bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori hakikat ......7 bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori...

19
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang hakikat pembelajaran matematika, proses pembelajaran, hasil belajar, menyelesaikan soal cerita matematika, dan model pembelajaran. 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif). Kebenarannya tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif, tetapi bersifat koheren. Berdasarkan hal tersebut, beberapa ahli sangat berhati-hati untuk tidak menggunakan istilah “ilmu matematika”. Matematika sering dideskripsikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana yang dipakai. Berikut ini beberapa deskripsi matematika yang sering digunakan: a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. b. Matematika sebagai alat. c. Matematika sebagai pola pikir deduktif. d. Matematika sebagai cara bernalar. e. Matematika sebagai bahasa artifisial. f. Matematika sebagai seni yang kreatif. Dalam matematika sangat penting adanya abstraksi dan generalisasi. Abstraksi adalah pemahaman melalui pengamatan tentang sifat-sifatyang dimiliki dan tidak dimiliki dalam matematika. Sedangkan generalisasi adalah membuat perkiraan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus. Di dalam pembelajaran matematika, materi yang akan diajarkan harus diperkenalkan terlebih dahulu konsep dasarnya sebagai prasyarat untuk dapat mengikuti materi selanjutnya yang masih berkaitan dengan materi tersebut. Brunner (dalam Hudoyo, 1988:56) mengatakan tentang belajar matematika sebagai berikut: “Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang hakikat

    pembelajaran matematika, proses pembelajaran, hasil belajar, menyelesaikan soal

    cerita matematika, dan model pembelajaran.

    2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika

    Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat

    umum (deduktif). Kebenarannya tidak bergantung pada metode ilmiah yang

    mengandung proses induktif, tetapi bersifat koheren. Berdasarkan hal tersebut,

    beberapa ahli sangat berhati-hati untuk tidak menggunakan istilah “ilmu

    matematika”.

    Matematika sering dideskripsikan dengan cara yang berbeda-beda

    tergantung dari sudut pandang mana yang dipakai. Berikut ini beberapa deskripsi

    matematika yang sering digunakan:

    a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.

    b. Matematika sebagai alat.

    c. Matematika sebagai pola pikir deduktif.

    d. Matematika sebagai cara bernalar.

    e. Matematika sebagai bahasa artifisial.

    f. Matematika sebagai seni yang kreatif.

    Dalam matematika sangat penting adanya abstraksi dan generalisasi.

    Abstraksi adalah pemahaman melalui pengamatan tentang sifat-sifatyang dimiliki

    dan tidak dimiliki dalam matematika. Sedangkan generalisasi adalah membuat

    perkiraan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh

    khusus.

    Di dalam pembelajaran matematika, materi yang akan diajarkan harus

    diperkenalkan terlebih dahulu konsep dasarnya sebagai prasyarat untuk dapat

    mengikuti materi selanjutnya yang masih berkaitan dengan materi tersebut.

    Brunner (dalam Hudoyo, 1988:56) mengatakan tentang belajar matematika

    sebagai berikut: “Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan

  • 8

    struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi-materi yang dipelajari

    serta menjalankan hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur itu”.

    Untuk mempelajari matematika diperlukan suatu kegiatan pembelajaran

    yang dinamakan dengan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika

    adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan

    pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja

    diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika

    tumbuh dan berkembang secara optimal serta siswa dapat melakukan kegiatan

    belajar secara efektif dan efisien.

    Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu

    kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

    dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan

    perubahan tingkah laku.

    Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang

    sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang

    menyenangkan sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar

    matematika dengan baik.

    Menurut Depdiknas (2004) tujuan pengajaran matematika di SD sebagai

    berikut:

    a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan

    bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari).

    b. Menumbuhkan kemampuan siswayang dapat dialihgunakan melalui kegiatan

    matematika.

    c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih

    lanjut di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

    d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa SD setelah

    selesai mempelajari matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis,

    jujur, cermat, serta cara berpikir logis dan rasional dalam menyelesaikan suatu

    masalah, melainkan juga harus mampu menerapkan matematika dalam kehidupan

    sehari-hari, serta memiliki pengetahuan matematika yang cukup kuat sebagai

  • 9

    bekal untuk mempelajari matematika lebih lanjut dan ilmu-ilmu lain. Tujuan akhir

    pembelajaran matematika di sekolah yaitu agar siswa terampil dalam

    menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari”

    (Heruman, 2007: 02).

    Salah satu materi yang dibahas dalam matematika adalah persoalan

    memecahkan soal cerita. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk

    uraian atau cerita baik secara lisan maupun tulisan. Soal cerita wujudnya berupa

    kalimat verbal sehari-hari yang makna dari konsep dan ungkapannya dapat

    dinyatakan dalam simbol dan relasi matematika. Menyelesaikan soal cerita

    diperlukan keterampilan dan kemampuan berpikir, sehingga siswa perlu ada

    bimbingan dari guru baik secara lisan maupun tertulis dalam menyelesaikan soal

    cerita. Apabila tanpa bimbingan maka akan menjadi masalah bagi siswa.

    2.1.2 Proses Pembelajaran

    Proses adalah serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi,

    yang mengubah input menjadi output (id.wikipedia.org/wiki/Proses). (Gagne,

    1977:4) dalam kutipan idsejarah.net, menjelaskan bahwa belajar merupakan

    sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling kait-mengait

    sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses

    pembelajaran adalah suatu kegiatan di mana terjadi perubahan dalam diri peserta

    didik baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap dan perilaku yang

    dilakukan dengan interaksi antara peserta didik dan pendidik/guru dengan sumber

    belajar pada suatu lingkungan belajar.

    Terdapat 3 (tiga) faktor utama yang dapat mempengaruhi proses

    pembelajaran di kelas, antara lain adalah faktor yang datang dari guru, peserta

    didik, dan lingkungan. Faktor yang berasal dari guru antara lain: kondisi dalam

    diri guru, kemampuan mengajar, dan kemampuan mengatur kondisi kelas. Faktor

    yang berasal dari peserta didik dipengaruhi beragam aspek dari dalam diri peserta

    didik dan lingkungan sekitarnya yang nantinya akan berdampak pada kesiapannya

    dalam menerima pelajaran. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi

    proses pembelajaran di dalam kelas mencakup lingkungan kelas dan lingkungan

    sekitar sekolah (idsejarah.net).

  • 10

    2.1.3 Hasil Belajar

    Anni (2007: 5) menyebutkan bahwa “Hasil belajar merupakan perubahan

    perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar”. Oleh

    karena itu, hasil belajar dapat dilihat dari sikap, keterampilan, dan pengetahuan

    yang dimiliki oleh pembelajar setelah mengalami proses belajar. Hasil belajar

    mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian

    terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan

    siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan

    pembelajaran. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan

    membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut.

    Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa

    sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan (Hernawan, 2007:

    10.20). Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom (dalam Hernawan, 2007: 10.29)

    antara lain:

    1. Kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan

    kemampuan otak dan penalaran siswa,

    2. Afektif, yaitu hasil belajar mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan

    dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran

    3. Psikomotor, yaitu hasil belajar yang mengacu pada kemampuan bertindak.

    Hasil belajar merupakan hal penting yang dapat dijadikan sebagai tolak

    ukur keberhasilan belajar siswa dan sejauh mana sistem pembelajaran yang

    diberikan oleh guru berhasil atau tidak. Proses pembelajaran dapat dikatakan

    berhasil jika indikator yang terdapat dalam kompetensi dasarnya tercapai. Untuk

    mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut dapat dilakukan tes. Melalui hasil tes

    ini dapat diketahui keberhasilan siswa dalam belajar dan keberhasilan guru dalam

    mengajar.

  • 11

    2.1.4 Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

    2.1.4.1 Pengertian Soal Cerita Matematika

    Menurut Mardjuki (1999: 17), soal cerita matematika adalah soal

    matematika yang disajikan dalam bahasa atau cerita berdasarkan pengalaman

    dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Abidia (dalam Marsudi Raharjo, 2009: 2),

    soal ceritaadalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Soal cerita

    wujudnya berupa kalimat verbal sehari-hari yang makna dari konsep ungkapannya

    dapat dinyatakan dalam simbol dan relasi matematika. Soal cerita merupakan

    permasalahan yang dinyatakan dalam bentuk kalimat bermakna dan mudah

    dipahami (Wijaya, 2008:14). Sedangkan Raharjo dan Astuti (2011:8) mengatakan

    bahwa soal cerita yang terdapat dalam matematika merupakan persoalan-

    persoalan yang terkait dengan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan

    sehari-hari yang dapat dicari penyelesaiannya dengan menggunakan kalimat

    matematika. Kalimat matematika yang dimaksud adalah kalimat matematika yang

    memuat operasi hitung bilangan.

    Soal cerita merupakan soal yang dapat disajikan dalam bentuk lisan

    maupun tulisan, soal cerita yang berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat yang

    mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Ashlock,2003:80). Soal

    cerita yang diajarkan diambil dari hal-hal yang terjadi dalam kehidupan sekitar

    dan pengalaman siswa. Di samping itu, soal cerita berguna untuk menerapkan

    pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebelumnya. Penyelesaian soal cerita

    merupakan kegiatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah dalam suatu soal

    ceritamatematika merupakan suatu proses yang berisikan langkah-langkah yang

    benar dan logis untuk mendapatkan penyelesaian (Jonassen, 2004:8). Dalam

    menyelesaikan suatu soal cerita matematika tidak sekedar memperoleh hasil

    berupa jawaban dari hal yang ditanyakan, tetapi yang lebih penting adalah siswa

    harus mengetahui dan memahami proses berpikir atau langkah-langkah untuk

    mendapatkan jawaban tersebut.

  • 12

    Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa soal cerita

    matematika adalah soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita dan

    berkaitan dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari yang

    di dalamnya terkandung konsep matematika.

    2.1.4.2 Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

    Ruseffendi (1992: 20) menyatakan bahwa:

    “Jika siswa memahami soal cerita, berarti siswa tersebut

    mengerti sesuatu, misalnya mampu mengubah informasi ke

    dalam bentuk pernyataan yang lebih bermakna, dapat

    memberikan interpretasi, mampu mengubah soal kata-kata ke

    dalam bentuk simbol dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu

    kesamaan, mampu mengartikan suatu kecenderungan dari suatu

    diagram dan sebagainya”.

    Seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita matematika harus

    memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan soal cerita

    matematika. Haji (1992: 12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal

    cerita dengan benar diperlukan beberapa kemampuan, yaitu kemampuan untuk:

    a. Menentukan hal yang diketahui dalam soal.

    b. Menentukan hal yang ditanyakan.

    c. Membuat model matematika.

    d. Melakukan perhitungan.

    e. Menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semula.

    Cooney (1975: 227-229) berpendapat bahwa ketidakmampuan siswa

    dalam memahami soal matematika bentuk cerita adalah sebagai berikut:

    a. Kurangnya pengetahuan tentang konsep-konsep, termasuk didalamnya arti

    kata-kata atau istilah-istilah tertentu.

    b. Ketidakmampuan menyatakan soal tersebut dengan kata-kata sendiri, termasuk

    menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta prinsip

    matematika yang menghubungkan apa yang diketahui dan apa yang

    ditanyakan.

    c. Kurangnya pengetahuan tentang prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk

    menafsirkan cerita.

    d. Ketidakmampuan menerapkan prinsip soal cerita.

  • 13

    Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan

    soal cerita matematika adalah:

    a. Kemampuan memahami masalah.

    Dalam memahami masalah, siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang

    ditanyakan dari soal cerita.

    b. Kemampuan membuat perencanaan.

    Dalam membuat perencanaan, siswa membuat strategi ataumenentukan cara

    untuk menyelesaikan soal cerita. Untuk langkah ini siswa menuliskan kalimat

    matematika.

    c. Kemampuan melaksanakan rencana.

    Dalam melaksanakan rencana, siswa mengerjakan soal dengan cara yang telah

    ditentukan sebelumnya, misalnya siswa menyelesaikan kalimat matematika.

    d. Kemampuan menjawab pertanyaan.

    Dapat menjawab pertanyaan soal cerita sesuai konteks masalah pada soal cerita

    berdasarkan penyelesaian dari kalimat matematika.

    Dari permasalahan di atas, maka langkah-langkah yang diperlukan untuk

    menyelesaikan soal cerita adalah:

    a. Membaca soal dengan cermat.

    b. Menentukan hal yang diketahui dalam soal cerita.

    c. Menentukan hal yang ditanyakan dalam soal cerita.

    d. Membuat model/kalimat matematika.

    e. Melakukan perhitungan (menyelesaikan kalimat matematika).

    f. Menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal cerita.

    2.1.5 Model Pembelajaran

    Model pembelajaran merupakan cara penyajian yang digunakan guru

    dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Dalam

    pembelajaran, beberapa masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi

    masalah-masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model-model

    pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar

    mengajar. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih

    model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh

  • 14

    karena itu dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki

    pertimbangan-pertimbangan. Seperti: materi pelajaran, tingkat perkembangan

    kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan

    pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.

    Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika mempunyai peranan

    penting dalam kehidupan sehari-hari siswa. Untuk menyelesaikan masalah yang

    ada siswa ditantang untuk kreatif dan memerlukan keaslian berpikir dalam

    menyelesaikan masalah. Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang

    dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Model

    pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita

    matematika salah satunya adalah Creative Problem Solving. Selama pembelajaran

    berlangsung guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator, disamping

    memberikan kemudahan (fasilitas) belajar kepada siswa dan siswa berinteraksi

    dengan sumber-sumber belajar yang dapat mempermudah proses belajarnya. Jadi

    dalam pembelajaran dengan model Creative Problem Solving, aktivitas siswa

    mendominasi proses pembelajaran, atau pembelajaran berpusat pada siswa. Hal

    ini selaras dengan saran Nasution (1995: 23) bahwa pengajaran modern

    hendaknya mengutamakan aktivitas siswa. Demikian pula teori belajar Bruner,

    yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah siswa belajar melalui keterlibatan

    aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru

    berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang

    memungkinkan siswa menemukan dan memecahkan masalah. Hal tersebut

    relevan dengan penjabaran implikasi teori kognitif Piaget yang antara lain

    menyatakan bahwa dalam pembalajaran memusatkan perhatian kepada berpikir

    atau proses mental peserta didik, mengutamakan peran peserta didik dalam

    berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar

    (Hidayat, 2005: 7).

    Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan

    menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktifitas dan kreatifitas

    siswa, maka siswa akan menjadi kritis. Menurut Myrmel (2003: 93) model

    pembelajaran Creative Problem Solving membangkitkan kemampuan berpikir

  • 15

    secara kritis dan kreatif sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

    Menurut Yudianto (2003: 26) Creative Problem Solving merupakan teknik

    sistematik dalam mengorganisasikan dan mengolah keterangan dan gagasan,

    sehingga masalah dapat dipahami dan dipecahkan.

    2.1.5.1 Model Pembelajaran Creative Problem Solving

    Model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan model

    pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi

    (Wiederhold dalam Suyitno, 2004:37; dalam http://leeva-news.com/260/model-

    pembelajaran-creative-problem-solving-cps). Hal tersebut terjadi karena model

    pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk

    memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri.

    Model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan suatu kegiatan

    yang didesain guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui

    penugasan. Fungsi guru adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan

    dan membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang

    diberikan kepada siswa harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh

    kemampuan siswa. Masalah di luar jangkauan kemampuan siswa dapat

    menurunkan motivasi siswa.

    Model pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model

    pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan

    memecahkan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan (Karen dalam

    Cahyono, 2009: 3). Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan/permasalahan,

    siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan

    mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa

    dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin

    dalam Muslich M, 2007: 221).

    Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

    Creative Problem Solving cocok digunakan dalam peningkatan kemampuan

    memecahkan masalah karena dalam model pembelajaran ini pengalaman

    sebelumnya dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan faktor yang penting

    dalam menyelesaikan masalah baru yang berbeda, disamping faktor minat siswa.

  • 16

    Menurut Noller (Sujarwo, 2006), solusi kreatif sebagai upaya pemecahan

    masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola kritis kreatif, memiliki banyak

    alternatif pemecahan masalah, memiliki ide baru dalam pemecahan masalah,

    terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian

    menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya

    pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran Creative Problem Solving guru

    berperan sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan kesempatan secara luas

    kepada siswa untuk berlatih belajar mandiri. Guru membantu memberikan

    kemudahan bagi siswa dalam proses pembelajaran (Sujarwo, 2006).

    2.1.5.2 Sintak Model Pembelajaran Creative Problem Solving

    Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran Creative Problem

    Solving adalah sebagai berikut:

    a. Klarifikasi masalah

    Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang

    masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian

    seperti apa yang diharapkan.

    b. Brainstorming/ Pengungkapan pendapat

    Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang

    berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

    c. Evaluasi dan pemilihan

    Pada tahap evaluasi dan pemilihan, setiap kelompok mendiskusikan

    pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

    d. Implementasi

    Pada tahap ini siswa menentukaan strategi mana yang dapat diambil untuk

    menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan

    penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin dalam Muslich M, 2007: 221).

    Tahapan-tahapan Creative Problem Solving yang dikemukakan di atas

    dapat melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide matematisnya, berpikir kritis

    untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, berpikir sistematis dan logis

    sesuai data/fakta yang tersedia serta dapat melatih siswa untuk saling berinteraksi

    satu sama lain.

  • 17

    Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Solso (dalam Made Wena,

    2008: 56) yakni:

    a. Identifikasi permasalahan.

    b. Representasi permasalahan.

    c. Perencanaan pemecahan.

    d. Menerapkan/ mengimplementasikan perencanaan.

    e. Menilai perencanaan, dan

    f. Menilai hasil pemecahan.

    Berdasarkan beberapa langkah di atas, maka implementasi Creative

    Problem Solving dalam pembelajaran matematika terdiri dari langkah-langkah

    sebagai berikut:

    1. Kegiatan Awal

    Guru menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran, guru

    mengulas kembali materi sebelumnya sebagai prasyarat pada materi saat ini

    kemudian guru menjelaskan aturan main dalam pelaksanaan model pembelajaran

    Creative Problem Solving serta memberi motivasi kepada siswa akan pentingnya

    pembahasan materi melalui pembelajaran Creative Problem Solving.

    2. Kegiatan Inti

    Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion.

    Secara berkelompok, siswa memecahkan permasalahan yang disajikan sesuai

    dengan petunjuk yang tersedia. Siswa mendapat bimbingan dan arahan dari guru

    dalam memecahkan permasalahan (peranan guru dalam hal ini menciptakan

    situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan

    kegiatan brainstorming serta menumbuhkan situasi dan kondisi lingkungan yang

    dihasilkan atas dasar interest siswa). Adapun penekanan dalam pendampingan

    siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan sintak sebagai berikut:

    a) Klarifikasi Masalah

    Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang

    masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti

    apa yang diharapkan.

  • 18

    b) Brainstorming/ Pengungkapan pendapat

    Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang

    berbagai macam strategi penyelesaian masalah, tidak ada sanggahan dalam

    mengungkapan ide gagasan satu sama lain.

    c) Evaluasi dan Seleksi

    Pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau

    strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

    d) Implementasi

    Pada tahap ini, siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk

    menyelesaikan masalah kemudian menerapkannya sampai menemukan

    penyelesaian dari masalah tersebut.

    3. Kegiatan Akhir

    Dalam tahap ini, siswa bersama kelompoknya mempresentasikan hasil

    kerjanya di depan kelas dengan menggunakan media sesuai dengan kreatifitasnya

    untuk menyampaikan gagasannya dan mendapatkan saran dan kritik dari

    kelompok lain sehingga diperoleh solusi yang optimal berkaitan dengan

    pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi

    pembelajaran ke arah matematika formal.

    2.1.5.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem

    Solving

    Keungulan teknik ini adalah siswa akan belajar mengenai suatu konsep

    dalam suasana yang menyenangkan dan teknik ini dapat digunakan dalam semua

    mata pelajaran serta semua tingkatan usia anak didik, Lorna Curran dalam (Huda,

    2011: 118). Dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving

    siswa diajak untuk aktif dan kreatif. Pembelajaran matematika menjadi lebih

    menarik, siswa dapat menyukai pembelajaran Matematika, siswa lebih mudah

    memahami isi materi yang di sampaikan oleh guru sehingga hasil belajar siswa

    akan meningkat. Ada beberapa keunggulan model Creative Problem Solving

    yaitu:

    1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

    2. Berpikir dan bertindak kreatif.

  • 19

    3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

    4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

    5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

    6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan

    masalah yang dihadapi dengan tepat.

    7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,

    khususnya dunia kerja.

    Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Creative Problem Solving

    juga mempunyai kelemahan, yaitu sebagai berikut:

    1. Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang.

    2. Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah.

    3. Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.

    4. Memerlukan cukup banyak waktu dan melibatkan lebih banyak orang.

    2.1.5.4 Solusi untuk Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving

    Pada dasarnya model Creative Problem Solving adalah suatu metode

    pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti

    dengan penguatan kreativitas,tetapi masih ada beberapa kelemahan dari model

    tersebut. Solusi untuk kelemahan-kelemahan model pembelajaran Creative

    Problem Solving adalah sebagai berikut:

    1. Problem yang diajukan hendaknya benar-benar sesuai dengan tingkat

    perkembangan dan kemampuan murid.

    2. Para murid hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang maksud

    dan tujuan serta cara-cara memecahkan masalah yang dimaksud.

    3. Masalah-masalah yang harus dipecahkan hendaknya bersifat aktual dan erat

    hubungannya dengan kehidupan masyarakat, sehingga menimbulkan motivasi

    dan minat belajar para murid.

    4. Disamping bimbingan guru secara continue hendaknya tersedia sarana

    pembelajaran yang memadai serta waktu yang cukup untuk memecahkan

    masalah-masalah yang dihadapi.

  • 20

    2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

    Beberapa penelitian yang relevan tentang penerapan model pembelajaran

    Creative Problem Solving baik dalam pembelajaran Matematika maupun mata

    pelajaran lainnya telah banyak dipublikasikan. Hasil Penelitian yang dilakukan

    Hikmah (2010: vii) dengan judul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah

    Tipe Creative Problem Solving untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika

    Siswa Kelas VIII-E SMPN 1 Ma’rang Kabupaten Pangkep” menyimpulkan

    bahwa dengan penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving dapat

    meningkatkan ketuntasan belajar fisika. Pada siklus I, skor rata-rata hasil belajar

    siswa mencapai 62,12 dari skor ideal 100, dan persentase siswa yang mencapai

    kriteria ketuntasan minimal sebesar 66,67%. Pada siklus II, skor rata-rata hasil

    belajar siswa mencapai 79,74 dari nilai ideal 100 dan persentase siswa yang

    mencapai kriteria ketuntasan minimal sebesar 91,30%. Keaktifan siswa dalam

    proses pembelajaran juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

    Penelitian Widiani (2016) tentang “Penerapan Model Pembelajaran

    Creative Problem Solving (CPS) untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam

    Pembelajaran PKn di Kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari

    Gunungkidul”mengemukakan bahwa model pembelajaran Creative Problem

    Solving dapat meningkatkan hasil belajar PKn kelas IV, hal ini dapat dibuktikan

    pada hasil belajar siswa yang meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    penggunaan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn dapat

    meningkatkan keaktifan siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari. Persentase jumlah

    siswa yang berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian pada pra tindakan

    0%, siklus I/1 hanya 7,14%, siklus I/2 menjadi 28,57%. Hasil pengamatan

    keaktifan siklus I belum berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian yaitu

    >75% siswa memperoleh skor akhir >2,66 sehingga perlu dilanjutkan penelitian

    tindakan siklus II. Pada siklus II/1 64,29% siswa kemudian siklus II/2 menjadi

    100%. Penelitian tindakan siklus II berhasil mencapai indikator keberhasilan

    penelitian sehingga tidak perlu dilaksanakan penelitian tindakan lanjutan.

  • 21

    Penelitian Supriyadi (2014) tentang “Peningkatan Kemandirian dan

    Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Creative Problem

    Solving (CPS) (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas IX Semester 1 MTs

    Negeri Surakarta 1 Tahun Pelajaran 2013/2014)” mengemukakan bahwa model

    pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan kemandirian

    dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Data hasil penelitian

    menunjukkan adanya peningkatan kemandirian dan prestasi belajar siswa. Hal ini

    dapat dilihat dari: (1) Menyelesaikan tugasnya sendiri sebelum tindakan 20% dan

    di akhir tindakan 71,43%, (2) Mengatasi masalah belajarnya sendiri sebelum

    tindakan 14,29% dan di akhir tindakan 71,43%, (3) Percaya pada diri sendiri

    sebelum tindakan 14,29% dan di akhir tindakan 77,14%, (4) Mengatur dirinya

    sendiri sebelum tindakan 22,86% dan di akhir tindakan 74,29%. Nilai siswa yang

    mencapai KKM ≥ 65 sebelum tindakan 17,41% dan di akhir tindakan 82,86%.

    Tabel 2.1

    Perbandingan Kajian Penelitian yang Relevan

    No Penulis Judul Tahun Persamaan Perbedaan

    1 Dewi

    Hikmah

    Penerapan

    Pembelajaran

    Berbasis Masalah

    Tipe Creative

    Problem Solving

    untuk Meningkatkan

    Ketuntasan Belajar

    Fisika Siswa Kelas

    VIII-E SMPN 1

    Ma’rang Kabupaten

    Pangkep

    2010 Penelitian

    menggunakan

    model

    pembelajaran

    Creative

    Problem Solving

    Mata

    pelajaran

    yang

    ditetiti

    adalah

    Fisika

    pada kelas

    VIII

  • 22

    2 Ninu

    Widiati

    Penerapan Model

    Pembelajaran

    Creative Problem

    Solving (CPS) untuk

    Meningkatkan

    Keaktifan Siswa

    dalam Pembelajaran

    PKn di Kelas IV SD

    Negeri Jeruksari

    Wonosari

    Gunungkidul

    2016 a. Penelitian

    menggunakan

    model

    pembelajaran

    Creative

    Problem

    Solving

    b. Penelitian

    sama-sama

    dilakukan

    pada tahun

    2016

    Mata

    pelajaran

    yang

    ditetiti

    adalah

    PKn pada

    kelas IV

    3 Bambang

    Supriyadi

    Peningkatan

    Kemandirian dan

    Prestasi Belajar

    Matematika Melalui

    Model Pembelajaran

    Creative Problem

    Solving (CPS) (PTK

    Pembelajaran

    Matematika di Kelas

    IX Semester 1 MTs

    Negeri Surakarta 1

    Tahun Pelajaran

    2013/2014)

    2014 a. Penelitian

    menggunakan

    model

    pembelajaran

    Creative

    Problem

    Solving

    b. Mata

    pelajaran

    yang ditetiti

    adalah sama-

    sama

    Matematika

    Penelitian

    dilakukan

    pada kelas

    IX

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative

    Problem Solving dapat digunakan pada mata pelajaran yang berbeda dan pada

    jenjang kelas yang berbeda pula. Penerapan model pembelajaran Creative

    Problem Solving menjadi sarana penyampaian materi ajar hingga mampu

    memenuhi ketercapaian tujuan pembelajaran.

    2.3 Kerangka Pikir

    Kondisi awal pada proses pembelajaran matematika, siswa memperoleh

    hasil belajar yang rendah, terbukti masih banyak siswa yang hasil belajarnya

    belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau masih banyak siswa

    yang medapatkan nilai dibawah 70. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada

    saat menyampaikan materi pembelajaran guru hanya ceramah saja tanpa

    menggunakan media ataupun alat peraga sehingga siswa menjadi bosan, jenuh

    dan sering kali mengabaikan proses belajar mengajar di kelas atau siswa kurang

  • 23

    aktif dalam mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti

    melakukan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Creative Problem

    Solving. Dengan cara ini diharapkan dapat membantu siswa kelas 5 SDN Blaru 02

    dalam meningkatkan proses pembelajaran sehingga hasil belajar matematika dapat

    meningkat.

    Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan perbaikan yaitu

    dengan menggunakan alternatif model pembelajaran lain. Dalam hal ini akan

    digunakan model pembelajaran Creative Problem Solving untuk meningkatkan

    kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Kegiatan inti dari model

    pembelajaran Creative Problem Solving adalah mengungkapkan dan memilih

    strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika, tanpa

    ada contoh penyelesaian sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut,

    dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok tersebut siswa bebas

    mengungkapkan pendapatnya tentang strategi apa yang akan digunakan untuk

    menyelesaikan masalah. Di sini guru memfasilitasi jalannya diskusi. Setelah siswa

    memilih strategi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah,

    siswakemudian menerapkan strategi tersebut untuk menyelesaikan suatu masalah.

    Kemudian guru membantu siswa untuk menganalisis hasil jawaban yang disajikan

    di depan kelas, jika jawaban yang dihasilkan benar guru cukup menegaskan

    jawaban tersebut. Apabila jawaban yang dihasilkan masih salah maka guru

    menunjuk siswa lain untuk menjawab soal tersebut sampai diperoleh jawaban

    yang benar. Setelah itu siswa dapat memperbaiki jawabannya, selanjutnya guru

    mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

    Dalam implementasinya, Creative Problem Solving dilakukan sebagai

    solusi kreatif. Solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan

    melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan

    masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian

    menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya

    pemecahan masalah. Creative Problem Solving dibangun atas tiga macam

    komponen, yaitu: ketekunan, masalah dan tantangan. Ketiga komponen tersebut

    dapat diimplementasikan dengan berbagai komponen pembelajaran. Dari uraian di

  • 24

    atas pembelajaran Creative Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan

    menyelesaikan soal cerita matematika.

    Adapun kerangka pikir mengenai penerapan model pembelajaran Creative

    Problem Solving pada mata pelajaran matematika dapat ditunjukkan melalui peta

    konsep sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

    Kondisi Nyata

    1. Pembelajaran berpusat pada guru.

    2. Masih terdapat siswa yang pasif

    dalam belajar

    3. Siswa tidak dituntut untuk berpikir

    kritis dan kreatif

    4. Siswa kurang tertantang dengan

    kegiatan pembelajaran.

    5. Guru tidak memberikan

    penghargaan terhadap siswa

    Kondisi Ideal

    1. Guru memfasilitasi siswa dalam

    pembelajaran

    2. Siswa belajar menemukan sendiri

    dari pengalaman yang relevan dan

    bekerja dalam kelompok.

    3. Siswa dapat mengembangkan

    keterampilan berpikir kritis dan kreatif

    4. Guru melakukan penemuan-

    penemuan baru dalam meningkatkan

    semangat belajar.

    5. Guru memberikan penghargaan

    kepada siswa

    Solusi

    Klarifikasi masalah

    1. Guru memberikan permasalahan kepada siswa. 2. Siswa mempelajari LKS yang diberikan oleh guru. 3. Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya tentang strategi apa

    yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah.

    4. Siswa berkumpul dengan kelompoknya masing-masing dan mengerjakan LKS secara mandiri.

    Pengungkapan pendapat

    5. Siswa bebas mengungkapkan pendapat dalam menyelesaikan masalah dan mendiskusikannya dengan kelompok masing-masing.

    Evaluasi dan Seleksi

    6. Siswa mendiskusikan hasil LKS bersama kelompoknya. 7. Siswa memilih pemecahan masalah yang tepat dalam kelompok.

    Implementasi

    8. Siswa mempresentasikan hasil yang telah didiskusikan dikelompoknya di depan kelas dengan menggunakan strategi

    sesuai dengan kreatifitasnya dan guru membimbing serta memberi

    masukan terhadap pendapat anak

    Proses dan hasil belajar

    matematika meningkat

  • 25

    2.4 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka fikir seperti diuraikan di atas dapat

    diajukan hipotesis sebagai berikut:

    a. Penerapan model Creative Problem Solving dalam proses pembelajaran dengan

    langkah-langkah mengklarifikasi masalah, pengungkapan pendapat

    (brainstorming), evaluasi dan seleksi, serta implementasi dapat meningkatkan

    proses belajar siswa.

    b. Peningkatan proses pembelajaran melalui model pembelajaran Creative

    Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar matematika secara

    signifikan dengan kriteria 80% siswa atau minimal 26 siswa mencapai Kriteria

    Ketuntasan Minimal (KKM).