bab ii
TRANSCRIPT
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 1/12
4
BAB II
TINJAUAN UMUM FARMASI RUMAH SAKIT
2.1 Definisi Rumah Sakit
Definisi Rumah Sakit berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.(4)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan mutu pelayanan farmasi mengharuskan adanya perubahan
pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented
dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan kefarmasian). Peran
profesionalisme apoteker dalam kegiatan tersebut sangat diperlukan sebagai salah
satu pelaksana pelayanan kesehatan.(3)
2.2 Visi dan Misi Rumah Sakit(1)
Agar suatu rumah sakit berhasil dalam pelayanannya secara menyeluruh maka
diperlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu proses yang dilakukan rumah
sakit dalam mengembangkan visi, misi, menetapkan tujuan jangka panjang,
pengembangan program strategis, penetapan prioritas, analisis SWOT , analisis
celah, masalah strategis, rencana tindakan terpadu, dan penerapan.
Visi merupakan pernyataan tetap untuk mengkomunikasikan sifat dari keberadaan
rumah sakit, berkenaan dengan maksud, lingkup usaha atau kegiatan dan
kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 2/12
5
antara rumah sakit dengan “ stakeholders” utamanya, dan untuk menyatakan
tujuan luas dari unjuk kerja rumah sakit.
Misi merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan
rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengaharapan
dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut.
2.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit(4)
2.3.1 Tugas Rumah Sakit
Tugas Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun
2009, yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
2.3.2 Fungsi Rumah Sakit
Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi yaitu:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dan pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan tekhnologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.4 Klasifikasi Rumah Sakit(1,5)
2.4.1 KepemilikanKlasifikasi rumah sakit berdasarkan kepemilikan dibedakan menjadi :
1. Rumah sakit pemerintah yaitu rumah sakit yang langsung dikelola
Departemen Kesehatan,
2. Rumah sakit pemerintah daerah,
3. Rumah sakit militer,
4. Rumah sakit BUMN,
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 3/12
6
5. Rumah sakit sukarela atau rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat,
terdiri dari rumah sakit hak milik yang tujuan utamanya untuk mencari
laba (profit) dan rumah sakit yang tujuan utamanya bukan untuk mencari
laba atau disebut rumah sakit nirlaba.
2.4.2 Jenis Pelayanan
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan dibedakan menjadi :
1. Rumah sakit umum, yang memberikan pelayanan kepada berbagai
penderita dengan berbagai jenis kesakitan, pelayanan diagnosis dan terapi
untuk berbagai kondisi medik.
2. Rumah sakit khusus, yang memberikan pelayanan diagnosis dan
pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah
maupun non bedah. Contohnya Rumah Sakit Mata dan Rumah Sakit
Bersalin.
2.4.3 Lama Tinggal
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan lama tinggal dibedakan menjadi :
1. Rumah sakit perawatan jangka pendek, yang merawat penderita kurang
dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi akut dan kasus darurat.
2. Rumah sakit perawatan jangka panjang, yang merawat penderita lebih
dari 30 hari, misalnya penderita kondisi psikiatri.
2.4.4 Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan fasilitas pelayanan dibedakan menjadi :
1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah diklasifikasikan berdasarkan
pada unsur pelayanan, ketenagaan fisik dan peralatan, sebagai berikut :a) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic spesialistik
luas dan subspesialistik luas
b) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dsn kemampuan pelayanan medik sekurang-
kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 4/12
7
c) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
dasar.
d) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.(5)
2. Rumah Sakit Umum (RSU) Swasta diklasifikasi berdasarkan Kepmenkes
RI No. 806b/MenKes/SK/XII/1987, adalah:
a. RSU Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat
umum.
b. RSU Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat
umum dan spesialistik dalam 4 cabang.
c. RSU Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat
umum, spesialistik dan sub spesialistik.(1)
Adapun klasifikasi rumah sakit berdasarkan kapasitas tempat tidur
dibedakan menjadi :
1. Di bawah 50 tempat tidur,
2. 50-99 tempat tidur,
3. 100-199 tempat tidur,
4. 200-299 tempat tidur,
5. 300-399 tempat tidur,
6. 400-499 tempat tidur,
7. 500 tempat tidur dan lebih.
2.4.5 Afiliasi Pendididikan
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan afiliasi pendididikan dibedakan
menjadi:
1. Rumah sakit pendidikan, yang melaksanakan program pelatihan residensi
dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis lain.
2. Rumah sakit non pendidikan, yang tidak memiliki program pelatihan
residensi dan tidak ada afiliasi dengan universitas.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 5/12
8
2.4.6 Status Akreditasi
Klasifikasi rumah sakit berdasarkan status akreditasi dibedakan menjadi:
1. Rumah sakit terakreditasi, yang telah diakui secara formal oleh suatu
badan sertifikat yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit
telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
2. Rumah sakit belum terakreditasi.
2.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Struktur organisasi rumah sakit di Indonesia pada umumnya terdiri atas Badan
Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat dan
Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur,komite medik, satuan pengawas dan berbagai bagian dari instalasi. Tergantung
pada besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu sampai empat wakil direktur.
Wakil direktur umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil
direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur keuangan dan
administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite
medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis dari semua
disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik adalah wadah nonstruktural
yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. (1)
Menurut Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009, setiap rumah sakit memiliki
organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi rumah sakit paling
sedikit terdiri atas Kepala rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.(4)
2.6 Tenaga Kesehatan Rumah Sakit(4)
Rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan
penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen
Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan harus
sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 6/12
9
2.7 Panitia Farmasi dan Terapi
2.7.1 Anggota dan Kriteria Keanggotaan
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
PFT mengevaluasi penggunaan klinis obat, mengembangkan kebijakan-kebijakan
dalam mengatur penggunaan obat dan administrasi obat dan juga mengatur sistem
formularium.(1)
PFT mempunyai dua tujuan utama, yang pertama adalah menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya, yang
kedua adalah melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan
pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
dengan kebutuhan.(6)
PFT mempunyai susunan dan tata kerja sebagai berikut :
1. PFT terdiri dari dokter, apoteker, perawat, pegawai administrasi, koordinator
jaminan mutu dan berbagai ahli jika diperlukan.
2. PFT dipimpin oleh seorang dokter dan sebagai sekretaris adalah seorang
apoteker (Kepala IFRS).
3. PFT tersebut harus mengadakan rapat secara teratur, paling sedikit enam kali
dalam setahun dan dapat lebih sering jika diperlukan.
4. PFT dapat mengundang orang-orang yang berada di dalam atau di luar
organisasi yang dapat memberikan kontribusinya ke dalam suatu pertemuan.
5. Sekretaris harus telah menyiapkan agenda dan materi pendukung dan
menyampaikannya kepada anggota komite sebelum pertemuan dilangsungkan.
6. Usulan-usulan PFT disampaikan kepada staf medik untuk dapat diterima dan
direkomendasikan.
7. Hubungan dengan PFT lain yang ada hubungannya dengan penggunaan obat
harus dipelihara.
8. Segala kegiatan PFT secara rutin harus diinformasikan kepada staf pelayanan
di rumah sakit.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 7/12
10
9. Panitia harus diatur untuk menjalankan objektivitas dan harus rekomendasi
untuk melaksanakan pendidikan.
Dalam merumuskan kebijaksanaan penggunaan obat, PFT harus memperhatikan
isi dan perubahan-perubahan mengenai pedoman kebijaksanaan organisasi
profesional.(6)
2.7.2 Fungsi dan Ruang Lingkup Kerja PFT(6)
1. Berpartisipasi dalam suatu kapasitas evaluasi, pendidikan, bertindak sebagai
penasehat kepada staf medis dan pimpinan rumah sakit dalam hal yang
berkaitan dengan penggunaan obat.
2. Mengembangkan formularium obat yang dapat diterima penggunaannya di
Rumah Sakit dan melakukan revisi secara tetap. Seleksi obat yang dimasukkan
ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi objektif terhadap
manfaat terapi, keamanan dan harga.
3. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat
yang aman dan efektif.
4. Menetapkan atau merencanakan program pendidikan yang sesuai bagi staf
profesi di rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan
obat.
5. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi,
pemberian dan penggunaan obat.
6. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan yang terjadi di rumah
sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya
kembali.
7. Memprakarsai atau memimpin program dan studi Evaluasi Penggunaan Obat
(EPO), pengkajian hasil EPO dan membuat rekomendasi yang tepat untuk
mengoptimalkan penggunaan obat.
8. Memberikan saran kepada IFRS mengenai pelaksanaan distribusi obat dan
prosedur pengendalian yang efektif.
9. Mengevaluasi, menyetujui, atau menolak obat yang diusulkan untuk
dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 8/12
11
10.Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan
menempatkan setiap obat pada suatu kategori tertentu.
11.Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan menetapkan standar optimal
untuk terapi obat yang rasional.
2.7.3 Kewajiban PFT(6)
Kewajiban PFT antara lain sebagai berikut :
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.
2.8 Sistem Formularium(1)
Sistem Formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu
rumah sakit yang bekerja melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT),
mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat
yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hanya
obat yang terpilih yang disediakan secara rutin di IFRS. Jadi, dengan adanya
sistem formularium, mutu dan harga obat yang digunakan di rumah sakit dapat
dikendalikan. Sistem formularium menetapkan pengadaan, penulisan,
“dispensing ”, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan
nama generik apabila obat itu tersedia dalam dua nama tersebut. Salah satu
karakteristik penting dari suatu sistem formularium ialah bahwa sistem itu
mencerminkan pertimbangan klinik mutakhir dari staf medik rumah sakit tempat
sistem itu diterapkan. Sistem tersebut harus lentur dan dinamis. Hasil utama dari
pelaksanaan sistem formularium adalah formularium rumah sakit.
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 9/12
12
2.9 Instalasi Farmasi Rumah Sakit(1)
2.9.1 Definisi Instalasi Rumah Sakit Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit di suatu rumah
sakit dibawah pimpinan seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional yang melaksanakan seluruh pekerjaan
kefarmasian secara luas, baik pelayanan farmasi nonklinik maupun pelayanan
farmasi klinik.
2.9.2 Tugas Dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita sampai
dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk
semua unit termasuk poliklinik rumah sakit. Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di
rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan
semua aspek yang berkaitan dengan obat, perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan di rumah sakit tersebut.
Tanggung jawab IFRS adalah mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas
dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai
bagian atau unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan
rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.
Untuk melaksanakan tugas dengan pelayanan farmasi IFRS mempunyai berbagai
fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi non klinik dan fungsi klinik.Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian
terpadu dan segera dari pelayanan pasien, serta lebih sering merupakan tanggung
jawab Apoteker rumah sakit. Fungsi nonklinik biasanya tidak memerlukan
interaksi dengan profesional kesehatan lain, walaupun semua pelayanan farmasi
harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Sebaliknya fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 10/12
13
bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan
profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien.
2.9.3 Lingkup Fungsi IFRS
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan yang luas tersebut, IFRS
mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi non klinik
dan fungsi klinik. Fungsi non klinik biasanya pelayanan yang dilakukan tidak
secara langsung sebagai bagian terpadu dan segera dari pelayanan penderita, lebih
sering merupakan tanggung jawab apoteker Rumah Sakit. Pelayanan ini tidak
memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, tetapi walaupun
demikian semua pelayanan farmasi di rumah sakit disetujui oleh staf medismelalui panitia Farmasi dan Terapi (PFT). Contoh pelayanan Farmasi Non Klinik
yaitu pelayanan farmasi produk. Adapun hal – hal yang termasuk dalam pelayanan
farmasi produk antara lain: desain atau pengembangan produk, penetapan
spesifikasi produk, penetapan kriteria dan pemilihan pemasok, proses pembelian,
proses produksi, pengujian mutu, dan penyiapan produk tersebut bagi penderita.
Singkatnya pelayanan farmasi produk terdiri dari proses perencanaan, penerimaan
dan penyimpanan barang.
Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari pelayanan
pasien dan memerlukan interaksi dengan pasien dan atau profesional kesehatan
lain yang terlibat dalam perawatan pasien. Pelayanan farmasi klinik adalah
penerapan pengetahuan obat untuk kepentingan pasien, dengan memperhatikan
kondisi penyakit pasien dan kebutuhannya untuk mengerti terapi obatnya.
Lingkup pelayanan farmasi klinik yang umum diberikan di rumah sakit meliputi:
Pemberian informasi obat kepada profesional pelayan kesehatan; wawancara
sejarah obat pasien; seleksi sediaan obat; pembuatan, pemeliharaan dan
pemutakhiran Profil Pengobatan Penderita (P3); Pemantauan Terapi Obat (PTO),
pendidikan dan konseling pasien; partisipasi dalam Evaluasi Penggunaan Obat
(EPO); Pendidikan “in service” bagi dokter, perawat, dan profesional pelayan
kesahatan lain; pemantauan dan pelaporan Reaksi Obat Merugikan (ROM);
partisipasi apoteker dalam kunjungan tim medis ke ruang pasien (“visite”);
partisipasi dalam sistem formularium rumah sakit; pelayanan farmakokinetik
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 11/12
14
klinik; pengendalian infeksi; kegiatan penelitian; keterlibatan apoteker dalam
berbagai komite pelayanan pasien; pelayanan farmasi klinik yang lain. (6)
2.9.4 Sistem Distribusi Obat
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel,
prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu, dan berorientasi pasien dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasi kepada pasien. Sistem
distribusi obat di setiap rumah sakit untuk pasien rawat tinggal bervariasi
tergantung dari kebijakan rumah sakit, kondisi, dan keberadaan fasilitas fisik,
personel dan tata ruang rumah sakit tersebut. Sistem distribusi obat mencakup
penghantaran sediaan obat yang telah di dispensing Instalasi Farmasi Rumah Sakit(IFRS) ke daerah tempat perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat,
ketepatan pasien, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian dan
ketepatan personel pemberi obat kepada pasien serta keutuhan mutu obat.
Jenis sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap pada dasarnya ada beberapa
jenis yaitu:
1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien.
Dalam sistem ini perbekalan farmasi disipakan dan didistribusikan oleh IFRS
sesuai yang tertulis pada resep. Keutungan sistem distribusi ini adalah semua
resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien. Serta memberikan
kesempatan untuk berinteraksi antara apoteker, dokter, perawat dan pasien,
juga dapat mengendalikan perbekalan dan mempermudahkan penagihan biaya.
Kekurangan sistem distribusi resep individual adalah memerlukan waktu yang
lebih lama dan pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan/ floor stock
Dalam sistem distribusi lengkap di ruangan, semua obat yang dibutuhkan
pasien tersedia dalam ruangan penyimpanan obat diruang tersebut, kecuali obat
yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Definisi dari sistem
7/15/2019 BAB II
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-563383837bc64 12/12
15
distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran
sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan
dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit obat dari
wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut.
Keuntungan sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah pelayanan
lebih cepat, menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai
ke IFRS, serta dapat mengurangi penyalinan order perbekalan farmasi.
Kelemahan sistem distribusi ini dapat terjadi kesalahan perbekalan farmasi
sangat meningkat karena order perbekalan farmasi tidak dikaji oleh apoteker,
pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh perawat, serta
meningkatkan pencurian dan bahaya karen akerusakan obat.
3. Sistem distribusi obat dosis unit
Sistem distribusi obat dosis unit adalah perbekalan farmasi yang diorder oleh
dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi
yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Sistem dosis unit dapat
berbeda dalam bentuk tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit.
Keuntungan sistem distribusi ini pasien mebayar perbekalan farmasi yang
dikonsumsinya saja, mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi,
menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
Kelemahannya adalah meningkatkan kebutuhan tenaga farmasi dan
meningkatkan biaya operasional
4. Sistem distribusi kombinasi
Didefinisikan sebagai sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi
resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di
ruangan yang terbatas.