bab ii

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA III. ETIOLOGI Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4 Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler. 2 Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari 3: 1. Faktor Ibu a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya

Upload: krisna-aditya

Post on 19-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hbvuigsa

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

III. ETIOLOGI

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan

atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk

oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah

umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.4

Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan

mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan

fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari

perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat

dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan

terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler. 2

Toweil (1966) menggolongkan penyebab asphyxia neonatorum terdiri dari 3:

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia ibu

Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini

akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya

b. Gangguan aliran darah uterus

Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen

ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada (a) Ganguan kontraksi uterus,

misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) Hipotensi

mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin

akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,

perdarahan plasenta dan lain-lain.

Page 2: BAB II

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah

umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini

dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali

pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a)

Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat

menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. (b) Trauma yang terjadi pada persalinan,

misalnya perdarahan intrakranial.(c) Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia

diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

IV. PATOFISIOLOGI

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk

mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam

keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari

jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga

darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus

kemudian masuk ke aorta.4

Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.

Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi

udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam

pembuluh darah di sekitar alveoli. 4

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi

plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan

kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan

terhadap aliran darah bekurang. 4

Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan

pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah

Page 3: BAB II

paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi

di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung

oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru

lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi

relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru

mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui

duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk

dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. 4

Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya

untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan

mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan

rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam

pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan. 4

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan

terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila

tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat

reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai

dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung

selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh

pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan

bradikardi dan penurunan tekanan darah. 3

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan

keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin

hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh

terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini

akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi

perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya

sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis

metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga

menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan

menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke

paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan

Page 4: BAB II

kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel

otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. 3

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahir dan lahir tidak

bernafas/menangis.4 Pada anamnesis juga diarahkan untuk mencari faktor resiko. 6

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat berat ringannya asfiksia

6 Klinis 0 1 2

Warna Kulit

(Appearance)

Biru Pucat Tubuh merah,

ekstremitas biru

Merah seluruh

tubuh

Frekuensi Jantung

(Pulse)

Tidak Ada <100x/ menit >100x/menit

Rangsangan

Refleks

(Grimace)

Tidak Ada Gerakan sedikit Batuk/ Bersin

Tonus Otot

(Activity)

Lunglai Fleksi ekstremitas Gerakan aktif

Pernafasan

(Respiratory)

Tidak Ada Menangis lemah/

terdengar seperti

meringis atau

mendengkur

Menangis kuat

Tabel. Skor Apgar (dikutip dari kepustakaan 2)

Berdasarkan penilaian apgar dapat diketahui derajat vitalitas bayi adalah kemampuan

sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi

seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks-refleks primitif seperti

mengisap dan mencari puting susu, salah satu cara menetapkan vitalitas bayi yaitu dengan

nilai apgar. (IDAI, 1998)2

1. Skor apgar 7-10 ( Vigorous Baby). Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak

memerlukan tindakan istimewa. 5

Page 5: BAB II

Skor apgar 4-6 (Mild-moderate asphyxia)- Asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisis akan

terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,

refleks iritabilitas tidak ada. 5

3. A. Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung

kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks

iritabilitas tidak ada.

B. Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1)

bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum ;ahir lengkap, (2) bunyi

jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan

yang ditemukan pada penderita asfiksia berat. 5

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit

masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor menjadi 7. Nilai apgar

berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan

untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak

menangis. 6

Pemeriksaan Penunjang

- Foto Polos dada

- Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah 6

o Pada pemeriksaan analisa gas darah, menunjukkan hasil :

Pa O2 < 50 mm H2O

PaCO2> 55 mm H2O

pH < 7,30

VI. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan

membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang

dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.5

a. Resusitasi

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:4

a. apakah bayi cukup bulan?

Page 6: BAB II

apakah air ketuban jernih?

c. apakah bayi bernapas atau menangis?

d. apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan

rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan

diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari

salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi

berikut ini secara berurutan4 :

(1) langkah awal dalam stabilisasi4

(a) memberikan kehangatan4

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang

agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. 4

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat

perlakuan khusus.23 Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik

penghangatan tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi

dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR.24,25 Alat lain yang bisa

digunakan adalah alas penghangat. 4

(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya4

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi

farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.

Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau

untuk pemasangan pipa endotrakeal.4

(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan4

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.16 Salah

satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan

penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning), namun bukti

penelitian dari beberapa senter menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang

bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium. 4

Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan

ada/tidaknya mekonium. 4

Page 7: BAB II

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi

pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera

dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi

mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan

selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan

pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. 4

Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret

dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.4

(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar4

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi

rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,

penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil

dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok

punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. 4

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan,

sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan

menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki

atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus

memberikan rangsangan taktil. 4

(2) ventilasi tekanan positif4

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua

tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari

100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti

hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih

dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu

yang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi

tekanan positif adalah hernia diafragma.4

(3) kompresi dada4

Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan

ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri

dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang,

meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital

tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2

orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif—satu orang menekan dada dan yang

Page 8: BAB II

lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi

jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus

dilakukan secara bergantian.4

Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan

menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. 4

(4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander) 4

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan

penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).

Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk

melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1). 4

b. Pemberian obat-obatan

(1) Epinefrin

Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah

dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak

boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan

beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB

larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang

endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak

meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal. 4

(2) Volume Ekspander

Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan

resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia

kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi

buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan

respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl

0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah

banyak. 4

(3) Bikarbonat

Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang

mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan

bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan

pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau

Page 9: BAB II

4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi

7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara

intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. 4

(4) Nalokson

Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi

pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam

sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan

diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab

akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau

melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau

subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia

dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml. 4

VII. PENCEGAHAN

Pencegahan secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan

faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik.

Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan

derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab

rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,

pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan

kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.4

Pencegahan saat persalinan

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerja sama

yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.7

Yang harus diperhatikan:

- Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian pituitarin

dalam dosis tinggi.7

- Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2 dan darah segar.7

- Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada kala

II. 7

VIII. KOMPLIKASI

Page 10: BAB II

Asfiksia neonatorum dapat

menyebabkan berbagai macam

gangguan organ. Sistem

Pengaruh

Sistem Saraf Pusat Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark,

perdarahan intrakranial, kejang-

kejang, edema otak, hipotonia,

hipertonia

Kardiovaskular Iskemia miokardium, kontraktilitas

jelek, bising jantung, insufisiensi

trikuspidalis, hipotensi

Pulmonal Sirkulasi janin persisten, perdarahan

paru, sindrom kegawatan pernapasan

Ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks

Adrenal Perdarahan adrenal

Saluran Cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis

Metabolik Sekresi ADH yang tidak sesuai,

hiponatremia, hipoglikemia,

hipokalsemia, mioglobinuria

Kulit Nekrosis lemak subkutan

Hematologi Koagulasi intravaskular tersebar

Takipnu transien

Sindrom aspirasi mekonium

Defisiensi surfaktan

Foto toraks bila sesak napas

Pemberian oksigen alir bebas

Tunda minum bila sesak

Pertimbangkan pemberian surfaktan

Kardiovaskuler Hipotensi Pemantauan tekanan

darah dan frekuensi

jantung

Pertimbangkan inotropik

(misal dopamin) dan /

atau cairan penambah

volume darah

Ginjal Nekrosis tubuler akut Pemantauan produksi

urin

Batasi masukan cairan

Page 11: BAB II

bila ada oliguria dan

volume vaskuler adekuat

Pemantauan kadar

elektrolit

Gastrointestinal Ileus

Enterokolitis

Nekrotikans

Tunda pemberian minum

Berikan cairan intravena

Pertimbangkan nutrisi

parenteral

Metabolik/ hematologik Hipoglikemia

Hipokalsemia

Hiponatremia

Anemia

Trombositopenia

Pemantauan gula darah

Pemantauan elektrolit

Pemantauan hematokrit

Pemantauan trombosit

Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang

dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat

mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang. 7