bab ii kajian pustaka 2.1 kajian relevan...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Relevan Sebelumnya
Penelitian tentang perbenturan budaya khususnya pada novel seperti ini
belum pernah dihadirkan dalam bentuk skripsi, akan tetapi ada beberapa
penelitian yang sama-sama mengangkat penelitian mengenai budaya, akan tetapi
dengan objek yang berbeda yaitu berobjekkan puisi dan novel dengan judul yang
berbeda, namun mengangkat masalah sosial baik itu dari segi agama, hukum,
ekonomi maupun budaya. Adapun penelitian terdahulu yang relevan sebelumnya
dapat diuraikan sebagai berikut.
Penelitian tentang pengkajian pada karya sastra sudah banyak dilakukan,
bahkan ada penelitian pada sastra lisan dengan menggunakan pendekatan yang
sama akan tetapi objek yang berbeda, yaitu dengan judul penelitian “Potret Sosial
dalam Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia dan Yang Selalu Terapung Di Atas
Gelombang.Karya Taufik Ismail” (Suatu penelitian dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra) pada tahun 2007 oleh Nining Mudjulihi. Masalah
yang dikaji adalah (1) bagaimana deskripsi puisi malu aku jadi orang Indonesia
dan yang selalu terapung di atas gelombang? (2) potret social bidang apa saja
yang terdapat dalam puisi malu aku jadi orang Indonesia dan yang selalu terapung
di atas gelombang? Dan (3) bagaimana potret sosial dalam puisi malu aku jadi
orang Indonesia dan yang selalu terapung di atas gelombang?.adapun yang
menjadi aspek gambaran dalam sosiologi sastra adalah bagaimana keterkaitan
karya sastra khusunya puisi dengan masyarakat. Dalam penelitian oleh Nining
Mudjulihi ini berobjekkan karya sastra berbentuk puisi.
2
Berdasarkan hasil penelitian di atas diperoleh simpulan bahwa peneliti
melihat masyarakat pada masa terjadinya atau terciptanya puisi itu apa yang
terjadi pada masyarakatnya. Dalam arti saat Taufik Ismail menulis puisi apa yang
terjadi dan yang berkembang pada masyarakatnya. Puisi Malu Aku Jadi Orang
Indonesia tercipta pada saat di mana masyarakatnya sedang masa cintanya pada
bangsa Indonesia yang berubah karena akhlak pemerintah yang telah rusak.Puisi
ini menurut peneliti potret sosial dalam puisi dapat dilihat dari empat bidang yaitu
agama, ekonomi, politik dan hukum dan budaya.
Kemudian penelitian oleh Elviana Puluhulawa, dengan judul “Potret
Sosial Novel Mata Mutiara Karya Hamza Puadi” penelitian ini menggunakan
pendekatan yang sama yaitu pendekatan sosiologi sastra, yang bertujuan untuk
memperoleh deskripsi latar belakang sosial pengarang dalam menciptakan novel,
serta deskripsi dan analisis potret sosial yang kemudian dihubungkan dengan
kehidupan masyarakat pada umumnya, dilihat dari status sosial dan sosial budaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang relevan sebelumnya baik dari segi objek penelitiannya
maupun tujuan penelitian. Penelitian ini lebih mengfokuskan pada potret
perbenturan budaya pada novel yaitu novel Kusut karya Ismet Fanany.
Persamaannya terdapat pada subjeknya yaitu masyarakat dan pandangan
masyarakat terhadap karya sastra. Lebih jelasnya bagaimana keterkaitan antara
karya sastra dan masyarakat.
3
2.2 Landasan Teori
Penelitian sastra, membutuhkan landasan kinerja yang didukung dengan
teori, karena penelitian sastra termasuk dalam kegiatan penelitian ilmiah.
Sebagaimana menurut Fokema (dalam Sandi, 2011: 9) studi ilmiah mengenai
sastra tidak dapat dimengerti tanpa dasar teori sastra. Berbicara mengenai teori
sastra, ada teori yang membahas mengenai interaksi manusia di dalam
masyarakat.
Dalam penciptaan sebuah karya sastra, ia memiliki kemampuan yang
tersembunyi untuk mempengaruhi untuk mempengaruhi perasaan dan pikiran
sehingga itu dapat mendorong timbulnya nila-nilai baru. Apapun bentuk karya
sastra seperti novel, cerpen, puisi maupun drama memiliki unsur yang terkandung
di dalamnya seperti unsur sosial, budaya, politik maupun ekonomi. Dalam hal ini
ada kaitannya tentang unsur sosial yang menyebabkan hadirnya gejala budaya
dalam karya sastra, khususnya dengan karya sastra bentuk prosa yaitu novel.
Realita sosial merupakan gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Gejala
sosial yang dinampakkan dalam karya sastra secara relevansinya adalah sebuah
kekuatan yang menjelma pada karya sastra itu. Gejala sosial merupakan dampak
dari pergaulan manusia dengan manusia lainnya, hubungan pergaulan ini dijalani
oleh manusia yang berbeda, yang memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.
Dengan pergaulan yang didasari dengan latar belakang budaya yang berbeda akan
menimbulkan efek bertentangan dalam proses sosialnya, sehingga dengan
pemahaman yang berbeda ini akan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pernyataan di atas, menyiaratkan bahwa pertemuan dua manusia atau bersatunya
4
dua budaya yang memiliki pertentangan mendasar akan mengakibatkan perubahan
budaya di antara keduanya.
2.2.1 Hakikat Budaya
Kata kebudayaan berasal dari kata “buddhaya” (Sansekerta), sebagai
bentuk jamak dari “buddhy” yang berarti “akal”. Koentjaraningrat (1990: 9)
membandingkan suatu kebudayaan, unsur kebudayaan atau peranata sosial dan
para ahli antropologi lebih cenderung merinci pada masalah kebudayaan.
Seringkali kebudayaan sering diartikan sebagai keseluruhan hasil cipta,
rasa dan karya. Cipta diartikan sebagai proses yang menggunakan daya berfikir
dan bernalar. Rasa adalah kemampuan untuk menggunakan panca indera dan hati
sedangkan karya adalah keterampilan tangan, kaki, bahkan seluruh tubuh manusia
(Soemardjan, Dkk 1984: 1)
Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala
kemanusian baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, idiologi, perilaku,
kebiasaan dan karya kratif, (Maryaeni, 2005: 5). Adapun seorang ahli budaya
Muhamad dalam (Harsojo 1986: 27) mengatakan hakikat budaya adalah hasil
cipta, karsa dan rasa yang diyakini masyarakat sebagai suatu yang benar dan
indah. Maksudnya budaya tersebut akan bermuara pada masyarakat yang penuh
dengan kedamaian, keamanan, peraturan dan kesejahteraan. Budaya dan
masyarakat adalah hubungan yang berkesinambungan yang bertujuan untuk
mempersatukan antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Kebudayaan juga
disebut sebagai aktivitas dari manusia yang termasuk pengetahuan, kepercayaan
dan adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan lain.
5
Secara garis besar Koejaraningrat (dalam Mustopo 1983: 89) membedakan
tiga wujud kebudayaan yaitu (1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai,
norma dan peraturan. (2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas manusia
dalam bermasyarakat dan (3) kebudayaan sebagai benda karya dari manusia. Dari
ketiga wujud kebudayaan di atas, wujud kebudayaan yang kedualah yang
digunakan atau merupakan landasan dari wujud budaya dalam penelitian ini.
Kebudayaan bersifat heterogen itu sebabnya tidak mengherankan begitu
banyak definisi mengenai kebudayaan. Kata kebudayaan bersifat universal namun
mengandung isi yang bervariasi. Kata kebudayaan sepadan dengan kata culture
dalam bahasa Inggris. Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa latin cotore
yang berarti merawat, memelihara, menjaga dan mengolah. Ciri-ciri kebudayaan
menurut (Maran 2000: 49) meliputi:
1) Kebudayaan adalah produk manusia, artinya kebudayaan adalah ciptaan
manusia sebagai pelaku sejarah dan kebudayaannya.
2) Kebudayaan selalu bersifat sosial, artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan
secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan
adalah suatu karya bersama, bukan karya perorangan.
3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar, artinya kebudayaan itu
diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lain melalui suatu proses
belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan
belajar manusia.
4) Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi,
ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia kebudayaan itu tidak
6
sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik sebab mengekspresikan
manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.
5) Kebudayaan adalah system pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak
seperti hewan, manusia memenuhi kebutuhannya dengan cara beradab atau
dengan cara-cara manusiawi.
E.B Tylor (dalam Harsojo, 1986: 92) berpendapat bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, budaya dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dalam masyarakat, kebudayaan sering diartikan sebagai the general
body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, ilmu
pengetahuan dan filsafat atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia.
Dalam penggunaan seperti ini pengertian kebudayaan ditempatkan di
samping pengertian ekonomi, politik, hukum, budaya dan sedangkan dalam segi
pengertian ilmu sosial kebudayaan adalah seluruh cara hidup suatu masyarakat.
Manusia dan budaya atau kebudayaan tidak dapat terpisahkan karena manusia
adalah bagian dari masyarakat yang berangkat dari kondisi ini tidak dapat
dipisahkan dari kemampuan manusia untuk membudaya. Penyesuaian adalah
masalah dalam membudaya. Penyesuaian yang dimaksud adalah menyesuaikan
diri dengan alam atau manusia menyesuaikan diri dengan alam untuk
melangsungkan lingkungan hidupnya.
7
Manusia harus belajar, harus menciptakan syarat sendiri untuk dapat
menyesuaikan diri dengan hukum alam pada umumnya dan lingkungan pada
khusunya di mana ia hidup. Adapun syarat yang diciptakan untuk dapat hidup
dalam semua lingkungan alam, yang diperoleh dari pengumpulan pengalaman dan
pelajaran itu adalah kebudayaan (Harsojo, 1986: 95).
Berdasarkan definisi-definisi kebudayaan di atas dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan merupakan kebiasaan manusia atau cara hidup yang didapat dari
penyesuaian dengan masyarakat ataupun alam yang berangkat dari ide dan
gagasan. Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2002: 64). sebagai
cultural universal yang bisa didapatkan pada semua bangsa, ialah:
1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan sebagainya)
2) Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem
produksi, sistem didtribusi)
3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum
dan sistem perkawinan)
4) Bahasa (lisan maupun tertulis)
5) Kesenian (seni rupa, seni suara dan seni gerak)
6) Sistem pengetahuan
7) Religi
Dilihat dari segi latar belakang kestabilan kebudayaan, tidak pernah terjadi
dalam satu masyarakat bahwa sekaligus seluruh nilai dan pola kebudayaan itu
mengalami perubahan yang radikal. Dari ketujuh unsur kebudayaan, penelitian ini
8
masuk pada masalah yang ketiga yaitu system kemasyarakatan yang dilihat dari
system kekerabatan dan system perkawinan. System kekerabatan yang dimaksud
adalah hubungan sosial yang melewati perbedaan budaya antara masyarakat
Indonesia dan Barat khusunya masyarakat Amerika Serikat sedangkan system
perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan dua budaya yang mengalami
perbenturan melalui perkawinan budaya Indonesia dan Barat yang dilihat dari
peristiwa masalah rumah tangga dari tokoh utama dalam novel.
Masalah kekerabatan ini berhubungan dengan hubungan sosial masyarakat
yang memiliki metode perumusan umum dari kehidupan kekerabatan, dalam
masyarakat kecil dan lokal, kehidupan kekerabatan memang dapat mempengaruhi
aktivitas masyarakat. Aktivitas masyarakat yang dimaksud adalah aktivitas yang
berupa kebiasaan yang terpengaruh dengan hal baru atau terjadinya perubahan
masyarakat sekitar, maksudnya terjadi perpindahan masyarakat satu ke
masyarakat lain atau perpindahan tempat tinggal.
Jika dilihat pada masyarakat Indonesia umumnya biasanya hanya melihat,
meniru serta mengikuti budaya yang dilakukan masyarakat dari luar negeri tanpa
memikirkan sisi positif dan negatifnya, mereka hanya berfikir bahwa budaya luar
itu lebih maju dan harus mereka jadikan contoh. Akibatnya mereka terkadang
terjebak akan hal-hal negatif baru yang mereka tidak ketahui sebelumnya,
demikian juga sebaliknya masyarakat luar yang merasa lebih modern dan pintar
akan teknologi biasanya cenderung pamer dengan budaya yang mereka biasa
lakukan tanpa berfikir dampak positif atau negatif bagi bangsa kita, akibatnya
tidak sedikit dari masyarakat Indonesia justru menirukan hal-hal buruk saja,
9
meskipun ada juga hal baik yang mereka contoh. Hal inilah yang terkadang dapat
menimbulkan konflik pada masyarakat luas karena adanya perbedaan pandangan
kebudayaan. Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman yang semakin maju
perbedaan pandangan tentang kebudayaan ini mulai surut.
Menurut Soekanto (dalam Koentjaraningrat 2002: 233) faktor-faktor
penyebab perubahan/dinamika sosial dibagi menjadi dua golongan besar, yakni
sebagai berikut.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat sendiri,
antara lain sebagai berikut:
1) Bertambahnya atau berkurangnya penduduk. Pertumbuhan penduduk yang
cepat dapat menyebabkan perubahan dalam struktur masyarakat seperti
munculnya kelas sosial yang baru dan profesi yang baru.
2) Adanya penemuan baru (discovery). Penemuan baru dalam masyarakat di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan
sosial.
3) Pertentangan (konflik) masyarakat. Dalam interaksi sosial di masyarakat yang
heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan (konflik) mungkin saja
terjadi baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok. Apalagi pada masyarakat yang berkembang dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern akan selalu terjadi pertentangan,
misalnya golongan muda yang ingin mengadopsi budaya asing, golongan tua
yang tetap mempertahankan tradisi lama. Konflik ini akan menimbulkan
10
perubahan nilai-nilai, pola perilaku dan interaksi yang baru di masyarakat
tersebut.
4) Terjadinya pemberontakan (revolusi). Revolusi adalah perubahan yang sangat
cepat dan mendasar yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Revolusi
akan berpengaruh besar pada struktur masyarakat dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat, antara lain
berikut ini:
1) Lingkungan alam fisik. Salah satu faktor penyebab perubahan yang bersumber
dari lingkungan alam seperti terjadinya bencana alam banjir, longsor, gempa
bumi, kebakaran hutan, dan sebagainya.
2) Peperangan. Peperangan antara negara satu dengan negara yang lain kadang
bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga
kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Biasanya negara yang
menang memaksakan nilai-nilai, cara-cara, dan lembaga yang dianutnya
kepada negara yang kalah.
3) Pengaruh kebudayaan lain. Di era globalisasi ini tidak ada satupun negara
yang mampu menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa lain. Interaksi
yang dilakukan antara dua negara mempunyai kecenderungan untuk
menimbulkan pengaruh lain kadang juga bisa menerima pengaruh dari
masyarakat lain. Dengan demikian akan timbul suatu nilai-nilai sosial budaya
yang baru sebagai akibat asimilasi atau akulturasi kedua budaya. Dalam
11
kaitannya dengan pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dikenal istilah-istilah
sebagai berikut.
a) Akulturasi (cultural contact). Akulturasi adalah suatu kebudayaan tertentu
yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun
unsur kebudayaan asing tersebut melebur/menyatu ke dalam kebudayaan
sendiri (asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama.
b) Difusi. Difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat
ke tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat
lain. Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-
penemuan.
c) Penetrasi. Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara
paksa, sehingga kebudayaan lama kalah. Apabila kebudayaan baru seimbang
dengan kebudayaan lama, masing-masing kebudayaan hampir tidak
mengalami perubahan atau tidak saling memengaruhi. Hal yang demikian
disebut hubungan symbiotik.
d) Asimilasi. Asimilasi adalah proses penyesuaian (seseorang/ kelompok orang
asing) terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok
baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
e) Hibridisasi. Hibridisasi adalah perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh
perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat.
Berdasarkan uraian faktor penyebab adanya perubahan sosial di atas, itu
dakibatkan oleh aktivitas dari perbenturan-perbenturan yang terjadi dalam proses
sosial ada dua yaitu faktor internal atau yang berasal dari dalam masyarakat itu
12
sendiri dan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar masyarakat. Yang
dimaksud perubahan sosial dalam penelitian ini adalah faktor eksternal atau yang
berasal dari luar masyarakat yaitu dari pengaruh budaya lain yang terdiri dari
akulturasi, difusi, penentrasi, asimilasi dan hibidisasi. Namun permasalahan
perubahan budaya yang ada dalam novel ini mengangkat pengaruh kebudayaan
Barat terhadap Indonesia dengan unsur Hibridisasi, akulturasi dan penetrasi.,
Perubahan kebudayaan dalam novel ini lebih di dominasi oleh perubahan
kebudayaan dari unsur hibridisasi yaitu perubahan sosial yang disebabkan oleh
perkawinan campuran antara orang asing dan penduduk setempat. Perbenturan
kebudayaan antara dua kebudayaan yang menimbulkan perubahan, perbenturan
yang dimaksud adalah perbenturan budaya Indonesia yang bertemu dengan
budaya Barat yang saling menimbulkan perubahan dan saling mempengaruhi satu
sama lain sehingga terjadi perubahan budaya, akan tetapi budaya Indonesialah
yang nampak dipengaruhi.
Proses hibridisasi terjadi apabila ada masyarakat asli menikah dan
menyesuaikan diri dengan kebudayaan asing sehingga kebudayaan masyarakat
pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama.
2.2.2 Masalah Budaya dalam Novel Kusut Karya Ismet Fanany
Dalam novel Kusut karya Ismet Fanany terdapat masalah budaya yaitu
masalah perbenturan budaya dalam hal ini budaya yang dimaksud adalah budaya
Indonesia dan budaya Barat, penjelasannya sebagai berikut.
13
a. Budaya Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapat di jadikan
sebagai aset yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya
lokal yang dimiliki Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah
memiliki ciri khas budayanya, seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik,
ataupun adat istiadat yang dianut. Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat
memperkokoh ketahanan budaya bangsa dimata Internasional.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat pada
umumnya, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang di mana mereka
tinggal tersebar di pulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam
wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian
hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan
dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di
Indonesia yang berbeda.
Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di
Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga
memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia
adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat
heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok
14
sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban,
tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Keberagaman budaya memberikan manfaat bagi bangsa kita. Dalam
bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat
memperkaya perbedaharaan istilah dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam
bidang pariwisata, potensi keberagaman budaya dapat dijadikan objek dan tujuan
pariwisata di Indonesia yang bisa mendatangkan devisa. Pemikiran yang timbul
dari sumber daya manusia di masing-masing daerah dapat pula dijadikan acuan
bagi pembangunan nasional. Indonesia memiliki keberagaman agama atau
kepercayaan. Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui secara resmi oleh
negara yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Selain itu
berkembang pula kepercayaan-kepercayaan lain di massyarakat.
Budaya orang Indonesia kental dengan ramah tamah, gotong royong,
saling hormat menghormati dan bermusyarawarah itu kerap kali kita lihat dari
budaya masyarakat Indonesia. walaupun bangsa Indonesia terdiri dari beberapa
ras, budaya, serta tradisi masing masing yang sudah dipastikan berbeda. Negara
Indonesia dikenal dengan kemajemukkan suku dan bertoleransi tinggi, ini
dibuktikan banyak sekali suku-suku yang ada di Indonesia, seperti Jawa, Sunda,
Batak, Dayak, dll. Tetapi semua itu tidak menjadi suatu perbedaan yang menuju
keperpecahan melainkan dengan perbedaan itu menciptakan sikap saling toleransi,
dan kita lebih menghargai akan budaya daerah yang lain. Serta perbedaan itu telah
di persatukkan oleh Bahasa Indonesia yang menjadi alat pemersatu suku-suku
yang ada di indonesia ini.
15
Di Indonesia sendiri budaya saling hormat-menghormati masih sangat
kental, dapat di lihat dari perilaku budaya cium tangan anak kepada kedua orang
tua ‘Salim’, serta budaya selalu menggunakkan tangan kanan ‘Jabat Tangan,
Memberi Barang atau Menerima Sesuatu’. Itu merupakan sedikit dari banyaknya
tradisi dan budaya bangsa indonesia yang sudah mengakar kuat kepada anak cucu
kita. budaya Indonesia sangatlah beraneka ragam bahkan kaya, apabila kita berada
di kota yang berbeda kita pasti juga akan menemukkan budaya yang berbeda pula.
Dalam adat budaya Indonesia, perkawinan merupakan salah satu
peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang
sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut
keturunan. Bagi lelaki Indonesia, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk
lingkungan baru, yakni pihak keluarga istrinya. Sementara bagi keluarga pihak
istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah
keluarga.
Masyarakat Indonesia memiliki sikap sosial yang tinggi, atau suka
berkawan. Hidup bergotong royong dengan sesama. Secara garis besar kehidupan
masyarakat Indonesia lebih banyak dihabiskan bergaul dengan sesama. Akan
tetapi dalam pergaulan masyarakat Indonesia memiliki keterikatan dengan adat
istiadat dan peraturan mengenai etika dalam bersikap.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dan
sosial kemasyarakatan Indonesia diikat atau dihubungkan dengan adat istiadat
yang berada di masyarakat tertentu. Adat istiadat ini lebih ke peraturan yang
16
diturunkan secara turun temurun dari generasi satu kegenarasi berikutnya dengan
melalui sikap, cara pandang dan kebiasaan.
Suatu perkawinan dianggap sangat penting bagi masyarakat Indonesia
karena selain menambah anggota keluarga dianggap juga sebagai penerus adat
istiadat keluarga atau melanjutkan nama keluarga. Kehidupan berkeluarga
dipandang sebagai bentuk hubungan yang sakral, di mana seorang istri memiliki
tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga dan suami memiliki tanggung jawab
sebagai tulang punggung keluarga, bahwa seorang suami sebagai kepala rumah
tangga yang juga mengikutsertakan istri dalam setiap urusan keluarga. Maksudnya
seorang suami menghargai istri dalam berumah tangga. Dalam bermasyarakat,
Indonesia memiliki ciri rasa bersosial yang tinggi. Masyarakat Indonesia lebih
suka berkelompok dan menjalin persaudaraan dengan sesama dibandingkan
dengan secara individu atau aktivitas bersama lebih baik dari pada sendiri.
b. Budaya Barat
Kebudayaan Barat tak bisa langsung diartikan kebudayaan yang datang
dari barat. Kebudayaan barat yang ditulis sebagai Western Culture. Hal ini
dikarenakan mungkin karena perbedaan ras, Agama, persamaan kebudayaan di
beberapa belahan negara, sehingga muncul istilah tersebut. Jadi, jika kita langsung
melogika. Budaya Barat bukanlah sebuah istilah sebuah arah mata angin yaitu
budaya pada bagian Barat kita melainkan sebuah istilah yang berawal dari
kawasan Eropa Barat.
17
Kebudayaan Barat adalah kebudayaan yang cara pembinaan kesadarannya
dengan cara mamahami ilmu pengetahuan dan filsafat. Mereka melakukan
berbagai macam cara diskusi dan debat untuk menemukan atau menentukan
makna seperti apa yang sebenarnya murni asli dari kesadaran. Mereka banyak
belajar dan juga mengajar yang awalnya datang dari proses diskusi dan perdebatan
yang mereka lakukan. Melalui proses belajar dan mengajar, para ahli kebudayaan
barat dituntut untuk pandai dalam berceramah dan berdiskusi. Hal itu dilakukan
karena pada akhirnya akan banyak yang mengikuti ajarannya.
Konsep budaya Barat umumnya terkait dengan definisi klasik dari Dunia
Barat. Ada 3 ciri dominan dalam budaya Barat antara lain yaitu yang pertama
adalah “penghargaan terhadap martabat manusia”. Hal ini biasa dilihat pada
nilai-nilai seperti: demokrasi, institusi sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Yang
kedua adalah “kebebasan”. Di Barat anak-anak berbicara terbuka di depan orang
dewasa, orang-orang berpakaian menurut selera masing-masing, mengemukakan
pendapat secara bebas, tidak membedakan status sosial dan sebagainya. Yang
ketiga adalah “penciptaan dan pemanfaatan teknologi” seperti pesawat jet, satelit,
televisi, telepon, listrik, komputer dan sebagainya.Orang Barat menekankan
logika dan ilmu serta cenderung aktif dan analitis.
Budaya Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan
mencari unsur sebab akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini
dikarenakan kodrat manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas
amat ditekankan seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal
budi) dari Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada)
18
dari Descartes. Puncak rasionalitas dalam sejarah filsafat Barat terletak pada
Hegel dengan filsafatnya yang mengatakan bahwa yang nyata adalah rasional dan
yang rasional adalah nyata.
Dari segi pandangan bersosialisasi, budaya Barat terbiasa dengan hak-hak
individu dan cenderung tidak memperdulikan orang lain dan penuh kebebasan. Di
Barat orang tidak perduli dengan urusan orang lain, selama orang tersebut tidak
mencampuri kehidupannya. Dalam dunia Barat tidak ada lingkungan karib.
Manusia sejati adalah manusia yang bisa mencapai sesuatu bersandarkan
kemampuannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Barat
lebih mendominankan kebebasan, penuh dengan analisis, lebih mementingkan
urusan pribadi dari pada kelompok, tingkat sosialitas yang cenderung rendah
karena lebih memiliki sikap individualisme yang menimbulkan ketidak pedulian
antar perilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak
akan peduli dengan kehidupan bangsa. Pandangan individu di atas, mempengaruhi
juga cara pandangan orang Barat terhadap hubungan perkawinan yang sebagian
besar berpandangan tidak peduli terhadap pasangan mereka. Pandangan tidak
peduli ini lebih ke perhatian pasangan yang cenderung berubah setelah menikah.
Masalah agama, bangsa Barat sebagian besar beragama Nasrani.
Dipercaya bahwa agama yang dianut mereka sekarang adalah agama warisan yang
merupakan kebenaran. Akan tetapi ada sebagian orang tidak memiliki
kepercayaan atau Atheis, mereka beranggapan kehidupan mereka di tangan
19
mereka sendiri oleh sebab itu unsur kebebasan berkembang di semua penjuru
dunia Barat.
Budaya Barat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Budaya Amerika
Serikat. Amerika Serikat adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi
kebebasan. Negara ini pada awal berdirinya memberlakukan kebijakan buka pintu
bagi para imigran yang datang dari seluruh dunia. Imigran yang datang ke
Amerika dan kemudian memilih untuk menetap dan menjadi warga Amerika, ada
juga pendatang atau imigran yang datang ke Amerika mengikuti sanak keluarga ,
suami atau istri yang bernegarakan Amerika. Akan tetapi saran dari pemerintah
Amerika diminta untuk tidak meninggalkan kebudayaannya dan tetap
mempraktekannya selama tinggal di Amerika.
Karena hal ini Amerika Serikat sekarang menjadi multikultur. Berbagai
macam budaya dunia bercampur di sana. Budaya country dan koboi yang terdapat
di sana hanya menjadi salah satu lambang terkenal Amerika. Masyarakat Amerika
Serikat yang mengakui bahwa mereka tidak memiliki budaya khusus turun
temurun dan menganggap bahwa budaya mereka adalah budaya "berusaha
menjadi yang terbaik".
Karena tidak ada faktor kasta, agama, dan budaya yang menghalangi hal
ini, mereka percaya di Amerika Serikat, orang yang berusaha untuk menjadi yang
terbaik, dapat menjadi yang terbaik. Budaya Amerika Serikat telah diekspor ke
seluruh dunia dan telah mempengaruhi seluruh dunia, khususnya dunia Barat.
20
2.2.3 Potret Perbenturan
Kata potret bersinonim dengan foto. Kata ini diartikan sebagai gambar
yang dihasilkan olah kamera, definisi lain dari kata potret adalah gambaran atau
lukisan dalam bentuk paparan, (KBBI, 2008: 999). Pengertian ini mengacu pada
gambaran atau lukisan berupa kata-kata, bukan seperti lukisan pemandangan dan
lain-lain yang dipajang di dinding. Potret adalah salah satu gaya baru yang
ditampilkan dalam menuangkan ide dalam bentuk kata-kata atau kalimat yang
menjelaskan maksud serta gambaran dari suatu objek.
Selanjutnya kata perbenturan adalah berkata dasar bentur atau terpukul.
Pebenturan berarti terjadi suatu yang berlawanan antara satu dengan yang lain.
Pembenturan adalah suatu proses atau perbuatan yang dihasilkan dari interaksi
saling tidak bebas sehingga terjadi saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini
permasalahan yang dihadapi adalah perbenturan budaya yang saling berlawanan
yaitu budaya Indonesia dan budaya barat khususnya Amerika Serikat.
Perbenturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbenturan
budaya Indonesia dan Barat, pertemuan dua budaya yang berlatar belakang
pemahaman dasar yang bertolak belakang yang saling bentur.
2.2.4 Hakikat Novel
Bentuk karya fiksi yang berupa prosa adalah novel dan cerpen. Novel
sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model
kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui sebagai unsur
instrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain,
yang kesemuannya bersifat naratif.
21
Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman
Novelle, dan dalam bahasa Yunani novellus. Kemudian masuk ke Indonesia
menjadi novel. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian
yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette), yang berarti
sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun
juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan
aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus
(Nurgiyantoro, 1995: 9).
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk
prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Tuloli 2000: 25)
Novel merupakan keaslian ide dari pengarang dalam menciptakan
karyanya melalui pengalaman-pengalaman manusia baik dari diri pengarang itu
sendiri maupun orang lain. Dalam menciptakan sebuah novel pengarang biasanya
mengemukakan suatu secara bebas dalam menyajikan cerita dan lebih
menonjolkan permasalahan baik itu dari segi sosial, budaya, adat istiadat, hukum,
ekonomi dan lain-lain, yang sering kali tidak lepas dari permasalahan
kemanusiaan.
Novel juga merupakan struktur organisme yang kompleks, unik dan
mengungkapkan suatu secara tidak langsung. Cerita dalam novel berkonotasi
kelampauan, maksudnya pembaca hanya bisa membayangkan apa yang
22
dikisahkan pengarang. Sebuah novel memiliki beberapa ciri yang dapat dijadikan
sebagai pegangan untuk mengetahui apakah novel atau bukan. Tarigan (dalam
Nurgiantoro, 1995: 10) menyebutkan bahwa ciri-ciri novel adalah.
1) Jumlah kata lebih dari 35.000 buah;
2) Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang paling
pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit;
3) Jumlah halaman novel minimal 100 halaman;
4) Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;
5) Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi;
6) Skala novel luas;
7) Seleksi pada novel lebih luas;
8) Kelajuan pada novel kurang cepat;
9) Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.
Jenis-jenis novel yang dikemukakan oleh Tarigan (dalam Nurgiantoro, 1995:
19) ada bermacam-macam, seperti :
1) Novel Sosial, yaitu novel yang isinya menceritakan corak kehidupan dan
penghidupan masyrakat, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan masyarakat kota
dan masyarakat desa.
2) Novel bertendens, yaitu novel yang isinya mengungkapkan tendens/tujuan
untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.
3) Novel Sejarah, yaitu novel yang isinya erat berhubungan dengan peristiwa
sejarah, baik waktu maupun pelakunya.
23
4) Novel psikologi, yaitu novel yang mengutamakan pengungkapan tokoh-tokoh
pelaku dan aspek kejiwaanya.
5) Novel detektif, yaitu novel yang isinya mengungkapkan peristiwa yang
bersifat detektif, menceritakan kelihaian akar pikiran pelaku melakukan taktik
tertentu untuk membantu dan memenangkan pihak yang benar.
6) Novel adat, yaitu novel yang berisi masalah adat.
7) Novel percintaan, yaitu novel yang mengisahkan hubungan percintaan antara
pria dan wanita dengan berbagai rintangan dan cobaan.
8) Novel anak-anak, yaitu novel yang menceritakan dunia anak-anak.
9) Novel simbolik, yaitu novel yang isinya serta maksudnya disimbolkan
terhadap sesuatu yang dikisahkan.
Dari beberapa jenis novel yang dijelaskan di atas, novel Kusut karya Ismet
Fanany dalam penelitian ini masuk dalam jenis novel pertama yaitu jenis novel
sosial yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat, adat istiat dan
kebiasaan-kebiasaan yang mengalami perubahan.
2.2.5 Pendekatan Sosiologi Sastra
Sastra menampilkan kehidupan sementara kehidupan itu sendiri adalah
kenyataan sosial. Sastra dapat menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan
mencetuskan peristiwa tertentu. Sastra merupakan institusi sosial yang ditentukan
oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Dari asumsi ini maka lahirlah kajian
sastra menggunakan pendekatan sosial yang disebut dengan sosiologi sastra.
24
Sosiologi sastra yakni suatu ilmu mempermasalahkan tentang suatu karya
sastra yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya
sastra tersebut. Sosiologi sastra bisa dikatakan cabang penelitian sastra yang
bersifat reflektif, artinya penelitian sastra yang melihat masyarakat atau melihat
sastra sebagai refleksi dari kehidupan masyarakat. Sosiologi sastra memandang
sastra sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat sebagai kesadaran
kolektif (Ratna, 2003: 13).
Sosiologi sastra tidak bermaksud untuk melegimetimasikan hakikat fakta
ke dalam dunia imajinasi, sosiologi sastra bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut Kutha
Ratna (2003: 3) Sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan yang menganalisis
keterkaitan antara karya sastra dan masyarakat.
Karya sastra mengandung unsur sosial yang dianggap penting dari
masyarakat yang dilukiskan, unsur yang terlihat penting dalam masyarakat yaitu
unsur budayanya, karena sebagian besar karya sastra melukiskan unsur
kebudayaan sosial pada waktu tertentu, misalnya karya sastra pada zaman
kemerdekaan karya sastra yang sering lahir pada zaman tersebut juga membahas
atau melukiskan budaya atau keadaan sosial pada zaman itu. Hal ini menjelaskan
bahwa karya sastra juga bisa disebut dokumen sosial budaya.
Penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra
mengacu pada tiga aspek, yaitu: sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra dan
sosiologi pembaca (Wellek dan Warren, 1993: 111). Khususnya pada penelitian
ini cenderung pada aspek kedua yaitu sosiologi pada karya sastra yang melihat
25
bagaimana budaya yang ada dalam karya sastra khusunya perbenturan budayanya.
Hal yang dilihat adalah masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra yaitu
novel Kusut karya Ismet Fanany. Hal yang dilihat dalam novel ini adalah unsur
budaya yaitu perbenturan budaya yang terjadi dalam novel.
Penelitian ini dipandu dengan pendekatan sosiologi sastra Endraswara,
(2003: 77) mengemukakan bahwa sosiologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji
segala aspek kehidupan sosial manusia yang berhubungan dengan manusia itu
sendiri, lingkungan dan proses pembudayaan yang menjadi hakikat dari sosiologi.