bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Prostat merupakan organ glandula fibromuskular yang mengelilingi
urethra pars prostatica. Panjang prostat kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan
terletak di antara collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di
bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Diluar capsula terdapat
selubung fibrosa yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis.
Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis yang terletak di superior
dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di
inferior berhadapan dengan diaphragma urogenitaie. Kedua ductus
ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk bermuara
ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus.1
Gambar 1. Anatomi vesika urinaria, prostat dan vesikula seminalis sinistra tampak
lateral
2
Gambar 2. Anatomi vesika urinari, prostat, duktus deferen dan vesikula seminalis
tampak posterior
Batas-Batas:
1. Ke superior: Basis prostatae berlanjut dengan collum vesicae urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Urethra
masuk ke pusat basis prostatae
2. Ke inferior: Apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma
urogenitale. Urethra meninggalkan prostat tepat di atas apex facies anterior.
3. Ke anterior: Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphisis pubis,
dipisahkan oleh lemak ektraperitoneal yang terdapat di dalam cavum
retropubicum (cavum Retzius). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan
aspek posterior os pubis oleh ligamentum puboprostaticum. Ligamentum ini
terletak di samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan
fascia pelvis.
4. Ke posterior: Facies posterior prostatae (Gambar 22-7 dan 22-9)
berhubungan erat dengan facies anterior ampulae recti dan dipisahkan dari
rectum oleh septum rectovesicale (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk
pada masa janin oleh penyatuan dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis
peritonealis, yang awalnya meluas ke bawah sampai ke corpus perineale.
3
5. Ke lateral: Facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior
musculus levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.1
Gambar 3. Potongan koronal prostat
Gambar 4. Potongan sagital prostat
4
Gambar 5. Potongan horizontal prostat
Gambar 6. Zona anatomi prostat
5
Kelenjar-kelenjar prostat yang jumlahnya banyak, tertanam di dalam
campuran otot polos dan jaringan ikaT dan ductusnya bermuara ke urethra
prostatica. Prostat secara tidak sempurna terbagi dalam lima lobus. Lobus
anterior terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar.
Lobus medius atau lobus medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang
terletak di antara urethra dan ductus ejaculatorius. Facies superior lobus
medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung
banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang urethra dan di bawah
ductus ejaculatorius dan juga mengandung jaringan kelenjar. Lobus lateralis
dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan
yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior
prostat. Masing-masing lobus lateralis mengandung banyak kelenjar. Cabang-
cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media mendarahi prostat.
Vena-vena membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara
capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menampung darah
dari vena dorsalis penis profunda dan sejumlah venae vesicales, serta
bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe prostat mengalirkan cairan
limfe ke nodi iliaci interni. Persarafan prostat berasal dari plexus
hypogastricus inferior. Saraf simpatik merangsang otot polos prostat selama
ejakulasi. Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang
mengandung asam sitrat dan phosphat asam. Cairan ini ditambahkan ke
semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi,
dan sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke urethra pars
prostatica. Sekret prostat bersifat alkali dan membantu menetralkan asam
vagina.1
Kelenjar prostat (1) mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi
vagina yang asam, suatu fungsi penring karena sperma lebih dapat hidup di
lingkungan yang sedikii basa; dan (2) menghasilkan enzim pembekuan dan
fibrinolisin. Enzim pembekuan prostat bekerja pada fibrinogen dari vesikula
seminalis untuk menghasilkan fibrin, yang "membekukan" semen sehingga
sperma yang diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi wanita ketika
6
penis dikeluarkan. Segera sesudahnya, bekuan ini diurailan oleh fibrinolisin,
suatu enzim pengurai fibrin dari prostat sehingga sperma dapat bergerak
bebas di dalam saluran reproduksi wanita.2
2.2. Definisi
Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah diagnosis histologi yang
mangacu pada proliferasi otot polos dan sel epitelial dalam zona transisi
prostat.3
Definisi BPH lainnya adalah proses patologi yang berperan dalam,
tetapi bukan satu-satunya penyebab, gejala sistem urinari bagian bawah
(LUTS) pada laki-laki yang lanjut usia.4
Hiperplasia prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan. Istilah
hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya
hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli
ke perifer dan menjadi simpai bedah.5 wim dejong
2.3. Etiologi
Etiologi molekular BPH secara tepat tidak diketahui. Adanya
peningkatan jumlah sel mungkin diakibatkan oleh proliferasi sel epitelial
dan stroma atau terganggunya pemograman kematian sel yang
mengakibatkan akumulasi selular.
1. Hiperplasia
Meskipun androgen dan faktor pertumbuhan menstimulasi
proliferasi sel pada eksperimen, peran relatif proliferasi sel dalam
BPH manusia dipertanyakan karena tidak ada bukti proliferasi yang
aktif. Androgen tidak hanya dibutuhkan dalam proliferasi sel normal
dan diferensiasi dalam prostat tetapi juga secara aktif menghambat
kematian sel. Proses penuaan menginduksi pemberhentian proses
maturasi sehingga progresifitas diferensiasi terminal berkurang dan
mengurangi kecepatan kematian sel.
2. Peran androgen
Meskipun androgen tidak menyebabkan BPH, perkembangan
BPH memerlukan androgen selama perkembangan prostat, pubertas
7
dan penuaan. Hormon androgen yang terutama adalah
dihidrotestosteron (DHT). Jika androgen dihilangkan, terjadi aktivasi
gen yang berperan dalam pemograman kematian sel. Prostat
mempertahankan kemampuannya untuk merespon androgen
sepanjang hidup. Konsentrasi DHT intraprostat tidak meningkat,
melainkan terpelihara kadarnya.
3. Peran estrogen
Pada eksperimen menggunakan hewan, terdapat bukti bahwa
estrogen berperan dalam patogenesis BPH, namun mekanismenya
belum dimengerti.
4. Regulasi pemograman kematian sel
Apoptosis merupakan mekanisme fisiologi. Androgen berperan
dalam menekan apotosis
5. Interaksi stroma-epitelial
Stroma dan sel epitelial mempunyai komunikasi parakrin. Sel
stroma yang mensekresi protein secara parsial meregulasi
diferensiasi sel epitelial. Pada kondisi BPH mungkin terdapat defek
pada komponen stroma yang secara normal menghambat proliferasi
sel, yang mengakibatkan hilangnya kemampuan menghentikan
proliferasi.
6. Faktor pertumbuhan
Faktor perumbuhan adalah molekul peptida kecil yang
menstimulasi atau pada beberapa keadaan menghambat pembelahan
sel dan proses diferensiasi. Interaksi antara faktor pertumbuhan dan
hormon steroid mengubah keseimbangan proliferasi sel dengan
apotosis dalam mengakibatkan BPH. Jika proliferasi selular
merupakan komponen utama BPH, faktor stimulasi pertumbuhan
seperti FGF-1, -2, -7, dan -17, VEGF, IGF dengan penguatan dari
DHT. Secara kontras, TGF-β yang dikenal menghambat proliferasi
sel epitelial secara normal mendesak untuk menahan pengaruh
proliferasi epitelial yang hilang dalam BPH.
8
7. Jalur isyarat lain
Adanya bukti yang menunjukkan bahwa persarafan simpatik
berperan penting dalam proses hiperplastik. Alpha bloker dapat
menginduksi apoptosis. Jalur alpha adrenergik dapat memodulasi
fenotip otot polos dalam prostat.
Komponen sistem renin angiotensin (RAS) terdapat dalam prostat
dan mungkin teraktivasi pada BPH. Dengan atau tanpa modulasi
saraf simpatik, jalur RAS lokal berkontribusi dalam proliferasi sel
dan kontraksi otot polos
8. Kemungkinan peran jalur inflamasi dan sitokin
Sumber faktor pertuumbuhan lainnya adalah adanya infiltrasi sel
inflamasi pada jaringan BPH. Pada tahun 1992 ditemukan adanya sel
T teraktivasi pada jaringan BPH. Sel T ini menghasilkan faktor
pertumbuhan seperti HB-EGF dan bFGF. Lima tahun terakhir
ditemukan reseptor sitokin pada prostat seperti IL-2, IL-7 dan IFN-γ
yang merangsang proliferasi sel stroma prostat secara in vitro
9. Faktor genetik
Benigna prostat hiperplasia merupakan komponen yang dapat
diturunkan. Mengikuti pola penurunan autosomal dominan
10. Etiologi lain
Prolaktin telah lama menjadi spekulasi yang berperan dalam BPH
(percobaan pada tikus). Namun meskipun terdapat reseptor prolaktin
pada prostat dan kadar prolaktin yang rendah dalam darah, peran
prolaktin pada prostat manusia belum dimengerti.4
2.4. Epidemiologi
Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
merupakan penyakit tersering kedua pada penyakit kelenjar prostat di klinik
urologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah
umur 41-50 tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%.
9
Angka di Indonesia, bervariasi antara 24-30% dari kasus urologi yang dirawat
di beberapa rumah sakit.6
2.5. Patologi
Proses BPH terjadi di zona transisi. Proses hiperplastik ini terjadi akibat
peningkatan jumlah sel. Evaluasi mikroskopik menunjukkan pola
pertumbuhan nodular yang terdiri dari stroma dan epitelium. Stroma terdiri
dari kolagen dan otot polos. Terapi alpha bloker memberikan hasil yang lebih
baik apabila terdapat otot polos yang lebih banyak, sedangkan pasien dengan
BPH yang secara umum prostatnya terdiri dari epitelium, penggunaan 5-alpha
reduktase inhibitor memberikan hasil yang lebih baik. Pasien dengan
komponen kolagen yang lebih dominan tidak merespon obat apapun yang
diberikan.
Apabila nodul BPH pada zona transisi membesar maka akan terjadi
kompresi pada zona terluar prostat mengakibatkan munculnya kapsul bedah.
Batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer dan menjadikannya
sebagai bidang pembelahan pada saat dilakukan enukleasi prostat selama
prostatektomi.7
Gambar 7. Perbandingan prostat normal dengan BPH
10
Gambar 8. Patologi BPH
2.6. Patofisiologi
Salah satu dapat berhubungan dengan gejala BPH baik komponen
obstruktif prostat atau respon sekunder dari kandung kemih terhadap
resistensi saluran keluar. Komponen obstruktif dapat dibagi ke dalam
mekanik dan obstruksi dinamis. Jika pembesaran prostat terjadi, obstruksi
mekanik mungkin hasil dari intrusi ke dalam lumen uretra atau leher kandung
kemih, yang mengakibatkan resistensi kandung kemih yang lebih tinggi.
Mengacu pada klasifikasi zona prostat, urolog sering mengacu pada "3 lobus"
prostat, yaitu median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada colok dubur
pemeriksaan (DRE) berkorelasi buruk dengan gejala, sebagian, karena lobus
median tidak mudah teraba. Komponen dinamis obstruksi prostat
menjelaskan sifat variabel dari gejala yang dialami oleh pasien. Stroma
prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, kaya akan saraf adrenergik supply.
Tingkat stimulasi otonom sehingga menetapkan tonus ke uretra prostat.
Penggunaan terapi alpha-blocker menurunkan tonus ini, mengakibatkan
11
penurunan resistensi saluran keluar.Keluhan iritasi ketika berkemih pada
BPH merupakan hasil dari respon sekunder kandung kemih terhadap
peningkatan resistensi saluran keluar. Obstruksi saluran keluar kandung
kemih menyebabkan hipertrofi otot detrusor dan hiperplasia serta deposit
kolagen. Meskipun yang terakhir ini yang paling mungkin bertanggung jawab
untuk penurunan pemenuhan kandung kemih, detrusor ketidakstabilan
detrusor juga merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab.7
2.7. Tanda dan Gejala Klinik
a) Gejala
Gejala BPH dapat dibagi menjadi obstruktif dan keluhan iritasi. Gejala
obstruktif meliputi urin lama keluar (hesitancy), miksi mengejan
(straining), pancaran miksi lemah (weak stream), miksi perlu waktu lama
(prolonged micturition), miksi tidak puas (emptying incomplete), retensi
urin, inkontinensia paradoks. Gejala iritasi meliputi frequency (miksi >
8x/hari) karena pengosongan vesika urinaria tidak sempurna, pembesaran
prostat ke vesika urinaria, hipertrofi m.detrusor, urgency karena non
koordinasi antara kontraksi m.detrusor dengan relaksasi m.sphincter,
nokturia (miksi > 2x pada malam hari), urge incontinence karena tidak bisa
menahan miksi, disuria.8
b) Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik daerah suprapubik → melihat adanya distensi
buli-buli akibat retensi urin.
- Pemeriksaan colok dubur → menilai pembesaran prostat,
konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan tanda dari
keganasan prostat. Jika terdapat nyeri tekan pada prostat →
prostatitits. Konsistensi prostat kenyal → kemungkinan jinak/BPH.
Konsistensi prostat keras atau berbenjol-benjol → dicurigai suatu
keganasan.5,7
c) Pemeriksaan Penunjang
- Urinalisis → menilai leukosituria dan hematuria.
12
- PSA (Prostate Spesific Antigen) → membedakan suatu keganasan
atau tumor jinak. PSA sangat penting untuk mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat.
- Catatan harian miksi (voiding diaries) → menilai fungsi traktus
urinarius bagian bawah → dengan mencatat kapan dan berapa
volume asupan cairan serta kapan dan berapa volume urin.
- Uroflometri → noninvasif, digunakan untuk menilai obstruksi
saluran kemih bagian bawah.
- Residual urin, invasif → kateterisasi, noninvasif → USG
- Pencitraan traktur urinarius (IVP dan USG)
Jarang dilakukan pada BPH kecuali jika pada pemeriksaan awal
didapatkan (a) hematuri (b) infeksi saluran kemih (c) insufisiensi
renal (d) riwayat batu ginjal (e) riwayat pernah melakukan operasi
pada saluran urogenitalia.
- Uretrosiskopi
Pemeriksaan invasif dan dilakukan pada saat akan dilakukan
tindakan bedah untuk menentukan tindakan bedah mana yang akan
dilakukan (TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka). Pemeriksaan
ini dapat mengetahui keadaan uretra pars prostatika dan buli-buli.
- Urodinamik → lebih bagus dibandingkan uroflometri karena dapat
membedakan pancaran urin yang lemah disebabkan oleh kelemahan
kontraksi otot detrusor atau obstruksi buli-buli atau uretra.8
d) Radiologi
Pencitraan saluran atas (pyelogram intravena atau USG ginjal)
dianjurkan hanya jika ada penyakit saluran kencing atau komplikasi dari
BPH (Misalnya, hematuria, infeksi saluran kemih, insufisiensi ginjal,
riwayat penyakit batu).7
2.8. Derajat Pembesaran Prostat
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan
De jong (2010) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradasi :
13
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang
dari 50 ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total5
2.9. Tatalaksana
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup
pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat
keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang
diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa
terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi8.
Tabel.2.1 Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna8
Observasi Medikamentosa Terapi Intervensi
Pembedahan Invasif
Minimal
Watchful
waiting
Antagonis
adrenergik-α
Inhibitor
reduktase-5 α
Prostatektomi
terbuka
Endourologi :
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporisasi
TUMT
HIFU
Stent uretra
TUNA
ILC
IPSS (International Prostate Symptom Score) → sistem skor yang
terstandarisasi yang berfungsi untuk menilai dan memantau keadaan
pasien dengan BPH.
Skor IPSS 1-7 Mild
Skor IPSS 8-19 Moderate
14
Skor IPSS 20-35 Severe8
15
Dalam 1 bulan terakhir Tidak sama
sekali
Kurang dari 1x
dalam 5x miksi
Kurang dari
separuh dari
seluruh
frekuensi miksi
Kira-kira
separuh dari
seluruh seluruh
frekuensi miksi
Lebih separuh
dari seluruh
frekuensi
miksi
Hampir
selalu
Skor
pasien
Miksi tidak tuntas
Seberapa sering ada
perasaan tidak tuntas setelah
kencing
0 1 2 3 4 5
Frekuensi
Seberapa sering anda
kencing (setiap 2 jam)
0 1 2 3 4 5
Intermitten
Seberapa sering miksi
terhenti dan mulai lagi miksi
0 1 2 3 4 5
Urgensi
Seberapa sering anda tidak
dapat menahan kencing
0 1 2 3 4 5
16
Pancaran Lemah
Seberapa sering anda
merasakan pancaran lemah
0 1 2 3 4 5
Mengejan
Seberapa sering anda
mengejan ketika memulai
kencing
0 1 2 3 4 5
Tidak
pernah
1x 2x 3x 4x 5x
Nokturia
Seberapa sering anda
terbangun malam kencing
0 1 2 3 4 5
Sangat
senang
Sangat puas Puas Campuran
antara puas dan
tidak puas
Sangat tidak
puas
Tidak
bahagia
Buruk
sekali
Dengan keluhan ini
bagaimana anda menikmati
hidup
17
a. Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan
tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan
mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau
cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama5.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju
pancaran urine, maupun volume residual urine8.
b. Medikamentosa
Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang
pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien
perlu mendapatkan terapi medi-kamentosa atau terapi lain.
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi
resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi
volume prostat sebagai komponen statik.
Jenis obat yang digunakan adalah:
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan
tamsulosin
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
3. Fitofarmaka
18
1. Antagonis reseptor adrenergik-α
Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat
kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-
buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α non
selektif yang pertama kali diketahui mampu memper-baiki laju pancaran
miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh
pasien karena menyebab-kan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di
antaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada
sistem kardiovaskuler8.
Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik-α terbukti dapat
memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang mengganggu,
meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan pancaran urine. Rata-
rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45%
atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan
sebelum terapi. Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan
obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat8.
2. Inhibitor 5 α-redukstase
Finasteride adalah 5 - alpha-reductase inhibitor yang menghalangi
konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi
komponen epitel prostat, menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan
perbaikan gejala. Enam bulan terapi yang diperlukan untuk melihat efek
maksimum pada ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala.
Beberapa percobaan acak, double-blind, placebo-controlled telah
membandingkan finasteride dengan plasebo. khasiat, keamanan, dan daya
tahan yang mapan. Namun, gejala perbaikan terlihat hanya pada pria dengan
pembesaran prostat (> 40 cm3). Efek samping termasuk penurunan libido,
penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Serum PSA berkurang sekitar
50% pada pasien yang dirawat dengan finasteride, tetapi nilai-nilai bisa
berbeda.Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat baik
isoenzim dari 5-alpha-reductase. Mirip dengan finasteride, dutasteride
mengurangi serum prostat antigen spesifik prostat dan jumlah volume prostat.
19
Uji coba acak dan plasebo terkontrol menunjukkan kemanjuran dutasteride
dalam memperbaiki gejala-gejala, skor gejala, tingkat puncak aliran urin, dan
mengurangi risiko retensi urin akut dan kebutuhan untuk operasi.Efek
samping utama adalah disfungsi ereksi, penurunan libido, gangguan
ginekomastia, dan ejakulasi7.
3. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi
sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja
sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding
globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak
lainnya8.
c. Terapi Intervensi
1. Transuretra reseksi prostat
Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan
pembedahan prostat pada pasien BPH.. Risiko TURP
termasuk ejakulasi retrograde (75%), impotensi (5 - 10%),
dan inkontinensia (<1%). komplikasi termasuk perdarahan,
striktur uretra atau leher kandung kemih kontraktur,
perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan jika
parah, sindrom TUR dihasilkan dari hipervolemik, keadaan
hiponatremi karena penyerapan cairan hipotonik.
Manifestasi klinis sindrom TUR termasuk mual, muntah,
kebingungan, hipertensi, bradikardi, dan gangguan visual.
Risiko sindrom TUR meningkat dengan waktu reseksi > 90
20
menit. Pengobatan termasuk diuresis dan, dalam kasus yang
parah, administrasi saline hipertonik.7
Gambar 9. Transuretral resektoskop dan TURP
2. Transuretra insisi prostat
TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)
direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil
(kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus
medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan
karsinoma prostat8.
3. Prostatektomi terbuka sederhana
Prostatektomi terbuka juga dapat dimulai saat secara
bersamaan adanya penyerta berupa divertikulum kandung
21
kemih atau batu kandung atau jika posisi dorsal litotomi
dorsal tidak mungkin dilakukan. Prostatektomi terbuka
dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik atau
retropubik. Sebuah prostatektomi suprapubik sederhana
dilakukan secara transvesika dan operasi pilihan dalam
menangani kondisi patologi kandung kemih yang menyertai
setelah kandung kemih dibuka, sayatan berbentuk setengah
lingkaran dibuat di mukosa kandung kemih, distal
trigonum. Diseksi datar dimulai tajam, dan kemudian
diseksi tumpul dengan jari dilakukan untuk mengangkat
adenoma tersebut. Diseksi apikal harus dilakukan tajam
untuk menghindari cedera pada mekanisme sfingter distal.
Setelah adenoma diangkat, hemostasis dicapai dengan
ligatures jahitan, dan keteter terpasang pada uretra dan
suprapubik sebelum penutupan. Dalam prostatektomi
retropubik sederhana, kandung kemih tidak dimasuki.
Sebaliknya, sayatan melintang dibuat di kapsul bedah
prostat, dan adenoma dienukleasi seperti dijelaskan di atas.
Hanya kateter uretra diperlukan pada akhir prosedur.7
4. Transurethra laser prostatektomi (TULP)
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian
Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan
penyembuhan lebih cepat, tetapi kemampuan dalam
meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax tidak
sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi
ulang 2% setiap tahun40,41,42. Kekurangannya adalah:
tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan
disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2
bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi,
dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP8.
22
Keuntungan dari operasi laser meliputi (1) kehilangan
darah minimal, (2) kasus langka sindrom TUR, (3)
kemampuan untuk mengobati pasien yang menerima terapi
antikoagulan, dan (4) kemampuan untuk dilakukan sebagai
prosedur rawat jalan. Kekurangan meliputi (1) kurangnya
ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan patologis, (2)
waktu kateterisasi yang lama pasca operasi, (3) keluhan
lebih iritasi saat berkemih lebih, dan (4) tinggi biaya serat
laser dan generator. Skala besar, multicenter, studi acak
dengan jangka panjang tindak lanjut diperlukan untuk
membandingkan operasi prostat Laser dengan TURP dan
bentuk lain dari minimal invasif operasi.7
5. Transuretra elektrovaporisasi prostat
Transurethral eletrovaporisasi menggunakan standar
resectoscope tetapi menggantikan loop konvensional
dengan variasi dari Rollerball beralur. Arus tinggi
menyebabkan penguapan panas dari jaringan, sehingga
membentuk rongga di uretra prostat. Karena perangkat
membutuhkan kecepatan menyapu lebih lambat sepanjang
uretra prostat, dan kedalaman penguapan adalah sekitar
sepertiga dari loop standar, Prosedur biasanya memakan
waktu lebih lama dari TURP standar. Data komparatif
jangka panjang diperlukan.7
d. Terapi Invasif Minimal
- Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45oC sehingga
menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang
panas dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah: (1) TUMT
(transurethral microwave thermotherapy), (2) TUNA
(transurethral needle ablation), (3) HIFU (high intensity focused
ultrasound).
23
- Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaranprostat. Stent dipasang intraluminal di
antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum
sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent
dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer
dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak
diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini
dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang telah
terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri
perineal, dan disuria8.
24