bab ii

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Forensik 2.1.1 Definisi Ilmu Forensik Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000). Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Upload: puspita-diah

Post on 03-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan pkl

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ilmu Forensik2.1.1 Definisi Ilmu ForensikIlmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000). Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.

2.1.2 Ruang Lingkup Ilmu ForensikCabang-cabang ilmu forensik lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi forensik, odontologi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi / biologi molekuler forensik. Biologi molekuler forensik lebih dikenal dengan DNA-forensic.Kriminalistik merupakan penerapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu alam pada pengenalan, pengumpulan / pengambilan, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi dari bukti fisik, dengan menggunakan metode / teknik ilmu alam di dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan (Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah tentunya seorang ilmuwan forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian (analisis) berbagai jenis bukti fisik, dia melakukan indentifikasi kuantifikasi dan dokumentasi dari bukti-bukti fisik. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi, diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan (keterangan ahli) dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan (Eckert 1980). Sebelum melakukan tugasnya, seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan atau pendidikan dalam penyidikan tempat kejadian perkara yang dibekali dengan kemampuan dalam pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik secara cepat. Di dalam perkara pidana, kriminalistik sebagaimana dengan ilmu forensik lainnya, juga berkontribusi dalam upaya pembuktian melalui prinsip dan cara ilmiah. Kriminalistik memiliki berbagai spesilisasi, seperti analisis (pengujian) senjata api dan bahan peledak, pengujian perkakas (toolmark examination), pemeriksaan dokumen, pemeriksaan biologis (termasuk analisis serologi atau DNA), analisis fisika, analisis kimia, analisis tanah, pemeriksaan sidik jari laten, analisis suara, analisis bukti impresi dan identifikasi.Kedokteran Forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik mempelajari hal ikhwal manusia atau organ manusia dengan kaitannya peristiwa kejahatan.Toksikologi Forensik, Toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia (racun) terhadap mekanisme biologi. Racun adalah senyawa yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Lebih khusus, toksikologi mempelajari sifat fisiko kimia dari racun, efek psikologi yang ditimbulkannya pada organisme, metode analisis racun baik kualitativ maupun kuantitativ dari materi biologik atau non biologik, serta mempelajari tindakan-tidankan pencegahan bahaya keracunan.Odontologi Forensik, bidang ilmu ini berkembang berdasarkan pada kenyataannya bahwa: gigi, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese (penggantian gigi yang rusak), struktur rongga rahang atas sinus maxillaris, rahang, struktur tulang palatal (langit-langit keras di atas lidah), pola dari tulang trabekula, pola penumpukan krak gigi, tengkuk, keriput pada bibir, bentuk anatomi dari keseluruhan mulut dan penampilan morfologi muka adalah stabil atau konstan pada setiap individu. Berdasarkan kharkteristik dari hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelusuran identitas seseorang (mayat tak dikenal). Sehingga bukit peta gigi dari korban, tanda / bekas gigitan, atau sidik bibir dapat dijadikan sebagai bukti dalam penyidikan tindak kejahatan.Psikiatri forensik, seorang spikiater berperan sangat besar dalam bebagai pemecahan masalah tindak kriminal. Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnose prilaku, kepribadian, dan masalah psikis sehingga dapat memberi gambaran sikap (profile) dari pelaku dan dapat menjadi petunjuk bagi penyidik. Pada kasus pembunuhan mungkin juga diperlukan otopsi spikologi yang dilakukan oleh spikiater, spikolog, dan patholog forensik, dengan tujuan penelaahan ulang tingkah laku, kejadian seseorang sebelum melakukan tindak kriminal atau sebelum melakukan bunuh diri. Masalah spikologi (jiwa) dapat memberi berpengaruh atau dorongan bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, atau perbuatan bunuh diri.Entomologi forensik, Entomologi adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini memperlajari jenis-jenis serangga yang hidup dalam fase waktu tertentu pada suatu jenasah di tempat terbuka. Berdasarkan jenis-jenis serangga yang ada sekitar mayat tersebut, seorang entomolog forensik dapat menduga sejak kapan mayat tersebut telah berada di tempat kejadian perkara (TKP).Antrofologi forensik, adalah ahli dalam meng-identifikasi sisa-sisa tulang, tengkorak, dan mumi. Dari penyidikannya dapat memberikan informasi tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, dan waktu kematian. Antrofologi forensik mungkin juga dapat mendukung dalam penyidikan kasus orang hidup, seperti indentifiksi bentuk tengkorak bayi pada kasus tertukarnya anak di rumah bersalin. Balistik forensik, bidang ilmu ini sangat berperan dalam melakukan penyidikan kasus tindak kriminal dengan senjata api dan bahan peledak. Seorang balistik forensik meneliti senjata apa yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut, berapa jarak dan dari arah mana penembakan tersebut dilakukan, meneliti apakah senjata yang telah digunakan dalam tindak kejahatan masih dapat beroperasi dengan baik, dan meneliti senjata mana yang telah digunakan dalam tindak kriminal tersebut. Pengujian anak peluru yang ditemukan di TKP dapat digunakan untuk merunut lebih spesifik jenis senjata api yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut.Pada bidang ini memerlukan peralatan khusus termasuk miskroskop yang digunakan untuk membandingkan dua anak peluru dari tubuh korban dan dari senjata api yang diduga digunakan dalam kejahatan tersebut, untuk mengidentifikasi apakah memang senjata tersebut memang benar telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Dalam hal ini diperlukan juga mengidentifikasi jenis selongsong peluru yang tertinggal. Dalam penyidikan ini analisis kimia dan fisika diperlukan untuk menyidikan dari senjata api tersebut, barang bukti yang tertinggal. Misal analisis ditribusi logam-logam seperti Antimon (Sb) atau timbal (Pb) pada tangan pelaku atau terduga, untuk mencari pelaku dari tindak kriminal tersebut. Atau analisis ditribusi asap (jelaga) pada pakaian, untuk mengidentifikasi jarak tembak.Serologi dan Biologi molekuler forensik, Seiring dengan pesatnya perkembangan bidang ilmu biologi molekuler (imunologi dan genetik) belakangan ini, pemanfaatan bidang ilmu ini dalam proses peradilan meningkat dengan sangat pesat. Farmasi Forensik, Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Farmasi adalah seni dan ilmu meracik dan menyediaan obat-obatan, serta penyedian informasi yang berhubungan dengan obat kepada masyarakat. Seperti disebutkan sebelumnya, forensik dapat dimengerti dengan penerapan/aplikasi itu pada issu-issu legal, (berkaitan dengan hukum). Penggabungan kedua pengertian tersebut, maka Forensik Farmasi dapat diartikan sebagai penerapan ilmu farmasi pada issu-issu legal (hukum) (Anderson, 2000). Farmasis forensik adalah seorang farmasis yang profesinya berhubungan dengan proses peradilan, proses regulasi, atau pada lembaga penegakan hukum (criminal justice system) (Anderson, 2000). Domain dari forensik farmasi adalah meliputi, farmasi klinik, aspek asministrativ dari farmasi, dan ilmu farmaseutika dasar.

2.1.3 Peran Ilmu Forensik dalam Penyelesaian Kasus KejahatanPerdanakusuma (1984) mengelompokkan ilmu forensik berdasarkan peranannya dalam menyelesaikan kasus-kasus kriminal ke dalam tiga kelompok, yaitu:1. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah hukum.Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai masalah hukum adalah aspek pertama dari tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.2. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah teknis.Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis, karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya maupun alat yang digunakannya memerlukan penganan secara teknis dengan menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara pidana. Dalam kelompok ini termasuk ilmu kriminalistik, kedokteran forensik, kimia forensik, fisika forensik, toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler forensik, odontologi forensik, dan entomogoli forensik.3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak kriminal sebagai masalah manusia.Dalam kelompok ini termasuk kriminologi, psikologi forensik, dan psikiatri/neurologi forensik. Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan objek penghukuman dari tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan perbuatannya, manusia tidak terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Disamping itu, kodrat manusia sebagai mahluk sosial, yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal (dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan faktor eksternal (dipengaruhi oleh lingkungannya).

Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensik dalam menyelesaikan masalah / kasus-kasus kriminal lebih banyak pada penanganan kejahatan dari masalah teknis dan manusia. Sehingga pada umumnya laboratorium forensik dimanfaatkan untuk kepentingan peradilan, khususnya perkara pidana.

2.2 Laboratorium Forensik MABES POLRI2.2.1 Deskripsi Umum Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya Laboratorium forensik merupakan salah satu laboratorium penelitian tindak pidana yang ada di Indonesia. Manfaat laboratorium forensik secara umum adalah untuk menganalisis berbagai macam barang bukti untuk membantu menyidik berbagai kasus kriminal. Adapun didirikannya laboratorium forensik memuat beberapa tujuan, yaitu :1. pembuktian proses tindak pidana dengan dasar ilmu forensik;2. pembuktian secara ilmiah setiap kasus melalui pemeriksaan tingkat laboratorium yang dilakukan oleh POLRI;3. meningkatkan kinerja dan keahlian para ahli untuk menggali dan menerapkan ilmu forensik terhadap berbagai kasus kriminalitas secara empiris untuk membantu kepentingan menegakkan hukum.Laboratorium forensik (Labfor) pertama yang ada di Indonesia ada di Jakarta yang berdiri pada tanggal 15 Januari 1954 dengan dikeluarkan surat Kepala Kepolisian Negara Nomor : 1/VIII/1954, dibentuklah Seksi Interpol dan Seksi Laboratorium, di bawah Dinas Reserse Kriminil. Akan tetapi pada tahun 1960, dengan peraturan Menteri Muda Kepolisian Nomor : 1/PRT/MMK/1960 tanggal 20 Januari 1960, Seksi Laboratorium dipisahkan dari Dinas Reserse Kriminil Markas Besar Polisi Negara dan ditempatkan langsung di bawah Komando dan Pengawasan Menteri Muda Kepolisian dengan nama Laboratorium Departemen Kepolisian. Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1963, dengan Instruksi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian No. Pol : 4/Instruksi/1963 tanggal 25 Januari 1963, dilakukan penggabungan Laboratorium Departemen Kepolisian dengan Direktorat identifikasi menjadi Lembaga Laboratorium dan Identifikasi Departemen Kepolisian. Perubahan kembali terjadi pada tahun 1964, dilakukan pemisahan kembali Direktorat Identifikasi dengan Laboratorium Kriminal dengan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian No. Pol :11/SK/MK/1964 tanggal 14 Pebruari 1964.Pada tahun 1970, Laboratorium Kriminal yang berada langsung dibawah Kepala Kepolisian Negara dikembalikan di bawah Komando Utama Pusat Reserse dengan nama Laboratorium Kriminil Koserse dengan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Nomor: Skep/A/385/VIII/1970. Pada tahun 1992 terjadi perubahan nama dari Laboratorium Kriminal menjadi Laboratorium Forensik berdasarkan Surat Keputusan Pangab No. Kep/11/X/1992, tanggal 5 Oktober 1992. Dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 terjadi perubahan nama dari Korserse menjadi Bareskrim maka sampai sekarang Puslabfor berkedudukan di bawah Bareskrim Polri atau menjadi Puslabfor Bareskrim Polri, dan sampai saat ini Puslabfor telah mempunyai 6 Laboratorium Forensik Cabang (Labforcab) yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: SKEP/1176/X/1999, yang tersebar dalam beberapa wilayah hukum sebagai berikut:1. Labfor Cabang Medan meliputi Polda NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Riau2. Labfor Cabang Palembang meliputi Polda Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, dan Bengkulu.3. Labfor Pusat meliputi Polda Metro Jaya, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.4. Labfor Cabang Semarang meliputi Polda Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta.5. Labfor Cabang Surabaya meliputi Polda Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.6. Labfor Cabang Denpasar meliputi Polda Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.7. Labfor Cabang Ujung Pandang meliputi Polda Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.

Gambar 1. Wilayah Pelayanan Puslabfor di Indonesiahttp://www.labfor.polri.go.id

2.2.2 Sejarah Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya Sejarah berdirinya laboratorium forensik polri cabang Surabaya berasal dari order kepala kepolisian negara NO. : 1/ VII / 1954 tanggal 15 Januari 1954, tentang pembentukan seksi laboratorium pada dinas reserse kriminal / DKN. Laboratorium forensik polri cabang Surabaya resmi berdiri dengan skep kepala kepolisian negara NO. : 26 / LAB / 1957 tanggal 16 April 1957, dengan initial LABORATORIUM KRIMINIL CABANG SURABAYA. Tahun 1998 initial LABORATORIUM KRIMINIL CABANG SURABAYA diganti menjadi LABORATORIUM FORENSIK POLRI CABANG SURABAYA. Tugas pokok dan fungsi laboratorium forensik polri cabang Surabaya diantaranya,a. Melaksanakan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP & Laboratoris Kriminalistik Barang Buktib. Melaksaan pembinaan dan pengembangan sumber daya Labfor meliputi SDM, Sismet, Matfasjas dan instrument dalam rangka menjamin mutu pemeriksaanc. Menyelenggarakan pembinaan teknis fungsi labfor kepada polri dan pelayanan umum fungsi labfor kepada masyarakat.2.2.3 Struktur Organisasi Laboratorium Forensik Polri Cabang SurabayaKALABFOR CAB

WAKALABFOR CAB

SUBBIDFISKOMFORSUBBID BALMETFORSUBBIDDOKUPALFORSUBBIDNARKOBAFORSUBBID KIMBIOFORKASUBBAG RENMINPAUR KEU

2.2.4 Visi dam Misi Laboratorium Forensik Polri Cabang SurabayaA. Visi :Sanyata Karya DharmaLabfor Cabang Surabaya sebagai fungsi forensik yang mendukung pelaksanaan penegakkan hukum dengan berbasis sains dan teknologi melalui sinergi komunitas forensik untuk memberikan kepastian hukum serta mewujudkan aparat penegak hukum dan masyarakat yang berwawasan forensik.

B. MisiBerdasarkan pernyataan visi yang dicita-citakan tersebut diatas, selanjutnya diuraikan dalam misi Labfor Cabang Surabaya yang mencerminkan koridor tugas sebagai berikut:1) Melaksanakan pembangunan kekuatan Labfor Cabang Surabaya baik sistem dan metode personel, materiil, fasilitas, jasa dan kesejahteraan.2) Memelihara dan meningkatkan profesionalisme personel, meningkatkan upaya pemeliharaan dan operasional peralatan, serta mengupayakan tercapainya sistem dan metode pemeriksaan ilmiah yang standart sehingga mampu memberikan hasil pemerikasaan yang valid (akurat, teliti, dan reproducible).3) Melaksanakan penggunaan kekuatan Labfor Cabang Surabaya dalam upaya pembuktian secara ilmiah sehingga tercipta kepastian hukum bagi masyarakat.4) Melaksanakan pemeriksaan laboratoris barang bukti dan pemeriksaan teknis di TKP dalam memberikan dukungan penyelidikan dan penyidikan kepada jajaran polri serta instansi lain yang terkait.5) Menyelenggarakan pembinaan teknis fungsi laboratorium forensik kepada aparat penegak hukum melalui sosialisasi dan bimbingan teknis berdasarkan petunjuk petunjuk bidang laboratorium forensik.6) Menyelenggarakan sosialisasi fungsi forensik kepada instantsi di luar Polri maupun masyarakat, sehingga terwujud masyarakat yang berwawasan forensik.7) Menyelenggarakan kerjasama dengan instansi terkait berupa MoU dalam rangka pemeriksaan barang bukti dan Olah TKP guna mencapai Grand Strategi Polri pada tahap Partnership Building di tahun 2012.

2.2.5 Bidang-bidang Pemerikasaan pada Labfor Cabang Surabayaa. Sub Bidang Narkoba Forensik (Subbid Narkobafor)Subbid Narkobiofor menangani pemeriksaan narkotika, psikotropika, dan obat berbahaya lainnya.b. Sub Bidang Kimia Biologi Forensik (Subbid Kimbiofor)Menangani pemeriksaan berupa bahan kimia (pemalsuan hasil/produk industri); biologi atau serelogi (darah, sperma, urin, air liur); DNA dan toksikologi (keracunan / peracunan, pencemaran limbah industri)c. Sub Bidang Dokumen Palsu Forensik (Subbid Dokupalfor)Menangani pemeriksaan teknis TKP dan analisis laboratorium barang bukti berupa dokumen palsu, produk cetak, tanda tangan dan tulisan tangan, sampel, ijasah, kartu kredit, keping CD, dan fotografi untuk membantu proses penyelidikan tindak pidana.d. Sub Bidang Balistik Metalurgi Forensik (Subbid Balmetfor)Menangani pemeriksaan balistik metalurgi forensik berupa senjata api, peluru, logam palsu, nomor mesin, nomor rangka kendaraan bermotor dan nomor mesin kendaraan, serta bahan peledak.e. Sub Bidang Fisika Komputer Forensik (Subbid Fiskomfor)Menangani pemeriksaan berupa tool mark, kendaraan dan pembakaran, laka lantas dan laka kerja, kebohongan (lie detector), serta komputer forensik.Pemeriksaan terhadap Barang Bukti harus didahului adanya pengajuan permintaan Barang Bukti. Adapun yang berwenang mengajukan permintaan pemeriksaan barang bukti yaitu:1. Penyidik POLRI2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)3. Polisi Militer (TNI)4. Kejaksaan / Jaksa5. Pengadilan Negeri / HakimAdapun syarat yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan barang bukti adalah:a. Surat permintaan yang jelasb. Lampiran surat-surat formal / yuridis / otentik:a) Laporan Kejadian/ Laporan Polisi / Berita Acara Pemeriksaan TKP /Laporan Kemajuanb) Berita Acara Penyitaan Barang Buktic) Berita Acara Penyisihan Barang Buktid) Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan.e) Bila hasil otopsi, sertakan visum et repertum, contoh bahan pengawet dalam kasus yang menyangkut tubuh dan nyawa manusiaf) Berita acara / surat mengenai keaslian bahan pembanding dalam kasus pemalsuan hasil industri, pemalsuan dokumeng) Surat-surat lain yang dianggap perluh) Ketentuan ini berlaku untuk semua jenis barang bukti tetapi ketentuan tersebut dikhususkan berdasarkan jenis barang buktinya.

2.3 Bahan Peledak2.3.1 Pengertian Bahan PeledakBahan peledak dapat di defenisikan sebagai suatu bahan atau campuran bahan yang dengan spontan dapat berubah secara kimia tanpa suplay oksigen dari luar dan melepaskan energi dalam jumlah besar yang ditandai dengan pengembangan gas panas, atau dengan kata lain adalah suatu bahan kimia berupa senyawa tunggal atau campuran yang berbentuk padat atau cair yang apabila dikenai oleh suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan berubah menjadi bahan-bahan yang lebih stabil yang sebagian atau seluruhnya dalam berbentuk gas dan disertai dengan tekanan dan panas yang sangat tinggi. Secara legal bahan peledak banyak digunakan dalam dunia industri yang digunakan dalam pertambangan seperti pada pengeboran minyak, mmenghancurkan batu-batuan dipegunungan dan kebutuhan pertambangan lainnya, demikian juga banyak digunakan untuk kepentingan militer misalnya sebagai demolisi, roket, propellant dan kebutuhan militer yang lain, dimana bahan peledak untuk kedua kegunaan tersebut diatas setelah diproduksi secara berkala dianalisa untuk quality control. Akan tetapi secara illegal bahan peledak juga digunakan oleh kelompok terorist dan pelaku-pelaku kriminal untuk pembuatan bom rakitan yaitu dengan rancangan sedemikian rupa dengan bahan- bahn lain secara tidak sah untuk tujuan dapat menimbulkan ledakan ( Lentz, R. Robert 1976 ). Pada prinsipnya suatu ledakan adalah merupakan reaksi kimia yang terjadi secara spontan dimana pada umumnya kita mengenal reaksi kimia dapat terjadi secara termodinamika dan termokinetika. Namun demikian pada reaksi kimia bahan peledak terjadinya suatu reaksi juga sangat dipengaruhi oleh adanya suatu energi gelombang yang dikenal dengan shock wave dimana jenis reaksi ini dikenal dengan sono chemistry karena terjadinya reaksi kimia adalah disebabkan oleh energi gelombang dan reaksi ini umumnya dikelompokkan dalam reaksi detonasi yaitu merupakan reaksi kimia sangat cepat dan biasanya berada dalam wilayah kecepatan subsonic yang diawali dengan panas, disertai dengan shock compression dan membebaskan energi yang mempertahankan shock wave serta berakhir dengan ekspansi hasil reaksi, tetapi apabila reaksi yang terjadi berada pada kecepatan dibawah subsonic dikenal dengan deflagrasi (deflagration) yang umumnya terjadinya reaksi disebabkan oleh adanya konduksi panas. Bahan peledak secara umum dapat dikelompokkan menjadi bahan peledak organik misalnya TNT, PETN, RDX, Nitrogliceryne dan lain-lain yang dapat meledak berupa senyawa tunggal tanpa membutuhkan penambahan reduktor karena pada reaksinya terjadi autoredoks, sedangkan bahan peledak anorganik biasanya berfungsi sebagai bahan peledak berupa campuran senyawa misalnya campuran kalium nitrat, belerang dan karbon black powder, campuran kalium klorat dan aluminium powder ( flash powder) yang mana reaksinya adalah berupa reaksi reduksi-oksidasi antara oksidator dan reduktor. Demikian juga sebagai pemicu ledakan dari kedua jenis bahan peledak ini berbeda yaitu untuk senyawa organik ledakan terjadi dengan adanya shock wave sedangkan untuk senyawa anorganik ledakan yang terjadi pada umumnya dipicu oleh adanya konduksi panas (Murray S G, Mechanism of Explosion in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000).

2.3.2 Penggolongan Bahan PeledakPenggolongan bahan peledak bukan hanya ditentukan berdasarkan kedua jenis tersebut diatas tetapi juga dapat dilakukan berdasarkan struktur kimia, kegunaannya, penempatannya dalam rantai detonasi dan berdasarkan sifat-sifat ledakannya yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Berdasarkan struktur kimianya 1) Bahan peledak nitro organik yang umumnya terdiri dari : - Nitro Aromatis : asam pikrat, TNT, 2,4 DNT dan lain-lain. - Nitrate ester : ethyleneglycol Dinitrate (EGDN), Glycerol Trinitrate (NG), Penta Eryhrithol Tetra Nitrat (PETN) dan lain-lain. - Nitramine : 1,3,5 trinito 1,3,5 triazacyclo hexane (RDX),1,3,5,7 tetra nitro- 1,3,5,7 tetraza cyclooctane (HMX). 2). Peroksida organik : TATP, HMTD dan lain-lain. 3). Garam organik : ammonium nitrat. 4). Campuran oksidator dan reduktor, black powder, propellant dan lain- lain.

b. Berdasarkan kegunaannya 1). Bahan peledak militer : TNT, PETN, RDX. 2). Bahan peledak industri dinamit, amonium nitrat, emulsion explosives. 3). Bahan peledak improvisasi pembuatan illegal : kalium klorat dan gula ; kalium klorat, sulfur dan aluminium powder dan lain-lain.

c. Berdasarkan penempatan dalam rangkaian detonasi 1). Primary Explosive : mercury fulminate, lead azide, dan lain-lain. 2). Booster : PETN 3). Main charge : TNT, RDX, black powder, flash powder .

d. Berdasarkan sifat ledakannya 1). High explosive : TNT, RDX. 2). Low explosive : black powder, smokless powder.

2.3.3 Sifat-sifat Fisik Bahan Peledaka. DensityMassa jenis bahan peledak merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan efek ledakan. Makin tinggi massa jenis makin terpusat energi dalam bahan peledak tersebut sehingga makin besar efek ledakannya. Untuk menunjukkan massa jenis kadang-kadang ditemukan istilahh cartridge count, ialah angka yang menunjukkan jumlah cartridge bahan peledak. Loading density (de) adalah berat peledak per satuan panjang muatan dan dalam satuan British dinyatakan dalam lb/ft. Sedang diameter muatan (De) dinyatakan dalam inci. Dengan sendirinya makin rendah massa jenis makin tinggi cartridge count.

a. SensitifitySensitifitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan inisiasi bahan peledak atau kemudahan bagi suatu reaksi kimia bahan peledak yang terjadi dalam lubang tembak untuk menjalar melalui seluruh muatan. Sifat sensitif bahan peledak bervariasi tergantung pada komposisi kimia bahan peledak, diameter, dan temperatur.

b. Water ResistanceKetahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitifitas atau efisiensi. Contoh bahan peledak yang mempunyai ketahan terhadap air yang buruk adalah ANFO, sedangkan untuk bahan peledak jenis emulsi, watergel dan bagah peledak berbentuk cartridge sangat baik daya tahannya terhadap air.

c. Chemical StabilityKestabilan kimia bahan peledak maksudnya adalah kemampuan untuk tidak berubah secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempercepat ketidakstabilan kimiawi antara lain panas, dingin, kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan, dan fasilitas gudang bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat berupa kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas, dan penambahan densitas.

d. Characteristics of Fumes (Karakteristik Gas)Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas-gas, baik yang tidak beracun (non-toxic) maupun yang mengandung racun (toxic). Gas-gas hasil peledakan yang tidak beracun seperti uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan nitrogen (N2), sedangkan yang beracun adalah nitrogen monoksida (NO), nitrgen oksida (NO2), dan karbon monoksida (CO) .

2.3.4 Deflagrasi dan Detonasi. 2.3.4.1 Deflagrasi Suatu bahan peledak dapat mengalami dekomposisi pada kecepatan suara dalam material tersebut tanpa membutuhkan oksigen dari udara, dan reaksi ini dikenal dengan deflagrasi. Reaksi ini dapat berjalan karena pelepasan panas dari reaksi, dan produk yang dihasilkan berbanding terbalik dengan proses dekomposisi bahan peledak tersebut. Contoh reaksi deflagrasi adalah pembakaran suatu serbuk (powder) atau suatu bahan rocket. Jenis reaksi suatu bahan peledak apakah termasuk deflagrasi atau detonasi adalah sangat ditentukan oleh sejauh mana perlakuan terhadap bahan peledak dimaksud. Titik deflagrasi ( deflagration point ) dapat didefenisikan sebagai satu tempratur dimana dengan sedikit sampel bahan peledak yang ditempatkan dalam test tube dan dengan pemanasan dari luar terbakar menghasilkan nyala dan segera terdekomposisi. Misalnya : 0,5 gram sampel ( bahan peledak) dimasukkan kedalam test tube dan diimersikan kedalam suatu larutan logam (lebih disukai Wood, s metall ) bath pada suhu 1000C (2120 F), dan kenaikan temprature diatur 200C per menit sampai terjadi deflagrasi atau mengalami dekomposisi. Metode ini mempunyai kesamaan dengan metode resmi laid down dalam RID . Nitroselulosa dan nitroselulosa serbuk ditest dalam satu stirer parrafin bath dan dipanaskan dengan kenaikan suhu 50 C per menit. Proses deflagrasi disebut juga burning explosive yang dapat dijelaskan berdasarkan pelepasan energi dan gas melalui suatu reaksi yang terjadi di permukaan suatu bahan peledak. Pembakaran yang terjadi di permukaan suatu bahan peledak dapat terjadi karena tersedianya bahan bakar (fuel) didalam bahan itu sendiri dan dioksidasi oleh oksigen yang yang ada dalam bahan peledak itu sendiri. Jadi energi yang dikandung dalam sistim melibatkan suatu reaksi kimia yang kompleks dan menghasilkan pembakaran dengan panas yang lebih tinggi berupa lapisan-lapisan di permukaan. Dengan terjadinya pembakaran dipermukaan maka ini merupakan sumber panas dan sebagian besar panas tersebut akan terkonduksi ke bahan peledak dan segera menambah atau memperbesar pembakaran di permukaan sehingga menghasilkan suhu yang lebih tinggi. Untuk lebih memudahkan memahami uraian diatas dapat dilihat pada Gambar : 2.3 berikut ini.

Gambar 2. Proses pembakaran bahan peledakKecepatan pergerakan flame front dikenal dengan kecepatan pembakaran linier (r), kecepatan pembakaran massa tidak dapat diprediksi, misalnya berapa massa bahan peledak yang diubah menjadi panas dan gas. Pada peristiwa pembakaran dipermukaan ini terdapat hubungan antara luas permukaan bahan peledak, dan kecepatan pembakaran linier yang mempengaruhi mass burning rate yaitu :

2.3.4.2 Detonasi Pada suatu proses pembakaran biasanya terjadi diakibatkan oleh adanya konduksi panas terhadap suatu bahan peledak , sedangkan pada proses detonasi umumnya reaksi terjadi diakibatkan adanya aliran shock wave yang melewati bahan peledak tersebut sehingga dapat diartiakan bahwa mekanisme suatu pembakaran pada prinsipnya berbeda dengan mekanisme detonasi. Pergerakan shock wave dalam bahan peledak tersebut mempunyai kecepatan setidak-tidaknya sama dengan kecepatan suara di dalam bahan peledak itu sendiri dimana kecepatan suara dalam suatu bahan peledak disekitar 1800 m/det adalah ditentukan sebagai batas kecepatan minimum terjadinya suatu proses detonasi, namun demikian pada literatur lain ada juga yang menetapkan batas minimum suatu proses detonasi adalah 1500 m/det. Pada suatu proses detonasi maupun energi yang dilepaskan dalam suatu detonasi dapat dijelaskan dengan Gambar : 2.4 berikut ini. Shockwave diudara dari gelombang detonasi pada ledakan

Gambar 3. Proses detonasi suatu bahan peledakMekanisme yang terpenting pada proses detonasi antara lain adalah adanya suatu kondisi compress adiabatic diantara rongga mikroskopis serta effek batas kristal untuk menghasilkan keadaan hot spot yang bertumbuh sebagai suatu tekanan intensive dari shock wave yang melewati suatu bahan peledak dimana energi yang dilepaskan dan gas yang dihasilkan dalam zona reaksi selanjutnya segera didetonasi pada shock front. Zona reaksi yang mempertahankan tekanan dalam shock front menghasilkan suatu keadaan kecepatan steady-state yang dikenal dengan kecepatan detonasi atau disebut velocity of detonation (VOD). Berikut ini diberikan beberapa nilai parameter yang berkaitan dengan kecepatan detonasi untuk bahan peledak senyawa tunggal seperti yang terlihat pada Tabel : 2.1 berikut ini. Tabel 1. Parameter Detonasi dari beberapa bahan peledak

Ketebalan zona reaksi antara lain tergantung pada bahan peledak tersebut seperti tipe ledakannya yang berhubungan dengan secepat apa secara kimia dapat terjadi dan juga pada ukuran muatannya yang secara umum hanya beberapa milimeter. Bentuk atau model shock wave front tergantung pada garis pemisah muatan, dan secara teoritis ukuran muatan dan titik inisiasi tidak dapat ditentukan karena shock front segera menyebar keluar secara radial (Murray S G, Mechanism of Explosion in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000).

2.3.3.3 Kecepatan Detonasi dan Metode Dautriche Kecepatan detonasi adalah kecepatan penyebaran detonasi dalam suatu peledakan. Jika density dari suatu bahan peledak berada pada nilai maksimum , dan apabila bahan peledak yang diisikan kedalam kolom yang mana jumlah dan lebarnya sesuai diameter kritisnya, maka kecepatan detonasi adalah karakteristik dari masing-masing bahan peledak tersebut dan tidak dipengaruhi oleh faktor faktor eksternal. Kecepatan detonasi akan berkurang dengan berkurangnya density dari bahan peledak yang dimasukkan kedalam kolom. Kecepatan detonasi bahan peledak nitrogliserin dan nitroglikol dalam keadaan confined dan unconfined sangat berbeda nyata dan nilai ini dikenal dengan detonasi atas ( upper detonation ) dan detonasi bawah ( lower detonation ). Metode penentuan kecepatan detonasi dengan Dautriche Method dilakukan dengan memasukkan sampel (bahan peledak) yang akan ditentukan kedalam suatu kolom tertutup yang biasanya terbuat dari pipa besi. Kemudian dengan ukuran panjang tertentu dari kolom detonasi dilobangi (membuat loop ) dengan diameter masing-masing sesuai ukuran blasting caps. Kedua loop tersebut dipasang blasting caps dan dihubungkan dengan detonating cord yang dilewatkan melalui lembaran atau plat timah (Pb) dimana salah satu ujung plat merupakan pusat (center) atau pertengahan dari panjang detonating cord. Salah satu ujung pipa ( kolom detonasi ) dipasang detonator atau juga dapat di tambah dengan suatu booster, maka apabila diledakkan pertama sekali terjadi ledakan detonator dan booster kemudian meledakkan main charge dan mencapai blasting caps pertama dan kedua sehingga kedua blasting caps akan terignisi dan terjadi ledakan detonating cord yang menimbulkan notch pada plat Pb yang dapat diukur yaitu sebanding dengan kecepatan gelombang detonasi dari bahan peledak utama ( main charge ) yang terdapat pada kolom detonasi. Adapun peralatan untuk menentukan kecepatan detonasi suatu bahan peledak dengan Dautriche Method merupakan suatu metode yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan dengan hasil yang cukup akurat. Peralatan ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.5 berikut ini :

Gambar 4. Alat Dautriche methodeAkibat meledaknya detonating cord yang menghubungkan kedua blasting caps, maka gelombang detonasi akan bertemu pada suatu titik dan menimbulkan notch yang dapat diukur dari pusat detonating cord yang panjangnya ditentukan oleh kecepatan detonasi main charge dalam kolom detonasi.Kecepatan detonasi bahan peledak tersebut dapat dihitung jika dibandingkan dengan kecepatan detonasi detonating cord yang telah diketahui dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

dimana Dx = Kecepatan detonasi sampel D = Kecepatan detonasi detonating cord m = Jarak loop pada kolom detonasi a = Jarak notch dengan pusat detonating cord

2.4 Analisa Kualitatif2.4.1 Berdasarkan sifat fisik bahanSebelum kita melakukan penentuan sifat fisis berupa penentuan titik leleh dan bentuk kristal untuk sampel padat dan penentuan titik didih dan indeks bias untuk sampel cair, lakukanlah terlebih dahulu analisis pendahuluan. Untuk sampel padat analisis pendahuluan meliputi: warna, bau, bentuk, kelarutan, pemanasasan dalam tabung uji serta tes nyala. Sedangkan untuk sampel cair analisis penaduluan meliputi: warna, bau, kelarutan serta keasaman.

2.4.2 Identifikasi Kation Dalam analisis kualitatif sistematis, kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan, berdasarkan sifat-sifat kation itu terdapat beberapa reagensia. Reagensia yang umum dipakai diantaranya : asam klorida, Hidrogen sulfide, Amonium sulfide, dan Amonium karbonat. Klasifikasi kation berdasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia, reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak boleh dikatakan bahwa klasifikasi kation yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfide, dan karbonat dari kation tersebut. Reagensia yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah: HCl H2S (NH4)2S (NH4)2CO3 Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagen-reagen sia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Klasifikasi katipon yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfat dan karbonat dari kation tersebutKelima golongan kation dan ciri-ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagai berikut:

GOLONGAN I Kation golongan I : Timbel(II), Merekurium(I), dan Perak(I)

Pereaksi golongan : Asam klorida encer (2M) Reaksi golongan : endapan putih timbal klorida (PbCl2), Merkurium(I) klorida (Hg2Cl2), dan perak klorida (AgCl)

Kation golongan I membentuk klorida-klorida yang tak larut, namun timbale klorida sedikit larut dalam air, dan karena itu timbal tak pernah mengendap dengan sempurna bila ditambahkan asam klorida encer kepada suatu cuplikan ion timbal yang tersisa itu diendapkan secara kuantitatif dengan H2S dalam suasana asam bersama-sama kation golongan II.Nitrat dari kation-kation golongan I sangat mudah larut diantara sulfat-sulfat, timbal praktis tidak larut, sedang perak sulfat jauh lebih banyak. Kelarutan merkurium(I) sulfat terletak diantara kedua zat diatas. Bromide dan iodide juga tidak larut. Sedangkan pengendapan timbal halida tidak sempurna dan endapan itu mudah sekali larut dalam air panas.sulfida tidak larut asetat-asetat lebih mudah larut, meskipun perak asetat bisa mengendap dari larutan yangagak pekat. Hidroksida dan karbonat akan diendapkan dengan reagensia yang jumlahnya ekuivalen.tetapi pada reagensia berlebih, ia dapat bergerak dengan bermacam-macam cara dimana ada perbedaan dalam sifat-sifat zat ini terhadap ammonia.

GOLONGAN II Kation golongan II : Merkurium(II), timbal(II), bismuth(III), tembaga(II), cadmium(II), arsenic(III) dan(V), stibium(III), dan timah(II)

Reagensia golongan : hydrogen sulfide(gas atau larutan-air jenuh) Reaksi golongan : endapan-endapan dengan berbagai warna HgS (hitam), PbS (hitam), Bi2S3 (coklat), As2S3 (kuning), Sb2S3 (jingga), SnS2 (coklat) dan SnS2 (kuning)

Kation-kation golongan II dibagi menjadi 2 sub golongan, yaitu sub. Golongan tembaga dan sub. Golongan arsenic. Dasar pembagian ini adalah kelarutan endapan sulfide dalam ammonium polisulfida sub. Golongan tembaga tidak larut dalam reagensia ini. Sulfide dari sub. Golongan arsenic melarut dengan membentuk garam tio.

GOLONGAN III Kation golongan III : Fe 2+ , Fe 3+ , Al 3+ , Cr 3+ , Cr 6+ , Ni 2+ , Cu 2+ , Mn 2+ , dan Mn 7+ , Zn 2+ Reagensia golongan : H2S(gas/larutan air jenuh) dengan adanya ammonia dan ammonium klorida atau larutan ammonium sulfide Reaksi golongan : endapan dengan berbagai warna FeS (hitam), Al(OH)3 (putih), Cr(OH)3 (hijau), NiS (Hitam), CoS (hitam), MnS (merah jambu), dan Zink sulfat (putih)

Logam golongan ini tidak diendapkan oleh reagensia golongan untuk golongan I dan II tetapi semua diendapkan dengan adanya ammonium klorida oleh H2S dari larutan yang telah dijadikan basa dengan larutan ammonia. Logam-logam ini diendapkan sebagai sulfide, kecuali Al3+ dan chromium yang diendapkan sebagai hidroksida, karena hidroksida yang sempurna dari sulfide dalam larutan air, besi, aluminium, dan kromium(sering disertai sedikit mangan) juga diendapkan sebagai hidroksida oleh larutan amonia dengan adanya ammonium klorida, sedangkan logam-logam lain dari golongan ini tetap berada dalam larutan dan dapat diendapkan sebagai sulfide oleh H2S. maka golongan ini bisa dibagi menjadi golongan besi(besi, aluminium, mangan dan zink) atau golongan IIIB.

GOLONGAN IV Kation golongan IV : Barium, Stronsium, dan Kalsium Reagensia golongan : terbentuk endapan putih Reaksi golongan : terbentuk endapan putih Reagensia mempunyai sifat: - tidak berwarna dan memperlihatkan reaksi basa - terurai oleh asam-asam(terbentuk gas CO2) - harus dipakai pada suasana netral/ sedikit basa Kation-kation golongan IV tidak bereaksi dengan reagen HCl H2S, ataupun ammonium sulfide, sedang dengan ammonium karbonat (jika ada ammonia atau ion ammonium dalam jumlah yang sedang) akan terbentuk endapan putih (BaCO3, SrCO3, CaCO3).

GOLONGAN V Kation golongan V : Magnesium, Natrium, Kalium dan Amonium Reagensia golongan : tidak ada reagen yang umum untuk ketiga golongan V ini Reaksi golongan : Tidak bereaksi dengan HCl, H2S, (NH4)2S, atau (NH4)2CO3 Reaksi-reaksi khusus dan uji nyala dapat dipakai untuk mengidentifikasi ion-ion dan kation golongan ini. Mg memperlihatkan reaksi-reaksi yang serupa dengan reaksi-reaksi dari golongan keempat. Magnesium karbonat dengan adanya garam ammonium dapat larut. Reaksi magnesium tak akan mengendap bersama kation golongan IV. Reaksi ion ammonium sangat serupa dengan reaksi-reaksi ion kalium, karena jari-jari ion dari kedua ion ini hamper identik Sumber : Vogel. 1990

2.4.3 Identifikasi AnionAnalisis anion diawali dengan uji pendahuluan untuk memperoleh gambaran ada tidaknya anion tertentu atau kelompok anion yang memiliki sifat- sifat yang sama. Selanjutnya diikuti dengan proses analisis yang merupakan uji spesifik dari anion tertentu. Pemisahan secara fisik dari anion umumnya tidak penting, karena uji spesifik anion hanya peka terhadap anion tertentu dan tidak peka untuk anion lainnya. Hanya bila terjadi interferensi atau gangguan dalam suatu analisis anion oleh anion lain maka diperlukan langkah awal proses pemisahan. Beberapa uji pendahuluan dan uji identifikasi atau uji spesifik dapat dilakukan dalam fasa padatan, tetapi untuk memperoleh validitas pengujian yang tinggi biasanya dilakukan dalam keadaan larutan. Kelarutan bahan-bahan organik terutama garam akan sangat membantu dalam menetapkan kombinasi antar anion dan kation. Misalnya, jika larutan zat yang tidak diketahui ditemukan mengandung ion karbonat (CO32-), maka hanya dimungkinkan ada kation-kation tertentu seperti K+, Na+ , NH4+, sebab garam karbonat dari kation lain tidak larut dalam air. Jika zat yang tidak diketahui tidak larut dalam air, harus dilakukan perlakuan tertentu dengan pereaksi kimia agar menjadi larut. Beberapa anion tidak stabil dalam larutan asam, atau bereaksi satu sama lain dalam suasana asam. Bila terjadi keadaan tidak stabil suasan asam, maka analisis anion harus dilakukan dalam suasana basa.Penyelidikan sampel dari padatan yang tidak larut untuk analisis anion, dilakuakn dengan mendidihkan padatan dalam larutan jenuh natrium karbonat. Perlakuan ini digunakan untuk mengubah anion ke dalam bentuk garam natrium yang larut dan menyisakan kationnya sebagai karbonat yang tidak larut atau produk dari hidrolisisnya. Perlakuan dengan natrium karbonat juga dilakaukan untuk campuran yang mengandung logam berat tertentu, agar tidak terjadi interferensi dalam uji anion. Analisis anion yang sering dilakukan meliputi 11 anion yang paling umum, yaitu anion sulfida (S2-), sulfit (SO32-), karbonat (CO32-), nitrit (NO2-), iodida (I-), bromida (Br-), klorida (Cl-), fosfat (PO43-), kromat (CrO42-), nitrat (NO3-), dan sulfat (SO42-).

2.5 Analisa Bahan2.5.1 Kalium Klorat Secara kimia kalium klorat adalah suatu senyawa yang mengandung Kalium, Klorida dan Oksigen dengan rumus molekul KClO3, mempunyai berat molekul 122,6, titik leleh 370oC dan berat jenis 2,34 g/cm,3 titik didih 400oC dan titik nyala 400oC. Dalam bentuk murni kalium klorat berupa kristal monoklinik berwarna putih dan digolongkan dalam senyawa oksidator kuat. Kalium klorat sedikit larut dalam air dingin dan segera larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam alkohol ( Kohler and Meyer, 1993). Kalium klorat sangat reaktif dan peka terhadap panas yang apabila diberi panas akan terurai menjadi kalium klorida dan gas oksigen.2 KClO3 2 KCl + 3 O2Kalium klorat juga dapat bereaksi dengan beberapa logam tertentu dalam fase padat (serbuk halus) sambil melepaskan energi, yaitu antara lain dengan logam aluminium, magnesium dan logam-logam yang segolongan dengannya.KClO3 + 2 Al KCl + Al2O3Reaksi lainnya dari kalium klorat yang berkaitan dengan sifat ledakannya adalah reaksi dengan Sulfur melalui tahapan reaksi dengan oksigen dari udara yaitu melalui pembentukan SO2 dimana akan memberikan implikasi sifat ignisi spontan pada reaksi campuran antara klorat dan sulfur yang reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:S + O2 SO22KClO3 + SO2 K 2SO4 + 2 ClO24S + 2ClO2 2SO2 + S2ClReaksi tersebut diatas adalah merupakan salah satu kemungkinan mekanisme reaksi pada ignisi spontan yang terjadi antara kalium klorat dengan sulfur yang mana dapat dilihat bahwa 1 mol sulfur dapat menghasilkan 2 mol gas SO2 ( B.J.Kosanke at al, 2004). Klorin dioksida (ClO2) mempunyai sifat reaktifitas sangat tinggi, mempunyai titik didih 110C, bersifat paramagnetik. Klorin dioksida cair dapat meledak pada suhu diatas - 400C, dan dalam bentuk gas pada tekanan partial > 55 mm Hg apabila bercampur dengan reduktor akan segera terdetonasi dan terjadi ledakan yang kuat. Klorin dioksida adalah molekul berelektron ganjil yang sangat reaktif dan cenderung tetapi tidak memebentuk dimer seperti molekul-molekul berelektron ganjil lainnya, hal ini disebabkan oleh karena dapat disetabilkan energi resonansinnya (J.D.Lee, 1994). Secara komersil dalam industri dan di kehidupan sehari hari kalium klorat banyak digunakan sebagai komponen utama pembuatan korek api, desinfektan, penghasil oksigen dan juga untuk pembuatan petasan serta kembang api. Suatu campuran kalium klorat dengan tepung (serbuk) logam (misalnya : aluminium, magnesium) dikenal dengan flash powder. Campuran ini sangat peka terhadap panas maka dengan memberi sedikit panas akan terjadi reaksi spontan atau mengalami deflagrasi. Jika reaksi terjadi dalam wadah tertutup akan menimbulkan ledakan yang berkekuatan rendah atau bersifat low explosive. Beberapa campuran kalium klorat yang sudah dikenal antara lain adalah dengan gula pasir disebut sugar bomb, dan beberapa formulasi yang dimodifikasi yaitu menggunakan antimoni sulfida sebagai pengganti sulfur, magnesiun atau suatu alloy aluminium magnesium (magnalinium) sebagai pengganti alluminium. Juga ditemukan bahan peledak flash powder yang diproduksi secara illegal yang dikenal dengan M-805 dan M-1005 ( Saferstein Richard, 2002) . Komposisi bahan peledak kalium klorat lainnya yang telah dikenal adalah berupa kalium klorat 9 bagian dicampur dengan 1 bagian vaseline atau petroleum jelly, kemudian diberi shock wave maka campuran ini akan terdetonasi dan ledakannya lebih kuat dari peledak black powder dan sifat ledakannya high explosive ( The Terrorist Handbook, Gunzenboom 2002 ).

2.5.2 AluminiumAluminium dalam bentuk serbuk halus (tepung) biasanya ditambahkan kedalam bahan peledak dan propellant untuk menambah atau menaikkan efisiensinya. Pada reaksinya umumnya tidak terbentuk gas, tetapi dihasilkan aluminium oksidasi dalam bentuk padat, tetapi panas pembentukan oksida tersebut sangat tinggi, yaitu 396 kca/mol = 1658 kJ/mol; 3883 kcal/kg = 1620 kJ/kg. Penambahan aluminium diperkirakan akan menaikkan panas ledakan dan memberikan uap panas dengan suhu sangat tinggi dan dapat diyakini bahwa dalam gelombang detonasi pertama aluminium tidak beraksi sempurna, tetapi reaksi kemudian sempurna pada zone uap (post-heating).Jika jumlah aluminium dalam campuran bahan peledak relatif tinggi akan dihasilkan pengaruh suatu gas impact, selanjutnya bagian dari campuran yang tidak bereaksi dari uap dengan oksigen di udara kemungkinan menghasilkan suatu penundaan ledakan kedua .Aluminium sudah digunakan luas sebagai campuran bahan peledak antara lain pada amatol, DBX, HBX-1, hexal, minex, minol, tarpex, trialenes, tritoral dan hexotonal. Pengaruh yang tampak dihasilkan oleh serbuk aluminium sering digunakan dalam slurries dan juga dalam composite propellants. Karakteristik yang sangat penting dari serbuk aluminium adalah bentuk dan ukuran butiran kecil dan keras ( Kohler and Meyer 1992).Ada beberapa reaksi aluminium yang erat kaitannya dengan proses pembakaran dan ledakan sehingga reaksi ini dikelompokkan dalam reaksi yang mempunyai resiko berbahaya dan secara umum digambarkan sebagai berikut:Aluminium + X Combustion/explosionX = Bahan oksidatorReaksi ini dapat melibatkan air, pembakaran spontan, material pyrotechnic sebagai sumber ignisi dalam korek api.Beberapa contoh jenis reaksi aluminium adalah :a. Reaksi Thermite. Reaksi ini jika di peragakan termasuk reaksi yang mengandung resiko berbahaya.2 Al (s) + Fe2O3 (s) 2 Fe + Al2O3panas reaksi = - 848 kJ.b. Reaksi Pyrotechnic. Reaksi ini umumnya melibatkan oksidator kuat.6 NH4ClO4 + 10 Al 5Al2O3 + 6HCl + 3N2 + 9H2OCampuran ini juga dapat dijadikan sebagai suatu sumber ignisi seperti pada pembuatan korek api.c. Aluminium khususnya dalam bentuk serbuk dapat bereaksi dengan air dan jika ada asam atau basa kuat akan menghasilkan gas hidrogen.2Al + 2NaOH + 6 H2O 2NaAl(OH)4 + 3H2NaAlO2. 2H2O + 3H22Al + 6 H+ 2Al+3 + 3H2Beberapa contoh dari reaksi model ini adalah terdapat pada korek api, statik spark, sinar cosmis dan lain-lain. Dalam reaksi ini tidak dapat digunakan counter ion oleh karena reaksi oksidasi suatu logam umumnya menghasilkan gas H2 .Aluminium foil dapat dilarutkan dalam asam atau basa kuat dalam ruang yang confined (padat/sempit) dan dapat menghasilkan panas tinggi yang sangat cepat dalam pembakaran dari hidrogen, hal ini juga dapat menjelaskan bahwa dengan adanya air dalam bahan peledak maka sifat ledakan tersebut menjadi makin rendah.Umumnya korek api yang digolongkan kedalam pyrotechnic adalah mengandung bahan phospor dan sebagai ignisiasi adalah sulfur yang ditambah dengan zat oksidator kuat untuk pembakarannya.Aluminium pada kenyataannya adalah suatu logam yang sangat reaktif dan flamable, sehingga umumnya dilindungi dengan suatu pelapis yang tidak reaktif (innert) dari aluminium oksida. Selanjutnya dengan melarutkan oksida tersebut akan memperlihatkan suatu permukaan aluminium yang cerah yang mana dapat bereaksi dengan air maupun dengan udara.

2.5.3 BelerangBelerang atau sulfur bersama dengan charcoal telah lama digunakan sebagai komponen bahan bakar dalam black powder.Sulfur mempunyai berat atom 32,07, berat jenis 2,079/cm3, titik leleh 1130C sedangkan titik didih 4450C.Sulfur atau belerang banyak ditemui di alam dalam bentuk -sulfur yang mengandung cincin S8 dan biasanya belerang berbentuk padat warna kuning muda, tidak berasa dan tidak berbau.Sulfur mempunyai beberapa bentuk struktur yang dikenal dengan allotropic yaitu bentuk rombis, monoklinik, polimer dan bentuk lainnya akan tetapi struktur yang paling sering ditemukan adalah bentuk belah ketupat. Setiap bentuk allotropic dari sulfur tersebut memeberikan sifat-sifat yang berkata baik dalam kelrutan, bobot, kristal dan konstanta fisiknya, namun berbagai allotrop juga bisa eksis bersama-sama dalam keseimbagan dalam proporsi tertentu tergantung pada suhu dan tekanan.Bentuk belah ketupat dari kristal monoklim sulfur terdiri dari delapan atom belerang (sulfur) membentuk struktur cincin. Pada suhu kurang dari 95,400C dengan tekanan tertentu kristal belah ketupat tersebut stabil tetapi pada suhu 118,90C kristal akan mencair sedangkan pada suhu 1600C atau lebih , maka kedelapan anggota cincin molekul sulfur akan pecah dan rantai cincin menjadi terbuka kemudian rantai molekul sulfur yang terbentuk akan bergabung membentuk suatu struktur polimer bercabang melalui mekanisme radikal bebas.Pada temperatur tinggi, kristalin yang dibentuk oleh polimer sebagai rantai panjang sering berorientasi membentuk heliks melingkar kedalam membentuk sudut ikatan kepada delapan anggota cincin.Disamping dalam bentuk padat sulfur juga dapat ditemukan dalam bentuk gas yaitu untuk S2 (disulfur), S3 (trisulfur), dan S4 (tetrasulfur). Demikian juga dalam bentuk padat selain S-8 juga dikural siklo S-5 (penta sulfur), siklo S-6 (hexa sulfur) dan siklo S-7 (hepta sulfur) sedangkan untuk S-8 dapat dibagi menjadi sulfur, sulfur, sulfur.Siklo S-8 sulfur juga dikenal dengan orthoromic sulfur dan secara rumus lebih stabil terhadap panas hingga 950C dan pada suhu 95,3 0C berubah menjadi sulfur adalah kristal kuning dengan bentuk kristal monoclinic dan lebih sedikit dari sulfur dan hanya stabil setelah 95,30C sebelumnya adalah dalam bentuk sulfur, titik didih dari sulfur adalah berkisar pada 119,6 - 119,80C, sedangkan sulfur dikenal dengan nacrus sulfur mother of pearl sulfur GerNezls sulfur ditemukan dalam bentuk padat bewarna kuning cerah ditemukan dari alam sebagai mineral rosickyfe.

Gambar 5. Bentuk Struktur S8 Flat dan S8 3 Dimensi

2.6 Analisa Instrumen2.6.1 FTIR (Cara Kerja, prinsip dasar, aplikasi)Septroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar infremerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika Fourier Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan spektrum yang identik pada spektroskopi inframerah.

Gambar 6. Prinsip Kerja FTIRFTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu (Griffiths, 1975):a. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800oC.b. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, ehingga menghasilkan 50% radiasi akan diteruskan.c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.d. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara bersesuaian.e. Detektor, merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel dan balometer.Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut. Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cemin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika (Tahid, 1994).