bab ii

Upload: widya-ningroem

Post on 07-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

6

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Rumah Sakit 1. Definisi Rumah sakit Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Menurut World Health Organization (WHO) rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang di berikan menjangkau keluarga di rumah serta merupakan pusat latihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian biomedik.2. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakita. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.1) Berdasarkan jenis pelayanana) Rumah sakit umumMemberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.b) Rumah sakit khususMemberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

52) Berdasarkan pengelolaannya a) Rumah sakit publikDapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.b) Rumah sakit privatDikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.b. Klasifikasi Rumah SakitRumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai berikut:1) Berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:a) Rumah sakit milik pemerintahRumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan. b) Rumah sakit pemerintah daerah, terdiri dari:(1) Rumah sakit militer(2) Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN). c) Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta).2) Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari dua (2) jenis:a) Rumah sakit pendidikanRumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi.b) Rumah sakit non pendidikanRumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi dan tidak ada kerjasama rumah sakit dengan Universitas.Rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan (Siregar dan Amalia, 2004).

a. Rumah Sakit Tipe ARumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar, lima (5) spesialis penunjang medik, dua belas (12) spesialis lain dan tiga belas (13) subspesialis. b. Rumah Sakit Tipe BRumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar, empat (4) spesialis penunjang medik, delapan (8) spesialis lain dan dua (2) subspesialis dasar.c. Rumah Sakit Tipe CRumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat (4) spesialis dasar dan empat (4) spesialis penunjang medik. d. Rumah Sakit Tipe DRumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikitnya dua (2) spesialis dasar.

B. Gambaran Umum RSUD Kasongan 1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) KasonganRSUD Kasongan adalah rumah sakit satu-satunya yang ada di Kabupaten Katingan dan berada di ibu kota Kabupaten, untuk itu RSUD Kasongan merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat Kabupaten Katingan sebagai tempat rujukan yang terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan prima menjadi suatu tuntutan yang harus dilakukan dan diberikan oleh RSUD Kasongan sehingga masyarakat/pengguna jasa rumah sakit akan terpuaskan.Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan ditetapkan sebagai rumah sakit kelas C sesuai SK Menkes Nomor 659/Menkes/SK/VII/2008 Tanggal 16 Juli 2008, Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kasongan. Struktur organisasi RSUD Kasongan berdasarkan Peraturan Daerah tersebut maka formasi jabatan struktural yang tersedia untuk Eselon III dan IV sebanyak 13 formasi eselon. Eselon III adalah untuk jabatan Kepala RSUD, Bagian Kesekretariatan, Kepala Bidang Perencanaan, Kepala Bidang Pelayanan, Kepala Bidang Keuangan sedangkan eselon IV adalah untuk jabatan Kepala Seksi Pelayanan Medis, Kepala Seksi Keperawatan, Kepala Seksi Perencanaan, Kepala Seksi Rekam Medis, Kepala Seksi Verifikasi dan Anggaran, Kepala Seksi Perbendaharaa dan Akutansi.2. Struktur OrganisasiStruktur organisasi Rumah Sakit Umum daerah Kasongan terdiri dari :1) Direktur.2) Bagian Kesekretariatan1. Sub Bagian Kepegawaian dan Humas.1. Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga.3) Bidang Pelayanan1. Seksi Pelayanan dan Penunjang medik.1. Seksi Keperawatan.4) Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Rekam Medisa. Seksi Perencanaan dan Pengembanganb. Seksi Rekam Medis5) Bidang keuangana. Seksi Perbendaharaan dan Akutansib. Seksi Verifikasi dan Anggaran3. Instalasi Farmasi di RSUD KasonganKegiatan Instalasi Farmasi setiap tahun membuat usulan perencanaan kebutuhan rutin obat-obatan, bahan habis pakai (BHP) berdasarkan data pemakaian tiap tahun sebelumnya dan alokasi dana yang tersedia. Pelayanan resep buka 24 jam meliputi resep umum, pasien Askes PNS, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, pasien PT. Bisma, dan pasien Transmigrasi.C. Inflamasi 1. Pengertian Inflamasi Istilah Inflamasi berasal dari bahasa latin inflammare,yang berarti membakar. Inflamasi disebut juga dengan peradangan, merupakan respon biologis berupa reaksi vaskuler dengan manifestasi berupa pengiriman cairan, senyawa terlarut maupun sel-sel dari sirkulasi darah menuju ke jaringan interstisial pada daerah luka. Reaksi tersebut terkoordinasi dengan baik, bersifat dinamis dan kontinyu (Nugroho, 2012).Peradangan tersebut merupakan respon tubuh terhadap adanya kerusakan sel atau adanya yang disebabkan karena bahan kimia, ultraviolet, panas, atau adanya rangsangan agen berbahaya misalnya virus, bakteri, antigen. Istilah inflamasi tidak identik dengan infeksi. Inflamasi salah satunya disebabkan karena infeksi. Infeksi sendiri disebabkan karena invasi mikroorganisme patogen yang mengakibatkan kerusakan sel sel atau jaringan (Nugroho, 2012).2. Jenis Inflamasi Inflamasi atau peradangan dibagi menjadi dua yaitu peradangan akut dan peradangan kronis. Peradangan akut merupakan respon awal tubuh untuk ransangan berbahaya, berlangsung dalam beberapa hari. Proses peradangan akut yang simultan akan menghasilkan peradangan kronis, yang bisa berlangsung berbulan-bulan (Nugroho, 2012). Pada peradangan akut, respon terjadi secara langsung terhadap kerusakan sel atau jaringan yang terjadi yang melibatkan sistem vaskuler lokal, sistem imun dan beberapa sel (Nugroho, 2012). 3. Tanda Inflamasi Tanda-tanda klasik pada proses peradangan akut yaittu: 1. RuborRubor disebut juga kemerahan, terjadi karena pembuluh darah arteriol yang mensuplai darah ke daerah luka mengalami vasodilatasi sehingga darah lebih banyak mengalir ke mikrosirkulasi lokal.

2. Kalor Kalor (panas) terjadi manakala aliran darah banyak yang tersuplai ke jaringan luka pada proses peradangan. Kalor merupakan sifat peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh. 3. Dolor Dolor (sakit atau nyeri) ditimbulkan karena adanya kerusakan jaringan, yang melepaskan mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. 4. TumorTumor disebut juga dengan istilah pembengkakan. Ini disebabkan karena adanya suplai cairan maupun sel darah merah maupun sel darah putih dari sirkulasi darah menuju jaringan interstisial. 5. Fungsio laesaFungsi laesa (perubahan fungsi) merupakan dampak reaksi peradangan yang berupa perubahan fungsi lokal yang abnormal (Nugroho, 2012). Pada peradangan kronis, Inflamasi disebabkan karena adanya kerusakan jaringan yang simultan. Peradangan kronis terjaadi apabila proses inflamasi terjadi dalam waktu lama (beberapa bulan, bahkan bisa menahun), terjadi pergeseran progesif jenis sel yang hadir pada jaringan luka (Nugroho, 2012).

D. Pengobatan Inflamasi Pengobatan penderita dengan inflamasi atau peradangan meliputi dua sasaran utama : pertama, meredakan nyeri, yang sering kali merupakan gejala yang membuat pasien berobat dan keluhan utama yang kontinu dari penderita; dan kedua, perlambatan atau pada teorinya penghentian proses kerusakan jaringan. Pengurangan peradanagan menggunakan obat anti-inflamasi nonsteroid dapat meredakan nyeri untuk waktu yang cukup signifikan (Katzung, 2010).

E. Obat 1. Pengertian Obat Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Pengertian obat secara khusus:a. Obat jadi, adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet, pil, kapsul, suppositoria, cairan, salep atau bentuk lainnya yang mempunyai teknis sesuai dengan FI atau buku resmi lain yang di tetapkan pemerintah. b. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama sipembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.c. Obat baru, yaitu obat yang terdiri dari atau berisi zat yang berkhasiat ataupun yang tidak berkhasiat, Misalnya lapisan, pengisi, pelarut, atau komponen lain yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.d. Obat asli, yaitu obat yabg didapat langsung dari bahan-bahan alami Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional. e. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral, tumbuhan atau hewan), terolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional. f. Obat esensial, yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat terbanyak Obat generik adalah obat esensial yang tercantum dalam daftar dan tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI. g. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang di tetapkan dalam FI untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Syamsuni, 2006).2. Penggolongan ObatMacam-macam penggolongan obat: a. Menurut kegunaan obat :1) Untuk menyembuhkan (terapeutik)2) Untuk mencegah (profilaksis)3) Untuk diagnosis (diagnostik)b. Menurut cara penggunaan obat:1) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral, beretiket putih.melalui implantasi, injeksi, membrane mukosa, rectal, vaginal, nasal, ophthalmic, aurical/ gargarisma/ gargle, beretiket biru.2) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi, membrane mukosa, rectal, vaginal, nasal, ophthalmic, aurical/ gargarisma/ gargle, beretiket biru. c. Menurut cara kerjanya :1) Lokal : obat yang bekerja pada jaringan setempat seperti pemakaian pada kulit, anus/dubur.2) Sistemik : obat yang sebelum bereaksi ke tempat yang sakit harus melalui sirkulasi darah terlebih dahulu dan digunakan melalui mulut/oral.d. Menurut sumber obat:Obat yang kita gunakan dapat bersumber dari :1) Tumbuhan (flora, nabati)2) Hewan (fauna, nabati)3) Mineral (pertambangan)4) Sintesis (tiruan/buatan)5) Mikroba/fungi/jamur

e. Menurut bentuk sediaan obat1) Bentuk padat, contohnya serbuk, tablet, pil, kapsul dan supositoria.2) Bentuk setengah padat, contohnya salep, krim, pasta, cerata, gel, dan salep mata.3) Bentuk cair/larutan contohnya potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisma, clisma, epithema, injeksi, infuse intravena, douche, dan lation.4) Bentuk gas contohnya inhalasi/spray/aerosol.f. Menurut proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh1) Obat farmakodinamika, bekerja terhadap inang (host) dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretik, hipnotik dan obat otonom.2) Obat kemoterapeutik, obat ini dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh inang. Obat ini hendaknya memiliki kegiatan farmakodinamika sekecil-kecilnya terhadap organisme inang untuk melawan sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakter, virus). Obat-obatan neoplasma (onkolitika, sitostatika, atau obat kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.3) Obat diagnostik yaitu obat yang membantu dalam mendiagnosi (pengenalan penyakit) misalnya barium sulfat untuk membantu diagnosis pada saluran lambung usus, serta natriumioponat dan asam iod organik lainnya untuk membantu diagnosis pada saluaran empedu.g. Menurut undang-undang 1) Narkotika

Logo obat narkotika Narkotik (obat bius atau daftar O = opium) merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEKdan dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu jika dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter. Misalnya candu/opium, morfin, petidin, metadon, kodein dan lain-lain. 2) Psikotropika Psikotropika (obat berbahaya)merupakan obat yang memengaruhi proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran perasaan atau kelakuan orang. Misalnya golongan ekstaksi, diazepam, barbital/luminal. 3) Obat keras

Logo obat kerasObat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya), adalah semua obat yang:a) Mempunyai takaran/dosis maksimum (DM) atau yang tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah. b) Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dan huruf K yang menyentuh garis tepinya. c) Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak membahayakan. d) Semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena. 4) Obat bebas terbatas

Logo obat bebas terbatasObat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan ), adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus aslinya dari produsen/pabriknya dan diberi tanda lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberikan tanda peringatan (P No.1 s/d P No.6, misalnya P No.1: Awas obat keras, bacalah aturan pakainya). 5) Obat bebas

Logo obat bebasObat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan bagi si pemakai dlam batas dosis yang dianjurkan, diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Syamsuni, 2006).

F. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan anti-inflamasi (anti radang) (Sudjadi dan Rohman, 2012).1. Klasifikasi obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (AINS)Klasifikasi obat anti-inflmasi nonsteroid (AINS) menurut Farmakologi dan Terapi edisi 5: 1) Salisilat, Salisilamid, Diflunisala) Salisilat Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Aspirin dosisi terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Pada demam reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh AINS yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi perbandingan penyakit artritis reumatoid. b) Salisilamid Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesik dan antipiretik mirip asetoal, walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgesik antipiretik salisilamid lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga hanya sebagian salisilamid yang di berikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif. c) Diflunisal Obat ini merupakan derivat difluorenil dari asam salisilat. Bersifat analgesik dan anti-inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Efek sampingnya lebih ringan daripada asetosal dan tidak dilaporkan menyebabkan gangguan pendengaran. 2) Para Amino Fenola) FanasetinFanasetin tidak lagi digunakan dalam pengobatan karena penggunaannya dikaitkan dengan terjadinya analgesik nefropati, anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. b) Asetaminofen (Parasetamol)Asetaminofen di indonesia dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Terapi perlu diperhatikan pemakai maupun dokter bahwa efek anti-inflamasi parasetamol hampir tidak ada. Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik.3) Derivat Pirazolona) DipironSaat ini dipiron hanya digunakan sebagai analgesik antipiretik karena efek anti-inflamasinya lemah. Karena keamanan obat ini di ragukan, sebaiknya dipiron hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik antipiretik suntikan atau bila pasien tidak tahan analgesik antipiretik yang lebih aman.b) Antipirin Antipirin tidak dianjurkan digunakan lagi karena bersifat lebih toksik. c) AminopirinTidak lagi diizinkan beredar di Indonesia sejak tahun 1977 atas dasar kemungkinan membentuk nitrosamin yang bersifat karsinogenik. d) Fenilbutazon dan OksifenbutazonDengan adanya AINS yang lebih aman fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai anti-inflamasi kecuali obat lain tidak efektif. 4) Analgesik Anti-Inflamasi Lainnya a) Asam MefenamatAsam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. b) Diklofenak Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. c) IbuprofenIbuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. d) Ketoprofen Derivat asam propionat ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat anti-inflamasi sedang. Absorpsi berlagsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam. Efek samping sama dengan AINS lain terutama menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas. e) Naproksen Merupakan salah satu derivat asam propionat yang efektif dan insiden efek samping obat ini lebih rendah dibandingkan derivat asam propionat lain. Absorpsi obat ini berlanfsung baik melalui lambung.

f) IndometasinIndometasin memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. g) Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Absorbsi berlangsung cepat di lambung. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46%, dan 4-12% dari jumlah pasien terpaksa menghentikan obat ini. Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung. Sejak Juni 2007 karena efek samping serius di saluran cerna lambung dan reaksi kulit yang hebat, EMEA (badan POM se Eropa) dan pabrik penemunya, piroksikam hanya dianjurkan penggunaannya oleh para spesialis rematologis, inipun sebagai terapi lini kedua bila obat lain tidak berhasil. h) Meloksikam Penelitian terbatas menyimpulkan efek samping meloksikam (7,5 mg per hari) terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam (20 mg per hari) .i) Nabumeton Dikatakan bahwa efek samping yang timbul selama pengobatan relatif lebih sedikit, terutama efek samping terhadap saluran cerna. Penjelasannya ialah karena nabumeton merupakan pro-drug yang baru aktif setelah absorpsi dan mengalami konversi, juga karena nabumeton tidak bersifat asam. j) Nimesulide Tahun 1999 WHO pernah menganjurkan penarikan obat ini tetapi tahun 2003 diperbolehkan beredar kembali dengan pembatasan pemakaian serta dosis. Bulan Mei 2007, Irlandia melarang obat ini lagi, disusul Singapore. September 2007, EMEA (European Medicines Agency) merekomendasi agar nimesulide di batasi penggunaanya tidak lebih dari 1 x 200 mg, selama 15 hari. k) Refekoksib Tahun 2004 refekoksib diarik dari peredaran karena peningkatan resiko kardiovaskular. 5) Obat Piraia) Kolkisin Kolkisin adalah suatu anti-inflamasi yang unik yang terutama diindikasikan pada penyakit pirai. Sifat anti radang kolkisin spesifik terhadap penyakit pirai dan beberapa artritis lainnya sedang sebagai anti radang umum kolkisin tidak efektif. Kolkisin tidak memiliki efek analgesik. Absorbsi melalui saluran cerna baik. Efek samping kolkisin yang peling sering adalah muntah, mual dan diare, dapat sangat mengganggu terutama dengan dosis maksimal. b) AlopurinolAlopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Efek samping yang sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila kemerahan kulit timbul, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat.c) Probenesid Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukkan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Efek samping yang paling sering ialah gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi aleregi. d) SulfinpirazonSulfinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendidan tofi pada penyakit pirai kronik. Berdasarkan hambatan absorpsi tubular asam urat. Tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat ulkus peptik.

e) Keterolak Keterolak merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi sedang. Keterolak merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral. Absorbsi oral dan intramuskular berlangsung cepat mencapai puncak dalam 30-50 menit. f) EtedolakEtedolak merupakan AINS kelompok asam piranokarboksilat. Masa kerjanya pendek sehingga harus diberikan 3-4 kali sehari. Berguna untuk analgesik pasca bedah koroner. 2. Efek Farmakodinamik Obat Anti-Inflamasi Non steroida. Efek Analgesik Sebagai analgesik, obat mirip-aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari integumen, terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari pada efek analgesik opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, obat mirip-aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efeksamping sentralyang merugikan. Obat mirip-aspirin hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf eferen, tidak teratasi dengan obat mirip-aspirin. Sebaliknaya nyeri kronis pascabedah dapat diatasi dengan obat mirip-aspirin (Gunawan S.G., 2011).b. Efek Antipiretik Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama (Gunawan S.G., 2011).c. Efek Anti-Inflamasi Kebanyakan obat mirip-aspirin, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, misalnya atritis reumatoid, asteo-artritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip-aspirin ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini (Gunawan S.G., 2011).3. Efek Samping Obat Anti-Inflamasi Non Steroid Obat AINS menimbulkan efek terapi yang sama, AINS juga memiliki efek samping yang serupa, karena didasari oleh hambatan pada sisitem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung, ginjal dan jaringan inflamasi. Jelas bahwa efek obat maupun efek sampingnya akan lebih nyata di tempat dengan dengan kadar yang lebih tinggi (Gunawan S.G., 2011).Obat AINS pada umumnya berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Klinisi sering lupa bahwa AINS dapat menyebabkan kerusakan hati. Efek samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini paling sering membutuhkan AINS dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita berbagai penyakit (Gunawan S.G., 2011).Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tikak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda antar obat (Gunawan S.G., 2011). Efek obat AINS pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip-aspirin. Reaksi ini umumnya berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi, sampai keadaan presyok dan syok. Di antara aspirin dan obat mirip-aspirin dapat terjadi reaksi hiipersensitif silang (Gunawan S.G., 2011).