bab ii

34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Prostat merupakan organ glandula fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Panjang prostat kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan terletak di antara collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Diluar capsula terdapat selubung fibrosa yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis yang terletak di superior dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di inferior berhadapan dengan diaphragma urogenitaie. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus. 1 2

Upload: risa

Post on 03-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Prostat merupakan organ glandula fibromuskular yang mengelilingi

urethra pars prostatica. Panjang prostat kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan

terletak di antara collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di

bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Diluar capsula terdapat

selubung fibrosa yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis.

Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis yang terletak di superior

dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di

inferior berhadapan dengan diaphragma urogenitaie. Kedua ductus

ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk bermuara

ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus.1

Gambar 1. Anatomi vesika urinaria, prostat dan vesikula seminalis sinistra tampak

lateral

2

Page 2: BAB II

Gambar 2. Anatomi vesika urinari, prostat, duktus deferen dan vesikula seminalis

tampak posterior

Batas-Batas:

1. Ke superior: Basis prostatae berlanjut dengan collum vesicae urinaria, otot

polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Urethra

masuk ke pusat basis prostatae

2. Ke inferior: Apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma

urogenitale. Urethra meninggalkan prostat tepat di atas apex facies anterior.

3. Ke anterior: Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphisis pubis,

dipisahkan oleh lemak ektraperitoneal yang terdapat di dalam cavum

retropubicum (cavum Retzius). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan

aspek posterior os pubis oleh ligamentum puboprostaticum. Ligamentum ini

terletak di samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan

fascia pelvis.

4. Ke posterior: Facies posterior prostatae (Gambar 22-7 dan 22-9)

berhubungan erat dengan facies anterior ampulae recti dan dipisahkan dari

rectum oleh septum rectovesicale (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk

pada masa janin oleh penyatuan dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis

peritonealis, yang awalnya meluas ke bawah sampai ke corpus perineale.

3

Page 3: BAB II

5. Ke lateral: Facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior

musculus levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.1

Gambar 3. Potongan koronal prostat

Gambar 4. Potongan sagital prostat

4

Page 4: BAB II

Gambar 5. Potongan horizontal prostat

Gambar 6. Zona anatomi prostat

5

Page 5: BAB II

Kelenjar-kelenjar prostat yang jumlahnya banyak, tertanam di dalam

campuran otot polos dan jaringan ikaT dan ductusnya bermuara ke urethra

prostatica. Prostat secara tidak sempurna terbagi dalam lima lobus. Lobus

anterior terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar.

Lobus medius atau lobus medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang

terletak di antara urethra dan ductus ejaculatorius. Facies superior lobus

medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung

banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang urethra dan di bawah

ductus ejaculatorius dan juga mengandung jaringan kelenjar. Lobus lateralis

dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan

yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior

prostat. Masing-masing lobus lateralis mengandung banyak kelenjar. Cabang-

cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media mendarahi prostat.

Vena-vena membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara

capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menampung darah

dari vena dorsalis penis profunda dan sejumlah venae vesicales, serta

bermuara ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe prostat mengalirkan cairan

limfe ke nodi iliaci interni. Persarafan prostat berasal dari plexus

hypogastricus inferior. Saraf simpatik merangsang otot polos prostat selama

ejakulasi. Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang

mengandung asam sitrat dan phosphat asam. Cairan ini ditambahkan ke

semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi,

dan sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke urethra pars

prostatica. Sekret prostat bersifat alkali dan membantu menetralkan asam

vagina.1

Kelenjar prostat (1) mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi

vagina yang asam, suatu fungsi penring karena sperma lebih dapat hidup di

lingkungan yang sedikii basa; dan (2) menghasilkan enzim pembekuan dan

fibrinolisin. Enzim pembekuan prostat bekerja pada fibrinogen dari vesikula

seminalis untuk menghasilkan fibrin, yang "membekukan" semen sehingga

sperma yang diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi wanita ketika

6

Page 6: BAB II

penis dikeluarkan. Segera sesudahnya, bekuan ini diurailan oleh fibrinolisin,

suatu enzim pengurai fibrin dari prostat sehingga sperma dapat bergerak

bebas di dalam saluran reproduksi wanita.2

2.2. Definisi

Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah diagnosis histologi yang

mangacu pada proliferasi otot polos dan sel epitelial dalam zona transisi

prostat.3

Definisi BPH lainnya adalah proses patologi yang berperan dalam,

tetapi bukan satu-satunya penyebab, gejala sistem urinari bagian bawah

(LUTS) pada laki-laki yang lanjut usia.4

Hiperplasia prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan. Istilah

hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya

hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi simpai bedah.5 wim dejong

2.3. Etiologi

Etiologi molekular BPH secara tepat tidak diketahui. Adanya

peningkatan jumlah sel mungkin diakibatkan oleh proliferasi sel epitelial

dan stroma atau terganggunya pemograman kematian sel yang

mengakibatkan akumulasi selular.

1. Hiperplasia

Meskipun androgen dan faktor pertumbuhan menstimulasi

proliferasi sel pada eksperimen, peran relatif proliferasi sel dalam

BPH manusia dipertanyakan karena tidak ada bukti proliferasi yang

aktif. Androgen tidak hanya dibutuhkan dalam proliferasi sel normal

dan diferensiasi dalam prostat tetapi juga secara aktif menghambat

kematian sel. Proses penuaan menginduksi pemberhentian proses

maturasi sehingga progresifitas diferensiasi terminal berkurang dan

mengurangi kecepatan kematian sel.

2. Peran androgen

Meskipun androgen tidak menyebabkan BPH, perkembangan

BPH memerlukan androgen selama perkembangan prostat, pubertas

7

Page 7: BAB II

dan penuaan. Hormon androgen yang terutama adalah

dihidrotestosteron (DHT). Jika androgen dihilangkan, terjadi aktivasi

gen yang berperan dalam pemograman kematian sel. Prostat

mempertahankan kemampuannya untuk merespon androgen

sepanjang hidup. Konsentrasi DHT intraprostat tidak meningkat,

melainkan terpelihara kadarnya.

3. Peran estrogen

Pada eksperimen menggunakan hewan, terdapat bukti bahwa

estrogen berperan dalam patogenesis BPH, namun mekanismenya

belum dimengerti.

4. Regulasi pemograman kematian sel

Apoptosis merupakan mekanisme fisiologi. Androgen berperan

dalam menekan apotosis

5. Interaksi stroma-epitelial

Stroma dan sel epitelial mempunyai komunikasi parakrin. Sel

stroma yang mensekresi protein secara parsial meregulasi

diferensiasi sel epitelial. Pada kondisi BPH mungkin terdapat defek

pada komponen stroma yang secara normal menghambat proliferasi

sel, yang mengakibatkan hilangnya kemampuan menghentikan

proliferasi.

6. Faktor pertumbuhan

Faktor perumbuhan adalah molekul peptida kecil yang

menstimulasi atau pada beberapa keadaan menghambat pembelahan

sel dan proses diferensiasi. Interaksi antara faktor pertumbuhan dan

hormon steroid mengubah keseimbangan proliferasi sel dengan

apotosis dalam mengakibatkan BPH. Jika proliferasi selular

merupakan komponen utama BPH, faktor stimulasi pertumbuhan

seperti FGF-1, -2, -7, dan -17, VEGF, IGF dengan penguatan dari

DHT. Secara kontras, TGF-β yang dikenal menghambat proliferasi

sel epitelial secara normal mendesak untuk menahan pengaruh

proliferasi epitelial yang hilang dalam BPH.

8

Page 8: BAB II

7. Jalur isyarat lain

Adanya bukti yang menunjukkan bahwa persarafan simpatik

berperan penting dalam proses hiperplastik. Alpha bloker dapat

menginduksi apoptosis. Jalur alpha adrenergik dapat memodulasi

fenotip otot polos dalam prostat.

Komponen sistem renin angiotensin (RAS) terdapat dalam prostat

dan mungkin teraktivasi pada BPH. Dengan atau tanpa modulasi

saraf simpatik, jalur RAS lokal berkontribusi dalam proliferasi sel

dan kontraksi otot polos

8. Kemungkinan peran jalur inflamasi dan sitokin

Sumber faktor pertuumbuhan lainnya adalah adanya infiltrasi sel

inflamasi pada jaringan BPH. Pada tahun 1992 ditemukan adanya sel

T teraktivasi pada jaringan BPH. Sel T ini menghasilkan faktor

pertumbuhan seperti HB-EGF dan bFGF. Lima tahun terakhir

ditemukan reseptor sitokin pada prostat seperti IL-2, IL-7 dan IFN-γ

yang merangsang proliferasi sel stroma prostat secara in vitro

9. Faktor genetik

Benigna prostat hiperplasia merupakan komponen yang dapat

diturunkan. Mengikuti pola penurunan autosomal dominan

10. Etiologi lain

Prolaktin telah lama menjadi spekulasi yang berperan dalam BPH

(percobaan pada tikus). Namun meskipun terdapat reseptor prolaktin

pada prostat dan kadar prolaktin yang rendah dalam darah, peran

prolaktin pada prostat manusia belum dimengerti.4

2.4. Epidemiologi

Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

merupakan penyakit tersering kedua pada penyakit kelenjar prostat di klinik

urologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah

umur 41-50 tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%.

9

Page 9: BAB II

Angka di Indonesia, bervariasi antara 24-30% dari kasus urologi yang dirawat

di beberapa rumah sakit.6

2.5. Patologi

Proses BPH terjadi di zona transisi. Proses hiperplastik ini terjadi akibat

peningkatan jumlah sel. Evaluasi mikroskopik menunjukkan pola

pertumbuhan nodular yang terdiri dari stroma dan epitelium. Stroma terdiri

dari kolagen dan otot polos. Terapi alpha bloker memberikan hasil yang lebih

baik apabila terdapat otot polos yang lebih banyak, sedangkan pasien dengan

BPH yang secara umum prostatnya terdiri dari epitelium, penggunaan 5-alpha

reduktase inhibitor memberikan hasil yang lebih baik. Pasien dengan

komponen kolagen yang lebih dominan tidak merespon obat apapun yang

diberikan.

Apabila nodul BPH pada zona transisi membesar maka akan terjadi

kompresi pada zona terluar prostat mengakibatkan munculnya kapsul bedah.

Batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer dan menjadikannya

sebagai bidang pembelahan pada saat dilakukan enukleasi prostat selama

prostatektomi.7

Gambar 7. Perbandingan prostat normal dengan BPH

10

Page 10: BAB II

Gambar 8. Patologi BPH

2.6. Patofisiologi

Salah satu dapat berhubungan dengan gejala BPH baik komponen

obstruktif prostat atau respon sekunder dari kandung kemih terhadap

resistensi saluran keluar. Komponen obstruktif dapat dibagi ke dalam

mekanik dan obstruksi dinamis. Jika pembesaran prostat terjadi, obstruksi

mekanik mungkin hasil dari intrusi ke dalam lumen uretra atau leher kandung

kemih, yang mengakibatkan resistensi kandung kemih yang lebih tinggi.

Mengacu pada klasifikasi zona prostat, urolog sering mengacu pada "3 lobus"

prostat, yaitu median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada colok dubur

pemeriksaan (DRE) berkorelasi buruk dengan gejala, sebagian, karena lobus

median tidak mudah teraba. Komponen dinamis obstruksi prostat

menjelaskan sifat variabel dari gejala yang dialami oleh pasien. Stroma

prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, kaya akan saraf adrenergik supply.

Tingkat stimulasi otonom sehingga menetapkan tonus ke uretra prostat.

Penggunaan terapi alpha-blocker menurunkan tonus ini, mengakibatkan

11

Page 11: BAB II

penurunan resistensi saluran keluar.Keluhan iritasi ketika berkemih pada

BPH merupakan hasil dari respon sekunder kandung kemih terhadap

peningkatan resistensi saluran keluar. Obstruksi saluran keluar kandung

kemih menyebabkan hipertrofi otot detrusor dan hiperplasia serta deposit

kolagen. Meskipun yang terakhir ini yang paling mungkin bertanggung jawab

untuk penurunan pemenuhan kandung kemih, detrusor ketidakstabilan

detrusor juga merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab.7

2.7. Tanda dan Gejala Klinik

a) Gejala

Gejala BPH dapat dibagi menjadi obstruktif dan keluhan iritasi. Gejala

obstruktif meliputi urin lama keluar (hesitancy), miksi mengejan

(straining), pancaran miksi lemah (weak stream), miksi perlu waktu lama

(prolonged micturition), miksi tidak puas (emptying incomplete), retensi

urin, inkontinensia paradoks. Gejala iritasi meliputi frequency (miksi >

8x/hari) karena pengosongan vesika urinaria tidak sempurna, pembesaran

prostat ke vesika urinaria, hipertrofi m.detrusor, urgency karena non

koordinasi antara kontraksi m.detrusor dengan relaksasi m.sphincter,

nokturia (miksi > 2x pada malam hari), urge incontinence karena tidak bisa

menahan miksi, disuria.8

b) Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan fisik daerah suprapubik → melihat adanya distensi

buli-buli akibat retensi urin.

- Pemeriksaan colok dubur → menilai pembesaran prostat,

konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan tanda dari

keganasan prostat. Jika terdapat nyeri tekan pada prostat →

prostatitits. Konsistensi prostat kenyal → kemungkinan jinak/BPH.

Konsistensi prostat keras atau berbenjol-benjol → dicurigai suatu

keganasan.5,7

c) Pemeriksaan Penunjang

- Urinalisis → menilai leukosituria dan hematuria.

12

Page 12: BAB II

- PSA (Prostate Spesific Antigen) → membedakan suatu keganasan

atau tumor jinak. PSA sangat penting untuk mendeteksi

kemungkinan adanya karsinoma prostat.

- Catatan harian miksi (voiding diaries) → menilai fungsi traktus

urinarius bagian bawah → dengan mencatat kapan dan berapa

volume asupan cairan serta kapan dan berapa volume urin.

- Uroflometri → noninvasif, digunakan untuk menilai obstruksi

saluran kemih bagian bawah.

- Residual urin, invasif → kateterisasi, noninvasif → USG

- Pencitraan traktur urinarius (IVP dan USG)

Jarang dilakukan pada BPH kecuali jika pada pemeriksaan awal

didapatkan (a) hematuri (b) infeksi saluran kemih (c) insufisiensi

renal (d) riwayat batu ginjal (e) riwayat pernah melakukan operasi

pada saluran urogenitalia.

- Uretrosiskopi

Pemeriksaan invasif dan dilakukan pada saat akan dilakukan

tindakan bedah untuk menentukan tindakan bedah mana yang akan

dilakukan (TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka). Pemeriksaan

ini dapat mengetahui keadaan uretra pars prostatika dan buli-buli.

- Urodinamik → lebih bagus dibandingkan uroflometri karena dapat

membedakan pancaran urin yang lemah disebabkan oleh kelemahan

kontraksi otot detrusor atau obstruksi buli-buli atau uretra.8

d) Radiologi

Pencitraan saluran atas (pyelogram intravena atau USG ginjal)

dianjurkan hanya jika ada penyakit saluran kencing atau komplikasi dari

BPH (Misalnya, hematuria, infeksi saluran kemih, insufisiensi ginjal,

riwayat penyakit batu).7

2.8. Derajat Pembesaran Prostat

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan

De jong (2010) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradasi :

13

Page 13: BAB II

Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur

ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang

dari 50 ml

Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan

batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.

Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat

tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.

Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total5

2.9. Tatalaksana

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup

pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat

keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang

diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa

terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi8.

Tabel.2.1 Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna8

Observasi Medikamentosa Terapi Intervensi

Pembedahan Invasif

Minimal

Watchful

waiting

Antagonis

adrenergik-α

Inhibitor

reduktase-5 α

Prostatektomi

terbuka

Endourologi :

TURP

TUIP

TULP

Elektrovaporisasi

TUMT

HIFU

Stent uretra

TUNA

ILC

IPSS (International Prostate Symptom Score) → sistem skor yang

terstandarisasi yang berfungsi untuk menilai dan memantau keadaan

pasien dengan BPH.

Skor IPSS 1-7 Mild

Skor IPSS 8-19 Moderate

14

Page 14: BAB II

Skor IPSS 20-35 Severe8

15

Page 15: BAB II

Dalam 1 bulan terakhir Tidak sama

sekali

Kurang dari 1x

dalam 5x miksi

Kurang dari

separuh dari

seluruh

frekuensi miksi

Kira-kira

separuh dari

seluruh seluruh

frekuensi miksi

Lebih separuh

dari seluruh

frekuensi

miksi

Hampir

selalu

Skor

pasien

Miksi tidak tuntas

Seberapa sering ada

perasaan tidak tuntas setelah

kencing

0 1 2 3 4 5

Frekuensi

Seberapa sering anda

kencing (setiap 2 jam)

0 1 2 3 4 5

Intermitten

Seberapa sering miksi

terhenti dan mulai lagi miksi

0 1 2 3 4 5

Urgensi

Seberapa sering anda tidak

dapat menahan kencing

0 1 2 3 4 5

16

Page 16: BAB II

Pancaran Lemah

Seberapa sering anda

merasakan pancaran lemah

0 1 2 3 4 5

Mengejan

Seberapa sering anda

mengejan ketika memulai

kencing

0 1 2 3 4 5

Tidak

pernah

1x 2x 3x 4x 5x

Nokturia

Seberapa sering anda

terbangun malam kencing

0 1 2 3 4 5

Sangat

senang

Sangat puas Puas Campuran

antara puas dan

tidak puas

Sangat tidak

puas

Tidak

bahagia

Buruk

sekali

Dengan keluhan ini

bagaimana anda menikmati

hidup

17

Page 17: BAB II

a. Watchful waiting

Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi

perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan

tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,

yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.

Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan

hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat

memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan

mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi

makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau

cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan

menahan kencing terlalu lama5.

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan

diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju

pancaran urine, maupun volume residual urine8.

b. Medikamentosa

Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang

pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien

perlu mendapatkan terapi medi-kamentosa atau terapi lain.

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi

resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi

volume prostat sebagai komponen statik.

Jenis obat yang digunakan adalah:

1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:

a. preparat non selektif: fenoksibenzamin

b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin

c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan

tamsulosin

2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride

3. Fitofarmaka

18

Page 18: BAB II

1. Antagonis reseptor adrenergik-α

Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan menghambat

kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-

buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik-α non

selektif yang pertama kali diketahui mampu memper-baiki laju pancaran

miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh

pasien karena menyebab-kan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di

antaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada

sistem kardiovaskuler8.

Dibandingkan dengan plasebo, antagonis adrenergik-α terbukti dapat

memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang mengganggu,

meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan pancaran urine. Rata-

rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45%

atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan

sebelum terapi. Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan

obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat8.

2. Inhibitor 5 α-redukstase

Finasteride adalah 5 - alpha-reductase inhibitor yang menghalangi

konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi

komponen epitel prostat, menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan

perbaikan gejala. Enam bulan terapi yang diperlukan untuk melihat efek

maksimum pada ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala.

Beberapa percobaan acak, double-blind, placebo-controlled telah

membandingkan finasteride dengan plasebo. khasiat, keamanan, dan daya

tahan yang mapan. Namun, gejala perbaikan terlihat hanya pada pria dengan

pembesaran prostat (> 40 cm3). Efek samping termasuk penurunan libido,

penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Serum PSA berkurang sekitar

50% pada pasien yang dirawat dengan finasteride, tetapi nilai-nilai bisa

berbeda.Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat baik

isoenzim dari 5-alpha-reductase. Mirip dengan finasteride, dutasteride

mengurangi serum prostat antigen spesifik prostat dan jumlah volume prostat.

19

Page 19: BAB II

Uji coba acak dan plasebo terkontrol menunjukkan kemanjuran dutasteride

dalam memperbaiki gejala-gejala, skor gejala, tingkat puncak aliran urin, dan

mengurangi risiko retensi urin akut dan kebutuhan untuk operasi.Efek

samping utama adalah disfungsi ereksi, penurunan libido, gangguan

ginekomastia, dan ejakulasi7.

3. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik

tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi

sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja

sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding

globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan

epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,

efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil

volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum

africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak

lainnya8.

c. Terapi Intervensi

1. Transuretra reseksi prostat

Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan

pembedahan prostat pada pasien BPH.. Risiko TURP

termasuk ejakulasi retrograde (75%), impotensi (5 - 10%),

dan inkontinensia (<1%). komplikasi termasuk perdarahan,

striktur uretra atau leher kandung kemih kontraktur,

perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan jika

parah, sindrom TUR dihasilkan dari hipervolemik, keadaan

hiponatremi karena penyerapan cairan hipotonik.

Manifestasi klinis sindrom TUR termasuk mual, muntah,

kebingungan, hipertensi, bradikardi, dan gangguan visual.

Risiko sindrom TUR meningkat dengan waktu reseksi > 90

20

Page 20: BAB II

menit. Pengobatan termasuk diuresis dan, dalam kasus yang

parah, administrasi saline hipertonik.7

Gambar 9. Transuretral resektoskop dan TURP

2. Transuretra insisi prostat

TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)

direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil

(kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus

medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan

karsinoma prostat8.

3. Prostatektomi terbuka sederhana

Prostatektomi terbuka juga dapat dimulai saat secara

bersamaan adanya penyerta berupa divertikulum kandung

21

Page 21: BAB II

kemih atau batu kandung atau jika posisi dorsal litotomi

dorsal tidak mungkin dilakukan. Prostatektomi terbuka

dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik atau

retropubik. Sebuah prostatektomi suprapubik sederhana

dilakukan secara transvesika dan operasi pilihan dalam

menangani kondisi patologi kandung kemih yang menyertai

setelah kandung kemih dibuka, sayatan berbentuk setengah

lingkaran dibuat di mukosa kandung kemih, distal

trigonum. Diseksi datar dimulai tajam, dan kemudian

diseksi tumpul dengan jari dilakukan untuk mengangkat

adenoma tersebut. Diseksi apikal harus dilakukan tajam

untuk menghindari cedera pada mekanisme sfingter distal.

Setelah adenoma diangkat, hemostasis dicapai dengan

ligatures jahitan, dan keteter terpasang pada uretra dan

suprapubik sebelum penutupan. Dalam prostatektomi

retropubik sederhana, kandung kemih tidak dimasuki.

Sebaliknya, sayatan melintang dibuat di kapsul bedah

prostat, dan adenoma dienukleasi seperti dijelaskan di atas.

Hanya kateter uretra diperlukan pada akhir prosedur.7

4. Transurethra laser prostatektomi (TULP)

Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian

Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan

penyembuhan lebih cepat, tetapi kemampuan dalam

meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax tidak

sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi

ulang 2% setiap tahun40,41,42. Kekurangannya adalah:

tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi

(kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan

disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2

bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi,

dan peak flow rate lebih rendah dari pada pasca TURP8.

22

Page 22: BAB II

Keuntungan dari operasi laser meliputi (1) kehilangan

darah minimal, (2) kasus langka sindrom TUR, (3)

kemampuan untuk mengobati pasien yang menerima terapi

antikoagulan, dan (4) kemampuan untuk dilakukan sebagai

prosedur rawat jalan. Kekurangan meliputi (1) kurangnya

ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan patologis, (2)

waktu kateterisasi yang lama pasca operasi, (3) keluhan

lebih iritasi saat berkemih lebih, dan (4) tinggi biaya serat

laser dan generator. Skala besar, multicenter, studi acak

dengan jangka panjang tindak lanjut diperlukan untuk

membandingkan operasi prostat Laser dengan TURP dan

bentuk lain dari minimal invasif operasi.7

5. Transuretra elektrovaporisasi prostat

Transurethral eletrovaporisasi menggunakan standar

resectoscope tetapi menggantikan loop konvensional

dengan variasi dari Rollerball beralur. Arus tinggi

menyebabkan penguapan panas dari jaringan, sehingga

membentuk rongga di uretra prostat. Karena perangkat

membutuhkan kecepatan menyapu lebih lambat sepanjang

uretra prostat, dan kedalaman penguapan adalah sekitar

sepertiga dari loop standar, Prosedur biasanya memakan

waktu lebih lama dari TURP standar. Data komparatif

jangka panjang diperlukan.7

d. Terapi Invasif Minimal

- Termoterapi

Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45oC sehingga

menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang

panas dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah: (1) TUMT

(transurethral microwave thermotherapy), (2) TUNA

(transurethral needle ablation), (3) HIFU (high intensity focused

ultrasound).

23

Page 23: BAB II

- Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi

obstruksi karena pembesaranprostat. Stent dipasang intraluminal di

antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum

sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent

dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer

dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak

diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini

dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang telah

terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri

perineal, dan disuria8.

24