup sering karena sering berinteraksi pada saat rapat
internal, diluar pekerjaan juga berinteraksi melalui media sosial. Rasa saling
menghormati antara atasan dan bawahan pun tercipta tidak hanya pada saat
bekerja saja, namun diluar pekerjaan atasan tetap memberikan contoh teladan
yang baik, dengan bertegur sapa jika bertemu dengan pegawai lainnya.
74
Sedangkan 20,00% menilai hubungan atasan dengan bawahan tergolong
rendah. Hal ini terjadi karena atasan memberikan pengarahan, pujian atau
penghargaan, dan motivasi hanya sebatas hubungan kerja, diluar pekerjaan kurang
dikarenakan disibukan dengan pekerjaan masing-masing.
d. Peraturan dan kebijakan perusahaan
Peraturan dan kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan bertujuan untuk
menjadikan pegawai disiplin dalam bekerja. Disiplin kerja adalah sikap, tingkah
laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis (Nitisemito, 2001). Disiplin juga dapat dikatakan
sebagai kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi. Pada
dasarnya kedisiplinan kerja adalah fungsi operatif yang terpenting dan menjadi
tolak ukur untuk mengukur atau mengetahui, apakah fungsi-fungsi lainnya secara
keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik atau tidak oleh perusahaan. Peraturan
dan kebijakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 17. Peraturan dan kebijakan perusahaan
No. Uraian Jumlah (%)
Rendah Sedang Tinggi
1 Peraturan perusahaan membuat pegawai
disiplin
6,25 21,88 71,88
2 Peraturan upah lembur memotivasi kerja 21,88 62,50 15,63
3 Sanksi terhadap pegawai yang melanggar
peraturan
15,63 37,50 46,88
4 Pengawasan oleh atasan memotivasi kerja 12,50 46,88 40,63
5 Kebijakan upah atau tunjangan menambah
kesungguhan kerja
12,50 40,63 46,88
Peraturan dan kebijakan perusahan 13,75 41,88 44,38
75
Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa peraturan dan kebijakan
perusahaan pada penelitian ini termasuk tinggi dengan presentase 44,38%.
Peraturan perusahaan membuat pegawai disiplin dan bersungguh-sungguh dalam
bekerja. Pemberlakuan pemotongan tunjangan kinerja setiap keterlambatan,
didukung dengan pemanfaatan teknologi pada sistem absensi membuat
kedisiplinan pegawai terekap dengan tepat.
Sebanyak 41,88% menilai peraturan dan kebijakan termasuk sedang.
Pengawasan yang dilakukan atasan dalam bekerja cukup membuat pegawai
bekerja lebih baik. Pegawai senang saat diawasi karena merupakan bentuk
perhatian pemimpin kepada bawahannya. Sedangkan 13,57% menilai peraturan
dan kebijakan rendah. Peraturan mengenai upah lembur tidak terlalu memotivasi
pegawai.
4.4 Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Pegawai
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman (rs) pada tinggkat signifikansi 0,01 diperoleh nilai koefisien korelasi
sebesar 0,779 antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai (X1)
dengan motivasi kerja pegawai (Y1). Mengacu pada aturan Guilford nilai
koefisien korelasi ini diartikan bahwa keeratan hubungan dua variabel kuat, hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang searah atau positif antara keduanya, dapat
dikatakan semakin tinggi gaya kepemimpinan maka semakin tinggi pula motivasi
kerja pegawai.
Gaya kepemimpinan merupakan suatu perwujudan tingkah laku dari
seorang pemimpin, meliputi kemampuannya dalam memimpin. Kepemimpinan
merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada pegawai, maka
76
kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa memberdayakan
pegawainya. Kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang dimiliki
oleh pemimpin tersebut. Karena sifat dan perilaku seseorang tidak akan persis
sama, maka gaya kepemimpinan yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin dapat
berbeda antara satu pemimpin yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan hasil pemetaan, gaya kepemimpinan yang digunakan oleh
kepala balai BBIB Singosari cenderung kepada gaya kepemimpinan konsultatif.
Gaya kepemimpinan ini terlihat dari cara berdiskusi dan konsultasi yang
dilakukan oleh kepala balai yang selalu mendengarkan pendapat ataupun keluhan
dari para pegawai terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah oleh pemimpin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan termasuk dalam kategori sedang (50%) yang dilihat
dari frekuensi komunikasi yang dilakukan dengan pegawai, cara pengambilan
keputusan , empati, dan keterlibatan pemimpin dalam berbagai kegiatan atau
partisipasi.
Komunikasi merupakan suatu proses berbagi pesan melalui kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan. Sebagai pusat kekuatan dan dinamisator bagi
perusahaan, pemimpin harus selalu berkomunikasi dengan semua pihak baik
melalui hubungan formal maupun informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komunikasi termasuk dalam kategori tinggi (53,13%) yang diukur dari frekuensi
komunikasi yang terjadi antara pemimpin dengan pegawai.
komunikasi yang baik dapat membuat tugas berjalan dengan lancar,
sehingga tingkat kinerja menjadi semakin baik. Sebaliknya, apabila terjadi
komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, perbedaan
77
pendapat atau konflik yang berkepanjangan, akan menurunkan motivasi kerja
pegawai yang dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal.
Pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi dari seorang
pemimpin. Pengambilan keputusan merupakan proses penerjemahan dari sebuah
keinginan-keinginan berbagai pihak. Pengambilan keputusan adalah soal yang
berat karena sering menyangkut kepentingan banyak orang.Hasil keputusan dari
seorang pemimpin harus bisa diterima oleh orang-orang yang dipimpin, namun
penerimaan tersebut sangat dipengaruhi oleh cara atau proses mengenai
bagaimana keputusan itu diambil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengambilan keputusan pada penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi dengan
presentase sebesar 48,75% yang menunjukkan bahwa pengambilan keputusan
yang digunakan oleh kepala BBIB Singosari sudah cukup baik. Pegawai ikut
terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam rapat internal serta dalam
pemecahan masalah.
Empati merupakan kemampuan menghubungkan dan merasakan pikiran,
emosi ataupun perasaan orang lain. Empati ditunjukkan dengan kedekatan
emosional, dengan kelembutan dan kebersamaan seorang pemimpin dan yang
dipimpin. Empati akan membuat seorang pemimpin lebih arif dan bijaksana
dalam bersikap dan dalam setiap pengambilan keputusan karena ia tidak hanya
akan memandang dari sudut pandangnya sendiri tapi juga mempertimbangkan
keadaan orang lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa empati yang ditunjukkan oleh
pemimpin BBIB pada penelitian ini termasuk dalam kategori sedang dengan
presentase sebesar 41,25%. Pemimpin BBIB cukup memperhatikan masalah-
masalah yang terjadi pada anggota pegawai.Pemimpin juga memberikan
78
kesempatan kepada para pegawai untuk mendiskusikan masalah-masalah serta
keluh kesah seputar pekerjaan.
Partisipasi merupakan keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan mental
dan emosional dari orang dalam situasi kelompok, serta mendorong mereka untuk
berkontribusi pada tujuan kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab dalam
mencapai tujuan. Partisipasi pemimpin BBIB pada penelitian ini termasuk dalam
kategori sedang dengan presentase sebesar 56,25%. Pemimpin berpartisipasi
memberikan ide dan saran dalam menyelesaikan permasalahan pekerjaan
sehingga membuat pekerjaan cepat terselesaikan. Dorongan dan semangat kepada
pegawai juga diberikan dalam melaksanakan pekerjaan.
Motivasi merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai
diperlukan ketekunan, ketelitian, kecekatan, kemampuan melaksanakan tugas dan
keahlian lainnya yang secara keseluruhan dapat menunjang tercapainya tujuan
organisasi. Untuk itu motivasi perlu untuk pemberian daya penggerak
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama dengan
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan
organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase tingkat motivasi kerja
pegawai BBIB pada penelitian ini seimbang antara kategori sedang dan kategori
tinggi yaitu masing-masing sebesar 50%. Motivasi kerja pegawai lebih dominan
dipengaruhi oleh faktor intrinsik. Hal ini menunjukkan motivasi kerja yang
dimiliki oleh pegawai BBIB cenderung tingi.
Motivasi kerja pada penelitian ini dilihat dari dua faktor yaitu, faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik ternagi ke dalam tiga indikator yaitu, 1)
prestasi kerja pegawai, 2) tanggung jawab pegawai dalam bekerja, dan 3)
79
pengakuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terbagi ke dalam empat indikator yaitu,
1) upah pegawai, 2) hubungan dengan rekan kerja, 3) hubungan atasan dengan
bawahan, dan 4) peraturan dan kebijakan perusahaan.
Prestasi kerja pegawai berarti prestasi atau kontribusi yang diberikan oleh
pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta fungsinya sebagai
pegawai di perusahaan. Tingkat prestasi kerja pegawai BBIB pada penelitian ini
termasuk tinggi dengan presentase 66,25%. Sebagian besar pegawai menyatakan
bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan BBIB dan bersedia
bekerja keras untuk memberikan pelayanan prima atau tugas yang diberikan
dalam mencapai target perusahaan. Kesediaan tersebut mengindikasikan bahwa
pegawai memang bersungguh-sungguh dalam bekerja.
Tanggung jawab juga merupakan perbuatan sebagai perwujudan kesadaran
akan kewajibannya. Motivasi kerja terhadap tanggung jawab merupakan
kepercayaan yang diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan
tugasnya, sehingga bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan
tugasnya. Tanggung jawab pegawai BBIB pada penelitian ini termasuk tinggi
dengan presentase 71,25% yang terlihat dari kesediaan pegawai bersedia bekerja
keras sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan untuk pencapaian target.
Pengakuan adalah suatu bentuk umpan balik dari prestasi tinggi yang telah
dicapai oleh pegawai, agar mereka termotivasi untuk mengulangi prestasinya di
masa yang akan datang. Pengakuan yang dirasakan oleh pegawai BBIB pada
penelitian ini termasuk tinggi dengan presentase 42,50%. Pemimpin memberikan
pujian dan penghargaan kepada pegawai atas prestasi, dedikasi dan pengabdian
yang sudah diberikan pegawai kepada perusahaan. Penghargaan yang diberikan
berupa pujian secara lisan yang diumumkan pada saat upacara maupun pujian
80
langsung secara personal. Adanya pengakuan membuat pegawai lebih
bersemangat dalam bekerja.
Upah pegawai bukanlah merupakan satu - satunya motivasi pegawai dalam
berprestasi, tetapi upah pegawai merupakan salah satu motivasi penting yang ikut
mendorong pegawai untuk berprestasi, sehingga tinggi rendahnya upah pegawai
yang diberikan akan mempengaruhi kinerja dan kesetiaan pegawai. Upah pegawai
adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada pegawai tetap serta
mempunyai jaminan yang pasti. Motivasi terhadap upah pegawai pada penelitian
ini termasuk sedang dengan presentase 43,13%. Upah pegawai yang diberikan
instansi berupa upah pegawai pokok dan tunjangan-tunjangan. Tunjangan kinerja
yang diberikan cukup membuat pegawai termotivasi dalam bekeja, karena apabila
pegawai kurang disiplin maka tunjangan inilah yang akan dipotong.
Hubungan yang baik antar pegawai akan menciptakan koordinasi dan
komunikasi yang baik dalam bekerja sehingga semua akan berdampak terhadap
pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Baiknya hubungan tersebut juga
dikarenakan oleh kesadaran para pegawai tentang perlunya kerjasama yang baik
dalam rangka pemenuhan dan tujuan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hubungan dengan rekan kerja pada penelitian ini termasuk tinggi dengan
presentase 71,25%. Hubungan persahabatan antar sesama pegawai tidak hanya
terjalin dalam peekerjaan saja, melainkan diluar pekerjaan. Adanya kesempatan
untuk bersosialisasi dengan sesama rekan kerja diluar pekerjaan (saat istirahat,
pulang kerja, dll) membuat para pegawai lebih nyaman dalam bekerja karena
tercipta suasana kekeluargaan sangat kental.
Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat mengkomunikasikan
81
dengan baik kepada pegawai, baik itu tentang peraturanperaturan perusahaan,
tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja pegawai hingga hal-hal lainnya yang perlu
disampaikan kemudian dimengerti oleh pegawai. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hubungan atasan dengan bawahan pada penelitian ini termasuk sedang
dengan presentase 46,25%. Rasa saling menghormati antara atasan dan bawahan
pun tercipta tidak hanya pada saat bekerja saja, namun diluar pekerjaan atasan
tetap memberikan contoh teladan yang baik, dengan bertegur sapa jika bertemu
dengan pegawai lainnya. Selain itu media sosial dimanfaatkan untuk menjaga
silaturahmi dan memudahkan penyampaian pesan atau penugasan.
Peraturan dan kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan bertujuan untuk
menjadikan pegawai disiplin dalam bekerja. Pada dasarnya kedisiplinan kerja
adalah fungsi operatif yang terpenting dan menjadi tolak ukur untuk mengukur
atau mengetahui, apakah fungsi-fungsi lainnya secara keseluruhan telah
dilaksanakan dengan baik atau tidak oleh perusahaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peraturan dan kebijakan perusahaan pada penelitian ini
termasuk tinggi dengan presentase 44,38%. Kebijakan yang dilakukan mengenai
tunjangan/upah pegawai membuat pegawai lebih bersungguh-sungguh dalam
bekerja terutama hal kedisiplinan karena apabila tidak disiplin maka tunjangan
akan dipotong sesuai dengan presentase kedisiplinan. Pemanfaatan teknologi yang
digunakan dalam absensi kehadiran dengan hasil yang akurat membuat pegawai
lebih disiplin.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat
antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja pegawai memiliki arti bahwa
tingkat gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi tingkat motivasi kerja para
82
pegawainya baik dari segi komunikasi, pengambilan keputusan, empati, maupun
partisipasi pemimpin dalam menyelesaikan pekerjaan.