hasil dan pembahasan · dengan luas wilayah 820 kilometer persegi. ... minang, bugis, ... terdiri...
TRANSCRIPT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Kumpeh Ulu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi
dengan luas Wilayah 820 kilometer persegi. Kecamatan ini secara geografis
terletak pada 10 hingga 150 sampai 20 hingga 200 derajat lintang selatan dan
1020 hingga 250 sampai 1040 hingga 300 derajat bujur timur. Batas wilayah
Kecamatan Kumpeh Ulu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Maro Sebo,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Gelam, sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kota Jambi. Posisi Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di jalur sebelah Timur yang
berdekatan dengan jantung Ibukota Provinsi Jambi. Sarana transportasi yang baik
antara kecamatan ini dengan Kota Jambi sangat memadai untuk menunjang
perekonomian masyarakat. Kecamatan ini secara administrasi terbagi menjadi 17
desa yaitu Desa Sungai Terap, Kasang Pudak, Kasang Lopak Alai, Solok, Sumber
Jaya, Arang Arang, Sipin Teluk Duren, Pemunduran, Teluk Raya, Ramin,
Tarikan, Lopak Alai, Sakean, Kota Karang, Pudak, Muaro Kumpeh, dan Kasang
Kumpeh. Kecamatan Kumpeh Ulu sebagian besar merupakan dataran rendah
dengan ketinggian 10 sampai dengan 300meter di atas permukaan laut.
Jumlah penduduk Kecamatan Kumpeh Ulu pada tahun 2010 adalah 45.824
jiwa yang terdiri dari 23.678 jiwa laki-laki dan 22.146 jiwa perempuan yang
berada dalam 10.788 rumah tangga. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini
merupakan penduduk lokal dengan suku bangsa Melayu. Selain penduduk asli
terdapat juga penduduk pendatang dengan suku bangsa Jawa, Batak, Minang,
Bugis, Madura dan sebagian kecil Tionghoa. Mata pencaharian penduduk
Kecamatan Kumpeh Ulu adalah sebagai petani, peternak, buruh perusahan
perkebunan kelapa sawit, dan sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintahan,
pedagang, nelayan, serta jasa (Kecamatan Kumpeh Ulu dalam Angka, 2011).
Kecamatan Kumpeh Ulu terletak di daerah dataran rendah dengan lahan
rawa gambut. Pengusahaan lahan pertanian di kecamatan ini pada umumnya lebih
didominasi oleh tanaman Padi. Kecamatan Kumpeh Ulu juga dikenal sebagian
sebagai daerah penghasil sayur dan buah-buahan utama khususya tanaman
palawija dan holtikultura. Kondisi lahan yang terdiri dari dataran rendah dengan
lahan rawa gambut sangat memungkinkan masyarakat untuk membudidayakan
tanaman sayuran dan buah-buahan. Buah duku merupakan salah satu komoditi
buah-buahan yang sangat terkenal di kecamatan ini yang menjadi maskot flora
Kabupaten Muaro Jambi dan menjadi salah satu sumber perekonomian
masyarakat karena mempunyai harga yang cukup baik di pasar. Sentra tanaman
duku hampir merata diseluruh wilayah Kumpeh Ulu terutama yang berada
disepanjang Daerah Aliran Sungai Batang Hari tempat habitat duku berkembang.
Secara rinci, komoditas pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat adalah: (1) padi; (2) palawija, yang teridiri dari jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon, dan ketela rambat; (3) sayuran, yang
terdiri dari kacang panjang, kacang buncis, cabe, tomat, mentimun, terong, kisik,
bayam, kangkung, dan melinjo, dan (4) buah-buahan, yang terdiri dari rambutan,
pisang, durian, duku, jeruk, nanas, alpukat, jambu, papaya, sawo, mangga, dan
manggis.
Keadaan Umum Sistem Pertanian Padi di Wilayah Penelitian
Topografi Kecamatan Kumpeh Ulu pada umumnya merupakan daerah
dataran rendah dengan lahan rawa gambut. Keadaan tersebut memungkinkan
masyarakat untuk membudidayakan tanaman padi. Luas tanam komoditi padi di
kecamatan ini pada tahun 2010 mencapai 640 hektar dan mampu memproduksi
padi sebanyak 2733 ton dengan rata-rata produksi tertinggi dibandingkan
kecamatan lainnya yaitu 6.77 ton per hektar. Total luas lahan sawah di kecamatan
ini pada tahun 2010 adalah 999.4 hektar yakni 247 hektar merupakan sawah tadah
hujan, 145 hektar sawah lebak, 110 hektar sawah irigasi setengah teknis, dan
359.4 hektar belum diusahakan (Kecamatan Kumpeh Ulu dalam Angka, 2011).
Budidaya padi merupakan sumber mata pencaharian yang baru bagi
beberapa warga kecamatan Kumpeh Ulu, karena sebelumnya hanya ada beberapa
desa yang melakukan budidaya padi, yaitu desa Muaro Kumpeh dan Desa
Tarikan. Warga Kecamata Kumpeh Ulu pada umumnya baru melakukan kegiatan
budidaya padi sekitar tiga tahun terakhir seiring dengan dilaksanakannya program
SL-PTT padi di kecamatan ini. Sebelum program ini dilaksanakan, warga di
kecamatan ini pada umumnya menggantungkan hidupnya dari hasil alam berupa
ikan sungai, udang sungai, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dan perkebunan
serta bidang jasa. Lahan sawah di kecamatan Kumpeh Ulu pada umumnya
ditanami padi satu hingga dua kali per tahun. Lahan sawah di kecamatan ini
sangat bergantung pada cuaca dan iklim karena pada umumnya merupakan sawah
tadah hujan lebak yang tidak memiliki irigasi. Kalender musim tanam padi di
Kecamatan Kumpeh Ulu dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kalender musim tanam padi di Kecamatan Kumpeh Ulu
Pola
Tanam Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 kali
2 kali Ket : Musim tanam I
Musim tanam II
Keadaan Umum Pelaksanaan SL-PTT Padi di Wilayah Penelitian
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Muaro Jambi tahun 2009, Kecamatan Kumpeh Ulu
menjadi salah satu kecamatan dari lima kecamatan yang masuk kedalam program
Peningkatan Produksi Beras melalui kegiatan SL-PTT Padi. Kecamatan kumpeh
Ulu dijadikan sebagai salah satu lokasi kegiatan SL-PTT padi karena diaggap oleh
pemerintah memiliki potensi yang baik untuk pengembangan lahan padi sawah.
Tujuan utama SL-PTT Padi di kecamatan ini adalah mempercepat alih teknologi
melalui pelatihan dari penyuluh, peneliti, dan nara sumber lainnya. Melalui SL-
PTT padi petani akan mampu mengambil keputusan untuk menerapkan teknologi
yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan
lingkungan sehingga kegiatan budidayanya akan menjadi lebih efisien,
berproduktivitas tinggi, dan berkelanjutan. Pendekatan SL-PTT berfungsi sebagai
pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus tempat
tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen
kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Kegiatan SL-PTT
padi di Kecamatan Kumpeh Ulu telah dilaksanakan di lima desa pada tahun 2009,
10 desa pada tahun 2010 dan 11 desa direncanakan pada tahun 2011 (Tabel 8).
Tabel 8 Jumlah peserta, unit SL-PTT padi, dan pelaksanaan SL-PTT padi
berdasarkan desa dan kelompok tani di Kecamatan Kumpeh Ulu
Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2009 - 2011
Tahun Desa KelompokTani
Jumlah
Peserta
(Orang)
Jumlah
Unit
SL-PTT
Pelaksanaan
2009 Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 80 1 Juli s.d Oktober
Tarikan Harapan Makmur 54 1 Juli s.d Oktober
Muaro Kumpeh Sakintang Dayo
Dano Tamiang
30
90
1 Juli s.d Oktober
Pudak Jaya Bersama
Sri Rejeki
29
48
1 Juli s.d Oktober
Solok Sido Makmur 49 1 Juli s.d Oktober
2010 Tarikan Sejahtera 25 - Tidak Terlaksana
Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 80 1 Juli s.d Oktober
Arang Arang Kasih Embun 70 2 Juni s.d September
Usaha Tani 43
Sumber Jaya Harapan 56 1 Juli s.d Oktober
Makmur 33
Sungai Terap Sumber Rejeki 38 - Tidak Terlaksana
Sakean Suka Maju Bersama 22 - Tidak Terlaksana
Kota Karang Suka Maju 28 1 Juli s.d Oktober
Tunas Baru 12
Kasang Pudak Lantera 29 - Tidak Terlaksana
Madu Sari 30
Pudak Sri Rejeki 32 1 Juli s.d Oktober
Makmur Sejahtera 27
Tunas Muda 28
Muaro Kumpeh Dano Tamiang 45 1 Juli s.d Oktober
Sekintang Dayo 45
2011 Sungai Terap Sumber Rejeki 38 1 Belum terlaksana
Sipin Teluk Duren Usaha Bersama 45 1 Belum terlaksana
Arang-Arang Kasih Embun 75 1 Belum terlaksana
Sumber Jaya Harapan 36 1 Belum terlaksana
Tarikan Sejahtera 25 1 Belum terlaksana
Sakean Suka Maju Bersama 22 1 Belum terlaksana
Kota Karang Suka Maju 28 1 Belum terlaksana
Pudak Sri Rejeki
Tunas Muda
32
27
1 Belum terlaksana
Muaro Kumpeh Sikintang Dayo
Dano Tamiang
35
30
1 Belum terlaksana
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jambi 2011
Tabel 8 menunjukkan bahwa kegiatan SL-PTT padi telah dilaksanakan di
delapan desa. Beberapa desa tempat pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi
merupakan desa yang baru melakukan kegiatan budidaya padi dikarenakan adanya
kegiatan SL-PTT padi. Desa-desa yang baru melaksanakan kegiatan budidaya
padi adalah Desa Sipin Teluk Duren, Arang Arang, Solok, Kota Karang, dan
Tarikan, sedangkan Desa Pudak dan Desa Muaro Kumpeh sudah pernah
melakukan kegiatan budidaya padi sebelum kegiatan SL-PTT dilaksanakan.
Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi pada umumnya berjalan selama tiga
hingga empat bulan dengan jumlah pertemuan sebanyak sepuluh sampai dengan
tiga belas kali pertemuan. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan secara
bersamaan dengan kegiatan penanaman padi yang dilakukan oleh petani dengan
tujuan agar petani peserta SL-PTT dapat mengamati perbedaan yang terdapat pada
lahan percobaan SL-PTT dan lahan petani sendiri.
Kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi
saat ini sudah memasuki tahun ke tiga dan secara umum telah terlaksana dan
berhasil meningkatkan produktivitas padi petani. Produktivitas padi petani yang
mengikuti SL-PTT padi di Kecamatan ini pada tahun 2009 meningkat rata-rata
4.66 kuintal per hektar dengan total produksi keseluruhan sebesar 1297.55 ton dan
total produksi tahun 2010 sebesar 1569.34 ton dengan tambahan tiga desa lokasi
SL-PTT.
Karakteristik Petani Responden Peserta SL-PTT Padi
Karakteristik petani responden peserta SL-PTT yang diamati dalam
penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, suku/etnik,
status sosial ekonomi, kepercayaan, dan sikap. Gambaran karakteristik petani
responden secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur rata-rata petani responden
peserta SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi adalah
45 tahun dengan rentang umur antara 24 tahun sampai dengan 64 tahun. Angka
tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani responden tergolong dalam
usia sedang yaitu 38 tahun sampai dengan 51 tahun.. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa program ini cenderung memilih penduduk yang usianya
masih muda untuk dibina menjadi petani padi karena 68.07 persen petani
responden masih tergolong dalam kategori usia muda dan sedang. Soekartawi
(1988) berpendapat bahwa petani yang lebih muda biasanya mempunyai semangat
tinggi, karena keingintahuannya, sehingga mereka lebih cepat melakukan adopsi
inovasi, walaupun mereka belum berpengalaman.
Berdasarkan karakteristik jenis kelaminnya, seluruh petani responden
peserta kegiatan SL-PTT padi adalah laki-laki. Hal ini terjadi karena adanya
Tabel 9 Jumlah, dan persentase petani responden berdasarkan karakteristiknya di
Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun
2011 Karakteristik Petani
Responden Kategori
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Umur Muda (24 – 37 tahun) 22 13.25
Sedang (38 – 51 tahun) 108 65.06
Tua (52 – 64 tahun) 36 21.69
Jenis Kelamin Laki-laki 166 100
Perempuan 0 0
Pendidikan Formal Tidak sekolah/tidak lulus SD 31 18.67
Lulus SD sederajad 73 43.98
Lulus SMP sederajad 39 23.49
Lulus SMA sederajad 23 13.86
Pengalaman :
(a) Lama budidaya Rendah (0 – 7 tahun) 143 86.15
Sedang (8 – 14 tahun) 18 10.84
Tinggi (15 – 21 tahun) 5 3.01
(b) Padi yang pernah
dibudidaya
Ciherang 80 48.19
Cisokan 1 0.60
Impari 1 2 1.20
Ciherang dan Cisokan 22 13.25
Lokal dan Ciherang 47 28.31
Cisokan, Ciherang, dan IR 1 0.60
Cisokan, Ciherang dan Indogiri 3 1.81
Lokal, Ciherang, dan Cisokan 10 6.02
(c) Teknik budidaya Tinggi (pernah melakukan 2 teknik) 57 34.33
Rendah (pernah melakukan 1teknik) 109 65.67
Etnis Batak 1 0.60
Bugis 2 1.20
Jawa 49 29.51
Melayu 102 61.45
Madura 1 0.60
Minang 5 3.01
Sunda 6 3.61
Status Sosial Ekonomi:
(a) Kedudukan dalam
masyarakat
Ketua RT 8 4.82
BPD 9 5.42
Tokoh Agama 2 1.20
Tokoh masyarakat 9 5.42
Ketua Pemuda 2 1.20
Warga Biasa 136 81.93
(b) Status ekonomi Rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666) 79 47.59
Sedang (Rp 1.166.667 – Rp 1.833.333) 86 51.81
Tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000) 1 0.60
Kepercayaan :
(a) Kepercayaan tetap
melakukan
budidaya padi
Faktok pendidikan 4 2.41
Faktor ekonomi 158 95.18
Faktor sosial 4 2.41
(b) Kepercayaan dalam
menerapkan teknik
budidaya
Kesesuaian Iklim 51 30.72
Ketersediaan faktor produksi 13 7.83
Keunggulan Teknik budidaya 91 54.82
Citarasa hasil produksi 11 6.63
Sikap Rendah (1 – 2) 32 19.28
Sedang (2,1 – 3) 88 53.01
Tinggi (3,1 – 4) 46 27.71
pembagian peran dalam rumah tangga petani antara laki-laki dan perempuan.
Tugas khusus petani laki-laki adalah membuka lahan, mengolah lahan, menyemai,
memupuk dan menghadiri kegiatan penyuluhan. Tugas khusus petani perempuan
adalah menanam padi. Tugas-tugas lainnya seperti menyiangi gulma,
pengendalian hama dan penyakit serta penanganan panen dan pascapanen
biasanya dilakukan secara bersama.
Karakteristik selanjutnya adalah tingkat pendidikan petani. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendidikan formal 62.65 persen petani responden peserta
SL-PTT padi masih rendah, yaitu hanya sampai tingkat SD. Dari 166 orang
petani responden hanya 13.86 persen petani yang tingkat pendidikannya SMA dan
22.3 persen petani yang tingkat pendidikannya SMP, sedangkan 43.98 persen
petani tingkat pendidikannya hanya sampai SD dan 18.67 persen sisanya tidak
pernah mengecap pendidikan formal.
Pengalaman membudidayakan padi merupakan sesuatu yang penting untuk
petani dalam melaksanakan kegiatan budidayanya. Karakteristik pengalaman
tersebut dilihat berdasarkan jumlah tahun yang pernah dilalui petani dalam
menjalankan kegiatan budidaya padi, jenis padi yang pernah dibudidaya dan
teknik budidaya yang pernah dilakukan. Tabel 9 menunjukkan bahwa 86.15
persen petani responden memiliki pengalaman yang rendah berdasarkan jumlah
tahun mereka melakukan budidaya padi. Rata-rata lama budidaya responden
secara keseluruhan adalah 4.43 tahun. Lama budidaya responden yang rendah
terkait dengan sebagian besar petani responden merupakan petani yang baru
melakukan aktivitas budidaya padi karena adanya program SL-PTT padi. Data
yang diperoleh menunjukkan bahwa budidaya padi dahulunya bukan merupakan
pola nafkah utama sebagian besar masyarakat Kecamtan Kumpeh Ulu.
Masyarakat Kecamatan Kumpeh Ulu dahulunya lebih menggantungkan hidup dari
budidaya hortikultura, nelayan sungai dan sumber mata pencaharian lainnya.
Hasil penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengalaman
memperlihatkan bahwa pengalaman petani responden berdasarkan jenis padi yang
pernah dibudidayakan menunjukkan bahwa petani responden pada umumnya baru
pernah melakukan budidaya dengan benih Ciherang. Benih Ciherang merupakan
benih yang diajurkan oleh pemerintah dan diberikan kepada petani dengan
harapan petani mampu menghasilkan produksi padi yang tinggi sehingga mampu
membantu meningkatkan produksi padi Kabupaten Muarojambi. Petani responden
yang pada umumnya menggunakan benih ciherang merupakan petani yang baru
mulai menjalankan budidaya padi, namun ada juga petani yang baru menjalankan
budidaya padi tidak menggunakan benih ciherang karena faktor-faktor tertentu
yang akan dijelaskan pada pembahasan karakteristik kepercayaan petani.
Pengalaman petani yang dilihat dalam penelitian ini adalah pengalaman
menggunakan teknik budidaya. Terdapat dua teknik budidaya yang diterapkan
oleh petani yaitu teknik budidaya untuk padi enam bulan atau padi lokal dan
teknik budidaya padi empat bulan. Tabel 9 menunjukkan bahwa 65.67 persen
petani responden baru menerapkan satu teknik budidaya karena penyebab yang
sama yaitu 86.15 persen dari total petani responden merupakan petani padi baru
dan baru mengenal teknik budidaya yang diajarkan melalui kegiatan SL-PTT.
Karakteristik petani yang diamati adalah etnis atau suku. Senilai 61.45
persen petani responden bersuku bangsa Melayu dan 70 orang dari 102 orang
responden yang bersuku bangsa Melayu merupakan penduduk asli yaitu Melayu
Jambi. Penduduk Melayu Jambi tersebar di Desa Tarikan, Muaro Kumpeh, Kota
Karang, Arang-Arang dan Sipin Teluk Duren. Responden etnis Jawa pada
umumnya bermukim di desa Pudak dan Solok, dan responden etnis lainnya
tersebar di desa-desa tempat dilaksanakannya kegiatan SL-PTT padi.
Status sosial ekonomi responden juga menjadi karakteristik yang diamati
dalam penelitian ini. Status sosial responden dilihat berdasarkan kedudukannya
dalam masyarakat dan status ekonomi responden dilihat dari pendapatannya setiap
bulan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kedudukan responden di masyarakat dominan
adalah sebagai warga dan beberapa responden lainnya memiliki kedudukan
tersendiri yaitu dalam sistem pemerintahan negara atau kedudukan tersendiri
dalam sistem adat. Status ekonomi petani responden pada penelitian ini pada
umumnya berada pada pada kategori sedang dengan persentase 51.81 persen, dan
sudah berada di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi yaitu 1.082.000
rupiah yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jambi Nomor
417/Kepgub/DISSOSNAKERTRANS/2010 tanggal 26 November 2010. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 52.41 persen petani responden dapat digolongkan
sebagai penduduk dengan pendapatan yang sudah cukup layak, namun pendapatan
petani responden lainnya masih berada di bawah UMP Jambi.
Karakteristik petani responden yang lainnya adalah kepercayaan. Asch
(Rakhmat, 2003) menguraikan bahwa kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,
kebutuhan, dan kepentingan. Pengetahuan berpengaruh dengan jumlah informasi
yang dimiliki oleh seseorang. Dalam mengambil keputusan untuk berbudidaya
padi, petani memiliki kepercayaan yang dipegang sehingga mereka memutuskan
terus melaksanakan budidaya padi seperti yang mereka terapkan. Karakteristik
kepercayaan yang diamati dalam penelitian ini adalah alasan petani untuk tetap
melaksanakan budidaya padi dan alasannya untuk menerapkan teknik budidaya
padi.
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa diketahui 9518 persen
petani responden terus melaksanakan kegiatan budidaya padi dilatarbelakangi
faktor ekonomi dan hanya masing-masing 2.41 persen yang dilatarbelakangi
faktor pendidikan dan sosial. Alasan utama petani responden yang termasuk
dalam kategori faktor ekonomi adalah karena harga beras dirasakan cukup mahal
sehingga petani merasa lebih baik menanam padi sendiri sehingga dapat
mengurangi pengeluaran untuk membeli beras. Alasan petani yang termasuk
dalam kategori pendidikan adalah karena mereka tidak memiliki ijazah dan tidak
punya keahlian khusus sehingga ketika diajarkan untuk melakukan budidaya padi,
mereka merasa bahwa budidaya padi dapat menjadi salah satu sumber pola
nafkahnya. Alasan petani yang termasuk kategori sosial adalah karena mengikuti
anjuran dari peyuluh dan karena melihat manfaat yang dirasakan oleh warga
lainnya yang terlebih dahulu melakukan budidaya padi.
Gambaran hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 74.10 persen petani
responden memanfaatkan produksi yang dihasilkan dari budidaya beras hanya
digunakan untuk keperluan makan sehari-hari dan hanya 25.90 persen petani
responden yang menggunakan hasil produksi untuk konsumsi pribadi dan di jual.
Selain itu, kegiatan budidaya padi merupakan hal yang baru bagi 86.15 persen
petani responden sehingga tidak ada tradisi-tardisi yang kuat untuk mendukung
kegiatan baru tersebut karena tidak ada tradisi budaya yang mengatur tentang
bertani padi, bebeda dengan kegiatan bertani di daerah yang sudah dari dahulu
secara turun-temurun bergantung dengan hasil produksi padi yang
menggolongkan budidaya padi sebagai budaya yang mengakar pada masyarakat.
Karakteristik kepercayaan lainnya adalah kepercayaan dalam menerapkan
teknik budidaya padi. Teknik budidaya yang diterapkan oleh petani responden di
Kecamatan Kumpeh Ulu adalah teknik budidaya padi empat bulan dan teknik
budidaya padi enam bulan. Terdapat empat alasan petani dalam menerapkan
teknik budidaya. Alasan pertama adalah karena kesesuaian iklim dengan teknik
budidaya yang mereka terapkan. Petani yang menerapkan teknik budidaya padi
empat bulan menganggap bahwa benih padi terutama Ciherang mampu
beradaptasi dengan baik dengan iklim setempat dan menghasilkan produksi yang
lebih baik, sedangkan petani yang menerapkan teknik budidaya padi enam bulan
menganggap bahwa benih padi lokal yang waktu budidayanya adalah selama
enam bulan lebih baik dari pada padi unggul karena secara fisik lebih tinggi dan
lebih kokoh sehingga tahan dalam kondisi air yang tinggi apabila curah hujan
tinggi.
Perbedaan pendapat ini terjadi dikarenakan petani yang menerapkan teknik
budidaya empat bulan telah memiliki irigasi setengah teknis yang dapat
difungsikan dengan baik, sedangkan petani lainnya tidak memiliki irigasi yang
dapat mendukung kegiatan budidaya padi mereka, sehingga mereka lebih
cenderung untuk memilih menanam padi lokal yang secara fisik lebih tinggi dan
kokoh sehingga ketika curah hujan tinggi dan sawah mereka tergenang air yang
cukup dalam maka padi yang mereka tanam dapat bertahan.
Alasan kedua adalah karena ketersediaan faktor produksi. Alasan tersebut
adalah alasan yang diutarakan oleh petani responden yang menerapkan teknik
budidaya enam bulan. 6.63 persen petani responden beranggapan bahwa tidak ada
waktu yang cukup untuk menerapkan pola tanam dua tahun sekali dengan teknik
budidaya padi empat bulan karena mereka lebih memilih untuk melakukan
pekerjaan lain seperti menjadi buruh panen di perusahaan kelapa sawit atau
pekerjaan lainnya dan menganggap hasil panen sekali budidaya cukup untuk
kebutuhan sehari-harinya. 1.20 persen petani responden lainnya menganggap
bahwa mereka tidak punya cukup modal untuk membeli pupuk karena varietas
unggul memerlukan pupuk yang cukup banyak. Mereka menganggap bahwa
varietas lokal lebih mudah untuk ditanam karena tidak terlalu memerlukan pupuk.
Karakteristik petani responden yang terakhir adalah sikap petani terhadap
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Rakhmat (2003) menjelaskan sikap
dalam beberapa hal, yaitu: (1) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,
berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai; (2) sikap
mempunyai daya pendorong atau motivasi; (3) sikap relatif lebih tetap dan
cenderung dipertahankan; (4) sikap mengandung aspek evaluatif yaitu
mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan; dan (5) sikap timbul
dari pengalaman dan merupakan hasil dari proses belajar.
Sikap petani responden terhadap PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu
terbagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori sikap petani
terhadap PTT padi rendah apabila skor sikap petani berada pada rentang skor 1.0
sampai dengan 2.0, sedang apabila skor sikap petani berada pada rentang skor 2.1
sampai dengan 3.0, dan tinggi apabila skor sikap petani berada pada rentang skor
3.1 sampai dengan 4.0. Tabel 9 menunjukkan bahwa 53.01 petani responden
memiliki sikap yang dapat digolongkan dalam kategori sedang. Petani responden
yang tergolong dalam kategori sedang tersebar di setiap desa lokasi SL-PTT.
Petani responden yang tergolong dalam kategori rendah tersebar di Desa Sumber
Jaya, Sipin Teluk Duren, Solok, Kota Karang, Tarikan, dan Muaro Kumpeh.
Petani responden yang tergolong dalam kategori sikap rendah terhadap PTT padi
seluruhnya memiliki sikap yang tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap
penggunaan benih unggul karena mereka menganggap padi lokal lebih baik dan
lebih baik dari pada benih unggul. Anggapan tersebut mengemuka karena di
lokasi mereka tidak tersedia irigasi yang sangat penting dalam penerapan PTT
padi. Petani responden yang tergolong dalam kategori sikap tinggi tersebar di
Desa Solok, Pudak, Muara Kumpeh, Tarikan dan Arang Arang. Petani responden
tersebut seluruhnya setuju dan sangat setuju terhadap penggunaan benih unggul
sehingga mereka memiliki sikap yang lebih positif terhadap inovasi lainnya dalam
PTT padi.
Karakteristik Responden Penyuluh SL-PTT Padi.
Karakteristik Penyuluh SL-PTT yang diamati sama dengan karakter petani
yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan,
pengalaman, suku/etnik, status sosial ekonomi, kepercayaan, dan sikap.
Penyusunan kategori karakteristik penyuluh disamakan dengan kategori
karakteristik petani agar mempermudah melihat tingkat kehomofilian antara
petani dengan penyuluh. Gambaran karakteristik petani responden secara
keseluruhan disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 Jumlah, dan persentase penyuluh berdasarkan karakteristiknya di
Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun
2011
Karakteristik Penyuluh Kategori Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Umur Muda (24 – 37 tahun) 2 28.57
Sedang (38 – 51 tahun) 5 71.43
Tua (52 – 64 tahun) 0 0.00
Jenis Kelamin Laki-laki 5 71.43
Perempuan 2 28.57
Pendidikan Formal Lulus SMA sederajad 2 28.57
Diploma 3 42,86
Strata I 2 28.57
Pengalaman Budidaya:
(a) Lama budidaya Rendah (0 – 7 tahun) 7 100.00
Sedang (8 – 14 tahun) 0 0.00
Tinggi (15 – 21 tahun) 0 0.00
(b) Padi yang pernah
dibudidaya
Ciherang 1 14.29
Tidakpernah budidaya 6 85.71
(c) Teknik budidaya Tinggi (pernah melakukan 2 teknik) 0 0.00
Rendah (pernah melakukan 1teknik) 1 14.29
Tidak pernah melakukan teknik 6 85.71
Etnis Jawa 1 14.29
Melayu 4 57.14
Minang 1 14.29
Sunda 1 14.29
Status Sosial Ekonomi:
(a) Kedudukan dalam
masyarakat
Warga Biasa 7 100.00
(b) Status ekonomi Rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666) 0 0.00
Sedang (Rp 1.166.667 – Rp 1.833.333) 4 57.14
Tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000) 3 42.86
(a) Kepercayaan tetap
melakukan
budidaya padi
Faktok pendidikan 0 0.00
Faktor ekonomi 7 100.00
Faktor sosial 0 0.00
(b) Kepercayaan dalam
menerapkan teknik
budidaya
Kesesuaian Iklim 2 28.57
Ketersediaan faktor produksi 0 0.00
Keunggulan Teknik budidaya 5 71.43
Citarasa hasil produksi 0 0.00
Sikap Rendah (1 – 2) 0 0.00
Sedang (2,1 – 3) 0 0.00
Tinggi (3,1 – 4) 7 7.00
Umur rata-rata penyuluh SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu
Kabupaten Muaro Jambi adalah 41 tahun dengan rentang umur 33 tahun sampai
dengan 48 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani
responden tergolong dalam usia sedang yaitu 38 tahun sampai dengan 51 tahun.
Karakteristik lainnya adalah jenis kelamin penyuluh. Tabel 10 menunjukkan
bahwa terdapat lima orang penyuluh laki-laki dan dua orang penyuluh perempuan.
Penyuluh laki-laki bertugas di Desa Sipin Teluk Duren, Arang Arang, Sumber
Jaya, Pudak, Muaro Kumpeh, dan Tarikan. Penyuluh perempuan bertugas di Desa
Solok dan Kota Karang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluh wanita
cenderung ditugaskan di lokasi SL-PTT yang memiliki jumlah anggota kelompok
binaan yang kecil. Ada indikasi bahwa penyuluh perempuan ditempatkan di
kelompok binaan yang kecil agar kinerjanya lebih efektif.
Karakteristik penyuluh lainnya adalah tingkat pendidikan penyuluh. Tingkat
pendidikan formal sangat penting bagi penyuluh, karena ini merupakan landasan
pengetahuan, yang akan membantu penyuluh dalam menjalankan tugasnya
dengan baik. Pendidikan formal dapat membantu penyuluh untuk membentuk cara
berpikir dan pengertiannya untuk memahami kondisi dan permasalahan yang
dihadapi oleh petani, sehingga penyuluh mampu memberdayakan petani untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pendidikan formal sebagian besar penyuluh SL-PTT padi sudah cukup
baik, karena 71.43 persen penyuluh sudah mencapai jenjang pendidikan Diploma
dan Sarjana.
Karakteristik penyuluh lainnya yang diteliti adalah pengalaman budidaya
padi penyuluh. Pengalaman penyuluh dalam berbudidaya terdiri atas lama
budidaya padi yang pernah dilakukan oleh penyuluh, benih padi yang pernah
ditanam oleh penyuluh untuk berbudidaya, dan teknik budidaya yang pernah
dilakukan penyuluh dalam berbudidaya padi. Tabel 10 menunjukkan bahwa dari
tujuh orang penyuluh, satu orang penyuluh pernah melakukan budidaya padi.
Penyuluh lainnya hanya mengetahui cara budidaya padi dan tidak pernah
menerapkannya dalam bentuk budidaya yang berkelanjutan. Penyuluh yang
pernah menerapkan budidaya adalah penyuluh Desa Pudak. Penyuluh tersebut
terdorong untuk menekuni budidaya padi karena ia mempersiapkan sawah sebagai
bentuk investasi jangka panjang dan sumber penghasilan lain di luar pekerjaannya
sehari-hari sebagai penyuluh. Penyuluh tersebut telah menekuni budidaya padi
selama dua tahun semenjak akhir tahun 2008. Benih yang pernah ditanam di
sawahnya adalah benih Ciherang dengan menggunakan teknik budidaya padi
empat bulan.
Karakteristik etnis merupakan karakteristik yang diamati dalam penelitian
ini. Shibutani dan Morato (Mulyana dan Rakhmat, 1998) mengungkapkan bahwa
secara tradisional, etnisitas dipandang sebagai seperangkat ciri sosiokultural yang
membedakan kelompok-kelompok etnis antara yang satu dengan lainnya. Sebuah
etnis memegang nilai-nilai dan norma tertentu. Tabel 10 memperlihatkan bahwa
etnis penyuluh terdiri dari Jawa, Sunda, Minang, dan Melayu. Penyuluh yang
memiliki etnis Jawa bertugas di Desa Pudak. Penyuluh yang memiliki etnis Sunda
bertugas di Desa Sipin Teluk Duren. Penyuluh yang memiliki etnis Minang
bertugas di Desa Arang Arang dan Sumber Jaya. Penyuluh yang memiliki etnis
Melayu bertugas di Desa Solok, Kota Karang, Muaro Kumpeh, dan Tarikan.
Status Sosial Ekonomi merupakan karakteristik yang juga diamati dalam
penelitian ini. Phillips (1979) mengartikan status sosial sebagai derajad, Mar’at
dan Kartono (2006) mengartikan status ekonomi sebagai kedudukan seseorang
atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi
penyuluh dikategorikan sesuai dengan kategori status ekonomi petani. Tabel 10
menunjukkan bahwa seluruh penyuluh memiliki status sosial yang sama dalam
masyarakat yaitu sebagai warga biasa. Tabel 10 juga menunjukkan bahwa status
ekonomi penyuluh seluruhnya berada pada kategori sedang (Rp 1.166.667 – Rp
1.833.333) dan tinggi (Rp 1.833.334 – Rp 2.500.000). Tidak ada penyuluh yang
berada dalam kategori rendah (Rp 500.000 – Rp 1.166.666). Penyuluh-penyuluh
SL-PTT memiliki pendapatan perbulan tidak hanya dari pekerjaan sebagai
penyuluh tetapi pekerjaan samping lainnya.
Karakteristik penyuluh lainnya yang diamati adalah kepercayaan penyuluh
dalam berbudidaya padi. Kepercayaan yang diteliti adalah kepercayaan petani
dalam berbudidaya padi yang diketahui oleh penyuluh digabungkan dengan hal-
hal yang dipercayai oleh penyuluh dalam berbudidaya padi. Seluruh penyuluh
percaya bahwa petani menekuni budidaya padi adalah untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi dengan menjual sebagian hasil panen dan sebagiannya lagi digunakan
petani untuk makan keluarganya sehari-hari. Pada umumnya penyuluh percaya
petani menggunakan teknik budidaya padi empat bulan atas dasar keunggulan
teknik budidaya yang diterapkan, namun ada juga penyuluh yang percaya bahwa
petani menggunakan teknik budidaya atas pertimbangan kesusaian iklim setempat
dengan benih dan varietas Ciherang.
Karakteristik penyuluh yang terakhir adalah sikap. Penggolongan kategori
sikap penyuluh terhadap PTT padi disamakan dengan penggolongan kategori
sikap petani terhadap PTT padi. Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh penyuluh
PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu memiliki sikap yang tergolong dalam
kategori tinggi. Penyuluh-penyuluh bersikap demikian karena mereka
menganggap inovasi-inovasi yang ditawarkan kepada petani akan sangat
menguntungkan petani apabila inovasi-inovasi tersebut diterapkan dengan baik.
Persepsi Petani Responden terhadap PTT Padi.
Persepsi petani terhadap PTT padi terdiri dari : (1) persepsi petani tentang
varitas unggul, (2) persepsi petani tentang benih bermutu, (3) persepsi petani
tentang umur dan jumlah bibit, (4) persepsi tentang penerapan sistem tanam, (5)
persepsi petani tentang penggunaan bahan organik, (6) persepsi petani tentang
sistem pengairan berselang, (7) persepsi petani tentang sistem pengendalian gulma
terpadu, (8) persepsi petani tentang pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan
(9) persepsi petani tentang penanganan panen dan pascapanen. Persepsi petani di
ukur dengan menggunakan skala Likert (skala 1 – 4) yang artinya: (1) skor 1
adalah sangat tidak setuju dengan pernyataan, (2) skor 2 adalah tidak setuju
dengan pernyataan, (3) skor 3 adalah setuju dengan pernyataan, dan (4) skor 4
adalah sangat setuju dengan pernyataan. Gambaran persepsi petani terhadap PTT
padi dapat dilihat pada Tabel 11.
Persepsi petani terhadap varietas unggul adalah pemahaman atau pengertian
petani tentang varietas unggul. Persepsi petani tentang varietas unggul pada Tabel
11 tergolong pada kategori tinggi dengan skor persepsi 3.07 (rentang skor 1 – 4)
Sebanyak 58.43 persen petani responden memiliki persepsi yang tinggi tentang
varietas unggul. Petani responden yang memiliki persepsi tinggi ini adalah
petani yang setuju bahwa varietas unggul sesuai dengan kebutuhan dan
Tabel 11. Jumlah petani responden dan skor persepsi petani responden tentang
PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi,
Provinsi Jambi tahun 2011
Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Petani (orang) Skor
Persepsi**)
Skor 1*)
Skor 2*)
Skor 3*)
Skor 4*)
Varietas unggul 1 24 20 29 93 3.15
2 14 30 39 83 3.15
3 10 38 54 64 3.04
4 13 47 76 30 2.74
5 0 31 102 33 2.99
6 0 25 61 80 3.33
Persepsi tentang varietas unggul 3.07
Benih bermutu 7 2 24 81 59 3.19
8 2 31 74 59 3.14
9 2 30 87 47 3.08
10 2 17 92 55 3.20
11 2 9 125 30 3.10
12 0 13 111 42 3.17
Persepsi tentang benih bermutu 3.15
Umur dan
jumlah bibit
13 19 24 103 20 2.75
14 22 21 80 43 2.87
15 21 30 80 35 2.78
16 11 51 93 11 2.63
17 0 20 135 11 2.95
18 7 43 98 18 2.77
Persepsi tentang penggunaan umur dan jumlah bibit 2.79
Sistem tanam 19 6 16 108 36 3.05
20 6 28 102 30 2.94
21 3 41 101 21 2.84
22 3 30 108 25 2.93
23 3 19 129 15 2.94
24 0 24 120 22 2.99
Persepsi tentang sistem tanam 2.95
Bahan organic 25 0 2 109 55 3.20
26 0 2 129 35 3.20
27 0 27 119 20 2.96
28 0 64 86 16 2.71
29 1 1 142 22 3.11
30 0 22 120 24 3.01
Persepsi tentang penggunaan bahan organic 3.05
Pengairan
berselang
31 0 0 15 151 3.90
32 0 0 52 114 3.69
33 0 38 75 53 3.09
34 50 74 42 0 1.95
35 4 38 90 34 2.93
36 0 0 38 128 3.77
Perepsi tentang pengairan berselang 3.22
Pengendalian
gulma terpadu
43 0 11 97 58 3.28
44 0 25 95 46 3.12
45 0 59 85 22 2.78
46 27 90 48 1 2.13
47 15 66 78 7 2.46
48 0 30 106 30 3.00
Persepsi tentang pengendalian gulma terpadu 2.80
Tabel 11 (lanjutan)
Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Petani (orang) Skor
Persepsi**)
Skor 1*)
Skor 2*)
Skor 3*)
Skor 4*)
Pengendalian
hama penyakit
terpadu
49 0 18 98 50 3.19
50 0 1 112 43 3.25
51 0 64 78 24 2.76
52 12 92 35 27 2.46
53 0 6 132 28 3.13
54 0 7 114 45 3.23
Persepsi tentang pengendalian hama penyakit terpadu 3.01
Panen dan
pasca panen
55 0 35 97 34 2.99
56 9 38 100 19 2.78
57 14 42 102 8 2.62
58 11 94 57 4 2.33
59 2 5 127 32 3.13
60 17 30 98 21 2.74
Persepsi tentang panen dan pascapanen 2.77
Persepsi petani tentang PTT padi 2.98
Keterangan : *)
Skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju, skor 4 = sangat
setuju
**)
Persepsi dikategorikan: (1) rendah bila skor persepsi 1.0 – 2.0; (2) sedang bila skor
persepsi 2.1 – 3.0; (3) tinggi bila skor persepsi 3.1 – 4.
Kebiasaan petani, sementara sebagian petani responden yang memiliki
persepsi rendah berpendapat berbeda karena mereka tidak membutuhkan benih
unggul dan mereka lebih terbiasa menggunakan varietas lokal. Petani yang
memiliki persepsi rendah tidak setuju dengan varietas unggul menganggap
varietas unggul sulit untuk dirawat karena varietas lokal memiliki keunggulan
fisik yaitu batangnya dapat mencapai tinggi hingga satu meter dan cocok untuk di
tanam di lokasi yang belum memiliki irigasi. Petani yang memiliki persepsi
rendah juga menganggap hasil panen varietas unggul tidak lebih baik daripada
varietas lokal karena varietas unggul membutuhkan pupuk yang cukup banyak
dan membutuhkan pengairan yang baik, sementara mereka tidak memiliki modal
yang cukup banyak dan pengairan yang baik.
Persepsi petani responden tentang penggunaan benih bermutu merupakan
tingkat pemahaman responden terhadap cara untuk mendapatkan benih bermutu.
Benih bermutu dapat diperoleh dengan cara merendam benih dalam air. Benih
yang tenggelam merupakan benih yang bermutu. Persepsi petani responden
tentang penggunaan benih bermutu berada pada kategori tinggi dengan skor 3.14
(rentang skor 1 – 4). Petani yang memiliki persepsi tinggi ini menganggap
penggunaan benih bermutu lebih menguntungkan daripada tidak menggunakan
benih bermutu dan inovasi ini juga sesuai dengan kebutuhan serta kebiasaan
petani. Petani responden pada kategori ini juga menganggap bahwa penggunaan
benih unggul mudah dilakukan, dapat dicoba, dan hasilnya lebih baik dari pada
tidak menggunakan benih bermutu. Petani responden yang memiliki persepsi
rendah tentang inovasi benih bermutu menganggap bahwa tidak ada bedanya hasil
persemaian antara penggunaan benih bermutu dengan tanpa penggunaan benih
bermutu.
Persepsi petani responden tentang penggunaan umur dan jumlah bibit
merupakan pengertian petani terhadap anjuran penggunaan bibit pada umur 18
sampai dengan 22 hari setelah benih disemai dan bibit ditaman dengan jumlah
tanaman per rumpun antara dua sampai dengan tiga tanaman. Persepsi petani
responden tentang penggunaan umur dan jumlah bibit yang diperlihatkan pada
Tabel 11 berada pada kategori sedang dengan skor persepsi 2.79 (tentang skor 1 –
4). Sebanyak 80.72 persen petani responden memahami bahwa penggunaan
jumlah umur dan jumlah bibit lebih menguntungkan karena lebih efisien dalam
menggunakan bibit dan hasilnya lebih baik, namun petani responden yang
menanam benih padi lokal memiliki pemahaman yang berbeda. Petani responden
yang menanam padi lokal memiliki waktu penyemaian yang berbeda dan
menanam bibit padi dengan jumlah empat sampai lima bibit per lubang.
Persepsi petani tentang penerapan sistem tanam adalah pemahaman petani
tentang sistem tanam tegel dan legowo. Persepsi petani responden tentang sistem
tanam yang diperlihatkan pada Tabel 11 tergolong dalam kategori sedang dengan
skor 2.95 (rentang skor1 – 4). Petani secara umum memahami manfaat dari sistem
tanam yang dianjurkan karena sistem tanam ini memudahkan petani dalam
pemeliharaan tanaman padi. Sistem tanam ini juga diyakini lebih efisien dalam
penggunaan pupuk. Sistem tanam ini pada awalnya tidak sesuai dengan kebiasaan
petani yang menanam tanpa membuat barisan terlebih dahulu karena sistem tanam
ini memerlukan teknik khusus dalam membuat barisan lubang tanam, namun
secara keseluruhan sebagian besar petani responden telah memahami manfaat dari
sistem tanam ini.
Persepsi petani tentang penggunaan bahan 18rganic merupakan pemahaman
petani terhadap penggunaan pupuk kandang dan pupuk kompos dalam pemberian
pupuk dasar. Persepsi petani responden tentang penggunaan bahan 18rganic yang
diperlihatkan pada Tabel 11 berada pada kategori tinggi dengan skor persepsi
adalah 3.05 (rentang skor 1 – 4) dan tergolong pada kategori tinggi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa petani responden memahami manfaat dari
penggunaan pupuk 19rganic, namun masih ada petani yang menganggap bahwa
penggunaan pupuk 19rganic cukup sulit untuk dilakukan karena mereka kesulitan
untuk memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak. Apabila mereka
ingin memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak mereka harus
membeli dari lokasi peternakan hewan.
Persepsi petani tentang penerapan sistem pengairan berselang adalah
pengertian atau pemahaman petani tentang sistem penggunaan air yang
disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air, dan sistem
pemeliharaan tanaman. Persepsi petani responden pada Tabel 11 tentang
penerapan sistem pengairan berselang berada pada kategori tinggi dengan skor
persespsi 3.22 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani
responden merasakan sangat membutuhkan sistem pengairan berselang untuk
mengendalikan debit air di sawah mereka. Pengaturan air dengan menggunakan
sistem tersebut menurut petani tidaklah sulit selama tersedianya irigasi yang
berfungsi dengan baik dan persediaan air cukup. Sistem pengairan berselang ini
dirasakan sangat dibutuhkan oleh petani karena sistem tersebut juga dapat
mencegah tanaman padi dari gagal panen akibat air yang dalam pada saat musim
hujan. Sistem pengairan berselang bagi sebagian petani responden mudah untuk
dilakukan namun bagi sebagian petani responden lainnya sangat sulit untuk
dilakukan. Pengairan berselang mudah dilakukan bagi petani yang memiliki
sarana irigasi yang baik namun pengairan berselang sangat sulit untuk dilakukan
bagi banyak petani pada umumnya karena mereka belum memiliki sarana irigasi
yang atau sudah memiliki sarana irigasi namun sarana tersebut tidak dapat
difungsikan dengan baik.
Persepsi petani tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan
pemahaman petani tentang cara mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan
yang sempurna, pengaturan air, penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya
yang dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan. Persepsi petani
responden tentang pengendalian gulma secara terpadu yang diperlihatkan pada
Tabel 11 berada pada kategori sedang dengan skor persepsi 2.798 (rentang skor 1
– 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani responden memahami manfaat
dari pengendalian gulma secara terpadu. Para petani responden merasakan bahwa
mereka membutuhkan inovasi tersebut, walaupun inovasi ini tidak sesuai dengan
kebiasaan petani dimana petani tidak terbiasa melakukan pengendalian gulma
dengan menggunakan alat mekanis. Petani lebih terbiasa mengendalikan gulma
dengan cara manual. Para petani responden telah memahami manfaat dari
pengendalian gulma secara terpadu, namun mereka merasakan bahwa inovasi ini
sulit untuk dilakukan karena membutuhkan pengaturan air yang baik.
Persepsi petani tentang pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
merupakan pemahaman atau pengertian petani terhadap cara pengendalian hama
dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan penanganannya, melakukan sistem
bera, melakukan pemasangan perangkap, menjaga sanitasi, dan melakukan tanam
serentak. Persepsi petani responden pada Tabel 11 tentang pengendalian hama dan
penyakit terpadu berada pada kategori tinggi dengan skor 3.01 (rentang skor 1 –
4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memahami pengendalian hama
dan penyakit secara terpadu dapat memberikan keuntungan sehingga petani
merasa membutuhkan inovasi tersebut, namun inovasi tersebut tidak sesuai
dengan kebiasaan petani. Petani responden pada umumnya tidak terbiasa untuk
melakukan tanam serentak sehingga menyulitkan petani tersebut untuk melakukan
pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Kegiatan tanam serentak yang
sulit dilakukan juga mengakibatkan petani harus mengeluarkan modal lebih untuk
pengendalian hama dan penyakit, seperti pada saat padi akan panen, petani harus
membeli 20rganic untuk melindungi padi mereka dari serangan hama burung.
Kegiatan tanam serentak yang tidak dilakukan juga dapat mengakibatkan padi
petani gagal panen atau penurunan produksi padi karena serangan hama yang
terfokus pada lahan budidaya tertentu.
Persepsi petani tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan
pemahaman atau pengertian petani tentang penanganan panen dan pasca panen
dengan menggunakan sabit bergerigi, dilakukan oleh kelompok pemanen, segera
dilakukan perontokan setelah dipotong, menggunakan alas 20rganic/terpal,
pengeringan dilakukan dengan lantai jemur atau alas, penggilingan dilakukan
pada kadar air gabah 12 sampai dengan 14 persen, dan penyimpanan hasil panen
dilakukan pada kadar air mencapai 12 samapi 14 persen. Persepsi petani
responden pada Tabel 11 tentang penanganan panen dan pascapanen berada pada
kategori sedang dengan skor 2.76 (rentang skor 1 – 4). Petani responden sudah
memahami manfaat dari inovasi tersebut dan petani membutuhkan inovasi
tersebut, namun para petani responden masih merasa kesulitan dalam hal
pengeringan dan penyimpanan. Mereka juga tidak memahami cara menghintung
persentase kadar air secara pasti. Mereka menganggap bahwa padi yang mereka
jemur seudah kering apabila warnanya sudah berubah dari coklat menjadi kuning.
Persepsi petani responden terhadap inovasi PTT padi secara keseluruhan
berada pada kategori sedang dengan skor 2.98 (rentang skor 1 – 4). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian petani responden telah memahami bahwa inovasi-
inovasi yang dianjurkan dalam PTT padi memiliki manfaat apabila dilaksanakan
dengan baik dan beberapa inovasi mampu menunjukkan perbedaan hasil yang
lebih baik bila dilakukan, namun beberapa inovasi masih sulit untuk dilakukan
karena terkendala sarana prasarana dan kebiasaan petani responden.
Persepsi Responden Penyuluh terhadap PTT Padi.
Persepsi penyuluh tentang PTT padi terdiri dari persepsi penyuluh tentang :
(1) varitas unggul, (2) benih bermutu, (3) penggunaan umur dan jumlah bibit, (4)
penerapan sistem tanam, (5) penggunaan bahan 21rganic, (6) sistem pengairan
berselang, (7) sistem pengendalian gulma terpadu, (8) pengendalian hama dan
penyakit terpadu, dan (9) penanganan panen dan pascapanen. Persepsi penyuluh
di ukur dengan menggunakan skala Likert (skala 1 – 4) yang artinya: (1) skor 1
adalah sangat tidak setuju dengan pernyataan, (2) skor 2 adalah tidak setuju
dengan pernyataan, (3) skor 3 adalah setuju dengan pernyataan, dan (4) skor 4
adalah sangat setuju dengan pernyataan. Gambaran persepsi petani terhadap PTT
padi dapat dilihat pada Tabel 12.
Persepsi penyuluh terhadap PTT padi adalah pengertian atau pemahaman
penyuluh terhadap setiap inovasi PTT padi dan PTT padi secara keseluruhan..
Skor persepsi penyuluh tentang setiap inovasi PTT padi adalah: (1) skor 3.83
untuk persepsi tentang penggunaan varietas unggul, artinya persepsi penyuluh
tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (2) skor 4 untuk persepsi tentang
Tabel 12 Jumlah penyuluh dan skor persepsi penyuluh tentang PTT padi di
Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi
tahun 2011
Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Penyuluh (orang) Skor
Persepsi Skor 1*)
Skor 2*)
Skor 3*)
Skor 4*)
Varietas unggul 1 0 0 0 7 4
2 0 0 0 7 4
3 0 0 3 4 3.57
4 0 0 2 5 3.71
5 0 0 0 7 4
6 0 0 1 6 3.86
Persepsi tentang varietas unggul 3.86
Benih bermutu 7 0 0 0 7 4
8 0 0 0 7 4
9 0 0 0 7 4
10 0 0 0 7 4
11 0 0 0 7 4
12 0 0 0 7 4
Persepsi tentang benih bermutu 4
Umur dan jumlah
bibit
13 0 0 0 7 4
14 0 0 0 7 4
15 0 0 0 7 4
16 0 0 5 2 3.29
17 0 0 0 7 4
18 0 0 0 7 4
Persepsi tentang penggunaan umur dan jumlah bibit 3.88
Sistem tanam 19 0 0 0 7 4
20 0 0 0 7 4
21 0 0 0 7 4
22 0 0 0 7 4
23 0 0 0 7 4
24 0 0 0 7 4
Persepsi tentang sistem tanam 4
Bahan organic 25 0 0 0 7 4
26 0 0 6 1 3.14
27 0 0 4 3 3.42
28 0 0 7 0 3
29 0 0 0 7 4
30 0 0 0 7 4
Persepsi tentang penggunaan bahan organic 3.60
Pengairan
berselang
31 0 0 0 7 4
32 0 0 0 7 4
33 0 0 7 0 3
34 0 6 0 1 2.29
35 0 0 0 7 4
36 0 0 0 7 4
Perepsi tentang pengairan berselang 3.55
Pengendalian
gulma terpadu
43 0 0 0 7 4
44 0 0 0 7 4
45 0 0 5 2 3.29
46 0 6 1 0 2.14
47 0 0 5 2 3.29
48 0 0 0 7 4
Persepsi tentang pengendalian gulma terpadu 3.45
Tabel 12 (lanjutan)
Obyek Persepsi Pernyataan Jumlah Penyuluh (orang) Skor
Persepsi Skor 1*)
Skor 2*)
Skor 3*)
Skor 4*)
Pengendalian hama
penyakit terpadu
49 0 0 0 7 4
50 0 0 0 7 4
51 0 0 6 1 3.14
52 0 5 2 0 2.29
53 0 0 5 2 3.29
54 0 0 0 7 4
Persepsi tentang pengendalian hama penyakit terpadu 3.45
Panen dan pasca
panen
55 0 0 0 7 4
56 0 0 0 7 4
57 0 0 0 7 4
58 0 0 0 7 4
59 0 0 0 7 4
60 0 0 0 7 4
Persepsi tentang panen dan pascapanen 4
Persepsi penyuluh tentang PTT padi 3.75
Keterangan : *)
Skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju, skor 4 = sangat
setuju **)
Persepsi dikategorikan: (1) rendah bila skor persepsi 1.0 – 2.0; (2) sedang bila skor
persepsi 2.1 – 3.0; (3) tinggi bila skor persepsi 3.1 – 4.
penggunaan benih bermutu, artinya persepsi penyuluh terhadap inovasi ini berada
pada kategori tinggi; (3) skor 3.88 untuk persepsi tentang penggunaan umur dan
jumlah bibit, artinya persepsi penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori
tinggi; (4) skor 4.0 untuk persepsi tentang penggunaan sistem tanam, artinya
persepsi penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (5) skor 3.59
untuk persepsi tentang penggunaan bahan organik, artinya persepsi penyuluh
tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (6) skor 3.54 untuk persepsi
tentang sistem pengairan berselang, artinya persepsi penyuluh tentang inovasi ini
berada pada kategori tinggi; (7) skor 3.45 untuk persepsi tentang pengendalian
gulma terpadu dan pengendalian hama penyakit terpadu, artinya persepsi
penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; (8) skor 3.45 untuk
persepsi tentang pengendalian hama dan penyakit terpadu, artinya persepsi
penyuluh tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi; dan (9) skor 4.0 untuk
persepsi tentang penanganan panen dan pasca panen, artinya persepsi penyuluh
tentang inovasi ini berada pada kategori tinggi. Skor persepsi petani tentang PTT
padi secara keseluruhan berada pada kategori tinggi dengan skor 3.75.
Data Tabel 11 menunjukkan bahwa penyuluh merasa bahwa seluruh inovasi
PTT padi bemanfaat dan menguntungkan petani. Para penyuluh juga menganggap
bahwa inovasi PTT padi sesuai dengan kebutuhan petani. Beberapa inovasi PTT
padi diantaranya pengairan berselang, penanganan gulma, dan penanganan hama
penyakit tanaman dirasakan penyuluh sedikit sulit untuk diterapkan karena
sebagian besar desa lokasi PTT padi belum memiliki irigasi yang baik dan
sebagian besar petani sulit untuk diajak melakukan tanam serentak.
Homofili Obyektif Petani dan Penyuluh
Homofili obyektif petani dan penyuluh merupakan tingkat kesamaan
karakteristik antara petani dan penyuluh. Tingkat kesamaan karakteristik antara
penyuluh dengan petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesamaan
karakteristik: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) pendidikan, (4) pengalaman, (5)
suku/etnik, (6) status sosial ekonomi, (7) kepercayaan, dan (8) sikap. Homofili
objektif petani dan penyuluh diukur berdasarkan selisih kesamaan karakteristik
yang terdapat pada pasangan petani dan penyuluh (lihat Tabel 3). Tingkat
homofili obyektif antara petani dengan penyuluh disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah dan persentase tingkat homofili obyektif petani dan penyuluh
berdasarkan karakteristiknya di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten
Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011 Karakteristik Tingkat Homofili
*) Jumlah Persentase(%)
Umur Rendah (1) 10 6.02
Sedang (2) 69 41.57
Tinggi (3) 87 52.41
Jenis Kelamin Rendah (1) 22 13.25
Tinggi (2) 144 86.75
Pendidikan Formal Rendah (1 – 2) 46 27.71
Sedang (3 – 4) 96 57.83
Tinggi (5 – 6) 24 14.46
Pengalaman Budidaya Rendah (1) 133 80.12
Sedang (2) 15 9.04
Tinggi (3) 18 10.84
Etnis Rendah (1) 86 51.81
Tinggi (2) 80 48.19
Status Sosial Ekonomi
a. Status sosial Rendah (1) 29 17.47
Tinggi (2) 137 82.53
b. Status ekonomi Rendah (1) 0 0.00
Sedang (2) 79 47.59
Tinggi (3) 87 52.41
Kepercayaan Rendah (1) 40 24.10
Sedang (2) 116 69.88
Tinggi (3) 10 6.02
Sikap Rendah (1 – 2) 13 7.83
Sedang (>2 – 3) 105 63.25
Tinggi (>3 – 4) 48 28.92
Ket : *)
Perbandingan karakteristik yang menentukan skor tingkat homofili obyektif petani dan
penyuluh dapat dilihat pada lampiran 3.
Homofili umur merupakan tingkat kesamaan umur antara petani responden
dengan penyuluh. Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat homofili antara petani
dengan penyuluh paling dominan berada pada kategori tinggi. Rata-rata skor
homofili adalah 2.46 (rentang skor 1 – 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
umur petani responden dan penyuluh cenderung homofili dan sebagian kecil
lainnya heterofili, yang artinya bahwa petani dan penyuluh sebagian besar (52.41
%) berada pada kategori umur yang sama.
Homofili jenis kelamin adalah tingkat kesamaan jenis kelamin antara petani
responden dengan penyuluh. Homofili jenis kelamin dikategorikan dengan tinggi
dan rendah. Tabel 13 memperlihatkan bahwa homofili jenis kelamin antara petani
dengan penyuluh berada pada kategori tinggi (skor 2.00) dengan persentase 86.75
persen. Rata-rata skor tingkat homofili jenis kelamin adalah 1.87 (rentang skor 1 –
2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh petani responden
memiliki jenis kelamin yang sama dengan penyuluh, karena seluruh petani
responden berjenis kelamin laki-laki dan lima diantara tujuh orang penyuluh
adalah laki-laki.
Homofili pendidikan formal merupakan tingkat kesamaan jenjang
pendidikan formal antara petani dengan penyuluh. Tabel 13 memperlihatkan
bahwa homofili pendidikan formal 57.83 persen berada pada kategori sedang dan
cenderung mengarah pada kategori rendah (rentang skor 1 – 6). Rata-rata skor
homofili pendidikan formal adalah 3.30. Jenjang pendidikan formal antara petani
dengan penyuluh masih lebar. Jenjang pendidikan yang lebar tersebut dikarenakan
sebagian besar petani hanya merupakan lulusan SD dan tidak sekolah sedangkan
tingkat pendidikan penyuluh sudah ada yang mencapai Diploma dan Sarjana.
Homofili pengalaman budidaya antara petani dan penyuluh merupakan
tingkat kesamaan pengalaman antara petani dengan penyuluh yang dilihat dari
aspek lama usaha tani, varietas yang pernah dibudidaya, dan teknik budidaya yang
pernah dilakukan. Tabel 13 memperlihatkan bahwa homofili pengalaman antara
petani responden dengan penyuluh 80.12 persen berada pada kategori rendah
(rentang skor 1 – 3). Rata-rata skor homofili pengalaman tersebut adalah 1.54.
Kesamaan pengalaman petani responden dengan penyuluh adalah rendah karena
hanya satu orang penyuluh yang pernah melakukan budidaya padi dan kegiatan
tersebut baru dilaksanakannya sejak tahun 2009. Petani responden yang pada
umumnya juga baru melaksanakan budidaya padi sejak tahun 2008 bersamaan
dengan dilaksanakannya SL-PTT padi juga memiliki pengalaman yang lebih
banyak dibandingkan dengan penyuluhnya masing-masing dalam melakukan
budidaya padi karena mereka merasakan dan mengalami secara langsung
melakukan budidaya padi, sedangkan penyuluhnya tidak merasakan pengalaman
yang dirasakan petani dalam melakukan budidaya padi.
Homofili etnis merupakan tingkat kesamaan etnis antara petani responden
dengan penyuluh. Tabel 13 memperlihatkan bahwa tingkat homofili etnis terbagi
merata yakni hampir setengah dari jumlah petani responden memiliki etnis yang
sama dan sisanya memiliki etnis yang berbeda. Kesamaan etnis antara petani dan
responden terjadi karena 57.14 penyuluh memiliki etnis Melayu dan bertugas di
desa tempat sebagian besar petani memiliki etnis Melayu. Penyuluh yang
memiliki etnis Jawa juga bertugas di desa yang dominan petaninya memiliki etnis
Jawa.
Homofili status sosial ekonomi merupakan tingkat kesamaan status antara
petani dengan penyuluh yang dilihat dari status sosialnya dalam masyarakat dan
status ekonominya. Tabel 13 memperlihatkan bahwa tingkat homofili status sosial
antara petani dengan penyuluh pada 82.53 persen berada pada kategori tinggi pada
(rentang skor 1 – 2) dengan rata-rata skor yaitu 1.83. Tingkat homofili status
sosial antara petani dan penyuluh berada pada kategori tinggi karena 100 persen
penyuluh dan 81.93 persen petani berkedudukan sebagai warga biasa dalam
masyarakat. Tabel 13 juga memperlihatkan bahwa tingkat homofili ekonomi
antara petani dengan penyuluh berada pada kategori tinggi dan sedang, karena
pendapatan per bulan sebagian besar petani responden tidak terlalu jauh berbeda
dengan pendapatan perbulan penyuluh. Pendapatan petani responden dan
penyuluh pada umumnya berada pada kategori pendapatan yang sama sehingga
tidak terdapat perbedaan jarak yang terlalu jauh dari pendapatan petani dan
penyuluh.
Homofili kepercayaan merupakan tingkat kesamaan kepercayaan yang
dimiliki oleh petani respondendan penyuluh dalam berkaitan dengan budidaya
padi. Asch (Rakhmat, 2003) menguraikan bahwa kepercayaan dibentuk oleh
pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Kepercayaan petani responden yang
berkaitan dengan budidaya padi dibentuk berdasarkan pengetahuan, kebutuhan
dan kepentingannya dalam menjalankan budidaya padi, sedangkan kepercayaan
penyuluh yang berkaitan dengan budidaya padi dibentuk berdasarkan pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman dan informasi petani, kebutuhan dan kepentingan
untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang baik.
Tabel 13 menunjukkan bahwa homofili kepercayaan antara petani dengan
penyuluh dominan berada pada kategori sedang (69.88 %) dan cenderung
mengarah pada kategori rendah (24.10 %). Rata-rata skor homofili kepercayaan
tersebut adalah 2.19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan antara
petani responden dengan penyuluh cenderung berbeda, karena penyuluh percaya
petani terus melakukan budidaya padi karena untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga petani dan sebagian hasil panen dijual dan hasil penjualan digunakan
untuk keperluan petani dan keluarganya. Kepercayaan penyuluh tersebut pada
dasarnya memiliki kesamaan dengan kepercayaan petani responden, namun pada
kenyataanya petani responden terus melakukan melakukan budidaya padi karena:
(1) harga beras yang mahal sehingga petani menganggap budidaya padi dapat
membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, (2) untuk
memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan dijual, (3) pendidikan yang rendah
sehingga budidaya dianggap sebagai salah satu peluang untuk mendapatkan
sumber pangan sehari-hari, (4) termotivasi oleh petani-petani yang telah terlebih
dahulu melakukan budidaya padi, dan (5) mengikuti anjuran PPL.
Kepercayaan antara petani responden dengan penyuluh cenderung berbeda,
karena perbedaan kepercayaan tentang pennggunaan teknik budidaya. Penyuluh
mempercayai bahwa petani melakukan teknik budidaya yang dianjurkan karena
teknik budidaya yang dianjurkan sesuai dengan kondisi lahan dan iklim setempan,
tahan terhadap hama dan penyakit, waktu budidaya relatif lebih singkat, dan
menghasilkan produksi yang lebih banyak. Kepercayaan penyuluh sudah hamper
sama dengan kepercayaan petani, namun masih ada alasan-alasan lain yang tidak
diketahui penyuluh. Petani menerapkan teknik demikian karena: (1) cita rasa beras
lokal, dan (2) teknik yang dianjurkan tidak sesuai dengan kondisi iklim dan lahan
karena tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
menerapkan teknik tersebut.
Homofili sikap merupakan tingkat kesamaan sikap terhadap PTT padi antara
petani dengan penyuluh. Kesamaan sikap tersebut terdiri dari kesamaan sikap
terhadap: (1) varietas unggul, (2) penggunaan benih bermutu, (3) penggunaan
umur dan jumlah bibit, (4) teknologi sistem tanam, (5) penggunaan bahan organik
sebagai pupuk dasar, (6) sistem pengairan berselang, (7) pengendalian gulma
terpadu, (8) pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (9) penanganan panen
dan pasca panen. Tabel 13 menunjukkan bahwa homofili sikap terhadap PTT padi
antara petani dengan penyuluh pada umumnya berada pada kategori sedang
dengan persentase 63.25 persen. Rata-rata skor homofili sikap tersebut adalah 2.7.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa homofili sikap antara petani dan
penyuluh cenderung tinggi pada sikap terhadap varietas unggul, penggunaan
benih bermutu, penggunaan umur dan jumlah bibit, teknologi sistem tanam, dan
penggunaan bahan organik. Homofili sikap terhadap sistem pengairan berselang,
pengendalian gulma terpadu, pengendalian hama terpadu cenderung rendah, dan
penanganan panen dan pascapanen cenderung sedang. Homofili sikap terhadap
sistem pengairan berselang, pengendalian gulma terpadu, dan pengenedalian hama
terpadu cenderung rendah. Petani responden cenderung tidak setuju dengan sistem
pengairan berselang karena mereka tidak memiliki sarana irigasi yang baik. Petani
responden juga cenderung tidak setuju dengan pengendalian gulma terpadu dan
pengendalian hama penyakit terpadu karena tidak didukung pengarian yang baik
untuk pengendalian gulma terpadu dan tidak serentaknya penanaman padi
sehingga menyulitkan petani dalam melakukan pengendalian hama penyakit
terpadu.
Homofili Subyektif Petani dan Penyuluh
Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa homofili subyektif
adalah tingkatan kesamaan antara sumber atau penerima dalam memahami suatu
obyek. Homofili subyektif antara petani dan penyuluh tentang PTT padi diukur
melalui kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang : (1) varietas
unggul, (2) benih bermutu, (3) penggunaan umur dan jumlah bibit, (4)
penggunaan sistem tanam, (5) penggunaan bahan organik, (6) sistem pengairan
berselang, (7) sistem pengendalian gulma secara terpadu, (8) pengendalian hama
penyakit secara terpadu, dan (9) penanganan panen dan pascapanen. Homofili
subyektif petani dan penyuluh diukur berdasarkan selisih kesamaan karakteristik
yang terdapat pada pasangan petani dan penyuluh (lihat Tabel 5). Tingkat
homofili subyektif petani dan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah dan persentase persepsi petani dan penyuluh berdasarkan
tingkat homofili subyektif di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten
Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011.
Persepsi tentang Kategori
Petani Penyuluh Homofili Subyektif
Jumlah
(orang)
Persen
(%)
Jumlah
(orang)
Persen
(%)
Jumlah
(orang)
Persen
(%)
Varietas unggul R (1.0 – 2.0) 28 16.87 0 0 23 13.85
S (2.1 – 3.0) 41 24.70 0 0 36 21.69
T (3.1 – 4.0) 97 58.43 7 100 107 64.46
Benih bermutu R (1.0 – 2.0) 8 4.82 0 0 8 4.82
S (2.1 – 3.0) 71 42.77 0 0 72 43.37
T (3.1 – 4.0) 87 52.41 7 100 86 51.81
Umur dan
jumlah bibit
R (1.0 – 2.0) 32 19.28 0 0 28 16.87
S (2.1 – 3.0) 85 51.20 0 0 59 35.54
T (3.1 – 4.0) 49 29.52 7 100 79 47.59
Sistem tanam R (1.0 – 2.0) 18 10.84 0 0 18 10.48
S (2.1 – 3.0) 95 57.23 0 0 94 56.62
T (3.1 – 4.0) 53 31.93 7 100 54 32.53
Bahan organik R (1.0 – 2.0) 0 0.00 0 0 0 0.00
S (2.1 – 3.0) 115 69.28 0 0 31 18.67
T (3.1 – 4.0) 51 30.72 7 100 135 81.33
Sistem
pengairan
berselang
R (1.0 – 2.0) 0 0.00 0 0 0 0.00
S (2.1 – 3.0) 67 40.36 0 0 15 9.04
T (3.1 – 4.0) 99 59.64 7 100 151 90.96
Pengendalian
gulma terpadu
R (1.0 – 2.0) 17 10.24 0 0 0 0.00
S (2.1 – 3.0) 99 59.64 0 0 60 36.14
T (3.1 – 4.0) 50 30.12 7 100 106 63.86
Pengendalian
hama penyakit
terpadu
R (1.0 – 2.0) 2 1.21 0 0 1 0.60
S (2.1 – 3.0) 113 68.07 0 0 57 34.34
T (3.1 – 4.0) 51 30.72 7 100 108 65.06
Penanganan
panen dan
pasca panen
R (1.0– 2.0) 18 10.84 0 0 18 10.84
S (2.1 – 3.0) 107 64.46 0 0 109 65.66
T (3.1 – 4.0) 41 24.70 7 100 39 23.50
Inovasi PTT
padi secara
keseluruhan
R (1.0 – 2.0) 1 0.60 0 0 0 0.00
S (2.1 – 3.0) 70 42.17 0 0 52 31.33
T (3.1 – 4.0) 95 57.23 7 100 114 68.67
Homofili subyektif tentang varietas unggul ialah kesamaan persepsi antara
petani dan penyuluh tentang varietas unggul. Tabel 14 menunjukkan bahwa
tingkat kesamaan persepsi antara petani responden dengan penyuluh berada pada
kategori tinggi. Rata-rata skor kesamaam persepsi tersebut adalah 3.11 (rentang
Ket : R = rendah, S = sedang, T = tinggi
skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi antara petani responden
dengan penyuluh cenderung homofili. Hasil tersebut menunjukkan bahwa petani
responden dan penyuluh pada umumnya sama-sama memahami bahwa
penggunaan varietas unggul lebih baik dari pada penggunaan varietas lainnya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil petani memahami bahwa
penggunaan varietas unggul tidak lebih baik dari pada varietas lainnya. Mereka
lebih memilih varietas lokal daripada varietas unggul, sehingga ada 13.85 persen
tingkat homofili antara petani responden dengan penyuluh yang berada pada
kategori rendah.
Homofili subyektif tentang benih bermutu merupakan tingkat kesamaan
persepsi antara petani responden dengan penyuluh terhadap penggunaan benih
bermutu. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili subyektif tersebut
dominan berada pada kategori tinggi (51.81 %) dan sedang (43.37 %). Rata-rata
skor homofili tersebut adalah 3.15 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada umumnya petani responden dan penyuluh sama-sama
memahami bahwa penggunaan benih bermutu lebih menguntungkan daripada
tidak menggunakannya. Mereka sama-sama memahami bahwa inovasi
penggunaan benih bermutu dibutuhkan oleh petani, sesuai dengan kebiasaan
petani, mudah dilakukan, dapat dicobakan pada skala yang kecil, dan hasilnya
dapat dibedakan dengan benih yang tidak bermutu. Terdapat perbedaan persepsi
antara petani dan penyuluh dikarenakan petani responden memahami bahwa
bahwa tidak ada bedanya hasil persemaian antara penggunaan benih bermutu
dengan tanpa penggunaan benih bermutu. Hal tersebut menyebabkan sebagian
kecil homofili subyektif penggunaan benih bermutu berada pada kategori rendah
dengan persentase 4.82 persen.
Homofili subyektif tentang penggunaan umur dan jumlah bibit adalah
kesamaan persepsi antara petani responden dengan penyuluh terhadap
penggunaan umur dan jumlah bibit pada saat menanam. Tabel 14 menunjukkan
bahwa homofili subyektif tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang
mengarah pada kategori tinggi (35.54 %) dengan skor homofili 2.87 (rentang skor
1 – 4). Petani responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa penggunaan
jumlah umur dan jumlah bibit lebih menguntungkan karena lebih efisien dalam
menggunakan bibit dan hasilnya lebih baik. Sebagian besar petani responden dan
penyuluh juga memahami bahwa inovasi ini sesuai dengan kebutuhan petani,
dapat disesuaikan dengan kebiasaan petani, mudah dialakukan, dapat dicoba
dalam skala tertentu, dan produksinya lebih baik daripada tidak menggunakan
inovasi ini. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil petani
responden yang menanam benih padi lokal memiliki pemahaman yang berbeda.
Petani responden yang menanam padi lokal memiliki waktu penyemaian yang
berbeda dan menanam bibit padi dengan jumlah empat sampai lima bibit per
lubang, sehingga menyebabkan perbedaan persepsi antara petani dengan
penyuluh.
Homofili subyektif tentang penggunaan sistem tanam adalah pemahaman
petani tentang sistem tanam tegel dan legowo. Tabel 14 menunjukkan bahwa
homofili subyektif tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang (56.62
%) dan tinggi (32.53 %). Rata-rata skor homofili tersebut adalah 2.95 (rentang
skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai sebagian besar petani
responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa sistem tanam tersebut
bermanfaat bagi petani karena sistem tanam ini memudahkan petani dalam
pemeliharaan tanaman padi. Sistem tanam ini juga diyakini oleh petani responden
dan penyuluh lebih efisien dalam penggunaan pupuk. Perbedaan persepsi antara
petani responden dan penyuluh adalah pemahaman tentang kesesuaian inovasi ini
terhadap kebiasaan petani. Seluruh penyuluh menganggap inovasi ini bisa sesuai
dengan kebiasaan petani, namun sebagian besar petani responden menganggap
bahwa inovasi ini tidak sesuai dengan kebiasaan petani karena petani terbiasa
menanam padi tanpa membuat barisan terlebih dahulu. Perbedaan pemahaman
juga terjadi pada penyuluh dengan petani responden yang menanam padi lokal.
Petani responden yang menanam padi lokal memahami bahwa padi lokal memiliki
batang yang tinggi dan melebar membutuhkan jarak tanam yang berbeda dengan
sistem yang ditawarkan sehingga hal tersebut mempengaruhi tingkat kehomofilian
subyektif sistem tanam antara petani responden dengan penyuluh.
Homofili subyektif tentang penggunaan bahan organik merupakan tingkat
kesamaan pemahaman petani terhadap penggunaan pupuk kandang dan pupuk
kompos dalam pemberian pupuk dasar. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat
homofili tersebut pada umumnya berada pada kategori tinggi (81.33 %) dan tidak
ada yang tergolong dalam kategori rendah. Rata-rata skor persepsi petani
responden tentang penggunaan bahan organik adalah 3.295 (rentang skor 1 – 4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani responden dan penyuluh pada
umumnya memahami bahwa penggunaan pupuk organik memberikan manfaat
bagi petani. Petani responden dan penyuluh juga sama-sama memahami bahwa
penggunaan pupuk organik sedikit sulit untuk dilakukan karena petani mengalami
kesulitan untuk memperoleh kotoran ternak dalam jumlah yang banyak.
Homofili obyektif tentang penerapan sistem pengairan berselang adalah
tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang sistem
penggunaan air yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air,
dan sistem pemeliharaan tanaman. Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili
inovasi ini dominan berada pada kategori tinggi (90.96 %) dan sebagian kecil
pada kategori sedang (9.04 %), dan tidak ada yang termasuk dalam kategori
rendah. Skor rata-rata tingkat kehomofilian inovasi ini adalah 3.45 (rentang skor 1
– 4). Pemahaman petani responden dan penyuluh petani terhadap sistem
pengairan berselang sebagian besar sama atau mendekati satu sama lain. Petani
responden dan penyuluh sama-sama memahami bahwa petani sangat
membutuhkan sistem pengairan berselang untuk mengendalikan debit air di sawah
mereka. Pengaturan air dengan menggunakan sistem tersebut menurut sebagian
besar petani dan penyuluh tidak sulit selama tersedianya irigasi yang berfungsi
dengan baik dan persediaan air cukup.
Homofili subyektif tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan
tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang cara
mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan yang sempurna, pengaturan air,
penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya yang dilakukan bersamaan atau
segera setelah pemupukan. Tabel 14 memperlihatkan bahwa homofili obyektif
tersebut berada pada kategori tinggi (63.86 %). Rata-rata skor homofili tersebut
adalah 3.16 (rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani
responden dan penyuluh sama-sama memahami manfaat dari pengendalian gulma
secara terpadu. Mereka merasakan bahwa petani membutuhkan inovasi tersebut,
walaupun kedua pihak memahami bahwa inovasi ini tidak sebenarnya tidak sesuai
dengan kebiasaan petani dimana petani tidak terbiasa melakukan pengendalian
gulma dengan menggunakan alat mekanis. Petani responden dan penyuluh juga
sama-sama memahami bahwa inovasi ini agak sulit untuk dicoba karena masih
banyak sawah yang belum memiliki irigasi yang baik. Petani responden dan
penyuluh yang bertugas di lokasi dimana sawah petani memiliki irigasi yang
berfungsi dengan baik juga memiliki persepsi yang hampir sama dimana mereka
memahami bahwa pengendalian gulma bisa dicobakan karena sudah ada irigasi
yang berfungi dengan baik.
Homofili subyektif tentang pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
merupakan tingkat kesamaam persepsi antara petani dengan penyuluh terhadap
cara pengendalian hama dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan
penanganannya, melakukan system bera, melakukan pemasangan perangkap,
menjaga sanitasi, dan melakukan tanam serentak. Tabel 14 menunjukkan bahwa
pada umumnya persepsi petani responden tentang pengendalian hama dan
penyakit terpadu berada pada kategori tinggi (65.06 %). Rata-rata persepsi petani
responden tentang inovasi tersebut adalah 3.22 (rentang skor 1 – 4). Petani
responden dan penyuluh pada umumnya sama-sama memahami bahwa
pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dapat memberikan keuntungan
sehingga petani semestinya membutuhkan inovasi tersebut, namun mereka juga
beranggapan hampir sama dimana inovasi tersebut tidak sesuai dengan kebiasaan
petani, karena petani responden tidak terbiasa melakukan tanam serentak pada
saat musim tanam.
Homofili subyektif tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan
tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang penanganan
panen dan pasca panen Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat homofili subyektif
tersebut pada umumnya berada pada kategori sedang (65.66 %). Rata-rata
kesamaan persepsi petani dengan penyuluh tentang inovasi tersebut adalah 2.767
(rentang skor 1 – 4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh petani
responden dan penyuluh memahami manfaat dari inovasi tersebut dan keduanya
memahami bahwa petani membutuhkan inovasi tersebut, namun petani responden
umumnya merasa kesulitan dalam hal pengeringan dan penyimpanan, sedangkan
penyuluh pada umumnya menganggap bahwa inovasi ini tidak sulit dilakukan
oleh petani. Petani juga tidak memahami cara menghitung persentase kadar air
secara pasti. Petani terbiasa mengeringkan gabah tanpa mengukur kadar air gabah.
Petani menganggap padi yang mereka jemur seudah kering apabila warnanya
sudah berubah dari coklat menjadi kuning Perbedaan persepsi antara petani dan
penyuluh menyebabkan tingkat homofili subyektif tentang penanganan panen dan
pasca panen ini pada umumnya berada pada kategori sedang.
Tingkat homofili subyektif antara petani dengan penyuluh secara
keseluruhan dapat dikategorikan tinggi (68.67 %). Rata-rata skor tingkat homofili
subyektif antara petani dengan penyuluh adalah 3.11 (rentang skor 1 – 4) dengan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh petani responden dan
penyuluh memiliki pemahaman yang sama atau mendekati sama tentang inovasi-
inovasi yang terdapat dalam PTT padi.
Penerapan Inovasi PTT Padi
Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi pada akhirnya bertujuan agar petani mau
menerapkan inovasi-inovasi yang ditawarkan dalam kegiatan tersebut, sehingga
dengan diterapkannya inovasi tersebut maka produksi padi petani diharapkan
meningkat, kesejahteraan petani meningkat, dan daerah mampu mencapai
swasembada beras. Gambaran tingkat penerapan PTT padi dapat dilihat pada
Tabel 15.
Varietas unggul merupakan inovasi yang paling utama ditawarkan kepada
petani dalam program ini. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan
varietas unggul oleh petani pada umumnya berada pada kategori tinggi, yakni
74.09 petani responden telah menerapkan varietas unggul. Tingkat penerapan
varietas unggul tinggi karena petani menganggap bahwa varietas unggul memiliki
hasil yang lebih baik dan lebih cepat dari pada varietas lainnya. Petani responden
lainnya yang belum menerapkan inovasi ini sudah sampai pada tahap mencoba.
Petani-petani yang tidak menerapkan inovasi ini seluruhnya pernah mencoba
menanam padi dengan varietas unggul pada lahan sawah mereka, akan tetapi
mereka merasa kesulitan untuk terus melaksanakan budidaya padi dengan varietas
unggul di lahan sawahnya, sehingga mereka beranggapan bahwa padi unggul
tidak cocok untuk di tanam di sawah mereka.
Tabel 15 Kategori, jumlah dan persentase tingkat penerapan PTT padi petani
responden di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi
Provinsi Jambi tahun 2011
Penerapan Kategori Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Varietas unggul Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 43 25.90
Tinggi (menerapkan) 123 74.09
Benih bermutu Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 10 6.02
Tinggi (menerapkan) 156 93.98
Umur dan jumlah bibit Rendah (sadar - minat) 1 0.60
Sedang (evaluasi - mencoba) 54 32.53
Tinggi (menerapkan) 111 66.87
Sistem tanam Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 36 21.69
Tinggi (menerapkan) 130 78.31
Bahan organic Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 46 27.71
Tinggi (menerapkan) 120 72.29
Sistem pengairan berselang Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 121 72.89
Tinggi (menerapkan) 45 27.11
Pengendalian gulma terpadu Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 107 64.46
Tinggi (menerapkan) 59 35.54
Pengendalian hama dan
penyakit terpadu
Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 129 77.71
Tinggi (menerapkan) 37 22.29
Penanganan panen dan pasca
panen
Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 112 67.47
Tinggi (menerapkan) 54 32.53
PTT padi Rendah (sadar - minat) 0 0.00
Sedang (evaluasi - mencoba) 166 100.00
Tinggi (menerapkan) 0 0.00
Inovasi penggunaan benih bermutu juga diharapkan dapat diterapkan oleh
petani peserta SL-PTT padi. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan
benih bermutu dominan berada pada kategori tinggi, yakni 93.98 petani responden
telah menerapkan inovasi tersebut, karena inovasi ini mudah untuk dilakukan dan
memberikan manfaat pada petani. 6.02 persen petani responden lainnya enggan
untuk menerapkan inovasi ini. Mereka beranggapan bahwa pada dasarnya tidak
terlalu terlihat perbedaan antara benih yang diberikan perlakuan untuk
memperoleh benih bermutu dengan benih yang tanpa diberikan perlakuan dan
langsung di semai. Anggapan ini membuat 3.01 persen petani dari keseluruhan
petani responden hanya sampai pada tahap evaluasi dalam tahap adopsi inovasi,
dan 3.01 persen lainnya sampai pada tahap mencoba tetapi tidak menerapkan.
Inovasi penggunaan umur dan jumlah bibit juga diharapkan mampu
diterapkan oleh petani sehingga bibit yang ditanam oleh petani memperoleh
anakan yang lebih tinggi dan produksi yang lebih banyak. Tabel 15 menunjukkan
bahwa tingkat penerapan inovasi ini pada umumnya berada pada kategori tinggi
yakni 66.87 persen petani telah menerapkan inovasi ini. Penerapan inovasi ini
tergolong tinggi karena sebagian petani memahami bahwa waktu pemindahan
bibit yang tepat sangat mempengaruhi produksi padi nantinya. Petani responden
lainnya belum terdorong untuk menerapkan inovasi ini, karena mereka lebih
memilik untuk menanam benih padi lokal memiliki. Perbedaan varietas yang
ditanam akan menyebabkan perbedaan teknik budidaya. Padi lokal membutuhkan
waktu yang lebih lama selama masa penyemaian. Jumlah bibit yang ditanam jika
melakukan budidaya padi lokal juga berbeda yaitu empat sampai lima bibit per
rumpun bahkan lebih, sehingga inovasi yang ditawarkan tidak dapat diterapkan.
Inovasi penggunaan sistem tanam merupakan inovasi menegenai jarak
tanam dan cara menanam benih padi. Petani PTT di Kecamatan Kumpeh Ulu
dianjurkan untuk menerapkan sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam 20
cm x 10 cm x 40 cm dengan cara tanam berselang seling 2 baris dan 1 baris
kosong. Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi ini pada
umumnya tergolong pada kategori tinggi yakni 78.31 persen petani telah
menerapkan inovasi ini. Petani yang menerapkan inovasi ini adalah petani yang
menerapkan varietas unggul. Penerapan inovasi ini tergolong dalam kategori
tinggi karena petani merasakan manfaat dari inovasi ini. Sistem tanam ini
memudahkan petani dalam pemeliharaan tanaman padi terutama dalam
melakukan pemupukan dan pengendalian gulma. Sistem tanam ini diyakini oleh
petani responden lebih efisien dalam penggunaan pupuk.
Petani lainnya yang belum menerapkan inovasi sistem tanam ini berada
pada kategori sedang yakni 1.2 persen petani memutuskan tidak menerapkan
setelah sampai pada tahap evaluasi dan 20.48 persen petani memutuskan tidak
menerapkan setelah sampai pada tahap mencoba. Inovasi ini belum diterapkan
karena petani lebih memilih untuk menerapkan padi varietas lokal sehingga sistem
tanam yang diterapkan berbeda. Petani yang tidak menerapkan sistem tanam ini
cenderung melakukan sistem tanam tanpa larikan dan tanam mundur (tandur).
Inovasi penggunaan bahan organik merupakan salah satu inovasi yang
ditawarkan kepada petani dalam kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan ini. Tabel
15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan inovasi penggunaan bahan organik
pada umumnya tergolong dalam kategori yang tinggi, dimana 72.29 persen petani
responden telah menerapkan penggunaan bahan organik sebagai pupuk dasar.
Petani responden yang menerapkan inovasi ini pada dasarnya meyakinin bahwa
inovasi ini bermanfaat bagi petani. Penggunaan pupuk organik dirasakan mampu
mengurangi kepadatan tanah, memberikan kesuburan tanah, dan mengurangi
penggunaan pupuk anorganik sehingga mengirit biaya produksi. Penerapan
inovasi ini sudah dilakukan hampir seluruh petani, walaupun tidak semua lahan
petani yang bisa dipupuk karena keterbatasan jumlah pupuk organik yang dimiliki
oleh petani.
Petani lainnya masih ada yang belum menerapkan inovasi penggunaan
bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27.71 persen petani belum
memutuskan untuk menerapkan inovasi ini dan hanya sampai pada taham
mencoba dari lima tahapan adopsi inovasi. Petani responden yang belum
menerapkan inovasi ini pada umumnya merasa sedikit kesulitan dalam
memperoleh kotoran hewan karena mereka hanya mengetahui penggunaan pupuk
organik dengan kotoran hewan. Mereka juga belum mengetahui cara membuat
pupuk kompos.
Inovasi pengairan berselang merupakan sistem penggunaan air yang
disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman, ketersediaan air, dan sistem
pemeliharaan tanaman. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan petani
terhadap inovasi ini pada umumnya berada pada katergori sedang dimana 71.69
persen petani belum memutuskan untuk menerapkan dan masih mengevaluasi
inovasi ini dan 1.20 persen petani juga belum menerapkan akan tetapi sudah
pernah mencoba inovasi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
petani belum menerapkan inovasi ini karena mereka tidak memiliki irigasi yang
dapat difungsikan dengan baik.Keberadaan irigasi merupakan sesuatu yang sangat
vital dalam pelaksanaan sistem pengairan berselang.Tanpa irigasi sistem
pengairan ini tidak dapat dilaksanakan.
Pada umumnya petani responden memang tidak menerapkan inovasi sistem
pengairan berselang, namun 27.11 persen dari keseluruhan petani responden telah
menerapkan inovasi tersebut. Petani responden yang menerapkan inovasi ini
adalah petani yang sawahnya terdapat irigasi yang baik. Petani yang menerapkan
inovasi ini juga sedikit mengalami kesulitan dalam melakukan pengaturan air,
karena tidak semua petani melakukan tanam serentak.Walaupun masih terdapat
beberapa kesulitan dalam penerapan inovasi ini, sebagian kecil dari keseluruhan
petani responden sudah bisa menerapkan inovasi tersebut.
Inovasi tentang pengendalian gulma secara terpadu merupakan cara
mengendalikan gulma melalui pengolahan lahan yang sempurna, pengaturan air,
penggunaan alat mekanis, dan pelaksanaannya yang dilakukan bersamaan atau
segera setelah pemupukan. Tabel 15 memperlihatkan bahwa tingkat penerapan
inovasi ini sebagian besar berada pada kategori sedang, dimana 48.19 persen
petani responden belum menerapkan inovasi ini dan hanya sampai pada tahap
evaluasi dari lima tahap adopsi inovasi, serta 16.27 persen lainnya baru sampai
pada tahap mencoba. Tingkat penerapan yang sedang ini terjadi karena inovasi ini
membutuhkan pengaturan air yang baik, sementara sebagian besar petani
responden tidak memiliki irigasi yang baik di sawahnya. Petani yang menerapkan
inovasi ini secara keseluruhan hanya 35.54 persen dari total petani responden,
karena mereka didukung oleh irigasi yang baik.
Tingkat penerapan pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan cara
pengendalian hama dan penyakit melalui identifikasi penyakit dan
penanganannya, melakukan sistem bera, melakukan pemasangan perangkap,
menjaga sanitasi, dan melakukan tanam serentak. Tabel 15 menunjukkan bahwa
tingkap penerapan inovasi ini pada umumnya masih berada pada kategori sedang
dimana 6.02 persen petani responden memutuskan tidak menerapkan inovasi
tersebut dan hanya sampai pada tahap evaluasi dalam tahapan adopsi inovasi serta
71.69 persen petani responden memutuskan tidak menerapkan inovasi tersebut
walaupun sudah sempat mencoba inovasi tersebut. Para petani cenderung tidak
menerapkan innovasi ini karena pada umumnya petani sudah tidak lagi melakukan
tanam serentak seperti yang dilakukan pada saat pertama kali tanam pada program
SL-PTT padi.Petani responden umumnya menjelaskan bahwa kegiatan tanam
serentak sulit dilakukan karena petani-petani lainnya punya kesibukan masing-
masing dan terkadang petani lainnya juga terkendala pada modal.Pengunaan
modal terkait dengan sewa traktor.
Sampai pada saat penelitian dilakukan ada beberapa jenis hama yang
teridentifikasi oleh petani yaitu hama tikus, penggerek, dan burung. Hama tikus
biasanya dibasmi dengan menggunakan racun tikus atau klerat. Pemerintah
Kabupaten Muarojambi melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura pernah memberikan bantuan burung hantu, akan tetapi keberadaan
burung hantu tersebut sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Hama
penggerek biasanya dibasmi oleh petani dengan menggunakan pestisida.Hama
burung biasanya di atasi dengan penggunaan jaring. Penggunaan jaring dalam
menanggulangi hama burung membutuhkan modal yang sangat besar karena
harga jaring yang mahal yang mencapai 80.000 rupiah untuk jaring dengan ukuran
5 x 50 meter. Penggunaan jaring ini dilakukan karena jumlah burung lebih banyak
daripada luasan padi yang di tanam.Apabila kegiatan tanam serentak dilakukan,
maka petani tidak perlu membeli jaring karena jumlah padi yang ditanam sangat
luas dan tidak terlalu berpengaruh apabila sebagian kecilnya dimakan oleh
burung.
Penerapan inovasi tentang penanganan panen dan pasca panen merupakan
kegiatan penanganan panen dan pasca panen dengan menggunakan sabit
bergerigi, dilakukan oleh kelompok pemanen, segera dilakukan perontokan
setelah dipotong, menggunakan alas plastik/terpal, pengeringan dilakukan dengan
lantai jemur atau alas, penggilingan dilakukan pada kadar air gabah 12 sampai
dengan 14 persen, dan penyimpanan hasil panen dilakukan pada kadar air
mencapai 12 samapi 14 persen. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat penerapan
inovasi tersebut berada pada kategori sedang dimana 7.83 persen petani responden
memutuskan untuk tidak menerapkan inovasi dan hanya sampai pada tahap
evaluasi dan 59.63 petani responden memutuskan untuk tidak menerapkan dan
hanya sampai pada tahap mencoba. Tingkat penerapan yang sedang terjadi karena
hampir seluruh petani responden memahami manfaat dari inovasi tersebut namun
tidak semua cara penanganan dilakukan, karena pada umumnya petani belum
memahami bagaimana cara penghitung persentase kadar air secara pasti. Mereka
menganggap bahwa padi yang mereka jemur seudah kering apabila warnanya
sudah berubah dari coklat menjadi kuning. Apabila sudah dianggap kering petani
kemudian sebagian petani menyimpan gabah hasil panennya dan sebagian lagi ada
yang menyisihkan sebagian dari hasil panen dan sisianya langsung di jual
ketempat penggilingan dengan harga 4.500 rupiah hingga 5.000 rupiah per
kilogram.
Tingkat penerapan inovasi PTT padi secara keseluruhan dapat dikategorikan
dalam kategori sedang, yakni 1.81 persen tingkat adopsi inovasi petani secara
keseluruhan masih berada pada tahap evaluasi dan 76.51 persen tingkat adopsi
inovasi petani secara keseluruhan masih berada pada mencoba. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tingkat penerapan inovasi PTT padi berada dalam kategori
sedang karena masih banyak sarana-prasarana untuk melakukan budidaya yang
belum terpenuhi dan kondisi sosial ekonomi petani yang belum memungkinkan
seluruh teknologi dapat diterapkan oleh seluruh petani.
Pengaruh Homofili Objektif terhadap Homofili Subjektif
Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi
Rogers dan Bhowmik (1971) pernah melakukan investigasi yang
menunjukkan bahwa pada umumnya derajat homofili subyektif berkorelasi positif
dengan tingkat homofili obyektif, meskipun tidak dengan sempurna. Homofili
subyektif petani dengan penyuluh yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari
kesamaaan persepsi petani terhadap: (1) varietas unggul, (2) benih bermutu, (3)
penggunaan umur dan jumlah bibit, (4) sistem tanam, (5) penggunaan bahan
organik, (6) pengairan berselang, (7) pengendalian gulma terpadu, (8)
pengendalian hama dan penyakit terpadu, (9) penanganan panen dan pascapanen,
dan (10) inovasi PTT padi secara keseluruhan. Homofili obyektif petani dengan
penyuluh yang diamati dalam penelitian ini adalah kesamaan karakteristik anatara
petani dengan penyuluh yang terdiri dari: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3)
pendidikan formal, (4) pengalaman, (5) etnis, (6) status sosial ekonomi, (7)
kepercayaan, dan (8) sikap.
Pengaruh homofili obyektif terhadap homofili subyektif diuji dengan
menggunakan uji korelasi Kendall tau_b, untuk menguji hipotesis penelitian
dengan menggunakan taraf kepercayaan 95 persen dan 99 persen. Hasil uji
korelasi mengenai pengaruh antara homofili subyektif dengan homofili obyektif
petani dan penyuluh dalam kegiatan SL-PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu
Kabupaten Muarojambi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai keofisien korelasi yang diperoleh dari
peubah-peubah yang diamati memiliki tingkat keeratan pengaruh yang berbeda.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa secara umum peubah homofili subyektif
berkorelasi positif dengan peubah homofili obyektif kecuali peubah status sosial
ekonomi. Kesamaan status sosial ekonomi antara petani dengan penyuluh ternyata
tidak berpengaruh secara nyata dengan kesamaan persepsi antara petani dengan
penyuluh.
Teori Rogers dan Bhowmik (1971) menyatakan bahwa derajat homofili
subyektif berkorelasi positif dengan tingkat homofili obyektif dapat dibuktikan
melalui penelitian ini meskipun tidak sempurna. Dari Sembilan peubah homofili
obyektif, hanya satu peubah yang tidak memiliki pengaruh yang kuat dengan
peubah homofili subyektif lainnya yaitu peubah status sosial ekonomi. Kesamaan
status antara petani dengan penyuluh baik status sosial maupun status ekonomi
tidak mempengaruhi kesamaan persepsi di antara keduanya. Penelitian ini
menunjukkan hasil demikian karena baik petani dan penyuluh yang memiliki
kondisi sosial ekonomi yang sama maupun kondisi sosial ekonomi yang berbeda,
memiliki pemahaman yang sama tentang inovasi-inovasi PTT padi.
Rakhmat (2003) menguraikan bahwa sikap merupakan kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi,
atau nilai. Penjelasan tersebut dapat diasumsikan bahwa setelah seseorang
berpersepsi terhadap sesuatu, maka orang tersebut akan cenderung bersikap sesuai
dengan persepsinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan dari penelitian ini.
Tabel 16 menunjukkan bahwa diantara peubah-peubah homofili obyektif lainnya,
peubah kesamaan sikap antara petani dan penyuluh merupakan peubah yang
mempunyai pengaruh yang paling erat dengan kesamaan persepsi antara petani
dengan penyuluh.
Tabel 16 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara homofili obyektif dengan homofili subyektif petani dan penyuluh Peserta SL-PTT padi
di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011
Homofili
Obyektif Kendall’s tau_b
Homofili Subyektif
Varietas
Unggul
Benih
Bermutu
Umur dan
jumlah Bibit
Sistem
Tanam
Bahan
Organik
Pengairan
Berselang
Pengendalian
Gulma Terpadu HPT
Panen dan
Pascapanen
PTT
padi
Umur Koefisien Korelasi .310**
.369**
.322**
.303**
.017 .044 .156* -.103 .170** .272**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .805 .518 .018 .117 .009 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Jenis Kelamin Koefisien Korelasi .087 .113 .140*
.112 .210**
-.023 .025 .072 .239**
.140*
Sig. (2-tailed) .189 .092 0.34 .098 .002 .739 .712 .284 .000 .028
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Pendidikan
Formal
Koefisien Korelasi .183**
.156*
.193**
.083 -.007 .142*
.196**
.094 .093 .180**
Sig. (2-tailed) .022 .010 .001 .179 .907 .024 .001 .123 .124 .022
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Pengalaman Koefisien Korelasi .285**
.228**
.188**
.321**
.192**
174**
.288**
.198**
.214**
.312**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .003 .000 .003 .008 .000 .002 .001 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Etnis Koefisien Korelasi .110 .028 -.034 137*
.330**
.212**
.288**
.296**
.202**
.231**
Sig. (2-tailed) .097 .672 .608 .046 .000 .002 .000 .000 .033 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Status Sosial Koefisien Korelasi .042 0.79 .068 .029 -.004 -.064 .032 -.051 .130 .063
Sig. (2-tailed) .529 .240 .311 .671 .953 .355 .632 .451 .052 .324
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Status
Ekonomi
Koefisien Korelasi .098 020 .055 -.043 -.075 -.046 .036 .054 .042 .031
Sig. (2-tailed) .139 .767 .414 .525 .276 .509 .597 .427 .529 .624
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Kepercayaan Koefisien Korelasi .412**
.365**
.381**
.335**
.006 .203**
.352**
.003 .238**
.349**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .932 .002 .000 .959 .000 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Sikap Koefisien Korelasi .579**
.553**
.606**
.525**
.245**
.189**
.381**
.167**
.363**
.628**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .033 .000 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Ket :**)
Korelasi signifikan pada α 0,01, dan *)
Korelasi signifikan pada α 0,05
Pengaruh Homofili Obyektif Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi
terhadap Penerapan Inovasi PTT Padi
Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa tingkat homofili obyektif
adalah tingkat kesamaan dalam berkomunikasi diamati dari karteristik antara
individu yang berkomunikasi. Karakteristik antara petani dan penyuluh yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kesamaan karakteristik: (1) umur, (2) jenis
kelamin, (3) pendidikan, (4) pengalaman, (5) suku/etnik, (6) status sosial
ekonomi, (7) kepercayaan, dan (8) sikap. Rogers dan Bhowmik (1971) juga
menjelaskan bahwa tingkat homofili obyektif dapat mempengaruhi efektivitas
komunikasi. Efektivitas komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tingkat penerapan PTT padi.
Pengaruh homofili obyektif terhadap penerapan PTT padi diuji dengan
menggunakan uji korelasi Kendall tau_b dengan menggunakan taraf kepercayaan
95 persen dan 99 persen. Hasil uji korelasi antara homofili obyektif dengan
tingkat penerapan PTT padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi
Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 17.
Secara keseluruahan hanya kesamaan karakteristik pengalaman dan sikap
saja yang mempengaruhi penerapan inovasi PTT padi. Dale (Rakhmat 2003)
menjelaskan bahwa pengalaman mempengaruhi penafsiran seseorang terhadap
sesuatu. Dale menguji pengaruh dari pengalaman terhadap penafsiran melalui
Facial Meaning Sensitivity Test (FMST). Melalui tes tersebut diketahui bahwa
orang-orang yang dilatih dengan FMST memiliki persepsi yang lebih cermat
dibandingkan yang belum dilatih dengan FMST. Hasil pengujian Dale
menunjukkan bahwa perbedaan pengalaman antara satu orang dengan yang
lainnya dapat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap sesuatu. Pemahaman
tersebut akan membentuk sikap orang terhadap sesuatu dan mempengaruhi
perilaku orang tersebut terhadap obyek tertentu.
Hasil penelitian penunjukkan bahwa semakin homofili pengalaman antara
petani dan penyuluh maka semakin tinggi tingkat penerapan inovasinya, begitu
juga sebaliknya. Pengalaman petani dan penyuluh yang cenderung heterofili
berbanding lurus dengan penerapan budidaya padi yang cenderung rendah.
Perbedaan pengalaman antara petani dengan penyuluh menyebabkan perbedaan
Tabel 17 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara homofili obyektif petani dan penyuluh peserta SL-PTT padi dengan penerapan PTT
padi di Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun 2011
Homofili
Obyektif Kendall’s tau_b
Penerapan PTT Padi
Varietas
Unggul
Benih
Bermutu
Umur dan
jumlah Bibit
Sistem
Tanam
Bahan
Organik
Pengairan
Berselang
Pengendalian
Gulma Terpadu HPT
Panen dan
Pascapanen
PTT
padi
Umur Koefisien Korelasi ..439
** .138 313
** .445
** -.018 .333
** .149
* .099 -.137 -.020
Sig. (2-tailed) .000 .067 .000 .000 .808 .000 .037 .901 .064 .762
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Jenis Kelamin Koefisien Korelasi .112 .061 .162*
.146 -.013 .111 .161*
.129 .067 .036
Sig. (2-tailed) .148 .425 .031 .057 .864 .150 .028 0.89 .369 .593
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Pendidikan
Formal
Koefisien Korelasi .220**
-027 .142*
.301**
.026 .043 .063 .058 .050 -.060
Sig. (2-tailed) .002 .700 .039 .000 .710 .536 .345 .395 .465 .323
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Pengalaman Koefisien Korelasi .357**
.140 .245**
.233**
.239**
.108 .141**
-.055 .012 .250**
Sig. (2-tailed) .000 .055 .011 .002 .001 .139 .000 .442 .868 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Etnis Koefisien Korelasi .164*
-.041 -.048 .195*
.194*
-.132 .166*
-.002 .014 .091
Sig. (2-tailed) .035 .592 .524 .012 .012 0.87 0.24 .980 .850 .173
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Status Sosial Koefisien Korelasi .054 .149 .083 .070 -.001 -.031 -.060 -.128 .035 .016
Sig. (2-tailed) .489 .54 .272 .366 .987 .685 .415 .094 .643 .817
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Status
Ekonomi
Koefisien Korelasi .097 .062 .116 .111 -.105 .137 .026 -.005 .049 .001
Sig. (2-tailed) .211 .419 .125 .150 .178 .076 .728 .951 .513 .984
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Kepercayaan Koefisien Korelasi .747**
.204**
.576**
.604**
.217**
.296**
.286**
.175*
-.066 .071
Sig. (2-tailed) .000 .005 .000 .000 .003 .000 .000 .014 .348 .256
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Sikap Koefisien Korelasi .637**
.189**
.532**
.568**
.341**
.391**
.569**
.351**
.004 .220**
Sig. (2-tailed) .000 .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .955 .000
N 166 166 166 166 166 166 166 166 166 166
Ket :**)
Korelasi signifikan pada α 0,01, dan *)
Korelasi signifikan pada α 0,05
sikap diantara keduanya sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar tingkat kesamaan sikap antara petani dan penyuluh berada pada kategori
sedang. Tingkat kesamaan sikap yang heterofili menyebabkan tingkat penerapan
PTT padi semakin rendah.
Tabel 17 memperlihatkan bahwa secara umum tingkat homofili obyektif
antara petani dan penyuluh memiliki pengaruh yang lemah dengan tingkat
penerapan budidaya. Artinya bahwa teori yang dikemukakan oleh Rogers dan
Bhowmik belum bisa diterima secara umum.
Pengaruh Homofili Subyektif Petani dan Penyuluh Peserta SL-PTT Padi
terhadap Penerapan Inovasi PTT Padi
Rogers dan Bhowmik (1971) menjelaskan bahwa homofili subyektif
adalah tingkatan kesamaan antara sumber atau penerima dalam memandang suatu
obyek. Kesamaan tersebut akan mempengaruhi efektivitas komunikasi diantara
keduanga. Teori yang dikemukakan tersebut dapat dikaitkan dengan pelaksanaan
kegiatan SL-PTT padi yang diharapkan mampu meningkatkan produksi beras
nasional. Komunikasi antara penyuluh dengan petani diharapkan efektif sehigga
program tersebut berjalan dengan baik dan berhasil.Efektivitas komunikasi
tersebut dapat diukur melalui tingkat penerapan teknologi PTT padi oleh petani.
Berdasarkan teori yang dikemukakan, maka pengaruh dari tingkat kesamaan
pemahaman antara petani dengan penyuluh tentang PTT terhadap tingkat
penerapan PTT padi. Teori yang dikemukakan mengartikan bahwa semakin tinggi
tingkat kesamaan pemahaman antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi
maka tingkat penerapan PTT padi akan semakin tinggi.
Tingkat kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi
berpengaruh secara nyata dengan tingkat penerapan PTT padi secara
keseluruhan.Hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi
kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh atau semakin tinggi tingkat
homofili subyektif antara petani dengan penyuluh tentang PTT padi, maka
semakin tinggi tingkat penerapan PTT padi.Pengaruh homofili subyektif antara
petani dan penyuluh tentang PTT padi dengan tingkat penerapan PTT padi dapat
dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Hasil uji korelasi Kendall’s tau_b antara Homofili subyektif petani dan
penyuluh peserta SL-PTT padi dengan penerapan PTT padi di
Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi tahun
2011
Pengaruh peubah
Kendall’s tau-b
Koefisien
Korelasi Sig. (2-tailed) N
Homofili subyektif tentang Varietas Unggul dengan
penerpan Varietas unggul
.649**
.000 166
Homofili subyektif tentang benih bermutu dengan
penerapan benih bermutu
.232**
.001 166
Homofili subyektif tentang penggunaan umur dan jumlah
bibit dengan penerapan umur dan jumlah bibit
.581**
.000 166
Homofili subyektif tentang sistem tanam dengan
penerapan system tanam
.443**
.000 166
Homofili subyektif tentang bahan organic dengan
penerapan bahan organic
.160**
.020 166
Homofili subyektif tentang pengairan berselang dengan
penerapan pengairan berselang
-.052 .456 166
Homofili subyektif tentang pengendalian gulam terpadu
dengan penerapan pengendalian gulma terpadu
.388**
.000 166
Homofili subyektif tentang PHT dengan penerapan PHT .039 .608 166
Homofili subyektif tentang penanganan panen dan
pascapanen dengan penerapan penanganan panen dan
pascapanen
.190**
.004 166
Homofili subyektif tentang PTT padi dengan penerapan
PTT padi
.652**
.000 166
Ket :**)
Korelasi signifikan pada α 0,01 dan *)
korelasi signifikan pada α 0.05
Tabel 18 memperlihatkan bahwa seluruh peubah homofili subyektif antara
petani dengan penyuluh berkorelasi dengan peubah penerapan secara nyata
kecuali homofili subyektif antara petani dengan penyuluh tentang pengairan
berselang dan pengendalian hama terpadu. Peubah homofili subyektif tentang
pengairan berselang tidak memiliki pengaruh yang kuat dengan penerapan
pengairan berselang karena tidak tersedianya irigasi yang dapat berfungsi dengan
baik. Petani dan penyuluh sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang sama
tentang inovasi ini dimana mereka sama-sama memahami manfaat dari pengairan
berselang ini. Mereka juga sama-sama memahami bahwa petani membutuhkan
inovasi ini walaupun inovasi ini tidak sesuai dengan kebiasaan petani pada
umumnya, namun petani merasakan bahwa inovasi ini mereka perlukan dan
penyuluh memahami hal yang sama. Mereka juga sama-sama memahami bila
inovasi ini akan memberikan hasil yang lebih baik petani, namun keterbatasan
sarana irigasi yang baik yang menyebabkan inovasi ini sulit untuk diterapkan.
Irigasi yang baik samapai saat ini hanya ada di lahan persawahan desa Arang
Arang yang lokasi persawahannya berada di samping kantor Badan Penyuluhan
Pertanian (BPP) Kecamatan Kumpeh Ulu, sedangkan desa lainnnya ada yang
memiliki irigasi namun tidak berfungsi dengan baik dan yang lainnya lagi pada
umumnya belum memiliki irigasi.
Peubah homofili subyektif tentang pengendalian hama penyakit terpadu
juga memiliki pengaruh yang lemah dengan tingkat penerapan inovasi
pengendalian hama terpadu. Pengaruh yang lemah tersebut dikarenakan kurang
efektifnya penyelenggaraan kegiatan tanam serentak. Petani dan penyuluh pada
umumnya memahami bahwa inovasi ini sangat dibutuhkan oleh petaniwalaupun
sulit untuk diterapkan oleh petani karena sulit terselenggaranya kegiatan tanam
serentak. Kegiatan tanam serentak sulit terselenggara lemahnya komitmen petani
dalam melakukan kegiatan tanam serentak. Kegiatan tanam serentak yang sudah
di tentukan dalam rapat kelompok tani hanya dilakukan oleh sedikit petani saja.
Banyak petani lainnya tidak melakukan kegiatan tanam serentak dikarenakan
berbagaimacam alasan seperti: belum punya cukup modal untuk mulai menanam
lagi, belum ada waktu karena kesibukan lainnya, dan perbedaan penerapan
varietas sehingga menyebabkan perbedaan waktu tanaman. Hasil temuan dalam
penelitian mengungkapkan bahwa sampai sejauh ini petani melakukan
pengendalian hama secara individu dengan menggunakan pestisida, rodentisida,
dan memasang jaring. Pengendalian hama secara individu yang dilakukan petani
membuat petani harus mengeluarkan modal lebih.
Tabel 18 secara umum telah memperlihatkan keeratan pengaruh homofili
subyektif antara petani dan penyuluh tentang PTT padi dengan penerapan PTT
padi secara keseluruhan.Keeratan pengaruh tersebut mengindikasikan bahwa
kesamaan persepsi antara petani dengan penyuluh terhadap suatu obyek inovasi
sangatlah penting. Kesamaan pemahaman atau pengertian diantara keduanya
terhadap suatu obyek akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif
diantara keduanya yang ditunjukkan melalui perubahan prilaku dalam bentuk
penerapan inovasi ataupun tujuan-tujuan komunikasi lainnya.