bab ii kajian teori 2.1 hakikat pembelajaran tematik

68
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik” diartikan sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya). Sedangkan menurut Hendro Darmawan (dalam Prastowo : 2013, 122) tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”. Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya)”. Dari uraian tersebut, istilah “tematik” dan “terpadu”, meskipun tampak berbeda tetapi memiliki orientasi yang sama pada proses penyatuan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajara terpadu yang di dasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak. Pembelajaran tematik terpadu berbeda dari pembelajaran berbasis unit pelajaran. Salah satu perbedaanya terletak pada peran guru. Dalam pembelajaran tematik terpadu, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam mendorong siswa untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan tema berdasarkan minat dan pengetahuan yang dimiliki. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Siwa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memcahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kreativitas sesuai dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan lainnya. Sekaligus dengan diterapkannya pembelajaran tematik, siswa diharapkan dapat belajar dan bermain dengan kreativitas yang tinggi.

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

6

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik”

diartikan sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti

“pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar

mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).

Sedangkan menurut Hendro Darmawan (dalam Prastowo : 2013,

122) tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai

lagu pokok”. Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur

menjadi satu, dan sebagainya)”.

Dari uraian tersebut, istilah “tematik” dan “terpadu”, meskipun

tampak berbeda tetapi memiliki orientasi yang sama pada proses

penyatuan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik

adalah salah satu model pembelajara terpadu yang di dasarkan pada

tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.

Pembelajaran tematik terpadu berbeda dari pembelajaran berbasis

unit pelajaran. Salah satu perbedaanya terletak pada peran guru. Dalam

pembelajaran tematik terpadu, guru berperan sebagai fasilitator dan

motivator dalam mendorong siswa untuk bersama-sama memilih dan

mengembangkan tema berdasarkan minat dan pengetahuan yang

dimiliki.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik

terpadu menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Siwa aktif

terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam

memcahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kreativitas sesuai

dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan

lainnya. Sekaligus dengan diterapkannya pembelajaran tematik, siswa

diharapkan dapat belajar dan bermain dengan kreativitas yang tinggi.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

7

Menurut Mamat (dalam prastowo : 2013, 126) dalam pembelajaran

tematik terpadu, belajar tidak semata-mata mendorong siswa untuk

mengetahui (learning to know), tetapi belajar juga untuk melakukan

(learning to do), untuk menjadi (learning to be), dan untuk hidup

bersama (learning to live together). Model pembelajaran tematik

terpadu juga lebih mengutamakan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu

melalui belajar yang menyenangkan (joyful learning) tanpa tekanan dan

ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa.

2.1.2 Prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Trianto (dalam Prastowo: 2013, 133) prinsip-prinsip

pembelajaran tematik terpadu dapat diklasifikasifikasikan sebagai

berikut:

a. Prinsip Penggalian Tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam

pembelajaran tematik terpadu. Artinya tema-tema yang saling

tumpang-tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam

pembelajaran. Dengan demikian, dalam penggalian tema

hendaklah memerhatikan beberapa persyaratan, antara lain:

1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah

dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.

2. Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih

untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar

selanjutnya.

3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan

psikologis anak.

4. Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat

anak.

5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-

peristiwa autentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

8

6. Tema yang dpilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum

yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).

7. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan

ketersediaan sumber belajar.

b. Prinsip Pengelolaaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu

menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru

harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator

dalam proses pembelajaran. Menurut Prabowo dalam Trianto

(2011: 155), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah

guru berlaku sebagai berikut:

1. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang

mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran.

2. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas

dalam detiap tugas yang menuntut adanya kerjasama

kelompok.

3. Guru perlu mengakomodasikan terhadap ide-ide yang

terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

c. Prinsip Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan.

Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak

dilakukan evaluasi. Maka dalam melaksanakan evaluasi di

pembelajaran tematik, maka dibutuhkan beberapa langkah positif,

antara lain:

1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan

evaluasi diri (self-evaluation/ self-assesment) disamping

bentuk evaluasi lainnya.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

9

2. Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi

perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria

keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

d. Prinsip Reaksi

Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi

perilaku secara sdar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan

belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu

merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai

secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi

terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak

mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang

utuh dan bermakna.

2.1.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Majid & Rochman (2014: 111), sebagai model

pembelajaran sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada

siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar

modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek

belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator

yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk

melakukan aktivitas belajar.

b. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langung

kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung

ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebgai

dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

10

c. Pemisah mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisah antar mata pelajaran menjadi

tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada

pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan

kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai

mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan

demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara

utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalamkehidupan

sehari-hari.

e. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat

mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata

pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan

siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

2.1.4 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Majid & Rochman (2014: 112), rambu-rambu

pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:

a. Tidak semua mata pelajaran harus disatukan.

b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas

semester.

c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus

dipadukan.

d. Kompetensi yang tidak dapat diintegrasikan dibelajarkan secara

tersendiri.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

11

e. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus

tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara

tersendiri.

f. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung, serta pemahaman nilai-nilai moral.

g. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan kerakteristik siswa,

lingkungan dan daerah setempat.

2.1.5 Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu

a) Rasional

Keberhasilan pembelajaran tematik integratif sangat

ditentukan oleh seberapa jauh pembelajaran terpadu direncanakan

dan dikemas sesuai dengan kondisi peserta didik: minat, bakat,

kebutuhan, dan kemampuan. Karena topik dan konsep yang ada

adalam silbaus sudah ditata atas pertimbangan ini, guru cukup

mengkaji topik/konsep dalam satu tema pemersatu, kemudian

memilih tema yang aktual dan dalam wilayah pengalaman siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan

beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup

kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan

tema, pengembangan silabus, dan penyususnan rencana

pelaksanaan pembelajaran.

b) Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilaukan untuk memperoleh gambaran

secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi

dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan

dalam tema yang dipilih.

Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu sebagai berikut:

1) Mempelajarai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang

terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

12

dengan mengidentifikasi komptensi dasar dari beberapa mata

pelajaran yang dipadukan. Setelah itu melakukan penetapan

tema pemersatu.

2) Menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan

dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari

beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema yang ada.

c) Menentukan Tema

Menurut Forganty & Hesty dalam (Majid: 2014: 99),

pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang

pengembangannya dimulai dengan menetukan topik tertentu

sebagai tema atau topik sentral. Setelah tema ditetapkan,

selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub –

sub tema dari bidang studi lain yang terkait.

Menurut Depdiknas dalam Majid (2014: 99), tema adalah

pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok

pembicaraan. Selanjutnya menurut Kunandar dalam Majid (2014:

99), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan

berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.

1) Cara penentuan tema

Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema

konseptual yang umum tetapi produktif, dapat pula ditetapkan

dengan mengasosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan

cara berdiskusi sesama siswa. Menurut Alwasilah dalam Majid

(2014: 100), menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari

konsep atau pokok bahasan yang ada di sekitar lingkungan

siswa. Oleh karena itu, tema dapat dikembangkan berdasarkan

minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari lingkungan

terdekat siswa, kemudian beranjak ke lingkungan terjauh siswa.

Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

13

Gambar 2.1 Ilustrasi Dalam Penentuan Tema

Sumber: Majid (2014)

Pengembangan Tema

Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam

menentukan tema yang akan dijadikan payung, yaitu:

a) Bersifat “fertil”, artinya tema tersebut memiliki

kemungkinan keterkaitan yang kaya dengan konsep lain.

Tema bersifat “fertil” ini biasanya berupa pola atau siklus.

b) Tema sebaiknya dikenal oleh siswa atau bersifat familier,

sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan

kebermaknaan dari hubungan antar – konsepnya.

c) Tema memungkinkan untuk dilakukannya eksplorasi dari

objek atau kejadian nyata dan dekat dengan lingkungan

keseharian siswa sehingga pengembangan pengetahuan

dana keterampilan dapat dilakukan. Selain itu juga, tema

yang diambil dari dunia nyata memungkinkan siswa

melakukan penerapan konsep serta memperoleh

pengalaman nyata.

Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub – sub

tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang – bidang

setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101), setelah

ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu atau payung

antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan pemetaan dengan

membagi habis semua kompetensi dasar dan indikator

Lingkungan Luar sekolah

Lingkungan Sekolah

Lingkungan Rumah

Lingkungan terdekat siswa

(jati diri siswa)

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

14

berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi dasar yang telah

dilakukan sebelumnya. Kemudian dibuat diagram kaitan

(jaringan) antara tema dengan kompetensi dasar dan indikator

dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini selanjutnya

dijabarkan dalam satuan pembelajaran yang memuat aktivitas

belajar siswa.

Dalam menetukan tema yang bermakna, kita harus

memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual,

pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil

belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema,

kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi

nyata, antara lain:

a) Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya

memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa

mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir

yang lebih tinggi.

b) Pengembangan keterampilan dan sikap, apakah tema yang

sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa.

c) Kesinambungan tema. Kath Murdock (1998) dalam

bukunya Classroom Connection-Strategies for Integrated

Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa

mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa

sebelum belajar tentang sesuatu yang baru.

d) Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber

pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber

dan materi, yaitu utama dan tambahan.

e) Terukur dan Terbukti. Guru juga perlu memperhatikan hasil

pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam

pembelajaran temarik.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

15

f) Kebutuhan Siswa. Dalam memilih tema, guru perlu

memperhatikan kebutuhan siswa apakah tema yang kita

pilih bisa menjawab kebutuhan siswa.

g) Keseimbangan Pemilihan Tema. Pembelajaran yang cocok

dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik.

Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa

mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih

tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa,

ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi

tema-tema lain bervariasi.

h) Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya

mengembangkan pengetahuan dan sikap siswa, tetapi juga

bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang

bermanfaat.

2) Prinsip Penentuan Tema

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa

prinsip yaitu:

a) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa

b) Dari mana yang termudah menuju yang sulit

c) Dari yang sederhana menuju ke yang kompleks

d) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak

e) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya

proses berpikir pada diri siswa

f) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan

perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan

kemampuannya.

3) Daftar Tema

Tema-tema pada kelas 3 SD meliputi:(1)Perkembangbiakan

hewan dan tumbuhan, (2) Perkembangan teknologi, (3)

Perubahan di alam, (4) Peduli lingkungan, (5) Permainan

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

16

tradisional, (6) Indahnya persahabatan, (7) Energi dan

perubahannya, (8) Bumi dan alam semesta.

d) Analisis SKL, KI, KD dan indikator

Berikut ini adalah tabel analisis SKL, KI dan KD tema

Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan subtema Perkembangan

Tumbuhan.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

17

Tabel 2.1 Analisis SKL, KI dan KD

Tema : Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan

Kelas : 3 Sekolah Dasar

Subtema : Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Aspek Kognitif

Aspek Standar

Kompetensi

Lulusan

Kompetensi Inti Kompetensi

Dasar

Lingkup

Materi

C1 C2 C3 C4 C5 C6 Teknik dan

Bentuk Instrumen

Penilaian

Sikap Pribadi yang

beriman,

berakhlak mulia, percaya

diri, dan

Beranggung

jawab dalam berinteraksi

secara efektif

dengan Lingkungan

sosial, alam

sekitar, serta

dunia dan peradabannya.

1. Menerima dan

menjalankan

ajaran agama yang

dianutnya.

2. Menunjukkan

perilaku jujur, disiplin,

tanggung

jawab, santun, peduli, dan

percaya diri

dalam

berinteraksi dengan

keluarga,

teman, guru dan tetangga.

2.2

Memiliki kedisiplinan dan

tanggung jawab

untuk hidup sehat serta merawat

hewan dan

tumbuhan melalui

pemanfaatan bahasa Indonesia

dan/atau bahasa

daerah

Pembinaan

sikap : Rasa ingin tahu,

peduli dan

tanggung jawab

√ Teknik Penilaian:

Non tes (pengamatan)

Bentuk Instrumen: Lembar

pengamatan

perkembangan

sikap (ketelitian dan rasa

ingin tahu)

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

18

Pengeta-

huan

Pribadi yang

menguasai

pengetahuan dan teknologi,

seni,

Budaya dan berwawasan

kemanusiaan,

kebangsaan, Kenegaraan,

dan peradaban.

3. Memahami

pengetahuan

faktual dengan cara

mengamati

(mendengar, melihat,

membaca) dan

menanya berdasarkan

rasa ingin tahu

tentang

dirinya, makhluk

ciptaan Tuhan

dan kegiatannya,

dan benda-

benda yang

dijumpainya di rumah dan di

sekolah.

4.3

Menyajikan suatu

bilangan sebagai jumlah, selisih,

hasil kali, atau

hasil bagi dua bilangan cacah

Teks tentang

cara

perkembang

biakan tumbuhan

Operasi

hitung

bilangan asli

Cara merawat

tumbuhan

Lisan :

hasil kreativitas

anak dalam menciptakan

berbagai jenis

pertanyaan dari mengobservasi

objek tertentu

menjawabpertany

aan yang diajukan guru

Produk :

- hasil

menggambar

- Laporan hasilpengamat

an

Performance:

- bercerita,

membaca cerita dan

teks sesuai

tema

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

19

Keteram-

pilan

Pribadi yang

berkemampuan

pikir dan tindakan yang

efektif

Dan kreatif dalam ranah

abstrak dan

konkret.

4. Pribadi yang

berkemampu-

an pikir dan tindakan yang

efektif dan

kreatif dalam ranah abstrak

dan konkret.

3.4

Mengemukakan

makna bersatu dalam

keberagaman di

lingkungan sekitar

4.1 Membuat karya

dekoratif

4.4 Menyajikan

laporan tentang

konsep ciri-ciri, kebutuhan

(makanan dan

tempat hidup),

pertumbuhan dan perkembangan

makhluk hidup

yang ada di lingkungan

setempat secara

tertulis menggunakan

kosakata baku

dan kalimat

efektif

Menyusun

laporan

pengamatan

perkembang-biakan

tumbuhan

Kolase

Tertulis:

Menulis Kalimat

tentang

tumbuhan dengan bahasa

yang benar

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

20

e) Keterhubungan tema kedalam Kompetensi Dasar dan indikator

Pemetaan keterhubungan tema dengan KD dan indikatr

dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tema-tema yang digunakan sebagai pengikat

keterpaduan berbagai mata pelajaran.

2. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas.

Karena pembelajaran tematik aalah keterpaduan berbagai mata

pelajaran yang diikat dengan tema, dalam pemetaan tema harus

dimulai dengan pemetaan mata pelajaran yang diajarka dikelas.

3. Mengidentifikasi Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang

diajarkan

4. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam indikator

5. Menganalisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan

indikator dari semua mata pelajaran yang diajarkan. Berikut ini

adalah tabel analisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan

indikator kelas 3 Sekolah Dasar

Tabel 2.2 Pemetaan Keterhubungan KD dan indikator ke dalam tema

Mata Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator

Tema

Perkembangbiakan

Hewan dan

Tumbuhan

Bahasa Indonesia 3.4

Mencermati dalam

teks tentang konsep

ciri-ciri, kebutuhan

(makanan dan tempat

hidup), pertumbuhan,

dan perkembangan

makhluk hidup yang

ada di lingkungan

setempat yang

disajikan dalam

bentuk lisan, tulis, dan

visual

Mengidentifikasi

pertumbuhan

dan

perkembangan

tumbuhan

Sub tema 4

Pertumbuhan dan

Perkembangan

Tumbuhan

4.4

Menyajikan laporan

tentang konsep ciri-

Menyusun

laporan cara

merawat

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

21

ciri, kebutuhan

(makanan dan tempat

hidup), pertumbuhan

dan perkembangan

makhluk hidup yang

ada di lingkungan

setempat secara

tertulis menggunakan

kosakata baku dan

kalimat efektif

tumbuhan

Pendidikan

Pancasila dan

Kewarganegaraan

3.4

Mengemukakan

makna bersatu dalam

keberagaman di

lingkungan sekitar

Mengidentifikasi

kegiatan kerja

sama di sekolah.

SBdP 4.1

Membuat karya

dekoratif

Mengidentifikasi

cara membuat

karya kolase

hasil

rancangan

sendiri.

Matematika 4.3

Menyajikan suatu

bilangan sebagai

jumlah, selisih, hasil

kali, atau hasil bagi

dua bilangan cacah

Menyelesaikan

soal pembagian.

f) Menetapkan Jaringan Tema KD/Indikator

Membuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi

dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema

tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar, dan

indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat

dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema. Berikut

ini adalah jarring tema kelas 3 sekolah dasar.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

22

Gambar 2.2 Jaringan Tema Perkembangbiakan Hewan dan

Tumbuhan

g) Penyusunan Silbus

1. Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau

kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar

kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, untuk

penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus

disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya berisikan

Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan

Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan

Sub tema 4 Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Bahasa Indonesia

1. Menuliskan cara perkembang-biakan tumbuhan

2. Menyusun laporan cara merawat tumbuhan

SBdP

1. Mengidentifikasi cara membuat karya kolase hasil

rancangan sendiri.

Matematika

1. Menyelesaikan soal pembagian.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

1. Mengidentifikasi kegiatan kerja sama di sekolah.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

23

Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber

Belajar.

2. Prinsip Pengembangan Silabus

a. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan

dalam silabus harus benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

b. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan

penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat

perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan

spiritual peserta didik.

c. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara

fungsional dalam pencapaian kompetensi.

d. Konsisten

Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara

kompetensi dasar, indicator, materi pokok/pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem

penilaian.

e. Memadai

Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup

untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

f. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan system penilaian memperhatikan

perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam

kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

g. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi

variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

24

yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara

itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau

memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini

dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercabut

dari lingkungannya.

h. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah

kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3. Pengembangan Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru mata

pelajaran secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah

sekolah (MGMPS) atau beberapa sekolah, kelompok

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di bawah koor

dinasi dan supervise Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota/Provinsi.

a. Sekolah dan Komite Sekolah

Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite

sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu,

sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan

teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait

seperti Balitbang Depdiknas.

b. Kelompok Sekolah

Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu

hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus

secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan

untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata

pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan di

pergunakan oleh sekolah tersebut.

c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah

yayasan bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini

dimungkinkan karena sekolah dan komite sekolah karena

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

25

sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus.

Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis

dari perguruan tinggi, LMPM, dan lembaga terkait seperti

Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.

d. Dinas Pendidikan

Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan

silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para

gur berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dalam

pengembangan silabus ini, sekolah, kelompok kerja guru,

atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari

perguruan tinggi, LMPM, atau unit utama terkait yang ada

di Departemen Pendidikan Nasional.

4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

a. Mengisi Identitas Silabus

Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas,

dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks

silabus.

b. Menuliskan Kompetensi Inti

Kompetensi inti merupakan terjemahan atau

operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus

dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada

satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,

gambaran mengenai kompetensi utama yang

dikelompokkan dalam aspek sikap, pengetahuan, dan

ketrampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus

dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas

dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan

kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan

soft skills.

KI dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait

yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

26

1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi

3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).

c. Menuliskan Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata

pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari

Kompetensi Inti. KD adalah konten atau kompetensi yang

terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang

bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta

didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan

memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan

awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran/tema.

Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar,

penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1) Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu

dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar.

2) Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran, dan

3) Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar antarmata pelajaran.

d. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus

dipertimbangkan:

1) Potensi peserta didik

2) Relevansi materi pokok dengan KI dan KD

3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual,

emosional, sosial, dan spiritual peserta didik

4) Kebermanfaatan bagi peserta didik

5) Struktur keilmuan

6) Kedalaman dan keluasaan materi

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

27

7) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan

tuntutan lingkungan

8) Alokasi waktu

Selain itu juga harus diperhatikan hal-hal berikut ini.

1) Kesahihan (validity): materi memang benar-benar

teruji kebenaran dan kesahihannya.

2) Tingkat kepentingan (significance): materi yang

diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh

siswa.

3) Kebermanfaatan (utility): materi tersebut

memberikan dasar-dasar pengetahuan dan

ketrampilan pada jenjang berikutnya

4) Layak dipelajari (learnability): materi layak

dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan

maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan

kondisi setempat.

5) Menarik minat (interest): materinya menarik

minat siswa dan memotivasinya untuk

mempelajari lebih lanjut.

e. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan

pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan

fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik

dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam

rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan

pembelajaran dapat terwujud melalui penggunaan

pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada

peserta didik. Berikut ini adalah kriteria dalam

mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain:

1) Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk

memberikan bantuan kepada para pendidik,

khususnya guru agar mereka dapat bekerja dan

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

28

melaksanakan proses pembelajaran secara

professional sesuai dengan tuntutan kurikulum.

2) Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas

satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.

3) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian

kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara

berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

4) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa

(student-centered). Guru harus selalu berpikir

kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa

memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.

5) Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa

pengetahuan sikap (termasuk karakter yang

sesuai), dan ketrampilan yang sesuai dengan KD.

6) Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas

memuat materi yang harus dikuasai untuk

mencapai Kompetensi Dasar.

7) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus

sesuai dengan hierarki konsep mata pelajaran.

8) Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan-

pengulangan pembelajaran materi tertentu).

9) Rumusan pernyataan dalam Kegiatan

Pembelajaran minimal mengandung dua unsur

penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan

pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek

belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan kal-

hal sebagai berikut:

1) Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari,

mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan,

di bawah bimbingan guru

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

29

2) Mencerminkan ciri khas dalam pengembangan

kemampuan mata pelajaran/tema

3) Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber

belajar dan sarana yang tersedia

4) Bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan

individu/peroangan, berpasangan, kelompok, dan

klasikal, dan

5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan

individual siswa seperti: bakat, minat,

kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-

ekonomi, dan budaya, serta masalah khusus yang

dihadapi siswa yang bersangkutan.

f. Merumuskan Indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai

oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup ranah

atau dimensi pengetahuan (kognitif), ketrampilan

(psikomotorik), dan sikap (afektif). Ranah kognitif meliputi

pemahaman dan pengembangan ketrampilan intelektual,

dengan tingkatan: ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi,

analisis, evaluasi dan kreasi. Indikator kognitif dapat dipilah

menjadi indikator produk dan proses. Ranah psikomotorik

berhubungan dengan gerakan sengaja yang dikendalikan

oleh aktivitas otak, umumnya berupa ketrampilan yang

memerlukan koordinasi otak dengan beberapa otot. Ranah

afektif meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan hal-hal

emosional seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme,

motivasi, dan sikap. Ranah afektif terentang mulai dari

penerimaan terhadap fenomena, tanggapan terhadap

fenomena, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau

karakterisasi. Berkaitan dengan hal ini, karakter merupakan

bagian dari indikator pada ranah afektif.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

30

Dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria

berikut ini.

1) Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa

indicator (lebih dari dua).

2) Indikator menggunakan kata kerja operasional

yang dapat diukur dan/atau diobservasi.

3) Tingkatan kata kerja dalam indikator lebih rendah

atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun

SK.

4) Prinsip pengembangan indikator sesuai dengan

kepentingan (Urgensi), kesinambungan

(Kontinuitas), kesesuaian (Relevansi) dan

Kontekstual.

5) Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan

tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk

pencapaian kompetensi yang merupakan

kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak

secara konsisten.

6) Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.

7) Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar.

8) Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan

sehari-hari (life skills).

9) Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil

belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan

psikomotor).

10) Memperhatikan sumber-sumber belajar yang

relevan.

11) Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat

diamati.

12) Menggunakan kata kerja operasional.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

31

g. Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk

memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan

hasil belajar siswa yang harus dilakukan secara sistematis

dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang

bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan

tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi dasar peserta

didik dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan

mencakup tiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif).

Perkembangan karakter peserta didik dapat dilihat pada saat

melakukan penilaian ranah afektif. Di dalam kegiatan

penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang

meliputi: a) teknik penilaian b) bentuk instrument dan c)

contoh instrument.

1) Teknik Penilaian

Teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk

memperoleh informasi mengenai proses dan produk

yang dihasilkann pembelajaran yang dilakukan peserta

didik. Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam

rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat

dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik non-tes.

Penggunaan tes dan non-tes dalam bentuk tulisan

maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil

karya berupa proyek atau produk, pengguaan portofolio,

dan penilaian diri.

Dalam melaksanakan penilain, penyusun silabus perlu

memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.

a) Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan

aspek-aspek yang akan dinilai sehingga

memudahkan dalam penyusunan soal.

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

32

b) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian

indikator.

c) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu

berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah

siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan

untuk menentukan posisi seseorang terhadap

kelompoknya.

d) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian

yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua

indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisasi

untuk menentukan kompetensi dasar yang telah

dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui

kualitas siswa.

e) Hasil penilaian dinalisis untuk menentukan tindak

lanjut. Pada bagian indikator yang belum tuntas

perlu dilakukan kegiatan remedial.

f) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan

berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan

psikomotor dengan menggunakan berbagai model

penilaian, baik formal maupun nonformal secara

berkesinambungan.

g) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan

penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa

dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-

bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai

akuntabilitas publik.

h) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian

kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan

melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang

harus dan telah dicapai disertai dengan peta

kemajuan hasil belajar siswa.

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

33

i) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian,

hasilnya akan memberikan gambaran mengenai

perkembangan pencapaian kompetensi.

j) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan

(direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna

mendapatkan gambaran yang utuh mengenai

perkembangan penguasaan kompetensi siswa, baik

sebagai efek langsung maupun efek pengiring dari

proses pembelajaran.

k) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan

pembelajaran yang ditempuh dalam proses

pembelajaran.

2) Bentuk Instrumen

Bentuk instrument yang dipilih harus sesuai dengan

teknik penilaiannya. Berikut ini disajikan ragam teknik

penilaian beserta bentuk instrumen yang didapat.

Tabel 2.3 Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen

Teknik Bentuk Instrumen

Tes Tulis Tes isian

Tes uraian

Tes pilihan ganda

Tes menjodohkan

Dan lain-lain

Tes Lisan Daftar pertanyaan

Unjuk Kerja Tes identifikasi

Tes simulasi

Uji petik kerja produk

Uji petik prosedur

Uji petik prosedur dan produk

Penugasan Tugas proyek

1. Tugas rumah

Observasi Lembar observasi

Wawancara Pedoman wawancara

Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau

prestasi siswa

Penilaian Diri Lembar penilaian diri

Sumber: Majid (2014)

Page 29: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

34

3) Contoh Instrumen

Setelah dibuat bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat

contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam

kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila

dipandang hal itu menyulitkan karena kolom yang

tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen

penilaian diletakkan di dalam lampiran.

h. Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk

ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu dengan

memperhatikan:

1. Minggu efektif per semester

2. Alokasi waktu mata pelajaran per minggu

3. Jumlah kompetensi per semester

Alokasi waktu yang dicamtumkan di silabus merupakan

perkiraan waktu rata-rata untuk menguasai kompetensi

dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

i. Menentukan Sumber Belajar

Menurut Modul PLPG dalam Majid (2014), sumber belajar

merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan

pembelajaran yang dapat berupa: buku teks, media cetak,

media elektronik, narasumber, lingkungan alam sekitar, dan

sebagainya.

h) Penyusunan Rencana Pembelajaran

1) Pengertian RPP

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah srencana

yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang

ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus.

Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu)

kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa

indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.

Page 30: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

35

Khusus untuk RPP tematik, pengertian satu KD asalah satu

KD untuk setiap mata pelajaran. Maksudnya, dalam penyusun

RPP Tematik, guru harus mengembangkan tema berdasarkan

satu KD yang terdapat dalam setiap mata pelajaran yang di

anggap relevan.

2) Prinsip-prinsip Pengembangan RPP

Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP

dapat dijelaskan sebagai berikut.

a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis

kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat,

motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,

gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar

belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta

didik.

b) Mendorong partisipasi aktif peserta didik.

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada

peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas,

inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis.

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan

kegemaran membca, pemahaman beragam bacaan, dan

berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat

rancangan program pemberian umpan balik positif,

penguatan, pengayaan, dan remidial.

e) Keterkaitan dan keterpaduan.

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan

keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian,

dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman

belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan

Page 31: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

36

pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran,

lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan

teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,

sistematis, dan efektif sesuai dengan ssituasi dan kondisi.

3) Komponen dan Langkah-Langkah Pengembangan RPP

a) Mencantumkan identitas

Identiras meliputi: Sekolah, Kelas/Semester, Standar

Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indokator, Alokasi Waktu.

b) Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran memuat penguasaaan kompetensi

yang bersifat operasional yang ditargetkan/dicapai dalam

RPP. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan mengacu

pada rumusan yang terdapat dalam indikator, dalam bentuk

pernytaan yang operasional. Dengan demikian, jumlah

rumusan tujuan pembelajaran dapat sama atau lebih banyak

daripada indikator.

c) Mencantumkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunkan untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang harus diketahui

adalah bahwa materi dlama RPP merupakan pengembangan

dari matri pokok yang terapat dalam silabus. Oleh karena

itu, materi pembelajaran dalma RPP harus dikembangkan

secara terinci bahkan jika perlu guru dapat

mengembangkannya menjadi Buku Siswa.

d) Mencantumkan Model/Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi

dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan

pembelajaran. Penetapan ini diambil bergantung pada

karakterisitik pendekatan dan atau strategi yang dipilih.

Selain itu, pemilihan metode/pendekatan bergantung pada

Page 32: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

37

jenis materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.

Ingatlah, tidak ada satu metode pun yang dapat digunakan

untuk mengajarkan semua materi.

e) Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran.

Untuk mencapai satu kompetensi dasar harus dicantumkan

langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya,

langkah-langkah kegiatan memuat pendahuluan/kegiatan

awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, dan masing-

masing disertai alokasi waktu yang dibtuuhkan. Akan tetapi,

dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai

dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan

sintaks yang sesuai dengan modelnya. Selain itu, apabila

kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu kali pertemuan,

hendaknya diperjelas pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2

atau seterusnya.

f) Mencantumkan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar.

Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang

terdapat dalam silabus. Jika memungkinkan, dalam satu

perencanaan disiapkan media, alat/bahan, dan sumber

belajar. Apabila ketiga aspek ini dipenuhi, penyusun harus

mengeksplitkan secara jelas: a) media, b) alat/bahan, dan c)

sumber belajar yang digunakan. Oleh karena itu, guru harus

memahami secara benar pengertian media, alat, bahan, dan

sumber belajar.

g) Mencantumkan Penilaian

Penilaian dijabarkan atas jenis/teknik penilaian, bentuk

instrumen, dan instrumen yang digunakan untuk mengukur

ketercapaian indikator dan tujuan pembelajaran. Dalam

sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matriks horizontal

maupun vertikal. Dalam penilaian henakdanya

dicantumkan: teknik/jenis, bentuk instrumen dan insrumen,

Page 33: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

38

kunci jawaban/rambu-rambu jawaban dan pedoman

penskorannya.

2.1.6 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Secara procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh

diterapkan ke dalam tiga langkah sebafai berikut.

a) Kegiatan awal/pembuka (opening)

Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah untuk

menarik perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti

meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang

akan dilakukan berguna untuk dirinya, melakukan hal-hal yang

dianggap aneh bagi siswa, melakukan interaksi yang

menyenangkan. Selain itu kegiatan pembuka juga dapat

menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan

dengan cara seperti membangun suasana akrab sehingga siswa

merasa dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara

kekeluargaan, menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak

siswa untuk mempelajari suatu kasus yang sedang hangat

dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan

dilakukan dengan kebutuhan siswa. Menurut Sanjaya dalam Majid

(2014), kegiatan pembuka juga bertujuan memberikan acuan atau

rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang

dapat dilakukan dengan cara seperti mengemukakan tujuan yang

akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam

hubungannya dengan pencapaian tujuan.

b) Kegiatan inti

Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok dalam

pembelajaran. Dalam kegiatan inti dilakukan pembahasan terhadap

tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar dengan

menggunakan multimetode dan media sehingga siswa

mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Alwasih dalam

Majid (2014) mengungkapkan bahwa pada waktu penyajian dan

Page 34: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

39

pembahasan tema, guru dalam penyajiannya hendaknya lebih

berperan sebagai fasilitator. Selain itu guru harus pula mampu

berperan sebagai model pembelajaran yang baik bagi siswa.

Artinya guru secara aktif dalam kegiatan belajar berkolaborasi dan

berdiskusi dengan siswa dalam mempelajari tema atau subtema

yang sedang dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh Nasution

(2004:4) dalam Majid (2014) sebagai suatu aktivitas

mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan

menghubungkannya dengan anak segingga menjadi proses belajar.

Dengan demikian pada langkah kegiatan inti guru

menggunakan strategi pembelajaran dengan upaya menciptakan

lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa aktif mempelajari

permasalahan berkenaan dengan tema atau subtema. Pembelajaran

dalam hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan agar siswa

mengalami, mengerjakan, memahami, atau disebut dengan belajar

melalui proses (Wijaya, dkk: 1988: 188) dalam Majid (2014).

Untuk itu maka selama proses pembelajaran siswa mengamati

obyek nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar,

melaporkan hasil pengamatan, melakukan permainan, berdialog,

bercerita, mengarang, membaca sumber-sumber bacaan, bertanya

dan menjawab pertanyaan, serta bermain peran. Selama proses

pembelajaran hendaknya guru selalu memberikan umpan agar anak

berusaha mencari jawaban dari permasalahan yang dipelajari.

Umpan dapat diberkan guru melalui pertanyaan-pertanyaan

menantang yang membangkitkan anak untuk berpikir dan mencari

solusi melalui kegiatan belajar.

c) Kegiatan akhir

Kegiatan akhir dapat diartikan sebagai kegiatan yang

dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud

untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah

dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman

sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilah siswa serta

Page 35: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

40

keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembeljaran. Cara

yang dapat dilakukan dalam menutup pembelajaran adalah

meninjau kembali dan mengadakan evaluasi pada akhir

pembelajaran. Dalam kegiatan meninjau kembali dapat dilakukan

dengan merangkum inti pembelajaran atau membuat ringkasan.

Dalam kegiatan evaluasi guru dapat menggunakan bentuk-bentuk

mendemonstrasikan ketrampilan, mengaplikasikan ide-ide baru

pada situasi lain, mengekspresikan pendapat siswa sendiri atau

mengerjakan soal-soal tertulis (Hadisubroto dan Herawati: 1998:

517) dalam Majid (2014).

Berkaitan dalam evaluasi Vogt (2001:7) dalam Majid (2014)

menyebutkan bahwa assessment dapat dilakukan secara kolaboratif

dan sportif antara siswa dan guru. Assessment dapat dilakukan

secara formal dan informal. Formal assessment dapat berupa tes

khusus seperti membaca, menulis dan penggunaan bahasa,

sedangkan informal assessment berkaitan dengan kemajuan siswa

yang dapat dilakukan melalui catatan anekdot, observasi, diskusi

kelompok, refleksi dan diskusi kelompok belajar. Self assesmen

bagi siswa akan membantu untuk dapat mengukur kemajuan diri.

Mereka juga dapat mengetahui apa yang telah mereka pelajari.

Caranya dapat menggunakan checklist, refleksi tertulis, atau jurnal.

2.1.7 Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik

Terpadu

Menurut Majid dan Rochman (2014: 113) manfaat penerapan

pembelajaran tematik terpadu dalam proses pembelajaran sebagai

berikut:

a. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas

memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa

mau menanggung risiko bersama. Misalnya, menanggapi

pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar

tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-

Page 36: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

41

prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal dapat

diprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada

di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, diskusi

dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan

dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang

kelas.

b. Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi, belajar

berkelompok, dan memecahkan konflik, sehingga mendorong

peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling

menghargai.

c. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam

menciptakan kelas yang ramah otak (brain friendly classroom).

Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung,

mengoptimalkan semua sumber belajar, dan memberi peluang

peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas.

d. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses

informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas,

namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru

dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.

e. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada

dalam format ramah otak.

f. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat

diaplikasijan langsung oleh peserta didik dalam konteks

kehidupannya sehari-hari.

g. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk

menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar

ketertinggalannya, dengan dibantu oleh guru melalui pemberian

bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.

h. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan

guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan

variasi cara penilaian.

Page 37: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

42

Pembelajaran tematik terpadu dalam kenyataan memiliki beberapa

kelebihan. Menurut Depdikbud dalam Trianto (2011: 159),

pembelajaran tematik memiliki kelebihan sebagai berikut:

a. Pengalaman dan kagiatan belajar anak relevan dengan tingkat

perkembangannya.

b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat

bertahan lama.

d. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses

pembelajaran terpadu.

e. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan

anak.

f. Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses permbelajaran

terpadu.

Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik terpadu juga

memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

a. Keterbatasan pada aspek guru

Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,

ketrampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi,

dan berani mengemas serta mengembangkan materi.

b. Keterbatasan pada aspek siswa

Siswa dituntut untuk menekankan adanya kemampuan analisis

(mengurai), asosiatif (menghubung-hubungkan), eksploratif

(menemukan), dan eleboratif (menghubungkan).

c. Keterbatasan pada aspek sarana dan sumber pembelajaran

Untuk menunjang, memperkaya, dan mempermudah

pengembangan wawasan dibutuhkan bahan bacaan atau sumber

informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga

fasilitas internet.

Page 38: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

43

d. Keterbatasan pada aspek kurikulum

Kurikulum harus luwes dan berorientasi pada pencapaian

ketuntasan pemahaman siswa bukan pada pencapaian target

materinya.

e. Keterbatasan pada aspek penilaian

Memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu

menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian

terkait yang dipadukan.

f. Keterbatasan pada aspek suasana pembelajaran

Pada saat megajarkan sebuah tema, guru berkecenderungan

menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut

sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan

guru tersebut.

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu

2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran

Hokanson, Brad dan Gibbon dalam Suparman (2014: 88)

mengatakan bahwa istilah desain berasal dari bahasa Latin designare

yang mengandung arti menandai, menunjukkan, menjelaskan,

merancang. Sedangkan menurut Herbert Simon dalam Sanjaya (2009:

65) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.

Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan

sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan

pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran

beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber

pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi

keberhasilan.

Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne dalam Sanjaya (2009)

menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu

proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki tahapan segera

dan tahapan jangka panjang.

Page 39: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

44

Gentry dalam Sanjaya (2009) menjelaskan bahwa desaian

pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan

pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta

merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian

tujuan. Selanjutnya ia menguraikan, penerapan suatu desain

pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan

menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif

berdasarkan analisis kebutuhan.

Pendapat lain tentang desain pembelajaran menurut Suparman

(2014) adalah upaya perencanaan kearah terwujudnya pelaksanaan

kegiatan instruksional berkualitas, efektif, dan efisien dalam

memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.

Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional adalah

proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari

suatu materi pembelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan

yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi

yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode,

teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk

mengukur atau menentukan keberhasilan ketercapaian tujuan.

2.2.2 Kriteria Desain Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2009)desain pembelajaran yang baik harus

memiliki beberapa kriteria diantaranya:

a. Berorientasi pada siswa

Dalam sistem pembelajaran siswa merupakan komponen

kunci dan harus dijadikan orientasi dalam mengembangkan

perencanaan dan mengembangkan desain pembelajaran.

Desain pembelajaran dirancang untuk mempermudah siswa

belajar. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa

diantaranya:

Page 40: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

45

1) Kemampuan dasar

Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus

dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang telah atau

harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa.

Sehingga, desain pembelajaran dirancang sesuai dengan

potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa.

Dengan kata lain desain pembelajaran tidak dirancang

semata-mata oleh kemauan dan kehendak guru.

2) Gaya belajar

DePorter dalam Sanjaya (2009: 68) membagi gaya

belajar siswa ke dalam tiga tipe, yakni tipe auditif, tipe

visual, dan tipe kinestetis. Sebagai contoh, siswa yang

bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih

banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain

pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak

mendengar melalui berbagai media yang dapat didengar

seperti radio atau tape recorder.

b. Berpijak pada pendekatan sistem

Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang saling

berkaitan untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem dalam

desain pembelajaran merupakan pendekatan ideal yang dapat

digunakan dalam mendesain pembelajaran karena melalui

pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai

kendala yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan.

c. Teruji secara empiris

Sebelum digunakan, sebuah desain pembelajaran harus teruji

dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui

pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan

berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh

sebelumnya dapat diatasi.

Page 41: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

46

2.2.3 Langkah-langkah Mendesain Pembelajaran

Berikut ini merupakan model desain instruksional menurut Atwi

Suparman (2014:131),

2.2.3.1 Tahap pertama

Tahap pertama dalam model MPI adalah tahap

mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis

tujuan instrusional umum

Tujuan dari kegiatan pertama tersebut, yaitu

mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja

pegawai saat ini dan kinerja yang diharapkan. Bila

kesenjangan itu penting dan serius karena berpengaruh

besar terhadap kinerja organisasi tempatnya kerja,

maka dikateorikan sebagai masalah.

Di antara berbagai masalah yang teridentifikasi,

dipisahkan menjadi dua kelompok menurut factor

penyebabnya. Masalah yang disebabkan rendahnya

pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dan

masalah yang factor penyebabnya diluar itu, misalnya

kekurangan sarana prasarana, dana, sistem dan prosedur

kerja dalam manajemen, dan lain-lain.

Ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan

sumber informasi dalam mengidentifiksi kebutuhan

instruksional, yaitu:

a. Peserta didik

b. Masyarakat, termasuk orang tua dan pihal lan

yang akan menggunakan lulusan, seperti

pengelola pendidikan tingkat selanjutnya dan

pemerintah

c. Pendidik, termasuk pengejar dan pengelola

program pendidikan yang tentu mempunyai

pengalaman dan referensi yang cukup tentang

Page 42: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

47

bentuk program instruksional yang sesuai bagi

peserta didik dan pengguna lulusan.

Harles dalam Suparman (2014: 135) melukiskan

ketiga pihak tersebut dalam bentuk segitiga sebagai

berikut.

Peserta Didik/Lulusan Pendidik/

Penyelenggara

Masyarakat yang akan Pengguna lulusan

dilayani

Masuk

Gambar 2.3 Tiga Kelompok Orang Sebagai Sumber

Informasi Dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional

Sumber: Suparan (2014)

Berikut ini adalah langkah-langkah mengidentifikasi

kebutuhan instruksional:

a. Menentukan kesenjangan penampilan peserta didik

disebabkan kekurangan pendidikan dan pelatihan

pada masa lalu

b. Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional

yang paling tepat

c. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti

kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui

jumlah peserta didik yang potensial karena

menghadapi masalah yang sama.

2. Melakukan analisis instruksional

Melakukan analisis instruksional, yaitu kegiatan

menjabarkan atau memecahkan kompetensi umum

Page 43: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

48

menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau

kompetensi khusus yang lebih kecil atau spesifik serta

mengidentifikasi hubungan antara kompetensi khusus

satu dan kompetensi khusus yang lain. Berikut ini

langkah-langkah praktis yang digunakan dalam

melakukan analisis instruksional, yaitu:

1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU

untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan.

2. Menuliskan setiap subkompetensi yang merupakan

bagian dari kompetensi. Jumlah subkompetensi

untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10

buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.

3. Menyusun subkompetensi kedalam daftar urutan

yang logis dari kompetensi umum. Subkompetensi

yang terdekat hubungannya dengan kompetensi

umum diteruskan mundur sampai prilaku yang

sangat jauh dari prilaku umum.

4. Menambahkan subkompetensi atau kalau perlu

dikurangi.

5. Setiap subkompetensi ditulis dalam lembar kartu/

kertas ukuran 3×5 cm.

6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya

dalam struktur hirarkis, prosedural, atau

dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing

terhadap kartu lain.

7. Bila perlu ditambah dengan subkompetensi lain atau

dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.

8. Letak subkompetensi digambarkan dalam bentuk

kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak

kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak

yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan

Page 44: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

49

horisontal untuk menyatakan hirarkis, prosedural

dan pengelompokkan.

9. Meneliti kemungkinan hubungan kompetensi umum

yang satu dengan yang lain atau subkompetensi yang

berada di bawah kompetensi umum yang berbeda.

10. Memberi nomer urut pada setiap subkompetensi

dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari

kompetensi umum. Penomeran ini menunjukkan

subkompetensi yang terstruktur herarkis harus

dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian

nomer urut subkompetensi yang terstruktur

prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang

lebih sederhana ke yang lebih kompleks. Pemberian

nomer urut subkompetensi yang terstruktur

pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama

dengan struktur prosedural.

11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan

teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara

lain tentang:

a. Lengkap tidaknya subkompetensi sebagai

penjabarandari setiap kompetensi umum.

b. Logis tidaknya urutan subkompetensi menuju

kompetensi umum.

c. Struktur hubungan subkompetensi tersebut.

(Hierarkis, prosedural, pengelompokan atau

kombinasi).

3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal

peserta didik

Mengidentifikasi perilaku awal siswa/peserta didik

adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara

perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang

harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang

Page 45: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

50

akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk

tujuan instruksional khusus atau TIK. Perilaku awal

merupakan salah satu variabel dari pengajaran.

Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau

kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa

berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya

belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta

didik. Suparman (2014) menyatakan dua hal tentang

perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau

peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah

berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau

pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah

dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti

pembelajaran. Untuk melakukan kegiatan identifikasi

perilaku awal peserta didik, maka kita harus

mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi

kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:

1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya

2. Orang yang mengetahui kondisi seperti guru

dan atasannya.

3. Pengelola program pendidikan yang biasa

mengajarkan mata pelajaran.

Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka

tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-

perilaku khusus yang diperoleh dari analisis

instruksional itu perlu diidentifikasi agar

pengembangan instruksional dapat menentukan mana

perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik

untuk diajarkan. Dengan demikian pengembangan

instruksional dapat pula menentukan titik berangkat

yang sesuai bagi peserta didik. Perumusan populasi ini

biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang

Page 46: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

51

menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang

pengembang instruksional masih perlu mencari

informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi

sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap

perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis

instruksional.

Suparman (2014: 203) mengemukakan perilaku dan

karakteristik awal peserta didik yang relevan dengan

proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu:

1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman

sebelumnya mengandung kompetensi yang telah

dikuasainya.

2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian

dorongan dan semngat serta ingin tahu yang

dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran

tersebut, akan memudahkannya dalam proses

pembelajaran.

3. Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan

dengan materi yang sedang dipelajari.

4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap

muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar

mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik

akan menggunakan waktu belajar yang lebih

panjang.

5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan

jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau

lembaga penyelenggara pendidikan.

6. Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan

media pembelajaran untuk digunakan dalam

pembelajaran seperti telepon, computer, buku,

atau media tercetak.

Page 47: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

52

7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu

belajar secara teratur akan lebih mudah

mempercepat penyelesaian tugas-tugas.

8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat

kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran

lebih cepat dan lebih baik.

9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk

menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau

pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik

untuk memelihara motivasi belajar sepanjang

proses pembelajaran.

2.2.3.2 Tahap kedua

Tahap kedua adalah tahap mengembangkan yang terdiri dari

empat langkah sebagai berikut:

1. Menulis tujuan instruksional khusus

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari

specific instructional objective. Literature asing

menyebutkan pula sebagai objective atau enabling

objective untuk membedakannya dari general

instructional objective, goal, atau terminal objective,

yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau

tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam

bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata

(observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk

menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus

mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan

petunjuk kepada penyusun tes agar dapat

mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur

perilaku yang terdapat di dalamnya.

Unsur-unsur dalam TIK dikenal dengan ABCD

yang berasal dari kata sebagai berikut: A = Audience, B

Page 48: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

53

= Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience

adalah siswa yang akan belajar, behavior adalah

perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa

setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran

tersebut, condition adalah kondisi atau batasan yang

dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa

pada saat di tes (bukan pada saat belajar), dan degree

adalah tingkat keberhasilah siswa dalam mencapai

perilaku tersebut.

2. Menyusun alat penilaian hasil belajar

Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur

tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang

tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam

menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a)

menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi

untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku,

persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis

butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis

kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis

hasil ujicoba; i) merevisi tes.

3. Menyusun strategi instruksional

Strategi instruksional dalam menyampaikan materi

atau isi pelajaran harus secara sistematis, sehingga

kemampuan yang diharapkan dapat dikuasi oleh siswa

secara efektif dan efisien. Dalam strategi instruksional

terkadung empat pengertian sebagai berikut: a) urutan

kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru

dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; b)

metode instruksional, yaitu cara guru

mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar

terjadi proses belajar secara efektif dan efisien; c)

media instruksional, yaitu peralatan dan bajan

Page 49: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

54

instruksional yang digunakan guru dan siswa dalam

kegiatan instruksional; dan d) waktu yang digunakan

dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan

instruksional.

4. Mengembangkan bahan instruksional

Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual

kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun

secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu

diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk

pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.

Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan

bahan instruksional adalah sebagai berikut: a)

menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan

perbaikan dalam pemilihan media dan sistem

penyampaian agar sesuai dengan kegiatan

instruksional; b) menjelaskan dan menyebutkan paket

dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran

desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian

kegiatan instruksional; d) menjelaskan prosedur untuk

mengembangkan bahan instruksional yang sesuai

dengan strategi instruksional; e) membuat bahan

instruksional berdasarkan strategi instruksional.

2.2.3.3 Tahap ketiga

Mengevaluasi dan merevisi yang terdiri dari satu langkah

yaitu menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif

yang termasuk di dalamnya kegiatan merevisi bahan

instruksional.

Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang

harus ditingkatkan atau direvisi agar produk lebih efektif dan

lebih efisien. Selain itu, evaluasi formatif sebagai proses

mnyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar

Page 50: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

55

pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas

produk atau program instruksional. Tahapan evaluasi formatif

adalah sebagai berikut: a) review oleh ahli bidang studi di luar

tim pengembangan instruksional; b) evaluasi satu-satu (one-to-

one evaluation); c) evaluasi kelompok kecil; dan d) ujicoba

lapangan.

Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif

dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.4 Tahapan evaluasi formatif

Sumber: Atwi Suparman (2014)

2.3 Kebutuhan Belajar siswa

2.3.1 Kecenderungan Perilaku Anak Sekolah Dasar

Dalam menentukan isi atau materi pelajaran tematik yang

diberikan kepada siswa harus di sesuaikan dengan kebutuhan belajar

siswa usia sekolah dasar. Tujuannya adalah agar tingkat keluasan dan

kedalamannya diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku siswa

menuju kedewasaan, baik fisik, mental atau intelektual, moral, maupun

sosisal.

Menurut Piaget dalam Prastowo (2013: 175) perkembangan

kognitif terdiri dari fase sensorimotor, praoperasional, operasional

konkret, dan operasional formal.

Anak pada usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan

operasional-konkret. Kecenderungan perilakunya antara lain:

Evaluasi satu-

satu dengan para

ahli Revisi 1

Evaluasi satu-

satu dengan 3

peserta didik

Evaluasi dengan

kelompok kecil 8-

20 peserta didik

Uji coba

lapangan dengan

30 peserta didik

Revisi 2

Revisi 3 Revisi 4

Prototipa/model

bahan

pembelajaran

Page 51: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

56

a. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu

aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur

secara serentak.

b. Anak mulai berpikir secara operasional.

c. Anak mampu menggunakan cara berpikir operasional untuk

menglasifikasikan benda-benda.

d. Anak dapat memahami konsep substansi, seperti panjang, lebar,

luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Mereka sedang membangun

sebuah diri batin yang subjektif dan sebuah dunia luar yang objektif

2.3.2 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Dalam tahap perkembangannya, terdapat tiga karakteristik yang

menonjol saat anak sekolah dasar belajar, yaitu konkret, integrative, dan

hierarkis, seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut.

Gambar 2.5 Karakteristik Belajar Anak Usia Sekolah Dasar

(7-12 tahun)

Sumber: Prastowo (2013)

Oleh Rusman (2010), dijelaskan secara lebih detail menjadi berikut

ini.

a. Konkret maksudnya proses belajar yang konkret ditekankan pada

pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat

dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang

berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan

Karakteristik Belajar SD/MI

Konkret Integratif Hierarkis

Page 52: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

57

membuat proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai,

karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang

sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, factual,

bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

b. Integrated maksudnya memandang sesuatu yang dipelajari sebagai

satu kesatuan yang utuh dan terpadu.

c. Hierarkis maksudnya berkembang secara bertahap mulai dari hal-

hal sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.

Menurut Ayuningsih, karakteristik perkembangan siswa pada kelas

satu, dua, dan tiga sekolah dasar biasanya mereka telah mampu

mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu, mereka telah dapat

menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi

dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan

mandiri. Dari sisi emosi, anak pada usia 6-8 tahun telah mampu

mengekspresikan reaksi terhadap orang lain. Untuk perkembangan

kecerdasannya mereka mampu melakukan seriasi, mengelompokkan

objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya

perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat, serta

berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

2.3.3 Strategi Pengajaran Untuk Anak Sekolah Dasar

Menurut Piaget ada beberapa hal yang dapat diterapkan untuk

pendidikan anak SD.

a. Pergunakan Pendekatan Konstruktivisme

Dalam hal ini, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar

lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.

b. Berikan Fasilitas Mereka Untuk Belajar

Guru harus merancang situasi sehingga meningkatkan pemikiran

dan penemuan siswa. Guru mendengar, mengamati, dan

mengajukan pertanyaan kepada siswa agar mereka mendapat

pemahaman yang baik.

Page 53: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

58

c. Pergunakan Penilaian Terus-menerus

Makna yang disusun oleh siswa tidak dapat diukur dengan tes

standar penilaian matematis dan bahasa. Pertemuan individual

dimana siswa mendiskusikan strategi pemikiran mereka, digunakan

sebagai alat untuk mengevaluasikan kemajuan mereka.

d. Tingkatkan Kompetensi Intelektual Siswa

Pembelajaran harus berjalan secara alamiah. Anak tidak boleh

didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal

perkembangan sebelum mereka siap.

e. Jadikan Ruang Kelas Menjadi Ruang Eksplorasi dan Penemuan

Untuk menciptakan makna pada diri siswa, harus terjadi semacam

mencocokkan bayangan yang dilihat siswa dengan memori jangka

panjangnya.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dalam Huda (2011), pembelajaran kooperatif

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu

prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi

secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang

didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya

sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-

anggota yang lain.

Jhonson dan Jhonson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan

menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran

dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk

saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi

pelajaran.

Dari beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-

Page 54: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

59

kelompok kecil yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.

Sadker dan Sadker (1997) dalam Huda (2011: 66) menjabarkan

beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain

meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran

kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut

ini:

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur

kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang

lebih tinggi; hal ini khususnya bagi siswa-siswa SD untuk

mata pelajaran matematika.

2. Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif

akan memiliki sikap dan harga diri yang lebih tinggi dan

motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih

peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka akan

terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi

positif) untuk proses belajar mereka nanti.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan

siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar

belakang ras dan etnik yang berbeda.

2.4.2 Metode Pembelajaran Kooperatif Model Team Games Tournament

(TGT)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan model

pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) karena disesuaikan

dengan kebutuhan siswa. Menurut Piaget anak SD kelas rendah masih

suka bermain dan suka bergembira disebabkan karena mereka berada

pada tahap peralihan dari TK yang penuh dengan permainan. Model

pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe

atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,

Page 55: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

60

melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung

unsur permainan dan reinforcement. Aktifitas belajar dengan

permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif

model Team Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa

dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan sikap

tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan

keterlibatan belajar. TGT memiliki ciri menggabungkan aktivitas

pembelajaran dan permainan. Menurut Slavin model TGT ini terdiri

dari 5 langkah yaitu: Tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok,

permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok.

TGT menggunakan turnamen perbaikan akademik, dalam

turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota

tim lain yang setara kinerja akademiknya. Pada model ini siswa

memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh tambahan point untuk skor tim mereka (Trianto: 2011: 83).

A. Langkah-langkah Pembelajaran TGT

Secara runtut implementasinya, TGT terdiri dari 4 komponen

utama, antara lain: (1) Presentasi guru; (2) Kelompok Belajar;

(3) Turnamen; dan (4) Pengenalan Kelompok.

a) Guru menyiapkan:

1. Kartu soal

2. Lembar Kerja Siswa

3. Alat/Bahan

b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap

kelompok anggotanya 3-5 orang).

c) Guru mengarahkan aturan permainannya

B. Aturan (Skenario) Permainan

Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok

penanatang I, kelompok penantang II, dan setrusnya sejumlah

kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas: (1) Ambil

kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan;

(2) baca pertanyaan keras-keras; dan (3) beri jawaban. Kelompok

Page 56: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

61

penantang kesatu bertugas: Menyetujui pembaca atau memberi

jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua:

(1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang

berbeda; dan (2) Cek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan

secara bergiliran (games ruler)(Trianto: 2011: 84).

C. Sistem Perhitungan Poin Turnamen

Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka

sendiri, dan poin diberika berdasarkan pada seberapa jauh

siswa menyamai atau melampaui prestasi yang laluinya

sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor

tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi

sertifikat atau ganjaran (award) yang lain (Trianto: 2011: 85-86).

2.5 Hasil Belajar

Menurut Syaiful dan Aswan (2006) setiap proses belajar selalu

menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat

mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mujiono (2006) hasil belajar merupakan

hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar

diakhiri dengan proses evaluasi belajar, dari sisi siswa hasil belajar

merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono. 2011).

Pengertian hasil belajar menurut Uno (2008) adalah perubahan

tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat

dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Arikunto (2006) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil

yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan

merupakan penilaian yang dicapai oleh siswa untuk mengetahui sejauh mana

materi pelajaran diterima oleh siswa.

Page 57: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

62

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

dapat diartikan sebagai perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang

baik kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor, kemampuan-

kemampuan yang dimiliki oleh siswa melalui suatu proses berupa

informasi yang diperoleh dari pembelajaran dari guru terhadap siswa.

Perubahan kemampuan-kemampuan belajar ke arah yang lebih baik

(perubahan progresif). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam hasil

belajarnya. Tes pilihan ganda, tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan

merupakan teknik tes yang biasa digunakan oleh guru. Observasi atau

pengamatan, jurnal, angket, portofolio dan wawancara merupakan teknik

non tes. Untuk mengetahui hasil belajar siswa guru melihatnya dapat dalam

bentuk nilai yang diperoleh oleh siswa.

2.6 Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar

Siswa

Desain pembelajaran tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa

adalah perencanaan pelaksanaan kegiatan pembelajaran terpadu yang

didasarkan pada tema-tema tertentu yang disusun sesuai dengan tahap

perkembangan siswa sekolah dasar yaitu konkret, integrated dan hierarkis

agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran

tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang diadaptasi dari teori

yang dikembangkan oleh Atwi Suparman (2014:131).

a. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik

Dalam tahap ini, dilakukan observasi dengan siswa kelas 3

SD dan guru kelas yang bertujuan untuk menentukan tema

pembelajaran yang perlu diajarkan dan tidak perlu diajarkan

kepada peserta didik, kemudian dilakukan pengembangan subtema

yang dikembangkan. Pada tahap mengembangkan subtema

dihasilkan produk berupa jaringan subtema.

Page 58: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

63

b. Melakukan analisis instruksional

Dalam tahap ini langkah-langkah yang dilakukan dalam

melakukan analisis instruksional dalam pembelajaran tematik

terpadu agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, yaitu:

(1) Melakukan analisis SKL, KI, KD dan membuat indikator

(2) Membuat hubungan pemetaan antara KD dan indikator dengan

tema

(3) Membuat jaring KD

Pada tahap analisis instruksional dihasilkan tabel analisis SKL, KI,

KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan belajar

siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan

indikator.

c. Menyusun strategi instruksional

Dalam strategi instruksional dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut:

(1) Menyusun silabus

(2) Menyusun RPP

(3) Menyusun penggalan buku siswa

Pada tahap ini dihasilkan silabus, RPP dan penggalan buku siswa.

d. Menyusun alat penilaian hasil belajar

Dalam tahap ini, penulis menggunakan teknik tes dan non

tes untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa.

Page 59: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

64

2.7 Tema 1, Subtema 4 “Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan”

Kelas 3 SD

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Standar Kompetensi Lulusan,

Kompetensi Inti Kelas 3, dan pemetaan Kompetensi Dasar.

2.7.1 Standar Kompetensi Lulusan Kelas 3

1. Sikap

a) Menerima, menjalankan, menghargai, dan mengamalkan.

b) Pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan

bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan

peradabannya.

2. Ketrampilan

a) Mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,

menalar, mencipta.

b) Pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif

dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret.

3. Pengetahuan

a) Mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,

mengevaluasi.

b) Pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban.

2.7.2 Kompetensi Inti Kelas 3

1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,

peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga,

teman, guru dan tetangga.

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati

(mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa

ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan

Page 60: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

65

kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di

sekolah.

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas,

sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan

yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang

mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

2.7.3 Pemetaan Kompetensi Dasar Subtema 4 Pertumbuhan Dan

Perkembangan Tumbuhan

1. PPKn

1.1 Menerima arti gambar pada lambang negara “Garuda

Pancasila”

2.1 Bersikap positif terhadap arti gambar pada lambang negara

“Garuda Pancasila”

3.1 Memahami arti gambar pada lambang negara “Garuda

Pancasila”

4.1 Menceritakan arti gambar pada lambang negara “Garuda

Pancasila”

1.4 Menerima dengan tulus makna bersatu dalam keberagaman di

lingkungan sekitar

2.4 Bersikap sesuai makna bersatu dalam keberagaman di

lingkungan sekitar

3.4 Mengemukakan makna bersatu dalam keberagaman di

lingkungan sekitar

4.4 Berperilaku sesuai dengan makna bersatu dalam keberagaman

di lingkungan sekitar

2. Matematika

3.3 Menyatakan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali,

atau hasil bagi dua bilangan cacah

4.3 Menyajikan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali,

atau hasil bagi dua bilangan cacah

Page 61: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

66

3. Bahasa Indonesia

3.4 Mencermati dalam teks tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan

(makanan dan tempat hidup), pertumbuhan, dan perkembangan

makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat yang disajikan

dalam bentuk lisan, tulis, dan visual

4.4 Menyajikan laporan tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan

(makanan dan tempat hidup), pertumbuhan dan perkembangan

makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat secara tertulis

menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif

4. PJOK

3.1 Menerapkan prosedur gerak kombinasi gerak dasar lokomotor

sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha, dan keterhubungan

dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional

4.1 Mempraktikkan gerak kombinasi gerak dasar lokomotor

sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha dan keterhubungan

dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional

3.9 Memahami perlunya memilih makanan bergizi dan jajanan

sehat untuk menjaga kesehatan tubuh

4.9 Menceritakan arti penting memilih makanan bergizi dan

jajanan sehat untuk menjaga kesehatan tubuh

5. SBdp

3.1 Mengetahui unsur-unsur rupa dalam karya dekoratif

4.1 Membuat karya dekoratif

3.2 Mengetahui bentuk dan variasi pola irama dalam lagu

4.2 Menampilkan bentuk dan variasi irama melalui lagu

3.3 Mengetahui dinamika gerak tari

4.3 Meragakan dinamika gerak tari

3.4 Mengetahui teknik potong, lipat dan sambung

4.4 Membuat karya dengan teknik potong, lipat dan sambung

Page 62: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

67

2.8 Penelitian Relevan

1. Pada penelitian Isniatun Munawaroh (2014) dengan judul

“Pengembangan Model Pembelajaran Tematik untuk

Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa SD Kelas

Rendah”. Hasil validasi menunjukanmodel cukup valid dengan tingkat

presentase 95%, dilihat dari kenaikan skor nilai pre-test terhadap skor

nilai post-test. Hasil tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran

tematik telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran.

2. Fatchurrohman (2015) dengan judul “Pengembangan Model

Pembelajaran Tematik Integratif Eksternal dan Internal di Madrasah

Ibtidaiyah. Hasil menunjukan guru nyaman dan cocok terhadap model

yang dikembangkan dan hasil evaluasi yang baik. Sehingga hasil

tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematik layak

digunakan dalam pembelajaran.

3. Sa’dun Akbar, I Wayan Sutama, Pujianto (2010) dengan judul

“Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Untuk Kelas 1 dan

Kelas 2 Sekolah Dasar”. Hasil pengembangan model pembelajaran

tematik tema “Keluarga” yang diujicobakan dalam skala luas ini

adalah valid/layak digunakan dengan revisi kecil. Validitas dan

kelayakan tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis gabungan dengan

pencapaian nilai 80,03% dari skor maksimal yang diharapkan.

4. Tia Sekar Arum (2016) dengan judul “Pengembangan Modul

Pembelajaran Tematik Integratif Subtema Hubungan Makhluk Hidup

Dalam Ekosistem Pendekatan Santifik Untuk Kelas 5 SD”.

Keefektifan modul dianalisis menggunakan uji Paired-Samples T Test

sedangkan kevalidan modul dianalisis menggunakan uji pakar. Hasil

dari penelitian berupa modul pembelajaran tematik integratif dengan

pendekatan saintifik subtema Hubungan Makhluk Hidup Dalam

Ekosistem untuk kelas 5 SD. Modul terbukti valid berdasarkan uji

pakar yang dilakukan. Penilaian validator aspek materi diperoleh rata-

rata 3,96 dengan persentase 79,17%. Validator aspek media mendapat

rata-rata 4 dengan persentase 80%. Modul terbukti efektif berdasarkan

Page 63: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

68

perbedaan pretest dan posttest pada taraf signifikansi 0,000. Rata-rata

pretest sebesar 62,34 sedangkan rata-rata posttest sebesar 74,05.

Keefektifan terlihat dari peningkatan jumlah siswa yang mencapai

nilai di atas KKM. Sebanyak 75,61% siswa dinyatakan tuntas pada

posttest sedangkan pada pretest jumlah siswa yang tuntas sebesar

34,15%.

5. Asep Herry Hermawan (2015) dengan judul “Pengembangan Model

Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar”. Hasil

menunjukan guru memberikan respon positif. Hasil juga menyatakan

bahwa model layak digunakan dalam pembelajaran.

6. Jamaluddin (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran

Tematik Terpadu Kontekstual bagi Anak Usia Dini di Taman Kanak-

Kanak Kelompok B”. Hasil menunjukan tingkat keefektifan mencapai

presentase ≥90% dan guru memberikan respon yang positif. Hasil

tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematiklayak

digunakan dalam pembelajaran.

7. Sukini (2012) dengan judul “Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar

Kelas Rendah Dan Pelaksanaannya”. Hasil dari penelitian tersebut

adalah pemberian pelatihan pembelajaran tematik pada para guru SD

yang mengajar di kelas rendah. Hal ini penting dilakukan agar

guru benar-benar paham akan seluk-beluk pembelajaran tematik,

dapat menerapkan pembelajaran tematik itu dalam kegiatan

pembelajaran sehingga mampu menghasilkan pengalaman belajar

yang holistik, efektif, dan bermakna bagi siswa SD kelas rendah.

8. Penelitian Pidtajeng (2009) dengan judul “Peningkatan Kerja Ilmiah

Siswa Kelas II SD Dengan Pengembangan Pembelajaran Tematik”.

Penenelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pengembangan

pembelajaran tematik dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah

siswa dari peringkat kurang menjadi baik. Peningkatan kemampuan

kerja ilmiah sangat mungkin dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa.

Page 64: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

69

9. Penelitian Agustiningsih (2015) dengan judul “Pengembangan Model

Pembelajaran Tematik Berbasis Pada Pendekatan Scientific Mengacu

Pada Kurikulum 2013 Untuk Kelas Tinggi Sekolah Dasar”. Penelitian

ini menunjukkan kualitas perangkat pembelajaran dengan model

pembelajaran tematik berbasis pada pendekatan scientific untuk

kelas tinggi Sekolah Dasar yang dikembangkan adalah memiliki

kualitas baik dan telah memenuhi kelayakan sebagai perangkat

pembelajaran dalam rangka mendukung penerapan kurikulum 2013.

Penerapan Perangka Pembelajaran pendekatan scientific IPA ini juga

efektif menunjang kegiatan belajar mengajar IPA pada pokok

bahasan sistem pernapasan pada manusia.

10. Penelitian Anita Eka Sari, H.M Asrori, Dede Suratman (2014) dengan

judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Melalui Media

Adobe Flash di Kelas III SD Islam Al Azhar 21 Pontianak”. Penelitian

ini menunjukkan hasil bahwa perilaku belajar yang ditunjukkan oleh

peserta didik dalam pembelajaran tematik sudah baik, dimana peserta

didik menunjukkan sikap semangat, aktif, antusias, kemandirian

dalam be;ajar, percaya diri, mampu bekerjasama dan bertanggung

jawab dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Di samping itu,

perolehan belajar peserta didik yang ditunjukkan oleh peserta didik

dalam pembelajaran tematik sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat

dari kemampuan peserta didik menggunakan kemampuan

pengetahuaanya berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam

menyelesaikan tugas-tugas belajar yang ada.

Page 65: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

70

2.9 Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 dirancang untuk memberikan pengalaman seluas-

luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,

berpengetahan, berketrampilan, dan bertindak. Rancangan desain pemelajaran

yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, menarik dan inofatif adalah hal

yang sangat penting agar proses pembelajaran tidak membosankan, menarik

minat belajar siswa, serta mencapai tujuan kurikulum 2013.

Pembelajaran tematik integratif sudah diterapkan di beberapa SD dan

diudukung oleh pemerintah dengan diterbitkannya buku pegangan siswa dan

buku pegangan guru untuk pembelajaran tematik terpadu pada setiap tema di

semua kelas. Namun, dalam prakteknya penerapan pembelajaran tematik

terpadu masih belum mengutamakan kebutuhan belajar siswa. Guru hanya

melaksanakan apa yang sudah tertulis dibuku terbitan pemerintah.

Pemahaman pada diri siswa mempunyai makna bahwa guru mengenal

betul kelebihan dan kelemahan pada setiap jenjang usia pada siswa. Sehingga

guru diharapkan dapat memberi layanan pendidikan yang tepat dan

bermanfaat bagi masing-masing siswa. Salah satu upaya yang bisa mendukung

implementasi dari pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 adalah dengan

mengembang desain pembelajaran tematik terpadu agar sesuai dengan

kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar. Berdasarkan perkembangan

kognitif menurut Piaget, siswa pada sekolah dasar kelas rendah berada pada

tahap operasi konkret: 7-11 tahun, siswa tersebut masih memerlukan benda

konkret. Oleh karena itu, dalam pembelajaranperlu diawali dengan masalah

yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Dengan demikian, memungkinkan apabila pendidik yang mengembangkan

desain pembelajaran yang inofativ sehingga dapat disesuaikan dengan

kebutuhan belajar siswa. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan desain

pembelajaran yang valid dan efektif. Dengan begitu, siswa akan leluasa

belajarnya, menemukan konsep pelajaran sekaligus menerapkan dan

memperdalam konsep sehingga dapat membantu siswa memahami materi dari

setiap tema yang diberikan. Akhirnya, aktivitas, respon dan hasil belajar

siswa diharapkan dapat efektif.

Page 66: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

71

Kerangka berpikir dalam penelitian pengembangan ini secara ringkas

ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 Diagram Alir Kerangka Pikir

Menghasilkan produk desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar

Mengembangkan desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar

masalah:

Desain pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa

Kurikulum 2013 di sekolah dasar menerapakan pembelajaran tematik integratif

Page 67: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

72

2.10 Model Hipotetik

Dalam mencapai tujuan tertentu maka harus melewati suatu prosedur atau

langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah Desain pembelajaran Tematik

Terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang pertama adalah memilih

tema. Pada tahap pertama dilakukan identifikasi perilaku dan karakteristik

awal peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memilih tema kemudian

dilakukan pengembangan subtema yang dikembangkan. Pada tahap

mengembangkan subtema dihasilkan produk berupa jaringan subtema.

Langkah kedua melakukan analisis instruksional sehingga dihasilkan tabel

analisis SKL, KI, KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan

belajar siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan

indikator. Langkah ketiga menyusun strategi instruksional menghasilkan

silabus, RPP dan penggalan buku siswa, pada langkah penyusunan RPP

terdapat tahap untuk mengembangkan materi, sehingga perlu dilakukan

pengembangan materi. Materi yang dikembangkan disusun dalam penggalan

Buku Siswa sehingga perlu melakukan penyusunan Buku siswa. Langkah

keempat menyusun alat penilaian hasil belajar.

Tujuan Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu berbasis Kebutuhan

belajar siswa adalah sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan

mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis kebutuhan belajar

siswa yang digunakan guru untuk melaksanakan pembelajaran sehingga

berdampak pada kompetensi Hasil Belajar.

Berdasarkan diskripsi di atas model desain pembelajaran tematik

terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa diwujudkan dalam gambar 2.7

berikut.

Page 68: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik

73

Gambar 2.7 Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu

Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa

Memilih Tema

Melakukan analisis

SKL, KI, KD dan

membuat indikator

Membuat hubungan

pemetaan antara KD dan

indikator dengan tema

Membuat jaringan KD

Menyusun silabus

Menyusun RPP

Menyusun Buku Siswa

Jaringan KD dan indikator

Silabus

RPP

Menyusun Buku Siswa

Tabel keterhubungan

KD dan indikator

dengan tema

Tabel analisis SKL,

KI, KD dan

membuat indikator

Kebutuhan

Belajar Siswa

Pedoman bagi guru dalam merancang dan

mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis

kebutuhan belajar siswa.

Kompetensi Hasil Belajar

Melakukan analisis

instruksional

Menyusun strategi

instruksional

Menyusun alat

penilaian hasil belajar

Mengidentifikasi

perilaku dan

karakteristik awal

peserta didik Mengembangkan sub-

sub tema