bab ii
DESCRIPTION
Tinjauan pustaka proposal TATRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Ikan kakap merupakan jenis ikan dasar. Ikan ini selalu berkelompok,
biasanya habitatnya di sekitar karang, rumpon / tandes. Ikan ini umumnya
memangsa ikan-ikan kecil, udang. Bila kita memancing, biasanya umpan-
umpan itu yang biasa digunakan. Walau kadang juga dengan umpan jig, suka
terpancing. Bentuk tubuhnya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip
di bagian punggung. Di bawah perut juga terdapat sirip. Di bagian dekat anal
juga terdapat sirip analnya. Sebagai penguasa karang, ikan kakap dilengkapi
dengan gigi untuk mengkoyak mangsanya. Ketika ada makanan apa saja yang
hanyut langsung disergapnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasannya
selalu berada paling depan untuk memburu makanan. Ikan kakap ini banyak
sekali jenisnya, salah satunya adalah ikan kakap merah, Anonim (2014).
Gambar 1. Bentuk Fisik Ikan Kakap MerahSumber : http://www.indonetwork.co.id (2014)
Nama lain ikan kakap merah ini adalah Red Snapper, North American,
Genuine Red, Pargo Colorado. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamai
9
10
Kellet, Darongan, Bambangan. Di Jawa Barat dan Jakarta dinamai Kakap
Merah, Bambangan. Lain di Madura menamai ikan ini Posepa. Di Bangka
dinamai Bran, Bambang. Di Sulawesi Selatan : Bacan, Delise. Sulawesi
Tenggara : Langgaria, Gacak. Sulawesi Utara : Lolise. Ambon dinamai Delis,
Sengaru, Rae. Di Seram, Maluku dinamai Popika. Jenis : Lutjanus
Campechanus. Ukurannya rata-rata 4-10 kg, dapat mencapai 20 kg lebih.
Rekor dunia yang perah tercatat 50 pounds. Karakter dari ikan kakap jenis ini
merupakan petarung yang gigih dengan menggunakan kekuatannya, taktik
dengan menggoyangkan kepalanya daripada berenang terus menerus. Ikan
jenis ini hampir tersebar di lautan di dunia. Konsentrasi kakap merah terpadat
umumnya terdapat di lepas pantai hingga kedalaman 60 meter.
Ikan kakap merah umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah
pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai
keperairan tawar. Jenis kakap merah berukuran besar umumnya membentuk
gerombolan yang tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan menempati
bagian yang lebih dalam daripada jenis yang berukuran kecil. Selain itu
biasanya kakap merah tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter
dengan substrat sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5-
32ºC.
Bahwa secara morfologi, bentuk badan ikan kakap merah memanjang
sampai agak pipih. Mulutnya terletak pada bagian ujung kepala (terminal),
biasanya terdapat gigi taring (canine) pada rahangnya. Bagian pinggir
operculum biasanya bergerigi dan sisiknya ctenoid. Bagian depan dari kepala
11
tak bersisik atau pada bagian depan dari tutup insang terdapat beberapa baris
sisik. Sering terdapat bintik atau noda kehitaman (blotches). Sirip punggung
tunggal dengan jari-jari 9-12 jari-jari sirip keras dan 9-17 jari-jari sirip lemah
yang bercabang. Sirip dubur dengan 3 sirip keras dan 7-14 sirip lemah
bercabang. Sirip ekor mulai dari yang berbentuk truncate sampai berbentuk
cagak yang dalam (deeply forked). Secara lengkap taksonomi ikan kakap
merah adalah sebagai berikut :
Philum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub klas : Teleostomi
Ordo : Pereomorphi
Keluarga : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sanguineus
Kakap merah adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting
yang cukup banyak tertangkap di perairan Indonesia. Jenis ikan tersebut
biasanya tertangkap di perairan paparan (continental shelf). Beberapa Jenis
diantaranya berada pada habitat perairan yang sedikit berkarang.
Adapun ciri–ciri Ikan kakap merah sebagai berikut :
1. Badan memanjang melebar, gepeng kepala cembung, bagian bawah penutup
insang bergerigi.
12
2. Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian
terluar rahang atas, sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14, sirip
dubur berjari-jari keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan kecil
dan invertebrata dasar laut.
3. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai
panjang 45-50 Cm.
4. Warna bagian atas kemerahan/merah kekuningan, di bagian bawah merah
keputihan. Garis-garis kuning kecil diselingi warna merah pada bagian
punggung di atas garis rusuk.
B. Hitologi Kulit Mentah Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Menurut Suardana (2008), kulit adalah bagian tubuh yang terdapat pada
permukaan tubuh yang berguna untuk melindungi diri dari pengaruh luar.
Kemampuan melindungi diri pada kulit berbeda antara hewan satu dengan
lainnya.
Menurut Sharphouse (1971), kulit mentah dikelompokkan dalam dua
golongan, yaitu golongan kulit mentah dari hewan besar disebut hide seperti
kulit sapi, kulit kuda, kulit kerbau, kulit banteng, kulit harimau, dan kulit unta.
Golongan kulit mentah dari hewan kecil disebut skin seperti kulit kambing,
kulit domba, kulit reptil atau dari kulit ikan.
Menurut Purnomo (1985), kulit ikan umumnya terbagi atas beberapa
bagian yang sesuai dengan letak atau bagian-bagian kulit dengan ketebalan
yang berbeda. Sedangkan kulit menurut Gustavson (1956), tersusun atas
13
beberapa komponen kimia yaitu protein, lemak, air dan mineral. Komposisi
kulit pada umumnya terdiri atas 64% air, 33% protein, 2% lemak, dan 1%
mineral. Kadar protein yang tinggi pada kulit mentah menyebabkan kulit
mudah busuk dan rusak karena aktivitas mikroorganisme. Sifat kimia yang
labil ini menyebabkan kulit tidak dapat dimanfaatkan menjadi produk siap
pakai sehingga perlu diolah dengan perlakuan tertentu baik kimiawi maupun
fisis agar menjadi kulit yang bersifat stabil.
Menurut Sudarjo (1984), kulit mentah dengan kandungan air yang tinggi
akan cepat membusuk oleh aktivitas bakteri dan jika dikeringkan akan keras
serta kaku seperti tanduk dan tetap dapat membusuk jika dibasahi kembali.
Kulit ikan, seperti halnya kulit vertebrata yang lain, terdiri dari 3 lapisan,
yaitu epidermis, corium (derma) dan hypodermis (subcutis), yang dikenal
sebagai daging atau tenunan lemak, Judoamidjojo (1981).
Menurut Irianto (2005), epidermis tersusun atas tiga lapisan, lapisan luar
adalah lapisan epitel pipih. Pada lapisan ini terdapat sel-sel lendir yang
menyalurkan lendir ke kutikula. Lendir memiliki kemampuan protektif bagi
hewan antara lain karena lendir melapisi permukaan tubuh sehingga
mempemudah gerakan saat berenang, membentuk lapisan pelindung dari
infeksi agensia patogenik, mengandung senyawa antimikroba dan berperan
dalam proses osmoregulasi.
Lapisan tengah epidermis tersusun oleh sel-sel gada, bentuknya bulat atau
oval dan memiliki inti di tengah. Lapisan dalam epidermis adalah stratum
14
germinativum, yang tersusun oleh lapisan tunggal sel kubus atau silinder. Sel
ini mempunyai kemampuan diferensiasi yang tinggi, Yasutake dan Wales
(1983).
Pada epidermis terdapat alarm sel, yaitu kelompok sel-sel eosinofil dan
biasanya terdapat pada lapisan bawah dan tengah pada sejumlah spesies
cyprinid. Sel-sel tersebut merupakan kelompok sel yang berperan dalam
sekresi senyawa penanda bahaya (alarm substance). Sejumlah spesies lainnya
memiliki sel-sel yang mirip yaitu sel-sel berukuran besar, jernih, tidak
berlendir, tetapi tidak menghasilkan senyawa penanda bahaya, sel-sel
bergranula, leukosit dan makrofag, Irianto (2005).
Lapisan dermis terletak dibawah epidermis. Lapisan ini berdiferensiasi
menjadi stratum compactum dan stratum spongiosum (Schwinger et al. 2001).
Stratum compactum terletak di bawah stratum spongiosum. Stratum
spongiosum merupakan jaringan serat retikulin dan kolagen yang longgar,
mengandung sel-sel pigmen, fibroblas, sel-sel penumpu sisik, dan sisik
(Chinabut et al. 1991, Yasutake dan Wales 1983). Stra yang tersusun rapat di
beberapa lapisan dan mengandung sedikit fibroblas (Putra 1992, Yasutake dan
Wales 1983).
Hipodermis atau lapisan subkutan merupakan bagian kulit yang paling
dalam dan paling tipis yang terletak antara stratum compactum dan serabut
otot. Ciri yang paling mencolok dari lapisan ini adalah terdapatnya sel-sel
15
adiposa (lemak), lapisan pigmen, pembuluh darah dan syaraf, Chinabut et al
(1991). tum compactum dicirikan oleh serabut kolagen.
Gambar 2. Penampang Melintang Kulit IkanSumber : Junaidianto (2009)
Gambar 3. Penampang Jaringan Kulit dengan Lapisan-Lapisan pembentukSumber : Junaidianto (2009)
Menurut Judoamidjojo (1981), lapisan korium atau cutis sebagian besar
tersusun dari serat-serat tenunan pengikat. Terdapat tiga tipe tenunan pengikat:
tenunan kolagen, elastin dan retikulin. Lapisan hipodermis atau subkutis
adalah tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan
bagian-bagian lain dari tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri dari serat-
serat kolagen dan elastin.
16
Menurut O’Flaherty et al (1978), kulit ikan mempunyai perbedaan dari
kulit hewan lainnya karena kulit ikan memiliki sisik,tidak mempunyai kelenjar
minyak dan serabut kulitnya tersusun secara mendatar serta bersilangan secara
horizontal. Secara umum semua jenis ikan dari perairan darat maupun laut
dapat disamak,walupun dalam prakteknya hanya beberapa spesies ikan yang
dapat menghsilkan kulit yang lemas,bercahaya,mempunyai rajah yang baik
dan dapat diproduksi menjadi barang-barang kulit.
Menurut Rahmat et al. (2008), kulit ikan terdiri dari daerah punggung,
perut dan ekor sesuai dengan bentuk badannya. Kulit ikan tersusun dari
komponen kimia protein,lemak, air, dan mineral. Kulit ikan mengalami
kemunduran mutu seperti bagian ikan yang lain ketika mati. Kadar protein
yang tinggi pada kulit menyebabkan kulit mudah rusak pada suasana asam,
basa, serta aktivitas mikroba sehingga kulit mudah busuk. Enzim-enzim yang
banyak berperan dalam kemunduran mutu kulit, seperti halnya pada ikan,
adalah enzim-enzim proteolitik, yaitu enzim katepsin dan kolagenase.
C. Penyamakan Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Menurut Nurul (2008), penyamakan adalah suatu teknik untuk mengubah
kulit mentah menjadi kulit tersamak melalui suatu tahapan proses
menggunakan bahan-bahan penyamak sehingga kulit yang semula labil
terhadap pengaruh kimiawi, fisis dan biologis menjadi stabil pada tingkat
tertentu.
17
Penyamakan krom (chrome) merupakan penyamakan yang di mulai
dengan pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh
sebab itu kulit perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang diinginkan.
Lama proses penyamakan krom biasanya memerlukan waktu antara 4 sampai
8 jam. Hal ini bukan merupakan patokan atau standart,tetapi juga tergantung
dari tebal tipisnya kulit. Selesai proses penyamakan,kemasakan kulit diuji
gengan air mendidih selama 2 menit. Jika terjadi pengkerutan tidak lebih dari
10%,berarti kondisi kulit sudah masak. Faktor yang penting dalam
mempengaruhi sifat fisis kulit tersamak di antaranya adalah struktur kulit
mentahnya. Kekuatan tarik merupakan salah satu faktor yang perlu di
perhatikan dalam melakukan penilaian terhadap kulit jadinya. Kekuatan tarik
yang rendah menunjukkan kualitas serat kulit yang rendah, Dayyan (2011).
Menurut Astrida (2008), penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih
lembut/lemas, dan lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya
lebih tinggi dan hasilnya akan lebih baik bila dilakukan pengecatan. Karena
sifat-sifat tersebut kulit samak krom dikombinasikan dengan bahan penyamak
nabati agar kulit lebih berisi untuk disesuaikan dengan produk yang akan
dihasilkan.
1. Ikatan Bahan Penyamak dengan Krom
Dalam penyamakan krom terdapat 4 tahapan reaksi yang terjadi
bersamaan. Reaksi ini terjadi antara ligan-ligan koordinasi pada kromium
komplek. Dengan pengaturan kondisi pH,suhu,dan konsentrasi kemungkinan
18
dominasi dari masing-masing reaksi dapat dikontrol. Keempat reaksi-reaksi
itu adalah:
a. Reaksi antara gugus OH dan krom
b. Reaksi antara kation dari komponen krom dan sulfat
c. Reaktivitas dari bahan masking,misalnya formiat
d. Reaktivitas dari protein kulit
Pada pH rendah konsentrasi OH⁺ dalam larutan juga rendah dan basisitas
kromium juga rendah. Reaksi pertama dengan kenaikan pH akan mengarah ke
kanan. Koordinasi dari ion-ion sulfat cenderung tidak dipengaruhi oleh pH
dan ion sulfat akan masuk ke dalam kompleks pada pH rendah. Pembentukan
ikatan koordinasi asam organik lemah atau bahan masking (masking agent)
dengan kromium komplek,tergantung pada asam dan nilai pH yang tinggi
akan menaikkan kereaktifan protein kulit ,setelah terjadinya ionisasi tersebut
nilai pH menjadi rendah dan kereaktifan terhadap kromium juga lebih kecil.
Reaksi gugus karboksil pada protein sama dengan asam lemah tetapi
cenderung lebih dipengaruhi oleh perubahan pH.
Kenaikkan pH akan menaikkan basisitas kromium komplek (lebih banyak
OH yang masuk kedalam komplek). Dengan naiknya nilai pH maka reaktifitas
protein juga meningkat dan tahap awal penyamakan tercapai. Pada akhir
penaikan basisitas yang berarti basisitas tinggi dan ion sulfat sebagian sudah
meninggalkan komplek. Penggabungan kromium komplek secara sempurna
dengan protein kulit akan menghasilkan ikatan silang. Dengan naiknya
19
basisitas,dua senyawa kromium saling bergabung antara satu dengan lainnya
melalui gugus OH.
Garam khrom yang dapat digunakan untuk penyamakan adalah garam Cr
yang bervalensi 3 dalam bentuk senyawa khrom sulfat basis. Selain sisa asam
yang terdapat gugus OH yang terikat pada atom Cr. Perbandingan jumlah OH
terikat dengan jumlah maksimum Cr dapat mengikat OH disebut Basisitas.
Selain dari basisitas mutu dari bahan penyamak khrom ditentukan oleh kadar
khrom yang biasa dinyatakan sebagai Cr2O3.
Sifat dari larutan khrom adalah sebagai berikut :
a. Dalam larutan pekat molekulnya kecil, sehingga penetrasinya mudah
b. Dalam larutan encer molekulnya besar, sehingga penetrasinya sukar
c. Pada basisitas rendah daya ikat (fiksasi) rendah
d. Pada basisitas tinggi daya ikat (fiksasi) tinggi
e. Pada basisitas rendah mudah larut
f. Pada basisitas tinggi akan mengendap
Penyamakan dimulai dengan daya ikat kecil, prestasi besar kemudian
setelah khrom masuk ke dalam kulit, daya ikat dinaikkan dengan cara
menaikkan basisitas. Biasanya di mulai dari basisitas 20-33%, kemudian
dinaikkan pada basisitas 50-55%. Garam khrom ini mampu bereaksi dan
membentuk ikatan dengan asam amino bebas dalam struktur protein kolagen
yang relatif.
20
Ikatan yang terbentuk antara khrom dengan protein kulit disebut ikatan
silang yang terbentuk selama proses penyamak akan menyebabkan
berubahnya sifat kulit mentah menjadi lebih tahan terhadap pengaruh fisis
maupun khemis seperti yang telah disebut dimuka. Seperti halnya bahan
penyamak nabati, bahan penyamak krom juga mempunyai sifat-sifat tertentu
yang berhubungan dengan besar kecil molekul krom, yang erat kaitannya
dengan basisitas, Judoamidjodjo (1981).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyamakan Krom
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyamakan krom menurut Dayyan (2011),
antara lain:
a. Basisitas
Bahan penyamak krom membuat keberadaan basisitas. Basisitas yang
semakin tinggi akan memperbesar krom komplek dalam larutan.
Penggabungan dua atau lebih atom krom lebih dulu secara bersama dengan
group hidroksil mengakibatkan terjadinya olation. Basisitas berhubungan
sekali dengan pH. Reaksi antara krom komplek dengan OH dalam larutan
tidak akan segera terbentuk,sehingga perubahan pH tidak menghasilkan
basisitas baru dengan segera.
Basisitas dalam krom kompleks didefinisikan sebagai persentase jumlah
molekul hidroksil (OH) yang terikat dalam total valensi krom. Jika atom krom
mengikat satu gugus hidroksil berarti senyawa ini mempunyai basisitas
21
33%,sedangkan yang mengikat dua gugus hidroksil (OH) senyawa ini
mempunyai basisitas 66%.
Penyamakan krom dimulai dengan larutan yang mempunyai daya samak
rendah yang berarti basisitas rendah dan diakhiri dengan larutan yang
mempunyai daya samak tinggi yang berarti basisitas tinggi yaitu maksimum
pada basisitas 50%.
Basisitas merupakan hal yang penting karena ini berhubungan dengan
larutan krom,sehingga dalam penambahan ke dalam larutan krom,sehingga
dalam penambahan bahan-bahan seperti NaHCO₃, Na₂CO₃,dalam
penambahan ke dalam larutan krom harus dengan perlahan-lahan dan dengan
pengadukan. Jika konsentrasi alkali terlalu tinggi akan menyebabkan terjadi
garam krom yang terlalu cepat,dan apabila terjadi hal tersebut sulit untuk
dipisahkan kembali sehingga akan berakibat fatal.
b. pH
Nilai pH dari larutan penyamakan krom sangat penting dimana pH yang
tinggi akan mempercepat reaksi pada protein. Jika pH terlalu cepat atau terlalu
tinggi akan mempercepat pengendapan bahan penyamak krom dalam larutan.
c. Temperatur
Temperatur yang tinggi akan mempercepat pergeseran reaksi. Pada
temperatur tinggi reaksi pengikatan bahan penyamak krom dengan protein
kulit semakin cepat dan olasi dari bahan penyamak krom menjadi lebih besar.
22
Perbedaan pengaruh kebengkakan, penyamakan yang tidak rata, dan rajah
tergambar dapat disebabkan karena temperatur yang tinggi pada awal tahap
penyamakan. Hampir semua penyamakan krom dimulai pada temperatur yang
rendah.
d. Waktu
Proses penyamakan krom dan terbentuknya komplek baru, basisitas baru,
olasi dan komplek yang ter-masking bukan merupakan reaksi yang cepat.
Kecepatan masing-masing reaksi berubah dengan kondisi pH dan temperatur.
e. Konsentrasi
Pada konsentrasi tinggi lebih banyak ligan dalam larutan yang akan
bergabung dengan senyawa krom. Basisitas dari krom komplek juga akan
menjadi rendah. Konsentrasi dan keseimbangan larutan dalam proses
penyamakan krom harus dijaga agar tetap.
f. Kulit Wet Blue
Kulit Wet Blue adalah kulit yang telah disamak dengan bahan penyamak
krom,tetapi belum diproses lebih lanjut dan dijual dalam keadaan basah,atau
kulit Wet Blue adalah kulit yang baru saja disamak krom,tidak dikeringkan
dan lain-lain. Sangat penting untuk diingat bahwa semua kulit Wet Blue
meningkat keasamannya waktu pemeraman sehingga sangat peka terhadap
variasi pH, maka kulit Wet Blue perlu untuk dinetralkan agar nantinya mampu
bereaksi dengan bahan kimia pada proses selanjutnya.
23
3. Proses Penyamakan Kulit Ikan Kakap Merah Menurut BBKKP
Yogyakarta (2007)
Berikut ini adalah proses penyamakan kulit kakap merah menggunakan
bahan penyamak krom kombinasi nabati:
1. Kulit ikan kakap merah disiapkan kemudian dilanjutkan dengan sortasi
kulit yang bagus. Kemudian dilakukan pembuangan daging (Fleshing)
dengan pisau seset
2. Penimbangan (Weighing) berat kulit ikan kakap merah untuk perhitungan
bahan yang akan digunakan saat proses berlangsung
3. Pencucian kulit (Washing) dengan air mengalir
4. Kulit yang telah dicuci lalu dilakukan perendaman (soaking) dalam
larutan 300% air, 0,5% NaHCO3, 0,5% tepol. Kemudian diputar dalam
drum selama 15-30 menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan air
mengalir sampai bersih
5. Dilakukan pengapuran (liming) dengan bahan 200% air, 2% Ca(OH)2, 3%
Na2S. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam drum yang telah berisi kulit,
lalu diputar dalam drum 15 menit, tiap 2 jam minimal 3x adukan.
Diamkan 24 jam (1 malam)
6. Dilakukan pembuangan kapur (deliming) dengan bahan 100% air, 1%
ZA, 0,5% HCOOH (FA). Diputar 30 menit, cek pH 7-8. Kemudian
dicuci dengan air mengalir sampai bersih
7. Pengikisan protein (bating) dengan penambahan 100% air, 0,5% Oropon
OR. Diputar dalam drum selama 30 menit, cek dengan thumb test
24
8. Penghilangan lemak (degreasing) dengan 1% Tepol. Diputar dalam drum
selama 30 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih
9. Dilakukan pengasaman (pickling) dengan bahan 100% air, 10% NaCl,
0,5% HCOOH, 1% H2SO4. Kulit ikan kakap merah direndam dalam air +
garam + HCOOH diputar dalam 2 x 15’, ditambah H2SO4 diputar dalam
3 x 15’. Lalu pemutaran drum diteruskan selama 1 jam. Cek pH 2-3,
diputar kembali 1 jam dan disimpan semalam,besoknya diputar 30’, cek
pH 3-5
10. Dilakukan penyamakan krom dengan bahan 80% air pikel,10% cromosal
B, 1,5% NaHCO3, 0,02% preventol CR. Dimasukkan cromosal B diputar
dalam drum 120 menit. Dimasukkan NaHCO3 6x putar 20 menit dengan
pengenceran 1 :10. Dilanjutkan pemutaran drum 6 jam
11. Kulit yang telah tersamak dinetralisasi dengan 100% air, 1,5% NaHCO3,
1% Tanigan PAK. Diputar dalam drum 60 menit, cek pH 4,5,cuci sampai
bersih, kemudian di aging
12. Retanning dengan 200% air, 2% rockytan RP2, 4% rockytan RR7, 10 %
mimosa. Penambahan air dengan rockytan RP2 dengan pemutaran 10
menit, ditambahkan rockytan RR7 dengan lama pemutaran 20 menit.
Lalu ditambahkan mimosa dan diputar selama 45 menit
13. Dilakukan pewarnaan (dyeing) dengan 100% air 40oC, 0,25% zat warna,
diputar 60 menit
14. Dilakukan peminyakan(fathliquoring) ditambah bahan 4% minyak ikan
(Pellastol ES), 0,5% HCOOH, lalu diputar 60 menit, + 30 menit.
25
Ditambah lagi dengan 2% Novaltan Pf, 0,02% Preventol CR lalu diputar
30 menit
15. Dilakukan pengeringan dan pementangan
16. Dilanjutkan proses finishing, dumulai dengan proses pelemasan dengan
alat hand staking. Kemudian dilakukan perapihan/ trimming dengan
gunting
17. Penerapan lapisan dasar/tengah (base coat/middle coat) dengan bahan BI
372 dilarutkan dengan air (1:3). Disemprotkan pada permukaan kulit 2x
18. Penerapan lapisan atas(top coat) dengan bahan Lw 5344 yang dilarutkan
dengan air (1:2). Disemprotkan pada permukaan kulit 2x
19. Dilakukan penyetrikaan (plating) dengan suhu 95%, tekanan 100 Bar,
waktu 1 detik
20. Kulit ikan kakap merah tersamak untuk produk dompet