bab ii kajian pustaka a. hakikat pembelajaran...

30
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika 1. Hakikat Matematika Penggunaan kalimat-kalimat matematika secara sadar maupun tidak telah sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu menunjukkan bahwa matematika merupakan bahasa yang dapat dipakai secara universal, dan matematika adalah suatu ilmu terapan yang dapat membantu manusia untuk berkomunikasi menyelesaikan masalahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kline (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4) yang mengatakan bahwa Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam‟. Matematika selain dapat membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan suatu ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep yang tersusun berdasarkan pola, hingga karena pola tersebut menjadikan matematika ialah suatu seni, hal ini diungkapkan oleh Reys (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4) bahwa „Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat‟. Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena di dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterkaitan pola dari sekumpulan konsep- konsep tertentu untuk dibuat generalisasinya, sedangkan matematika disebut sebagai hubungan karena konsep-konsep dalam matematika saling memiliki hubungan. Matematika disebut sebagai suatu pola berpikir karena dilihat dari asal katanya yaitu mathematike yang juga berhubungan dengan kata yang hampir sama yaitu mathein atau mathenein yang berarti belajar (berpikir), menunjukkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika didapat dari hasil proses berpikir. Menurut Courant & Robbin (dalam Wira, 2012) untuk dapat mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari sendiri ilmu matematika tersebut.

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 13

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Hakikat Pembelajaran Matematika

    1. Hakikat Matematika

    Penggunaan kalimat-kalimat matematika secara sadar maupun tidak telah

    sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu menunjukkan bahwa

    matematika merupakan bahasa yang dapat dipakai secara universal, dan

    matematika adalah suatu ilmu terapan yang dapat membantu manusia untuk

    berkomunikasi menyelesaikan masalahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kline

    (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4) yang mengatakan bahwa

    „Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna

    karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu

    manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan

    alam‟.

    Matematika selain dapat membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan

    sehari-hari juga merupakan suatu ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep

    yang tersusun berdasarkan pola, hingga karena pola tersebut menjadikan

    matematika ialah suatu seni, hal ini diungkapkan oleh Reys (dalam Suwangsih &

    Tiurlina, 2010, hlm. 4) bahwa „Matematika adalah telaahan tentang pola dan

    hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat‟.

    Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena di dalam matematika

    sering dicari keseragaman seperti keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-

    konsep tertentu untuk dibuat generalisasinya, sedangkan matematika disebut

    sebagai hubungan karena konsep-konsep dalam matematika saling memiliki

    hubungan.

    Matematika disebut sebagai suatu pola berpikir karena dilihat dari asal

    katanya yaitu mathematike yang juga berhubungan dengan kata yang hampir sama

    yaitu mathein atau mathenein yang berarti belajar (berpikir), menunjukkan bahwa

    pemecahan masalah dalam matematika didapat dari hasil proses berpikir. Menurut

    Courant & Robbin (dalam Wira, 2012) untuk dapat mengetahui apa matematika

    itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari sendiri ilmu matematika tersebut.

  • 14

    Matematika dapat dipelajari dengan baik bila disertai dengan proses berlatih

    mengerjakannya. Dalam proses belajar tersebut diperlukan keterlibatan berpikir,

    terlebih ketika mengerjakan soal matematika yang seringkali memiliki beragam

    penyelesaian. Semakin sering seseorang berlatih mengerjakan soal matematika,

    maka melatih orang tersebut juga untuk berpikir kritis, kreatif, dan berpikir

    tingkat tinggi lainnya.

    Pada pembahasan di atas, dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu

    tentang pola dan hubungan. Adanya pola keteraturan tersebut menghasilkan

    keindahan, seperti halnya pola angka pada sebuah bentuk. Hal itulah yang

    menjadikan matematika juga disebut sebagai seni. Berikut salahsatu contoh

    keindahan matematika berdasarkan pola yang dituangkan dalam angka:

    1 x 8 + 1 = 9

    12 x 8 + 2 = 98

    123 x 8 + 3 = 987

    1234 x 8 + 4 = 9876

    12345 x 8 + 5 = 98765

    123456 x 8 + 6 = 987654

    1234567 x 8 + 7 = 9876543

    12345678 x 8 + 8 = 98765432

    123456789 x 8 + 9 = 987654321

    Matematika disebut sebagai suatu bahasa dan suatu alat, karena notasi-notasi

    dalam matematika seperti penjumlahan (+), pengurangan (-), dan lain sebagainya

    seringkali dijadikan sebagai suatu bahasa lisan di masyarakat. Seluruh manusia

    mengerti notasi-notasi tersebut meskipun tidak semua orang mempelajari secara

    dalam matematika. Simbol-simbol dalam matematika juga sering diucapkan

    sebagai bahasa komunikasi yang berarti semua orang pun mengerti, oleh

    karenanya matematika dapat dikatakan sebagai bahasa yang universal karena

    dapat diterima secara umum dan sebagai alat komunikasi dalam penyelesaian

    masalah.

    Beragam pendapat di atas menggambarkan bahwa matematika tidak hanya

    suatu disiplin ilmu yang berisi simbol-simbol, namun juga memiliki pola yang

    indah dan peranan yang besar terhadap disiplin ilmu lainnya. Hal tersebut terbukti

  • 15

    dari kegunaannya yang dapat diterapkan pada pemecahan masalah dalam disiplin

    ilmu lain.

    2. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

    a. Pembelajaran Matematika di SD

    Matematika merupakan matapelajaran yang juga diajarkan di sekolah dasar

    (SD). Cakupan materi dalam matematika merupakan hal yang abstrak, karena

    berisi simbol-simbol yang tidak ada dalam bentuk nyatanya. Sementara Piaget

    (dalam Pitajeng, 2006) pernah berpendapat bahwa tahapan umur pada peserta

    didik sekolah dasar (sekitar 6/7 - 11/12 tahun) berada pada periode operasi

    konkret, artinya peserta didik tidak akan dapat memahami matematika yang

    memiliki isi yang abstrak tanpa dibantu oleh benda-benda konkret karena peserta

    didik yang masih duduk di bangku SD belum dapat berpikir formal. Pendapat

    tersebutlah yang menjadi alasan, agar dalam mengajarkan matematika yang

    memiliki kajian materi yang abstrak di SD harus dengan media pembelajaran agar

    konsep matematika dapat dengan mudah dipahami oleh peserta didik.

    Suwangsih & Tiurlina (2006) berpendapat mengenai karakteristik

    pembelajaran matematika di SD, yaitu sebagai berikut.

    1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

    Pembelajaran matematika dengan menggunakan metode spiral merupakan

    pembelajaran dengan mengaitkan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep

    yang sudah dipelajari sebelumnya. Konsep yang sedang dipelajari merupakan

    perluasan konsep sebelumnya sekaligus pematangan konsep yang ada di struktur

    kognitif peserta didik. Pembelajaran dimulai dari penggunaan benda konkret lalu

    dilanjutkan dengan pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi

    matematika yang lebih umum.

    2) Pembelajaran matematika bertahap

    Pembelajaran yang bertahap maksudnya pembelajaran dimulai dari hal yang

    paling sederhana menuju hal yang kompleks, atau dimulai dari sesuatu yang

    konkret ke semi konkret barulah dilanjutkan pada hal yang abstrak. Sebagai

    contoh, jika seorang guru ingin mengajarkan konsep perkalian pada peserta didik

    dapat dimulai dengan cara menjumlahkan secara berulang dulu dengan

  • 16

    menggunakan sebuah media, barulah konsep penjumlahan tersebut diubah

    menjadi konsep perkalian dengan tidak lagi menggunakan media.

    3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

    Metode induktif ialah metode yang dimulai dari suatu contoh-contoh kecil

    barulah kemudian ditarik menjadi sebuah generalisasi. Penggunaan metode

    induktif di SD dikarenakan pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap

    perkembangan mental peserta didik di SD.

    Contoh:

    Pembelajaran bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan

    cara memperlihatkan contoh-contoh dari bangun tersebut, mengenal namanya dan

    menentukan sifat-sifat yang terdapat dalam bangun ruang tersebut sampai kepada

    pemahaman konsep bangun-bangun ruang. Akan tetapi, setelah peserta didik

    sudah duduk pada sekolah menengah pertama dan atas, pembuktian dalam

    matematika dilakukan dengan metode deduktif.

    4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

    Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya

    tidak ada pertentangan antara satu kebenaran dengan kebenaran lainnya. Suatu

    pernyataan dianggap benar jika telah didasarkan kepada pernyataan-pernyataan

    sebelumnya.

    5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

    Konsep pembelajaran bermakna yakni pembelajaran yang didasarkan kepada

    pengertian dan kegiatan penemuan sendiri jadi bukan didasarkan pada hapalan.

    Dalam pembelajaran matematika di SD, aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil

    tidak diberikan dalam bentuk jadi, melainkan peserta didik dibimbing untuk

    menemukan sendiri melalui contoh-contoh secara induktif agar lebih diingat oleh

    peserta didik. Proses pembelajaran dengan peserta didik yang mengkonstruksi

    ilmu pengetahuannya itulah yang menjadikan pembelajaran bermakna.

    b. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

    Matematika selalu digunakan dalam berbagai bidang kehidupan karena segala

    hal dalam kehidupan ini memerlukan keterampilan matematika seperti berhitung,

    membaca grafik, berjualan, dan sebagainya. Oleh karenanya matematika menjadi

  • 17

    subjek pelajaran yang penting sejak di SD, karena peserta didik harus terbiasa

    dilatih pembelajaran matematika dengan soal-soal yang beragam.

    Adapun tujuan pembelajaran matematika di SD tersebut dapat dilihat di

    dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BSNP, 2006, hlm. 30) yaitu

    sebagai berikut.

    1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat,

    efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

    2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

    3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan

    solusi yang diperoleh.

    4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

    5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari

    matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

    Tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di atas terangkum dalam

    Maulana (2011) mengenai kemampuan matematika tingkat tinggi.

    c. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

    Ruang lingkup mata pelajaran matematika menurut Adjie & Maulana (2006)

    yaitu sebagai berikut ini.

    1) Bilangan. Materi ini mencakup melakukan dan menggunakan sifat-sifat

    operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah dan menaksir operasi

    hitung.

    2) Pengukuran dan Geometri. Materi ini mencakup mengidentifikasi bangun

    datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau kesebangunannya;

    melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan

    satuan pengukuran, menaksir ukuran (misalnya panjang, luas, volume) dari

    benda atau bangun geometri; menentukan dan menggambarkan letak titik

    atau benda dalam sistem kordinat.

    3) Pengelolaan Data. Materi ini mencakup mengumpulkan, menyajikan, dan

    menafsirkan data (ukuran pemusatan data).

  • 18

    Materi dalam penelitian ini termasuk kepada bidang kajian geometri. Lebih

    tepatnya, pada subpokok bahasan bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya.

    Materi yang tercakup dalam subpokok bahasan ini adalah bangun kubus dan balok

    beserta jaring-jaringnya. Adapun materi tersebut terdapat pada standar kompetensi

    nomor 8 yakni memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar

    bangun datar. Kompetensi dasar yang akan diteliti yaitu 8.1 yakni menentukan

    sifat-sifat bangun ruang sederhana dan 8.2 yakni menentukan jaring-jaring balok

    dan kubus. Berikut ini merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar

    matapelajaran matematika untuk kelas IV semester 2 yang tercantum di dalam

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Badan Nasional Satuan Pendidikan

    (BNSP), 2006, hlm. 33-34) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1

    Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk Materi Geometri Bangun

    Ruang dan Jaring-jaringnya Kelas IV

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    Geometri dan Pengukuran

    8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun

    datar

    8.1Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana

    8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus

    Sumber: Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI, BSNP Tahun 2006.

    B. Kemampuan Pemahaman Matematis

    Maulana (2011) mengatakan bahwa kemampuan matematika yang

    ditargetkan dalam kurikulum ialah pemahaman matematis, pemecahan masalah

    matematis, penalaran matematis, koneksi matematis, dan komunikasi matematis.

    Penelitian ini membahas mengenai kemampuan pemahaman matematis peserta

    didik pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya. Adapun

    pemfokusan terhadap bangun ruang sederhana didasarkan kepada hasil penelitian

    yang dilakukan oleh Soejadi (dalam Nur‟aeni, 2008, hlm. 2) yang menyebutkan

    antara lain.

    1. Peserta didik sukar mengenali dan memahami bangun-bangun geometri

    terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya, 2. Peserta didik sulit

    menyebutkan unsur-unsur bangun ruang, misal peserta didik menyatakan

    bahwa pengertian rusuk bangun ruang sama dengan sisi bangun datar.

    Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman peserta didik akan

    materi bangun ruang masih rendah. Peserta didik hanya mengenal bentuk dari

  • 19

    bangun ruang, tidak memahami mendalam sifat-sifat yang dimiliki dari bangun

    ruang tersebut. Hal tersebut dikarenakan pada proses pembelajarannya, guru

    kurang memberikan pembelajaran yang bermakna pada peserta didik dan pusat

    pembelajaran ialah guru (teacher centered). Sebenarnya pembelajaran dengan

    menerapkan teacher centered tidak terlalu buruk, hanya pada peserta didik yang

    tidak memiliki kemampuan mendengar dan menyimak yang baik akan kesulitan

    untuk mengikuti pembelajaran, terlebih ketika karakteristik peserta didik yang

    diajar tersebut cepat bosan dengan sistem pembelajaran yang berpusat pada guru.

    Menurut Sanjaya (dalam Mediaharja, 2012) pemahaman adalah kemampuan

    peserta didik yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, yang tidak

    hanya sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi

    mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,

    memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai

    dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Adapun kemampuan pemahaman

    matematis ialah kemampuan yang dimiliki seseorang ketika ia dapat menjelaskan

    kembali maksud dari suatu informasi yang berhubungan dengan matematika

    dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti, serta mampu memikirkan strategi

    penyelesaian masalah yang berhubungan dengan matematika. Pada saat

    pembelajaran, peserta didik harus diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi

    sendiri materi yang sedang dipelajari dengan menggunakan benda-benda konkret.

    Dengan begitu pembelajaran akan lebih bermakna.

    Kemampuan pemahaman matematis memiliki beragam jenis menurut para

    ahli, jenis-jenis tersebut dapat dikembangkan menjadi indikator. Polya (dalam

    Maulana, 2011, hlm. 53-54) mengatakan bahwa kemampuan pemahaman

    matematik terdiri dari empat tahap, yaitu:

    1. Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh kemampuan mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana.

    2. Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa.

    3. Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran suatu rumus atau teorema.

    4. Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran tanpa ragu-ragu sebelum menganalisis lebih lanjut.

  • 20

    Kemampuan pemahaman menurut Pollatsek yakni pemahaman

    komputasional dan pemahaman fungsional telah dijelaskan pada Bab I. Sementara

    Skemp (dalam Maulana, 2011, hlm. 54) mengklasifikasikan pemahaman ke dalam

    dua jenis, yaitu.

    1. Pemahaman instrumental, dengan ciri hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan

    sederhana, dan melakukan pengerjaan hitung secara algoritmik.

    2. Pemahaman relasional, yakni mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, atau suatu prinsip dengan prinsip lainnya.

    Beragam jenis pemahaman matematis menurut para ahli di atas tidak akan diteliti

    seluruhnya, namun penelitian ini membatasi jenis pemahaman matematis menurut

    Pollatsek.

    C. Teori yang Mendukung Pendekatan Generatif, Kemampuan

    Pemahaman Matematis dan Pengajaran Geometri di SD

    Menurut Orton (dalam Pitajeng, 2006, hlm. 27) „Untuk mengajar matematika

    diperlukan teori, yang digunakan antara lain untuk membuat keputusan di kelas‟.

    Selain itu, teori belajar juga diperlukan untuk mengobservasi tingkah laku peserta

    didik dalam pembelajaran. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari faktor-

    faktor yang mempengaruhi keberhasilan seorang guru dalam menentukan suatu

    pendekatan yang tepat digunakan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif

    dan menyenangkan, selain tentunya bermakna. Penjelasan tersebut menunjukkan

    bahwa seorang guru harus memahami teori belajar yang disesuaikan dengan

    jenjang pendidikan peserta didik.

    Penelitian ini membahas mengenai salahsatu pendekatan yang dapat

    digunakan dalam pembelajaran matematika yakni pendekatan generatif, dan

    pengaruhnya terhadap kemampuan pemahaman matematis dalam materi bangun

    ruang sederhana dan jaring-jaringnya. Berikut beberapa teori belajar yang

    melandasi ketiganya.

    1. Teori Belajar Jean Piaget

    Piaget (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010) terkenal dengan teori

    perkembangan mentalnya, bahwa perkembangan mental setiap orang melewati

    empat tahap. Adapun tahapan-tahapannya dipaparkan di halaman selanjutnya.

  • 21

    a. Tahap sensori motor

    Tahap sensori motor dimulai dari anak lahir sampai sekitar umur 2 tahun.

    Adapun ciri dari tahap sensori motor menurut pendapat Maulana (2011, hlm. 70)

    ialah sebagai berikut.

    1) Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya. 2) Anak berpikir/belajar melalui perbuatan dan gerak. 3) Anak belajar mengaitkan simbol benda dengan benda konkretnya, hanya

    masih sukar. Misal: mengaitkan penglihatan mentalnya dengan

    penglihatan real dari benda yang disembunyikan.

    4) Mulai mengotak-atik benda.

    b. Tahap pra operasional

    Tahap ini berada pada rentang umur 2-7 tahun. Perkembangan kemampuan

    pada tahap ini yaitu anak dapat menggunakan simbol-simbol untuk

    menggambarkan objek yang ada di sekitarnya, menggunakan bahasa untuk

    menyatakan ide yang ada dalam pikirannya melalui kalimat pendek yang mereka

    ucapkan, selain itu anak sudah dapat melakukan peniruan.

    c. Tahap operasional konkret

    Tahap ini berada pada rentang umur 7-11 tahun. Menurut Maulana (2011,

    hlm. 73), “Selama tahap ini anak mengembangkan konsep dengan menggunakan

    benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dan model-model ide abstrak”.

    Penggunaan benda-benda konkret sangat diperlukan untuk membuat anak paham

    mengenai sesuatu hal. Selain itu, anak yang ada dalam tahap operasional konkret

    sudah mampu melihat sudut pandang orang lain dan mengetahui mana benar dan

    mana salah. Anak juga mulai senang untuk membuat benda bentukan.

    d. Tahap operasional formal

    Tahap ini ada pada umur 11-dewasa. Anak sudah dapat berpikir secara

    abstrak, tidak lagi memerlukan bantuan media konkret dalam upaya membuat

    dirinya paham akan sesuatu hal, dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan

    kemudian menyelesaikan masalah.

    Lebih lanjut, Piaget (dalam Pitajeng, 2006, hlm. 28) juga menyebutkan bahwa

    „Perkembangan belajar matematika anak melalui empat tahap yaitu tahap konkret,

    semi konkret, semi abstrak, dan abstrak‟. Pada tahap konkret peserta didik usia

    SD harus mendapatkan suatu pengalaman belajar secara langsung, mereka harus

  • 22

    mencoba sendiri apa yang sedang mereka pelajari atau guru memanipulasi objek-

    objek konkret untuk peserta didik. Pada tahap semi konkret, peserta didik sudah

    tidak memerlukan suatu manipulasi objek tetapi hanya diberikan gambaran materi

    yang sedang dipelajari. Pada tahap semi abstrak, peserta didik akan masuk ke

    dalam pemanipulasian simbol atau notasi matematika pada objek-objek konkret

    tersebut sebagai langkah awal mereka untuk mampu berpikir abstrak, sedangkan

    pada tahap abstrak, peserta didik sudah dapat membaca notasi matematika dan

    sudah tidak memerlukan pemanipulasian objek.

    Pendekatan generatif juga memperhatikan perkembangan mental peserta

    didik. Adanya tahap pengungkapan ide yang dibantu dengan penggunaan media

    pembelajaran yang dibuat konkret bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik

    yang masih dalam tahap operasional konkret. Tahapan-tahapan pembelajaran

    dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan generatif juga memfasilitasi

    peserta didik untuk mengotak-atik media pembelajaran guna menemukan sendiri

    konsep materi yang sedang dipelajari.

    2. Teori Belajar David Ausubel

    Sejalan dengan teori belajar Piaget, teori belajar Ausubel juga terkenal

    dengan konsep belajar bermaknanya. Ausubel (dalam Suwangsih & Tiurlina,

    2010) berpendapat mengenai bahan pelajaran yang diberikan untuk peserta didik

    haruslah yang bermakna, artinya bahan yang dipelajari itu harus sesuai dengan

    kemampuan peserta didik dan harus relevan dengan struktur kognitif yang

    dimiliki oleh peserta didik. Oleh karenanya dalam melakukan pengajaran,

    seorang guru haruslah mengaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki

    oleh struktur kognitif peserta didik, sehingga konsep-konsep baru yang dipelajari

    benar-benar terserap dalam otaknya dan tersimpan dalam memori jangka

    panjang.

    Menurut Ausubel (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010) antara belajar

    menemukan dengan menerima itu berbeda. Pada belajar menemukan, peserta

    didik sendiri yang menemukan konsep yang sedang dipelajari, sedangkan belajar

    menerima, peserta didik tidak menemukan secara langsung konsep yang sedang

    dipelajari melainkan diberikan oleh guru dan peserta didik tinggal

    menghapalkannya. Belajar menemukan akan membuat pembelajaran menjadi

  • 23

    bermakna karena materi yang telah diperolehnya akan dikembangkan kembali

    oleh mereka sendiri dalam situasi lain sehingga mereka lebih bisa mengerti.

    Kaitan antara pendekatan generatif dengan teori Ausubel ialah pada proses

    kebermaknaan belajar. Keduanya sama-sama mewujudkan proses kebermaknaan

    belajar dengan cara mengaitkan konsep materi yang akan dipelajari dengan

    konsep pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik. Selain

    itu, proses pembelajaran yang membimbing dan mengarahkan agar peserta didik

    menemukan konsep materi juga yang membuat pendekatan generatif memiliki

    kaitan erat dengan teori Ausubel. Keterkaitan-keterkaitan tersebutlah yang

    menjadikan alasan bahwa teori Ausubel salahsatu teori yang melandasi

    pendekatan generatif.

    3. Teori belajar Jerome Bruner

    Bruner (dalam Ruseffendi, 1992, hlm. 109) menjelaskan bahwa „Belajar

    matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-

    konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan di

    samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur‟. Teori

    Bruner sejalan dengan Teori Ausubel bahwa dalam pembelajaran hendaknya

    menerapkan konstruktivisme pada peserta didik. Dalam pandangan

    konstruktivisme, cara memperoleh akan lebih sering diingat daripada cara

    menghapal, meskipun hapalan juga penting untuk diterapkan. Pendapat Bruner

    (dalam Amelia, 2010, hlm. 36) mengenai teorema konstruktivisme tersebut yakni

    „Dalam teori konstruksi cara berpikir terbaik bagi seorang anak untuk belajar

    konsep dan prinsip adalah dengan mengkonstruksikan konsep dan prinsip itu‟.

    Selain itu, Bruner (dalam Ruseffendi dkk, 1992) juga menyatakan bahwa

    peserta didik melewati 3 tahap pada proses belajarnya, yaitu:

    a. Tahap Enaktif

    Dalam tahap ini peserta didik dilibatkan dalam pemanipulasian objek dengan

    tujuan agar peserta didik memiliki pengalaman belajar dengan benda-benda

    konkret dan dapat lebih memahami konsep dari materi yang diajarkan.

    b. Tahap Ikonik

    Pada tahap ini, peserta didik sudah mulai bisa untuk membayangkan objek-

    objek berkat pemanipulasian yang telah ia mainkan. Misalnya, cukup hanya

  • 24

    menunjukkan sebuah gambar atau sajian grafik dan penjelasan singkat, maka

    peserta didik sudah mampu menggambarkan grafik tersebut.

    c. Tahap Simbolik

    Dalam tahap ini peserta didik sudah mulai dapat menuliskan simbol atau

    notasi matematika pada objek-objek tertentu tanpa ketergantungan terhadap objek

    real/konkret.

    Sama halnya dengan kaitan teori Ausubel, kaitan antara pendekatan generatif

    dengan teori Bruner ialah bagaimana pengetahuan harus dikonstruks sendiri oleh

    peserta didik dengan mengaitkan informasi baru itu dengan informasi

    pengetahuan yang sudah ada sebelumnya di otak. Teori Bruner dan pendekatan

    generatif juga mementingkan pemberian konsep dan struktur-struktur yang

    termuat dalam pokok bahasan. Pada tahap awal pendekatan generatif, yaitu tahap

    orientasi dan pengungkapan ide, pembelajaran akan difokuskan untuk

    membimbing peserta didik menemukan struktur-struktur yang termuat dalam

    pokok bahasan. Pembelajaran dalam penelitian ini juga memperhatikan tiga tahap

    proses belajar yang mana peserta didik masuk ke dalam tahap enaktif yang masih

    membutuhkan pemanipulasian benda-benda konkret dalam belajar. Adanya media

    pembelajaran yang digunakan mengacu kepada tahap enaktif pada teori Bruner,

    dan tahap operasional konkret pada teori Piaget.

    4. Teori belajar Van Hiele

    Teori belajar Van Hiele ialah teori belajar yang menguraikan tahap-tahap

    perkembangan mental peserta didik dalam mempelajari geometri. Van Hiele

    (dalam Pitajeng, 2006) mengatakan bahwa terdapat lima tahapan belajar peserta

    didik dalam mempelajari geometri, yaitu sebagai berikut.

    a. Tahap pengenalan

    Tahap ini ialah ketika peserta didik sudah mengenal bentuk bangun ruang,

    seperti bangun ruang kubus, balok dan sebagainya. Namun, tahap pengenalan

    pada peserta didik hanya sampai melakukan pengamatan terhadap bentuk bangun

    ruang saja.

    b. Tahap analisis

    Pada tahap ini, peserta didik sudah mulai mempelajari sifat-sifat dari bangun

    ruang. Penganalisisan yang dilakukan peserta didik bisa dilakukan melalui

  • 25

    pengamatan, pada tahap analisis peserta didik sudah mampu menganalisis sifat-

    sifat bangun kubus seperti memiliki 6 sisi yang besarnya sama, 12 rusuknya sama

    panjang dan sudah dapat membedakan bangun kubus dengan balok berdasarkan

    ciri-ciri sifatnya.

    c. Tahap pengurutan

    Tahap ini ialah ketika peserta didik sudah mampu menarik kesimpulan, atau

    kata lainnya ialah sudah bisa berpikir deduktif, meskipun kemampuan ini belum

    sepenuhnya berkembang. Pada tahap ini peserta didik telah dapat mengklasifikasi

    dan menggeneralisasi sifat-sifat, sudah mengenal bentuk-bentuk geometri,

    memahami sifat-sifatnya, dan juga sudah mampu untuk mengurutkan bentuk-

    bentuk geometri yang satu sama lain saling berhubungan.

    d. Tahap deduksi

    Dalam tahap ini peserta didik sudah dapat menarik kesimpulan secara

    deduktif. Ia telah mengerti unsur tak terdefinisi seperti titik dan garis memiliki

    peranan yang penting di samping unsur yang terdefinisikan.

    e. Tahap akurasi

    Tahap ini peserta didik sudah mulai menyadari pentingnya ketepatan dari

    prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan

    tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karenanya tidak heran jika

    terdapat peserta didik yang masih belum sampai pada tahapan ini.

    Penelitian ini berfokus kepada materi bangun ruang dan jaring-jaringnya,

    karena itulah pembelajaran dalam penelitian ini juga dilandaskan pada teori Van

    Hiele. Tahapan-tahapan generatif yang akan diterapkan dalam pembelajaran juga

    mengacu kepada tahapan-tahapan dalam Teori Van Hiele.

    D. Bangun Ruang Sederhana dan Jaring-jaringnya

    Bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya ialah materi matematika yang

    menjadi perhatian dalam penelitian ini. Alasan memilih materi bangun ruang dan

    jaring-jaringnya ialah karena materi matematika ini mudah untuk dibuatkan

    media konkret untuk membantu peserta didik mencapai pemahaman matematis.

    Selain itu, terdapat banyaknya bentuk-bentuk bangun ruang yang ada di sekitar

    peserta didik, makin memudahkan guru dalam proses pembelajaran.

  • 26

    Bangun ruang disebut juga bangun tiga dimensi. Bangun ruang merupakan

    sebuah bangun yang memiliki ruang yang dibatasi oleh beberapa sisi, sedangkan

    jaring-jaring ialah susunan bangun datar yang membentuk bangun ruang. Dalam

    penelitian ini sifat-sifat dari bangun ruang difokuskan pada panjang rusuk, bentuk

    daerah sisi, dan titik sudut.

    Sisi adalah bidang-bidang yang membatasi kubus. Rusuk ialah garis-garis

    yang merupakan pertemuan dua sisi. Titik sudut adalah titik pertemuan dari tiga

    buah rusuk pada bangun ruang.

    1. Kubus

    Gambar 2.1

    Bangun Kubus

    Nama bangun ruang di atas ialah kubus ABCD.EFGH. Kubus ialah sebuah

    bangun ruang yang dibatasi oleh enam persegi yang berukuran sama. Kubus

    memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

    a. Memiliki 8 titik sudut yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H

    b. Memiliki 12 rusuk yang sama panjang, rusuk AB = rusuk BC = rusuk CD =

    rusuk AD = rusuk BF = rusuk AE = rusuk CG = rusuk DH= rusuk GH =

    rusuk GF = rusuk FE = rusuk HE

    c. Memiliki 6 buah sisi berbentuk persegi yang saling kongruen yaitu ABCD,

    EFGH, ABFE, DCGH, BCGF, dan ADHE

    2. Balok

    Balok adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tiga pasang

    persegi atau persegipanjang, dengan terdapat minimal satu pasang di antaranya

    berukuran berbeda. Bentuk balok dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan

    G H

    E F

    D C

    B A

  • 27

    sekitar, seperti kardus-kardus pembungkus barang. Berikut contoh gambar bangun

    balok.

    H G

    E

    A B

    Gambar 2.2

    Bangun Balok

    Balok memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

    a. Memiliki 8 titik sudut A, B, C, D, E, F, G, dan H.

    b. Memiliki 12 rusuk, rusuk yang sejajar memiliki panjang yang sama,

    sehingga,

    Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC

    Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD

    Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH

    c. Memiliki 6 buah sisi berbentuk persegipanjang, dengan sisi yang berhadapan

    sama besar, sehingga,

    sisi ABCD = sisi EFGH

    sisi ABFE = sisi CDGH

    sisi BCGF = sisi ADHE

    3. Persamaan sifat-sifat bangun kubus dan balok

    a. Memiliki jumlah sisi yang sama yaitu 6 buah.

    b. Memiliki jumlah rusuk yang sama yaitu 12 rusuk.

    c. Memiliki jumlah titik sudut yang sama yaitu 8 buah.

    4. Perbedaan sifat-sifat bangun kubus dan balok

    Tabel 2.2

    Perbedaan Sifat-sifat Bangun Kubus dan Balok

    Kubus Balok

    Setiap rusuk memiliki ukuran panjang yang

    sama

    Ukuran panjang rusuknya berbeda.

    Setiap sisi memiliki ukuran luas yang sama. Pasangan sisi yang saling berhadapan sama

    luasnya

    Semua sisi berbetuk persegi Bentuk sisi persegipanjang, namun ada yang

    sebagian persegi

    F D

    C

  • 28

    5. Jaring-jaring kubus

    Jaring-jaring kubus ialah susunan bangun datar persegi yang jika dilipat

    menurut ruas-ruas garis pada dua persegi yang berdekatan akan membentuk

    bangun kubus. Jaring-jaring bangun kubus terdiri atas enam buah persegi.

    Pembelajaran jaring-jaring dalam penelitian ini dengan cara membuka sisi-

    sisinya. Guru menyiapkan kubus satuan yang terbuat dari karton, kemudian guru

    meminta peserta didik untuk memotong sepanjang garis tepi kotak, namun dengan

    syarat tidak boleh ada bagian yang terputus. Seperti pada gambar di halaman

    selanjutnya.

    Gambar 2.3

    Ilustrasi Pemotongan Bangun Kubus

    Setelahnya, peserta didik diminta untuk menggambarkan hasil pemotongan

    tersebuh dan menunjukkannya kepada peserta didik lainnya agar yang lain

    mengetahui bahwa kubus memiliki lebih dari satu jaring-jaring. Berikut ini adalah

    beberapa model-model jaring-jaring kubus.

    Gambar 2.4

    Jaring-jaring Kubus

  • 29

    6. Jaring-jaring balok

    Jaring-jaring balok ialah gabungan dari beberapa persegipanjang dan persegi

    yang membentuk balok. Balok memiliki 54 model jaring-jaring yang merupakan

    hasil pengembangan dari jaring-jaring kubus. Sama hal nya dengan pembelajaran

    kubus, pembelajaran jaring-jaring balok juga dilakukan dengan cara membuka

    sisi-sisi tiap bangun balok. Di bawah ini dapat dilihat ilustrasi pemotongan

    bangun ruang balok.

    Gambar 2.5

    Ilustrasi Pemotongan Bangun Balok

    Di bawah ini adalah beberapa contoh jaring-jaring balok tersebut.

    Gambar 2.6

    Jaring-jaring Balok

    E. Pendekatan Pembelajaran Konvensional Ekspositori

    1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Konvensional Ekspositori

    Selain menggunakan pendekatan generatif, penelitian ini juga menggunakan

    pendekatan konvensional di kelas yang berbeda yaitu di kelas kontrol. Hasil dari

  • 30

    penerapan pendekatan di dua kelas tersebut, nantinya akan dibandingkan.

    Pendekatan konvensional dalam penelitian ini ialah pendekatan yang biasa

    dilakukan guru pada saat mengajar, yakni pendekatan konvensional dengan

    metode ekspositori. Menurut Sanjaya (2006) metode pembelajaran ekspositori

    ialah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi

    secara verbal dari seorang guru kepada kelompok peserta didik dengan maksud

    agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Jadi metode

    ekspositori lebih menekankan kepada proses menjelaskan materi secara ceramah,

    bertanya jawab dan kemudian pemberian latihan soal yang dapat dilakukan

    secara individu ataupun kelompok.

    2. Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional Ekspositori

    Pada pelaksanaannya, pendekatan konvensional ekspositori memiliki

    tahapan-tahapan. Sanjaya (2006) berpendapat bahwa secara garis besar tahapan-

    tahapan pendekatan konvensional ekspositori terdiri dari tahap persiapan, tahap

    penyajian, tahap korelasi, tahap menyimpulkan, dan tahap pengaplikasian.

    Adapun penjelasan mengenai tahapannya ialah sebagai berikut.

    a. Tahap persiapan

    Tahap ini ialah tahap untuk mempersiapkan peserta didik untuk belajar.

    Pemberian motivasi diberikan pada tahap ini bertujuan agar peserta didik

    memiliki minat untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu, dan pada tahap ini pula

    guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang terbuka dan menyenangkan

    untuk menarik minat peserta didik agar semangat belajar.

    b. Tahap penyajian

    Penyajian materi dilakukan oleh guru dengan cara menjelaskan konsep

    kepada peserta didik yang dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Jika dilakukan

    secara lisan, maka yang perlu diperhatikan ialah intonasi suara dan penggunaan

    bahasa serta tak lupa gaya penyampaian guru yang menyenangkan agar terhindar

    dari kebosanan dan mengantuk.

    c. Tahap menghubungkan

    Tahap menghubungkan ialah tahap yang dilakukan guru melalui tanya jawab

    dengan peserta didik. Hal itu dimaksudkan untuk menyamakan pemahaman

  • 31

    peserta didik terhadap suatu materi dengan pemahaman yang seharusnya mereka

    mengerti. Pada tahap ini juga terdapat pengaitan materi yang sedang dipelajari

    dengan kehidupan sehari-hari dan materi yang sudah peserta didik pelajari

    sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kemampuan

    pemahaman peserta didik terhadap materi.

    d. Tahap menyimpulkan

    Tahap ini dilakukan dengan mengulang inti-inti materi pelajaran dan

    melakukan tanya jawab terhadap materi. Tahap menyimpulkan dalam peneltian

    ini terdapat sebelum peserta didik diberikan latihan-latihan soal. Biasanya

    dilakukan oleh guru dengan membimbing peserta didik untuk mengulang materi

    yang sudah tersampaikan. Pengulangan tersebut dilakukan agar tidak terjadi

    kesalahan pemahaman tentang materi yang diajarkan, dan agar peserta didik tetap

    fokus pada materi yang sedang dipelajari hari itu.

    e. Tahap pengaplikasian

    Tahap pengaplikasian ialah tahap pemberian latihan soal kepada peserta didik

    yang dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman peserta didik

    pada waktu menyimak konsep pelajaran yang diberikan oleh guru.

    3. Keunggulan Pendekatan Konvensional Ekspositori

    Pendekatan konvensional tidak selamanya buruk untuk diterapkan, asalkan

    guru mampu mengomptimalkan kinerja selama mengajar dengan pendekatan ini.

    Pendekatan konvensional dengan metode ekspositori juga memiliki keunggulan

    dan kelemahan. Menurut Sakdiah (2012) keunggulan dari pendekatan ini adalah

    guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi yang akan diajarkan, waktu

    yang dimiliki dapat disesuaikan sehingga biasanya guru yang menggunakan

    pendekatan konvensional ekspositori tidak akan terlalu bermasalah dengan waktu

    mengajar, dapat diterapkan dalam kelas dengan jumlah peserta didik yang besar,

    dan peserta didik dapat mendengar langsung penjelasan materi dari guru.

    4. Kelemahan Pendekatan Konvensional Ekspositori

    Adapun kelemahan pendekatan konvensional ekspositori masih menurut

    Sakdiah (2012) ialah hanya dapat dilakukan pada peserta didik yang memiliki

    kemampuan mendengar dan menyimak yang baik, sulit mengembangkan

  • 32

    kemampuan dan bakat peserta didik, gaya komunikasi hanya terjadi satu arah

    yang didominasi oleh guru, sehingga beresiko menimbulkan kebosanan bahkan

    mengantuk pada peserta didik. Adapun sintaks tahapan pendekatan konvensional

    ekspositori terhadap materi bangun ruang sederhana dapat dilihat pada Tabel 2.3

    yang ada di halaman selanjutnya.

    Tabel 2.3

    Sintaks Pembelajaran Bangun Ruang dengan Pendekatan Konvensional

    Ekspositori

    Kegiatan

    Pembelajaran

    Tahapan Pendekatan

    Konvensional Ekspositori

    Kegiatan yang Dilakukan

    Kegiatan Awal Tahap Persiapan 1. Guru melakukan apersepsi materi

    pelajaran melalui tanya jawab bangun

    ruang yang sering peserta didik temui

    di lingkungan sekitar mereka.

    2. Guru mengingatkan peserta didik

    terhadap materi bangun datar sebagai

    bangun yang membentuk bangun

    ruang.

    3. Guru menjelaskan tujuan dan langkah

    pembelajaran.

    Kegiatan Inti Tahap penyajian 4. Guru menyampaikan materi bangun

    ruang dengan cara ceramah.

    Tahap menyambungkan 5. Guru melakukan tanya jawab terhadap

    materi bangun ruang yang sudah

    diberikan guru dan meminta contoh

    dari materi dalam kehidupan sehari-

    hari, agar pemahaman peserta didik

    semakin meningkat.

    Tahap menyimpulkan 6. Guru mengulang inti-inti materi

    pelajaran tentang bangun ruang

    bersama dengan peserta didik.

    Tahap Aplikasi 7. Guru memberikan latihan soal kepada

    peserta didik untuk dikerjakan

    kelompok.

    8. Guru dan peserta didik membahas

    latihan soal tersebut.

    Kegiatan Akhir 9. Guru melakukan refleksi pembelajaran

    dan mengambil manfaat pembelajaran.

    10. Guru menutup pembelajaran hari ini.

    F. Pendekatan Pembelajaran Generatif

    1. Pengertian dan Konsep Dasar Pendekatan Pembelajaran Generatif

    Pendekatan generatif dipilih karena pendekatan ini sesuai dengan materi yang

    akan diajarkan dan juga sesuai dengan kemampuan pemahaman matematis.

  • 33

    Menurut Hassard (dalam Lusiana, dkk. 2009, hlm. 30) „The generative learning

    model is a teaching sequence based on the view that knowledge is contructed by

    the learner‟, maksudnya pendekatan generatif adalah suatu pendekatan

    pembelajaran yang didasarkan pada suatu pandangan bahwa pengetahuan itu

    dikonstruksi oleh peserta didik sendiri atau yang disebut dengan pandangan

    kontrukstivisme.

    Pendekatan generatif yang dilakukan secara benar oleh guru, dapat

    mengembangkan minat peserta didik terhadap pelajaran sehingga mereka aktif.

    Menurut Waluya (2009, hlm. 22) “Intisari dari pendekatan generatif bahwa otak

    tidak menerima informasi dengan pasif melainkan justru juga aktif

    mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut kemudian membuat

    kesimpulan”. Proses konstruksi ini dilakukan dengan cara mengaitkan antara

    konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik dengan konsep yang

    akan mereka pelajari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wittrock (dalam

    Amelia, 2010, hlm. 37) bahwa “Model generatif adalah suatu model pembelajaran

    dimana siswa membangun pengetahuan (memperoleh pemahaman) dengan

    menghubungkan pengetahuan (pengalaman) yang telah ada sebelumnya dengan

    informasi yang baru”. Salahsatu kelebihan dengan adanya pengkonstruksian

    pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik, dapat membuat pembelajaran

    menjadi lebih efektif, karena peserta didik lah yang mencari, mempelajari

    langsung, dan menjelaskan konsep materi yang sedang dipelajari sedangkan guru

    sebagai fasilitator. Hal itu sejalan dengan pendapat Eugen dan Kauchak (dalam

    Yulianus, 2013) bahwa pembelajaran akan efektif jika peserta didik secara aktif

    dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan).

    Pendekatan generatif bertujuan untuk memperkenalkan konsep materi baru

    namun juga dapat memahami konsep materi baru tersebut terhadap apa yang telah

    mereka ketahui sebelumnya. Adapun karakteristik pendekatan generatif menurut

    Holil (2008) yaitu berpusat pada peserta didik, berlandasan teori konstruktivisme,

    peserta didik secara aktif membangun makna dari pembelajaran, pengajaran

    dimulai dari masalah-masalah kompleks untuk dipecahkan, adanya

    pengelompokkan peserta didik saat pembelajaran, dan didasarkan kepada

    pengalaman peserta didik

  • 34

    2. Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Generatif

    Menurut Osborne dan Wittrock (dalam Lusiana, dkk. 2009, hlm. 30) „Model

    pembelajaran generatif mempunyai empat tahapan, yaitu: (1) the preliminary step

    (tahap persiapan), (2) the focus step (tahap menfokuskan), (3) the challenge step

    (tahap tantangan), dan (4) the application step (tahap aplikasi)‟. Mengacu dari

    empat tahapan Osborne dan Wittrock yang dikutip oleh Lusiana, dkk., Waluya

    (2009) juga mengemukakan tahapan pembelajaran generatif menurut Osborne dan

    Wittrock, yaitu (1) tahap orientasi, (2) tahap pengungkapan ide, (3) tahap

    tantangan dan restrukturisasi, (4) tahap penerapan, dan (5) tahap melihat kembali.

    Selanjutnya, terdapat peneliti lain yang mengembangkan tahapan pendekatan

    generatif menurut Osborne dan Wittrock yaitu tahapan pendekatan generatif

    menurut Khalidin (dalam Hutapea, 2012) yang menyatakan bahwa langkah-

    langkah pendekatan generatif terdiri dari enam tahap, yakni tahap orientasi, tahap

    pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan, tahap

    melihat kembali, dan tahap generalisasi.

    Berdasarkan beberapa penjelasan tahapan generatif di atas, tahapan

    pendekatan generatif dalam penelitian ini menggunakan tahapan yang

    dikembangkan oleh Khalidin, sebab tahapan pendekatannya tertulis secara rinci

    namun tetap mengacu kepada empat tahapan menurut Osborn dan Wittrock.

    Tahap orientasi, dalam tahap ini peserta didik akan dijelaskan mengenai

    serangkaian kegiatan serta tujuan yang akan mereka laksanakan dalam

    pembelajaran. Guru melakukan tanya jawaba dengan peserta didik untuk akan

    mengetahui pengetahuan awal mereka mengenai materi yang akan dipelajari.

    Pengetahuan awal tersebut akan menjadi titik tolak pembelajaran yang akan

    dilakukan. Tahap ini juga tahap pemberian motivasi yang diberikan guru.

    Tahap pengungkapan ide yaitu tahap ketika guru memperkenalkan suatu

    materi kepada peserta didik dan melakukan tanya jawab mengenai materi tersebut.

    Dalam tahap ini guru bertugas membangkitkan motivasi peserta didik agar aktif

    merespon dan mengungkapkan ide mereka mengenai materi.

    Pada tahap tantangan dan restrukturisasi, peserta didik akan diberikan suatu

    tantangan. Untuk menemukan penyelesaian konteks masalah, guru membagi

    peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan peserta

  • 35

    didik dalam menyelesaikan soal-soal tantangan dari guru. Hal ini didasarkan pada

    pendapat menurut Slavin (Yulianus, 2013) yakni dalam proses pembelajaran

    peserta didik akan lebih mudah dalam memahami konsep-konsep yang sulit

    apabila mereka dapat saling mendiskusikannya bersama dengan teman-temannya.

    Pada tahap penerapan, peserta didik sudah menemukan cara penyelesaian

    masalah yang diberikan guru, lalu cara tersebut diterapkan untuk menyelesaikan

    masalah dengan kondisi soal yang lain. Tahap penerapan bisa juga dijadikan

    tahapan evaluasi dalam pembelajaran.

    Tahap melihat kembali, yaitu tahap ketika peserta didik sudah menyelesaikan

    soal-soal yang diberikan oleh guru, kemudian dilajutkan untuk saling memberikan

    koreksi mengenai pengerjaan mereka sendiri, sehingga mereka secara mandiri

    dapat mengetahui dimana kesalahan mereka.

    Tahap generalisasi, yaitu tahap ketika guru membimbing peserta didik untuk

    menarik generalisasi dari materi yang sudah dipelajari sekaligus membimbing

    peserta didik merangkum serta mengelaborasi pemahaman dan penguasaan

    peserta didik terhadap materi yang telah diperoleh.

    3. Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Generatif

    Menurut Imam (dalam Dika, 2013) kelebihan pembelajaran generatif antara

    lain (1) pembelajaran generatif memberikan peluang kepada peserta didik untuk

    belajar secara kooperatif, (2) merangsang rasa ingin tahu peserta didik, (3)

    meningkatkan keterampilan proses, (4) meningkatkan aktivitas belajar peserta

    didik, di antaranya dengan bertukar pikiran dengan peserta didik lainnya,

    menjawab pertanyaan dari guru melalui tahap pengungkapan ide, berani tampil

    untuk mempresentasikan hasil pengerjaannya bersama dengan teman sekelompok.

    Selain itu, menurut Hutapea (2012, hlm. 46)

    Langkah-langkah yang dikemukakan dalam pendekatan generatif sangat

    menguntungkan guru memahami cara berpikir siswa dan membantu

    memodifikasi jawaban siswa. Selain itu juga guru dapat mengetahui darimana

    dan bagaimana siswa memperoleh jawaban itu. Kesulitan siswa dalam

    memahami, mengkomunikasikan ide-ide matematis dan memecahkan

    masalah dapat dibantu/difasilitasi oleh guru.

  • 36

    Selain itu, pendekatan pembelajaran generatif juga dapat melatih tanggung

    jawab pada diri peserta didik untuk bekerjasama dan membantu teman satu

    kelompoknya yang mengalami kesulitan.

    4. Kekurangan Pendekatan Generatif

    Menurut Imam (dalam Dika, 2013) kekurangan yang terdapat dalam

    pendekatan generatif ialah memerlukan waktu yang relatif lama. Hal itu

    disebabkan pendekatan generatif mengharuskan peserta didik untuk membangun

    sendiri pengetahuan mereka, sehingga jika guru tidak membimbingnya

    ditakutkan adanya kesalahan konsep pada peserta didik. Oleh karenanya, jika

    ingin kekurangan ini dihindari, guru harus banyak berlatih menerapkan

    pendekatan generatif di kelas sehingga dapat belajar untuk menyesuaikan alokasi

    waktu yang tersedia dengan materi yang hendak diajarkan dan juga saling

    bertukar pikiran dengan sesama ahli pendidikan yang lebih memahami

    pendekatan pembelajaran generatif. Selain itu, guru dapat membimbing peserta

    didik dalam mengaitkan hubungan materi yang sedang dipelajari dengan materi

    sebelumnya yang ada pada tahap tantangan dan tahap pengungkapan ide agar

    tidak memakan waktu yang terlalu lama bagi peserta didik dalam menyelesaikan

    tugas-tugas dari guru.

    5. Sintaks Pembelajaran dengan Pendekatan Generatif

    Tahapan pembelajaran yang menjadi sintaks pendekatan generatif pada

    penelitian ini ialah tahapan-tahapan pendekatan generatif menurut Osborn dan

    Wittrock yang dikembangkan oleh Khalidin yakni, tahap orientasi, tahap

    pengungkapan ide, tahap tantangan dan restrukturisasi, tahap penerapan, tahap

    melihat kembali, dan tahap generalisasi.

    Ketujuh tahap itu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman

    matematis peserta didik pada materi bangun ruang sederhana dan jaring-

    jaringnya. Adapun dalam penelitian ini, tahap orientasi dan pengungkapan ide

    terdapat di kegiatan awal. Pada kegiatan inti, tahapan pembelajaran yang

    dilakukan ialah tahap tantangan & restrukturisasi, tahap penerapan, dan tahap

    melihat kembali, sedangkan pada kegiatan akhir ialah tahap generalisasi atau

  • 37

    menaruk kesimpulan. Penggambaran sintaks pembelajaran bangun ruang

    menggunakan pendekatan generatif dapat dilihat di bawah ini.

    Tabel 2.4

    Sintaks Pembelajaran Bangun Ruang dengan Pendekatan Generatif

    Tahapan

    Pembelajaran

    Tahapan Pendekatan

    Generatif

    Kegiatan yang dilakukan

    Kegiatan Awal Tahap Orientasi 1. Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan bentuk bangun ruang yang

    sering mereka temukan di lingkungan sekitar.

    2. Guru mengaitkan konsep materi yang akan dipelajari peserta didik dengan konsep dalam

    matematika yang sudah peserta didik pelajari

    sebelumnya.

    Tahap Pengungkapan Ide

    3. Guru melakukan tanya jawab secara mendalam mengenai konsep materi yang

    sudah peerta didik terima agar guru mampu

    mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan

    awal peserta didik melalui pengungkapan ide

    mereka, serta mengaitkannya dengan konsep

    yang akan mereka pelajari.

    Kegiatan Inti Tahap Tantangan dan

    Restruksturisasi

    1. Peserta didik dibagi dalam kelompok.

    2. Guru memberikan tantangan permasalahan yang akan dipecahkan oleh masing-masing

    kelompok. Tantangan yang diberikan ialah

    menganalisis sendiri sifat-sifat bangun ruang.

    3. Guru berkeliling, membimbing sekaligus mengawasi setiap kelompok untuk melakukan

    inquiry.

    4. Setelah waktu habis, siswa akan maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

    5. Guru mengarahkan peserta didik untuk aktif bertanya, memberikan pendapat, berkomentar

    dalam diskusi kelas.

    Tahapan Penerapan 6. Peserta didik dibagikan lembar soal mengenai materi hari ini untuk dikerjakan secara

    mandiri untuk menerapkan pemahaman

    mereka pada soal-soal.

    Tahapan Melihat

    Kembali

    7. Hasil pengerjaan lembar soal dibahas secara bersama-sama oleh guru, sehingga peserta

    didik dapat melihat kembali penjelasan

    jawaban yang benar, sehingga mereka dapat

    mempelajari kembali jawaban mereka dan

    jawaban yang benar.

    Kegiatan Akhir Tahapan Generalisasi 1. Mengarahkan peserta didik untuk menarik kesimpulan pembelajaran dan membuat

    intisari kesimpulan berdasarkan pada solusi

    peserta didik setelah diskusi kelas.

  • 38

    G. Hubungan Pendekatan Generatif dengan Kemampuan Pemahaman

    Matematis

    Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendekatan generatif cocok untuk

    meningkatkan kemampuan pemahaman matematis. Hal tersebut dapat dilihat dari

    pengertian menurut Waluya (2009) bahwa pendekatan generatif ialah pendekatan

    yang menjelaskan bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif melainkan

    justru juga aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi dan kemudian

    membuat kesimpulan dengan cara pengaitan antara pengetahuan yang sudah ada

    dalam struktur kognitif peserta didik dengan pengetahuan yang sedang mereka

    pelajari. Pengaitan tersebut, dilakukan tentu saja untuk membimbing peserta

    didik agar memahami secara mendalam tentang konsep suatu materi dalam

    jangka panjang. Hal itulah yang menjadikan pendekatan generatif cocok untuk

    meningkatkan kemampuan pemahaman matematis.

    Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada Bab I (hlm. 7) bahwa jenis

    pemahaman matematis yang akan digunakan ialah pemahaman menurut

    Pollatsek, yakni pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional.

    Pemahaman komputasional erat kaitannya dengan kemampuan peserta didik

    dalam mengingat materi dan mengaplikasikan konsep dalam penyelesaian

    masalah, sedangkan pemahaman fungsional erat kaitannya dengan pengaitan

    antar konsep pengetahuan. Kedua jenis kemampuan pemahaman ini kemudian

    dikembangkan menjadi indikator untuk menjadi petunjuk pencapaian pemahaman

    peserta didik terhadap materi bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya.

    H. Perbedaan Pendekatan Generatif dengan Pendekatan Konvensional

    Ekspositori

    Pendekatan generatif dan pendekatan konvensional ekspositori ialah

    pendekatan yang dapat diterapkan dalam melakukan pembelajaran dan

    merupakan dua pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini. Pada

    pendekatan generatif, karena pusat pembelajaran yaitu peserta didik, maka

    penyampaian materi dikonstruksi sendiri oleh peserta didik. Guru hanya bertugas

    sebagai moderator, fasilitator, motivator, manajer, dan evaluator. Berbeda dengan

    pendekatan konvensional yang menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran.

    Materi dipelajari oleh peserta didik dengan cara diberikan langsung oleh guru

  • 39

    dengan cara ceramah. Peserta didik tidak mengembangkan sendiri

    kemampuannya, sumber belajar hanya guru. Meskipun kelima tugas guru

    tersebut tetap ada dalam pendekatan konvensional ekspositori namun,

    penerapannya tidak begitu optimal. Adapun dalam penelitian ini, perbedaan

    penjelasan mengenai tahap-tahap pembelajaran antara pendekatan generatif

    dengan pendekatan konvensional ekspositori dapat dilihat pada Tabel 2.5 di

    bawah ini.

    Tabel 2.5

    Perbedaan Tahapan Pembelajaran Pendekatan Generatif dengan

    Pendekatan Konvensional

    Kegiatan Awal

    Tahapan

    Pendekatan

    Generatif

    Kegiatan Pembelajaran Tahapan

    Konvensional

    Ekspositori

    Kegiatan

    Pembelajaran

    1. Tahap Orientasi Guru melakukan apersepsi dan

    menyampaikan tujuan pembelajaran

    serta langkah-langkah

    pembelajaran.

    1. Tahap Persiapan Guru melakukan

    apersepsi dan

    menyampaikan

    tujuan pembelajaran

    serta langkah-

    langkah

    pembelajaran

    2. Tahap

    pengungkapan

    ide

    Guru mengaitkan konsep materi

    pelajaran dengan konsep terdahulu

    yang sudah peserta didik terima.

    Kegiatan Inti

    3. Tahap

    Tantangan dan

    restrukturisasi

    Guru membagi peserta didik ke

    dalam kelompok dan memberikan

    tantangan kepada tiap kelompok

    untuk menemukan konsep pelajaran

    yang sedang dipelajari.

    2. Tahap Penyajian Guru menjelaskan

    informasi materi

    secara lisan atau

    tulisan kepada

    peserta didik

    4. Tahap

    Penerapan

    Guru memberikan latihan soal

    sebagai bentuk penerapan dan

    penguatan pemahaman peserta

    didik terhadap materi pelajaran.

    Tahap penerapan ini dilakukan

    peserta didik secara individu.

    3. Tahap

    Menyambungkan.

    Guru melakukan

    tanya jawab dengan

    peserta didik

    mengenai materi

    pelajaran

    5. Tahap Melihat

    Kembali

    Guru melakukan koreksi bersama

    dengan peserta didik terhadap hasil

    pengerjaan latihan, sehingga

    masing-masing peserta didik dapat

    melihat kesalahan jawaban mereka

    4. Tahap

    menyimpulkan

    Guru mengulang

    inti-inti materi

    pelajaran untuk

    memastikan peserta

    didik benar-benar

    paham.

    5. Tahap aplikasi Guru memberikan

    latihan soal

    mengenai materi

    pelajaran.

    Kegiatan Akhir

    6. Tahap

    Generalisasi

    Guru membimbing peserta didik

    untuk menyimpulkan pembelajaran

    hari ini dan bertanya mengenai

    manfaat pembelajaran

  • 40

    I. Hasil Penelitian yang Relevan

    Hasil penelitian Lusiana dkk, dkk. (2009) yang berjudul “Penerapan Model

    Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pelajaran Matematika di Kelas X SMA

    Negeri 8 Palembang yang telah dianalisis, didapat temuan-temuan sebagai

    berikut.

    1. Pada tahap persiapan yang terdapat pada awal kegiatan inti, terlihat peserta

    didik memiliki banyak ide melalui serangkaian pertanyaan dari guru.

    Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, semakin banyak pula ide-ide

    yang diajukan oleh peserta didik.

    2. Pada tahap pemfokusan, motivasi belajar peserta didik terlihat ketika

    mengkonstruksi pengetahuannya melalui fasilitas belajar yang sudah guru

    siapkan seperti LKS.

    3. Pada tahap tantangan, terdapat sharing idea yaitu saat guru memberikan

    waktu untuk peserta didik saling berdiskusi.

    4. Pada tahap aplikasi, peserta didik jadi lebih mudah menggunakan konsep

    yang baru setelah mereka dapat mengaitkan sendiri hubungan antara konsep

    yang telah mereka pelajari dengan yang sedang dipelajari. 51

    Hasil yang diperoleh penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model

    pembelajaran generatif untuk pelajaran matematika di kelas X dapat

    meningkatkan ketuntasan belajar dari sebelumnya. Hal ini didasarkan pada hasil

    penelitian pada kelas eksperimen yaitu kemampuan prasyarat rata-rata 56,2

    dengan standar deviasi 21,2 setelah dilakukan penerapan model pembelajaran

    generatif menghasilkan rata-rata hasil belajar 76,3 dengan standar deviasi 15,2.

    Dilihat dari hasil belajar tersebut, berarti penerapan model pembelajaran generatif

    dikatakan berhasil.

    Hasil penelitian Chujaemah, dkk (2012) yang berjudul “Penggunaan

    Pendekatan Konstruktivisme dalam Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa

    Kelas IV Materi Bangun Ruang” didapat gambaran bahwa penggunaan

    pendekatan kontruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada

    materi bangun ruang di setiap siklusnya. Metode yang dilakukan ialah penelitian

    tindakan kelas pada peserta didik kelas IV. Peningkatan hasil yang disebutkan di

    atas dapat dilihat dari hasil pengerjaan soal-soal dalam bentuk tes tertulis di tiap

  • 41

    siklusnya. Pada nilai awal diperoleh nilai rata-rata kelas yaitu 52. Setelah

    dilakukan tindakan siklus I terjadi peningkatan menjadi 63,2 dan dengan tindakan

    siklus II terjadi peningkatan kembali menjadi 80, sedangkan pada siklus III terjadi

    peningkatan kembali menjadi 90. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan

    konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik terhadap materi

    bangun ruang di kelas IV. Meningkatnya hasil belajar peserta didik menunjukkan

    bahwa pemahaman peserta didik pada materi bangun ruang makin bertambah.

    Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme itu sejalan

    dengan pembelajaran menggunakan pendekatan generatif karena pendekatan

    generatif dilandasi oleh teori konstruktivisme. Oleh karenanya pendekatan

    generatif diharapkan dapat juga meningkatkan kemampuan pemahaman.

    Pada penelitian yang dilakukan Amelia (2010) dengan judul Pengaruh Model

    Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

    didapatkan hasil bahwa rata-rata kemampuan koneksi matematis peserta didik

    pada kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan generatif lebih tinggi

    dibandingkan dengan kemampuan koneksi matematis peserta didik yang

    menggunakan pendekatan konvensional. Metode yang digunakan ialah kuasi

    eksperimen pada di kelas X SMAN I Tirtayasa Serang.

    Pertemuan pertama pada kelas eksperimen, peserta didik yang pintar

    cenderung untuk mengerjakan latihan dari guru sendirian, sedangkan pada waktu

    untuk menjelaskan di depan teman-temannya, mereka tidak mau karena malu.

    Namun, pada pertemuan kedua dan ketiga sedikit demi sedikit perubahan terlihat,

    peserta didik sudah mau menyelesaikan latihan soal secara bersama-sama, sudah

    tidak malu lagi untuk tampil di depan kelas, sudah tidak malu lagi untuk bertanya

    atau mengajukan pendapat. Pembelajaran seperti ini berbeda dengan kelas yang

    memakai pendekatan konvensional, yang mana pada pertemuan satu sampai

    pertemuan tiga hanya didominasi oleh ceramah guru, akibatnya pembelajaran

    menjadi kurang efektif. Berdasarkan hasil tes kemampuan koneksi matematis

    peserta didik dapat diketahui bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan

    generatif memiliki rata-rata kemampuan koneksi matematika sebesar 48,94,

    sedangkan hasil tes kemampuan koneksi matematis peserta didik pada kelas

    kontrol yang memakai pendekatan konvensional memiliki rata-rata 33,59.

  • 42

    Diharapkan hasil peningkatan dengan menerapkan pendekatan generatif pada

    materi yang berbeda dapat juga meningkatkan pemahaman dan hasil rata-rata

    belajar peserta didik.

    J. Hipotesis

    Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Pembelajaran konvensional ekspositori dapat meningkatkan kemampuan

    pemahaman matematis peserta didik pada materi bangun ruang sederhana dan

    jaring-jaringnya.

    2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan generatif dapat

    meningkatkan kemampuan pemahaman matematis peserta didik pada materi

    bangun ruang sederhana dan jaring-jaringnya.

    3. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang

    mengikuti pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan dengan peserta

    didik yang mengikuti pembelajaran konvensional ekspositori pada materi

    bangun ruang sederhana dan jaring-jaring bangun ruang sederhana.