bab ii

17
BAB II ETIKA PERS Pers merupakan jembatan komunikasi dan informasi bagi sebuah bangsa. Keberadaanya memberikan solusi atas berbagai infromasi terkini yang dibutuhkan oleh manusia segala bangsa. Dalam melaksanakan kegiatannya, pers di bekali oleh kaidah-kaidah dan etika sebagai norma awal untuk mengawal segala tindak-tanduk dalam mengolah sebuah informasi dan menghimpunnya untuk selanjutnya disampaikan pada masyarakat. Kaidah-kaidah atau norma pers ada yang berlaku secara International maupun ditentukan oleh sebuah negara sendiri. Kaitannya adalah mengenai etika dan dan tanggung jawab profesi, jadi tidak hanya dokter dan advokat saja yang memiliki etika dan tanggung jawab profesi, pers dan perangkat- perangkatnya juga memiliki yang serupa. Di dalam hukum pidana pers, kita mengenal adanya beberapa prinsip etika jurnalistik seperti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang merupakan manfestasi terhadap asas praduga bersalah (presumption of guilt) dalam kaitannya peristiwa hukum pidana, pemberitaan yang berlanjut atau biasa disebut dengan continuiting release, cover both side yaitu pers haruslah mengambil dua sisi pemberitaan terhadap para pihak,

Upload: university-of-andalas

Post on 16-Nov-2014

360 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Bab ii

BAB II

ETIKA PERS

Pers merupakan jembatan komunikasi dan informasi bagi sebuah bangsa.

Keberadaanya memberikan solusi atas berbagai infromasi terkini yang dibutuhkan

oleh manusia segala bangsa. Dalam melaksanakan kegiatannya, pers di bekali

oleh kaidah-kaidah dan etika sebagai norma awal untuk mengawal segala tindak-

tanduk dalam mengolah sebuah informasi dan menghimpunnya untuk selanjutnya

disampaikan pada masyarakat. Kaidah-kaidah atau norma pers ada yang berlaku

secara International maupun ditentukan oleh sebuah negara sendiri. Kaitannya

adalah mengenai etika dan dan tanggung jawab profesi, jadi tidak hanya dokter

dan advokat saja yang memiliki etika dan tanggung jawab profesi, pers dan

perangkat-perangkatnya juga memiliki yang serupa.

Di dalam hukum pidana pers, kita mengenal adanya beberapa prinsip etika

jurnalistik seperti asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang

merupakan manfestasi terhadap asas praduga bersalah (presumption of guilt)

dalam kaitannya peristiwa hukum pidana, pemberitaan yang berlanjut atau biasa

disebut dengan continuiting release,  cover both side yaitu pers haruslah

mengambil dua sisi pemberitaan terhadap para pihak, asas kesusilaan dan

sebagainnya. Pelanggaran terhadap norma mengakibatkan beberapa konsekuensi

logis. Kita tentu mengenal beberapa norma seperti agama, susila, hukum dan

sebagainnya. Dalam kaitannya dengan pers, apabila pers melanggar etika

misalnya, maka dapatlah diadukan kepada dewan yang berhak memberikan

rekomendasi atas tindakan pers yang dinilai melanggar tersebut, dalam hal ini

adalah Dewan Kehormatan Pers. Jikalau pers melanggar norma hukum positif

yang ada dalam suatu negara, maka pers akan mendapatkan sebuah sanksi lahir

dan memaksa. Seperti misalnya jika dalam melakukan pemberitaan yang dianggap

mencemarkan nama baik, maka pelakunya dapat dikenai pidana sesuai dengan

ketentuan pasal 310 KUHP yang tentunya harus memenuhi kriteria formil maupun

materiil dari pasal tersebut. Terhadap korban sendiri tidak harus melakukan upaya

Page 2: Bab ii

hukum. Ada beberapa upaya seperti hak jawab (penekanan pada etika) atau

bahkan mendiamkan (avoid).

Berbicara mengenai kebebasan pers dalam ranah hukum pidana pers, ada

beberapa teori yang dipakai dalam melaksanakan kebebasan pers. Teori tersebut

adalah teori kebebasan pers otoriter, teori kebebasan pers liberal, teori kebebasan

pers tanggung jawab sosial, dan teori kebebasan pers marxis. Teori kebebasan

pers otoriter menitik beratkan bahwa pers merupakan kepanjangan tangan dan

kepentingan negara atau rakyat untuk kepentingan negara. Pada zaman orde lama

kita tentu mengenal Undang-Undang No. 11 tahun 1966 dan zaman orde baru

dengan Undang-Undang no. 21 tahun 1982 tentang ijin pers dan Undang-Undang

No. 1 tahun 1982 tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers. Pada era reformasi

dengan Undang-Undang no. 40 tahun 1999. Kita tentu mengenal pembredelan

majalah Tempo akibat dari perundang-undangan kala itu yang mencerminkan

keotoriteran sebuah pemerintah. Selanjutnya pada teori kebebasan pers liberal

menitikberatkan pada kebenaran individu dan kebenarannya boleh di

informasikan pada siapa saja di mana negara tidak boleh ikut campur, mana kala

terjadi sengketa diselesaikan melalui pengadilan. Pada teori kebebasan pers

dengan tanggung jawab sosial, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam

kebebasan pers, pers bebas memberitakan informasi apa saja tetapi pers juga harus

memikirkan efek dari pemberitaan tersebut yang mana tanggung jawab

pemberitaan diatur oleh kode etik pers. Pada teori tanggung jawab sosial ini, pers

diarahkan untuk juga melihat sisi-sisi dari pemberitaan dan apa akibat dari sebuah

pemberitaan itu, dengan kata lain pers juga bertanggung jawab penuh atas

pemberitaan informasi itu.

A. Kode Etik

Mochtar Lubis (dalam Ramadhan, ed., 1995:102) mengemukakan, Dalam

konteks Indonesia, kepada siapa pers harus bertanggungjawab seharusnya, per situ

bertanggungjawab pada hukum dan undang-undang Negara, bukan kepada

pemerintah. Namun, pada masa Orde Baru, makna kata “bertanggungjawab,”

Page 3: Bab ii

dalam “konsep pers yang sehat, yalembagang bebas bertanggung jawab” ialah

bertanggung jawab pada lembaga eksekutif. Initampak jelasdalam UU Pers (cara

pembatalan SIUPP), dan patsal-patsal haatzaai selain budaya telepon atau dalam

bahasa sekarang “budaya imbauan”

Sementara itu, S Tasrif, dalam menggunakan kebebasan pers itu, seorang

wartawan yang baik harus menghayati tanggungjawab keberbagai segi antara lain;

1. terhadap nurani sendiri

2. terhadap sesama warga

3. terhadap kepentingan umum yang diwakili oleh pemerintah

4. terhadap sesama rekan seprofesi

Kode etik jurnalistik (KEJ) merupakan aturan mengenai perilaku dan

pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam

siarannya. Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan

Wartawan Indonesia) yang antara lain :

1. Berita diperoleh dengan cara jujur

2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum disiarkan (check dan

recheck).

3. Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan pendapat (opinion)

4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak mau disebut

namanya.

5. Tidak memberitakan berita yang diberikan secara off the record (four eyes

only)

6. Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita atau tulisan dari

suatu surat kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi

Dengan demikian, sistem pers di Indonesia tidak lain adalas sistep pers

yang berlaku di Indonesia. Kata Indonesia adalah pemberi, sifat, warna, dan

kekhasan pasda sistem pers tersebut. Dalam kenyataan dapat ditemukan

perbedaan – perbedaan esensial sistem pers Indonesia dari satu periode ke periode

Page 4: Bab ii

yang lain. misalnya sistem pers demokrasi liberal, sistem pers demokrasi

terpimpin, sistem pers demokrasi Pancasila dan sistem pers di era reformasi,

meskipun falsafah negara tidak berubah.

Pers Indonesia diatur dalam UU pers No. 40 Tahn 1999. Ini merupakan

UU pers yang baru, memuat berbagai perubahan sistem pers yang mendasar atau

sistem pers sebelumnya. hal ini dimaksudkan afgar pers berfungsi secara

maksimal seperti diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945. Fungsi yang maksimal

tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah suatu perwujudan kedaulata

rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan

bermasyaralkat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Pencabutan undang

undang yang lama dan digantikannya denga yang baru hakikatnya merupakan

pencerminan adanya perbedaan nilai – nilai dasar politis ideologis antara orde

baru dengan orde reformasi. hal ini tampak jelas pada konsideransi undang –

undang pers yang baru. Dalam konsideransi itu antara lain dinyatakan bahwa

undang – undang tentang ketentuan pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai

dengan perkembanngan zaman.

Lahirnya UU pers yang baru Mno. 40 tahun 1999 didasarkan atas

pertimbangan bahwa UU No.11 Tahun 1966 tentang ketentuan pokok pers

sebagaimana telah diubah lagi dengan UU Nu. 04 Tahun 1967 dan diubah lagi

dengan UU No. 21 Tahun 1982. Dianggap sudah tidak sesuai dengan

perkembangan zaman. Falsafah di bidang moral pers yaitu mengenai kewajiban –

kewajiban pers, baik dan buruknya ers, pers yang benar, dan pers yang mengatur

perilaku pers di namakan etika pers. Dengan kata lain, etika pers berbicara tentang

apa yang seharusnya dilakukan orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pera.

Sumber etika pers adalah kesadaran moral, yaitu pengetahuan baik dan buruk,

benar dan salah, tepat maupun tidak bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers.

Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni

kebebasan mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU

No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan, Kebebasan pers terjamin sebagai

Page 5: Bab ii

hak asasi warga negara., bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran,

pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 1). Pihak yang mencoba menghalangi

kemerdekaan pers dapat dikenai tindak pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun

atau denda Rp. 500 jt (pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian kebebasan disini

dibatasi dengan kewajiban menghormati norma – norma agama dan rasa

kesusilaan masyarakat serta asas preduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1). Seluruh

wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan

kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma – norma profesi

kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perbedaan

abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila

Prof. Oemar Sono Adji, dalam bukunya berjudul “Hukum Kebebasan Pers ”

mengutip J.C.T Simorangkir, SH, menyimpulkan mengenai kebebasan pers di

ndonesia, adalah sebagai berikut :

1. Hukum Indonesia telah mengakui/ mengatur / menjamin perihal perilaku

kebebasan pers

2. Kebebasan pers Indonesia tidak dapat dilihat / diukur semata – mata

dengan kaca mata luar negeri

3. Ciri kebebasan pers di Indonesia.

4. Kebebasan Pers diakui, dijamin dan dilaksanakan di Indonesia dalam

rangka melaksanakan demokrasi Pancasila.

Menurut S. Tasrif tentangdiakui dan dijaminnya kebebasan pers dalm suatu

negara, apabila negara yang bersangkutan memiliki tiga syarat berikut :

1. Tidak ada kewajiban menurut hukum untuk meminta surat izin terbit bagi

penerbitan pers.

2. Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk

melakukan penyensoran.

3. Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk

melakukan penerbitan pers

Page 6: Bab ii

Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat

bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri

sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh

dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Semuanya harus

mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers

berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya

masalah yang ada. Kehidupan pers nasional Indonesia merupakan produk dari

sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan dalam

bentuk kegiatan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan kegiatan jurnalistik pers

nasional harus berlandaskan dengan :

1. Landasan Idiil : Falsafah pancasila (Pembukaan UUD 1945)

2. Landasan Konstitusional : UUD 1945

3. Landasan yuridis : Undang – Undang Pokok pers

4. Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik

5. Landasan etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Pers dalam kehidupannya memiliki tanggung jawab yang harus dipikul dalam

konteksnya sebagai media. Macam dan sifat tanggung jawab pers bersifat relatif

di tiap negara namun pada dasarnya semua tanggung jawab tersebut berlandaskan

pada Kode etik pers yang mana merupakan dasar dari cara kerja pers.

Pers Indonesia atau pers pancasila yang orientasi, sikap, dan tingkah

lakunya berdasarkan nilai – nilai pancasila dan UUD 1945. Sedangkan pers

pembangunan merupakan pers pancasila dalam pembangunan Indonesia yang

berbangsa, bermasyarakat dan berngara. Pers yang sehat, bebas dan bertanggung

jawab dalam menjalankan fungsinya merupakan sikap dari pers Indonesia yaitu

sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, dan penyalur aspirasi

masyarakat. Dengan adanya pers Indonesia (pers pancasila) maka rasa saling

percaya dalam tujuannya untuk mencapai masyarakat yang bebas, demokratis dan

bertanggung jawab. Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik,

misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan

Page 7: Bab ii

cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. wartawan

menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang

benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak diperkenankan

menerima sogokan.

Dalam melaksanakan kode etik junelistik tidak semudah membalikkan

telapak tangan. banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang

profesional.

Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat

bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri

sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh

dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Semuanya harus

mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers

berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya

masalah yang ada.

B. Praktek dan Media Pers

STUDI KASUS

DETIKCOM

Detikcom ialah sebuah portal web yang berisi berita aktual dan artikel

daring di Indonesia. Detikcom merupakan salah satu situs berita terpopuler di

Indonesia. Berbeda dari situs-situs berita berbahasa Indonesia lainnya, detikcom

hanya mempunyai edisi online dan menggantungkan pendapatan dari bidang

iklan. Meskipun begitu, detikcom merupakan yang terdepan dalam hal berita-

berita baru (breaking news).

Situs-situs

Detikcom merupakan portal kepada situs-situs:

detikNews

Page 8: Bab ii

detikFinance

detikFood

detikHot

detiki-Net

detikSport

detikHealth

detikShop

detikTV

detikSurabaya

detikBandung

detikforum

blogdetik

serta beberapa fasilitas lainnya

Sejarah

Server detikcom sebenarnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun

mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Tanggal 9 Juli itu akhirnya

ditetapkan sebagai hari lahir Detikcom yang didirikan Budiono Darsono (eks

wartawan DeTik), Yayan Sopyan (eks wartawan DeTik), Abdul Rahman (mantan

wartawan Tempo), dan Didi Nugrahadi. Semula peliputan utama detikcom

terfokus pada berita politik, ekonomi, dan teknologi informasi. Baru setelah

situasi politik mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detikcom memutuskan

untuk juga melampirkan berita hiburan, dan olahraga.

Dari situlah kemudian tercetus keinginan membentuk detikcom yang

update-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang harian,

mingguan, bulanan. Yang dijual detikcom adalah breaking news. Dengan

bertumpu pada vivid description macam ini detikcom melesat sebagai situs

informasi digital paling populer di kalangan users internet.

Page 9: Bab ii

Perkembangan jumlah pengunjung

Pada Juli 1998 situs detikcom per harinya menerima 30.000 hits (ukuran

jumlah pengunjung ke sebuah situs) dengan sekitar 2.500 user (pelanggan

Internet). Sembilan bulan kemudian, Maret 1999, hits per harinya naik tujuh kali

lipat, tepatnya rata-rata 214.000 hits per hari atau 6.420.000 hits per bulan dengan

32.000 user. Pada bulan Juni 1999, angka itu naik lagi menjadi 536.000 hits per

hari dengan user mencapai 40.000. Terakhir, hits detikcom mencapai 2,5 juta

lebih per harinya.

Selain perhitungan hits, detikcom masih memiliki alat ukur lainnya yang

sampai sejauh ini disepakati sebagai ukuran yang mendekati seberapa besar

potensi yang dimiliki sebuah situs. Ukuran itu adalah page view (jumlah halaman

yang diakses). Page view detikcom sekarang mencapai 3 juta per harinya.

sekarang detik.com menempati posisi ke empat tetinggi dari alexa.com untuk

seluruh kontent di Indonesia

Kritik

Salah satu kritik yang sering dialamatkan pada detikcom adalah banyaknya

iklan yang memenuhi halaman utama. Saat diakses pertama kali, halaman muka

detikcom pada browser berukuran 1024x768 akan dipenuhi iklan yang mengisi

sekitar 80% ruangnya. Hal ini menyebabkan masa loading yang cukup lama.

Namun mulai 9 Juli 2008, detik.com telah mengubah tampilan halaman

mukanya. Serta menempatkan iklan yang lebih tertata, serta mengurangi jumlah

iklan secara drastis.

Analisis

1. DetikCom merupakan perusahaan pers yang memiliki prinsip-

prinsip ekonomi dan sistem manajemen yang sehat. Detikcom

memiliki redaksi yang terstruktur mulai dari: Pemimpin Redaksi,

Page 10: Bab ii

Wakil Pemimpin Redaksi, Dewan Redaksi, Redaktur

Eksekutif, Redaktur Pelaksana, Kepala Biro untuk beberapa

daerah, Portal Publisher, Community Publisher, Sekretaris

Redaksi, Alamat Redaksi, Email, Kontak Iklan.

2. Detikcom terbuka melayani klaim dari masyarakat, yaitu dengan

adanya forum surat pembaca.

3. Detikcom juga bekerja sama dengan perusahaan pers lainnya

(wollipop.com)

4. Iklan yang terdapat dalam detikcom tidak menyalahi tata krama

dan tata cara periklanan di Indonesia.

Page 11: Bab ii

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur, etika pers: profesionalisme dengan nurani, (bandung : humaniora

utama press, 2001),hlm 145

Amartya Sen, apa gunanya kebebasan pers?, kolom TEMPO, 9 Mei 2004, hlm

113

Elvinaro dan Lukiati komala Erdinaya, komunikasi massa suatu pengantar,

( Bandung : Simbiosa Rekatama media, 2004 ), hlm 199

I Taufik, sejarah dan perkembangan pers di indonesia, ( ttt : triyonco, 1997), hlm.

3

J. Usfunan, “profesionalisme pers dan penegakan supermasi hukum,”jurnal

dakwah Nomor.10 tahun VI ( januari-juni 2005),hlm. 51

Onong Uchyana Effendy, Dinamika komunikasi, Cet III, ( Bandung: Remaja

Rosda Karya, 1993), hlm 83

Page 12: Bab ii

Seri Pustaka Yustisia, Hukum jurnalistik, himpunan perundangan mengenai pers

dan penyiaran, cet.II ( yogyakarta : Pustaka widiyatama, 2005), hlm 10.