bab ii
DESCRIPTION
bab IITRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada
tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu
(Nursalam, 2012). Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi
untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut
untuk memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum motivasi
merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk
ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja
(Robbins & Coulter, 2012).
Oleh sebagian besar ahli, proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan
atau hasil yang dicari karyawan dipandang sebagai kekuatan yang bisa menarik orang.
Memotivasi orang adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (W,
Idayu, 2012).
Menurut Suarli dan Bahtiar, 2010 (dalam W, Idayu, 2012), menurut bentuknya
motivasi terdiri atas:
a. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu.
b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu.
c. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan
munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.
2. Teori Motivasi
Dalam W, Idayu (2012), Teori motivasi antara lain :
a. Teori-Teori Awal Tentang Motivasi
1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hierarki
Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang
berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan.
a. Kebutuhan fisik: makanan,minuman,tempat tinggal, kepuasan seksual,dan
kebutuhan fisik lain.
b. Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik
dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus
terpenuhi.
c. Kebutuhan sosial : kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya,
diterima oleh teman - teman, dan persahabatan.
d. Kebutuhan harga diri : faktor harga diri internal, seperti penghargaan
diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status,
pengakuan, dan perhatian.
e. Kebutuhan aktualisasi diri : pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang,
dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia
mampu capai.
Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami
ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada
pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu (Robbins & Coulter, 2012).
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai berikut :
1) Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan
lebih banyak.Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila
akhir hayatnya tiba
2) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi
motivator.
3) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni dimulai
dari tingkat kebutuhan yang terendah physiological, safety and security,
affiliation or acceptance, esteemor status dan terakhir self actualization.
2. Teori X dan Y McGregor
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side
Enterprise (1960), dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu
organisasi dapat dikelompokkan dalam dua kutub utama, yaitu Teori X dan Teori Y.
Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekaryaan, kurang
ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih
suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya, Teori Y mengasumsikan bahwa
bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri,
mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif.
Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok asumsi
mengenai sifat manusia : Teori X dan Teori Y. Teori X pada dasarnya menyajikan
pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi bahwa para pekerja
mempunyai sedikit ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin
menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif
bekerja.Teori Y menawarkan pandangan positif. Teori Y berasumsi bahwa para
pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara nyata mencari
tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebaga kegiatan alami. McGregor yakin
bahwa asumsi Teori Y lebih menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus
menjadi pedoman bagi praktik manajemen (Robbins & Coulter, 2012).
Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y
- Gaya Kepemimpinan Diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan
serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk pelaksanaan
dari teori X.
- Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya
kepemimpinan diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan
berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawah tidak pernah dibenarkan.
Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X.
- Gaya Kepemimpinan Demokratis
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan
sebuah keputusan yang dilakukan dengan cara musyawarah. Gaya
kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan teori Y
- Gaya Kepemimpinan Santai
Peran dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan
diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara
para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan
adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa
kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku
mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin
berusaha untuk menghindarinya.
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di
mana ini adalah asumsi ketiga.
Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia
dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.
Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya
istirahat atau bermain.
Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan.
Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke
seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi
manajemen.
3. Teori Motivasi Higienis Herzberg
Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan seseorang
dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-faktor
penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara motivasi. Menurut
Herzberg, karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi
faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan berbeda jika dibandingkan dengan
faktor-faktor ketidak-puasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan rasa
ketidak-puasan kerja tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan
adalah tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja
adalah tidak ada ketidak-puasan kerja (Robbins, 2003).
Faktor- faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor- faktor
intrinsik) ialah:
a) Pengakuan ( cognition ), artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak
perusahaan bahwa ia adalah orang, berprestasi, baik, diberi penghargaan,
pujian, dimanusiakan, dan sebagainya.
b) Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi tanggung jawab
dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak hanya semata - mata
melaksanakan pekerjaan.
c) Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk
mencapai hasil yang baik atau berprestasi.
d) Pertumbuhan dan perkembangan ( growth and development), artinya dalam
setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan
berkembang.
e) Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan yang dilakukan
itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.
Adapun faktor - faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik) ialah:
a. Gaji ( salary ) yang diterima karyawan
b. Kedudukan (status) karyawan
c. Hubungan antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau bawahan
d. Penyeliaan ( supervisi ) terhadap karyawan
e. Kondisi tempat kerja ( working condition )
f. Keselamatan kerja (job safety)
g. Kebijakan dan administrasi perusahaan, khususnya dalam bidang personalia
Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi baik
keadaannya (menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor-faktor pemeliharaan
tidak baik keadaannya, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Oleh
sebab itu, untuk meningkatkan motivasi dengan cara perbaikan faktor- faktor
pemeliharaan, baru kemudian faktor- faktor pendorong motivasi (Robbins, 2003).
4. Teori Z dari W.ouchi
Teori ini dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan pengembangan
dari teori Y dari McGregor (1460) dan mendukung gaya kepemimpinan demokratis.
Komponen teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan
pegawai sesuai keahliannya, menekankan pada keamanan pekaryaan, promosi yang
lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staf.
5. Teori kebutuhan Mc.Clelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada
pada diri manusia adalah motivasi prestasi menurut Mc Clelland seseorang dianggap
mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain
pada banyak situasi Mc. Clelland menguatkan pada tiga kebutuhan menurut
Reksohadiprojo dan Handoko(1996:85)yaitu:
Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan mengambil tugas yang dapat
dipertanggung jawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia
menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha
melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.
Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.
Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin
mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar
pribadi dan ia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan
membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan
kedudukannya.
6. Teori keadilan J.S Adam
Adams mengatakan bahwa setiap orang dalam organisasi selalu membuat
perbandingan-perbandingan, yaitu perbandingan antara masukan-masukan (input) yang
diberikan dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha dengan hasil-hasil
(outcome) yang mereka terima. Mereka juga akan membandingkan balas jasa yang
diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.
Faktor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan, dan
bukan apakah ketidakadilan secara nyata ada. Ketidakadilan ini akan ditanggapi dengan
bermacam-macam perilaku yang berbeda, misalnya mogok kerja, menurunkan kinerja.
Dalam equity theory dapat dilakukan empat perbandingan berikut ini:
Self-inside yaitu membandingkan pengalaman seorang pekerja dalam
posisi pekerjaan yang berbeda dalam organisasi yang sama.
Self-outside yaitu membandingkan pengalaman seorang pekerja dalam
posisi pekerjaan yang berbeda dalam organisasi yang berbeda.
Other-inside yaitu membandingkan pengalaman seorang individu dengan
individu lain dalam organisasi yang sama.
Other-outside yaitu membandingkan pengalaman seorang individu dengan
individu lain dalam organisasi yang berbeda.
Adapun derajat pembanding yang dapat dipergunakan antara lain
pendidikan/pengetahuan, gaji, serta lamanya bekerja.
7. Teori harapan V.Vroom
Teori Vroom mengidentifikasi secara konseptual penentu motivasi dan
bagaimana hal tersebut saling berhubungan. Vroom mendefinisikan motivasi sebagai
suatu proses pengaturan pilihan diantara bentuk bentuk aktivitas sukarela alternatif.
Menurut pandangannya, sebagian besar perilaku berada dibawah pengendalian orang,
dan karenanya dimotivasi.
Konsep inti teori tersebut adalah :
P = f (M x A). Performance adalah fungsi perkalian antara Motivasi (M) dan Ability (A).
M = f (V1 x E). Motivasi (M) adalah fungsi perkalian antara Valensi (V) dari setiap
perolehan tingkat pertama (V1) dengan Expentancy (E), atau harapan bahwa perilaku
tertentu akan diikuti oleh sesuatu perolehan tingkat pertama.
V1 = f (V2 x I). Valensi berhubungan denga berbagai perolehan tingkat pertama (V1)
merupakan fungsi (f) perkalian antara jumlah valensi yang melekat pada semua
perolehan tingkat kedua dan instrumentalitas (I) yang dimiliki oleh pencapaian hasil
tingkat pertama untuk mencapai pencapaian setiap hasil tingkat kedua.
Hasil tingkat pertama yang diakibatkan oleh perilaku adalah hasil yang berkaitan dengan
perilaku itu sendiri, misalnya produktivitas, ketidak-hadiran, pergantian.
Hasil tingkat kedua adalah peristiwa-peristiwa (imbalan atau hukuman) yang disebabkan
hasil tingkat pertama, umpamanya kenaikan upah berdasarkan kecakapan.
Instrumentalitas adalah prestasi individu tentang korelasi antara hasil tingkat pertama
(prestasi kerja), dan hasil tingkat kedua (imbalan) atau kuatnya keyakinan individu
bahwa satu tindakan menimbulkan hasil kedua. Nilai instrumentalitas berkisar minus
satu sampai dengan plus satu. Nilai plus satu berarti individu yang bersangkutan yakin
bahwa hasil tingkat pertama dari suatu tindakan diikuti hasil kedua, misalkan hasil
pertama berupa peningkatan produktivitas, hasil tingkat kedua berupa peningkatan
imbalan.
Valensi merupakan kekuatan keinginan seseorang untuk mencapai hasil tertentu. Sebagai
contoh, seseorang mungkin lebih menginginkan kenaikan upah sebesar 9% daripada di
transfer ke departemen lain. Suatu hasil mempunyai nilai valensi positif jika disenangi
dan valensi-nya negatif jika tidak disenangi.
Harapan berkaitan dengan keyakinan individu terhadap kemungkinan bahwa perilaku
tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu. Harapan terdiri dua macam, yaitu harapan
upaya dan harapan hasil. Harapan upaya menunjukan persepsi individu tentang
sukarnya melakukan perilaku tertentu dan kemungkinan tercapainya perilaku tersebut.
Seseorang akan mempunyai harapan usaha yang rendah atau bahkan nol apabila dia
merasa tidak memiliki kemampuan melakukan perilaku tertentu. Jenis harapan kedua
adalah harapan hasil prestasi, yaitu persepsi individu terhadap kaitan antara prestasi
dengan imbalan. Seseorang akan memiliki harapan hasil prestasi yang tinggi jika dia
yakin akan memperoleh imbalan jika prestasi yang telah ditentukan dapat dicapai. Nilai
harapan seseorang berkisar antara nol sampai dengan satu.
BAB III1. Motivasi Kerja
Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja.
Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang kinerja individual. Dengan
demikian motivasi berarti pemberian motiv, penimbulan motivasi atau hal yang menimbulkan
dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivasi
adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara
perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subjek yang penting bagi manajer, karena manajer
harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang yang
berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan
organisasi (Handoko, 2002). Robbins (2006) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan
untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-
tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu
kebutuhan individual.
Menurut Mangkunegara (dalam Dian Christina, 2012) mengemukakan bahwa terdapat
dua teknik memotivasi kerja pegawai yaitu : (1) teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya
bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakuan fundamental yang mendasari perilaku kerja.
(2) teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai
yang dilakukan dengan cara mempengaruhi secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan
18 istilah “AIDDAS” yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision
(keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan).
Hughes et al (dalam Dian Christina, 2012) mengatakan pada umumnya dalam diri
seorang pekerja ada dua hal yang penting yaitu kompensasi dan pengharapan. Kompensasi
adalah imbal jasa dari pengusaha kepada karyawan yang telah memberikan kontribusinya selalu
menjadikan sebagai ukuran puas atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugasnya atau
pekerjaannya, sedang pengharapan adalah harapan-harapan yang akan diperoleh dalam
melakukan kegiatannya sehingga dapat memacu seseorang untuk maju.
Herzberg (dalam Robbins, 2006) memperkenalkan teori motivasi higiene atau yang
sering disebut dengan teori dua faktor, yang berpendapat bahwa hubungan individu dengan
pekerjaannya merupakan hubungan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat
menentukan kesuksesan atau kegagalan individu tersebut. Herzberg juga menyatakan bahwa
terdapat faktor yang diinginkan seseorang terhadap pekerjaan mereka. Dari respon yang
dikategorikan, diketahui bahwa respon mereka yang merasa senang berbeda dengan respon
mereka yang tidak merasa senang. Beberapa faktor tertentu cenderung secara konsisten terkait
dengan kepuasan kerja dan yang lain terkait dengan ketidakpuasan kerja.
Selanjutnya, untuk mengukur motivasi kerja yang diuji dalam penelitian ini, digunakan
indikator-indikator yang dikembangkan oleh Herzberg (dalam Robbins, 2006), meliputi motivasi
intrinsik terdiri dari : (1) kemajuan, (2) pengakuan, dan (3) tanggung jawab, sedangkan motivasi
ekstrinsik terdiri dari : (4) pengawasan, (5) gaji, (6) kebijakan perusahaan dan (7) kondisi
pekerjaan.
Perubahan motivasi kerja ke arah yang semakin tinggi sangat penting. Motivasi ini akan
berhubungan dengan : (a) arah perilaku karyawan, (b) kekuatan respon setelah karyawan
memilih mengikuti tindakan tertentu, (c) ketahanan perilaku atau berapa lama orang itu terus
menerus berperilaku menurut cara tertentu. Responden yang merasa senang dengan pekerjaan
mereka cenderung mengkaitkan faktor ini dengan diri mereka. Di pihak lain, bila mereka tidak
puas, mereka cenderung mengkaitkan dengan faktor-faktor ekstrinsik seperti : pengawasan, gaji,
kebijakan perusahaan, dan kondisi pekerjaan.
2. TEORI X DAN Y
Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human
Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis
pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
1. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak
suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun
menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus
diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan
tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih
lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
1. Pada umumnya orang merasa keberatan dalam bekerja dan malas. Oleh karena itu,
mereka perlu diberikan motivasi dengan rangsangan dari luar.
2. Tujuan kebanyakan orang berlainan dengan tujuan organisasi. Oleh karena itu, orang
harus diarahkan, dimotivasi, dipaksa, diawasi, dan dikendalikan untuk menyesuaikan
dengan tujuan dan kebutuhan organisasi.
3. Motivasi kerja sebagian besar orang terutama oleh perangsang yang bersifat ekonomi.
Oleh karena itu, manajer memiliki alat kekuasaan untuk memotivasi dan mengendalikan
para pekerja.
4. Pada umumnya orang ingin keselamatan dan ingin menghindarkan diri dari tanggung
jawab. Oleh karena itu, manajer memiliki alat kekuasaan untuk memotivasi dan
mengendalikan para pekerja.
5. Banyak orang yang berperilaku menurut perasaan yang tidak rasional. Oleh karena itu,
mereka tidak bisa diharapkan untuk mengarahkan perilakunya sendiri. Organisasi harus
menjamin bahwa perasaan tidak mencampuri kebanyakan hal yang bersifat ekonomi.
Diharapkan perilaku yang berdasarkan perasaan tidak rasional sama baiknya dengan
pikiran (rasio) mereka.
2. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka
memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja
memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan
prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri
yang dimiliki dalam bekerja.
Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut
McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan
keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan
alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-
orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh
teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :
Teori Y
1. Kebanyakan orang sedang dan bersedia secara sukarela melakukan pekerjaan.
2. Kebanyakan orang mempunyai alasan selain sekedar uang dalam bekerja, dan sama
pentingnya alasan tersebut dengan alasan uang bagi mereka.
3. Kebanyakan orang mampu mengarahkan, mengawasi, dan mengendalikan pekerjaan
mereka sendiri dalam mencapai tujuan organisasi yang mereka sepakati.
4. Kebanyakan orang bersedia menerima pekerjaan dibawah kondisi tertentu.
5. Kebanyakan orang mempunyai kreativitas dan kecerdasan melebihi dari apa yang mereka
kerjakan dalam pengaturan organisasi
6. Kebanyakan orang menyenangi persahabatan dan hubungan yang saling membantu
dengan orang lain.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa
merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan
memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu.
Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin,
dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Memperhatikan teori X dan Y tersebut, apabila seseorang pimpinan menjumpai pekerja
yang berperilaku sebagaimana teori X, makan pengarahan yang sebaiknya dilakukan
adalah bersikap keras, hukuman banyak dilakukan terhadap pelanggaran, pengontorolan
harus dilakukan secara ketat, dilakukan cara memimpin yang otoriter, sentralistis, dan
tindakan keras. Hanya dengan jalan ini organisasi dapat berjalan ke arah pencapaian
tujuan meskipun dengan susah payah.
Dalam menghadapi pegawai yang berperilaku sebagaimana teori Y, pemimpin dalam
memberikan pengarahan lebih bersikap mengikuti, pengontrolan longgar, cara memimpin
demokratis, banyak pelimpahan, banyak mengikutsertakan bawahan dalam membuat
kebijaksanaan maupun keputusan.
Karena pada umumnya orang mempunyai sifat keduanya, baik menurut teori X dan Y,
seorang pemimpin dalam pengarahannya atau kepemimpinannya hendaknya bersifat
luwes (fleksibel).
C. Studi Kasus Teori X dan Y dalam Lingkungan Kerja
Meningkatkan motivasi kerja staff pendidik
Kasus ini terjadi di sebuah Universitas Negeri di Kota Makassar. Ada permasalahan yang terjadi
pada staff pendidik fakultas ilmu kesehatan. Di salah satu prodi, terdapat beberapa permasalahan
kinerja staff. Sebagian besar staff atau dosen kurang fokus terhadap pekerjaan yang menjadi
kewajiban mereka. Mereka sering telat untuk masuk kantor bahkan terkadang absen dalam
mengajar.ada pula yang seringkali tidak mempedulikan jadwal tugas mereka. Beberapa tuntutan
pekerjaan yang diberikan oleh pihak universitas seperti upaya peningkatan mutu pelayanan
mewajibkan mereka untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Akan tetapi pihak
staff menganggap hal tersebut sebagai hal yang tidak perlu dan diangap sebagai beban. Mereka
merasa cukup dengan keadaan mereka sekarang yang mampu menutupi biaya hidup di kota yang
tinggi. Melihat keadaan tersebut, ketua prodi memberikan pengarahan berupa peraturan yang
cenderung otoriter dan sentralistis, selain itu dilakukan pula pengawasan kerja yang sangat ketat
dan beberapa hukuman mengingat banyak staff yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaannya.
Selain permasalahan staff diatas, beberapa staff lain justru antusias dengan program pelatihan
atau pengembangan skill. Bahkan banyak dari mereka yang justru mengikuti pelatihan skill
diluar program kampus. Mereka terkadang menyampaikan beberapa usulan yang turut
berkontribusi dalam peningkatan kinerja dan mutu pelayanan. Dalam menanggapi hal ini, ketua
prodi cenderung membebaskan kreativitas staff-nya, mengeksplor kemampuan staff dalam
problem solving yang diwujudkan dengan melibatkan staff dalam rapat pengambilan keputusan,
dan pemberian beberapa reward bagi mereka yang memiliki kinerja yang sangat baik.
D. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya
kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda - beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya
orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang
dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya
bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu
harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian
harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan
kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang
disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan,
perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins & Judge , 2012).
Lebih lanjut Robbins dan Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang
dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan
organisasi, memenuhi standar kinerja
E. Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Mangkunegara (2000) mengungkapkan dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu :
1. Faktor pegawai, yaitu : kecerdasan, kecakapan, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan,
pengalaman kerja, masa kerja dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu : jenis pekerjaan, struktur organisasi, jabatan dan jaminan finansial.
Dalam Nursalam (2012) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1. Motivasi
Rowland (1997) menyatakan fungsi manager meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada
faktor motivasi yang meliputi: keinginan untuk peningkatan percaya bahwa gaji yang diterima
sudah mencukupi , memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang
diperlukan, umpan balik, kesempatan untuk mencoba, instrumen penampilan untuk promosi,
kerjasama dan peningkat penghasilan.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara prilaku
sesorang. Motivasi adalah subjek yang membingungkan, karena motif tidak dapat diamati atau
diukur secara langsung tetapi harus disimpulkan dari perilaku sesorang yang tampak (Handoko,
2003 ).
Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci dalam suatu motivasi dan
kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja, maka kebutuhan pencapaian prestasi tersebut berubah
sebagai dampak dari beberapa faktor dalam organisasi: program pelatihan, pembagian dan jenis
tugas yang diberikan, tipe supervisi yang dilakukan perubahan pola motivasi dan faktor lain.
Seseorang memilih suatu perkaryaan didasarkan pada kemampuan dan ketrampilan yang
dimiliki. Motivasi akan menjadi masalah apabila kemampuan yang dimiliki tidak dimanfaatkan
dan dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberikan kesempatan untuk mencoba dan
mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu , penghargaan psikis sangat
diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing bila melakukan
suatu kesalahan.
2. Lingkungan
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam mendukung motivasi kerja untuk
pencapaian kepuasan kerja yang meliputi: komunikasi, potensial pertumbuhan, kebijaksanaan
individu, upah/gaji, kondisi kerja yang kondusif.
3. Peran Manajer
Peran dirumuskan sebagai suatu rangkaian prilaku yang teratur yang timbul karena suatu jabatan tertentu, kepribadian sesorang juga amat mempengaruhi bagaimana peran harus dijalankan. Peran timbul karna seorang manajer memahami bahwa ia bekerja tidak sendirian. Dia mempunyai lingkungan yang setiap saat perlu berinteraksi dengan beraneka ragam perbedaan
yang ada di lingkung sekitarnya tetapi perannya harus dimainkan dengan tidak membuat perbedaan antara satu dengan yang lain ( Thoha, 2008 ). Kepuasan kerja staf dapat juga dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis, dimana
kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya.
Hal ini perlu ditanamkan kepada manajer agar diciptakan suatu keterbukaan dan memberikan
kesempatan kepada staf untuk melaksanaklan tugas sebaik-baiknya. Ada dua belas kunci utama
dalam kepuasan kerja, yaitu: input, hubungan manajer dan staf, disiplin kerja, lingkungan tempat
kerja, istirahat dan makan yang cukup, diskriminasi, kepuasan kerja, penghargaan penampilan,
klarifiksi kebijakan, mendapatkan kesempatan, pengambil keputusan dan peran manajer.
Teori Kepuasan Berikut ini adalah beberapa teori penting tentang kepuasan kerja yang merupakan perwujudan dari hasil studi yang menentukan bagaimana para karyawan dapat terpuaskan yang dikutip oleh Mangkunegara (2000): a. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Menurut Teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
pegawai. Kebutuhan ini berupa kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi
diri (Maslow dikutip Robbins 2002). Sedangkan Menurut McClelland (dikutip Robbins 2002),
ada tiga kebutuhan yang relevan di tempat kerja yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan
kekuasaan dan kebutuhan akan afiliasi. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa
yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai
tersebut. Begitu pula sebaliknya, apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan
merasa tidak puas.
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham
Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak
puas menurut Herzberg (1996), yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor
motivasi (motivation factors). Faktor pemeliharaan atau disebut pula dissatifiers, hygiene
factors, job context, extrinsic factors meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas
pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja,
kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job
content, intrinsic factors meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement),
work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
Hubungan Antara Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan
Mangkunegara (dalam Dian Christina, 2012) menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Sementara Malthis (2001) menyatakan kinerja
yang dicari oleh perusahaan dari seseorang tergantung dari kemampuan, motivasi, dan dukungan
individu yang diterima. Menurut Munandar (dalam Dian Christina, 2012) ada hubungan positif
antara motivasi dan kinerja dengan pencapaian prestasi, artinya karyawan yang mempunyai
motivasi prestasi yang tinggi cenderung mempunyai kinerja tinggi, sebaliknya mereka yang
mempunyai kinerja rendah dimungkinkan karena motivasinya rendah. Penelitian Suharto dan
Budhi Cahyono (2005) juga menguji hubungan motivasi dengan kinerja karyawan, bahwa
motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Menciptakan Iklim motivasi dalam Kerja
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan, yaitu:
a. Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam
menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
b. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian
tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
c. Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian
tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
d. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-
waktu dapat mangambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat
pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pemimpin.
e. Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan
memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
Karena organisasi memiliki dampak pada motivasi ekstrinsik, penting untuk memeriksa iklim
organisasi atau sikap yang secara langsung mempengaruhi moral dan motivasi pekerja. Manajer
juga harus menyadari nilai-nilai individu karyawan dan berusaha untuk menghargai setiap
pekerja. Kemampuan untuk mengenali setiap pekerja sebagai pribadi yang unik yang termotivasi
secara berbeda adalah keterampilan kepemimpinan.
Selain iklim yang diciptakan oleh keyakinan dan sikap organisasi, pengawas atau unit manajer
juga memiliki dampak yang luar biasa pada motivasi di tingkat unit. Hubungan interpersonal
antara karyawan dan pengawas mereka merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Walaupun manajer tidak dapat secara langsung memotivasi karyawan, mereka dapat
memungkinkan ekspresi bebas dari inovasi dan kreativitas, yang merangsang motivasi individu
(Moloney, 1992).
Moraldo (1990) percaya bahwa tidak ada yang lebih menghambat motivasi dan produktivitas
daripada dengan tidak memungkinkan karyawan untuk melakukan apa yang mereka siap untuk
lakukan. Manajer, oleh karena itu, memiliki kesempatan untuk memotivasi karyawan dengan
menyediakan iklim yang mendorong pertumbuhan dan produktivitas.
Salah satu motivator yang paling dapat digunakan manajer untuk menciptakan iklim yang
memotivasi, yang sering diabaikan atau kurang dimanfaatkan, adalah penguatan positif. Tonges,
Rothstein (1998) menunjukkan bahwa manajer harus lebih luas memfasilitasi identifikasi
kontribusi individu perawat untuk hasil pasien dan berpendapat bahwa umpan balik tersebut
penting untuk kesejahteraan tempat kerja staf.
Peters dan Waterman (1982) telah mengidentifikasi pendekatan sederhana berikut untuk sistem
imbalan-umpan balik yang efektif yang menggunakan penguatan positif:
1. Penguatan positif harus spesifik atau relevan untuk kinerja tertentu. Manajer harus memuji
seorang karyawan untuk suatu tugas atau tujuan spesifik yang dicapai. Pujian ini seharusnya
tidak umum. Misalnya, mengatakan "asuhan keperawatan Anda adalah baik" memiliki arti dan
penghargaan yang kurang dari "keterampilan komunikasi yang Anda tunjukkan hari ini sebagai
advokat untuk Tuan Jones sangat baik. Saya pikir Anda membuat perbedaan yang signifikan
dalam perawatan ini. "
2. Penguatan positif harus sedekat mungkin dengan acara.
3. Sistem imbalan-umpan balik harus dicapai. Semua tujuan kinerja harus dicapai, dan prestasi
besar dan kecil harus diakui atau dihargai dalam beberapa cara.
4. Hadiah seharusnya tidak terduga dan intermiten. Jika penghargaan yang diberikan secara
rutin, mereka cenderung kehilangan nilai mereka.
Dalam pemberian hadiah (reward) harus ada konsistensi dalam bagaimana dan kapan
penghargaan diberikan. Ketika kurangnya konsistensi dalam pemberian reward, akan ada risiko
besar bahwa reward itu sendiri akan menjadi sumber persaingan. Sebuah aturan menyatakan
“penghargaan itu terbatas jumlahnya dan penghargaan yang telah diterima oleh orang lain
membatasi peluang saya untuk mendapatkannya ; jadi, saya tidak dapat mendukung pengakuan
atas teman-teman saya" . Dengan demikian, memberi reward atas pencapaian seseorang dan
tidak kepada orang lain yang juga menyelesaikan tugas yang sama pada level yang sama akan
menimbulkan kecemburuan dan menyebabkan demotivate (penurunan motivasi).
Jika Peters dan Waterman mengatakan bahwa penghargaan dan pujian seharusnya spontan dan
tidak dikaitkan ke peristiwa tertentu, seperti acara review kinerja tahunan atau makan malam
pengakuan, maka itu dapat diterima. Hadiah dan pujian harus diberikan bila memungkinkan dan
setiap kali mereka yang menerima dianggap layak.
Jika penguatan positif dan penghargaan digunakan sebagai strategi motivasi, maka reward harus
mewakili sebuah pencapaian asli dari individu. Sebagai contoh, banyak manajer secara keliru
menganggap kenaikan gaji tahunan sebagai acara umum yang diadakan setiap tahun. Dengan
demikian, penghargaan ini memiliki sedikit makna dan kekuatan untuk memotivasi. Manajer
seharusnya mempromosikan tujuan yang akan dicapai dan reward pencapaian dengan cara yang
dapat dihargai oleh staf mereka. Ini merupakan elemen utama untuk sistem motivation-reward
yang sukses untuk sebuah organisasi.
Manajer juga dapat menciptakan iklim motivasi dengan menjadi model teladan yang positif dan
antusias dalam pengaturan klinis. Manajer yang sering menampakkan ketidakbahagiaan dan
tidak menampilkan sikap optimis kepada bawahan, berkontribusi besar terhadap semangat kerja
unit yang rendah.
Kegembiraan kerja (work excitement) didefinisikan oleh Erbin-Roesemann dan Simms (1997),
sebagai antusiasme pribadi dan minat dalam pekerjaan sebagaimana dibuktikan oleh kreativitas,
kesediaan untuk belajar, dan kemampuan untuk melihat peluang dalam situasi sehari-hari.
Dalam sebuah penelitian terhadap 399 perawat eksekutif, Zavodsky dan Simms (1996)
menemukan bahwa perawat eksekutif memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam kegembiraan
kerja dibandingkan dengan perawat tingkat pertama atau menengah. Alasan untuk perbedaan ini
berhubungan dengan akuntabilitas / tanggung jawab yang melekat dalam pekerjaan mereka.
Perawat eksekutif mampu melihat “gambar yang lebih besar” dan lebih aktif berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan tingkat tinggi. Manajer pada tingkat yang lebih rendah, memiliki
bawahan langsung, lebih dekat pada operasi atau perawatan pasien sehari-hari, dan percaya
bahwa mereka memiliki keterlibatan yang terbatas dalam pengambilan keputusan pada tingkat
yang lebih tinggi.
Temuan ini mirip dengan temuan Simms dan rekan (1990), yang menemukan bahwa staf
perawat di rumah sakit memiliki tingkat kegembiraan kerja yang lebih rendah daripada manajer
perawat mereka. Perbedaan dalam tingkat motivasi dianggap menjadi penyebab perbedaan
dalam kemampuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan unit. Meskipun perawat
staf berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait dengan perawatan pasien secara
langsung, terdapat kesempatan terbatas untuk kreativitas, tantangan baru, dan dalam
memberikan masukan. Dalam studi lain, Erbin-Roesemann dan Simms (1997) menganggap
bahwa perawat yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol dalam kehidupan pekerjaan
mereka, memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam kegembiraan kerja.
Jelaslah bahwa semua manajer perawat dapat meningkatkan kerja bawahan mereka dengan
menyediakan lebih banyak kesempatan untuk tantangan yang membuat pekerjaan mereka lebih
menarik. Melalui pemberdayaan dan manajemen partisipatif, manajer dapat memiliki dampak
langsung pada motivasi di tingkat unit (Zavodsky & Simms, 1996).
D. STRATEGI UNTUK MEMBUAT IKLIM MOTIVASI
Kadang-kadang mendorong motivasi bawahan itu sederhana dengan menciptakan lingkungan
yang mendukung dan mendorong. Biaya dari strategi ini hanyalah waktu dan energi manajer.
Losoncy (1977) mengidentifikasi karakteristik encouraging person or encouraging manager
yaitu individu pendorong atau manajer yang dapat menciptakan iklim yang memotivasi:
1. Melihat manusia sebagai individu. Ketika dihadapkan dengan sekelompok orang,
setiap orang dipandang sebagai sesuatu yang unik, menarik, sebagai masalah, dan
tujuan yang harus diterima dan diakui.
2. Merupakan individu yang menerima setiap orang. Dia percaya bahwa orang yang
putus asa adalah orang yang mengalami hubungan yang tidak nyaman dan karena
itulah membuat mereka menjadi tertutup.
3. Merupakan individu yang terampil mencari keunikan atau perbedaan orang lain.
Setelah melihat keunikan seseorang, dia mulai mengembangkan rasa harga diri
dan menemukan keberanian untuk mengambil risiko atas perubahan.
4. Tidak hanya memiliki kepercayaan dalam diri sendiri tetapi juga memiliki
kepercayaan terhadap orang lain.
5. Tulus serta antusias terhadap perkembangan orang lain terutama bagi yang
sedang putus asa dan berkomunikasi dengan antusiasme kepada orang lain.
6. Sangat sensitif terhadap tujuan dan nilai orang yang telah putus asa dan
menyerah, serta percaya bahwa perilaku masing-masing individu itu selalu
memiliki resiko. Encourager membantu orang ini belajar untuk melihat dirinya
sendiri dan memotivasinya.
7. Menyadari bahwa pengetahuan tentang masa lalu seseorang adalah penting untuk
membangun identitas baru yang lebih positif, didorong untuk merasa lebih
berharga dan mengevaluasi pertumbuhan sendiri.
8. Sensitif terhadap ketergantungan dalam hubungan dan membantu orang yang
berputus asa untuk mengembangkan dorongan dalam diri. Akibatnya, orang ini
yang sebelumnya berputus asa mulai mengembangkan hubungan baru di mana
dia menggunakan proses dorongan yang sama terhadap orang lain nantinya.
Orang ini kemudian akan menjadi suatu encourager.
Selain penguatan positif, teladan, dan menjadi seorang manajer mendorong, strategi
tambahan berikut harus digunakan secara konsisten untuk menciptakan iklim yang memotivasi:
1. Memiliki harapan yang jelas bagi pekerja, dan berkomunikasi secara
efektif
2. Adil dan konsisten ketika berhadapan dengan semua karyawan
3. Jadilah pembuat keputusan yang tegas
4. Mengembangkan konsep kerja sama tim. Mengembangkan tujuan
kelompok dan proyek-proyek yang akan membangun semangat tim.
5. Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf dengan kepentingan dan
tujuan organisasi
6. Mengetahui keunikan masing-masing karyawan. Biarkan semuanya tahu
bahwa anda memahami keunikannya.
7. Memberikan pengalaman yang menantang dan menjadi kesempatan untuk
berkembang
8. Bila memungkinkan libatkan partisipasi bawahan dan minta masukan dari
semua bawahan dalam pengambilan keputusan
9. Pastikan bahwa karyawan memahami alasan di balik setiap keputusan dan
tindakan
10. Reward perilaku yang diinginkan; konsisten dalam cara anda menangani
perilaku yang tidak diinginkan
Menurut pandangan teori motivasi Path-Goal Usmara (dalam Theresia, 2012) “seseorang termotivasi
untuk melakukan sesuatu yang mereka rasa memiliki keuntungan tinggi yang mengarahkan pada reward
(penghargaan) yang mereka nilai”. Menurut (dalam Theresia, 2012) “motivasi kerja juga sangat
dipengaruhi oleh jumlah reward yang diterima karyawan dari pekerjaannya”. Jadi seorang karyawan
dapat bekerja secara efektif dengan dasar bahwa kinerja mereka yang efektif dapat mengarahkan pada
pencapaian apa yang mereka inginkan, dalam hal ini yang diinginkan oleh karyawan adalah reward yang
ditawarkan oleh organisasi. Menurut Usmara (dalam Theresia, 2012) reward (penghargaan) yang
diberikan muncul dalam banyak bentuk, yaitu : ” uang tunai, tunjangan tambahan, bonus tambahan,
kenaikan gaji, promosi, asuransi kesehatan dan fasilitas-fasilitas lainnya”. Reward itu akan memuaskan
tujuan-tujuan karyawan, dan dapat menjadi motivasi yang membuat karyawan dapat memiliki disiplin
kerja, tepat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, bertanggung jawab terhadap pekerjaan, dll. Semua
hal tersebut berkaitan dengan reward yang ditawarkan oleh organisasi yang menjadi motivasi didalam
diri setiap karyawan.
Daftar Pustaka
W, Idayu. 2012. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Motivasi Kerja Perawat Di
Ruang Rawat Inap : Universitas Sumatera Utara
Satrianegara, M. Fais. 2012. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Theresia,Esti. 2011. Hubungan Antara Iklim Komunikasi Dengan Motivasi Kerja Karyawan Pt. Astra Internasional Nissan Diesel : Universitas Esa Unggul, Jakarta