bab ii

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kejang adalah kejadian tiba-tiba atau paroksismal perubahan aktivitas motorik dan / atau perilaku yang dihasilkan dari aktivitas listrik abnormal di otak dengan waktu terbatas atau tidak menetap. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang berulang karena ada proses yang mendasari. Kejang merepresentasikan pemakaian abnormal dan berlebihan dari jaringan neuroglial. 2.2 Klasifikasi Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan menjadi6 : 1. Kejang parsial Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga 13 tahun. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi : 1) Kejang parsial simpleks Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai dengan perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan

Upload: sugard-darmanto

Post on 15-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

FREE

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiKejang adalah kejadian tiba-tiba atau paroksismal perubahan aktivitas motorik dan / atau perilaku yang dihasilkan dari aktivitas listrik abnormal di otak dengan waktu terbatas atau tidak menetap. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang berulang karena ada proses yang mendasari. Kejang merepresentasikan pemakaian abnormal dan berlebihan dari jaringan neuroglial.2.2 Klasifikasi Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan menjadi6 : 1. Kejang parsial Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan satu hemisfer serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum pada 30% anak yang mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan pada anak berusia 3 hingga 13 tahun. Kejang parsial dapat dikelompokkan menjadi : 1) Kejang parsial simpleks Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa disertai dengan perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai dengan perubahan aktivitas motorik yang abnormal, sering terlihat pola aktivitas motorik yang tetap pada wajah dan ekstremitas atas saat episode kejang terjadi. Walaupun kejang parsial simpleks sering ditandai dengan perubahan abnormal dari aktivitas motorik, perubahan abnormal dari sensorik, autonom, dan psikis 2) Kejang parsial kompleks Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal dari persepsi dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat kejang, pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti mengecap ngecap, jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali disertai mual dan muntah. 3). Kejang parsial dengan kejang umum sekunder Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan menimbulkan gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang umum sekunder biasanya menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik. Hal ini sulit dibedakan dengan kejang tonik klonik. 2. Kejang Umum umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata kedua hemisfer serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan kesadaran. Kejang umum dapat dikelompokkan menjadi : 1). Kejang tonik klonik (grand mal seizure) Kejang tonik klonik adalah bentuk kejang umum yang paling sering terjadi pada anak. Kebanyakan kejang ini memiliki onset yang tiba tiba, namun pada beberapa anak kejang ini didahului oleh aura (motorik atau sensorik). Pada awal fase tonik, anak menjadi pucat, terdapat dilatasi kedua pupil, dan kontraksi otot otot yang disertai dengan rigiditas otot yang progresif. Sering juga disertai dengan inkontinensia urin atau inkontinensia tinja. Kemudian pada fase klonik, terjadi gerakan menghentak secara ritmik dan gerakan fleksi yang disertai spasme pada ekstremitas. Terjadi perubahan kesadaran pada anak selama episode kejang berlangsung dan bisa berlanjut hingga beberapa saat setelah kejang berhenti. 2. Kejang tonik Bentuk kejang ini sama seperti kejang tonik klonik pada fase tonik. Anak tiba tiba terdiam dengan seluruh tubuh menjadi kaku akibat rigiditas otot yang progresif. 3. Kejang mioklonik Kejang mioklonik ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba tiba dan disertai dengan fleksi lengan. Kejang tipe ini dapat terjadi hingga ratusan kali per hari. 4. Kejang atonikKejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot secara tiba tiba. 5. Kejang absens Kejang absens dapat dibagi menjadi kejang absens simpel (tipikal) atau disebut juga petit mal dan kejang absens kompleks (atipikal). Kejang absens tipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik anak secara tiba tiba, kehilangan kesadaran sementara secara singkat, yang disertai dengan tatapan kosong. Sering tampak kedipan mata berulang saat episode kejang terjadi. Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik. Kejang ini jarang dijumpai pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absens atipikal ditandai dengan gerakan seperti hentakan berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas, dan disertai dengan perubahan kesadaran. 3. Kejang tak terklasifikasi Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial. Kejang ini termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga usia 1 tahun.2.3 Mekanisme KejangMeskipun mekanisme yang tepat kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis bertanggung jawab untuk pengembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada sekelompok neuron yang mampu menghasilkan debit semburan yang signifikan dan sistem penghambatan GABAergic. Transmisi debit kejang pada akhirnya tergantung pada rangsangan sinapsis glutamatergic. Bukti menunjukkan bahwa neurotransmiter asam amino rangsang (glutamat, aspartat) mungkin memiliki peran dalam memproduksi eksitasi saraf dengan bertindak pada reseptor sel tertentu. Kejang mungkin timbul dari daerah kematian neuronal, dan wilayah ini otak dapat mempromosikan pengembangan sinapsis hyperexcitable baru yang dapat menyebabkan kejang. Misalnya, lesi di lobus temporal (termasuk tumbuh lambat-glioma, hamartomas, gliosis, dan malformasi arteri) menyebabkan kejang, dan ketika jaringan abnormal diangkat melalui pembedahan, kejang cenderung berhenti. Selanjutnya, kejang dapat diproduksi pada hewan percobaan dengan fenomena kindling. Dalam model ini, berulang rangsangan subconvulsive otak (misalnya, amigdala) akhirnya mengarah pada kejang umum. Fenomena kindling mungkin bertanggung jawab untuk pengembangan epilepsi pada manusia setelah cedera pada otak. Pada manusia, telah diusulkan bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporal yang abnormal dapat menghasilkan kejang dalam kontralateral lobus temporal normal dengan transmisi stimulus melalui corpus callosum.Pengamatan ini menunjukkan bahwa otak terbelakang lebih rentan terhadap serangan tertentu daripada otak anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik bertanggungjawab atas sedikitnya 20% dari semua kasus epilepsi. Menggunakan linkage analisis, lokasi kromosom dari beberapa epilepsi familial telah diidentifikasi, termasuk kejang jinak neonatal (20q dan 8Q), epilepsi mioklonik remaja (6 p), dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3). Cacat genetik kejang neonatal keluarga jinak telah ditandai dengan identifikasi penghapusan submicroscopic kromosom 20q13.3. Telah diusulkan bahwa ketidakmatangan fungsional substansia nigra mungkin memiliki peran dalam meningkatkan kerentanan kejang otak dewasa. Selain itu, -aminobutyric acid (GABA) -sensitive substantia nigra pars neuron reticulata berperan dalam mencegah kejang. Sangat mungkin bahwa traktat substantia nigra outflow memodulasi dan mengatur penyebaran kejang tapi tidak bertanggung jawab atas timbulnya kejang.

2.5 Etiologi