bab ii
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
ETIKA PERS
Pers merupakan jembatan komunikasi dan informasi bagi sebuah bangsa.
Keberadaanya memberikan solusi atas berbagai infromasi terkini yang dibutuhkan
oleh manusia segala bangsa. Dalam melaksanakan kegiatannya, pers di bekali
oleh kaidah-kaidah dan etika sebagai norma awal untuk mengawal segala tindak-
tanduk dalam mengolah sebuah informasi dan menghimpunnya untuk selanjutnya
disampaikan pada masyarakat. Kaidah-kaidah atau norma pers ada yang berlaku
secara International maupun ditentukan oleh sebuah negara sendiri. Kaitannya
adalah mengenai etika dan dan tanggung jawab profesi, jadi tidak hanya dokter
dan advokat saja yang memiliki etika dan tanggung jawab profesi, pers dan
perangkat-perangkatnya juga memiliki yang serupa.
Di dalam hukum pidana pers, kita mengenal adanya beberapa prinsip etika
jurnalistik seperti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang
merupakan manfestasi terhadap asas praduga bersalah (presumption of guilt)
dalam kaitannya peristiwa hukum pidana, pemberitaan yang berlanjut atau biasa
disebut dengan continuiting release, cover both side yaitu pers haruslah
mengambil dua sisi pemberitaan terhadap para pihak, asas kesusilaan dan
sebagainnya. Pelanggaran terhadap norma mengakibatkan beberapa konsekuensi
logis. Kita tentu mengenal beberapa norma seperti agama, susila, hukum dan
sebagainnya. Dalam kaitannya dengan pers, apabila pers melanggar etika
misalnya, maka dapatlah diadukan kepada dewan yang berhak memberikan
rekomendasi atas tindakan pers yang dinilai melanggar tersebut, dalam hal ini
adalah Dewan Kehormatan Pers. Jikalau pers melanggar norma hukum positif
yang ada dalam suatu negara, maka pers akan mendapatkan sebuah sanksi lahir
dan memaksa. Seperti misalnya jika dalam melakukan pemberitaan yang dianggap
mencemarkan nama baik, maka pelakunya dapat dikenai pidana sesuai dengan
ketentuan pasal 310 KUHP yang tentunya harus memenuhi kriteria formil maupun
materiil dari pasal tersebut. Terhadap korban sendiri tidak harus melakukan upaya
hukum. Ada beberapa upaya seperti hak jawab (penekanan pada etika) atau
bahkan mendiamkan (avoid).
Berbicara mengenai kebebasan pers dalam ranah hukum pidana pers, ada
beberapa teori yang dipakai dalam melaksanakan kebebasan pers. Teori tersebut
adalah teori kebebasan pers otoriter, teori kebebasan pers liberal, teori kebebasan
pers tanggung jawab sosial, dan teori kebebasan pers marxis. Teori kebebasan
pers otoriter menitik beratkan bahwa pers merupakan kepanjangan tangan dan
kepentingan negara atau rakyat untuk kepentingan negara. Pada zaman orde lama
kita tentu mengenal Undang-Undang No. 11 tahun 1966 dan zaman orde baru
dengan Undang-Undang no. 21 tahun 1982 tentang ijin pers dan Undang-Undang
No. 1 tahun 1982 tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers. Pada era reformasi
dengan Undang-Undang no. 40 tahun 1999. Kita tentu mengenal pembredelan
majalah Tempo akibat dari perundang-undangan kala itu yang mencerminkan
keotoriteran sebuah pemerintah. Selanjutnya pada teori kebebasan pers liberal
menitikberatkan pada kebenaran individu dan kebenarannya boleh di
informasikan pada siapa saja di mana negara tidak boleh ikut campur, mana kala
terjadi sengketa diselesaikan melalui pengadilan. Pada teori kebebasan pers
dengan tanggung jawab sosial, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam
kebebasan pers, pers bebas memberitakan informasi apa saja tetapi pers juga harus
memikirkan efek dari pemberitaan tersebut yang mana tanggung jawab
pemberitaan diatur oleh kode etik pers. Pada teori tanggung jawab sosial ini, pers
diarahkan untuk juga melihat sisi-sisi dari pemberitaan dan apa akibat dari sebuah
pemberitaan itu, dengan kata lain pers juga bertanggung jawab penuh atas
pemberitaan informasi itu.
A. Kode Etik
Mochtar Lubis (dalam Ramadhan, ed., 1995:102) mengemukakan, Dalam
konteks Indonesia, kepada siapa pers harus bertanggungjawab seharusnya, per situ
bertanggungjawab pada hukum dan undang-undang Negara, bukan kepada
pemerintah. Namun, pada masa Orde Baru, makna kata “bertanggungjawab,”
dalam “konsep pers yang sehat, yalembagang bebas bertanggung jawab” ialah
bertanggung jawab pada lembaga eksekutif. Initampak jelasdalam UU Pers (cara
pembatalan SIUPP), dan patsal-patsal haatzaai selain budaya telepon atau dalam
bahasa sekarang “budaya imbauan”
Sementara itu, S Tasrif, dalam menggunakan kebebasan pers itu, seorang
wartawan yang baik harus menghayati tanggungjawab keberbagai segi antara lain;
1. terhadap nurani sendiri
2. terhadap sesama warga
3. terhadap kepentingan umum yang diwakili oleh pemerintah
4. terhadap sesama rekan seprofesi
Kode etik jurnalistik (KEJ) merupakan aturan mengenai perilaku dan
pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam
siarannya. Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia) yang antara lain :
1. Berita diperoleh dengan cara jujur
2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum disiarkan (check dan
recheck).
3. Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan pendapat (opinion)
4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak mau disebut
namanya.
5. Tidak memberitakan berita yang diberikan secara off the record (four eyes
only)
6. Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita atau tulisan dari
suatu surat kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi
Dengan demikian, sistem pers di Indonesia tidak lain adalas sistep pers
yang berlaku di Indonesia. Kata Indonesia adalah pemberi, sifat, warna, dan
kekhasan pasda sistem pers tersebut. Dalam kenyataan dapat ditemukan
perbedaan – perbedaan esensial sistem pers Indonesia dari satu periode ke periode
yang lain. misalnya sistem pers demokrasi liberal, sistem pers demokrasi
terpimpin, sistem pers demokrasi Pancasila dan sistem pers di era reformasi,
meskipun falsafah negara tidak berubah.
Pers Indonesia diatur dalam UU pers No. 40 Tahn 1999. Ini merupakan
UU pers yang baru, memuat berbagai perubahan sistem pers yang mendasar atau
sistem pers sebelumnya. hal ini dimaksudkan afgar pers berfungsi secara
maksimal seperti diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945. Fungsi yang maksimal
tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah suatu perwujudan kedaulata
rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyaralkat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Pencabutan undang
undang yang lama dan digantikannya denga yang baru hakikatnya merupakan
pencerminan adanya perbedaan nilai – nilai dasar politis ideologis antara orde
baru dengan orde reformasi. hal ini tampak jelas pada konsideransi undang –
undang pers yang baru. Dalam konsideransi itu antara lain dinyatakan bahwa
undang – undang tentang ketentuan pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai
dengan perkembanngan zaman.
Lahirnya UU pers yang baru Mno. 40 tahun 1999 didasarkan atas
pertimbangan bahwa UU No.11 Tahun 1966 tentang ketentuan pokok pers
sebagaimana telah diubah lagi dengan UU Nu. 04 Tahun 1967 dan diubah lagi
dengan UU No. 21 Tahun 1982. Dianggap sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman. Falsafah di bidang moral pers yaitu mengenai kewajiban –
kewajiban pers, baik dan buruknya ers, pers yang benar, dan pers yang mengatur
perilaku pers di namakan etika pers. Dengan kata lain, etika pers berbicara tentang
apa yang seharusnya dilakukan orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pera.
Sumber etika pers adalah kesadaran moral, yaitu pengetahuan baik dan buruk,
benar dan salah, tepat maupun tidak bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni
kebebasan mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU
No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan, Kebebasan pers terjamin sebagai
hak asasi warga negara., bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 1). Pihak yang mencoba menghalangi
kemerdekaan pers dapat dikenai tindak pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun
atau denda Rp. 500 jt (pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian kebebasan disini
dibatasi dengan kewajiban menghormati norma – norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas preduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1). Seluruh
wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan
kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma – norma profesi
kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perbedaan
abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila
Prof. Oemar Sono Adji, dalam bukunya berjudul “Hukum Kebebasan Pers ”
mengutip J.C.T Simorangkir, SH, menyimpulkan mengenai kebebasan pers di
ndonesia, adalah sebagai berikut :
1. Hukum Indonesia telah mengakui/ mengatur / menjamin perihal perilaku
kebebasan pers
2. Kebebasan pers Indonesia tidak dapat dilihat / diukur semata – mata
dengan kaca mata luar negeri
3. Ciri kebebasan pers di Indonesia.
4. Kebebasan Pers diakui, dijamin dan dilaksanakan di Indonesia dalam
rangka melaksanakan demokrasi Pancasila.
Menurut S. Tasrif tentangdiakui dan dijaminnya kebebasan pers dalm suatu
negara, apabila negara yang bersangkutan memiliki tiga syarat berikut :
1. Tidak ada kewajiban menurut hukum untuk meminta surat izin terbit bagi
penerbitan pers.
2. Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk
melakukan penyensoran.
3. Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk
melakukan penerbitan pers
Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat
bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri
sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh
dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Semuanya harus
mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers
berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya
masalah yang ada. Kehidupan pers nasional Indonesia merupakan produk dari
sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan dalam
bentuk kegiatan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan kegiatan jurnalistik pers
nasional harus berlandaskan dengan :
1. Landasan Idiil : Falsafah pancasila (Pembukaan UUD 1945)
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
3. Landasan yuridis : Undang – Undang Pokok pers
4. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik
5. Landasan etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Pers dalam kehidupannya memiliki tanggung jawab yang harus dipikul dalam
konteksnya sebagai media. Macam dan sifat tanggung jawab pers bersifat relatif
di tiap negara namun pada dasarnya semua tanggung jawab tersebut berlandaskan
pada Kode etik pers yang mana merupakan dasar dari cara kerja pers.
Pers Indonesia atau pers pancasila yang orientasi, sikap, dan tingkah
lakunya berdasarkan nilai – nilai pancasila dan UUD 1945. Sedangkan pers
pembangunan merupakan pers pancasila dalam pembangunan Indonesia yang
berbangsa, bermasyarakat dan berngara. Pers yang sehat, bebas dan bertanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya merupakan sikap dari pers Indonesia yaitu
sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, dan penyalur aspirasi
masyarakat. Dengan adanya pers Indonesia (pers pancasila) maka rasa saling
percaya dalam tujuannya untuk mencapai masyarakat yang bebas, demokratis dan
bertanggung jawab. Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik,
misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan
cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. wartawan
menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak diperkenankan
menerima sogokan.
Dalam melaksanakan kode etik junelistik tidak semudah membalikkan
telapak tangan. banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang
profesional.
Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat
bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri
sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh
dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Semuanya harus
mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers
berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya
masalah yang ada.
B. Praktek dan Media Pers
STUDI KASUS
DETIKCOM
Detikcom ialah sebuah portal web yang berisi berita aktual dan artikel
daring di Indonesia. Detikcom merupakan salah satu situs berita terpopuler di
Indonesia. Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesia lainnya, detikcom
hanya mempunyai edisi online dan menggantungkan pendapatan dari bidang
iklan. Meskipun begitu, detikcom merupakan yang terdepan dalam hal berita-
berita baru (breaking news).
Situs-situs
Detikcom merupakan portal kepada situs-situs:
detikNews
detikFinance
detikFood
detikHot
detiki-Net
detikSport
detikHealth
detikShop
detikTV
detikSurabaya
detikBandung
detikforum
blogdetik
serta beberapa fasilitas lainnya
Sejarah
Server detikcom sebenarnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun
mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Tanggal 9 Juli itu akhirnya
ditetapkan sebagai hari lahir Detikcom yang didirikan Budiono Darsono (eks
wartawan DeTik), Yayan Sopyan (eks wartawan DeTik), Abdul Rahman (mantan
wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi. Semula peliputan utama detikcom
terfokus pada berita politik, ekonomi, dan teknologi informasi. Baru setelah
situasi politik mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detikcom memutuskan
untuk juga melampirkan berita hiburan, dan olahraga.
Dari situlah kemudian tercetus keinginan membentuk detikcom yang
update-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang harian,
mingguan, bulanan. Yang dijual detikcom adalah breaking news. Dengan
bertumpu pada vivid description macam ini detikcom melesat sebagai situs
informasi digital paling populer di kalangan users internet.
Perkembangan jumlah pengunjung
Pada Juli 1998 situs detikcom per harinya menerima 30.000 hits (ukuran
jumlah pengunjung ke sebuah situs) dengan sekitar 2.500 user (pelanggan
Internet). Sembilan bulan kemudian, Maret 1999, hits per harinya naik tujuh kali
lipat, tepatnya rata-rata 214.000 hits per hari atau 6.420.000 hits per bulan dengan
32.000 user. Pada bulan Juni 1999, angka itu naik lagi menjadi 536.000 hits per
hari dengan user mencapai 40.000. Terakhir, hits detikcom mencapai 2,5 juta
lebih per harinya.
Selain perhitungan hits, detikcom masih memiliki alat ukur lainnya yang
sampai sejauh ini disepakati sebagai ukuran yang mendekati seberapa besar
potensi yang dimiliki sebuah situs. Ukuran itu adalah page view (jumlah halaman
yang diakses). Page view detikcom sekarang mencapai 3 juta per harinya.
sekarang detik.com menempati posisi ke empat tetinggi dari alexa.com untuk
seluruh kontent di Indonesia
Kritik
Salah satu kritik yang sering dialamatkan pada detikcom adalah banyaknya
iklan yang memenuhi halaman utama. Saat diakses pertama kali, halaman muka
detikcom pada browser berukuran 1024x768 akan dipenuhi iklan yang mengisi
sekitar 80% ruangnya. Hal ini menyebabkan masa loading yang cukup lama.
Namun mulai 9 Juli 2008, detik.com telah mengubah tampilan halaman
mukanya. Serta menempatkan iklan yang lebih tertata, serta mengurangi jumlah
iklan secara drastis.
Analisis
1. DetikCom merupakan perusahaan pers yang memiliki prinsip-
prinsip ekonomi dan sistem manajemen yang sehat. Detikcom
memiliki redaksi yang terstruktur mulai dari: Pemimpin Redaksi,
Wakil Pemimpin Redaksi, Dewan Redaksi, Redaktur
Eksekutif, Redaktur Pelaksana, Kepala Biro untuk beberapa
daerah, Portal Publisher, Community Publisher, Sekretaris
Redaksi, Alamat Redaksi, Email, Kontak Iklan.
2. Detikcom terbuka melayani klaim dari masyarakat, yaitu dengan
adanya forum surat pembaca.
3. Detikcom juga bekerja sama dengan perusahaan pers lainnya
(wollipop.com)
4. Iklan yang terdapat dalam detikcom tidak menyalahi tata krama
dan tata cara periklanan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur, etika pers: profesionalisme dengan nurani, (bandung : humaniora
utama press, 2001),hlm 145
Amartya Sen, apa gunanya kebebasan pers?, kolom TEMPO, 9 Mei 2004, hlm
113
Elvinaro dan Lukiati komala Erdinaya, komunikasi massa suatu pengantar,
( Bandung : Simbiosa Rekatama media, 2004 ), hlm 199
I Taufik, sejarah dan perkembangan pers di indonesia, ( ttt : triyonco, 1997), hlm.
3
J. Usfunan, “profesionalisme pers dan penegakan supermasi hukum,”jurnal
dakwah Nomor.10 tahun VI ( januari-juni 2005),hlm. 51
Onong Uchyana Effendy, Dinamika komunikasi, Cet III, ( Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1993), hlm 83
Seri Pustaka Yustisia, Hukum jurnalistik, himpunan perundangan mengenai pers
dan penyiaran, cet.II ( yogyakarta : Pustaka widiyatama, 2005), hlm 10.