sejarah kebudayaan & adat istiadat suku tolaki di sulawesi tenggara

Upload: kimrafli

Post on 06-Jul-2018

299 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    1/21

    0   Lainnya Blog Berikut»   Buat Blog  Masuk

    Halaman Muka

     jumat, 16 april 2010

    SEJARAH KEBUDAYAAN DAN ADAT SUKU

    TOLAKI

    Penulis : Suharta TolaQ""

    "KUMPULAN DARI BEBERAPA LITERATUR ANAKIA MEOHAI"

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah…

    Wassalatu Wassalam Alaa Rasulillah, Wa ala Allihi Wassabihi Aj’main

    Amma Ba’du…

    Audzubillahhiminazzaitanirajim…Bismillahhirrahmanirrahim……..

    Sannurihim Ayyatina Fil afaqi Wafi Ampusihim..Hatta Yatayabannalahum

    Annaul Haq….

    Affalan Yafti Birabbika…Annahu Alla Kulli Say’in Sahid….

    Bismillah Hirrahmanirrahim….

    Rabbi syrahli Sadri Waya Sirrli Amri Wahlul Uhdatan Minlisahni Yaf 

    Kaukaulli…..

    Puji syukur kita panjatkan atas kekuasaan Allah Subhanawata’ala sang

    penguasa alam semesta yang maha pengetahui dan maha bijak bagi

    pengikut

    Join this site

    with Google Friend Connect

    Members (1)

     Already a member? Sign in

    arsip blog

    ▼ 2010 (2)

    ▼ April (1)

    SEJARAH KEBUDAYAAN DAN ADAT

    SUKU TOLAKI

    ► Februari (1)

    mengenai saya

    Arta

    Lihat profil lengkapku

    sejarah kebudayaan & adatistiadat suku tolaki di sulawesitenggara

    https://www.blogger.com/https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010_02_01_archive.htmlhttp://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/2010_04_01_archive.htmlhttp://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2011-01-01T00:00:00-08:00&max-results=2http://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/https://www.blogger.com/https://www.blogger.com/home#createhttps://www.blogger.com/next-blog?navBar=true&blogID=2458176370491471536https://www.blogger.com/

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    2/21

    seluruh mahluknya serta memberi kesehatan kepada penulis sehingga

    tulisan ini dapat tersusun sebagaimana kiranya, Tak lupa pula kita

     junjung tinggi rasulullah SallaulahWalaiwa salam dimana sahabat dan

    keluarganya telah memperjuangkan agama yang dimuliakan Allah

    Subhanawata’ala untuk kita…Amin!!!

    Dan juga penulis ucapkan terimakasih atas acuan literatur yang dibuat

    dari saudara-saudara penulis yang tak sempat penulis sebut namanya

    satu persatu di dalam media internet yang merupakan acauan dari latar

    belakang dan pustaka sehingga dapat membantu penulis dalammenyusun buku tentang sejarah kebudayaan dan adat tolaki. Dalam hal

    ini kita ketahui bersama bahwa perkembangan inovasi kebudayaan suku

    tolaki dalam era pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin

    berkurang, sehingga penulis termotivasi untuk menyusun walaupun

    masih ada kekurangannya. Harapan penulis dengan terbitnya buku ini

    insya Allah dapat memanfaatkan dan menanamkan seni-seni

    kebudayaan bagi generasi khususnya generasi suku tolaki itu sendiri

    sehingga dapat mempertahankan kebudayaan dan kekayaan adat-

    istiadat suku tolaki.

    Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila didalam penulisan

    terdapat kesamaan dan kekurangan dalam penulisan mohon dimaafkan.

    Sebab penulis juga hanya manusia biasa yang tak luput dari kekurangan

    dan kesalahan karena itu, kesempurnaan hanya milik Allah

    Subhanawata’ala…

    Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Makassar, 03 November 2009

    Suharta Amijaya Husen, S.Kel. M.Si

    PENDAHULUAN

    ADAT ISTIADAT SULAWESI TENGGARA

    Penduduk Sulawesi Tenggara umumnya beragama Islam. Namun

    demikian dalam kehidupan sehari-hari masih terlihat sisa-sisa dari

    kepercayaan mereka yang terdahulu yang taat hubungannya dengan

    animisme dan dinamisme. Karena itu di kalangan masyarakat terdapat

    berbagai upacara keagamaan yang dilaksanakan. Misalnya upacara

    Monahu khau yakni upacara setelah potong padi. Di kalangan suku

    Tolaki yang beragama Kristen upacara ini mewujudkan dalam bentuk

    kebaktian pengucapan Syukur tahunan yang dilaksanakan di gereja.

    Sedangkan di daerah-daerah tertentu upacara manahu udhan, dilakukan

    sangat meriah terutama di desa Benua kecamatan Lambuya. Upacara ini

    dilaksanakan di lapangan terbuka, selama tiga malam berturut dan

    dipimpin seorang dukun yang disebut mbusehe. Saat dilaksanakan

    biasanya pada bulan September, semalam sebelum sampai dengan

    sesudah bulan purnama.

    Sebagai alat penerangannya adalah sinar bulan tersebut dan tidak boleh

    menggunakan lampu. Kemudian para peserta yang biasanya terdiri dari

    rakyat petani pada umumnya, menari bergandengan tangan mengelilingi

    nilavaka yakni bangunan darurat tempat menaruh gendang dan alat

    musik lainnya. Malam ketiga atau penutupan, pagi-pagi hari diadakan

    upacara korban atau musehe yang dilakukan oleh dukun.

    Selain upacara yang berhubungan dengan pertanian, maka dalam

    kehidupan individu atau siklus kehidupan juga dilakukan berbagai

    upacara mulai dari saat seorang wanita hamil, melahirkan, kemudian

    dewasa, melaksanakan perkawinan kemudian kematian. Upacara yang

    berhubungan dengan lingkaran kehidupan ini antara lain Meosambaki

    yaitu selamatan bagi anak pertama yang berusia 7 hari, Mekui atau

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    3/21

    Mosere Curu yakni pemotongan rambut pada waktu bayi berumur 7

    tahun, biasanya satu sampai empat malam anak ini dikurung, dan pada

    upacara ini anak tersebut disunat atau Manggilo. Kemudian upacara Mee

    Eni bila anak berusia 15 tahun hingga masa peralihan dari kanak-kanak

    hingga dewasa.

    Dalam upacara ini diadakan perataan gigi dengan benda keras, biasanya

    batu atau kikir. Dalam upacara perkawinan yang lazim, selalu didahului

    dengan peminangan. Namun ada juga yang melakukan kawin lari, tanpa

    peminangan kepada pihak sang gadis. Karenanya cara perkawinan di

    daerah Sulawesi Tenggara dibedakan kedalam 4 macam, yaituMesasapu, bentuk perkawinan dengan peminangan, perkawinan lari

    bersama disebut Ropolasu atau humbuni, bila kawin lari dengan paksa

    oleh pihak laki-laki disebut pinola suako atau popalaisaka. Dalam

    perkawinan bawa lari atau lari bersama ini pihak laki-laki dikenakan

    sangsi berupa pembayaran yang tinggi kepada orang tua si gadis.

    Bentuk perkawinan keempat adalah moruntandole atau uncura yakni bila

    lamaran ditolak atau si gadis sudah dipertunangkan dengan pamuda lain,

    maka pihak orang tua laki-laki mendesak untuk melaksanakan

    perkawinan antara anaknya dengan sigadis saat itu juga.

    Dalam mengurus mayat suku-suku bangsa di Sulawesi Tenggara bila

    seorang raja cara-cara bangsawan meninggal, sebagai pertanda dipukul

    gong secara berkepanjangan disebut batubangewea. Di saat nafas

    terakhir disembelihkan seekor kerbau yang disebut katu mbenao.

    Kemudian kepada semua kerabat diberi tahu dengan mendatanginya,

    oleh orang yang diberi tugas dengan membawa perangkat adat berupa

    lingkaran rotan dililit tiga dan diikat secarik kain putih. Dengan cara ini,

    yang didatangi sudah mengerti bahwa itu merupakan berita kematian.

    Setelah mayat disimpan semalam lalu dimasukkan ke dalam tempat

    semacam peti mati yang disebut soronga, dibuat dari sebatang pohon.

    Setelah itu mayat dalam soronga di bawa ke gua batu atau disimpan

    dalam rumah-rumah yang khusus dibuatkan untuk itu, biasanya di

    tengah hutan.

    Pengertian kebudayaan Secara Umum

    Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

    buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

    diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

    Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut

    sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti

    pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Selanjutnya

    kata itu diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”. Manusia memiliki

    unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa, dan kehendak

    (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan.

    Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia

    dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta manusia

    mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu

    pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya

    yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa

    manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan

    kebahagiaan sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan

    kesusilaan.

    Budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang

    dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam

    pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan

    demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi pengikat

    semua karyawan secara bersama dalam organisasi tersebut dan

    sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dalam keterlibatan karyawan

    tersebut dalam pekerjaan sehari-hari dari organisasi.

    Budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan

    harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok

    tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi

    persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan

    integrasi internal, dan karena dalam kurun waktu tertentu telah

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    4/21

    berjalan/berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya

    dibakukan bahwa setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai

    cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan

    dalam organisasi oleh Shein (1985-1990).

    Budaya dalam arti yang luas adalah suatu keadaan akibat perilaku

    manusia yang secara perorangan atau kelompok, bermasyarakat dan

    bernegara yang dapat mempengaruhi kehidupan yang damai dan

    tenteram, sejahtera dalam arti bahwa semua dapat hidup sehat diatas

    garis kemiskinan, tidak membedakan suku, etnik, ras dan jenis kelamin,

    tidak mencemari dan merusak lingkungan, tidak meracuni sumberdayaalam terbaharukan dan tidak terbaharukan, yang secara demokratis

    menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia, memberi

    kebebasan untuk beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan

    kebebasan dapat menikmati pendidikan sesuai bakat dan keinginannya

    oleh Bacharuddin Jusuf Habibie.

    Pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh E.B. Taylor maupun

    dalil-dalil yang di kemukakan oleh Herkovits masih bersifat luas

    sehingga pengkajian kebudayaan sangat bervariasi. Menurut Krober dan

    Klukhon (1950) kebudayaan, definisinya adalah kebudayaan terdiri atas

    berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi

    yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang

    menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok

    manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat

    esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan

    terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

    Sejarah Suku Tolaki

    (To’olaki, Lolaki, Lalaki, Laki, Kolaka, “Noie”, “Noihe”, “Nehina”, “Nohina”,

     “Nahina”, “Akido”) 281,000, termasuk 230,000 Konawe , 50,000

    Mekongga, 650 Asera, lebih sedikit dari 100 Wiwirano, 200 Laiwui (1991

    D. Mead SIL). Asal kata TOLAKI, TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis

    kelamin laki-laki,..manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani

    dan menjunjung tinggi kehormatan diri/harga diri. Suku Tolaki, salah

    satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping

    Suku Buton dan Suku Muna, tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka;

    yang berada di Kab. Kolaka mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan

    Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari mendiami daerah

    Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada

    mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Menurut

    Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan

    langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan

    1973 yang dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara

    kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” 

    (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.

    Sulawesi Tenggara, Kendari dan Kolaka. Mekongga di Pegunungan

    Mekongga di pinggiran barat dekat Soroako. Austronesia, Malayo-

    Polynesia, Malayo-Polynesia Barat, Sulawesi, Sulawesi Tengah, tengah

    Barat, Bungku-Mori-Tolaki, Tolaki. Dialek: Wiwirano, Asera, Konawe

    (Kendari), Mekongga (Bingkokak), Norio, Konio, Tamboki (Tambbuoki),

    Laiwui (Kioki). Wiwirano memiliki 88% kemiripan bahasa dengan Asera,

    84% dengan Konawe, 85% dengan Mekongga, 81% dengan Laiwui, 78%

    dengan Waru, 70% dengan Rahambuu dan Kodeoha, 54% dengan Mori

    dan Bungku. Mekongga memiliki 86% kemiripan dengan Konawe, 80%

    dengan Laiwui. Tes kejelasan dibutuhkan dengan dialek yang tersusun

    diatas, Mekongga, dan Waru.

    Nama-nama negatif tidak lagi dipergunakan. Wiwirano hanya dituturkan

    oleh para tetua. Kamus. Tatabahasa. Tolaki merupakan salah satu

    kelompok etnis mayoritas di Sulawesi bagian selatan. Bahasa mereka

    disebut Bahasa Tolaki, dan masyarakatnya juga dikenal dengan nama

    itu. Mereka tidak menjadi bingung dengan Lolak di Sulawesi bagian

    utara.

    Tolaki terdiri atas beberapa sub-kelompok, termasuk Bingkokak. Sedikit

    saja yang diketahui tentang gaya hidup dan budaya mereka, tetapi

    diduga bahwa cara hidup mereka sangat mirip dengan etnis tetangga

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    5/21

    mereka, Pancana dan Maronene.

    Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar

    3.500 mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh

    teluk dalam, dengan dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua

    lainnya ke utara. Di bagian selatan pulau ini terdapat salah satu gunung

    tertinggi, yaitu Gunung Lompobatang, sebuah gunung api pasif yang

    mencapai ketinggian 9.419 kaki. Meskipun beriklim tropis, daerah ini

    dipengaruhi oleh ketinggian dan kedekatan dengan laut.

    Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara.mendiamidaerah yang berada di sekitar kota kendari, Kabupaten konawe, Konawe

    Selaten, Konawe Utara, Kolaka dan Kolaka Utara. Suku Tolaki berasal

    dari kerajaan Konawe. masyarakat Tolaki umumnya merupakan

    peladang dan petani yang handal, hidup dari hasil ladang dan

    persawahan yang di buat secara gotong-royong keluarga. Raja Konawe

    yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Masyarakat Kendari

    percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunani

    Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun

    sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal

    tersebut. Karena masyarakat tolaki hidup berladang dan bersawah,

    maka ketergantungan terhadap air sangat penting untuk kelangsungan

    pertanian mereka. untunglah mereka memiliki sungai terbesar dan

    terpanjang di provinsi ini. Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang

    membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju Selat Kendari.

    Bagi orang Tolaki, padi-padian yang tumbuh di ladang menjadi makanan

    pokok, tetapi mereka juga menanam ubi jalar, tebu, aneka macam

    sayuran, tembakau, dan kopi. Selain itu ada pula makanan pokok yang

    berasal dari pohon sagu (tawaro) dan dikelola dengan cara memotong

    batang pohon sagu yang kemudian diiris isi dari batangnya setelah itu

    dilakukan Lumanda atau meratakan hasil irisan tersebut didalam tempat

    penampungan sehingga hasil dari proses semua itu akan menjadi sagu

    (tawaro)/Sinonggi (siap saji). Rumah mereka yang umumnya berbentuk

    rumah panggung tersebar diantara lahan-lahan yang telah dibuka.

    Rumah-rumah tersebut umumnya terbuat dari daun nipa yang dianyam

    dan memiliki atap yang tinggi.

    Perbedaan kelas sosial, dengan bangsawan atas, bangsawan bawah

    serta masayarakat biasa, masih dipegang teguh oleh kebanyakan

    komunitas di Sulawesi. Tiap kelas sosial biasanya memiliki cara bersikap

    mereka sendiri, diantara berbagai macam budaya dan tradisi. Wilayah

    dibagi menjadi desa, dan hak pemanfaatan lahan diatur oleh lembaga

    desa. Akan tetapi, lembaga tersebut pada akhirnya memegang

    kepemilikan atas lahan.

    Tradisi perkawinan etnis Tolaki mensyaratkan pembayaran kepada

    keluarga Si gadis pada saat pertunangan dan perkawinan. Nilai mahar

    tergantung pada tingkatan sosial dari Si pemuda. Sebelum perkawinan,

    pemuda tersebut harus melayani dan menjalani masa percobaan dengan

    calon mertuanya, dan persyaratan ini memperkuat tingkatan

    pertunangan yang lebih tinggi. Dahulu, para budak dan turunan mereka

    tidak diperbolehkan kawin satu sama lain, meskipun mereka bisa hidup

    bersama. Juga, perempuan bangsawan tidak boleh menikah dengan

    orang jelata. Poligami (memiliki istri lebih dari satu) umum terjadi antar

    bangsawan, tetapi sekarang tidak lagi dilakukan.

    Islam merupakan agama dominan di Indonesia saat ini dan dijalankan

    bagi kebanyakan penduduknya. Hindu, tersebar luas di nusantara

    sebelum abat keempat, dan sekarang hanya tinggal dijalankan oleh

    sejumlah kecil penduduk, terutama di Pulau Bali. Sekitar 13% dari total

    penduduk Indonesia beragama Kristen, utamanya Protestan, dan banyak

    etnis China memeluk agama Buddhist-Taoist. Animisme (kepercayaan

    akan benda-benda non-manusia memiliki roh) dianut oleh suku-suku

    yang tinggal di daerah terpencil. Islam telah dominan sejak tahun 1600-

    an, dan etnis Tolaki pada prakteknya merupakan Muslim Sunni . Akan

    tetapi, kepercayan tradisonal masih amat penting, terutama

    kepercayaan akan roh jahat. Hanya sekitar 1% masyarakat Tolaki

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    6/21

    beragama Kristen

    Kebudayaan Masyarakat Tolaki

    Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah

    suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi

    Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang

    berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara

    memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten

    Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka) secara

    umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki.Dalam tulisan ini saya akan membahas secara singkat tentang

    Kebudayaan masyarakat Tolaki.

    Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Konawe yang berkedudukan di

    Unaaha pernah menerapkan perangkat pemerintahan yang dikenal

    dengan SIWOLE MBATOHU sekitar tahun 1602/1666 yaitu :

    1) Tambo I ´Losoano Oleo

    2) Tambo I´ Tepuliano Oleo

    3) Bharata I´ Hana;

    4) Bharata I´ Moeri

    Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan Tolaki terdapat satu

    simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah

    atau persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan

    mereka disebut: “KALO SARA” serta kebudayaan Tolaki ini yang lahir

    dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi

    ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan

    dalam bermasyarakat.

    Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai

    luhur lainnya yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi

    pegangan , adapun filosofi kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan

    dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain sebagai berikut :

    - Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan

    lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih

    menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke

    pemerintah dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul

    dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah,

    ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan mematuhi

    setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan

    masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam

    menyelesaikan masalah yang dihadapi.

    - Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan

    inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap

    saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan

    dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang

    akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan , pemalas, penipu,

    pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya

    Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat

    tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk

    selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi

    yang terdepan.

    - Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini

    merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan

    dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai

    dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk

    perumpamaan antara lain sebagai berikut:

    Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”

    Artinya :

    Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang

    lain akan banyak sopan kepadanya.

    Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie

    Pinekasara”

    Artinya :

    Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan

    dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    7/21

    adat maka ia akan dikenakan sanksi/hukuman.

    Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo” 

    Artinya :

    Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan

    kebaikan

    - Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu,

    suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam

    menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu

    berupa upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam

    melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalubersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu .

    - Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan

     jati diri sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarny a masuk keda lam

     “budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar

    karena pada budaya ini tersirat sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri

    dan rendah hati sebagai orang tolaki .

    Mudah-mudahan dari sekian banyak nilai-nilai budaya masyarakat Tolaki

    yang ada, apa Yang kami berikan pada tulisan ini bisa lebih membuka

    mata dan memberi sedikit gambaran tentang kebudayaan Masyarakat

    Tolaki. Khasanah kehidupan masyarakat di Kota Kendari Khususnya dan

    Sulawesi Tenggara Umumnya bukan hanya dipengaruhi oleh nilai-nilai

    luhur suku bangsa Tolaki tetapi juga oleh masyarakat suku lainnya yang

    berada di “bumi anoa”, kesemuanya menjadi daya perekat dalam

    kehidupan bemasyarakat di daerah ini .kerukunan antar ummat

    beragama juga memberi warna tersendiri ditengah- tengah kepercayaan

    dan keyakinan untuk menyerahkan diri kepada Tuhannya masing-

    masing.

    Rumah Komali dengan titik pusat tiang Petumbu; Perwujudan “KALO”,

    Simbol kesatuan Persatuan manusia & alam suku TOLAKI (Kalo:

    lingkaran konsep dasar)

    Secara harfiah “Kalo” adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran,

    cara-cara mengikat yang melingkar, dan pertemuan-pertemuan atau

    kegiatan bersama di mana para pelaku membentuk lingkaran. Kalo

    dapat dibuat dari rotan, emas, besi, perak, benang, kain putih, akar,

    daun pandan, bambu dan dari kulit kerbau. Pembuatan kalo pada

    dasarnya adalah dengan jalan mempertalikan atau mempertemukan

    kedua ujung dari bahan-bahan tersebut pada suatu simpul. Kalo meliputi

    osara (adat istiadat) yang berkaitan dengan adat pokok dalam

    pemerintahan, hubungan kekeluargaan-kemasyarakatan, aktivitas

    agama- kepercaya-an, pekerjaan-keahlian dan pertanian (Tarimana

    1993: 20).

    Dari berbagai jenis kalo, yang dikenal luas adalah yang terbuat dari

    rotan, kain putih dan anyaman. Lingkaran rotan adalah simbol dunia

    atas, kain putih adalah simbol dunia tengah dan wadah anyaman adalah

    simbol dunia bawah. Kadang-kadang juga ada yang mengatakan bawah

    lingkaran rotan itu adalah simbol matahari, bulan dan bintang-bintang;

    Kain putih adalah langit dan wadah anyaman adalah simbol permukaan

    bumi. Mereka juga mengekspresikan bahwa lingkaran rotan adalah

    simbol Sangia Mbu’u (Dewa Tertinggi), Sangia I Losoanooleo (Dewa di

    Timur) dan Sangia I Tepuliano Wanua (Dewa penguasa kehidupan di

    bumi), dan wadah anyaman adalah simbol Sangia I Puri Wuta (Dewa di

    Dasar Bumi). Kalo juga adalah simbol manusia: lingkaran rotan adalah

    simbol kepala manusia, kain putih adalah simbol badan dan wadah

    anyaman adalah simbol tangan dan kaki (angota).

    Demikianlah kalo pada pola pikir dan mentalitas Tolaki menyangkut

    seluruh aspek kehidupan mereka. Kalo juga merupakan ekspresi

    konsepsi orang Tolaki mengenai unsur-unsur manusia, alam,

    masyarakat dan hubungan selaras antara manusia dan antara manusia

    dengan unsur-unsur tersebut, termasuk dalam komunitas dan pola

    permukiman, organisasi kerajaan dan adat dan norma agama yang

    mengatur tata kehidupan mereka. Akhirnya dapat dikatakan bahwa kalo

    melambangkan keselarasan dalam kesatuan-persatuan antara segala

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    8/21

    hal yang bertentangan dan tampak bertentangan dalam alam tempat

    berhuni manusia Tolaki. Melihat apa yang dapat disumbangkan konsep

    kalo tersebut bagi pengembangan filsosofi arsitektur permukiman

    rakyat, sudah sepantasnya untuk diketahui lanjut dari manakah asal-

    usul kalo.

    Kalo sebagai lambang kesatuan/persatuan suku Tolaki adalah lambang

    kebersamaan diiringi oleh ketulusan tanpa egoisme, untuk hidup dalam

    suatu situasi yang dinamis, di mana setiap orang dalam berbagai

    perbedaan suku, ras dan agama hidup dalam satu lingkaran yang

    terjalin dan tersimpul dengan kuat. Dan tentunya hal ini harus dipahamisebagai bentuk kebersamaan yang tidak mudah lepas hanya karena

    adanya perbedaan pemikiran yang mengakibakan timbulnya

    kesalahpahaman atau bahkan yang lebih parah dari itu, yakni timbulnya

    pertikaian. Kesimpulan: konsep kesatuan-persatuan yang dikandung

    kalo wajib direkontekstualisasikan secara nyata tak hanya dalam

    masyarakat Tolaki, tetapi juga menjadi pelajaran bagi masyarakat

    bangsa ini setelah rangkaian perhelatan seminar digelar dan hasilnya

    ditumpuk-arsipkan.

    Asal-usul orang Tolaki dan kalo (dari Negeri Cina)

    Gambaran umum masyarakat Tolaki atau Suku Tolaki, merupakan salah

    satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping

    Suku Buton dan Suku Muna, tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka;

    yang berada di Kab. Kolaka mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan

    Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari mendiami daerah

    Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada

    mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Menurut

    Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan

    langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan

    1973 yang dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara

    kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” 

    (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.

    Sedikit fenomena linguistik itu memang sangat mudah memancing

    komparasi karakter tektonik arsitektur Tolaki ke Cina, sehingga ada

    beberapa pihak yang memperban-dingkan bubungan atap lengkung

    gaya komali dengan kurva atap kelenteng Cina. Namun atap lengkung

    bukan monopoli Cina. Dari rumah adat Yulong di Vietnam, Minangkabau

    sampai yang terdekat dengan tempat kediaman orang Tolaki yaitu

    tongkonan Toraja, kesemuanya memakai atap berbubungan lengkung.

    Jadi sebetulnya tak terlalu mudah untuk menghubungkan peradaban

    Tolaki dengan Cina. Hipotesis tentang hubungan kesejarahan Tolaki-Cina

    tampaknya masih sangat perlu didukung oleh kajian antropologi

    linguistik dan sejarah etnografi arsitektural yang lebih memadai. Apalagi

     jika yang hendak dikaji bukan hanya bentuk tektoniknya saja tetapi

    pandangan hidup dan kehidupan masyarakat Tolaki. Pertanyaan penting

    antara lain: dapatkah melacak sejarah mentalitas yang dikandung

    konsep kalo ke Cina, mengingat unsur konsepsual utama budaya

    konfusian Cina adalah kesetimbangan dualitas yin-yang dan bukan

    keselarasan lingkaran kehidupan dalam kesatuan-persatuan

    sebagaimana kalo? Apapun wacana yang dapat dikembangkan, asal-usul

    budaya dan peradaban Tolaki tampaknya lebih mudah diterima jika

    dikaitkan dengan pola migrasi neo-litikum yang lebih umum: bangsa-

    bangsa Sulawesi bermigrasi dari jalur Asia Tenggara ke Kepulauan

    Pilipina; sedangkan mereka yang datang dari arah Selatan bisa jadi

    berasal dari Pulau Jawa lewat Pulau Buton.

    Selain asal-usulnya, hal yang juga sukar diketahui dengan pasti adalah

    masa pemerintahan raja-raja dalam legenda rakyat tentang dua

    kerajaan besar lokal: Konawe dan Mekongga. Menurut tradisi tutur, raja

    Sangia Ngginoburu (Konawe) dan raja Sangia Nibandera (Mekongga)

    diperkirakan memerintah pada saat Islam telah diterima (Tarimana

    1993).

    pelajaran bagi masyarakat bangsa ini— setelah rangkaian perhelatan

    seminar digelar dan hasilnya ditumpuk-arsipkan.

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    9/21

    Makna “KALO” dalam budaya suku TOLAKI

    Perwujudan "KALO", simbol kesatuan-persatuan manusia & alam Suku

    Tolaki Rumah Komali dengan Titik Pusat Tiang Petumbu Kota Kendari

    mengelilingi Teluk Kendari. Apakah posisi geografis ini berhubungan

    dengan konsep "KALO"? Sungguh tak mudah untuk memastikan,

    meskipun kenyataannya memang geografi Kendari seolah membentuk

     “KALO”.(Sum ber:Rencana Tata Ruang Kota Kendari 1999/2000, Dinas

    Tata Kota Kendari).

     “KALO” dari rotan dengan anya man bambu dan kain putih (Sumber:Tarimana,1993:208) *KALO: lingkaran konsep dasar *Secara harfiah

    "Kalo" adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran, cara-cara

    mengikat yang melingkar, dan pertemuan-pertemuan atau kegiatan

    bersama di mana para pelaku membentuk lingkaran. Kalo dapat dibuat

    dari rotan, emas, besi, perak, benang, kain putih, akar, daun pandan,

    bambu dan dari kulit kerbau. Pembuatan kalo pada dasarnya adalah

    dengan jalan mempertalikan atau mempertemukan kedua ujung dari

    bahan-bahan tersebut pada suatu simpul. Kalo meliputi /osara/ (adat

    istiadat) yang berkaitan dengan adat pokok dalam pemerintahan,

    hubungan kekeluargaan-kemasyarakatan, aktivitas agama- kepercaya-

    an, pekerjaan-keahlian dan pertanian (Tarimana 1993: 20).

    Dari berbagai jenis kalo, yang dikenal luas adalah yang terbuat dari

    rotan, kain putih dan anyaman. Lingkaran rotan adalah simbol dunia

    atas, kain putih adalah simbol dunia tengah dan wadah anyaman adalah

    symbol dunia bawah. Kadang-kadang juga ada yang mengatakan bawah

    lingkaran rotan itu adalah simbol matahari, bulan dan bintang-bintang;

    Kain putih adalah langit dan wadah anyaman adalah simbol permukaan

    bumi. Mereka juga mengekspresikan bahwa lingkaran rotan adalah

    simbol Sangia Mbu’u Dewa Tertinggi), /Sangia I Losoanooleo/ (Dewa di

    Timur) dan /Sangia Tepuliano Wanua/ (Dewa penguasa kehidupan di

    bumi), dan wadah anyaman adalah simbol /Sangia I Puri Wuta/ (Dewa di

    Dasar Bumi). Kalo juga adalah simbol manusia: lingkaran rotan adalah

    simbol kepala manusia, kain putih adalah simbol

    badan dan wadah anyaman adalah simbol tangan dan kaki (angota).

    Demikianlah /kalo/ pada pola pikir dan mentalitas Tolaki menyangkut

    seluruh aspek kehidupan mereka./ Kalo/ juga merupakan ekspresi

    konsepsi orang Tolaki mengenai unsur-unsur manusia, alam,

    masyarakat dan hubungan selaras antarmanusia dan antara manusia

    dengan unsur-unsur tersebut, termasuk dalam komunitas dan pola

    permukiman, organisasi kerajaan dan adat dan norma agama yang

    mengatur tata kehidupan mereka. Akhirnya dapat dikatakan bahwa

     /kalo/ melam bangka n keselara san dalam kes atuan-per satuan antara

    segala hal yang bertentangan dan tampak bertentangan dalam alam

    tempat berhuni manusia Tolaki.

    Melihat apa yang dapat disumbangkan konsep /kalo/ tersebut bagi

    pengembangan filsosofi arsitektur permukiman rakyat, sudah

    sepantasnya untuk diketahui lanjut dari manakah asal-usul /kalo/.

    Rumah / anakea/ dari Lambuya dengan bentuk atap lengkung,

    merendah di bagian tengah. / /(Sumber: Sarasin dalam Bungalaw, 1994,

    dikutip Tarimana,

    1993)/

    Tiang Petumbu sebagai pusat Rumah Komali

    Rumah adat Tolaki telah lenyap. Upaya rekonstruksi digalakkan, antara

    lain lewat Seminar Penelusuran Arsitektur Tradisional Tolaki Fak. Tek.

    Universitas Haluoleo, Maret 2004 . Dari studi intensif dan keterangan

    para nara sumber yang ada, beberapa hal dapat disimpulkan (Faslih,

    2004). Antara lain, bahwa rumah adat Tolaki dapat berupa komali

    (rumah istana raja) atau laika (rumah tempat orang tinggal). Namun

    antara rumah raja dan rumah rakyat, yang membedakan adalah besar

    dan luasnya saja: rumah raja 40 depa rumah rakyat minimal 3 depa.

    Rumah hanya salah satu dari beberapa jenis shelter dalam peradaban

    arsitektur Tolaki, yaitu: tempat berlindung sementara (pineworu),

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    10/21

    pondok berlantai tanah ditengah ladang (laikawatu), tempat berlindung

    yang dipindah-pindahkan (payu), dangau (patande) dan lumbung (o ala).

    Pola tatanan permukiman pun tak lepas dari konsep kalo: konsentrik

    dengan posisi rumah raja/kepala suku berada di bagian tengah

    (Tarimana 1993).

    Menurut para nara sumber adat dalam hasil studi arsitektural dan

    etnografi, yang menjadi core element dalam rumah adat Tolaki adalah 9

     jajar tiang dengan diperk uat balok melintang (powuatak o) dan

    memanjang (nambea). Dalam jajaran tiang ini terdapat satu tiang utamayang disebut dengan tiang petumbu yang terletak ditengah baris dan

    lajur ke-9 tiang ini. Tiang petumbu adalah tiang yang pertama kali

    ditanam dan pemasangannya dilakukan pada waktu subuh (sebelum

    matahari terbit). Setelah petumbu didirikan, 4 hari atau lebih baru

    didirikan tiang-tiang lainnya dengan maksud untuk melihat dalam jangka

    waktu tertentu apakah akan terjadi sesuatu pada tiang petumbu. Jika

    tidak terjadi sesuatu maka dilakukan pemasangan ke-9 tiang yang

    lainnya.

    Setelah ke-9 tiang berdiri yang pertama dipasang adalah balok

    powuatako (A) pada sisi dalam tiang arah bagian belakang rumah,

    selanjutnya balok B dan C. Setelah balok powuatako dipasang

    selanjutnya pemasangan balok nambea (1) dimulai dari arah kanan

    rumah, kemudian menyusul nambea 2 dan nambea 3. Semua

    Powuatako dan nambea, baik yang melintang maupun yang memanjang

    yang menempel pada tiang dipinggir luar badan bangunan, harus

    ditempatkan di belakang tiang. Agar setelah dinding dipasang tiang tak

    akan kelihatan dari luar, karena terhalang oleh dinding.

    Rumah Komali berbentuk rumah panggung yang menggunakan tiang-

    tiang bundar (tusa), tidak menggunakan pondasi seperti halnya rumah-

    rumah adat yang lain. Tiang ditanam sedalam satu hasta, tiang yang

    akan ditanam ke dalam tanah sebelumnya dibakar pada bagian selubung

    (permukaan tiang) hingga menjadi arang, selanjutnya tiang yang

    dibakar tadi dibungkus dengan ijuk dan diikat persegmen dengan

    menggunakan rotan. Makna kedalaman satu hasta tidak ada, hanya

    terkait dengan kemudahan penggalian dan pengang-katan tanah ke

    permukaan. Tiamh dibakar dan dibung-kus bertujuan agar permukaan

    selubung tiang menjadi arang agar tiang tidak mudah dimakan rayap

    dan agar arang tersebut tetap melekat pada selubung tiang.

    Tinggi tiang dari permukaan tanah hingga ke permukaan lantai

    diperkirakan kerbau bisa masuk dibawahnya, kurang lebih 2 m. Jumlah

    tiang untuk Komali adalah 40 tiang di luar tiang dapur dan tiang teras.

    Makna dari jumlah 40 tiang ini terkait dengan suatu jumlah yang

    disaratkan dalam meminang yaitu 40 pinang dan 40 lembar daun sirih.

    Jadi perwujudan ini diejawantahkan dalam tiang-tiang penopang rumah.

    Jika dianalisis dari segi fungsi maka jumlah 40 tiang merupakan jumlah

    tiang yang mewakili satu rumah besar, yang hanya dibangun oleh tokoh

    tertinggi adat (Mokole).

    Hubungan antara balok powuatako, nambe dengan tiang, diikat dengan

    rotan. Cara mengikat; pertama rotan pengikat diikatkan pada powuatako

    atau nambea bukan pada tiang. Putaran pertama kali silang ke arah

    kanan sebanyak 4 putaran selanjutnya pada arah silang kiri sebanyak 3

    kali putaran terakhir di tinohe di antara tiang dan powuatako atau

    nambea. Setelah pemasangan kesembilan tiang ini barulah bisa

    dilakukan pemasangan tiang-tiang tambahan lainnya sesuai dengan

    luasan dan kebutuhan yang dikehendaki.

    Kesembilan tiang yang merupakan core element dalam rumah adat

    Tolaki merupakan symbol dari siwolembatohu yaitu delapan penjuru

    mata angin. Tiang petumbu merupakan pusat dari siwolembatohu. Oleh

    karena itu, inilah yang menjadi dasar pemikiran mengapa tiang

    petumbulah yang pertama kali dibangun bahkan dalam pemasangannya

    diikuti oleh upacara ritual dan pada bagian puncaknya diberi ramuan

    guna memohon kepada Tuhan agar seisi rumah yang menempati rumah

    ini dapat terhindar dari berbagai bahaya yang datang dari delapan

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    11/21

    penjuru mata angin.

    Tarian Lulo

    Tarian Malulo atau Lulo (dari Bahasa Tolaki: Molulo), merupakan salah

    satu jenis kesenian tari tradisional dari daerah Sulawesi Tenggara,

    Indonesia. Di Kendari (Sulawesi Tenggara – Indonesia) terdapat

    beberapa suku. Suku Tolaki sebagai salah satu suku yang berada di

    daerah ini memiliki beberapa tarian tradisional , salah satu tarian

    tradisional yang masih sering dilaksanakan hingga saat ini adalah tarianpersahabatan yang disebut tarian Lulo.

    Pada zaman dulu, tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat seperti

    : pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang

    diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria,

    wanita, remaja, dan anak-anak yang saling berpegangan tangan, menari

    mengikuti irama gong sambil membentuk sebuah lingkaran. Gong yang

    digunakan biasanya terdiri dari 2 macam yang berbeda ukuran dan jenis

    suara. Saat sekarang utamanaya di daerah perkotaan , gong sebagai

    alat musik pengiring tarian lulo telah digantikan dengan alat musik

    modern yaitu “Electone”.

    Filosofi tarian

    Adapun filosofi tarian “lulo” adalah persahabatan, yang biasa ditujukan

    kepada muda-mudi suku Tolaki sebagai ajang perkenalan, mencari

     jodoh, dan mempe rera t tali persa udaraan. Tarian ini dilakuk an dengan

    posisi saling bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran.

    Peserta tarian ini tidak dibatasi oleh usia maupun golongan, siapa saja

    boleh turut serta dalam tarian lulo, kaya miskin, tua, muda boleh bahkan

     jika anda bukan suku Tolak i atau dari negara lain bisa bergab ung dalam

    tarian ini, yang penting adalah bisa mengikuti gerakan tarian ini. Hal lain

    yang perlu diperhatikan adalah posisi tangan saat bergandengan tangan,

    untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang tangan wanita.

    Posisi tangan ini merupakan simbolisasi dari kedudukan, peran, etika

    pria dan wanita dalam kehidupan.

    Yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang

    mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta

    damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalani

    kehidupannya. Seperti filosofi masyarakat Tolaki yang diungkapkan

    dalam bentuk pepatah samaturu, medulu ronga mepokoaso, yang

    berarti masyarakat Tolaki dalam menjalani perannya masing-masing

    selalu bersatu, bekerja sama, saling tolong–menolong dan bantu-

    membantu. Tetapi saat ini tarian lulo telah mengalami proses adaptasi

    terutama dalam hal variasi gerakan dan juga musik yang mengiringinya,

     jika dahulu masy arakat suku tolaki menggunakan alat musik pukul yang

    dikenal dengan sebutan “Gong” saat ini telah menggunakan alat musik

    elektronik yaitu organ tunggal (electone) begitu juga dengan variasi

    gerakannya, mulai dari lulo dengan gerakan lambat (santai) sampai

    gerakan yang cepat.

    Kesimpulan Penyebab Terjadinya Kemerosotan Penggunaan Bahasa

    Tolaki dikalangan anak-anak diantaranya adalah :

    1. Anak-anak dikota sudah tidak tahu bahasa tolaki.

    2. Bahasa tolaki sudah banyak dicampuri dengan kata-kata bahasa

    Indonesia.

    3. kata-kata halus bahasa tolaki sudah jarang dimengerti.

    4. Pemuda yang pernah sekolah dikota pulang ke kampung tetap

    menggunakan bahasa Indonesia.

    5 ketika bertemu sesama suku tolaki di luar daerah, sudah malu

    memakai bahasa tolaki.

    tetapi ada satu gejala yang yang akan menjadi penyebab utama

    kepunahan bahasa tolaki, yaitu : Orang tua dikampung tidak memakai

    bahasa tolaki dengan anaknya.

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    12/21

    Proses kepunahan ini akan melalui tiga tahap :

    Tahap I :

    orang tua didesa memakai bahasa tolaki antara suami isteri, tetapi

    memakai bahasa Indonesia dengan anak-anak mereka.

    Tahap II :

    Orang tua memakai bahasa Indonesia antara suami isteri, dan juga

    berbahasa Indonesia dengan anak.

    Tahap III :

    Orang tua hanya memakai bahasa Indonesia di rumah.

    (Peta Kebudayaan dan Sumberdaya Alam Sulawesi Tenggara)

    diposkan oleh arta di 13.02 2 komentar:

    selasa, 23 februari 2010

    Penginderaan Jauh Kelautan

    Oleh :

    Suharta Amijaya Husen

    PascaSarjana UNHAS P0304208006

    Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH)

    Pengelolaan Laut Dangkal Dan Pantai (PLH/LD)

    PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang

    Sumber daya alam laut Indonesia merupakan aset bangsa yang

    strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada

    pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable

    resources) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Total

    wilayah Indonesia adalah 7,7 juta km² dan hanya 1,9 juta km² berupa

    daratan, sedangkan sisanya 5,8 juta km² adalah wilayah laut territorial.

    Ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km², dan areal ini terletak diwilayah tropis yang dikena l sebagai

    pusat keanekaragaman hayati, maka sesungguhnya potensi sumber

    daya laut Indonesia sangatlah besar. Salah satu sumber daya laut yang

    tersebar luas hampir di seluruh perairan laut Indonesia adalah terumbu

    karang (Sukarno, 1993).

    Sejak jaman dulu manusia sudah memanfaatkan laut sebagai sumber

    dan media penghidupan, namun akhir-akhir ini sesuai dengan

    perkembangan jumlah umat manusia yang diiringi dengan meningkatnya

    kebutuhan, maka kelestarian sumberdaya laut semakin terancam. Laut

    telah dijadikan sebagai tempat sampah raksasa, perusakan terumbu

    karang akibat alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, penebangan

    hutan mangrove, penggunaan pukat harimau, dan masih banyak lagiyang merupakan dampak dari kekejaman manusia terhadap alam.

    Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang

    terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan

    benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Ekosistem ini memiliki

    produktivitas organik yang sangat tinggi, demikian pula dengan

    keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari

    peranan ekosistem terumbu karang tersebut, selain berfungsi sebagai

    penahan gelombang, terumbu karang juga merupakan nursery ground

    bagi ikan-ikan yang ada di sekitarnya khusunya ikan karang

    (Budiharsono, 2003).

    Terumbu karang dan obyek bawah permukaan perairan dangkal dapat

    dikenali dengan menerapkan teknologi penginderaan jauh. Prosesanalisis didasarkan pada

    karakteristik respon obyek yang direkam oleh sensor satelit apabila

    berinteraksi dengan radiasi elektromagnetik. Respon tersebut dapat

    http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/02/penginderaan-jauh-kelautan.htmlhttps://www.blogger.com/email-post.g?blogID=2458176370491471536&postID=6702663970891511199http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.html#comment-formhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttps://www.blogger.com/profile/03461743433581539996

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    13/21

    digunakan

    sebagai

    petunjuk

     jenis obyek

    karena setiap

    obyek

    memiliki

    respon yang

    spesifik

    terhadapradiasi

    elektromagnetik, dengan pertimbangkan luas daerah perairan,

    diperlukan teknologi yang cepat dan efisiean dalam memperoleh

    informasi tentang suatu kawasan secara menyeluruh, benar dan cepat

    (Kusumowidagdo, 1999).

    B.Rumusan Masalah

    Eksploitasi dan degradasi lingkungan laut dangkal telah memperburuk

    keadaan ekosistem terumbu karang. Hal ini dapat juga dipandang

    sebagai perlunya analisis sebaran dan kondisi terumbu karang guna

    mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan terumbu karang yang

    terjadi. Berdasarkan latar belakang permasalahan pada ekosistem

    terumbu karang yaitu :

    1.Perlu dilakukan studi tentang analisis sebaran terumbu karang hidup

    dan karang rusak

    2.Bagaimana mengetahui kondisi sebaran terumbu karang hidup dan

    karang rusak.

    C.Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk :

    1.Menganalisis dan menentukan sebaran terumbu karang hidup dan

    karang rusak melalui Citra Satelit Spot 4 di pulau Pannikiang Kabupaten

    Barru.

    2.Membuat peta sebaran dan kondisi terumbu karang di pulau

    Pannikiang.

    D.Manfaat Pe nelitian

    Hasil dari rencana penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

    tentang kondisi terumbu karang di pulau Pannikiang dalam pengambilan

    kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

    E.Batasan Penelitian

    Penelitian ini mengambil lokasi di perairan Pulau Pannikiang melalui

    analisis digital citra Spot 4 untuk mengekstrak dan memetakan informasi

    tentang sebaran dan kondisi terumbu karang. Metode yang digunakan

    adalah Metode penerapan Algoritma Lyzenga yang menggunakan

    kombinasi kanal sinar tampak dan inframerah dari satelit Spot 4.

    Sebaran Kondisi Penutupan Karang meliputi Sebaran pada kelas Karang,Kelas Makro Alga, Kelas Rataan Pasir, Kelas Lamun, dan Kelas

    Campuran.

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Terumbu Karang

    Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut yang dibangun

    oleh biota laut penghasil kapur, khusus jenis-jenis karang batu dan algae

    berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya

    seperti jenis-jenis moluska, crustaseae, echinodermata, polikaeta,

    porifera dan tunikata serta biota lain yang hidup bebas di perairan

    sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis ikan serta

    padang lamun yang juga dapat memperlambat gerakan air yangdisebabkan oleh arus dan gelombang hingga perairan sekitarnya

    menjadi tenang (Sukarno, 1993).

    Keberadaan terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh

    lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat

    mengubah komunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu

    http://4.bp.blogspot.com/_COWEWnXgjk4/S4SX_Pcx4gI/AAAAAAAAAAM/ZtVztkrFg7A/s1600-h/Pemandangan16.jpg

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    14/21

    karang secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya

    dapat disebabkan oleh faktor fisik, biologi dan karena aktivitas manusia

    (Yuniarti, 2007).

    Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat

    memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai

    sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber

    makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam

    farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai

    fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari

    degradasi dan abrasi (Mahmudi, 2003).Menurut Heu, dkk. (2007) Terumbu karang memiliki fungsi ganda yaitu

    secara biologi terumbu karang menyediakan nutrien (feeding ground),

    tempat pemijahan (spawing ground), tempat pengasuhan (nursery

    ground) bagi berbagai biota. Dari segi ekologi berfungsi melindungi

    pantai,dari erosi dan degradasi serta serta memperkecil kekuatan

    ombak dan badai dan tsunami, penghasil O2 dan mengisap CO2.

    B. Faktor Pembatas Kehidupan Terumbu Karang

    Banyak terumbu karang yang rusak akibat aktivitas alam dan aktivitas

    manusia. Ada dua macam aktivitas alam yang dapat menyebabkan

    rusaknya terumbu karang yang terdiri dari aktivitas fisik dan aktivitas

    biologi. Aktivitas fisik meliputi: gempa, tsunami, badai, pasut dan suhu,

    salinitas, ultraviolet, gunung berapi. Sedangkan aktivitas biologi meliputi

    : predasi, penyakit dan bioerosi. Aktivitas manusia dapat terjadi secara

    langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat berupa :

    penambangan karang, bom, cyanide, jangkar kapal, dan wisata.

    Sedangkan pengaruh tidak langsung berupa : sendimentasi dan

    pencemaran (Leaflet Dinas Perikanan, 2005 in Heu, 2007).

    Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan terumbu

    karang diantaranya:

    1) Suhu

    Terumbu karang pada umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu

    180 – 360 C, dengan suhu optimum 260 - 280 C (Birkeland, 1997), Suhu

    terutama membatasi sebaran terumbu karang secara geografis, suhu

    paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25¬0 dan 280 C.

    Karang batu masih dapat hidup pada suhu 150 C. . Suhu ekstrim akan

    mempengaruhi hewan karang, seperti reproduksi, metabolisme dan

    pengapuran (kalsifikasi). Tetapi menurut Nybakken (1992) terumbu

    karang dapat mentolelir suhu sampai 36 – 40 0C. Menurut Sukarno

    (1983), pada daerah tropis suhu rata-rata tahunan perkembangan

    optimal terumbu karang adalah 25 - 30 0C.

    2) Salinitas

    Karang hermatipik adalah organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan

    pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut yang normal yaitu

    32 – 35 0/00 (Nybakken, 1992), meskipun pada salinitas ekstrim

    terumbu karang masih hidup, seperti di Teluk Persia 46 0/00 dan di Laut

    Hindia Selatan 26 0/00 (Suharsono, 1996).

    3) Cahaya

    Cahaya diperlukan bagi proses fotosintesa algae simbiotik. Kedalaman

    penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang

    hermatipik, kebutuhan oksigen untuk respirasi fauna disuatu terumbu

    karang dapat diatasi dengan adanya algae simbiotik yang disebut

    zooxanthellae. Oksigen tambahan tersebut dihasilkan dari proses

    fotosintesa, yaitu proses yang hanya dapat berlangsung apabila ada

    cahaya matahari.

    4) Arus permukaan

    Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah

    yang mengalami gelombang besar. Gelombang-gelombang itu

    memberikan sumber air yang segar, memberi oksigen dalam air laut

    dan menghalangi pengendapan pada koloni. Gelombang-gelombang itu

     juga membawa nutrien dan unsur hara serta plankton yang diperluka n

    oleh koloni karang (Nybakken, 1992).

    5) Sedimentasi

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    15/21

    Sedimentasi atau pengendapan mempunyai pengaruh negatif terhadap

    karang. Kebanyakan karang tidak dapat bertahan dengan adanya

    endapan yang berat, karena menutupi dan menyumbat struktur

    pemberian makanannya. Endapan dalam air dapat mengurangi cahaya

    yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh Zooxantellae dalam jaringan

    karang (Nybakken, 1992).

    C. Kerusakan Terumbu Karang

    Secara umum kerusakan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang

    dapat disebabkan oleh dua hal yaitu : faktor alami dan faktor manusia.

    Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh faktor alamdiantaranya:

    Faktor Alami

    1) Pemutihan karang (Coral Bleaching).

    Pemutihan karang atau Coral Bleaching yaitu pudarnya warna terumbu

    karang menjadi pucat atau putih. Hal ini terjadi karena karang

    kehilangan 60-90% dari jumlah zooxanthellae-nya dan zooxanthellae

    yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesisnya

    (Gylnn, 1996 in Westmacott, 2000). Penyebab pemutihan karang atau

    coral bleaching yaitu naiknya suhu permukaan laut akibat pemanasan

    global, selain itu juga pemutihan karang ini dapat dikaitkan juga dengan

    peristiwa EL Nino (Glynn, 1990 in Westmacott, 2000).

    2) Badai (Storm)

    Badai, topan, tsunami merupakan sumber ancaman terhadap ekosistem

    terumbu karang yang cukup besar. Karena kerusakan yang diakibatkan

    badai cukup besar dan dalam skala yang luas. Kerusakan yang terjadi

    berupa kerusakan fisik atau struktur terumbu karang hancur dan partikel

    karang berserakan di tepi pantai, menumpuk dan menggunung

    (Tulungen, 2002)

    3) Predator alami.

    Ancaman alami lain yaitu ledakan hewan bintang laut berduri atau

    Acanthaster Planci. Serangan dari hewan ini bisa mengakibatkan

    kematian karang keras mencapai 50-90% (Sorokin, 1993). Kematian

    karang yang terjadi karena Acanthaster Planci memakan polip karang

    yang dilewatinya, sehingga yang tersisa hanya terumbu. Menurut

    Tulungen (2002).

    Faktor Non Alami

    Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas

    manusia menurut Westmacott (2000) antara lain:

    1) Kegiatan perikanan yang merusak, seperti memakai alat peledak,

    penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik

    yang ektensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya

    kematian ikan yang belum dewasa (yaitu bibit ikan dewasa di masa

    mendatang). Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan

    akuarium juga berdampak negatif.

    2) Pengunaan pesisir untuk perumahan, resort, hotel, industri, pelabuhan

    dan pembangunan marina seringkali menyebabkan reklamasi daratan

    dan pengerukan tanah. Ini dapat meningkatkan sedimentasi sehingga

    mengurangi cahaya dan menutupi karang dan menimbulkan kerusakan

    fisik langsung bagi terumbu karang.

    3) Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah aliran sungai yang

    tidak disesuaikan dan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan

    hutan, pertanian yang buruk, mengacu kepada pengaliran pestisida,

    pupuk dan sedimentasi.

    4) Eksploitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah

    perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga

    berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga yang eksesif,

    pengangkapan yang berlebihan dari jenis ikan berperan amat penting

    dalam ekosistem terumbu karang mengakibatkan meledaknya populasi

     jenis yang lain di bagian manapun dari rantai maka nan.

    5) Pembuangan limbah industri dan rumah tangga meningkatkan tingkat

    nutrisi dan racun di lingkungan terumbu karang. Limbah yang kaya

    nutrisi akan menyebabkan alga tumbuh dan mendominasi terumbu

    sehingga melenyapkan terumbu karang pada akhirnya (Done, 1992;

    Hughes, 1994 in Westmacott, 2000).

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    16/21

    6) Kegiatan kapal dapat berdampak buruk bagi terumbu melalui

    tumpahan minyak dan pembungan air ballast dari kapal. Kerusakan fisik

    secara langsung terjadi akibat lemparan jangkar kapal di daerah

    terumbu karang.

    Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan

    tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat

    pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya fungsi terumbu karang,

    ditambah lagi tidak mudahnya mencari alternative pekerjaan menambah

    tekanan terhadap terumbu karang semakin tinggi dan kompleks. Cara

    pemanfaatan yang tradisionalpun, misalnya pemakaian bubu dibeberapa tempat karena dipakai dalam jumlah yang banyak telah

    menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang relatif luas

    (Mahmudi, 2003).

    Terumbu karang dan obyek bawah permukaan perairan dangkal dapat

    dikenali dengan menerapkan teknologi penginderaan jauh, proses

    analisa didasarkan pada karakteristik respon vegetasi yang direkam

    oleh sensor satelit apabila berinterakasi dengan radiasi elektromagnetik.

    Respon tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk jenis obyek karena

    setiap obyek memiliki respon yang spesifik tehadap radiasi

    elektromagnetik (Amri, 2005).

    D. Penginderaan Jauh

    Penginderaan jauh merupakan salah satu terapan ilmu dan teknologi

    yang digunakan untuk informasi tentang objek dengan jalan

    mengidentifikasi, mengukur dan menganalisa karakteristik tanpa adanya

    kontak langsung dengan objek tersebut (JARS, 1993 dalam Marwanto,

    2005). Informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti dan

    didapatkan dari analisa data yang dikumpulkan oleh sensor dari jarak

     jauh. Sens or ini mempe roleh data tentang kena mpaka n muka bumi

    melalui energi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh

    objek (Sudibyo, 1993).

    Berbagai hal penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses

    membaca dengan menggunakan sensor, yang dapat berupa kamera

    atau peralatan radiometer lain yang dapat ditemukan pada wahana

    angkasa, seperti balon, pesawat udara, atau satelit. Menurut Hidayat

    (2005), bahwa penginderaan jauh dapat dikelompokan menjadi dua

    bagian yaitu :

    1. Penginderaan Jauh pasif, yaitu penginderaan jauh yang merekam

    pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari suatu objek yang

    biasanya bersumber dari sinar matahari.

    2. Penginderaan jauh aktif, yaitu perekaman dengan menggunakan

    sumber tenaga seperti sistem RADAR dan LIDAR (Laser) untuk

    mengambil data dalam bentuk gambar. Inderaja aktif menggunakan

    satelit yang kemudian akan dipancarkan dalam bentuk sinyal analog ke

    stasiun bumi yang kemudian direkam, setelah itu dikirim kefasilitas

    pengolahan data.

    Secara umum proses penginderaan jauh yang meliputi dua proses

    utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Proses pengumpulan

    data meliputi :

    a. Pancaran sumber energi

    b. Perjalanan energi melalui atmosfer

    c. Interaksi antara energi dan obyek di muka bumi

    d. Wahana dapat berupa pesawat atau satelit

    e. Hasil data dalam bentuk piktorial atau numerik.

    Proses analisis data meliputi :

    f. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat

    pengamatan untuk menganalisis data piktorial dan komputer untuk

    menganalisis data sensor numerik

    g. Informasi dapat berupa laporan atau dalam bentuk tabel dan peta.

    h. Informasi tersebut diperuntukkan untuk pengguna yang

    memanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan (Lillesand and

    Kiefer, 1990) .

    Menurut (Lillesan and Kiefer) Pengolahan citra secara garis besar

    dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu perbaikan citra dan penyadapan

    informasi. Kedua tahap ini dalam sistem analisa citra diuraikan menjadi

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    17/21

    4 kategori kegiatan yakni :

    1. Preprocessing (Pemprosesan Awal)

    2. Image Enhancement (Penajaman Citra)

    3. Transformasi

    4. Klasifikasi dan Analisis

    E. Citra Satelit SPOT 4

    Spot 4 (systeme Pour l’Observation de la Terre) adalah seri dari satelit

    pengamatan bumi yang didesain dan diluncurkan oleh CNES (Centre

    National d’Etudes Spatiales) dari Perancis. Sensor satelit ini terletak pada

    ketinggian 830 km diatas bumi, dengan waktu kunjung 26 hari. SatelitSpot 4 memiliki sistem pencitraan ganda high resolution visible (HRV),

    masing-masing HRV dapat mengindera saluran tunggal resolusi spasial

    tinggi panchromatic (PLA) maupun resolusi spasial yang lebih rendah

    pada tiga saluran yang disebut model multipectral (MILA). PLA memiliki

    resolusi 10 m, sedangkan MILA 30 m. Spot 4 dengan resolusi pixel 10 x

    10 meter dengan 3 band (model multi spektral). Spot 4 dengan tiga band

    yang mencakup liputan spektral :

    Band 1: 0.50 ~ 0.59 (Mm)

    Band 2: 0.61 ~ 0.68 (Mm)

    Band 3: 0.79 ~ 0.89 (Mm)

    Kegiatan melakukan kajian tingkat akurasi dari sensor Spot 4 untuk

    proses ekstraksi secara digital garis batas wilayah air dan darat (garis

    sungai atau garis pantai), dimana pada kegiatan ini dilakukan

    pembuatan data fusi (citra MS dan Pan) dan pengkajian tingkat akurasi

    dan error dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan citra IKONOS.

    Citra Satelit Spot 4 meliputi sebagian Delta Warna merah

    mengindikasikan tutupan vegetasi (Sabins, 1978).

    a. Resolusi Spektral

    Resolusi spektral merupakan interval panjang gelombang khusus pada

    spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor. Semakin sempit

    lebar interval spektrum elektromagnetik, resolusi spectral akan menjadi

    semakin tinggi. Contoh Spot 4 pankromatik band 3 mempunyai lebar

    interval 0.51-073 m. sedangkan TM3 mempunyai lebar interval 0.63 –

    0.69 m, sehingga resolusi spektral Spot 4 lebih tinggi dari TM3.

    b. Resolusi Spasial

    Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari objek yang dapat dibedakan

    oleh sensor atau ukuran daerah yang dapat disajikan oleh setiap piksel.

    Objek yang mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran piksel dapat

    dideteksi apabila mempunyai nilai kontras dengan sekitarnya, seperti

     jalan.

    c. Resolusi Radiometrik

    Resolusi Radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang

    dimungkinkan pada setiap band. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit

    perekam.

    d. Resolusi Temporal

    Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu

    daerah yang sama dan sensor satelit Spot 4 ini terletak pada ketinggian

    830 km diatas bumi, dengan waktu kunjung 26 hari.

    F. Pengembangan Algoritma Pemetaan Perairan Dangkal

    Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan algoritma yang sesuai

    diilhami dari algoritma yang berkembang oleh Lyzenga, (1981) yaitu

     “Exponential Attenuation Model” dengan asums i bahwa prose s dibuat

    pada satu kedalaman yang sama dengan tiap pasang band (Xi dan Xj).

    Ada dua anggapan untuk mendukung algoritma ini yaitu anggapan

    pertama bahwa hubungan antara pantulan dan exponential attenuation

    dengan kedalaman adalah linear (Xi = Ln (Ri) dan anggapan kedua

    bahwa rasio koefisien attenuation (ki/kj) adalah determinasi dari

    transformasi bi plot pantulan dari dua saluran (Xi dan Xj).

    Kerangka Pikir

    Kawasan terumbu karang merupakan rumah bagi organisme dan

    tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, berbagai jenis

    hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut.

    Degradasi atau kerusakan terumbu karang terjadi karena beberapa

    faktor yang diantaranya aktivitas masyarakat seperti pelayaran dan

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    18/21

    penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Identifikasi Perairan dangkal

    dengan menggunakan data penginderaan jauh khususnya pemanfaatan

    citra satelit telah banyak digunakan dan diteliti sebagai suatu alat

    pengumpulan informasi sumber daya alam khusunya identifikasi kondisi

    terumbu karang. Peta citra merupakan citra yang telah bereferensi

    geografis sehingga dapat dianggap sebagai peta. Informasi spasial yang

    disajikan dalam peta citra merupakan data raster yang bersumber dari

    hasil perekaman citra satelit sumber alam khusunya ekosistem terumbu

    karang secara kontinu. Peta citra memberikan semua informasi yang

    terekam pada bumi tanpa adanya generalisasi. Peranan peta citra(space map) dimasa mendatang akan menjadi penting sebagai upaya

    untuk mempercepat ketersediaan dan penentuan kebutuhan peta dasar

    yang memang belum dapat meliput seluruh wilayah nasional pada skala

    global dengan informasi terbaru (up to date). Peta citra mempunyai

    keunggulan informasi terhadap peta biasa. Hal ini disebabkan karena

    citra merupakan gambaran nyata di permukaan bumi, sedangkan peta

    biasa dibuat berdasarkan generalisasi dan seleksi bentang alam ataupun

    buatan manusia.

    Mengingat luasnya terumbu karang maka perlu suatu teknik yang efisien

    dan ekonomis untuk mendapatkan informasi tersebut. Berdasarkan

    identifikasi komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih

    dari 20.000 km2, yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan

    pasir (COREMAP, 2001). Mengetahui kekayaan sumber daya ini, maka

    perlu suatu bentuk pelestarian yang benar-benar cocok melalui

    pemahaman karakteristik dan kondisi lingkungannya. Untuk itu perlu

    diciptakan data base informasi spasial karakteristik terumbu karang dan

    kondisi lingkungannya.

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Pebruari sampai bulan April Tahun

    2010 yang meliputi studi literatur, pengolahan data, pengamatan

    lapangan, serta penyusunan laporan hasil akhir. Dan lokasi penelitian

    dilakukan di perairan laut dangkal Pulau Pannikiang Desa Madello

    Kecamatan Takalassi Kabupaten Barru.

    B. Alat dan Bahan

    b.a. Alat

    Alat pendukung survei lapangan yaitu GPS untuk menetukan posisi titik

    pengamatan. Alat selam dasar untuk pengamatan objek dasar perairan.

    Kamera underwater untuk merekam dan memotret objek dalam air.

    Perahu motor untuk menjangkau posisi titik pengamatan.

    Alat pengolahan secara digital yaitu laptop/komputer sebagai perangkat

    keras untuk mengolah data, printer untuk mencetak hasil pengolahan

    data, software arcview 3.3, software ERMapper 7.0, MS Word, MS Excel,

    untuk perangkat lunak pengolahan data.

    b.b. Bahan

    Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data

    satelit yang digunakan berasal dari hasil perekaman satelit Spot 4

    Akuisisi pada bulan 08 Agustus 2006 di Lembaga Penerbangan dan

    Antariksa Nasional. Data yang diperoleh dari instansi Pemerintah Badan

    Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) bidang

    survei sumberdaya alam laut.

    C. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan analisis penginderaan jauh dengan

    metode Formulasi Lyzenga yaitu untuk dapat mengatahui dan

    menghitung sebaran dari terumbu karang hidup dan mati yang dibagi

    dalam tiga tahap yaitu Pengolahan citra awal, survey lapangan dan

    pengadaan data sekunder serta pengolahan lanjutan.

    Citra Spot 4 multitemporal untuk analisis sebaran dan kondisi di pulau

    Pannikiang. Pengolahan dimulai dengan koreksi geometrik dan

    pemotongan citra. Klasifikasi dilakukan setelah transformasi citra dengan

    algorithma Lyzenga. Citra hasil klasifikasi diuji dengan menggunakan

    data hasil pengamatan lapangan dan diklasifikasi kembali dengan acuan

    citra komposit band 123.

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    19/21

    Tahap-tahap kegiatan penelitian ini dilakukan secara keseluruhan yang

    meliputi sebagai berikut :

    c.a. Persiapan

    Tahap ini meliputi studi literatur, penyiapan data digital citra Spot 4,

    penyiapan peta rupa bumi yang meliputi daerah penelitian, penyiapan

    peta digital, penyiapan alat-alat yang akan digunakan selama kegiatan

    penelitian, observasi lapangan, dan pengumpulan data sekunder lainnya.

    c.b. Pengolahan dan analisis citra/data

    Tahap ini merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Kegiatan ini

    mencakup kerja dengan uraian tahapan sebagai berikut:c.b.a. Impor Data Citra.

    Data citra Spot 4 yang masih dalam format file GeoTIF, di konversi ke

    format file raster (ers) dan format file vektor erv untuk software Er-

    Mapper (ers).

    c.b.b. Penajaman Citra (Enhancement)

    Penajaman citra merupakan langkah yang dilakukan sebelum

    interpretasi data secara aktual. Hal ini bertujuan untuk menguatkan

    penampakan kontras yang terjadi pada citra, sehingga dapat

    meningkatkan jumlah informasi yang dapat di interprestasikan secara

    manual pada citra. Metode penajaman yang digunakan adalah

    perentangan kontras, metode ini akan memperbaiki nilai kecerahan

    hingga didapatkan citra dengan range 0 – 255 secara liner.

    c.b.c. Pemotongan Citra (cropping)

    Pemotongan citra dilakukan untuk memfokuskan penelitian pada daerah

    kajian dan obyek pada masing-masing citra komposit warna semu dan

    masing-masing saluran spektral.

    c.b.d. Pemisahan Obyek Daratan dan Perairan

    Pemisahan obyek daratan dan perairan dimaksudkan agar nilai spektral

    yang digunakan dalam proses klasifikasi tidak dipengaruhi oleh nilai

    spektral dari daratan. Untuk memisahkan daratan dan perairan maka

    akan ditentukan batas nilai pixel daratan dan perairan (nilai landmarks).

    Nilai diatas ambang batas (nilai landmarks) tersebut akan dianggap nol

    atau tidak ada hingga yang akan muncul adalah nilai dibawah ambang

    batas. Nilai ambang batas tersebut akan digunakan dalam proses

    pengolahan citra pada tahap analisis formula Lyzenga.

    c.b.e. Analisis Citra dengan Tranformasi Lyzenga

    Transformasi citra menggunakan koefisien attenuasi data Spot 4 pada

    band 4 yang mampu menembus kolom air hingga kedalam tertentu dan

    dikombinasikan secara logaritma natural dan menghasilkan kanal baru,

    metode ini dikembangkan berdasarkan persamaan Lyzenga (1981),

    yaitu Model Pengurangan Eksponensial (Eksponential Attenuation Model).

    Adapun persamaan Lyzenga adalah sebagai berikut:

    Riz = Ri ~ +(0,54 Rio – Ri ) exp -2kiz

    Dimana:

    Ri = Pantulan gelombang dari laut dangkal kanal 1

    Ri~ = Pantulan gelombang dari laut dalam pada kanal 2

    Rio = Pantulan dasar perairan (0 meter)

    z = Kedalaman perairan (m)

    Ki/Kj = Koefisien atenuasi air pada λi

    Persamaan tersebut kemudian diturunkan dengan menggunakan dua

    kanal sinar tampak pada panjang gelombang yang ada pada Spot 4

    sehingga diperoleh persamaan (Lyzenga,1981), sebagai berikut:

    Y = Ln(TM1) + ki/kj.Ln(TM2)

    Dimana:

    Y = Ekstraksi informasi dasar

    TM1 = Kanal 1

    TM2 = Kanal 2

    Ln = Linear

    Ki/kj = Koefisien attenuasi

    Perhitungan Nilai ki/kj adalah :

    ki/kj = a + (a2 + 1)1/2

    Dimana :

    a = (Var1-Var2)/(2(Covar1,2)

    c.b.f. Klasifikasi Multi Spektral

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    20/21

    Klasifikasi multi spektral dilakukan untuk mendapatkan gambar atau

    peta tematik, yakni suatu gambar yang terdiri dari bagian-bagian yang

    telah dikelompokkan kedalam kelas-kelas region tertentu yang

    merepresentasikan suatu kelompok obyek yang sama. Metode klasifikasi

    yang dilakukan adalah klasifikasi unsupervised (tidak terawasi).

    Klasifikasi ini akan mengklarifikasi areal yang spesifik dan bisa diamati

    secara visual pada citra yang akan bekerja sendiri dan membuat cluster

    sendiri yang dikelaskan berdasarkan homogenitas pantulan spektral.

    c.c. Survei Lapangan

    Survei lapangan dilakukan untuk membandingkan hasil analisa citra

    dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Lokasi pengambilan data

    lapangan dilakukan di Perairan dangkal Pulau Pannikiang Desa Madello

    Kecamatan Takkalasi Kabupaten Barru. Penentuan stasiun pengamatan

    berdasarkan jenis objek penutup dasar perairan laut dangkal yang

    berbeda dan berdasarkan hasil klasifikasi (Unsupervised Clasification)

    dari citra Spot 4. Dari hasil analisis citra maka akan mendapatkan titik

    pengambilan sampel yang berdasarkan tingkat kehomogenan warna

    yang dianggap paling mewakili.

    Penentuan jumlah titik pengamatan mempertimbangkan variabilitas

    tutupan karang dan lamun jenis obyek penutup dasar perairan dangkal

    dan hasil klasifikasi tidak terawasi (Unsupervised Clasification). Jumlah

    titik sampel ditentukan secara representatif berdasarkan objek penutup

    dasar perairan. Penentuan titik sampel juga mempertimbangkan aspek

    kondisi alamiah seperti kedalaman perairan dan rataan terumbu.

    Penentuan titik pengamatan berdasarkan tampilan warna citra yang

    telah diolah dengan Algorithma Lyzenga lalu mengamati dan mencatat

    serta merekam jenis obyek penutup dasar perairan. Penyelaman

    dilakukan untuk titik pengamatan pada ekosistem terumbu karang dan

    pengambilan titik koordinat pada satiap objek penutup dasar perairan

    yang berbeda. Hal ini dilakukan secara berulang pada lokasi lain yang

    menunjukan visualisasi warna yang berbeda pada citra.

    Memasukkan titik-titik pada citra Spot 4 ke GPS yang dijadikan sebagai

    penuntun utama dilapangan untuk menemukan lokasi titik pengamatan.

    Kegiatan selanjutnya melakukan pendataan karang, lamun, makro alga

    dan pasir pada stasiun yang telah ditentukan sebelumnya. Pengamatan

    objek penutup dasar perairan (karang, lamun, makro alga dan pasir)

    secara kuantitatif dilakukan dengan metode sampling cepat. (quick

    sampling) dengan mengikuti standar estimasi penutupan karang dan

    lamun. Penelitian dilakukan dengan menjelajahi daerah sekitar stasiun

    pengamatan dengan snorkling dan penyelaman serta jenis objek yang

    ditemukan kemudian dicatat pada papan sabak.

    c.d. Uji Ketelitian

    Uji ketelitian dengan meginterpretasi visual dari citra warna komposit

    yang digunakan untuk menghasilkan data informasi klasifikasi tentang

    masing-masing titik sampel. Penggunaan lahan kategori titik-titik ini juga

    dapat ditentukan oleh interpretasi dari hasil klasifikasi citra. Matriks yang

    mengandung kesalahan merujuk pada kasus-kasus di mana definisi

    diterapkan dalam algorithim pada kategori yang tidak ada dalam hasil

    klasifikasi di lapangan. Yang disebut dengan uji ketelitian menunjukkan

    bahwa kemungkinan gambar citra pada warna pixel klasifikasi pemetaan

    benar-benar mewakili kategori kenampakan objek di lapangan pada

    hasil pengolahan Lyzenga. Istilah tersebut dapat dinyatakan sebagai

    berikut :

    Ketelitian Pengguna (%) = 100% - error of commission (%).

    Hasil Ketelitian Produser (%) = 100 - error of ommission (%).

    Akurasi peta keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah entri yang

    membentuk diagonal utama dengan total jumlah sampel yang diambil.

    (Baja 2002).

    c.e. Pengolahan Akhir

    Pengolahan ini meliputi pengecekan hasil klasifikasi Unsupervised

    dengan data lapangan yang diperoleh. Pada tahap ini dilakukan

  • 8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara

    21/21

    observasi di lapangan dengan membandingkan hasil dari klasifikasi citra

    dan kondisi susungguhnya di lapangan. Pengolahan akhir dilakukan

    penentuan hasil analisis sebaran dan kondisi terumbu karang

    berdasarkan arah mata angin di perairan dangkal Pulau Pannikiang Desa

    Madello Kecamatan Takkalasi Kabupaten Barru.

    c.f. Analisis Data

    a. Menghitung Penutupan setiap Kategori Tutupan Dasar Perairan

    Dangkal.

    Analisis penutupan dasar perairan dangkal dilakukan berdasarkan

    analisis citra yang sesuai dengan hasil pengecekan lapangan. Datatersebut disajikan dalam satuan luasan (Ha) dan dihitung persentase

    tutupan untuk masing-masing kategori yang disajikan dalam bentuk

    table dan dianalisis secara deskriptif.

    b. Estimasi Kondisi Terumbu Karang.

    Estimasi kondisi terumbu karang dilakukan dengan cara menghitung

    luasan area yang ditutupi oleh karang hidup di perairan dangkal

    berdasarkan hasil analisis citra dan pengecekan lapangan. Untuk lebih

    detailnya maka pemisaan pulau akan dibagi menjadi 6 lokasi

    berdasarkan arah mata angin yang di antaranya Utara, Barat Laut, Barat

    Daya, Selatan, Tenggara dan Timur Laut (Gambar 7). Disetiap sisi Pulau

    akan diestimasi luasan terumbu karang, luasan penutupan karang hidup

    dan karang mati. Berdasarkan luasan total terumbu karang dan luasan

    penutupan karang hidup maka dapat dihitung persentase penutupan

    karang hidup untuk area yang diestimasi. Data-data tersebut disajikan

    dalam bentuk table dan dianalisis secara deskriptif

    Tabel 2. Standar Penilaian Kualitas kondisi Terumbu karang berdasarkan

    persentase kriteria baku kerusakan terumbu karang. Sumber (KEPMEN

    Lingkungan Hidup, 2001).

    Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)

    Prosentase Luas Tutupan

    Terumbu Karang yang Hidup

    Rusak Buruk 0 - 24,9

    Sedang 25 - 49,9

    Baik Baik 50 - 74,9

    Baik sekali 75 - 100

    c.g. Penyusunan Laporan Akhir

    Tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian ini adalah penyusunan

    Tesis sebagai laporan akhir berdasarkan hasil pengumpulan data-data

    sekunder dan pengumpulan data-data primer di lapangan, hasil analisis

    sampel serta hasil/pengolahan data yang dijelaskan dan dibahas serta

    dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk tabel, grafik dan peta hasil

    pengolahan citra dari awal sampai akhir (Peta sebaran dan Kondisi

    ekosistem terumbu karang).

    diposkan oleh arta di 19.01 tidak ada komentar:

    Beranda

    Langganan: Entri (Atom)

     

    http://arta-suharta.blogspot.com/feeds/posts/defaulthttp://arta-suharta.blogspot.co.id/https://www.blogger.com/email-post.g?blogID=2458176370491471536&postID=559944125385295796http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/02/penginderaan-jauh-kelautan.html#comment-formhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/02/penginderaan-jauh-kelautan.htmlhttps://www.blogger.com/profile/03461743433581539996