-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
1/21
0 Lainnya Blog Berikut» Buat Blog Masuk
Halaman Muka
jumat, 16 april 2010
SEJARAH KEBUDAYAAN DAN ADAT SUKU
TOLAKI
Penulis : Suharta TolaQ""
"KUMPULAN DARI BEBERAPA LITERATUR ANAKIA MEOHAI"
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah…
Wassalatu Wassalam Alaa Rasulillah, Wa ala Allihi Wassabihi Aj’main
Amma Ba’du…
Audzubillahhiminazzaitanirajim…Bismillahhirrahmanirrahim……..
Sannurihim Ayyatina Fil afaqi Wafi Ampusihim..Hatta Yatayabannalahum
Annaul Haq….
Affalan Yafti Birabbika…Annahu Alla Kulli Say’in Sahid….
Bismillah Hirrahmanirrahim….
Rabbi syrahli Sadri Waya Sirrli Amri Wahlul Uhdatan Minlisahni Yaf
Kaukaulli…..
Puji syukur kita panjatkan atas kekuasaan Allah Subhanawata’ala sang
penguasa alam semesta yang maha pengetahui dan maha bijak bagi
pengikut
Join this site
with Google Friend Connect
Members (1)
Already a member? Sign in
arsip blog
▼ 2010 (2)
▼ April (1)
SEJARAH KEBUDAYAAN DAN ADAT
SUKU TOLAKI
► Februari (1)
mengenai saya
Arta
Lihat profil lengkapku
sejarah kebudayaan & adatistiadat suku tolaki di sulawesitenggara
https://www.blogger.com/https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996https://www.blogger.com/profile/03461743433581539996http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010_02_01_archive.htmlhttp://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/2010_04_01_archive.htmlhttp://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2011-01-01T00:00:00-08:00&max-results=2http://void%280%29/http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/https://www.blogger.com/https://www.blogger.com/home#createhttps://www.blogger.com/next-blog?navBar=true&blogID=2458176370491471536https://www.blogger.com/
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
2/21
seluruh mahluknya serta memberi kesehatan kepada penulis sehingga
tulisan ini dapat tersusun sebagaimana kiranya, Tak lupa pula kita
junjung tinggi rasulullah SallaulahWalaiwa salam dimana sahabat dan
keluarganya telah memperjuangkan agama yang dimuliakan Allah
Subhanawata’ala untuk kita…Amin!!!
Dan juga penulis ucapkan terimakasih atas acuan literatur yang dibuat
dari saudara-saudara penulis yang tak sempat penulis sebut namanya
satu persatu di dalam media internet yang merupakan acauan dari latar
belakang dan pustaka sehingga dapat membantu penulis dalammenyusun buku tentang sejarah kebudayaan dan adat tolaki. Dalam hal
ini kita ketahui bersama bahwa perkembangan inovasi kebudayaan suku
tolaki dalam era pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin
berkurang, sehingga penulis termotivasi untuk menyusun walaupun
masih ada kekurangannya. Harapan penulis dengan terbitnya buku ini
insya Allah dapat memanfaatkan dan menanamkan seni-seni
kebudayaan bagi generasi khususnya generasi suku tolaki itu sendiri
sehingga dapat mempertahankan kebudayaan dan kekayaan adat-
istiadat suku tolaki.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila didalam penulisan
terdapat kesamaan dan kekurangan dalam penulisan mohon dimaafkan.
Sebab penulis juga hanya manusia biasa yang tak luput dari kekurangan
dan kesalahan karena itu, kesempurnaan hanya milik Allah
Subhanawata’ala…
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 03 November 2009
Suharta Amijaya Husen, S.Kel. M.Si
PENDAHULUAN
ADAT ISTIADAT SULAWESI TENGGARA
Penduduk Sulawesi Tenggara umumnya beragama Islam. Namun
demikian dalam kehidupan sehari-hari masih terlihat sisa-sisa dari
kepercayaan mereka yang terdahulu yang taat hubungannya dengan
animisme dan dinamisme. Karena itu di kalangan masyarakat terdapat
berbagai upacara keagamaan yang dilaksanakan. Misalnya upacara
Monahu khau yakni upacara setelah potong padi. Di kalangan suku
Tolaki yang beragama Kristen upacara ini mewujudkan dalam bentuk
kebaktian pengucapan Syukur tahunan yang dilaksanakan di gereja.
Sedangkan di daerah-daerah tertentu upacara manahu udhan, dilakukan
sangat meriah terutama di desa Benua kecamatan Lambuya. Upacara ini
dilaksanakan di lapangan terbuka, selama tiga malam berturut dan
dipimpin seorang dukun yang disebut mbusehe. Saat dilaksanakan
biasanya pada bulan September, semalam sebelum sampai dengan
sesudah bulan purnama.
Sebagai alat penerangannya adalah sinar bulan tersebut dan tidak boleh
menggunakan lampu. Kemudian para peserta yang biasanya terdiri dari
rakyat petani pada umumnya, menari bergandengan tangan mengelilingi
nilavaka yakni bangunan darurat tempat menaruh gendang dan alat
musik lainnya. Malam ketiga atau penutupan, pagi-pagi hari diadakan
upacara korban atau musehe yang dilakukan oleh dukun.
Selain upacara yang berhubungan dengan pertanian, maka dalam
kehidupan individu atau siklus kehidupan juga dilakukan berbagai
upacara mulai dari saat seorang wanita hamil, melahirkan, kemudian
dewasa, melaksanakan perkawinan kemudian kematian. Upacara yang
berhubungan dengan lingkaran kehidupan ini antara lain Meosambaki
yaitu selamatan bagi anak pertama yang berusia 7 hari, Mekui atau
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
3/21
Mosere Curu yakni pemotongan rambut pada waktu bayi berumur 7
tahun, biasanya satu sampai empat malam anak ini dikurung, dan pada
upacara ini anak tersebut disunat atau Manggilo. Kemudian upacara Mee
Eni bila anak berusia 15 tahun hingga masa peralihan dari kanak-kanak
hingga dewasa.
Dalam upacara ini diadakan perataan gigi dengan benda keras, biasanya
batu atau kikir. Dalam upacara perkawinan yang lazim, selalu didahului
dengan peminangan. Namun ada juga yang melakukan kawin lari, tanpa
peminangan kepada pihak sang gadis. Karenanya cara perkawinan di
daerah Sulawesi Tenggara dibedakan kedalam 4 macam, yaituMesasapu, bentuk perkawinan dengan peminangan, perkawinan lari
bersama disebut Ropolasu atau humbuni, bila kawin lari dengan paksa
oleh pihak laki-laki disebut pinola suako atau popalaisaka. Dalam
perkawinan bawa lari atau lari bersama ini pihak laki-laki dikenakan
sangsi berupa pembayaran yang tinggi kepada orang tua si gadis.
Bentuk perkawinan keempat adalah moruntandole atau uncura yakni bila
lamaran ditolak atau si gadis sudah dipertunangkan dengan pamuda lain,
maka pihak orang tua laki-laki mendesak untuk melaksanakan
perkawinan antara anaknya dengan sigadis saat itu juga.
Dalam mengurus mayat suku-suku bangsa di Sulawesi Tenggara bila
seorang raja cara-cara bangsawan meninggal, sebagai pertanda dipukul
gong secara berkepanjangan disebut batubangewea. Di saat nafas
terakhir disembelihkan seekor kerbau yang disebut katu mbenao.
Kemudian kepada semua kerabat diberi tahu dengan mendatanginya,
oleh orang yang diberi tugas dengan membawa perangkat adat berupa
lingkaran rotan dililit tiga dan diikat secarik kain putih. Dengan cara ini,
yang didatangi sudah mengerti bahwa itu merupakan berita kematian.
Setelah mayat disimpan semalam lalu dimasukkan ke dalam tempat
semacam peti mati yang disebut soronga, dibuat dari sebatang pohon.
Setelah itu mayat dalam soronga di bawa ke gua batu atau disimpan
dalam rumah-rumah yang khusus dibuatkan untuk itu, biasanya di
tengah hutan.
Pengertian kebudayaan Secara Umum
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut
sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti
pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Selanjutnya
kata itu diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”. Manusia memiliki
unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa, dan kehendak
(karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan.
Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan cipta manusia
mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu
pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya
yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa
manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan
kebahagiaan sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan
kesusilaan.
Budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang
dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam
pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan
demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi pengikat
semua karyawan secara bersama dalam organisasi tersebut dan
sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dalam keterlibatan karyawan
tersebut dalam pekerjaan sehari-hari dari organisasi.
Budaya adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan
harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan
integrasi internal, dan karena dalam kurun waktu tertentu telah
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
4/21
berjalan/berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya
dibakukan bahwa setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai
cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan
dalam organisasi oleh Shein (1985-1990).
Budaya dalam arti yang luas adalah suatu keadaan akibat perilaku
manusia yang secara perorangan atau kelompok, bermasyarakat dan
bernegara yang dapat mempengaruhi kehidupan yang damai dan
tenteram, sejahtera dalam arti bahwa semua dapat hidup sehat diatas
garis kemiskinan, tidak membedakan suku, etnik, ras dan jenis kelamin,
tidak mencemari dan merusak lingkungan, tidak meracuni sumberdayaalam terbaharukan dan tidak terbaharukan, yang secara demokratis
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia, memberi
kebebasan untuk beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan
kebebasan dapat menikmati pendidikan sesuai bakat dan keinginannya
oleh Bacharuddin Jusuf Habibie.
Pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh E.B. Taylor maupun
dalil-dalil yang di kemukakan oleh Herkovits masih bersifat luas
sehingga pengkajian kebudayaan sangat bervariasi. Menurut Krober dan
Klukhon (1950) kebudayaan, definisinya adalah kebudayaan terdiri atas
berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi
yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang
menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok
manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat
esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan
terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
Sejarah Suku Tolaki
(To’olaki, Lolaki, Lalaki, Laki, Kolaka, “Noie”, “Noihe”, “Nehina”, “Nohina”,
“Nahina”, “Akido”) 281,000, termasuk 230,000 Konawe , 50,000
Mekongga, 650 Asera, lebih sedikit dari 100 Wiwirano, 200 Laiwui (1991
D. Mead SIL). Asal kata TOLAKI, TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis
kelamin laki-laki,..manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani
dan menjunjung tinggi kehormatan diri/harga diri. Suku Tolaki, salah
satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping
Suku Buton dan Suku Muna, tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka;
yang berada di Kab. Kolaka mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan
Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari mendiami daerah
Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada
mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Menurut
Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan
langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan
1973 yang dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara
kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo”
(Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.
Sulawesi Tenggara, Kendari dan Kolaka. Mekongga di Pegunungan
Mekongga di pinggiran barat dekat Soroako. Austronesia, Malayo-
Polynesia, Malayo-Polynesia Barat, Sulawesi, Sulawesi Tengah, tengah
Barat, Bungku-Mori-Tolaki, Tolaki. Dialek: Wiwirano, Asera, Konawe
(Kendari), Mekongga (Bingkokak), Norio, Konio, Tamboki (Tambbuoki),
Laiwui (Kioki). Wiwirano memiliki 88% kemiripan bahasa dengan Asera,
84% dengan Konawe, 85% dengan Mekongga, 81% dengan Laiwui, 78%
dengan Waru, 70% dengan Rahambuu dan Kodeoha, 54% dengan Mori
dan Bungku. Mekongga memiliki 86% kemiripan dengan Konawe, 80%
dengan Laiwui. Tes kejelasan dibutuhkan dengan dialek yang tersusun
diatas, Mekongga, dan Waru.
Nama-nama negatif tidak lagi dipergunakan. Wiwirano hanya dituturkan
oleh para tetua. Kamus. Tatabahasa. Tolaki merupakan salah satu
kelompok etnis mayoritas di Sulawesi bagian selatan. Bahasa mereka
disebut Bahasa Tolaki, dan masyarakatnya juga dikenal dengan nama
itu. Mereka tidak menjadi bingung dengan Lolak di Sulawesi bagian
utara.
Tolaki terdiri atas beberapa sub-kelompok, termasuk Bingkokak. Sedikit
saja yang diketahui tentang gaya hidup dan budaya mereka, tetapi
diduga bahwa cara hidup mereka sangat mirip dengan etnis tetangga
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
5/21
mereka, Pancana dan Maronene.
Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar
3.500 mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh
teluk dalam, dengan dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua
lainnya ke utara. Di bagian selatan pulau ini terdapat salah satu gunung
tertinggi, yaitu Gunung Lompobatang, sebuah gunung api pasif yang
mencapai ketinggian 9.419 kaki. Meskipun beriklim tropis, daerah ini
dipengaruhi oleh ketinggian dan kedekatan dengan laut.
Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara.mendiamidaerah yang berada di sekitar kota kendari, Kabupaten konawe, Konawe
Selaten, Konawe Utara, Kolaka dan Kolaka Utara. Suku Tolaki berasal
dari kerajaan Konawe. masyarakat Tolaki umumnya merupakan
peladang dan petani yang handal, hidup dari hasil ladang dan
persawahan yang di buat secara gotong-royong keluarga. Raja Konawe
yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Masyarakat Kendari
percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunani
Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun
sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal
tersebut. Karena masyarakat tolaki hidup berladang dan bersawah,
maka ketergantungan terhadap air sangat penting untuk kelangsungan
pertanian mereka. untunglah mereka memiliki sungai terbesar dan
terpanjang di provinsi ini. Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang
membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju Selat Kendari.
Bagi orang Tolaki, padi-padian yang tumbuh di ladang menjadi makanan
pokok, tetapi mereka juga menanam ubi jalar, tebu, aneka macam
sayuran, tembakau, dan kopi. Selain itu ada pula makanan pokok yang
berasal dari pohon sagu (tawaro) dan dikelola dengan cara memotong
batang pohon sagu yang kemudian diiris isi dari batangnya setelah itu
dilakukan Lumanda atau meratakan hasil irisan tersebut didalam tempat
penampungan sehingga hasil dari proses semua itu akan menjadi sagu
(tawaro)/Sinonggi (siap saji). Rumah mereka yang umumnya berbentuk
rumah panggung tersebar diantara lahan-lahan yang telah dibuka.
Rumah-rumah tersebut umumnya terbuat dari daun nipa yang dianyam
dan memiliki atap yang tinggi.
Perbedaan kelas sosial, dengan bangsawan atas, bangsawan bawah
serta masayarakat biasa, masih dipegang teguh oleh kebanyakan
komunitas di Sulawesi. Tiap kelas sosial biasanya memiliki cara bersikap
mereka sendiri, diantara berbagai macam budaya dan tradisi. Wilayah
dibagi menjadi desa, dan hak pemanfaatan lahan diatur oleh lembaga
desa. Akan tetapi, lembaga tersebut pada akhirnya memegang
kepemilikan atas lahan.
Tradisi perkawinan etnis Tolaki mensyaratkan pembayaran kepada
keluarga Si gadis pada saat pertunangan dan perkawinan. Nilai mahar
tergantung pada tingkatan sosial dari Si pemuda. Sebelum perkawinan,
pemuda tersebut harus melayani dan menjalani masa percobaan dengan
calon mertuanya, dan persyaratan ini memperkuat tingkatan
pertunangan yang lebih tinggi. Dahulu, para budak dan turunan mereka
tidak diperbolehkan kawin satu sama lain, meskipun mereka bisa hidup
bersama. Juga, perempuan bangsawan tidak boleh menikah dengan
orang jelata. Poligami (memiliki istri lebih dari satu) umum terjadi antar
bangsawan, tetapi sekarang tidak lagi dilakukan.
Islam merupakan agama dominan di Indonesia saat ini dan dijalankan
bagi kebanyakan penduduknya. Hindu, tersebar luas di nusantara
sebelum abat keempat, dan sekarang hanya tinggal dijalankan oleh
sejumlah kecil penduduk, terutama di Pulau Bali. Sekitar 13% dari total
penduduk Indonesia beragama Kristen, utamanya Protestan, dan banyak
etnis China memeluk agama Buddhist-Taoist. Animisme (kepercayaan
akan benda-benda non-manusia memiliki roh) dianut oleh suku-suku
yang tinggal di daerah terpencil. Islam telah dominan sejak tahun 1600-
an, dan etnis Tolaki pada prakteknya merupakan Muslim Sunni . Akan
tetapi, kepercayan tradisonal masih amat penting, terutama
kepercayaan akan roh jahat. Hanya sekitar 1% masyarakat Tolaki
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
6/21
beragama Kristen
Kebudayaan Masyarakat Tolaki
Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah
suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi
Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang
berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara
memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten
Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka) secara
umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki.Dalam tulisan ini saya akan membahas secara singkat tentang
Kebudayaan masyarakat Tolaki.
Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Konawe yang berkedudukan di
Unaaha pernah menerapkan perangkat pemerintahan yang dikenal
dengan SIWOLE MBATOHU sekitar tahun 1602/1666 yaitu :
1) Tambo I ´Losoano Oleo
2) Tambo I´ Tepuliano Oleo
3) Bharata I´ Hana;
4) Bharata I´ Moeri
Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan Tolaki terdapat satu
simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah
atau persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan
mereka disebut: “KALO SARA” serta kebudayaan Tolaki ini yang lahir
dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi
ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan
dalam bermasyarakat.
Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai
luhur lainnya yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi
pegangan , adapun filosofi kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan
dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain sebagai berikut :
- Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan
lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih
menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke
pemerintah dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul
dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah,
ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan mematuhi
setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan
masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
- Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan
inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap
saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan
dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang
akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan , pemalas, penipu,
pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya
Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat
tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk
selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi
yang terdepan.
- Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini
merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan
dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai
dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk
perumpamaan antara lain sebagai berikut:
Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya :
Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang
lain akan banyak sopan kepadanya.
Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie
Pinekasara”
Artinya :
Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan
dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
7/21
adat maka ia akan dikenakan sanksi/hukuman.
Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya :
Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan
kebaikan
- Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu,
suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam
menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu
berupa upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalubersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu .
- Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan
jati diri sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarny a masuk keda lam
“budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar
karena pada budaya ini tersirat sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri
dan rendah hati sebagai orang tolaki .
Mudah-mudahan dari sekian banyak nilai-nilai budaya masyarakat Tolaki
yang ada, apa Yang kami berikan pada tulisan ini bisa lebih membuka
mata dan memberi sedikit gambaran tentang kebudayaan Masyarakat
Tolaki. Khasanah kehidupan masyarakat di Kota Kendari Khususnya dan
Sulawesi Tenggara Umumnya bukan hanya dipengaruhi oleh nilai-nilai
luhur suku bangsa Tolaki tetapi juga oleh masyarakat suku lainnya yang
berada di “bumi anoa”, kesemuanya menjadi daya perekat dalam
kehidupan bemasyarakat di daerah ini .kerukunan antar ummat
beragama juga memberi warna tersendiri ditengah- tengah kepercayaan
dan keyakinan untuk menyerahkan diri kepada Tuhannya masing-
masing.
Rumah Komali dengan titik pusat tiang Petumbu; Perwujudan “KALO”,
Simbol kesatuan Persatuan manusia & alam suku TOLAKI (Kalo:
lingkaran konsep dasar)
Secara harfiah “Kalo” adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran,
cara-cara mengikat yang melingkar, dan pertemuan-pertemuan atau
kegiatan bersama di mana para pelaku membentuk lingkaran. Kalo
dapat dibuat dari rotan, emas, besi, perak, benang, kain putih, akar,
daun pandan, bambu dan dari kulit kerbau. Pembuatan kalo pada
dasarnya adalah dengan jalan mempertalikan atau mempertemukan
kedua ujung dari bahan-bahan tersebut pada suatu simpul. Kalo meliputi
osara (adat istiadat) yang berkaitan dengan adat pokok dalam
pemerintahan, hubungan kekeluargaan-kemasyarakatan, aktivitas
agama- kepercaya-an, pekerjaan-keahlian dan pertanian (Tarimana
1993: 20).
Dari berbagai jenis kalo, yang dikenal luas adalah yang terbuat dari
rotan, kain putih dan anyaman. Lingkaran rotan adalah simbol dunia
atas, kain putih adalah simbol dunia tengah dan wadah anyaman adalah
simbol dunia bawah. Kadang-kadang juga ada yang mengatakan bawah
lingkaran rotan itu adalah simbol matahari, bulan dan bintang-bintang;
Kain putih adalah langit dan wadah anyaman adalah simbol permukaan
bumi. Mereka juga mengekspresikan bahwa lingkaran rotan adalah
simbol Sangia Mbu’u (Dewa Tertinggi), Sangia I Losoanooleo (Dewa di
Timur) dan Sangia I Tepuliano Wanua (Dewa penguasa kehidupan di
bumi), dan wadah anyaman adalah simbol Sangia I Puri Wuta (Dewa di
Dasar Bumi). Kalo juga adalah simbol manusia: lingkaran rotan adalah
simbol kepala manusia, kain putih adalah simbol badan dan wadah
anyaman adalah simbol tangan dan kaki (angota).
Demikianlah kalo pada pola pikir dan mentalitas Tolaki menyangkut
seluruh aspek kehidupan mereka. Kalo juga merupakan ekspresi
konsepsi orang Tolaki mengenai unsur-unsur manusia, alam,
masyarakat dan hubungan selaras antara manusia dan antara manusia
dengan unsur-unsur tersebut, termasuk dalam komunitas dan pola
permukiman, organisasi kerajaan dan adat dan norma agama yang
mengatur tata kehidupan mereka. Akhirnya dapat dikatakan bahwa kalo
melambangkan keselarasan dalam kesatuan-persatuan antara segala
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
8/21
hal yang bertentangan dan tampak bertentangan dalam alam tempat
berhuni manusia Tolaki. Melihat apa yang dapat disumbangkan konsep
kalo tersebut bagi pengembangan filsosofi arsitektur permukiman
rakyat, sudah sepantasnya untuk diketahui lanjut dari manakah asal-
usul kalo.
Kalo sebagai lambang kesatuan/persatuan suku Tolaki adalah lambang
kebersamaan diiringi oleh ketulusan tanpa egoisme, untuk hidup dalam
suatu situasi yang dinamis, di mana setiap orang dalam berbagai
perbedaan suku, ras dan agama hidup dalam satu lingkaran yang
terjalin dan tersimpul dengan kuat. Dan tentunya hal ini harus dipahamisebagai bentuk kebersamaan yang tidak mudah lepas hanya karena
adanya perbedaan pemikiran yang mengakibakan timbulnya
kesalahpahaman atau bahkan yang lebih parah dari itu, yakni timbulnya
pertikaian. Kesimpulan: konsep kesatuan-persatuan yang dikandung
kalo wajib direkontekstualisasikan secara nyata tak hanya dalam
masyarakat Tolaki, tetapi juga menjadi pelajaran bagi masyarakat
bangsa ini setelah rangkaian perhelatan seminar digelar dan hasilnya
ditumpuk-arsipkan.
Asal-usul orang Tolaki dan kalo (dari Negeri Cina)
Gambaran umum masyarakat Tolaki atau Suku Tolaki, merupakan salah
satu suku terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping
Suku Buton dan Suku Muna, tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka;
yang berada di Kab. Kolaka mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan
Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari mendiami daerah
Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada
mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Menurut
Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan
langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan
1973 yang dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara
kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo”
(Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.
Sedikit fenomena linguistik itu memang sangat mudah memancing
komparasi karakter tektonik arsitektur Tolaki ke Cina, sehingga ada
beberapa pihak yang memperban-dingkan bubungan atap lengkung
gaya komali dengan kurva atap kelenteng Cina. Namun atap lengkung
bukan monopoli Cina. Dari rumah adat Yulong di Vietnam, Minangkabau
sampai yang terdekat dengan tempat kediaman orang Tolaki yaitu
tongkonan Toraja, kesemuanya memakai atap berbubungan lengkung.
Jadi sebetulnya tak terlalu mudah untuk menghubungkan peradaban
Tolaki dengan Cina. Hipotesis tentang hubungan kesejarahan Tolaki-Cina
tampaknya masih sangat perlu didukung oleh kajian antropologi
linguistik dan sejarah etnografi arsitektural yang lebih memadai. Apalagi
jika yang hendak dikaji bukan hanya bentuk tektoniknya saja tetapi
pandangan hidup dan kehidupan masyarakat Tolaki. Pertanyaan penting
antara lain: dapatkah melacak sejarah mentalitas yang dikandung
konsep kalo ke Cina, mengingat unsur konsepsual utama budaya
konfusian Cina adalah kesetimbangan dualitas yin-yang dan bukan
keselarasan lingkaran kehidupan dalam kesatuan-persatuan
sebagaimana kalo? Apapun wacana yang dapat dikembangkan, asal-usul
budaya dan peradaban Tolaki tampaknya lebih mudah diterima jika
dikaitkan dengan pola migrasi neo-litikum yang lebih umum: bangsa-
bangsa Sulawesi bermigrasi dari jalur Asia Tenggara ke Kepulauan
Pilipina; sedangkan mereka yang datang dari arah Selatan bisa jadi
berasal dari Pulau Jawa lewat Pulau Buton.
Selain asal-usulnya, hal yang juga sukar diketahui dengan pasti adalah
masa pemerintahan raja-raja dalam legenda rakyat tentang dua
kerajaan besar lokal: Konawe dan Mekongga. Menurut tradisi tutur, raja
Sangia Ngginoburu (Konawe) dan raja Sangia Nibandera (Mekongga)
diperkirakan memerintah pada saat Islam telah diterima (Tarimana
1993).
pelajaran bagi masyarakat bangsa ini— setelah rangkaian perhelatan
seminar digelar dan hasilnya ditumpuk-arsipkan.
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
9/21
Makna “KALO” dalam budaya suku TOLAKI
Perwujudan "KALO", simbol kesatuan-persatuan manusia & alam Suku
Tolaki Rumah Komali dengan Titik Pusat Tiang Petumbu Kota Kendari
mengelilingi Teluk Kendari. Apakah posisi geografis ini berhubungan
dengan konsep "KALO"? Sungguh tak mudah untuk memastikan,
meskipun kenyataannya memang geografi Kendari seolah membentuk
“KALO”.(Sum ber:Rencana Tata Ruang Kota Kendari 1999/2000, Dinas
Tata Kota Kendari).
“KALO” dari rotan dengan anya man bambu dan kain putih (Sumber:Tarimana,1993:208) *KALO: lingkaran konsep dasar *Secara harfiah
"Kalo" adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran, cara-cara
mengikat yang melingkar, dan pertemuan-pertemuan atau kegiatan
bersama di mana para pelaku membentuk lingkaran. Kalo dapat dibuat
dari rotan, emas, besi, perak, benang, kain putih, akar, daun pandan,
bambu dan dari kulit kerbau. Pembuatan kalo pada dasarnya adalah
dengan jalan mempertalikan atau mempertemukan kedua ujung dari
bahan-bahan tersebut pada suatu simpul. Kalo meliputi /osara/ (adat
istiadat) yang berkaitan dengan adat pokok dalam pemerintahan,
hubungan kekeluargaan-kemasyarakatan, aktivitas agama- kepercaya-
an, pekerjaan-keahlian dan pertanian (Tarimana 1993: 20).
Dari berbagai jenis kalo, yang dikenal luas adalah yang terbuat dari
rotan, kain putih dan anyaman. Lingkaran rotan adalah simbol dunia
atas, kain putih adalah simbol dunia tengah dan wadah anyaman adalah
symbol dunia bawah. Kadang-kadang juga ada yang mengatakan bawah
lingkaran rotan itu adalah simbol matahari, bulan dan bintang-bintang;
Kain putih adalah langit dan wadah anyaman adalah simbol permukaan
bumi. Mereka juga mengekspresikan bahwa lingkaran rotan adalah
simbol Sangia Mbu’u Dewa Tertinggi), /Sangia I Losoanooleo/ (Dewa di
Timur) dan /Sangia Tepuliano Wanua/ (Dewa penguasa kehidupan di
bumi), dan wadah anyaman adalah simbol /Sangia I Puri Wuta/ (Dewa di
Dasar Bumi). Kalo juga adalah simbol manusia: lingkaran rotan adalah
simbol kepala manusia, kain putih adalah simbol
badan dan wadah anyaman adalah simbol tangan dan kaki (angota).
Demikianlah /kalo/ pada pola pikir dan mentalitas Tolaki menyangkut
seluruh aspek kehidupan mereka./ Kalo/ juga merupakan ekspresi
konsepsi orang Tolaki mengenai unsur-unsur manusia, alam,
masyarakat dan hubungan selaras antarmanusia dan antara manusia
dengan unsur-unsur tersebut, termasuk dalam komunitas dan pola
permukiman, organisasi kerajaan dan adat dan norma agama yang
mengatur tata kehidupan mereka. Akhirnya dapat dikatakan bahwa
/kalo/ melam bangka n keselara san dalam kes atuan-per satuan antara
segala hal yang bertentangan dan tampak bertentangan dalam alam
tempat berhuni manusia Tolaki.
Melihat apa yang dapat disumbangkan konsep /kalo/ tersebut bagi
pengembangan filsosofi arsitektur permukiman rakyat, sudah
sepantasnya untuk diketahui lanjut dari manakah asal-usul /kalo/.
Rumah / anakea/ dari Lambuya dengan bentuk atap lengkung,
merendah di bagian tengah. / /(Sumber: Sarasin dalam Bungalaw, 1994,
dikutip Tarimana,
1993)/
Tiang Petumbu sebagai pusat Rumah Komali
Rumah adat Tolaki telah lenyap. Upaya rekonstruksi digalakkan, antara
lain lewat Seminar Penelusuran Arsitektur Tradisional Tolaki Fak. Tek.
Universitas Haluoleo, Maret 2004 . Dari studi intensif dan keterangan
para nara sumber yang ada, beberapa hal dapat disimpulkan (Faslih,
2004). Antara lain, bahwa rumah adat Tolaki dapat berupa komali
(rumah istana raja) atau laika (rumah tempat orang tinggal). Namun
antara rumah raja dan rumah rakyat, yang membedakan adalah besar
dan luasnya saja: rumah raja 40 depa rumah rakyat minimal 3 depa.
Rumah hanya salah satu dari beberapa jenis shelter dalam peradaban
arsitektur Tolaki, yaitu: tempat berlindung sementara (pineworu),
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
10/21
pondok berlantai tanah ditengah ladang (laikawatu), tempat berlindung
yang dipindah-pindahkan (payu), dangau (patande) dan lumbung (o ala).
Pola tatanan permukiman pun tak lepas dari konsep kalo: konsentrik
dengan posisi rumah raja/kepala suku berada di bagian tengah
(Tarimana 1993).
Menurut para nara sumber adat dalam hasil studi arsitektural dan
etnografi, yang menjadi core element dalam rumah adat Tolaki adalah 9
jajar tiang dengan diperk uat balok melintang (powuatak o) dan
memanjang (nambea). Dalam jajaran tiang ini terdapat satu tiang utamayang disebut dengan tiang petumbu yang terletak ditengah baris dan
lajur ke-9 tiang ini. Tiang petumbu adalah tiang yang pertama kali
ditanam dan pemasangannya dilakukan pada waktu subuh (sebelum
matahari terbit). Setelah petumbu didirikan, 4 hari atau lebih baru
didirikan tiang-tiang lainnya dengan maksud untuk melihat dalam jangka
waktu tertentu apakah akan terjadi sesuatu pada tiang petumbu. Jika
tidak terjadi sesuatu maka dilakukan pemasangan ke-9 tiang yang
lainnya.
Setelah ke-9 tiang berdiri yang pertama dipasang adalah balok
powuatako (A) pada sisi dalam tiang arah bagian belakang rumah,
selanjutnya balok B dan C. Setelah balok powuatako dipasang
selanjutnya pemasangan balok nambea (1) dimulai dari arah kanan
rumah, kemudian menyusul nambea 2 dan nambea 3. Semua
Powuatako dan nambea, baik yang melintang maupun yang memanjang
yang menempel pada tiang dipinggir luar badan bangunan, harus
ditempatkan di belakang tiang. Agar setelah dinding dipasang tiang tak
akan kelihatan dari luar, karena terhalang oleh dinding.
Rumah Komali berbentuk rumah panggung yang menggunakan tiang-
tiang bundar (tusa), tidak menggunakan pondasi seperti halnya rumah-
rumah adat yang lain. Tiang ditanam sedalam satu hasta, tiang yang
akan ditanam ke dalam tanah sebelumnya dibakar pada bagian selubung
(permukaan tiang) hingga menjadi arang, selanjutnya tiang yang
dibakar tadi dibungkus dengan ijuk dan diikat persegmen dengan
menggunakan rotan. Makna kedalaman satu hasta tidak ada, hanya
terkait dengan kemudahan penggalian dan pengang-katan tanah ke
permukaan. Tiamh dibakar dan dibung-kus bertujuan agar permukaan
selubung tiang menjadi arang agar tiang tidak mudah dimakan rayap
dan agar arang tersebut tetap melekat pada selubung tiang.
Tinggi tiang dari permukaan tanah hingga ke permukaan lantai
diperkirakan kerbau bisa masuk dibawahnya, kurang lebih 2 m. Jumlah
tiang untuk Komali adalah 40 tiang di luar tiang dapur dan tiang teras.
Makna dari jumlah 40 tiang ini terkait dengan suatu jumlah yang
disaratkan dalam meminang yaitu 40 pinang dan 40 lembar daun sirih.
Jadi perwujudan ini diejawantahkan dalam tiang-tiang penopang rumah.
Jika dianalisis dari segi fungsi maka jumlah 40 tiang merupakan jumlah
tiang yang mewakili satu rumah besar, yang hanya dibangun oleh tokoh
tertinggi adat (Mokole).
Hubungan antara balok powuatako, nambe dengan tiang, diikat dengan
rotan. Cara mengikat; pertama rotan pengikat diikatkan pada powuatako
atau nambea bukan pada tiang. Putaran pertama kali silang ke arah
kanan sebanyak 4 putaran selanjutnya pada arah silang kiri sebanyak 3
kali putaran terakhir di tinohe di antara tiang dan powuatako atau
nambea. Setelah pemasangan kesembilan tiang ini barulah bisa
dilakukan pemasangan tiang-tiang tambahan lainnya sesuai dengan
luasan dan kebutuhan yang dikehendaki.
Kesembilan tiang yang merupakan core element dalam rumah adat
Tolaki merupakan symbol dari siwolembatohu yaitu delapan penjuru
mata angin. Tiang petumbu merupakan pusat dari siwolembatohu. Oleh
karena itu, inilah yang menjadi dasar pemikiran mengapa tiang
petumbulah yang pertama kali dibangun bahkan dalam pemasangannya
diikuti oleh upacara ritual dan pada bagian puncaknya diberi ramuan
guna memohon kepada Tuhan agar seisi rumah yang menempati rumah
ini dapat terhindar dari berbagai bahaya yang datang dari delapan
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
11/21
penjuru mata angin.
Tarian Lulo
Tarian Malulo atau Lulo (dari Bahasa Tolaki: Molulo), merupakan salah
satu jenis kesenian tari tradisional dari daerah Sulawesi Tenggara,
Indonesia. Di Kendari (Sulawesi Tenggara – Indonesia) terdapat
beberapa suku. Suku Tolaki sebagai salah satu suku yang berada di
daerah ini memiliki beberapa tarian tradisional , salah satu tarian
tradisional yang masih sering dilaksanakan hingga saat ini adalah tarianpersahabatan yang disebut tarian Lulo.
Pada zaman dulu, tarian ini dilakukan pada upacara-upacara adat seperti
: pernikahan, pesta panen raya dan upacara pelantikan raja, yang
diiringi oleh alat musik pukul yaitu gong. Tarian ini dilakukan oleh pria,
wanita, remaja, dan anak-anak yang saling berpegangan tangan, menari
mengikuti irama gong sambil membentuk sebuah lingkaran. Gong yang
digunakan biasanya terdiri dari 2 macam yang berbeda ukuran dan jenis
suara. Saat sekarang utamanaya di daerah perkotaan , gong sebagai
alat musik pengiring tarian lulo telah digantikan dengan alat musik
modern yaitu “Electone”.
Filosofi tarian
Adapun filosofi tarian “lulo” adalah persahabatan, yang biasa ditujukan
kepada muda-mudi suku Tolaki sebagai ajang perkenalan, mencari
jodoh, dan mempe rera t tali persa udaraan. Tarian ini dilakuk an dengan
posisi saling bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran.
Peserta tarian ini tidak dibatasi oleh usia maupun golongan, siapa saja
boleh turut serta dalam tarian lulo, kaya miskin, tua, muda boleh bahkan
jika anda bukan suku Tolak i atau dari negara lain bisa bergab ung dalam
tarian ini, yang penting adalah bisa mengikuti gerakan tarian ini. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah posisi tangan saat bergandengan tangan,
untuk pria posisi telapak tangan di bawah menopang tangan wanita.
Posisi tangan ini merupakan simbolisasi dari kedudukan, peran, etika
pria dan wanita dalam kehidupan.
Yang terpenting dari semua itu adalah arti dari tarian Lulo sendiri, yang
mencerminkan bahwa masyarakat Tolaki adalah masyarakat yang cinta
damai dan mengutamakan persahabatan dan persatuan dalam menjalani
kehidupannya. Seperti filosofi masyarakat Tolaki yang diungkapkan
dalam bentuk pepatah samaturu, medulu ronga mepokoaso, yang
berarti masyarakat Tolaki dalam menjalani perannya masing-masing
selalu bersatu, bekerja sama, saling tolong–menolong dan bantu-
membantu. Tetapi saat ini tarian lulo telah mengalami proses adaptasi
terutama dalam hal variasi gerakan dan juga musik yang mengiringinya,
jika dahulu masy arakat suku tolaki menggunakan alat musik pukul yang
dikenal dengan sebutan “Gong” saat ini telah menggunakan alat musik
elektronik yaitu organ tunggal (electone) begitu juga dengan variasi
gerakannya, mulai dari lulo dengan gerakan lambat (santai) sampai
gerakan yang cepat.
Kesimpulan Penyebab Terjadinya Kemerosotan Penggunaan Bahasa
Tolaki dikalangan anak-anak diantaranya adalah :
1. Anak-anak dikota sudah tidak tahu bahasa tolaki.
2. Bahasa tolaki sudah banyak dicampuri dengan kata-kata bahasa
Indonesia.
3. kata-kata halus bahasa tolaki sudah jarang dimengerti.
4. Pemuda yang pernah sekolah dikota pulang ke kampung tetap
menggunakan bahasa Indonesia.
5 ketika bertemu sesama suku tolaki di luar daerah, sudah malu
memakai bahasa tolaki.
tetapi ada satu gejala yang yang akan menjadi penyebab utama
kepunahan bahasa tolaki, yaitu : Orang tua dikampung tidak memakai
bahasa tolaki dengan anaknya.
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
12/21
Proses kepunahan ini akan melalui tiga tahap :
Tahap I :
orang tua didesa memakai bahasa tolaki antara suami isteri, tetapi
memakai bahasa Indonesia dengan anak-anak mereka.
Tahap II :
Orang tua memakai bahasa Indonesia antara suami isteri, dan juga
berbahasa Indonesia dengan anak.
Tahap III :
Orang tua hanya memakai bahasa Indonesia di rumah.
(Peta Kebudayaan dan Sumberdaya Alam Sulawesi Tenggara)
diposkan oleh arta di 13.02 2 komentar:
selasa, 23 februari 2010
Penginderaan Jauh Kelautan
Oleh :
Suharta Amijaya Husen
PascaSarjana UNHAS P0304208006
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH)
Pengelolaan Laut Dangkal Dan Pantai (PLH/LD)
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sumber daya alam laut Indonesia merupakan aset bangsa yang
strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada
pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable
resources) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Total
wilayah Indonesia adalah 7,7 juta km² dan hanya 1,9 juta km² berupa
daratan, sedangkan sisanya 5,8 juta km² adalah wilayah laut territorial.
Ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km², dan areal ini terletak diwilayah tropis yang dikena l sebagai
pusat keanekaragaman hayati, maka sesungguhnya potensi sumber
daya laut Indonesia sangatlah besar. Salah satu sumber daya laut yang
tersebar luas hampir di seluruh perairan laut Indonesia adalah terumbu
karang (Sukarno, 1993).
Sejak jaman dulu manusia sudah memanfaatkan laut sebagai sumber
dan media penghidupan, namun akhir-akhir ini sesuai dengan
perkembangan jumlah umat manusia yang diiringi dengan meningkatnya
kebutuhan, maka kelestarian sumberdaya laut semakin terancam. Laut
telah dijadikan sebagai tempat sampah raksasa, perusakan terumbu
karang akibat alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, penebangan
hutan mangrove, penggunaan pukat harimau, dan masih banyak lagiyang merupakan dampak dari kekejaman manusia terhadap alam.
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang
terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan
benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Ekosistem ini memiliki
produktivitas organik yang sangat tinggi, demikian pula dengan
keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari
peranan ekosistem terumbu karang tersebut, selain berfungsi sebagai
penahan gelombang, terumbu karang juga merupakan nursery ground
bagi ikan-ikan yang ada di sekitarnya khusunya ikan karang
(Budiharsono, 2003).
Terumbu karang dan obyek bawah permukaan perairan dangkal dapat
dikenali dengan menerapkan teknologi penginderaan jauh. Prosesanalisis didasarkan pada
karakteristik respon obyek yang direkam oleh sensor satelit apabila
berinteraksi dengan radiasi elektromagnetik. Respon tersebut dapat
http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/02/penginderaan-jauh-kelautan.htmlhttps://www.blogger.com/email-post.g?blogID=2458176370491471536&postID=6702663970891511199http://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.html#comment-formhttp://arta-suharta.blogspot.co.id/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-tolaki.htmlhttps://www.blogger.com/profile/03461743433581539996
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
13/21
digunakan
sebagai
petunjuk
jenis obyek
karena setiap
obyek
memiliki
respon yang
spesifik
terhadapradiasi
elektromagnetik, dengan pertimbangkan luas daerah perairan,
diperlukan teknologi yang cepat dan efisiean dalam memperoleh
informasi tentang suatu kawasan secara menyeluruh, benar dan cepat
(Kusumowidagdo, 1999).
B.Rumusan Masalah
Eksploitasi dan degradasi lingkungan laut dangkal telah memperburuk
keadaan ekosistem terumbu karang. Hal ini dapat juga dipandang
sebagai perlunya analisis sebaran dan kondisi terumbu karang guna
mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan terumbu karang yang
terjadi. Berdasarkan latar belakang permasalahan pada ekosistem
terumbu karang yaitu :
1.Perlu dilakukan studi tentang analisis sebaran terumbu karang hidup
dan karang rusak
2.Bagaimana mengetahui kondisi sebaran terumbu karang hidup dan
karang rusak.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1.Menganalisis dan menentukan sebaran terumbu karang hidup dan
karang rusak melalui Citra Satelit Spot 4 di pulau Pannikiang Kabupaten
Barru.
2.Membuat peta sebaran dan kondisi terumbu karang di pulau
Pannikiang.
D.Manfaat Pe nelitian
Hasil dari rencana penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang kondisi terumbu karang di pulau Pannikiang dalam pengambilan
kebijakan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.
E.Batasan Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di perairan Pulau Pannikiang melalui
analisis digital citra Spot 4 untuk mengekstrak dan memetakan informasi
tentang sebaran dan kondisi terumbu karang. Metode yang digunakan
adalah Metode penerapan Algoritma Lyzenga yang menggunakan
kombinasi kanal sinar tampak dan inframerah dari satelit Spot 4.
Sebaran Kondisi Penutupan Karang meliputi Sebaran pada kelas Karang,Kelas Makro Alga, Kelas Rataan Pasir, Kelas Lamun, dan Kelas
Campuran.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut yang dibangun
oleh biota laut penghasil kapur, khusus jenis-jenis karang batu dan algae
berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya
seperti jenis-jenis moluska, crustaseae, echinodermata, polikaeta,
porifera dan tunikata serta biota lain yang hidup bebas di perairan
sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis ikan serta
padang lamun yang juga dapat memperlambat gerakan air yangdisebabkan oleh arus dan gelombang hingga perairan sekitarnya
menjadi tenang (Sukarno, 1993).
Keberadaan terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh
lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat
mengubah komunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu
http://4.bp.blogspot.com/_COWEWnXgjk4/S4SX_Pcx4gI/AAAAAAAAAAM/ZtVztkrFg7A/s1600-h/Pemandangan16.jpg
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
14/21
karang secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya
dapat disebabkan oleh faktor fisik, biologi dan karena aktivitas manusia
(Yuniarti, 2007).
Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat
memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai
sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber
makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam
farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai
fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari
degradasi dan abrasi (Mahmudi, 2003).Menurut Heu, dkk. (2007) Terumbu karang memiliki fungsi ganda yaitu
secara biologi terumbu karang menyediakan nutrien (feeding ground),
tempat pemijahan (spawing ground), tempat pengasuhan (nursery
ground) bagi berbagai biota. Dari segi ekologi berfungsi melindungi
pantai,dari erosi dan degradasi serta serta memperkecil kekuatan
ombak dan badai dan tsunami, penghasil O2 dan mengisap CO2.
B. Faktor Pembatas Kehidupan Terumbu Karang
Banyak terumbu karang yang rusak akibat aktivitas alam dan aktivitas
manusia. Ada dua macam aktivitas alam yang dapat menyebabkan
rusaknya terumbu karang yang terdiri dari aktivitas fisik dan aktivitas
biologi. Aktivitas fisik meliputi: gempa, tsunami, badai, pasut dan suhu,
salinitas, ultraviolet, gunung berapi. Sedangkan aktivitas biologi meliputi
: predasi, penyakit dan bioerosi. Aktivitas manusia dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat berupa :
penambangan karang, bom, cyanide, jangkar kapal, dan wisata.
Sedangkan pengaruh tidak langsung berupa : sendimentasi dan
pencemaran (Leaflet Dinas Perikanan, 2005 in Heu, 2007).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan terumbu
karang diantaranya:
1) Suhu
Terumbu karang pada umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu
180 – 360 C, dengan suhu optimum 260 - 280 C (Birkeland, 1997), Suhu
terutama membatasi sebaran terumbu karang secara geografis, suhu
paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25¬0 dan 280 C.
Karang batu masih dapat hidup pada suhu 150 C. . Suhu ekstrim akan
mempengaruhi hewan karang, seperti reproduksi, metabolisme dan
pengapuran (kalsifikasi). Tetapi menurut Nybakken (1992) terumbu
karang dapat mentolelir suhu sampai 36 – 40 0C. Menurut Sukarno
(1983), pada daerah tropis suhu rata-rata tahunan perkembangan
optimal terumbu karang adalah 25 - 30 0C.
2) Salinitas
Karang hermatipik adalah organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan
pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut yang normal yaitu
32 – 35 0/00 (Nybakken, 1992), meskipun pada salinitas ekstrim
terumbu karang masih hidup, seperti di Teluk Persia 46 0/00 dan di Laut
Hindia Selatan 26 0/00 (Suharsono, 1996).
3) Cahaya
Cahaya diperlukan bagi proses fotosintesa algae simbiotik. Kedalaman
penetrasi sinar mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang
hermatipik, kebutuhan oksigen untuk respirasi fauna disuatu terumbu
karang dapat diatasi dengan adanya algae simbiotik yang disebut
zooxanthellae. Oksigen tambahan tersebut dihasilkan dari proses
fotosintesa, yaitu proses yang hanya dapat berlangsung apabila ada
cahaya matahari.
4) Arus permukaan
Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah
yang mengalami gelombang besar. Gelombang-gelombang itu
memberikan sumber air yang segar, memberi oksigen dalam air laut
dan menghalangi pengendapan pada koloni. Gelombang-gelombang itu
juga membawa nutrien dan unsur hara serta plankton yang diperluka n
oleh koloni karang (Nybakken, 1992).
5) Sedimentasi
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
15/21
Sedimentasi atau pengendapan mempunyai pengaruh negatif terhadap
karang. Kebanyakan karang tidak dapat bertahan dengan adanya
endapan yang berat, karena menutupi dan menyumbat struktur
pemberian makanannya. Endapan dalam air dapat mengurangi cahaya
yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh Zooxantellae dalam jaringan
karang (Nybakken, 1992).
C. Kerusakan Terumbu Karang
Secara umum kerusakan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang
dapat disebabkan oleh dua hal yaitu : faktor alami dan faktor manusia.
Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh faktor alamdiantaranya:
Faktor Alami
1) Pemutihan karang (Coral Bleaching).
Pemutihan karang atau Coral Bleaching yaitu pudarnya warna terumbu
karang menjadi pucat atau putih. Hal ini terjadi karena karang
kehilangan 60-90% dari jumlah zooxanthellae-nya dan zooxanthellae
yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen fotosintesisnya
(Gylnn, 1996 in Westmacott, 2000). Penyebab pemutihan karang atau
coral bleaching yaitu naiknya suhu permukaan laut akibat pemanasan
global, selain itu juga pemutihan karang ini dapat dikaitkan juga dengan
peristiwa EL Nino (Glynn, 1990 in Westmacott, 2000).
2) Badai (Storm)
Badai, topan, tsunami merupakan sumber ancaman terhadap ekosistem
terumbu karang yang cukup besar. Karena kerusakan yang diakibatkan
badai cukup besar dan dalam skala yang luas. Kerusakan yang terjadi
berupa kerusakan fisik atau struktur terumbu karang hancur dan partikel
karang berserakan di tepi pantai, menumpuk dan menggunung
(Tulungen, 2002)
3) Predator alami.
Ancaman alami lain yaitu ledakan hewan bintang laut berduri atau
Acanthaster Planci. Serangan dari hewan ini bisa mengakibatkan
kematian karang keras mencapai 50-90% (Sorokin, 1993). Kematian
karang yang terjadi karena Acanthaster Planci memakan polip karang
yang dilewatinya, sehingga yang tersisa hanya terumbu. Menurut
Tulungen (2002).
Faktor Non Alami
Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia menurut Westmacott (2000) antara lain:
1) Kegiatan perikanan yang merusak, seperti memakai alat peledak,
penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik
yang ektensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya
kematian ikan yang belum dewasa (yaitu bibit ikan dewasa di masa
mendatang). Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan
akuarium juga berdampak negatif.
2) Pengunaan pesisir untuk perumahan, resort, hotel, industri, pelabuhan
dan pembangunan marina seringkali menyebabkan reklamasi daratan
dan pengerukan tanah. Ini dapat meningkatkan sedimentasi sehingga
mengurangi cahaya dan menutupi karang dan menimbulkan kerusakan
fisik langsung bagi terumbu karang.
3) Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah aliran sungai yang
tidak disesuaikan dan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan
hutan, pertanian yang buruk, mengacu kepada pengaliran pestisida,
pupuk dan sedimentasi.
4) Eksploitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah
perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga
berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga yang eksesif,
pengangkapan yang berlebihan dari jenis ikan berperan amat penting
dalam ekosistem terumbu karang mengakibatkan meledaknya populasi
jenis yang lain di bagian manapun dari rantai maka nan.
5) Pembuangan limbah industri dan rumah tangga meningkatkan tingkat
nutrisi dan racun di lingkungan terumbu karang. Limbah yang kaya
nutrisi akan menyebabkan alga tumbuh dan mendominasi terumbu
sehingga melenyapkan terumbu karang pada akhirnya (Done, 1992;
Hughes, 1994 in Westmacott, 2000).
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
16/21
6) Kegiatan kapal dapat berdampak buruk bagi terumbu melalui
tumpahan minyak dan pembungan air ballast dari kapal. Kerusakan fisik
secara langsung terjadi akibat lemparan jangkar kapal di daerah
terumbu karang.
Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan
tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya fungsi terumbu karang,
ditambah lagi tidak mudahnya mencari alternative pekerjaan menambah
tekanan terhadap terumbu karang semakin tinggi dan kompleks. Cara
pemanfaatan yang tradisionalpun, misalnya pemakaian bubu dibeberapa tempat karena dipakai dalam jumlah yang banyak telah
menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang relatif luas
(Mahmudi, 2003).
Terumbu karang dan obyek bawah permukaan perairan dangkal dapat
dikenali dengan menerapkan teknologi penginderaan jauh, proses
analisa didasarkan pada karakteristik respon vegetasi yang direkam
oleh sensor satelit apabila berinterakasi dengan radiasi elektromagnetik.
Respon tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk jenis obyek karena
setiap obyek memiliki respon yang spesifik tehadap radiasi
elektromagnetik (Amri, 2005).
D. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan salah satu terapan ilmu dan teknologi
yang digunakan untuk informasi tentang objek dengan jalan
mengidentifikasi, mengukur dan menganalisa karakteristik tanpa adanya
kontak langsung dengan objek tersebut (JARS, 1993 dalam Marwanto,
2005). Informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti dan
didapatkan dari analisa data yang dikumpulkan oleh sensor dari jarak
jauh. Sens or ini mempe roleh data tentang kena mpaka n muka bumi
melalui energi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh
objek (Sudibyo, 1993).
Berbagai hal penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses
membaca dengan menggunakan sensor, yang dapat berupa kamera
atau peralatan radiometer lain yang dapat ditemukan pada wahana
angkasa, seperti balon, pesawat udara, atau satelit. Menurut Hidayat
(2005), bahwa penginderaan jauh dapat dikelompokan menjadi dua
bagian yaitu :
1. Penginderaan Jauh pasif, yaitu penginderaan jauh yang merekam
pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik dari suatu objek yang
biasanya bersumber dari sinar matahari.
2. Penginderaan jauh aktif, yaitu perekaman dengan menggunakan
sumber tenaga seperti sistem RADAR dan LIDAR (Laser) untuk
mengambil data dalam bentuk gambar. Inderaja aktif menggunakan
satelit yang kemudian akan dipancarkan dalam bentuk sinyal analog ke
stasiun bumi yang kemudian direkam, setelah itu dikirim kefasilitas
pengolahan data.
Secara umum proses penginderaan jauh yang meliputi dua proses
utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Proses pengumpulan
data meliputi :
a. Pancaran sumber energi
b. Perjalanan energi melalui atmosfer
c. Interaksi antara energi dan obyek di muka bumi
d. Wahana dapat berupa pesawat atau satelit
e. Hasil data dalam bentuk piktorial atau numerik.
Proses analisis data meliputi :
f. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat
pengamatan untuk menganalisis data piktorial dan komputer untuk
menganalisis data sensor numerik
g. Informasi dapat berupa laporan atau dalam bentuk tabel dan peta.
h. Informasi tersebut diperuntukkan untuk pengguna yang
memanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan (Lillesand and
Kiefer, 1990) .
Menurut (Lillesan and Kiefer) Pengolahan citra secara garis besar
dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu perbaikan citra dan penyadapan
informasi. Kedua tahap ini dalam sistem analisa citra diuraikan menjadi
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
17/21
4 kategori kegiatan yakni :
1. Preprocessing (Pemprosesan Awal)
2. Image Enhancement (Penajaman Citra)
3. Transformasi
4. Klasifikasi dan Analisis
E. Citra Satelit SPOT 4
Spot 4 (systeme Pour l’Observation de la Terre) adalah seri dari satelit
pengamatan bumi yang didesain dan diluncurkan oleh CNES (Centre
National d’Etudes Spatiales) dari Perancis. Sensor satelit ini terletak pada
ketinggian 830 km diatas bumi, dengan waktu kunjung 26 hari. SatelitSpot 4 memiliki sistem pencitraan ganda high resolution visible (HRV),
masing-masing HRV dapat mengindera saluran tunggal resolusi spasial
tinggi panchromatic (PLA) maupun resolusi spasial yang lebih rendah
pada tiga saluran yang disebut model multipectral (MILA). PLA memiliki
resolusi 10 m, sedangkan MILA 30 m. Spot 4 dengan resolusi pixel 10 x
10 meter dengan 3 band (model multi spektral). Spot 4 dengan tiga band
yang mencakup liputan spektral :
Band 1: 0.50 ~ 0.59 (Mm)
Band 2: 0.61 ~ 0.68 (Mm)
Band 3: 0.79 ~ 0.89 (Mm)
Kegiatan melakukan kajian tingkat akurasi dari sensor Spot 4 untuk
proses ekstraksi secara digital garis batas wilayah air dan darat (garis
sungai atau garis pantai), dimana pada kegiatan ini dilakukan
pembuatan data fusi (citra MS dan Pan) dan pengkajian tingkat akurasi
dan error dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan citra IKONOS.
Citra Satelit Spot 4 meliputi sebagian Delta Warna merah
mengindikasikan tutupan vegetasi (Sabins, 1978).
a. Resolusi Spektral
Resolusi spektral merupakan interval panjang gelombang khusus pada
spektrum elektromagnetik yang direkam oleh sensor. Semakin sempit
lebar interval spektrum elektromagnetik, resolusi spectral akan menjadi
semakin tinggi. Contoh Spot 4 pankromatik band 3 mempunyai lebar
interval 0.51-073 m. sedangkan TM3 mempunyai lebar interval 0.63 –
0.69 m, sehingga resolusi spektral Spot 4 lebih tinggi dari TM3.
b. Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari objek yang dapat dibedakan
oleh sensor atau ukuran daerah yang dapat disajikan oleh setiap piksel.
Objek yang mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran piksel dapat
dideteksi apabila mempunyai nilai kontras dengan sekitarnya, seperti
jalan.
c. Resolusi Radiometrik
Resolusi Radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang
dimungkinkan pada setiap band. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit
perekam.
d. Resolusi Temporal
Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu
daerah yang sama dan sensor satelit Spot 4 ini terletak pada ketinggian
830 km diatas bumi, dengan waktu kunjung 26 hari.
F. Pengembangan Algoritma Pemetaan Perairan Dangkal
Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan algoritma yang sesuai
diilhami dari algoritma yang berkembang oleh Lyzenga, (1981) yaitu
“Exponential Attenuation Model” dengan asums i bahwa prose s dibuat
pada satu kedalaman yang sama dengan tiap pasang band (Xi dan Xj).
Ada dua anggapan untuk mendukung algoritma ini yaitu anggapan
pertama bahwa hubungan antara pantulan dan exponential attenuation
dengan kedalaman adalah linear (Xi = Ln (Ri) dan anggapan kedua
bahwa rasio koefisien attenuation (ki/kj) adalah determinasi dari
transformasi bi plot pantulan dari dua saluran (Xi dan Xj).
Kerangka Pikir
Kawasan terumbu karang merupakan rumah bagi organisme dan
tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, berbagai jenis
hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut.
Degradasi atau kerusakan terumbu karang terjadi karena beberapa
faktor yang diantaranya aktivitas masyarakat seperti pelayaran dan
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
18/21
penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Identifikasi Perairan dangkal
dengan menggunakan data penginderaan jauh khususnya pemanfaatan
citra satelit telah banyak digunakan dan diteliti sebagai suatu alat
pengumpulan informasi sumber daya alam khusunya identifikasi kondisi
terumbu karang. Peta citra merupakan citra yang telah bereferensi
geografis sehingga dapat dianggap sebagai peta. Informasi spasial yang
disajikan dalam peta citra merupakan data raster yang bersumber dari
hasil perekaman citra satelit sumber alam khusunya ekosistem terumbu
karang secara kontinu. Peta citra memberikan semua informasi yang
terekam pada bumi tanpa adanya generalisasi. Peranan peta citra(space map) dimasa mendatang akan menjadi penting sebagai upaya
untuk mempercepat ketersediaan dan penentuan kebutuhan peta dasar
yang memang belum dapat meliput seluruh wilayah nasional pada skala
global dengan informasi terbaru (up to date). Peta citra mempunyai
keunggulan informasi terhadap peta biasa. Hal ini disebabkan karena
citra merupakan gambaran nyata di permukaan bumi, sedangkan peta
biasa dibuat berdasarkan generalisasi dan seleksi bentang alam ataupun
buatan manusia.
Mengingat luasnya terumbu karang maka perlu suatu teknik yang efisien
dan ekonomis untuk mendapatkan informasi tersebut. Berdasarkan
identifikasi komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih
dari 20.000 km2, yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan
pasir (COREMAP, 2001). Mengetahui kekayaan sumber daya ini, maka
perlu suatu bentuk pelestarian yang benar-benar cocok melalui
pemahaman karakteristik dan kondisi lingkungannya. Untuk itu perlu
diciptakan data base informasi spasial karakteristik terumbu karang dan
kondisi lingkungannya.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Pebruari sampai bulan April Tahun
2010 yang meliputi studi literatur, pengolahan data, pengamatan
lapangan, serta penyusunan laporan hasil akhir. Dan lokasi penelitian
dilakukan di perairan laut dangkal Pulau Pannikiang Desa Madello
Kecamatan Takalassi Kabupaten Barru.
B. Alat dan Bahan
b.a. Alat
Alat pendukung survei lapangan yaitu GPS untuk menetukan posisi titik
pengamatan. Alat selam dasar untuk pengamatan objek dasar perairan.
Kamera underwater untuk merekam dan memotret objek dalam air.
Perahu motor untuk menjangkau posisi titik pengamatan.
Alat pengolahan secara digital yaitu laptop/komputer sebagai perangkat
keras untuk mengolah data, printer untuk mencetak hasil pengolahan
data, software arcview 3.3, software ERMapper 7.0, MS Word, MS Excel,
untuk perangkat lunak pengolahan data.
b.b. Bahan
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data
satelit yang digunakan berasal dari hasil perekaman satelit Spot 4
Akuisisi pada bulan 08 Agustus 2006 di Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional. Data yang diperoleh dari instansi Pemerintah Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) bidang
survei sumberdaya alam laut.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan analisis penginderaan jauh dengan
metode Formulasi Lyzenga yaitu untuk dapat mengatahui dan
menghitung sebaran dari terumbu karang hidup dan mati yang dibagi
dalam tiga tahap yaitu Pengolahan citra awal, survey lapangan dan
pengadaan data sekunder serta pengolahan lanjutan.
Citra Spot 4 multitemporal untuk analisis sebaran dan kondisi di pulau
Pannikiang. Pengolahan dimulai dengan koreksi geometrik dan
pemotongan citra. Klasifikasi dilakukan setelah transformasi citra dengan
algorithma Lyzenga. Citra hasil klasifikasi diuji dengan menggunakan
data hasil pengamatan lapangan dan diklasifikasi kembali dengan acuan
citra komposit band 123.
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
19/21
Tahap-tahap kegiatan penelitian ini dilakukan secara keseluruhan yang
meliputi sebagai berikut :
c.a. Persiapan
Tahap ini meliputi studi literatur, penyiapan data digital citra Spot 4,
penyiapan peta rupa bumi yang meliputi daerah penelitian, penyiapan
peta digital, penyiapan alat-alat yang akan digunakan selama kegiatan
penelitian, observasi lapangan, dan pengumpulan data sekunder lainnya.
c.b. Pengolahan dan analisis citra/data
Tahap ini merupakan bagian yang penting dalam penelitian. Kegiatan ini
mencakup kerja dengan uraian tahapan sebagai berikut:c.b.a. Impor Data Citra.
Data citra Spot 4 yang masih dalam format file GeoTIF, di konversi ke
format file raster (ers) dan format file vektor erv untuk software Er-
Mapper (ers).
c.b.b. Penajaman Citra (Enhancement)
Penajaman citra merupakan langkah yang dilakukan sebelum
interpretasi data secara aktual. Hal ini bertujuan untuk menguatkan
penampakan kontras yang terjadi pada citra, sehingga dapat
meningkatkan jumlah informasi yang dapat di interprestasikan secara
manual pada citra. Metode penajaman yang digunakan adalah
perentangan kontras, metode ini akan memperbaiki nilai kecerahan
hingga didapatkan citra dengan range 0 – 255 secara liner.
c.b.c. Pemotongan Citra (cropping)
Pemotongan citra dilakukan untuk memfokuskan penelitian pada daerah
kajian dan obyek pada masing-masing citra komposit warna semu dan
masing-masing saluran spektral.
c.b.d. Pemisahan Obyek Daratan dan Perairan
Pemisahan obyek daratan dan perairan dimaksudkan agar nilai spektral
yang digunakan dalam proses klasifikasi tidak dipengaruhi oleh nilai
spektral dari daratan. Untuk memisahkan daratan dan perairan maka
akan ditentukan batas nilai pixel daratan dan perairan (nilai landmarks).
Nilai diatas ambang batas (nilai landmarks) tersebut akan dianggap nol
atau tidak ada hingga yang akan muncul adalah nilai dibawah ambang
batas. Nilai ambang batas tersebut akan digunakan dalam proses
pengolahan citra pada tahap analisis formula Lyzenga.
c.b.e. Analisis Citra dengan Tranformasi Lyzenga
Transformasi citra menggunakan koefisien attenuasi data Spot 4 pada
band 4 yang mampu menembus kolom air hingga kedalam tertentu dan
dikombinasikan secara logaritma natural dan menghasilkan kanal baru,
metode ini dikembangkan berdasarkan persamaan Lyzenga (1981),
yaitu Model Pengurangan Eksponensial (Eksponential Attenuation Model).
Adapun persamaan Lyzenga adalah sebagai berikut:
Riz = Ri ~ +(0,54 Rio – Ri ) exp -2kiz
Dimana:
Ri = Pantulan gelombang dari laut dangkal kanal 1
Ri~ = Pantulan gelombang dari laut dalam pada kanal 2
Rio = Pantulan dasar perairan (0 meter)
z = Kedalaman perairan (m)
Ki/Kj = Koefisien atenuasi air pada λi
Persamaan tersebut kemudian diturunkan dengan menggunakan dua
kanal sinar tampak pada panjang gelombang yang ada pada Spot 4
sehingga diperoleh persamaan (Lyzenga,1981), sebagai berikut:
Y = Ln(TM1) + ki/kj.Ln(TM2)
Dimana:
Y = Ekstraksi informasi dasar
TM1 = Kanal 1
TM2 = Kanal 2
Ln = Linear
Ki/kj = Koefisien attenuasi
Perhitungan Nilai ki/kj adalah :
ki/kj = a + (a2 + 1)1/2
Dimana :
a = (Var1-Var2)/(2(Covar1,2)
c.b.f. Klasifikasi Multi Spektral
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
20/21
Klasifikasi multi spektral dilakukan untuk mendapatkan gambar atau
peta tematik, yakni suatu gambar yang terdiri dari bagian-bagian yang
telah dikelompokkan kedalam kelas-kelas region tertentu yang
merepresentasikan suatu kelompok obyek yang sama. Metode klasifikasi
yang dilakukan adalah klasifikasi unsupervised (tidak terawasi).
Klasifikasi ini akan mengklarifikasi areal yang spesifik dan bisa diamati
secara visual pada citra yang akan bekerja sendiri dan membuat cluster
sendiri yang dikelaskan berdasarkan homogenitas pantulan spektral.
c.c. Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk membandingkan hasil analisa citra
dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Lokasi pengambilan data
lapangan dilakukan di Perairan dangkal Pulau Pannikiang Desa Madello
Kecamatan Takkalasi Kabupaten Barru. Penentuan stasiun pengamatan
berdasarkan jenis objek penutup dasar perairan laut dangkal yang
berbeda dan berdasarkan hasil klasifikasi (Unsupervised Clasification)
dari citra Spot 4. Dari hasil analisis citra maka akan mendapatkan titik
pengambilan sampel yang berdasarkan tingkat kehomogenan warna
yang dianggap paling mewakili.
Penentuan jumlah titik pengamatan mempertimbangkan variabilitas
tutupan karang dan lamun jenis obyek penutup dasar perairan dangkal
dan hasil klasifikasi tidak terawasi (Unsupervised Clasification). Jumlah
titik sampel ditentukan secara representatif berdasarkan objek penutup
dasar perairan. Penentuan titik sampel juga mempertimbangkan aspek
kondisi alamiah seperti kedalaman perairan dan rataan terumbu.
Penentuan titik pengamatan berdasarkan tampilan warna citra yang
telah diolah dengan Algorithma Lyzenga lalu mengamati dan mencatat
serta merekam jenis obyek penutup dasar perairan. Penyelaman
dilakukan untuk titik pengamatan pada ekosistem terumbu karang dan
pengambilan titik koordinat pada satiap objek penutup dasar perairan
yang berbeda. Hal ini dilakukan secara berulang pada lokasi lain yang
menunjukan visualisasi warna yang berbeda pada citra.
Memasukkan titik-titik pada citra Spot 4 ke GPS yang dijadikan sebagai
penuntun utama dilapangan untuk menemukan lokasi titik pengamatan.
Kegiatan selanjutnya melakukan pendataan karang, lamun, makro alga
dan pasir pada stasiun yang telah ditentukan sebelumnya. Pengamatan
objek penutup dasar perairan (karang, lamun, makro alga dan pasir)
secara kuantitatif dilakukan dengan metode sampling cepat. (quick
sampling) dengan mengikuti standar estimasi penutupan karang dan
lamun. Penelitian dilakukan dengan menjelajahi daerah sekitar stasiun
pengamatan dengan snorkling dan penyelaman serta jenis objek yang
ditemukan kemudian dicatat pada papan sabak.
c.d. Uji Ketelitian
Uji ketelitian dengan meginterpretasi visual dari citra warna komposit
yang digunakan untuk menghasilkan data informasi klasifikasi tentang
masing-masing titik sampel. Penggunaan lahan kategori titik-titik ini juga
dapat ditentukan oleh interpretasi dari hasil klasifikasi citra. Matriks yang
mengandung kesalahan merujuk pada kasus-kasus di mana definisi
diterapkan dalam algorithim pada kategori yang tidak ada dalam hasil
klasifikasi di lapangan. Yang disebut dengan uji ketelitian menunjukkan
bahwa kemungkinan gambar citra pada warna pixel klasifikasi pemetaan
benar-benar mewakili kategori kenampakan objek di lapangan pada
hasil pengolahan Lyzenga. Istilah tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Ketelitian Pengguna (%) = 100% - error of commission (%).
Hasil Ketelitian Produser (%) = 100 - error of ommission (%).
Akurasi peta keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah entri yang
membentuk diagonal utama dengan total jumlah sampel yang diambil.
(Baja 2002).
c.e. Pengolahan Akhir
Pengolahan ini meliputi pengecekan hasil klasifikasi Unsupervised
dengan data lapangan yang diperoleh. Pada tahap ini dilakukan
-
8/18/2019 Sejarah Kebudayaan & Adat Istiadat Suku Tolaki Di Sulawesi Tenggara
21/21
observasi di lapangan dengan membandingkan hasil dari klasifikasi citra
dan kondisi susungguhnya di lapangan. Pengolahan akhir dilakukan
penentuan hasil analisis sebaran dan kondisi terumbu karang
berdasarkan arah mata angin di perairan dangkal Pulau Pannikiang Desa
Madello Kecamatan Takkalasi Kabupaten Barru.
c.f. Analisis Data
a. Menghitung Penutupan setiap Kategori Tutupan Dasar Perairan
Dangkal.
Analisis penutupan dasar perairan dangkal dilakukan berdasarkan
analisis citra yang sesuai dengan hasil pengecekan lapangan. Datatersebut disajikan dalam satuan luasan (Ha) dan dihitung persentase
tutupan untuk masing-masing kategori yang disajikan dalam bentuk
table dan dianalisis secara deskriptif.
b. Estimasi Kondisi Terumbu Karang.
Estimasi kondisi terumbu karang dilakukan dengan cara menghitung
luasan area yang ditutupi oleh karang hidup di perairan dangkal
berdasarkan hasil analisis citra dan pengecekan lapangan. Untuk lebih
detailnya maka pemisaan pulau akan dibagi menjadi 6 lokasi
berdasarkan arah mata angin yang di antaranya Utara, Barat Laut, Barat
Daya, Selatan, Tenggara dan Timur Laut (Gambar 7). Disetiap sisi Pulau
akan diestimasi luasan terumbu karang, luasan penutupan karang hidup
dan karang mati. Berdasarkan luasan total terumbu karang dan luasan
penutupan karang hidup maka dapat dihitung persentase penutupan
karang hidup untuk area yang diestimasi. Data-data tersebut disajikan
dalam bentuk table dan dianalisis secara deskriptif
Tabel 2. Standar Penilaian Kualitas kondisi Terumbu karang berdasarkan
persentase kriteria baku kerusakan terumbu karang. Sumber (KEPMEN
Lingkungan Hidup, 2001).
Parameter Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)
Prosentase Luas Tutupan
Terumbu Karang yang Hidup
Rusak Buruk 0 - 24,9
Sedang 25 - 49,9
Baik Baik 50 - 74,9
Baik sekali 75 - 100
c.g. Penyusunan Laporan Akhir
Tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian ini adalah penyusunan
Tesis sebagai laporan akhir berdasarkan hasil pengumpulan data-data
sekunder dan pengumpulan data-data primer di lapangan, hasil analisis
sampel serta hasil/pengolahan data yang dijelaskan dan dibahas serta
dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk tabel, grafik dan peta hasil
pengolahan citra dari awal sampai akhir (Peta sebaran dan Kondisi
ekosistem terumbu karang).
diposkan oleh arta di 19.01 tidak ada komentar:
Beranda
Langganan: Entri (Atom)