bab ii

44
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kompetensi Petani Syah (2002) menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Lasmahadi (2002) mengemukakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, dan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi manusia adalah kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak yang mendasari dan merefleksikan wujud perilaku dan kinerja seseorang 33

Upload: adiyathrandy

Post on 21-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

BAB II

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kompetensi Petani

Syah (2002) menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency)

adalah kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi diartikan sebagai

“kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki

keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan”.

Lasmahadi (2002) mengemukakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai

aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk

mencapai kinerja superior. Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, dan

tingkah laku akan menghasilkan kinerja.

Kompetensi manusia adalah kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak

yang mendasari dan merefleksikan wujud perilaku dan kinerja seseorang dalam

aktivitas dan pergaulan hidupnya (Mangkuprawira, 2004).

Menurut Spencer dan Spencer dalam Hutapea dan Thoha (2008), kompetensi

merupakan karakteristik mendasar seseorang, yang menentukan terhadap hasil

kerja yang terbaik dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu

pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja

(hasil kerja) seseorang dalam situasi dan peran yang beragam.

33

Page 2: BAB II

34

Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari

knowledge, skill dan attitude yang ada hubungan sebab-akibatnya dengan prestasi

kerja yang luar biasa atau dengan efektifitas kerja. Knowledge (pengetahuan)

merupakan kemampuan yang dimiliki pegawai yang berorientasi pada cara

pengoperasian mesin, pemahaman semua aturan dan teori yang berkaitan dengan

pekerjaan, pelayanan yang baik serta berfikir kreatif dan memberikan ide-ide

dalam pekerjaan, skill (keterampilan) merupakan kemampuan karyawan dalam

bekerja sama, memecahkan masalah dan berkomunikasi serta bertanggung jawab

dalam pekerjaan sedangkan attitude (sikap), yaitu perasaan senang-tidak senang,

suka-tidak suka atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar

(Hutapea dan Thoha, 2008).

Tingkat kompetensi seseorang, dengan demikian dapat digunakan untuk

memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan

baik atau tidak. Kompetensi juga menentukan cara-cara seseorang dalam

berperilaku atau berpikir, menyesuaikan dalam berbagai situasi, dan bertahan

lama dalam jangka panjang.

2.1.1. Pengetahuan

Menurut Martopo (2004), dalam meningkatkan kompetensi

individu sumberdaya manusia, pengetahuan sangat berperan penting

dalam mempengaruhi tingkat kemampuan penerimaan inovasi, adopsi dan

inisiatif dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu

organisasi kerja. Inti dari pendapat ini mengandung 3 unsur yang harus

Page 3: BAB II

35

dipenuhi yaitu pendidikan, berarti individu mempunyai jenjang

pendidikan yang telah ditamati, memiliki latar belakang pendidikan sesuai

wawasan dan disiplin ilmu yang ditekuni.

Pengetahuan menurut Green (dalam Handoko, 2000) merupakan

salah satu faktor yang dapat memudahkan dalam mempengaruhi

seseorang berperilaku positif atau negatif dalam kehidupan seseorang.

Rachdyatmaka (1990) berpendapat pengetahuan secara

keseluruhan meliputi kemampuan dan ketrampilan yang diperoleh dari

pendidikan, pelatihan maupun pengalaman tanpa mengabaikan kepatuhan

pada prosedur dan pedoman yang ada dalam menjalankan dan

menyelesaikan tugas suatu kegiatan.

2.1.2. Keterampilan

Keterampilan menurut Gibson (2000) adalah kecakapan yang

berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh

seseorang dalam waktu yang tepat. Handoko (2000) berpendapat

keterampilan yang memadai akan meningkatkan kemampuan kerja

karyawan sehingga apabila manajemen kurang tanggap prestasi kerja

karyawan akan rendah.

Ketrampilan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu

juga dapat dicapai dengan pelatihan. Pelatihan adalah suatu perubahan

pengertian dan pengetahuan atau keperampilan yang dapat diukur. Dan

Page 4: BAB II

36

pelatihan dilakukan untuk memperbaiki efektifitas pegawai dalam

mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan.(Handoko, 2000).

2.1.3. Sikap

a. Pengertian sikap

Milton dalam Gitosudarmo (2000) memberikan pengertian sikap

sebagai keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan

bertindak terhadap aspek lingkungannya. Sikap seseorang tercermin

dari kecenderungan prilakunya dalam menghadapi situasi lingkungan,

seperti orang lain, atasan, bawahan maupun lingkungan kerja.

Sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan

atau tidak menguntungkan-mengenai objek, orang, atau peristiwa, sikap

mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Bila saya

menyatakan ”saya menyukai pekerjaan saya” saya mengungkapkan

sikap saya mengenai kerja.

Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling

berhubungan, dengan memandang pada tiga komponen dari suatu sikap:

pengertian (kognitif), keharusan (efektif) dan kecenderungan perilaku

(behavior). Komponen-komponen ini menggambarkan kepercayaan,

perasaan dan rencana tindakan anda dalam berhubungan dengan orang

lain (Robbins, 1996).

Komponen Kognitif dari sikap tertentu berisikan informasi yang

dimiliki seseorang tetang orang lain atau benda. Informasi ini bersifat

Page 5: BAB II

37

deskriptif dan tidak termasuk derajat kesukaan atau ketidaksukaan

terhadap obyek tersebut.

Komponen efektif dan sikap tertentu berisikan perasaan-perasaan

seseorang terhadap obyeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi dan

emosi yang diekspresikan sebagai perasaan suka atau tidak suka

terhadap objeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi dan emosi yang

diekspresikan sebagai perasaan suka atau tidak suka terhadap objek dari

sikapnya. Komponen afektif diberlakukan sebagai reaksi terhadap

kmponen kognitif.

Komponen kecenderungan perilaku dari sikap tertentu berisikan

cara yang direncanakan seseorang untuk bertindak terhadap objeknya

dan cenderung sangat dipengaruhi oleh komponen kognitif dan afektif.

Sikap sebagai kemampuan internal yang sangat berperan dalam

pengambilan tindakan, lebih-lebih jika terbuka beberapa peluang untuk

bertindak. Sehinga orang yang memiliki sikap, jelas mampu memilih

diantara beberapa kemungkinan (Winglet, 1991).

Sikap sebagai suatu kesiagaan mental yang dipelajari dan

diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas

cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek dan situasi yang

berhubungan dengannya. Definisi sikap tersebut memiliki empat

implikasi pada manajer, yaitu: a) Sikap dipelajari b)Sikap menentukan

Page 6: BAB II

38

kecenderungan orang terhadap segi tertentu c) Sikap diorganisasi dan

dekat dengan inti kepribadian (Gibson, 2000).

b. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap berlangsung secara bertahap melalui proses

belajar. Proses belajar tersebut terjadi karena pengalaman-pengalaman

pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara

menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman-pengalaman lain

atau melalui proses belajar sosial. Sebagian besar sikap itu dibentuk

melalui kombinasi dari beberapa cara tersebut.

Sikap tersusun atas komponen kognitif, efektif dan perilaku.

Afektif komponen emosional, atau perasaan dan sikap dipelajari dari

orang tua, guru dan teman dalam kelompoknya. Sedangkan komponen

kognitif sikap terdiri atas presepsi, pendapat dan keyakinan seseorang.

Elemen kognitif yang penting adalah keyakinan evaluasi yang dimiliki

seseorang. Komponan perilaku dari suatu sikap berhubangan dengan

kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau

sesuatu dengan cara yang ramah, hangat agresif, bermusuhan, apatis

atau dengan cara lain (Gitosudarmo, 2000).

c. Perubahan Sikap

Perubahan sikap diperoleh melalui proses belajar. Perubahan dapat

berupa penambahan, pengalihan atau modifikasi dari satu atau lebih tiga

komponen tersebut diatas. Sekali perubahan sikap telah terbentuk maka

Page 7: BAB II

39

akan menjadi bagian internal dari individu itu sendiri. Dapat dikatakan

bahwa merubah sikap seseorang sedikit banyak juga ikut merubah

manusianya.

Sikap dapat berubah dari positif ke negative atau sebaliknya.

Tidak ada seorang pun yang selalu konsisten secara terus-menerus dan

tidak mustahil terdapat inkonsistensi dalam sikap seseorang terhadap

obyek, peristiwa dan orang tertentu (Siagian, 1995).

d. Hubungan Sikap, Perilaku, Kinerja.

Sikap mempengaruhi perilaku, yaitu bahwa sikap dipegang teguh

oleh seseorang menentukan apa yang akan dilakuakan. Makin khusus

sikap seseorang yang kita ukur dan makin khusus pula kita

mengidentifikasi perilaku terkait, maka makin besar kemungkinan kita

dapat memperoleh hubungan yang signifikan antara keduanya (Gibson,

2000).

Perilaku kerja yang di tunjukkan oleh karyawan sesungguhnya

merupakan gambaran atau cerminan sikap individu. Apabila sikap

positif sejak awal dikembangkan oleh individu maka perilaku kinerja

yang timbul akan baik. Dengan perilaku kerja positif mewujud kan

kinerja tinggi adalah suatu pekerjaan yang mudah (Gibson, 2000).

Dalam organisasi, sikap itu penting karena mereka mempengaruhi

perilaku, Jika para pekerja percaya, bahwa untuk membuat karyawan

bekerja lebih keras untuk uang yang sama atau lebih, maka masuk akal

Page 8: BAB II

40

untuk mencoba memahami bagaimana sikap-sikap ini dibentuk,

hubungan mereka dengan perilaku jabatan dan bagaimana mereka

mungkin berubah. Adanya ketidak sesuaian antara sikap dan perilaku

seseorang boleh jadi karena adanya tekanan-tekanan sosial kepada yang

bersangkutan untuk berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan

keinginan atau kemauan pemegang kekuasaan.

2.2. Faktor Eksternal Petani

Faktor eksternal adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari

luar dirinya, yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka

mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha (Rakhmat, 2001).

Pengertian faktor eksternal dalam penelitian ini adalah keadaan/peristiwa yang

memengaruhi petani yang berasal dari luar diri, seperti: lahan, sarana produksi,

keterlibatan dalam kelompok tani dan akses kredit.

2.2.1. Lahan

Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi, dan vegetasi yang saling memengaruhi potensi penggunaannya.

Lahan garapan adalah lahan yang diusahakan, baik lahan milik sendiri

maupun sewa (BPS, 2007).

Menurut Hernanto (1993), lahan merupakan unsur produksi asli.

Menurut Tjakrawiralaksana (1996), lahan merupakan manifestasi atau

pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam

Page 9: BAB II

41

permukaan bumi, dan berfungsi sebagai: (1) tempat diselenggarakan

kegiatan pertanian, sepertibercocok tanam dan memelihara ternak atau

ikan; (2) tempat pemukiman keluarga tani. Hernanto lebih lanjut

menyatakan luas lahan usaha tani dapat digolongkan menjadi tiga bagian,

yaitu (1) sempit, dengan luas < 0,5 ha; (2) sedang, dengan luas 0,5 – 2 ha;

(3) luas, jika lebih dari 2 ha.

Mardikanto (1993) mengatakan bahwa luas lahan usaha tani

merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan

sekaligus sumber pendapatan. Pada umumnya, petani dengan kepemilikan

lahan usaha yang luas akan menempati posisi status sosial lebih tinggi di

lingkungan sosialnya.

Lahan dengan demikian merupakan tempat diselenggarakan

kegiatan pertanian untuk menghasilkan produk pertanian sebagai sumber

pendapatan ataupun tempat pemukiman petani. Lahan dalam penelitian

ini dibatasi pada luasan lahan yang digunakan petani untuk usaha

budidaya lidah buaya.

2.2.2. Sarana Produksi

Menurut Sudjati (1981), sarana merupakan alat-alat yang

diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Van den Ban

(1999) menyebutkan sarana usaha tani meliputi: tanah atau lahan, pupuk,

benih bersertifikat, alat penyemprot, bahan bangunan, mesin pertanian,

dan subsidi produksi.

Page 10: BAB II

42

Mosher (1987) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi

pertanian, memerlukan penggunaan bahan-bahan dan alat-alat produksi

oleh petani, di antaranya: bibit, pupuk, pestisida, makanan, dan obat

ternak serta perkakas. Mosher lebih lanjut menyatakan bahwa tersedianya

sarana merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian.

Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi

pendukung dalam peningkatan produksi.

Sarana produksi dengan demikian merupakan bahan-bahan dan alat-

alat yang diperlukan dalam proses produksi untuk mencapai target yang

telah ditentukan. Sarana produksi dalam penelitian ini dibatasi pada

tingkat kemudahan petani dalam mendapatkan benih, pupuk, obat-obatan,

dan kelengkapan penyediaannya untuk kegiatan proses produksi.

2.2.3. Keterlibatan dalam Kelompok Tani

Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 273 tahun 2007 tentang

Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani (Deptan, 2007), kelompok tani

adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar

kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,

sumber daya), dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan

usaha anggota. Menurut Mosher (1987 dalam Mardikanto, 1993)

mengemukakan bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian

adalah adanya kerjasama kelompok tani.

Page 11: BAB II

43

Penumbuhan kelompok tani didasarkan atas faktor-faktor pengikat

sebagai berikut : (a) adanya kepentingan bersama antara anggotanya; (b)

adanya kesamaan kondisi sumber daya alam dalam berusahatani; (c)

adanya kondisi masyarakat dan kondisi sosial yang sama; (d) adanya

saling percaya antara sesama anggota. Melalui pendekatan kelompok,

akan terjalin kerjasama antara individu anggota kelompok dalam proses

belajar, proses berproduksi, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil untuk

peningkatan pendapatan dan kehidupan yang layak (Abbas, 1995).

Slamet (2003) mengemukakan bahwa pendekatan kelompok

disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien, tetapi karena

pendekatan ini menghasilkan interaksi antar-petani dalam kelompok yang

merupakan forum komunikasi yang demokratis. Forum itu juga sebagai

forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk

memperbaiki nasib mereka sendiri. Melalui forum semacam inilah

pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan

berkembangnya kemandirian rakyat petani.

Keterlibatan dalam kelompok tani dengan demikian merupakan

tindakan petani menjadi anggota, mengikuti kegiatan kelompok tani, dan

bekerjasama antara sesama anggota untuk meningkatkan dan

mengembangkan kegiatan usaha tani. Keterlibatan dalam kelompok tani

dalam penelitian ini adalah tingkat keaktifan petani dalam kegiatan

Page 12: BAB II

44

kelompok tani sebagai wadah interaksi saling bertukar informasi dan

pengalaman sesama petani.

2.2.4. Akses Kredit

Menurut Mosher (1987), untuk memproduksi lebih banyak, petani

harus lebih banyak memerlukan uang untuk bibit unggul, pestisida,

pupuk, dan alat-alat pertanian. Pengeluaran tersebut harus dibiayai dari

uang sendiri atau dengan meminjam selama jangka waktu antara saat

pembelian sarana produksi dan saat penjualan hasil panen. Badan-badan

efisien yang memberikan kredit produksi kepada petani dapat merupakan

faktor pelancar penting bagi pembangunan pertanian.

Menurut Hernanto (1993), akses kredit adalah kemampuan untuk

mendapat barang atau jasa pada saat sekarang untuk dikembalikan di

kemudian hari. Soekartawi, et al., (2011) mengemukakan bahwa

kebutuhan kredit tersedia pada pelepas uang atau bank dan petani dapat

membayar bunga atau jumlah pinjaman pokok dari arus pendapatan yang

diproyeksikan.

Akses kredit dengan demikian merupakan sumber modal yang

dapat diakses dan dimanfaatkan petani dalam memeroleh uang, barang

atau jasa untuk kelangsungan kegiatan usaha tani, yang dikembalikan

dengan jumlah dan pada waktu yang sesuai dengan perjanjian. Akses

kredit dalam penelitian ini dibatasi pada kemudahan mengakses sumber

Page 13: BAB II

45

modal/kredit untuk kelanjutan dan pengembangan usahatani lidah buaya

di lahan gambut.

2.2.5. Peran Pemerintah

Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia,

sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat.

Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program

dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau,

pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan

kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk

menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara

drastis.

Tantangan bagi pemerintahan yang baru adalah untuk menggalakkan

peningkatan produktivitas di antara penghasil di daerah rural, dan

menyediakan fondasi jangka panjang dalam peningkatan produktivitas

secara terus menerus. Dalam menjawab tantangan tersebut, hal berikut ini

menjadi sangat penting (Dinas Pertanian Kalbar, 2012):

1. Fokus dalam pendapatan para petani; titik berat di padi tidak lagi dapat

menjamin segi pendapatan petani maupun program keamanan pangan;

2. Peningkatan produktivitas adalah kunci dalam peningkatan pendapatan

petani, oleh karena itu pembangunan ulang riset dan sistem tambahan

menjadi sangat menentukan;

Page 14: BAB II

46

3. Dana diperlukan, dan dapat diperoleh dari usaha sementara untuk

memenuhi kebutuhan kredit para petani melalui skema kredit yang

dibiayai oleh APBN;

4. Pertanian yang telah memiliki sistem irigasi sangat penting, dan harus

dipandang sebagai aktifitas antar sektor. Pemerintah perlu memastikan

integritas infrastruktur dengan keterlibatan pengguna irigasi secara

lebih intensif, dan meningkatkan efisiensi penggunaan air untuk

mencapai panen yang lebih optimal hingga setiap tetes air;

5. Fokus dari peran regulasi dari Kementerian Pertanian perlu ditata

ulang. Kualitas input yang rendah mempengaruhi produktifitas petani;

karantina diperlukan untuk melindungi kepentingan petani dari

penyakit dari luar namun pada saat yang bersamaan juga tidak

membatasi masuknya bahan baku impor; dan standar produk secara

terus menerus ditingkatkan di dalam rantai pembelian.

Bidang-bidang yang perlu diperhatikan untuk menjawab tantangan

di atas dapat dijabarkan sebagai berikut (Rosegrant, 2000):

1. Koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Program-

program dari pemerintah pusat harus dilengkapi dengan bermacam-

macam inisiatif dari badan pemerintahan nasional lainnya,

pemerintahan lokal yang akan berada di garis depan dalam

pemgimplementasian program, organisasi produsen di pedesaan yang

bergerak di bidang agribisnis, dan para petani yang harus menjadi

Page 15: BAB II

47

partner penting demi mendukung proses perubahan ini. Cara ini

memerlukan usaha terpadu lebih besar dan kerjasama dari pemerintah

pusat dan daerah dalam menangani infrastruktur, pemasaran pertanian,

proses pertanian, fasilitas perdagangan.

2. Perlu meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi lebih lanjut.

Rumah tangga miskin memiliki tingkat ketergantungan lebih tinggi pada

pertanian, karena sektor perekonomian yang bukan berasal dari

pertanian tidak dapat berkembang. Diversifikasi di dalam hal ini

menjadi penting, begitu pula berbagai kebijakan yang merangsang

tumbuhnya usaha peternakan, tumpang sari sayuran, penanaman

kembali hutan-hutan di daerah-daerah kecil dengan tumbuhan berkayu

dengan nilai tinggi, serta difersifikasi kacang mete atau buah-buahan.

Seluruh usaha tersebut dapat berperan serta untuk mencapai penghasilan

yang lebih stabil, dan mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah.

3. Memperkuat kapasitas regulasi. Pemerintah mengatur dan mengawasi

berbagai standar yang mempengaruhi produktifitas petani (misalnya

mencegah agar pupuk palsu, bibit bermutu rendah, dan pestisida

berbahaya tidak beredar di pasar; melaksanakan sistim karantina untuk

mencegah penularan penyakit binatang ternak dan tanaman dari luar)

dan melindungi konsumen produk pertanian (misalnya melalui inspeksi

mutu daging). Kerangka regulasi Indonesia untuk hal-hal tersebut telah

cukup berkembang, akan tetapi diperlukan perhatian untuk

Page 16: BAB II

48

pembangunan kapasitas, pemeliharaan integritas sistim nasional dengan

desentralisasi, dan fokus pada penyediaan bantuan bagi pemilik skala

kecil untuk memenuhi ketentuan spesifikasi perdagangan.

4. Meningkatkan pengeluaran untuk penelitian pertanian. Pertumbuhan

produktifitas di daerah pedesaan adalah dasar utama bagi pengentasan

kemiskinan di daerah tersebut. Hal ini membutuhkan sistim yang solid

dalam proses produksi, adaptasi dan pemerataan teknologi yang

dibutuhkan oleh produser berskala kecil. Penelitian pertanian yang kuat

dan sistim penyuluhan sangat penting untuk menggerakan produktivitas

ke jalur pertumbuhan yang lebih pesat.

5. Mendukung cara-cara baru dalam penyuluhan pertanian. Seperti halnya

sistim penyuluhan di negara-negara lainnya, Indonesia menghadapi

tantangan besar dalam pengembangan mekanisme institusional yang

efektif dalam menyalurkan teknologi yang sesuai bagi produsen

berskala kecil. Walaupun pengalaman dalam pelayanan bantuan

pertanian masih sangat minim, bukti-bukti kuat yang mendukung

manfaat desentralisasi penyuluhan terus bertambah, termasuk yang

melibatkan pihak swasta maupun masyarakat umum.

6. Mendukung pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi, Inisiatif

untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi di daerah

membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas

Page 17: BAB II

49

pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta

mendukung pengembangan daerah pedesaan.

7. Menjamin berlangsungnya manajemen irigasi. Tantangan dalam

menghadapi langkanya sumber air diperbesar dengan terus

bertambahnya biaya dalam penyediaan sumber air yang baru,

pencemaran tanah di daerah irigasi, penipisan persediaan air tanah,

polusi air dan penurunan mutu ekosistem yang berhubungan dengan air,

serta pemborosan penggunaan air di tempat suplai air yang telah selesai

dibangun.

8. Memperbaiki infrastruktur rural. Investasi infrastruktur daerah setempat

yang menjadi penghubung penting antara pasar dan pusat pelayanan,

telah melambat secara tajam, mengakibatkan deteriosasi fasilitas yang

telah dibangun. Walaupun titik berat pembangunan telah ditempatkan

pada pembangunan jalan penghubung penting, pengembangan dan

perbaikan jaringan jalan di daerah pedesaan dibutuhkan dengan segera.

Jalan penghubung antara desa dan pasar sangat dibutuhkan di daerah

pedesaan untuk mendukung intensifikasi pertanian.

2.3. Produktivitas

2.3.1. Pengertian Produktivitas

Produktivitas memiliki dua dimensi, dimensi pertama adalah

efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal

Page 18: BAB II

50

yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan

waktu, dan yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya

membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana

pekerjaan tersebut dilaksanakan (Umar, 2005).

Herjanto (2006) menyatakan bahwa produktivitas merupakan

ukuran bagaimana baiknya suatu sumber daya diatur dan dimanfaatkan

untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Menurut Arfida (2003), produktivitas merupakan perbandingan

antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya

(masukan) yang dipergunakan persatuan waktu. Pengertian makna

peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk, yaitu :

a. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan

sumber daya yang lebih sedikit.

b. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan

sumber daya yang kurang.

c. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan

sumber daya yang sama.

d. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan

sumber daya yang relatif lebih sedikit.

2.3.2. Pengukuran Produktivitas

Produktivitas dapat dinyatakan sebagai rasio antara keluaran

terhadap sumber daya yang dipakai. Bila dalam rasio tersebut masukan

Page 19: BAB II

51

yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dihitung seluruhnya, disebut

sebagai produktivitas total (total productivity), tetapi bila yang dihitung

sebagai masukan hanya faktor tertentu saja maka disebut sebagai

produktivitas parsial (partial productivity) (Herjanto, 2006).

a. Produktivitas Total

Produktivitas total menyatakan keluaran bersih dengan jumlah

faktor masukan tenaga kerja dan modal dengan rumus sebagai berikut

(Umar, 2005):

Produktivitas total digunakan untuk mengukur perubahan

efisiensi dari kegiatan operasi. Untuk mengukur perubahan

produktivitas total dalam suatu periode waktu, semua faktor yang

berkaitan dengan kuantitas keluaran dan masukan yang digunakan

selama periode tadi diperhitungkan. Faktor-faktor itu meliputi manusia,

mesin, modal, material, energi, dan lainnya (Herjanto, 2006).

Penghitungan produktivitas total memiliki beberapa keuntungan yaitu :

1. Alat yang berguna bagi menajemen untuk mengontrol laba.

2. Bila digunakan bersama dengan produktivitas parsial dapat

menunjukkan area yang perlu diperhatikan.

Total Jumlah Tenaga Kerja & Modal Kerja

Semua Faktor Input

Produktivitas =

Keluaran Neto

Page 20: BAB II

52

3. Mudah untuk melakukan analisis sensitivitas.

4. Mudah dihubungkan dengan ongkos total.

Sedangkan kekurangan produktivitas total yaitu :

1. Sulit memperoleh data pada tingkat faktor produk dan pelanggan.

2. Tidak mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif/tak terhitung.

b. Produktivitas Parsial

Pengukuran produktivitas untuk satu masukan pada suatu saat

disebut dengan produktivitas parsial (partial productivity measurement)

(Mulyadi, 2007). Pengukuran produktivitas parsial dapat merupakan

rasio output terhadap salah satu faktor produksi (input) dan rasio output

terhadap salah satu jenis input per satuan waktu, misalnya produktivitas

upah tenaga kerja, produktivitas modal, produktivitas bahan material.

Produktivitas parsial sebagai pengukur kinerja memiliki

keunggulan berikut ini (Mulyadi, 2007) :

1. Memungkinkan memusatkan usaha terhadap penggunaan masukan

tertentu saja.

2. Memudahkan karyawan operasional menentukan kinerja

produktivitasnya. Karyawan operasional hanya dapat

mengendalikan masukan tertentu, sehingga ukuran produktivitas

parsial yang memberikan umpan balik mengenai hubungan antara

keluaran dengan masukan tertentu mudah mereka pahami.

Page 21: BAB II

53

3. Untuk kepentingan pengendalian operasional, sering kali standar

kinerja bersifat jangka pendek, yang diukur dengan

membandingkan produktivitas parsial batch sekarang dengan

batch sebelumnya.

Meskipun dapat digunakan untuk mengukur kinerja jangka

pendek, pengukuran produktivitas parsial juga memiliki kelemahan

karena pengunaan produktivitas parsial secara terpisah dapat

menyesatkan. Suatu penurunan produktivitas salah satu masukan

kemungkinan diperlukan untuk menaikkan produktivitas masukan yang

lain. Kompensasi semacam ini seringkali disengaja asalkan banyak

biaya secara keseluruhan dapat berkurang. Namun seringkali dilakukan

pertukaran (trade-off) kenaikan produktivitas suatu masukan dengan

diimbangi oleh penurunan produktivitas masukan yang lain, dengan

akibat yang merugikan perusahaan (Mulyadi, 2007).

2.3.3. Peningkatan Produktivitas

Menurut Ravianto (1985), terdapat banyak faktor yang dapat

mempengaruhi produktivitas di antaranya semangat kerja dan disiplin

kerja, tingkat pendidikan, keterampilan, gizi dan kesehatan, sikap dan etika,

motivasi, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, kesempatan kerja dan

kesempatan berprestasi.

Untuk dapat meningkatkan produktivitas manusia pada suatu

organisasi kerja, menurut Sinungan (2007), dapat dilakukan dengan

Page 22: BAB II

54

menerapkan suatu kombinasi kebijakan, rencana sumber-sumber dan

metode dalam memenuhi kebutuhan dan tujuan khususnya. Kombinasi

kebijakan ini dilakukan melalui dan dengan bantuan faktor-faktor

produktivitas internal dan eksternal.

a. Faktor Internal, dilakukan lewat :

1.    Penjabaran dan penanaman pengertian serta tumbuhnya sikap laku

dan pengamalan konsep.

2. Secara fisik, maka sarana-sarana motivatif yang langsung berkaitan

dengan kerja dan tenaga kerja diusahakan peningkatan menurut

kemampuan dan situasi organisasi.

b. Faktor Eksternal, dapat dilakukan dengan penanaman kesadaran

bermasyarakat dan kesadaran bernegara.

Produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

produktivitas parsial yaitu perbandingan antara keluaran faktor produksi

berupa hasil panen lidah buaya dengan masukan faktor produksi yaitu luas

lahan.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Bagio (2011) mengenai produktivitas dan distribusi

pendapatan berdasarkan status penguasaan lahan pada usahatani padi di

Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah mendapatkan hasil bahwa

Page 23: BAB II

55

produktivitas usahatani padi dapat dinaikan dengan menambah pemakaian

beberapa sarana produksi, khususnya menambah pemakaian beberapa sarana

produksi, terutama pemakaian pupuk urea, benih dan luas lahan, selain itu status

penguasaan lahan mempuyai pengaruh terhadap distribusi pendapatan, petani

yang mempunyai penguasaan lahan lebih luas cenderung mempunyai pendapatan

yang lebih besar dibanding penguasaan lahan yang lebih sempit.

Penelitian oleh Rahmad Hidayat (2012) mengenai maksimalisasi

pendapatan usahatani lidah buaya di Kecamatan Pontianak Utara menyatakan

bahwa luas lahan dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi

usahatani lidah buaya.

Penelitian lain yang pernah dilaksanakan pada usahatani lidah buaya di

Kota Pontianak dilaksanakan oleh Erlina dkk (2012) mengenai analisis faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi usahatani lidah buaya di sentra produksi

Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, menyatakan bahwa input produksi

berupa penggunaan abu, pupuk area dan lahan mempengaruhi produksi pelepah

segar lidah buaya.

Penelitian terdahulu mengenai produktivitas petani lidah buaya dapat

dirangkum dalam Tabel 2.1 di bawah ini :

Page 24: BAB II

56

Tabel 2.1

Matriks Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Tahun Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Bagio Mudakir

2011 Produktivitas Dan Distribusi Pendapatan Berdasarkan Status Penguasaan Lahan Pada Usahatani Padi Di Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah

Produktivitas usahatani padi dapat dinaikan dengan menambah pemakaian beberapa sarana produksi, khususnya menambah pemakaian beberapa sarana produksi, terutama pemakaian pupuk urea, benih dan luas lahan, selain itu status penguasaan lahan mempunyai pengaruh terhadap distribusi pendapatan, petani yang mempunyai penguasaan lahan lebih luas cenderung mempunyai pendapatan yang lebih besar dibanding penguasaan lahan yang lebih sempit.

2. Suma Nugraha

2008 Analisis Kinerja Usahatani dan Pengolahan Lidah Buaya di Kabupaten Bogor

Kinerja usaha kecil lidah buaya sangat dipengaruhi oleh aspek faktor produksi (FP) dengan γ = 0.14, non faktor produksi (NFP) dengan γ = 0.12. Variabel indikator berupa upah, modal, dan biaya bahan baku berpengaruh nyata terhadap aspek faktor produksi, serta variabel pemasaran, kondisi ekonomi Indonesia dan kebijakan pemerintah berpengaruh nyata terhadap aspek non faktor produksi, akan tetapi variabel produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal tidak berpengaruh

Page 25: BAB II

57

No. Peneliti Tahun Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

nyata terhadap kinerja usaha kecil lidah buaya, hanya nilai tambah atau value added yang signifikan terhadap kinerja usaha kecil lidah buaya.

3. Dicky Kurniawan

2008 Analisis Peran Pertanian Lidah Buaya dalam Konteks Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi Kasus : Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak)

Secara makro (wilayah) peran pertanian lidah buaya masih terbilang kecil, dan secara mikro (rumah tangga) telah berperan dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan menciptakan multiplier meskipun belum besar.

4. Fajri Muslim

2008 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Petani Lidah Buaya (Aloe vera) di Kecamatan Pontianak Utara

Tingkat produktivitas petani lidah buaya di Kecamatan Pontianak Utara dipengaruhi secara signifikan oleh sikap kerja, tingkat keterampilan, hubungan petani dan Ketua Kelompok Tani dengan Penyuluh Pertanian Lapangan dan efisiensi tenaga kerja.

5. Rahmad Hidayat

2012 Maksimalisasi Pendapatan Usahatani Lidah Buaya di Kecamatan Pontianak Utara

Luas lahan dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi usahatani lidah buaya.

6. Erlina dkk 2012 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Lidah Buaya Di Sentra Produksi Kota

Input produksi berupa penggunaan abu, pupuk area dan lahan mempengaruhi produksi pelepah segar lidah buaya.

Page 26: BAB II

58

No. Peneliti Tahun Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

Pontianak Provinsi Kalimantan Barat

7. Yohana Mayang

2013 Analisis Produksi dan Pendapatan Petani Lidah Buaya di Kecamatan Pontianak Utara

Tingkat produksi dan pendapatan dalam periode sebulan tidak sesuai dengan luas lahan yang dimiliki petani. Dengan luas lahan 1 Ha produksinya sebesar 2.857 kg, sementara dengan luas lahan 6 Ha produksinya hanya 5.358 kg, begitu juga dengan pendapatannya.

Sumber : Data Olahan (2013)