bab ii kajian pustaka 2.1 kajian terhadap masalah yang...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut di teliti oleh Aryatin (2005) dengan judul skripsi “Deskripsi Transposisi Bahasa Tolaki”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian transposisi bahasa tolaki meliputi; nomina ke verba, verba ke nomina, numeralia ke verba dan adjektiva ke verba. Sufiks; nomina ke verba. Konfiks; adjektiva ke nomina, verba ke nomina, numeralia ke verba dan adjektiva ke verba. Sedangkan proses morfofolonogi terjadi akibat bertemunya fonem awal /t/, /k/, /p/ dan /?/ dengan morfem mo-, me-,po-,pa-,-i,- ito,ka-/-a,po-/-a dan poko-/-i. Sedangkan penambahan fonem /?/ pada morfem i, -ito, ka-/-a, po-/-a, dan poko-/-i terjadi pada bentuk dasar yang berawal fonem vokal /a, i, u, e. o,/. Data diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan. Berdasarkan hasil kajian yang relevan di atas, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan dan kesamaan dengan penelitian yang dilakukan. Persamaannya, mendeskripsikan tentang proses transposisi dilihat dari sistem afiksasi (prefiks, sufiks, dan konfiks) dan metode yang digunakan dalam penelitian yakni deskriptif. Perbedaannya, penelitian di atas tidak membahas tentang proses pembentukan transposisi yang meliputi reduplikasi dan

Upload: dinhkiet

Post on 10-Aug-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan

Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang relevan dengan

penelitian ini. Penelitian tersebut di teliti oleh Aryatin (2005) dengan judul skripsi

“Deskripsi Transposisi Bahasa Tolaki”. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian transposisi bahasa tolaki meliputi; nomina

ke verba, verba ke nomina, numeralia ke verba dan adjektiva ke verba. Sufiks;

nomina ke verba. Konfiks; adjektiva ke nomina, verba ke nomina, numeralia ke

verba dan adjektiva ke verba. Sedangkan proses morfofolonogi terjadi akibat

bertemunya fonem awal /t/, /k/, /p/ dan /?/ dengan morfem mo-, me-,po-,pa-,-i,-

ito,ka-/-a,po-/-a dan poko-/-i. Sedangkan penambahan fonem /?/ pada morfem –i,

-ito, ka-/-a, po-/-a, dan poko-/-i terjadi pada bentuk dasar yang berawal fonem

vokal /a, i, u, e. o,/. Data diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan.

Berdasarkan hasil kajian yang relevan di atas, maka dapat dikatakan

bahwa terdapat perbedaan dan kesamaan dengan penelitian yang dilakukan.

Persamaannya, mendeskripsikan tentang proses transposisi dilihat dari sistem

afiksasi (prefiks, sufiks, dan konfiks) dan metode yang digunakan dalam

penelitian yakni deskriptif. Perbedaannya, penelitian di atas tidak membahas

tentang proses pembentukan transposisi yang meliputi reduplikasi dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

pemajemukan serta, makna dari hasil transposisi tersebut. Penelitiian diatas hanya

menitikberatkan pada proses morfofonologi dilihat dari sisitem afiksasi.

2.2 Verba

2.2.1 Hakikat Verba

Banyak pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai verba. Chaer

(2007: 166) mengemukakan bahwa verba adalah kata yang menyatakan tindakan

atau perbuatan. Di samping itu, menurut Kridalaksana (51: 2008) bahwa verba

merupakan kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi

tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Selain

itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus verba +

dengan kata sifat. Misalnya, bernyanyi dengan lembut. Kata bernyanyi

merupakan verba.

Selanjutnya, Pateda (2009: 126) menjelaskan bahwa secara morfologis,

semua kata yang mengandung afiks me-, ber-, -kan, di-, i-, dicalonkannya sebagai

verba dan secara sintaksis, semua calon kata yang dapat diperluas dengan kata

dengan + kata sifat, dicalonkannya sebagai verba.

Di samping itu, Mees (dalam Putrayasa 2008: 96- 97) mengemukakan

pengertian verba dibedakan menjadi dua golongan, yakni: (1) verba yang

membutuhkan objek agar artinya menjadi sempurna (verba transitif). Misalnya,

Saya menulis surat dan (2) verba yang sudah sempurna artinya, karena itu tidak

dapat dibubuhi objek sebagai pelengkapnya (verba intransitif). Misalnya, Adik

tidur .

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa verba merupakan kata yang

menyatakan tindakan atau perbuatan dan pada umunya verba tidak dapat

bergabung dengan kata- kata yang menyatakan kesangatan.

2.2.2 Ciri-ciri Verba

Setiap kata mempunyai ciri-ciri untuk membedakannya dengan kata lain,

sehingga dengan mudah dapat diindetifikasi. Beberapa pakar bahasa

mengemukakan ciri-ciri verba. Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 71) mengemukakan

bahwa verba merupakan kata yang menyatakan tindakan. Ciri-ciri verba dapat

diketahui dengan mengamati: (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintakis, dan (3)

bentuk morfologinya.

Selanjutnya Keraf (dalam Putrayasa: 2008: 87) mengemukakan bahwa

untuk menentukan apakah suatu kata termasuk verba atau tidak, dapat digunakan

dua prosedur yaitu (1) melihat dari segi bentuk, sebagai prosedur pencalonan, (2)

melihat dari segi kelompok kata (frasa), sebagai prosedur penentuan.

Kemudian Kridalaksana (2008: 51) mengatakan bahwa secara sintaksis

sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya

dalam satuan yang lebih besar jadi sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba

hanya dalam perilakunya dalam frase, yakni dapat bergabung dengan partikel

tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau

agak. Selain itu, verba juga dapat bercirikan oleh perluasan kata tersebut dengan

rumus verba+ kata sifat, misalnya berlari dengan cepat, membaca dengan

nyaring, Kata berlari dan membaca merupakan verba.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

Berdasarkan ciri-ciri verba yang telah dijelaskan di atas, maka dapat

disimpulkan ciri-ciri verba sebagai berikut.

1) Segala macam verba yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan +

kata sifat.

2) Verba mengandung makna yang menyatakan tindakan atau perbuatan (aksi)

3) Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat meskipun dapat

juga mempunyai fungsi lain.

4) Verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan.

Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi dan bekerja sekali.

2.2.3 Bentuk-bentuk Verba

Beberapa pakar menjelaskan tentang bentuk- bentuk verba. Kridaklasana

(2008: 51) membedakan verba sebagai berikut; (1) verba dasar bebas yaitu verba

yang berupa morfem dasar bebas. Contoh: duduk, makan, mandi, minum, pergi,

pulang, tidur dan (2) verba turunan yaitu verba yang sudah mengalami afiksasi,

reduplikasi, proses gabungan dan pemajemukan. Sedangkan Chaer (dalam Pateda

2004: 16) mengemukakan secara morfologis, bentuk verba ada dua jenis yaitu; (1)

verba dasar adalah verba yang belum mendapat imbuhan, dan (2) verba bentukan

adalah verba yang sudah mendapat imbuhan.

Hal yang sama dikemukakan oleh Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 74)

bahwa verba dibentuk menjadi dua macam yaitu (1) verbal asal, yaitu verba yang

dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, (2) verba turunan, yaitu

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

verba yang harus atau dapat memakai afiks, bergantung pada tingkat keformalan

bahasa atau pada posisi sintaksisnya.

Berdasarkan pendapat para pakar yang telah diuraikan di atas dapat

disimpulkan bahwa bentuk-bentuk verba terdiri atas verba dasar dan verba

turunan. Verba turunan sebagai berikut:

1. Verba berafiks: ajari, bernyayi, bertaburan, bersentuhan, ditulis, jahitkan,

kematian, melahirkan

2. Verba berduplikasi: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-

marah, senyum-senyum

3. Verba berproses gabung: bernyayi-nyanyi, tersenyum-senyum

4. Verba majemuk: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.

2.2.4 Subkategorisasi Verba

Dilihat dari subkateorisasinya verba terdiri dari bebebrapa bagian.

Kridalaksana (2008: 52) membagi subkategorisasi verba sebagai berikut:

1) Dilihat dari banyaknya nomina yang mendapinginya dapat dibedakan:

(1) Verba Intransitif, yaitu verba yang menghindarkan objek atau verba

yang tidak membutuhkan objek. Contoh: bangun, tidur, jatuh, minum,

mandi , terbang, mogok.

(2) Verba Transitif yaitu verba yang bisa mempunyai atau harus

mendampingi objek.

Contoh: - Saya menulis surat

- Ibu memberi adik kue

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

2) Dilihat dari hubungan verba dengan nomina, dapat dibedakan:

(1) Verba aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Verba

demikian biasanya berprefiks me-, ber-, atau tanpa prefiks.

Contoh: - Ia mengapur dinding

- Saya makan nasi

- Rakyat mencintai pemimpinnya yang jujur

(2) Verba pasif yaitu verba yang subyeknya berperan sebagai penderita,

sasaran, atau hasil. Verba demikian biasanya diawali dengan prefiks ter-

yang berarti „dapat di‟ atau‟ tidak dengan sengaja‟ maka verba itu

bermakna perfektif.

Contoh: - Adik dipukul Ayah

- Buku itu terinjak olehku

(3) Verba anti- aktif (ergatif) yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah

menjadi verba aktif, dan subyeknya merupakan penanggap (yang

merasakan, menderita, mengalami)

Contoh: - Kakinya terantuk batu

- Dadanya tembus oleh tombak

- Amin kena pukul

(4) Verba anti- pasif yaitu verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi

verba pasif.

Contoh: - Ia haus akan kasih sayang

- Pemuda ini benci terhadap perempuan

- Pak tani bertanam singkong

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

3) Dilihat dari interaksi antara nomina pendampingnya, dapat dibedakan:

(1) Verba resiprokal yaitu verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan

oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan saling

berbalasan. Kedua belah pihak terlibat perbuatan.

Contoh: berkelahi, berperang, bersentuhan, berpegangan, tolong-

menolong, bermaaf-maafan, bersalam-salaman, saling memberi, saling

memukul, saling membenci, saling memaki, saling kehilangan, baku

hantam, baku tembak.

(2) Verba non- resiprokal yaitu verba yang tidak menyatakan perbuatan yang

dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.

4) Dilihat dari sudut referensi argumennya, dapat dibedakan:

(1) Verba reflektif yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen

yang sama. Verba ini mempunyai dua bentuk:

Contoh: bercermin, bercukur, berdandan, berdiang, berhias, berjemur,

melarikan diri, memberingkan diri.

(2) Verba non- refleksif yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai

referen yang berlainan.

5) Dilihat dari sudut hubungan identifikasi antara argumen-argumennya, dapat

dibedakan:

(1) Verba kopulatif yaitu verba yang mempunyai potensi untuk

ditanggalakan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan.

Contoh: adalah, merupakan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

(2) Verba ekuatif yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu

argumennya.

Contoh: menjadi, terdiri- dari, berdasarkan, bertambah, berasaskan,

berlandaskan, berjumlah.

6) Verba Telis dan Verba Atelis

Konsep telis dan atelis dibicarakan bila verba berprefiks me- dapat

dipertentangkan denga verba berprefiks ber-. Verba telis biasanya berprefiks

me-, dan verba atelis berprefiks ber-, verba telis menyatakan bahwa perbuatan

tuntas dan bersasaran, sedangkan verba atelis menyatakan bahwa perbuatan

belum tuntas, atau belum selesai.

Contoh: - Pak tani menanam padi

Pak tani bertanam padi

- Ia menukar pakaian itu

Ia bertukar pakaian

7) Verba Performatif dan Verba Konstatif

(1) Verba performatif yaitu verba dalam kalimat yang secara

mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu

mengujarkan kalimat.

Contoh: berjanji, menanamkan, menyebutkan, mengucapkan.

(2) Verba konstatatif yaitu verba dalam kalimat yang menyatakan atau

mengandung gambaran tentang suatau peristiwa.

Contoh: menembaki, menulis dan lain-lain.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

2.3 Nomina

2.3.1 Hakikat Nomina

Banyak pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai nomina.

Chaer (2007: 166) mengemukakan bahwa nomina adalah kata yang menyatakan

benda atau yang dibendakan. Selanjutnya Mees (dalam Putrayasa, 2008: 95)

mengemukakan nomina ialah kata yang menyebutkan nama subtansi atau

perwujudan. Nomina dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu nomina yang

bersifat konkret dan nomina yang bersifat abstrak. Nomina kongret adalah

nomina yang berwujud atau dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indra seperti,

meja, rumah, televisi dan sebagainya. Sedangkan nomina abstrak adalah nomina

yang tak berwujud yang tidak dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indra

misalnya, cinta, angin dan sebagainya. Baik nomina konkret maupun abstrak

dapat berupa kata dasar atau pun kata yang diturunkan.

Keraf ( dalam Putrayasa, 2008: 84) membagi kelas kata berdasarkan

struktur morfologinya. Struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi

ciri khusus terhadap kata-kata. Bidang bentuk tersebut meliputi kesamaan morfem

yang membentuk kata-kata tersebut atau juga kesamaan ciri atau sifat dalam

membentuk kelompok katanya. Dengan demikian, dasar penggolongan yang sama

dikenakan kepada semua kata dalam suatu bahasa.

Selanjutnya Chaer (2008: 65) menjelaskan bahwa dalam kelas kata

terdapat kelas kata terbuka dan kelas kata tertutup. Kelas kata terbuka adalah kelas

kata yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu-watu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat

penutur suatu bahasa.

Kelas nomina merupakan salah satu kelas kata terbuka. Sebagai contoh,

dulu pada bahasa Indonesia belum dikenal kata-kata seperti komputer, sinetron,

pembenaran, tetapi sekarang kata-kata seperti itu sudah banyak digunakan.

Lebih lanjut keraf menjelaskan bahwa yang pernah mendapat didikan

tatabahasa secara tradisional, sebenarnya sulit untuk menentukan nomina dalam

bahasa Indonesia berdasarkan bentuknya. Secara terdisional, kata-kata seperti

rumah, api, air, batu digolongkan dalam nomina berdasarkan arti yang

didukungnya dan arti yang dimaksud harus dicari secara filosofis (dalam

Putrayasa, 2008: 84).

Sehingga untuk menetukan apakah suatu kata dapat berkategori kelas

nomina atau tidak, dapat menggunakan dua prosedur yaitu dari segi bentuk

sebagai prosedur pencalonan dan dari segi kelompok kata ( frasa), sebagai

prosedur penentuan. Dari segi bentuk, semua kata yang mengandung morfem

terikat ( imbuhan) ke-an, pe-an, pe-, -an, ke-, dicalonkan sebagai kata benda yaitu

perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak dan sebagainya.

Sedangkan, dari segi kelompok kata sebagai penentuan yakni kata-kata tersebut

dapat diperluas dengan yang + kata sifat. Misalnya, kata angin, Tuhan, Malaikat.

Menjadi, Tuhan yang baik, angin yang kencang, dan Malaikat yang suci. Jadi,

dapat dikatakan bahwa ketiga kata tersebut merupakan nomina.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

Kemudian, Burton dan Robert (dalam Putrayasa, 2008: 67) mengatakan

bahwa nomina terdiri dari nama seseorang, tempat atau benda. Kemudian dalam

http:/ /mughits- sumberilmu. blogspot. com/ 2011/12/ pengertian- nomina-dan

sastra.html dituliskan bahwa nomina adalah kelas kata yang menyatakan nama

dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. nomina

dapat dibagi menjadi dua yakni (1) nomina konkret untuk benda yang dapat

dikenal dengan panca indera misalnya buku, serta (2) nomina abstrak untuk benda

yang menyatakan hal yang hanya dapat dikenal dengan pikiran misalnya cinta.

Selain itu, jenis kata ini juga dapat dikelompokkan menjadi nomina khusus atau

nama diri (proper noun) dan nomina umum atau nama jenis (common noun).

Nomina nama diri adalah nomina yang mewakili suatu entitas tertentu misalnya

Jakarta atau Ali, sedangkan nomina umum adalah sebaliknya, menjelaskan suatu

kelas entitas misalnya kota atau orang.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa nomina adalah kata yang menyatakan

benda atau yang dibendakan baik dalam bentuk yang berwujud maupun yang

tidak berwujud. Baik nomina kongret maupun nomina abstrak dapat berupa kata

dasar atau pun kata turunan.

2.3.2 Ciri-ciri Nomina

Setiap kata mempunyai ciri- ciri untuk membedakannya dengan kata lain,

sehingga dengan mudah dapat diindentifikasi beberapa pakar bahasa

mengemukakan ciri- ciri nomina. Alwi (dalam Putrayasa, 2008: 67) mengatakan

bahwa berdasarkan segi semantis, nomina adalah kata yang mengacu pada

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata-

kata seperti petani, kuda, batu, dan kebangsaan termasuk nomina.

Hal yang sama dikemukakan oleh Putrayasa (2008: 72) bahwa nomina

dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaksis, dan segi bentuk.

Dari segi semantis dapat dikatakan, bahwa nomina adalah kata yang mengacu

pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi sintaksisnya

mempunyai ciri-ciri yakni:

(a) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi

subjek, objek, atau pelengkap.

(b) Nomina tidak dapat diingkarkan denga kata tidak. Kata pengingkarnya adalah

bukan.

(c) Nomina umumya dapat diikuti oleh ajektiva, baik secara langsung maupun

dengan diantarai olah kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah

nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau

buku yang baru dan rumah yang mewah.

Berdasarkan uraian di atas mengenai ciri-ciri nomina, maka dapat

disimpulkan ciri-ciri nomina yakni: (1) kata yang mengacu pada manusia,

binatang, benda, dan konsep atau pengertian, (2) nomina cenderung menduduki

fungsi subjek, objek, atau pelengkap dalam kalimat, (3) nomina tidak dapat

dinegatifkan dengan kata tidak melainkan kata bukan, dan (4) nomina dapat

diikuti oleh ajektiva.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

2.3.3 Bentuk-bentuk Nomina

Banyak pakar bahasa menjelaskan tentang bentuk- bentuk nomina. Alwi

(dalam Putrayasa, 2008: 73) mengatakan bahwa dari segi bentuknya nomina

terdiri dari dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar (2) nomina

turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan afiksasi, perulangan, atau

pemajemukan. Selanjutnya Mees (dalam Putrayasa, 2008: 95) membedakan

nomina menjadi dua golongkan yakni (1) nomina yang bersifat kongret

(berwujud), (2) nomina yang bersifat abstrak (tak berwujud). Baik nomina kongret

maupun nomina abstrak dapat berupa kata dasar atau pun kata yang diturunkan.

Lebih jauh, Kridalaksana (2008: 68) membagi nomina menjadi empat

yakni: (1) nomina dasar, (2) nomina turunan. Nomina turunan terbagi atas: (i)

nomina berafiks, seperi keuangan, gerigi, perpaduan, (ii) nomina reduplikasi

seperti, tetamu, rumah-rumah, pepatah, (iii) nomina hasil gabungan proses,

seperti batu-batuan, kesinambungan, (iv) nomina yang berasal dari perbagai kelas

karena proses, (3) Nomina paduan leksem seperti, daya juang, loncat indah, cetak

lepas, jejak langkah, dan (4) nomina paduan leksem gabungan seperti,

pengambilalihan, pendayagunaan, kejaksanaan tinggi, ketatabahasaan.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nomina terbagi

menjadi dua yakni (1) nomina dasar, dan (2) nomina turunan baik itu secara

afiksasi, reduplikasi, atau pemajemukan. Disamping itu, nomina dasar maupun

nomina turunan dapat berupa nomina yang abstrak maupun nomina kongret.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

2.3.4 Subkategorisasi Nomina

Dilihat dari subkategorisasinya nomina terdiri dari beberapa bagian. Hal

tersebut dijelaskan oleh Kridalaksana (2008: 69) menyebutkan subkategorisasi

nomina sebagai berikut ini.

1. Nomina Bersenyawa dan Nomina Tak Bersenyawa

1) Nomina bersenyawa dapat dibagi menjadi:

(1) Nomina Person (Insan)

Nomina person terdiri atas: (1) nama diri seperti Susilo, Bambang,

Suharto, (2) nomina kekerabatan seperti nenek, kakek, ibu, bapak, adik,

kakak, (3) nomina yang menyatakan orang atau yang diperlakukan seperti

orang, misalnya, tuan, nyonya, nona, raksasa, hantu, malaikat, (4) nama

kelompok manusia seperti Jepang, Melayu, Eropa, Minangkabau, Bali (5)

nomina tak bernyawa yang dipersonifikasikan seperti Inggris, DPR.

(2) Flora dan Fauna

Flora dan fauna yang mempunyai ciri sintaksis yaitu (1) tidak dapat

disubstitusikan dengan Ia, Dia, atau Meraka dan (2) tidak dapat didahului

partikel si, kecuali flora dan fauna yang dipersonifikasikan seperti si

kancil, si kambing.

2) Nomina Tak Bersenyawa

Nomina tak bersenyawa dapat dibagi menjadi:

(1) Nama lembaga: DPR, MPR, UUD

(2) Nama geografis: Bali, Jawa, Utara, Selatan, hilir, mudik, hulu

(3) Waktu: senin, selasa, januari, pukul 8, sekarang, dulu, besok

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

(4) Nama bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Inggris

(5) Ukuran dan takaran: kilometer, kali, pikul, goni, lusin, kodi

(6) Tiruan bunyi: aum, dengung, kokok

2. Nomina Terbilang dan Nomina Tak Terbilang

Nomina terbilang adalah nomina yang dapat dihitung dan dapat didampingi

oleh numeralia seperti kantor, kampung, kandang, buku, wakil, sepeda, meja,

kursi, pensil, orang. Nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat

didampingi oleh numeralia seperti udara, kebersihan, kemanusiaan; termasuk

pula nama diri dan nama geografis

3. Nomina Kolektif dan Bukan Kolektif

Nomina kolektif mempunyai ciri dapat disubsititusikan dengan mereka atau

dapat diperinci atas anggota atau atas bagian-bagian. Nomina kolektif terdiri

atas (1) nomina dasar seperti tentara, puak, keluarga, dan (2) nomina turunan

seperti wangi-wangian, tepung-tepungan, minuman. Nomina yang tidak

diperinci atas bagiannya termasuk nomina yang bukan kolektif. Contoh

nomina kolektif: asinan, cairan, hadirin, keluarga, kawanan, kelompok,

tumbuh-tumbuhan, dan sebagai.

2.4 Transposisi Verba ke Nomina

2.4.1 Hakikat Transposisi

Beberapa pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai transposisi.

Toorn (dalam Pateda, 2009: 144) mengemukakan transposisi adalah perubahan

dari kelas kata yang satu ke kelas kata yang lain. Perubahan itu ditandai oleh

adanya ciri tertentu. Misalnya kelas kata nomina dapat berubah menjadi kelas kata

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

verba dengan jalan melekatkan afiks pada nomina. Dalam bahasa Indonesia ada

kata pagar sebagai nomina, jika kata pagar diberikan afiks, terjadilah kata-kata

dipagari, memagari yang dapat dikategorikan sebagai verba.

Putrayasa (2008: 86) mengemukakan bahwa suatu kata dapat diubah atau

dipindahkan ke jenis kata lain. Perubahan tersebut dapat terjadi antara lain karena

penambahan imbuhan-imbuhan atau partikel. Kata lari merupakan verba, tetapi

dengan menambah prefiks pe-, kita dapat memindahkan jenis katanya menjadi

nomina, yaitu pelari. Sebaliknya, terdapat nomina yang dapat ditransposisikan

menjadi verba misalnya, kopi menjadi mengopi, lubang menjadi melubangkan

dan sebagainya.

Lebih lanjut, Pateda (1995: 71) menjelaskan bahwa proses pembentukan

kata dilaksanakan dengan jalan: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) pemajemukan.

Proses afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam

membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun kategori turunan lainnya.

Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional

diklasifikasikan atas: (1) prefiks, (2) infiks, (3) sufiks, dan (4) konfiks.

Reduplikasi adalah kata yang mengalami perulangan baik perulangan penuh,

perulangan sebagian, atau perulangan karena perulangan bunyi. Sedangkan

pemajemukan adalah suatu proses pembentukan kata-kata baru dengan

menggabungkan dua kata atau lebih dengan atau tanpa afiks.

Di samping itu juga, Pateda (1995: 72) menyebutkan tiga ciri yang

membedakan kata majemuk dari frasa dalam proses pemajemukan. Ciri itu ialah

(1) ketaktersisipan, artinya di antara komponen-komponennya tidak dapat disisipi

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

bentuk apa pun, (2) ketakterluasan, maksudnya masing-masing unsur tak dapat

dimodifikasi, kecuali seluruh unsur harus dimodifikasi, (3) ketakterbalikan,

maksudnya unsur-unsurnya tak dapat dipertukarkan.

2.4.2 Verba yang Bertransposisi ke Nomina

Berbicara mengenai transposisi, Putrayasa (2008: 86) mengemukakan

bahwa suatu kata dapat diubah atau dipindahkan ke jenis kata lain. Perubahan

tersebut dapat terjadi antara lain karena penambahan imbuhan-imbuhan atau

partikel. Telah dijelaskan bahwa proses pembentukan kata dapat dilakukan

melalui afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan (Pateda 1995: 71). Berikut ini

beberapa contoh verba yang bertransposisi ke nomina.

Verba Nomina

curi

mandi

makan

tumbuh

sakit

Pencuri

curian

permandian

kamar mandi

makanan

meja makan

tumbuh- tumbuhan

rumah sakit

dan sebagainya

Dengan melihat contoh di atas dapat disimpulkan bahwa transposisi

verba ke nomina terjadi jika bentuk dasar dapat dilekati afiks, melalui

pemajemukan dan reduplikasi. Afiksasi yakni dengan cara prefiksasi, sufiksasi,

dan infiksasi. Di samping itu, pemajemukan yakni suatu proses pembentukan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

kata- kata baru dengan menggabungkan dua kata atau lebih dengan atau tanpa

afiks. Sedangkan reduplikasi adalah kata yang mengalami perulangan baik

perulangan penuh, perulangan sebagian, atau perulangan karena perulangan bunyi.

2.4.3 Proses Pembentukan Transposisi Verba ke Nomina

Proses pembentukan kata menurut Pateda (1995: 71) dapat dilaksanakan

dengan jalan: (1) melekatkan awalan, (2) melekatkan sisipan, (3) melekatkan

akhiran, (4) melekatkan gabungan, (5) melekatkan kombinasi, (6) melekatkan

klitik maka, hasil pembentukan kata yang tentu saja tetap menghasilkan kata akan

berwujud (1) kata, (2) kata berimbuhan, (3) kata ulang, (4) kata majemuk, dan (5)

akronim.

Hal yang sama dikemukakan oleh Yasin (1988: 50) bahwa proses

pembentukan kata ada tiga macam yakni afiksasi (pembubuhan afiks), reduplikasi

(bentuk ulang) dan pemajemukan. Proses pembentukan kata melalui afiksasi

dilakukan dengan cara memberikan imbuhan baik berupa awalan, sisipan, atau

akhiran pada morfem. Reduplikasi dilakukan dengan melalui peristiwa

pengulangan bentuk yang menghasilkan yang menghasilkan bentuk ulang.

Sedangkan pemajemukan dilakukan dengan menggabungkan kata dengan kata

menghasilkan bentuk- bentuk majemuk atau kata majemuk.

Pendapat diatas sejalan dengan pendapat Chaer (2008: 3) bahwa proses

pembentukan kata terjadi melalui proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan

dalam proses pembentukan kata melalui proses duplikasi, penggabungan dalam

proses pembentukan pembentukan kata melalui proses komposisi.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

Di samping itu, Putrayasa (2008: 88) mengemukakan bahwa jenis kata

kerja dapat dipindahkan menjadi jenis kata lain dengan pertolongan morfem-

morfem terikat, misalnya menyanyi menjadi penyanyi, nyayian dan mendengar

menjadi pendengar, pendengaran. Proses berubahan tersebut dalam proses

pembentukan kata dikenal dengan morfofonemik. Morfofonemik adalah kajian

mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari

adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi maupun pemajemukan

(Chaer, 2008: 56).

Lebih lanjut, Chaer (2008: 56) menjelaskan bahwa dalam proses

morfofonemik dikenal adanya proses nasalisasi. Kaidah penasalan untuk verba

berprefiks me- (dengan nomina pe- dan nomina pe-an) yang diturunkannya adalah

sebagai berikut:

(1) Nasal tidak akan muncul bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /l, r, w,

y, m, n, ny, atau ng/. Contoh, meloncat menjdi peloncat, peloncatan.

Merawat menjadi perawat, perawatan. Menyanyi, menjadi penyanyi.

(2) Akan muncul nasal /m/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /b,p, dan

f/. Contoh, membina menjdi pembina, pembinaan. Memilih menjadi

pemilih, pemilihan.

(3) Akan muncul nasal /n/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /d, dan t/.

Contoh, mendengar menjadi pendengaran, pendengaran. Mendapat

menjadi pendapat, pendapatan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

(4) Akan muncul nasal /ny/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /s, c,

dan j/. Contoh, menyambut menjadi penyambut, penyambutan. Menyakiti

menjadi penyakit, penyakitan

(5) Akan muncul nasal /ng/ bila bentuk dasarnya diawali dengan fonem /k, g,

h, kh, a, l, u, e, atau o/. Contoh, megirim menjadi pengirim, pengiriman.

Menggali menjadi penggali, penggalian. Mengukur menjadi pengukur,

pengukuran.

2.4.3.1 Afiksasi

Afiks adalah morfem terikat yang harus dilekatkan pada morfem yang

lain untuk membentuk kata sehingga dapat difungsikan untuk berkomunikasi

(Pateda, 2009: 42). Sedangkan menurut Chaer (2008: 23) afiks adalah morfem

yang tidak dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi

unsur pembentuk dalam proses afiksasi.

Selanjutnya Badudu (1982: 66) membagi morfem menjadi dua macam

yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem yang dapat berdiri sendiri

disebut morfem bebas, sedangkan morfem seperti me- dan -kan disebut morfem

terikat. Semua imbuhan dalam bahasa Indonesia (awalan, sisipan, akhiran) adalah

morfem terikat. Dari definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa afiks

merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri.

Imbuhan atau afiks tidak dapat berdiri sendiri, dan agar afiks tersebut

dapat difungsikan maka harus dilekatkan pada kata dasar, karena afiks tidak dapat

menjadi dasar dalam pembentukan kata. Yasin (1988: 52) mengemukakan bahwa

afiks adalah bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

pada bentuk-bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna (baru) terhadap

bentuk-bentuk yang dilekatinya tadi. Bentuk-bentuk yang dilekatinya bisa terdiri

atas pokok kata, kata dasar, atau bentuk kompleks, yang perlu dicatat dalam

pembentukan kata kompleks dalam bahasa Indonesia adalah bahwa afiks-afiks itu

membentuk satu system, sehingga kejadian kata dalam bahasa Indonesia

merupakan rangkaian proses yang berkaitan (Kridalaksana, 2007: 28).

2.4.3.2 Reduplikasi

Ramlan (1987: 57) dan Muslich (2009: 48) mengatakan proses reduplikasi

ialah pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun

sebagian, berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dengan variasi fonem maupun

tidak. Lebih lanjut, Ramlan (1987: 62-68) menggolongkan bentuk reduplikasi

menjadi empat, reduplikasi seluruh, sebagian, berkombinasi dengan afiks dan

perubahan fonem. Berikut akan dipaparkan keempat bentuk tersebut.

1. Reduplikasi Seluruh, ialah pengulangan secara menyeluruh sesuai dengan

bentuk dasar. Contoh: sepeda menjadi sepeda-sepeda, buku menjadi buku-

buku, kebaikan menjadi kebaikan-kebaikan.

2. Reduplikasi Sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.

Contoh bentuk tunggalnya, yaitu lelaki dan tetamu yang dibentuk dari bentuk

dasar laki dan tamu. Contoh bentuk kompleksnya yaitu mengambil-ngambil

dari bentuk dasar mengambil, ditarik-tarik dari bentuk dasar ditarik, berkata-

kata dari bentuk dasar berkata, dan terbatuk-batuk dari bentuk dasar terbatuk.

3. Reduplikasi berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah

pengulangan bentuk dasar yang dilekatkan pada afiks. Misalnya reduplikasi

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

yang dilekatkan pada afiks an, ke-an, dan se-nya. Contoh: kereta-keretaan,

kekuning-kuningan, dan selincah-lincahnya.

4. Reduplikasi dengan perubahan fonem, ialah pengulangan yang diikuti dengan

perubahan fonem atau bunyi. Reduplikasi perubahan fonem terbagi dua, yaitu

perubahan fonem vokal dan konsonan. Reduplikasi dengan perubahan fonem

vokal, yaitu bolak-balik dari bentuk dasar balik dan gerak-gerik dari bentuk

dasar gerak. Sedangkan perubahan fonem konsonan, yaitu lauk-pauk dari

bentuk dasar lauk dan sayur-mayur dari bentuk dasar sayur.

2.4.3.3 Pemajemukan

Warsie (2012: 45) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata

majemuk adalah gabungan yang memiliki makna baru, dan makna baru yang

terbentuk bukan merupakan gabungan makna dari unsur-unsur pembentuknya,

sedangkan menurut Harimurti (2007: 104-105) yang dimaksud dengan perpaduan

atau pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan dua leksem atau

lebih yang membentuk kata. Output proses itu disebut paduan leksem atau

kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Chaer (2003: 105) menjelaskan

bahwa konsep kata majemuk mempunyai satu pengertian atau membentuk

pengertian lain akhirnya menyeret.

Kemudian, Chaer (2007: 108) memperluas lagi konsep pengertian

komposisi. Komposisi adalah hasil penggabungan morfem dasar dengan morfem

dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah kontruksi

yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Misalnya lalu

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

lintas, daya juang dan rumah sakit. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan

oleh Muslich. Muslich (2008: 57) menjelaskan yang dimaksud dengan proses

pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar

atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relativ baru. Misalnya kamar

tidur, keras kepala, sapu tangan.

2.4.4 Makna Bentukan Transposisi Verba ke Nomina

Berbicara tentang makna dalam kajian semantik secara umum dikenal

adanya makna leksikal, makna gramatikal, makna gramatikal, makna kontekstual,

dan makna idiomatikal. Makna leksikal adalah makna yang secara inheren

dimiliki oleh setiap bentuk dasar (morfem dasar atau akar). Gramatikal baru

muncul dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi maupun proses

sintaksis. Makna gramatikal mempunyai hubungan erat dengan komponen makna

yang dimiliki oleh bentuk dasr yang terlibat dalam proses pembentukan kata.

Misalnya, dalam proses prefiksasi ber- pada kata dasi muncul makna gramatikal

„memakai dasi‟, dan dalam proses pemajemukan (komposisi) dasar sate dengan

dasar ayam muncul makna gramatikal „sate yang bahan dagingnya ayam‟.

Sedangkan dalam proses komposisi dasar sate dan dasar padang muncul makna

gramatikal „sate yang berasal dari Padang‟ (Chaer, 2008:29).

Dalam prose pembentukan kata menghasilkan makna pada kata tersebut.

Makna tersebut antara lain makna kata berimbuhan, makna kata berulang dan

makna kata majemuk. Dalam BI terdapat kata berimbuhan misalnya pemberian

yang leksemya beri mendapat imbuhan ber-/-an. Kata pemberian bermakna apa

yang diberikan atau benda apa yang diberikan (Pateda, 2000: 142).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang ...eprints.ung.ac.id/1666/5/2012-2-88201-311408060-bab2-04022013120933.pdfData diperoleh dari penutur bahasa Tolaki sebagai informan

Selanjutnya, Pateda (2000: 143- 146) mengemukakan makna kata

berulang dalam BI dapat dirinci menjadi, menyatakan banyak, meskipun,

menyerupai, perbuatan, pekerjaan, saling, hal- hal yang berhubungan dengan

kegiatan, agak, paling, menyatakan intensitas, bermacam- macam, dan

menyatakan sifat. Kemudian makna kata majemuk pada kata yang berkategori

verbal dirinci, antara lain: melaksanakan kegiatan misalanya bunuh diri , dan

mislanya timbul tenggelam , penyebab misalnya mabuk laut, untuk misalnya

berani mati, akan misalnya gila pangkat, inrtensitas misalnya hancur lebur.

Makna kata majemuk pada kata yang berkategori nomina antara lain: tempat,

kepunyaan, dari, bahan, dan, tentang, mengenai, untuk, menghasilkan, dan

berbentuk.