bab i1

67
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin kelihatan nyata. Dengan kesadaran ini, pemerintah dan masyarakat, terutama pendidik, mencurahkan sebagian besar tenaga, dana dan pikirannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Misalnya melakukan perubahan kurikulum, perubahan teknik pengajaran dan penyelenggaraan kerja sama antara lembaga pendidikan dengan lembaga lain (Kadir dan Ma’sum, 1982, 1991 1992). Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain, (1) meningkatkan kualitas guru SLTP/MTs dari lulusan D1 dan D2 menjadi lulusan S1 penyetaraan, (2) menerbitkan suplemen kurikulum SLTP/MTs 1994 yang berisi tentang materi pelajaran mana yang masih tetap diajarkan pada kelas-kelas tertentu dan materi mana yang tidak perlu lagi diajarkan serta materi yang wajib diajarkan (Depdikbud, 1999:5), (3) mendirikan sekolah-sekolah baru, dan (4) meningkatkan perbaikan proses belajar mengajar dan hasil belajar melalui pelatihan-pelatihan guru SD, SLTP, dan SMU.

Upload: fauzi-rozandi

Post on 24-Jul-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesadaran  masyarakat akan pentingnya pendidikan  semakin  kelihatan

nyata. Dengan  kesadaran  ini, pemerintah  dan  masyarakat,  terutama  pendidik,

mencurahkan  sebagian  besar  tenaga,  dana  dan  pikirannya untuk meningkatkan

mutu  pendidikan.  Misalnya  melakukan  perubahan kurikulum, perubahan teknik

pengajaran dan penyelenggaraan kerja  sama antara lembaga pendidikan dengan

lembaga lain  (Kadir  dan  Ma’sum,  1982,  1991 1992).  Untuk  meningkatkan 

mutu pendidikan,  pemerintah  telah  melakukan berbagai  upaya  antara  lain,  (1)

meningkatkan kualitas guru SLTP/MTs dari lulusan D1 dan D2 menjadi lulusan

S1 penyetaraan,  (2) menerbitkan  suplemen  kurikulum  SLTP/MTs  1994  yang 

berisi tentang materi  pelajaran  mana  yang  masih  tetap  diajarkan  pada  kelas-

kelas tertentu dan materi mana  yang  tidak  perlu lagi  diajarkan serta  materi 

yang wajib diajarkan  (Depdikbud,  1999:5),  (3)  mendirikan  sekolah-sekolah 

baru, dan  (4) meningkatkan  perbaikan  proses  belajar  mengajar  dan  hasil 

belajar melalui pelatihan-pelatihan guru SD, SLTP, dan SMU.

Sejaran  Kebudayaan  Islam  (SKI) merupakan  salah  satu  pelajaran  yang

diberikan  sejak  dari  tingkat Madrasah  Ibtidaiyah  (MI)  sampai  Perguruan 

Tinggi (PT), khususnya Perguruan  Tinggi  Agama Islam  (PTAI). Pada umumnya

Sejarah

Kebudayaan  Islam dirasakan  lebih  sulit  untuk  dipahami  daripada 

ilmu-ilmu lainnya.  Salah  satu  penyebabnya  adalah karena  sejarah mempelajari 

sesuatu yang  sudah  terjadi  dan  tidak  dialami  oleh  peserta  didik,  dan    tidak 

adanya kesesuaian  antara  kemampuan peserta  didik dengan  cara  penyajian 

materi sehingga SKI dirasakan  sebagai  pelajaran  yang  sulit  untuk  diterima. 

Kurikulum

Tingkat  Satuan  Pendidikan  (KTSP)  Madrasah  Tsanawiyah  Negeri 

Pamoyanan menyebutkan   salah satu Standar  kompetensi Sejarah Kebudayaan 

Islam adalah “memahami  kemajuan  Dinasti  Umayah  dibidang  Ilmu  Agama 

Page 2: BAB I1

Islam  dan kompetensi  dasarnya  adalah  “menganalisis  kemajuan-kemajuan 

Dinasti  Umayah di Bidang Ilmu Agana Islam merupakan salah satu materi pokok

yang diberikan di MTs.  Kelas  VIII  semester  1. Seorang  guru  harus  dapat 

menentukan  strategi pengajaran  yang  sesuai  dengan  kemampuan peserta 

didiknya  sehingga  m udah dipahami,  mengingat bahwa  pelajaran  sejaran 

adalah pelajaran yang  mendalami dan  mepelajari  sesuatu  yang  sudah  terjadi 

di  masa  lampau  dan  yang  pasti  tidak dialami  oleh  peserta  didik.  Secara

khusus  ada  sebagian  masyarakat  yang  tidak peduli  dengan  peristiwa 

sejarah terutama  sejarah  Kebudayaan  Islam,  karena memandang bahwa  hal 

tersebut hanyalah  peristiwa  yang  tidak  mungkin  akan terjadi 

kembali, selain itu  pula  bahwa  sejarah  tidak  implementatif  dalam  duniakerja

dan tidak implementatif pula dalam disiplin ilmu lain.

Mengajarkan SKI merupakan suatu kegiatan pengajaran sedemikian

sehingga peserta  didik belajar  untuk  mendapatkan  kemampuan  dan

pengetahuan tentang Sejarah  Kebudayaan  Islam .  Kem ampuan  dan

pengetahuan tersebut  ditandai dengan  adanya  interaksi  yang  positif  antara 

guru  dengan peserta  didik, peserta didik dengan peserta  didik,  yang  sesuai 

dengan  tujuan  pengajaran  yang  telah ditetapkan  (Hudya,  1988:122).  Namun 

dalam  melaksanakan  kegiatan pembelajaran  khususnya yang  berhubungan

dengan Sejarah  Kebudayaan  Islam, ternyata masih banyak mengalami hambatan

hambatan baik yang dialami peserta didik maupun  guru. 

Salah  satu  hambatan yang  terjadi  adalah  kesulitan  dalam memahami

dan  menghafal  hal-ha  yang  berkaitan  dengan Sejarah  Kebudayaan Islam,

khususnya kemajuan Dinasti Umayyah. Seperti  yang  terjadi  di MI Al - Jihad

Ciater,  didapatkan  latar  belakang peserta didik sangat bervariasi dalam  motivasi

belajarnya.

Mereka rata-rata dalam belajar  tanpa  dibekali  keinginan  untuk 

memahami dan  mengetahui  m ateri-materi yang  diajarkan  oleh  guru. 

Mereka kurang  dalam memilah-milah  materi  sejarah antara  dinasti yang  satu

dengan  dinasti yang  lain,  sehingga  tidak  sedikit  peserta didik yang keliru

dalam m enyebutkan dan menjawab soal yang diberikan guru.

Berdasarkan  pengalaman  peneliti,  dari  beberapa  materi/pokok  bahasan

Page 3: BAB I1

yang disajikan di kelas MI Al - Jihad Ciateradalah pokok bahasan Dinasti

Umayyah, bentuk-bentuk  kesalahan dalam  menjawab pertanyaan  terutama 

dalam  hal nama  tokoh, hasil Karya, dan tahun peristiwa sejarah, seperti :

1. Ibu Kota Dinasti Um ayyah adalah

a. Damaskus

b Jeddah.

c. Bagdad

d. Mesir

Jawaban yang diberikan peserta didik adalah kebanyakan mereka m erasa

tidak mengetahui  nama  ibu  kota  Dinasti  Umayyah,  karena  pada  saat  ini 

daerah kekuasaan  Dinasti  Umayyah  sudah  tidak  ada,  sehingga  mereka  harus

menghafal nama ibu kota tersebut.

2. Nama Ulama dari tabi’in dibidang fiqih adalah

a. Said bin Musayyad 

b. Mujahid bin Zubae

c. Ubay bin Kaab 

d.  Hammad bin Abi Sulaeman

Siswa  kebingungan  mengenai  periodisasi  tokoh  dan  disiplin  illmu 

yang didalaminya,  sebab  dalam  sejarah  Kebudayaan  Islam  terjadi  periodisasi 

dan kajian  illmu-ilmu  islamyang  bengi  banyak,  sehingga  mereka  (peserta 

didik) harus  meghafal  seluruh  tokoh-tokoh  yang  mungkin  ada    beserta 

disiplin  ilmu yang dikajinya.  Selain itu  pula  satu tokoh tidak  hanya mendalami 

satu  disiplin ilmu.

3. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah :

a.. Hasa al Basri

b. Mujaihid bin Zubaer

c. Ubay bin Kaab

d.Hammad bin Sulaeman

Jawaban  yang  diberikan  siswa  rata-rata  merasa  kebingungan  dengan 

soal nomor  2,  sebab  soal  kedua  nom or  tersebut  sangat  mirip  nama  tokoh 

yang ditanyakan.

Page 4: BAB I1

Dari  contoh  di  atas  banyak peserta didik sulit  untuk menjawab soal

tenpenerapan ang menyebutkan nama tokoh dan disiplin ilmu yang diberikan serta

nama  ibu  kotanya,  peserta  didik  kebingungan  untuk  memilih  salah satu 

jawaban yang  benar,  karena  peserta  didik  tidak  hafal  dengan  jelas  mengenai 

nama  dan persitiwa yang terjadi,  sehingga mereka menjawab dengan salah,

karena peserta didik tidak menganalisis persiatiwa sejarah berdasarkan periodisasi

sejarah Islam, akana  tetapi  lebih  menekankan  kepada  semata,  tanpa  peduli 

periodisasi  dan klasifikai kaeilmuan yang dikajinya. Setiap pokok  bahasan  yang 

disajikan dalam Sejarah  Kebudayaan  Islam itu selalu berkesinambungan, maka

peneliti ingin memperbaiki pembelajaran dengan mengadakan  penelitian  yang 

berjudul:  “Mengajarkan Sejarah  Kebudayaan  Islam dengan  Pendekatan

Kontruksitivisme pada  Pokok  Bahasan Kemajuan  Dinasti Umayyah di Kelas 6

MI Al - Jihad Ciater.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah  dikemukakan di atas, maka

masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana  mengajarkan  Kemajuan  Dinasti  Umayyah  dengan

pendekatan Kntruktivisme di  kelas VI  MI Al - Jihad Ciater?

2. Bagaimana  prestasi  belajar peserta  didik pada  pokok  bahasan

Kemajuan Dinasti Umayyah dengan pendekatan kontrtuktivisme ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, m aka tujuan penelitian ini agar dapat:

1. Menerapkan  metode/pendekatan  kontruktivisme  dalam  pem belajaran

Sejarah  Kebudayaan  Islam  pada  pokok  bahasan  Kemajuan  Dinasti

Umayyah secara berkelompok di kelas VIII MTs. Negeri Pamoyanan

2. Meningkatkan  prestasi  peserta  didik  dalam  belajar Kemajuan  Dinasti

Umayyah, khusus peserta didik kelas VIII MTs. Negeri Pamoyanan.

D. Manfaat Penelitian

Page 5: BAB I1

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:

1. Bahan informasi bagi guru Sejarah  Kebudayaan Islam guna  peningkatan

prestasi  peserta  didik  setelah  guru  m engetahui  letak  kesalahan dan

kekeliruan  yang dialami  peserta  didik,  khususnya  pada  pokok  bahasan

Kemajuan Dinasti Umayyah.

2. Sebagai  bahan  pertimbangan  untuk  memilih  metode  pengajaran  yang

sesuai dalam menyelesaikan soal Sejarah Kebudayaan Islam  khususnya

pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah.

3. Bahan  pertimbangan  penelitian  lebih  lanjut  guna  peningkatan  prestasi

belajar peserta didik.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi dalam penelitian ini adalah:

1. Hasil tes sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik.

2. Kesalahan-kesalahan  peserta  didik  dalam  menjawab  setiap  soal

m erupakan  indikator  kesulitan  dalam memahami periodisasi  dan

klasifikasi  keilmuan yang  menjadi  kajian  tokoh  keislaman  pada  masa

Dinasti Umayyah

3. Peserta didik mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah.

BAB II

KERANGKA TEORI

Page 6: BAB I1

A. Hakekat Sejarah Kebudayaan Islam

Sampai saat  ini  belum  ada  kesepakatan yang  bulat  untuk 

mendefinisikan  apa itu Sejarah  Kebudayaan  Islam.  Walaupun  belum  ada 

definisi  tunggal  menganai

Sejarah Kebudayaan  Islam , bukan berarti Sejarah  Kebudayaan Islam

tidak dapat dikenali.  Seperti  apa  yang  telah  diutarakan  oleh Badri  Yatim

(1985:5)  sebagai pengetahuan Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai beberapa

karakteristik, yaitu bahwa obyek Sejarah  Kebudayaan  Islam mengenai peristiwa-

perittiwa  keislaman di massa lalu. Sementara menurut Koentjaraningrat, (1985 :

5) kebudayaan paling tidak  m empunyai  tiga  wujud, 

1) wujud  ideal,  yaitu  wujud  kebudayaan  sebagai suatu komplek ide-ide, 

gagasan-gagasan, nilai-nilai,  norma-norma, perauran, dan sebagainya,

2) wujud kelakuan, yaitu  wujud kebudayaan sebagai suatu komplek

aktifitas kelakuan  berpola dari  manusia  dalam  masyarakat,  dan

3) wujud benda, yaitu  wujud  kebudayaan  seagai  benda-benda  hasil 

karya. Dengan  mengetahui obyek  penelaahan Sejarah  Kebudayaan 

Islam,  kita  dapat  mengetahui  hakekat Sejarah  Kebudayaan  Islam yang 

sekaligus  dapat  diketahui  juga kemajuan  dan

kemunduran  serta  kejatuhan  dalam Sejarah  Kebudayaan  Islam.

Sejarah Kebudayaan  Islam itu  timbul  karena  pikiran-pikiran dan 

perbuatan-perbuatan (daya  cipta  dan  karsa  =  budaya  ) manusia  yang 

berhubungan  dengan kejadian yang  dialaminya.  Sejarah  Kebudayaan  Islam

mempunyai  kawasan  kajian  yang sangat luas diantaranya :  tem pat peristiwa,

nama  tokoh peristiwa, jenis peristiwa, tahun peristiwa,. sebab-sebab terjadi (latar

belakang) dan sebab kemunduran dan kejatuhannya  dan lain-lain. Mengenai 

obyek Sejarah  Kebudayaan  Islam, Jaih  Mubarok  (2004  :  12) kebudayaan

memiliki empat unsur (rukun) : (1) kayakinan (belief), (2) nilai (value),

(3)  norma  (norm), (4)  symbol  ( symbol).  Sementara  menurut 

Koentjaraningrat, (1985  :  5)  kebudayaan  paling  tidak  mempunyai tiga wujud, 

(1)  wujud  ideal, yaitu wujud  kebudayaan  sebagai  suatu  komplek  ide-ide, 

Page 7: BAB I1

gagasan-gagasan,  nilai-nilai, norma-norma,  perauran,  dan  sebagainya,  (2) 

wujud  kelakuan,  yaitu  wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktifitas

kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan  (3)  wujud  benda,  yaitu 

wujud  kebudayaan  seagai  benda-benda hasil karya. Dari  segi  kepercayaan, 

Harusn  Nasution  menjelaskan,  bahwa  agama  pada hakekatnya memiliki dua

kelompok ajaran, yaitu kelompok pertama adalah ajaran yang diwahyukan Allah 

swt. dan kelompok kedua adalah penafsiranya. Kelompok pertama  bersifat

absolute,  mutlak  tidak  berubah  dan  tidak  bisa  diubah, sementaqra

kelompok kedua  bersifat  nisbi, berubah, ddan  dapat berubah  sesuai

dengan  perkem bangan  zaman, yang  selanjutnya  disebut  dengan  peradaban

ataukebudayaan

Dengan  mengetahui  objek sejarah Kebudayaan Islam  tersebut,  maka 

dalam mempelejari Sejarah Kebudayaan Islam dengan meperhatikan  berbagai 

peristiwa dan  hasil budaya  masyarakat dimasa  kejayaan  umat  Islam  di  masa 

lalu,  melalui periodisasi  dan  kalsifikasi  hasil  budaya  tersebut  berupa  karya 

seni,karya idea(ilmu),danlain-lain.

B. Belajar Sejarah Kebudayaan Islam

Belajar  merupakan  kegiatan  setiap  orang.  Seseorang  dikatakan 

belajar,  bila dapat  diasumsikan  dalam  diri  orang  itu  terjadi  suatu  proses 

kegiatan  yang mengakibatkan  perubahan  tingkah  laku.  Kegiatan  atau 

usaha untuk  mencapai perubahan  tingkah  laku  sendiri  merupakan  hasil belajar.

Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang

itu terjadi suatu proses kegiatan  yang  mengakibatkan  suatu  perubahan  tingkah

laku.  Perubahan  tingkah laku  itu  mem ang  tidak  dapat  diamati  dan berlaku 

dalam  waktu  relatif  lama. Kegiatan  dan usaha  untuk  mencapai  perubahan 

tingkah  laku  merupakan  proses belajar sedang perubahan tingkah laku sendiri

merupakan hasil belajar. Ausebel  mengemukakan  bahwa  belajar  dikatakan 

bermakna  bila  inform asi yang akan dipelajari peserta didik sesuai dengan

struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga peserta  didik dapat  mengaitkan 

informasi  baru  dengan  struktur  kognitif yang  dimiliki  (Hudoyo,  1990:138). 

Dalam  teori  belajar Robert  M.  Gagne yang diungkapkan    (1980:138) 

Page 8: BAB I1

dikatakan  bahwa  dalam  belajar  ada  dua  obyek  yang dapat diperoleh peserta

didik , obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain:

kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, m andiri (belajar,  bekerja 

dan  lain-lain),  bersikap positif dan  mengerti  bagaimana seharusnya belajar.

Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada

apa  yang  telah  diketahui  orang.  Karena Sejarah  Kebudayaan  Islam

merupakan

sejarah hasil ide-ide yang abstrak (idea) yang tidak lepas dari perilaku kehidupan

manusia masa lalu,  khhususnya umta  Islam  mulai masa Rasululullah  saw. Maka

dalam meplejari Sejarah Kebudayaan Islam tidak lepas dari pola kehidupan yang

dilakukan  masyarakat  Islam  pada  masa  tersebut,  seperti  pada  masa  Dinasti

Umayyah,  maka  dalam  mempelajari  sejarah  pada  masa  Dinasti  Umayyah 

harus mengetahui  pola  kehidupan  masanya,  lehih  khusus  lagai  bila  ingin 

mengetahui kemjaun  yang  dicapai  oleh  Dinasti  Umayyah,  maka  harus 

mengetahui  pola kehidupan  pada  masanya,  yakni  masa  penggalian  ilmu-ilm

u  keislaman  secara mendalam  oleh  setiap  orang  melalui  penerjemahan 

berbagai  khazanah  ilmu pemngetahuan yang ada dan berkembang pada masa itu.

Dalam   proses  belajar Sejarah  Kebudayaan  Islam terjadi  proses  berfikir.

Seseorang  dikatakan  berfikir  bila  melakukan  kegiatan  mental  dan  orang 

yang belajar Sejarah  Kebudayaan  Islam selalu  melakukan  kegiatan  mental. 

Sehingga dalam  berfikir,  seseorang  dapat  menyusun  hubungan-hubungan 

antar  bagian- bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun

kesimpulan. Dalam proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk kegiatan m

engajarnya. Mengajar  adalah  suatu  kegiatan  dimana guru menyampaikan 

pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan

mengajar adalah agar pengetahuan  yang  disampaikan  itu  dapat  dipahami 

peserta  didik,  sehingga mengajar bisa dikatakan baik, apabila hasil belajar

peserta didik juga baik.

Apabila terjadi  proses  belajar  mengajar  itu  baik,  maka  dapat 

diharapkan  bahwa  hasil belajar  peserta  didik  akan  baik  pula.  Dengan 

demikian peserta  didik sebagai subyek  akan  dapat  memahami Sejarah 

Kebudayaan  Islam,  selanjutnya  mampu mengaplikasikan pada situasi  yang

Page 9: BAB I1

baru, seperti menerapkan  pada masa  dimana perserta didik itu hidup.

C. Faktor-faktor  yang  Mempengaruhi Terjadinya  Proses  Mengajar  dan 

Belajar

Sejarah Kebudayaan Islam

Menurut  Herman Hudoyo (1988:6)  kegiatan  belajar yang  kita kehendaki  akan

bisa tercapai bila faktor -faktor berikut ini dapat dikelola sebaik -baiknya:

1. Peserta didik

Kegagalan  atau  keberhasilan  belajar  sangat  tergantung  kepada  peserta

didik. Misalnya saja, bagaim ana kemampuan  dan kesiapannya  untuk  belajar

Sejarah  Kebudayaan  Islam ,  bagaimana  kondisi peserta  didik,  dan  kondisi

fisiologisnya.  Orang  yang  dalam  keadaan  sehat  jasmani  akan  lebih  baik

belajar  daripada  orang  yang  dalam  keadaan  lelah,  seperti  perhatian,

pengamatan, ingatan juga berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang.

2. Pengajar

Kemampuan  pengajar  dalam  menyampaikan  materi  dan  sekaligus

menguasai  materi  yang  diajarkan  sangat  mempengaruhi  terjadinya  proses

belajar. Seorang pengajar yang tidak menguasai materi Sejarah Kebudayaan

Islam dengan baik dan kurang menguasai cara  menyampaikan dengan tepat

dapat  mengakibatkan  rendahnya  mutu  pengajaran  dan  yang  kedua  dapat

menimbulkan  kesulitan peserta  didik dalam memahami Sejarah  Kebudayaan

Islam. Akibatnya proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam tidak berlangsung

efektif.

3. Sarana dan prasarana

Sarana  yang  lengkap  seperti  adanya  buku  teks  dan  alat  bantu  belajar

merupakan fasilitas  yang  penting.  Demikian  pula  prasarana  yang  cocok

seperti ruangan dan tempat duduk yang bersih dan sejuk bisa memperlancar

terjadinya  proses  belajar.  Tidak  menutup  kemungkinan  penyediaan  sum ber

lain,  seperti  majalah  tentang  pengajaran Sejarah  Kebudayaan  Islam,

laboratorium Sejarah  Kebudayaan  Islam dan  lain-lain  akan  dapat

meningkatkan kualitas belajar.

4. Penilaian

Page 10: BAB I1

Penilaian  dipergunakan  untuk  melihat  bagaimana  berlangsungnya

interaksi  antara  pengajar  dan  peserta  didik.  Disamping  itu  penilaian juga

berfungsi  untuk  meningkatkan  kegiatan  belajar  sehingga  dapat  diharapkan

dapat  memperbaiki  hasil  belajar  apabila  kurang  berhasil.  Penilaian  juga

mengacu  pada  proses  belajar,  yang  dinilai  adalah  bagaim ana  langkah-

langkah  berfikir peserta  didik dalam menganalisis masalah Sejarah

Kebudayaan  Islam.  Dengan  demikian,  apabila  langkah-langkah analisis

masalah benar, telah menunjukkan proses belajar peserta didik baik.

D. Kesulitan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam

Pada  kenyataanya,  dalam  proses  belajar  m engajar  masih  dijumpai  bahwa

peserta  didik mengalami  kesulitan  belajar.  Kenyataan  inilah  yang  harus 

segera

ditangani  dan  dipecahkan.  Seperti  yang  telah  diuraikan  pada  Bab  I,  bahwa

kesulitan  belajar  merupakan  suatu  kondisi  dalam  proses  belajar  mengajar 

yang

ditandai  dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai  hasil  belajar yang

diharapkan.

Menurut  Soejono  (1984:4)  kesulitan  belajar peserta  didik dapat  disebabkan

oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti:

fisiologi,

faktor  sosial,  faktor  pedagogik.  Selain  itu,  terdapat  pula  kesulitan  khusus 

dalam

belajar Sejarah Kebudayaan Islam seperti:

1. Kesulitan dalam menggunakan istilah

Dalam  hal  ini  dipandang  bahwa  peserta  didik  telah  memperoleh  pengajaran

sautu pengertian  (istilah),  tetapi  belum  m enguasainya  mungkin  karena  lupa

sebagian  atau seluruhnya. Mungkin  pula istilah yang dikuasai kurang cermat.

Hal ini disebabkan antara lain:

a. Peserta didik lupa nama singkatan suatu obyek

Misalnya peserta didik lupa terminology kebudayaan dan peradaban

Page 11: BAB I1

b. Peserta didik kurang mampu menyatakan arti istilah dalam sejarah.

Misalkan  peserta  didik  yang  mam pu  menyatakan kebudayaan  dan

peradaban dalam kehidupan masa kini.

2. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip

Jika  kesulitan  peserta  didik  dalam  menggunakan  prinsip  kita  analisa,

tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:

a. Peserta  didik  tidak  mempunyai  konsep  yang  dapat  digunakan  untuk

m engembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu.

b. Miskin  dari  konsep dasar  secara  potensial  merupakan  sebab  kesulitan

belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).

c. Peserta  didik  kurang  jelas  dengan  prinsip kebudayaan yang  telah

diajarkan.

3. Kesulitan memiliah-milah periodisaasi Sejarah Kebuddayaan Islam.

Sejarah  Kebudayaan  Islam  oleh  para  ahli  telah  di  buat  periodisasi  sejarah,

agar mem udahkan dalam mempelajarinya dan  m engklasifikasinya agar tidak

bercampur  baur  dalam  menentukan  periode  mana  dan  klasifikasi  apa  yang

harus  dipelajari,  akan  tetapi  peserta  didik  sering  dibingungkan  dengan

berbagai  terminology  yang  digunakan  dan  memilah-milahnya,  sehingga

berakibat  dalam  menjawab  pertanyaan  sering  terjadi kekeliruan  termasuk  ke

periode mana dan klasfikasi apa. HaL ini disebabkan oleh :

a. Peserta didik  tidak mampu  mengklasifikasi kebudayaan  yang  dihasilkan

masyarakat  Islam  dan  periodisasi  sejarah  Kebudayaan  Islam  itu sendiri.

Untuk  mengecek  kebenaran  dugaan  ini,  guru  memerintahkan  untuk

menyatakan  kem bali  apa  yang  telah  dikerjakan    dengan  menggunakan

bahasanya  sendiri.  Guru  dapat  melihat  hasil  jawaban  peserta  didik

apakah sudah benar jawbannua atau belum.

b. Peserta  didik  tidak  dapat  membayangkan  dan  menganalisis  sejarah

dengan kehidupam masa saat peserta didik hidup.

Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu:

- menunjukkan prestasi yang rendah

Page 12: BAB I1

- hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan

- keterlambatan dalam  melaksanakan tugas yang diberikan

Obyek  yang  dapat  kita  periksa  untuk  mengetahui  penyebab  kesukaran

peserta  didik  belajar  contohnya  seperti:  (a)  materi  yang  diajarkan

dianggap  terlalu  sulit,  (b)  pengajarannya  yang  kurang  baik  dan  dapat

disebabkan  oleh  kesalahan  pengajaran  dalam  menyajikan  metode

ataupun  tidak  adanya  alat  peraga,  dan  (c)  dari  peserta  didik sendiri

disebabkan karena kelemahan jasmani,  kurang  cerdas,  tidak  ada minat,

tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak mendukung

E. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar  tuntas  adalah  suatu  sistem  yang  mengharapkan  sebagian  besar

peserta  didik  dapat menguasai  standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar 

yang

telah  ditetapkan secara  tuntas.  Mengenai  ketuntasan,  peserta  didik  yang

memperoleh  nilai ulangan harian kurang dari 7,5 perlu

diberikan remidi dengan  menitikberatkan  pada standar  kompetensi  dan

kompetensi dasar yang belum dikuasai (Ahmad, 1995:20).

Ngadiono  (1980:1)  menjelaskan bahwa  maksud  utama  belajar tuntas adalah

pencapaian penguasaan seluruh standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar.

Pada  belajar  tuntas,  peserta  didik  diharapkan  mencapai  tingkat  penguasaan

tertentu  terhadap  tujuan pembelaajaran  sesuai  dengan  indicator-indikator  yang

telah  ditentukan  dalam  rencana  pelaksaaan  pembelajaran  (RPP)  sebelum

melajutkan kepada standar komptensi dan kompetensi dasar berikutnya.

F. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)

1. Pengertian

Kontekstual berasal dari kata dasar konteks yang berarti berbagai bidang

kehidupan  atau hal-hal  yang  diperlukan  agar  orang  dapat  melaksanakan

sesuatu.  Definisi  pendekatan  kontekstual  (Contextual  Teaching  and

Learning/CTL)  adalah  konsep  belajar  yang  mem bantu  guru  mengkaitkan

antara  m ateri  yang  diajarkan  dengan  situasi  dunia  nyata  peserta  didik  dan

m endorong  peserta  didik  mem buat  hubungan  antara  pengetahuan  yang

Page 13: BAB I1

dimiliki  dengan  penerapannya  dalam  kehidupan  mereka  sebagai  anggota

keluarga dan masyarakat.

Dengan  konsep  ini,  hasil  materi  yang  diajarkan  dengan  situasi  dunia

nyata dan mendorong peserta didik  membuat  hubungan  antara  pengetahuan

yang  dim ilikinya dengan  penerapannya  dalam  kehidupan  mereka  sehari-hari,

dengan  melibatkan  tujuh  komponen  utama  pembelajaran  efektif,  yakni:

kontruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning) , menemukan (Inquiry),

m asyarakat  belajar  (Learning  Community ),  pemodelan  ( Modeling),  dan

penilaian  sebenarnya  ( Authentic  Assesment).  Pendekatan  kontekstual

(Contextual  Teaching  and  Learning/CTL)  adalah  konsep  belajar  yang

m embantu  guru  mengkaitkan  pembelajaran  diharapkan  lebih  bermakna  bagi

peserta  didik.  Proses  pembelajaran  berlangsung  alamiah,  bukan  tranfer

pengetahuan  dari  guru  ke  peserta  didik.  Strategi  pembelajaran  lebih

dipentingkan daripada hasil.

Dalam  konteks  itu,  peserta  didik perlu m engerti  apa makna  belajar,  apa

m anfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka

sadar  bahwa  yang  mereka  pelajari  berguna  bagi  hidupnya  nanti.  Dengan

begitu  mereka  memposisikan  sebagai  diri  sendiri  yang  memerlukan  suatu

bekal untuk  hidupnya  nanti.  Mereka  m empelajari  apa  yang  bermanfaat  bagi

dirinya dan berupaya menganggapinya. Dalam  upaya itu, mereka mem erlukan

guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Dalam  kelas  kontekstual,  tugas  guru  adalah  membantu  peserta  didikm

encapai  tujuannya. Maksudnya, guru lebih bayak berurusan  dengan  strategi

daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim

yang  bekerja  bersama  untuk  menemukan  sesuatu  yang  baru  bagi  anggota

kelas  (peserta  didik).  Sesuatu  yang  baru  datang  dari ‘menemukan  sendiri’,

bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan

pendekatan kontekstual.

Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya  strategi

pembelajaran  yang  lain,  kontekstual  dikembangkan  dengan  tujuan  agar

pembelajaran berjalan konduktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat

dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum, dalam bidang studi apa saja, dan

Page 14: BAB I1

tidak diperlukan biaya yang mahal. Secara garis besar penerapan pendekatan

kontekstual, langkahnya adalah sebagai berikut ini:

(1) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna

dengan  cara  bekerja  sendiri,  menemukan  sendiri,  dan  mengkontruksi

sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

(2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk sem ua topik.

(3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.

(4) Ciptakan ‘masyaraat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).

(5) Hadirkan ‘m odel’ sebagai contoh pembelajaran.

(6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2. Tujuh kom ponen pendekatan kontekstual (CTL):

Tujuh  komponen  pendekatan  yaitu:  (a)  Kontruksi  (Constructivism),

K ontruksivisme  merupakan  landasan  berfikir  pendekatan  kontekstual,  y aitu

bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

diperluas  melalui  konteks  yang  terbatas  dan  tidak  sekonyong-konyong.

Peserta  didik  perlu  dibiasakan  untuk  memecahkan  m asalah,  menemukan

sesuatu  yang  berguna  bagi  dirinya,  dan  bergelut  dengan  ide-ide,  (b)

Menem ukan  (Inquiri),  penemuan  merupakan  bagian  inti  dari  kegiatan

pembelajaran  kontekstual,  yaitu pengetahuan  dan ketrampilan yang diperoleh

peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi

hasil  dari  m enem ukan  sendiri.  Guru  harus  selalu  merancang  kegiatan  yang

m erujuk pada kegiatan menemukan, (c) Bertanya (Questioning), pengetahuan

yang  dimiliki  seseorang,  selalu  bermula  dari  ‘bertanya’.  Bertanya  merupakan

strategi  utam a  pembelajaran  ini.  Bertanya  dalam  pembelajaran  dipandang

sebagai  kegiatan  guru  untuk  mendorong,  membimbing,  dan  menilai

kemampuan  berfikir  peserta  didik,  (d)  Masyarakat  belajar  ( Learning

Community),  konsep  masyarakat  belajar  menyarankan  agar  hasil

pembelajaran  diperoleh  dari  kerjsama dengan  orang  lain.  Hasil  belajar

diperoleh  dari  ‘sharing’ antara  teman, antar kelompok, dan  antara yang  tahu

ke yang belum tahu. Di  kelas ini, di sekitar sini, juga  orang  yang  di luar sana,

semua  adalah  anggota  masyarakat  belajar,  (e)  Pemodelan  (Modeling),

Page 15: BAB I1

m aksudnya  dalam  sebuah  pembelajaran  ketrampilan  atau  pengetahuan

tertentu,  ada  m odel  yang  bisa  ditiru.  Pemodelan  pada  dasarnya  membahas

akan  gagasan  yang  dipikirkan,  mendemontrasikan  bagaimana  guru

m enginginkan  pada peserta  didiknya untuk belajar,  dan  melakukan  apa yang

diinginkan  guru  bagi  peserta  didik-peserta  didiknya.  Pemodelan  dapat

berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar,

(f) Refleksi (Reflection), adalam cara berfikir tentang  apa yang  baru dipelajari

atau  berfikir ke  belakang  tentang  apa-apa  yang  sudah  dilaksanakan  di  masa

yang  lalu.  Refleksi  merupakan  respon  terhadap  kejadian,  aktifitas,  atau

pengetahuan  yang  baru  diterima.  Misalnya  ketika  pelajaran  berakhir  peserta

didik merenungkan apa yang baru diterimanya, (g) Penilaian yang sebenarnya

(Authentic  Assessment),  adalah prosedur  penilaian  pada  pembelajaran

kontekstual dengan  prinsip dan  ciri-ciri  penilaian autentik. A ssessment adalah

proses  pengumpulan  berbagai  data  yang  bisa  m emberikan  gambaran

perkem bangan belajar peserta didik. Hal ini untuk memastikan apakah peserta

didik telah mengalami proses pembelajaran yang benar atau tidak.

3. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Pendekatan  atau  strategi  yang  berasosiasi  dengan  pembelajaran

kontekstual m emiliki kesamaan ciri dalam hal:

Pengajaran  Berbasis  Masalah  (Problem  Based  Learning).

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu  pendekatan pem belajaran yang

m enggunakan masalah  dunia nyata sebagai suatu konteks  bagi  peserta didik

untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan  ketrampilan pemecahan masalah,

serta  untuk  memperoleh  pengetahuan  dan  konsep  yang  esensial  dari m ateri

pelajaran. Hal  ini dimaksudkan  untuk merangsang  berfikir tingkat tinggi dalam

situasi  berorientasi  masalah,  termasuk  di  dalam  belajar  dan  bagaimana

belajar. Tugas guru adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan

m emfasilitasi penyelidikan dan dialog.

4. Pengajaran Kooperatif

Pembelajaran  kooperatif  adalah  pembelajaran  yang  secara  sadar  dan

sengaja  mengembangkan  interaksi  yang  silih  asuh  (saling tenggang  rasa).

Menurut  Abdurrahman  dan  Bintoro  (2000:78)  mengatakan  bahwa

Page 16: BAB I1

“pembelajaran  kooperatif  adalah  pembelajaran  yang  secara  sadar  dan

sistematis mengembangkan interaksi yang s ilih asah, silih asuh, dan silih asuh

antar sesama peserta didik sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.

Hasil  penelitian  yang  dilakukan  Johnson  (1984)  keunggulan  pembelajaran

kooperatif  yaitu:  (a)  Memudahkan  peserta  didik  melakukan  penyesuaian

sosial,  (b)  Mengembangkan  kegembiraan  belajar  yang  sejati,  (c)

Menghilangkan  sifat  mementingkan  diri  sendiri/egois,  (d)  Meningkatkan

kepekaan  dan  kesetiakawanan  sosial,  (e)  Meningkatkan  kemampuan

m emandang masalah dan situasi dari berbagai perpektif, dan (f) Meningkatkan

hubungan positif antara peserta didik terhadap guru dan personil sekolah.

5. Pengajaran Berbasis Inkuiri

Pembelajaran  dengan  penemuan  (inquiri)  merupakan  suatu  komponen

penting.  Bruner  (1966),  m enganjurkan  pembelajaran  dengan  basis  inkuiri

sebagai  berikut:  “Kita  mengajarkan  suatu  bahan  kajian  tidak  untuk

m enghasilkan  perpustakaan  hidup,  tetapi  lebih  ditujukan  untuk  membuat

peserta  didik  berfikir”.  Belajar  dengan  penemuan  mempunyai  keuntungan:

m emacu  peserta  didik  untuk  mengetahui,  memotivasi  peserta  didik  untuk

m enem ukan jawaban, dan peserta didik belajar memecahkan masalah secara

m andiri  serta  memiliki  ketrampilan  berfikir  kritis.  Inkuiri  adalah  seni  dan 

ilmu

bertanya  dan  menjawab,  juga  menuntut  eksperimentasi,  refleksi,  dan

pengenalan akan keunggulan metode sendiri.

6. Pengajaran Autentik

Pengajaran  autentik  yaitu  pendekatan  pengajaran  yang  memperkenalkan

peserta  didik  untuk  mempelajari  konteks  bermakna,  peserta  didik  dituntut

m engembangkan  ketram pilan  befikir  dan  pemecahan  maslaah  yang  penting

dalam  konteks  kehidupan  nyata.  Untuk  memecahkan  masalah,  peserta  didik

harus  mengidentifikasi  masalah,  mengidentifikasi  kemungkinan

pemecahannya,  memilih  dan  m elaksanakan  pemecahan  atas  m asalah

tersebut.

7. Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas

Hal  ini  membutuhkan suatu pendekatan pengajaran  komprehensif dimana

Page 17: BAB I1

lingkungan  belajar peserta  didik  didesain agar peserta  didik  dapat melakukan

penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi

dan melaksanakan tugas bermakna.

Peserta  didik  diberi  tugas/proyek  yang  kompleks,  sulit,  lengkap,  tetapi

autentik  dan  kemudian  diberikan  bantuan  secukupnya.  Tidak  memandang

apakah  tugas  harus  dikerjakan  sebagai  pekerjaan  kelas  atau  sebagai

pekerjaan rumah.

8. Pengajaran Berbasis Kerja

Pengajaran berbasis kerja memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang

m emungkinkan  peserta  didik  menggunakan  konteks  tempat  kerja  untuk

m empelajari  materi  pelajaran  berbasis  sekolah  dan  sebagaimana  materi

tersebut  dipergunakan  di  tempat  kerja.  Pengajaran  berbasis  kerja

m enganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif

kepada aktifitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan peserta didik

dalam tugas dan melibatkan peserta didik dalam kelompok pembelajaran.

9. Pengajaran Berbasis Jasa Layanan

Pengajaran  berbasis  jasa  layanan  memerlukan  penggunaan  metodologi

pengajaran  yang  m engkombinasikan  jasa  layanan  masyarakat  dengan  suatu

struktur  berbasis  sekolah  untuk  merefleksikan  jasa  layanan.  Strategi

pembelajaran  ini  berpijak  pada  pemikiran  bahwa  semua  kegiatan  kehidupan

dijiwai oleh kemampuan melayani. Untuk itu peserta didik sejak dini dibiasakan

untuk melayani orang lain.

Pada  dasarnya  peserta  didik  lebih  mudah  belajar  pada  sesuatu  yang

kongkrit  karena  memahami  konsep  abstrak  sulit  untuk  diterima.  Oleh  karena

itu diperlukan benda-benda konkrit (riil) sebagai perantara atau visualisasinya.

Konsep abstrak itu dicapai melalui tingkat belajar yang berbeda-beda. Konsep

abstrak  yang  dipaham i  peserta  didik  akan  mengendap,  melekat,  dan  tahan

lama bila peserta didik belajar melalui perbuatan dan pengertian, bukan hanya

m elalui   teori   belaka.

Dalam  belajar  Sejarah  Kebudayaan  Islam  diperlukan  alat  peraga  yang

berfungsi sebagai:

a. Proses  belajar mengajar term otivasi. Baik peserta didik  maupun guru,

Page 18: BAB I1

terutama  peserta  didik  minatnya  akan  timbul.  Mereka  akan  senang,

terangsang,  tertarik  dan  akan  bersikap  positif  terhadap  pengajaran

Sejarah Kebudayaan Islam.

b. Konsep  abstrak  Sejarah  Kebudayaan  Islam  tersajikan  dalam  bentuk

konkrit  m aka  lebih  dapat  dipahami  dan  dimengerti,  serta  dapat

dikembangkan.

c. Hubungan  antara  konsep  abstrak  Sejarah  Kebudayaan  Islam  dengan

benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dimengerti.

d. Konsep-konsep  abstrak  yang  disajikan  dalam  bentuk  konkrit  yaitu

dalam  bentuk  model  Sejarah  Kebudayaan  Islam  yang  dapat  dipakai

sebagai  obyek  penelitian  maupun  sebagai  alat  untuk  meneliti  ide-ide

baru dan relasi baru menjadi bertambah banyak.

Selain itu penggunaan alat peraga dapat dikaitkan dengan salah satu:

1. Pembentukan konsep.

2. Pemahaman berbagi terminologi

3. Latihan dan penguatan.

4. Pelayanan terhadap perbedaan  individual, termasuk pelayanan terhadap

peserta didik yang lemah dan peserta didik berbakat.

5. Pengukuran, alat peraga dipakai sebagai alat ukur.

6. Pengam atan  dan  penemuan  sendiri  ide-ide  dan  relasi  baru  serta

penyimpulan  secara  umum,  alat  peraga  sebagai  obyek  peneliti  maupun

sebagai alat untuk meneliti.

Alat peraga dapat  berupa  benda  riil, gambar, diagram, atau audio  visual.

Keuntungan  alat  peraga  benda  riil  adalah  benda-benda  itu  dapat  dipindah-

pindahkan  (dimanipulasi),  sedangkan  kelemahannya  tidak  dapat  disajikan

dalam buku (tulisan). Oleh karena itu untuk bentuk tulisan dibuat gambar atau

diagram,  tetapi  kelemahannya ialah  tidak  dapat  dimanipulasi,  sementara

dengan menggunakan audio visual peserta didik dapat mengasimilasi kejadian

m asal  lalu  dengan  kehidupan  masa  sekarang,  selain  dapat  membayangkan

bagaimana  kehidupan  masa  lalu  (sejarah  terjadinya  persitiwa  tersebut),

kelemahannya  tidak  dapat  digunakan  setiap  saat  tergantung  kepada  kondisi

dan situasi yang terjadi saat pembelajaran akan dilaksanakan.

Page 19: BAB I1

G. Materi Kemajuan Dinasti Umayyah

1. Kemajuan-kemajuan  dibidang  Ilmu  Agam a  Islam,  khusunya tokoh-tokoh

ulama pada masa tabi’in dengan cara  :

a. Mengidentifkasi  tokoh-tokoh  yang  berperan  dalam  bidang  ilmu  hadits,

dan karya besarnya

b. Mengidentifkasi  tokoh-tokoh  yang  berperan  dalam  bidang  ilmu tafsir,

dan karya besarnya

c. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu fiqih, dan

karya besarnya

d. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu tasawuf,

dan karya besarnya

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pada  penelitian  ini,  peneliti  ingin  mengungkapkan  permasalahan  tentang

pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada  pokok bahasan Kemajuan  Dinasti

Umayyah dengan  pendekatan  kontekstual  pada peserta didik kelas VIII  di MTs.

Negeri Pamoyanan.

Kemudian  peneliti  melakukan  tindakan  dengan  pembelajaran  kontekstual

agar peserta  didik belajar  dengan  penuh  makna.  Dengan memperhatikan 

prinsip

kontekstual,  yaitu  proses  pembelajaran  yang  diharapkan  dapat  mendorong

peserta  didik untuk  m enyadari  dan  menggunakan  pemahamannya,

mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam

kehidupan sehari-hari. Kriteria penelitian ini adalah  penelitian kualitatif karena:

(1)

menggunakan latar belakang alami sebagai sumber data  langsung dan penelitian

merupakan  alat  pengumpul  data  utama,  (2)  analisis  data  secara  induktif,  (3)

Page 20: BAB I1

bersifat  diskriptif,  karena  data  yang  dikumpulkan  berupa  kata-kata  tertulis 

atau

lisan  dari  orang-orang  dan  perilaku  yang  diamati  sehingga  yang 

dikumpulkan

berkemungkinan  menjadi  kunci  terhadap  apa  yang  sudah  diteliti,  (4)  adanya

kriteria untuk keabsahan data (Moeleong, 1995:4-7).

Sedangkan  jenis  penelitian  yang  digunakan  adalah  penelitian  tindakan

kelas  (PTK).  Pemilihan  jenis  PTK  karena  peneliti terlibat langsung dan sudah

merupakan  tugas  peneliti  sebagai  pendidik  yang  harus  selalu  berusaha

meningkatkan  mutu  pendidikan.  Penelitian  Tindakan  Kelas  (PTK)  merupakan

kajian  tentang  situasi  sosial  dan  pandangan  untuk  meningkatkan  mutu 

tindakan

yang ada di dalamnya.Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mem

berikan

pertimbangan praktis dalam situasi nyata (Elliot dalam Wahyudi, 1997:46).

Dalam  penelitian  ini  prosedur  penelitian  dimulai  dengan  siklus  I  setelah

dilaksanakan tes awal. Hasil tes awal diteliti dan diketahui kesulitasn peserta didik

dalam m emahami  konsep  Teorema Pythagoras.  Penelitian ini  akan 

mengungkap

persoalan  yang  terjadi  dalam  pembelajaran Sejarah  Kebudayaan  Islam dengan

pendekatan  kontekstual pada  pokok  bahasan  Teorema  Pythagoras.  Peneliti

berada  di  sekolah  dari  awal  sampai  akhir  penelitian  guna  mengetahui 

keadaan

peserta didik , merumuskan tindakan selanjutnya, memantau dan melaporkan hasil

penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini  dilakukan  di MI Al – Jihad Kecamatan Ciater Subang,

berdasarkan  tem pat  tugas  peneliti.  Selain  itu  ternyata  pada  pembelajaran

Page 21: BAB I1

Kemajuan  Dinasti  Umayyah menunjukkan  hasil  belajar peserta  didik kurang

optimal, yaitu 85% dari peserta didik kelas VIII masih memperoleh nilai kurang

dari

50 pada saat diberikan tes awal Teorema Pythagoras. Berdasarkan pertimbangan

tersebut  peneliti  berusaha  untuk  menelusuri  kesulitan peserta  didik dalam

pembelajaran Kemajuan  Dinasti  Umayyah sehingga  dapat  diupayakan

pembelajaran yang sesuai keadaan peserta didik.

C. Prosedur Penelitian

Untuk  kelancaran  penelitian,  diperlukan  prosedur  dalam  penelitian  yang

berhubungan  dengan  masalah  yang  akan  diteliti  yaitu  dalam  bentuk 

persiapan

penelitian.

Prosedur  penelitian  adalah langkah-langkah  yang  digunakan  untuk

memperoleh  data  dari  sumber  yang  diteliti  mulai  dari  awal  sampai  akhir 

untuk

disajikan  dalam  bentuk  penelitian.  Jalannya  penelitian  yang  dilakukan 

sampai

dengan penyusunan penelitian ini adalah melalui dua tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap  ini  merupakan  usaha  untuk  mempersiapkan  penelitian,  dalam  hal

ini yang dipersiapkan antara lain

a. Mengikuti bimbingan  dan  pelatihan  dari nara  sumber  dan

Widyaiswara.

b. Mengadakan  koordinasi  dengan  guru  Sejarah  Kebudayaan  Islam

MI Al - Jihad Ciater kususnya  guru mata  pelajaran Sejarah

Kebudayaan Islam kelas VIII yang lain untuk memperoleh penjelasan

materi yang diberikan kepada peserta didik.

c. Menetapkan  obyek  penelitian  yaitu  seluruh  peserta  didik  kelas VI

Page 22: BAB I1

MI Al - Jihad Ciater tahun pelajaran 2006/2007 khusunya kelas

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah  persiapan  dianggap  cukup  baru  penelitian  dimulai,  peneliti

m embagi penelitian ini menjadi  3  siklus. Sedangkan  waktunya mulai tanggal

10  Septem ber sampai  dengan  12  Oktober 2007.  Langkah-langkah  yang

ditempuh dalam penelitian ini adalah:

a. Siklus I

1. Melakukan  observasi  tentang  permasalahan-permasalahan  yang

sedang terjadi dan mengkaji penyelesaiannya.

2. Merancang  Rencana Pelaksanaan  Pembelajaran (RPP)  pada

pokok  bahasan menganalisis  kemajuan  Dinasti  Umayyah dengan

pendekatan kontekstual.

3. Melaksanakan  kegiatan  pembelajaran  selama  dua  kali  pertemuan

dengan pendekatan kontekstual.

4. Mengadakan evaluasi pertam a sebagai pengumpulan data.

5. Mengadakan  refleksi  terhadap  kegiatan  pembelajaran  yang  telah

diberikan.

b. Siklus II

1. Merancang Rencana  Pelaksanaan  Pembelajaran (RPP)  pada  sub

bahasan tokoh-tokoh  ulama  tabi’in  dalam  bidang  ilmu  hadits,  ilmu

tafsir.

2. Melaksanakan  kegiatan  pem belajaran  selama  dua  kali  pertemuan

dengan menggunakan konteks bangun kubus dan balok.

3. Mengadakan evaluasi kedua sebagai penjaring data.

4. Melakukan  evaluasi  menyeluruh  terhadap  kegiatan  pembelajaran

yang telah diberikan.

c. Siklus III

1. Merancang  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  (RP)  pada  sub

bahasan tokoh-tokoh ulama tabi’in  dalam bidang  ilmu fiqih,   dan ilmu

tasawuf.

Page 23: BAB I1

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran selama dua kali pertemuan.

3. Melakukan  evaluasi  menyeluruh  terhadap  kegiatan  yang  telah

dilaksanakan.

D. Jenis dan Sumber Data

Data  adalah  hasil  pencatatan penelitian,  baik  berupa  fakta  atau  angka

(Arikunto, 1996:81). Data ada dua macam yaitu:

a. Data yang berupa bilangan atau angka-angka disebut data kuantitatif.

b. Data yang berbentuk bukan bilangan atau angka-angka disebut kualitatif.

(Pasaribu, 1984:91)

Dalam  penelitian  ini  digunakan  pengambilan  data  kuantitatif,  sedangkan

sumber data penelitian adalah nilai ulangan harian atau hasil evaluasi dari masing-

masing  siklus  pada  pokok  bahasan Kem ajuan  Dinasti  Umayyahyang 

diperoleh

peserta didik selama penelitian berlangsung.

E. Setting Penelitian

1. Gambaran Populasi

Populasi  adalah  obyek  penelitian,  yaitu  kumpulan  subyek  sumber

informasi  atau  kelompok  yang  menjadi  sasaran  penelitian.  Untuk

pengambilan  sampel  dalam  suatu  penelitian,  terlebih  dahulu  harus

mengetahui  populasi  yang  dijadikan  penelitian. “Totalitas  semua  nilai  yang

mungkin, hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kwalitatif

dari  karakteristik  tertentu  mengenai  sekumpulan  obyek  yang  lengkap  dan

jelas  yang  ingin  dipelajari  sifat-sifatnya,  dinamakan  populasi.”  (Sudjana,

1986:157)

Dari  sejum lah  obyek  yang  dijadikan  populasi  maka  keseluruhan  harus

mempunyai  ciri-ciri  yang  sama.  Ciri-ciri  suatu  populasi  akan  lebih  tepat

diketahui  dengan  menilai  tiap-tiap  unsur  yang  dilakukan  tanpa  kecuali.

Penentuan populasi dan sampel dalam suatu penelitian sangat penting, guna

menentukan  obyek  yang  akan  diteliti  serta  batas -batasnya,  sehingga  akan

mudah  diukur  variabel-variabelnya.  Sesuai  dengan  tujuan  yang  telah

Page 24: BAB I1

ditetapkan  maka  yang  diambil  sebagai  populasi  dalam  penelitian  ini  adalah

peserta didik kelas VI MI Al - Jihad CiaterTahun pelajaran 2006/2007

2. Subyek Penelitian

Satu  masalah  penting  yang  harus  dilakukan  oleh  seorang  peneliti,  jika

hendak  mengadakan  Penelitian  Tindakan  Kelas  yaitu  penentuan  subyek

penelitian. Dari 8 kelas yang ada peserta didik kelas II di SMP Negeri 6 Kota

Blitar  diambil  satu  kelas  sebagai  subyek  penelitian  yaitu  kelas  IIB  yang

berjumlah  34  ssiwa.  Pengambilan  subyek  penelitian  dimaksudkan  untuk

menafsirkan  sejumlah  peserta  didik  yang  ada  dalam  populasi  tanpa

menganalisa secara keseluruhan permasalahan yang ada pada populasi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan  data  pada  penelitian  ini  diupayakan  semaksimal  m ungkin

agar  bisa  m endapatkan  data  yang  benar-benar  valid,  maka  peneliti

melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membuat  alat  penelitian  untuk  mengevaluasi  hasil  belajar  peserta  didik

kelas V.

b. Membuat alat peraga dengan konteks kamajuan Dinasti Umayyah.

c. Melaksanakan  evaluasi  atau  ulangan  harian  sebanyak  tiga  kali  pada

pokok bahasan kemajuan Dinasti Umayyah.

d. Mengumpulkan  data,  mengoreksi  hasil  evaluasi  peserta  didik  dan

menyimpulkan  untuk  mengadakan  data  kuantitatif  daya  serap  peserta

didik.

Pada penelitian  ini data yang didapatkan itu belum berarti apa-apa sebab

data  tersebut  masih merupakan  data  mentah. Untuk itu  diperlukan  teknik

menganalisa  data  agar  bisa  ditafsirkan  hasilnya sesuai  dengan  rumusan

masalah.  Dalam  penelitian  ini  digunakan  penafsiran  skor  acuan  kriteria

(Criterion Referensi Test).

e. Penafsiran  skor  acuan  kriteria  adalah  pemberian  skor  berdasarkan

kemampuan  peserta  didik  menyelesaikan  evaluasi  atau  ulangan  harian.

Jawaban  yang  benar  dari  peserta  didik  yang  bersangkutan  dapat

dinyatakan dalam bentuk prosentase sebagai berikut:

Page 25: BAB I1

= =  100

Dari  skor  bisa  ditafsirkan  tentang ketuntasan  belajar peserta  didik sesuai

dengan standar kompetensi kurkulum sebagai berikut:

a. Ketuntasan Perorangan

Seorang peserta  didik  dikatakan  berhasil (mencapai  ketuntasan), jika

telah mencapai telah menguasai standar kompetensi dan komptensi dasar

dan bagfi peserta didik yang belum menguasai standar kompetensi dasar

dilakuikan remidi sebelum melanjutkan poko bahasan berikutnya.

b. Ketuntasan Klasikal

Klasikal  atau  suatu  kelas  dikatakan  telah  berhasil  (mencapai

ketuntasan  belajar),  jika  paling  sedikit  85%  dari  jumlah  dalam  kelompok

atau kelas tersebut telah mencapai ketuntsan perorangan.

Apabila  sudah  terdapat  85%  dari  banyaknya  peserta  didik  yang

mencapai tingkat ketuntasan belajar maka kelas yang bersangkutan dapat

melanjutkan  pada  satuan  pembelajaran  berikutnya.  Apabila  banyaknya

peserta  didik  dalam  kelas  yang  mencapai  tingkat  ketuntasan  belajar

kurang dari 85% m aka:

1. Peserta  didik  yang belum  menguasai  standar  kompetensi  dan

komptensi  dasar harus  diberikan  program  perbaikan  mengenai

bagian-bagian bahan pelajaran yang belum dikuasai.

2. Peserta  didik  yang  telah  mencapai  taraf  penguasaan  65%  atau

lebih dapat diberikan program pengayaan.

3. Bila  ketuntasan  peserta  didik  lebih  dari  85%  maka  pembelajaran

yang  dilaksanakan  peneliti  dapat  dikatakan  berhasil.  Tetapi  bila

ketuntasan belajar peserta didik kurang dari 85% m aka pengajaran

yang dilaksanakan peneliti belum berhasil.

F. Perencanaan Tindakan

1. Perencanaan Tindakan I

Page 26: BAB I1

Tindakan  pertama  digunakan  untuk  mengetahui  kemampuan  peserta

didik  dalam  hal  mengingat kemajaun-kemajuan  yang  dicapai  Dinasti

Umayyah melalui  pendekatan  kontekstual.  Hal  ini  mengacu  pada  pendapat

Dr.  Nurhadi  dan  Drs.  Agus  Gerrad  bahwa  “dalam  pendekatan  kontekstual

dimana  guru  menghadirkan  situasi  dunia  nyata  ke  dalam  kelas  dan

mendorong  peserta  didik  membuat  hubungan  antara  pengetahuan  yang

dimilikinya dengan  penerapannya  dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.”

Dalam  perencanaan  atau  tindakan  tetap  mengacu  pada  hasil  temuan

kesulitan  setiap  peserta  didik.  Sebagai  contoh  langkah-langkah  tindakan

sebagai berikut:

1. Nama Ulama dari tabi’in dibidang fiqih adalah

a. Said bin Musayyad  b. Mujahid bin Zubaer

c. Ubay bin Kaab  d.  Hammad bin Abi Sulaeman

Siswa  kebingungan  mengenai  tokoh  dan  disiplin  illmu yang  didalaminya,

sebab  dalam  sejarah  Kebudayaan  Islam  terjadi  periodisasi  dan  kajian

illmu-ilmu  Islam  yang  bengi  banyak,  sehingga  mereka  (peserta  didik)

harus  meghafal  seluruh  tokoh-tokoh  yang  mungkin  ada    beserta  disiplin

ilmu yang dikajinya. Selain itu pula satu tokoh tidak hanya mendalami satu

disiplin ilmu.

2. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah :

a.. Hasa al Basri  b. Mujaihid bin Zubaer

c. Ubay bin Kaab  d. Ham mad bin Sulaeman

Sama  halnya  dengan  jawaban  yang  diberikan  peserta  didik  pada  soal

nomor 1 di atas,  rata-rata merasa kebingungan mengenai ilmu-ilmu Islam

yang didalaminya.

Penelitian  bersama-sama  peserta  didik merumuskan  bahwa  dari  hasil

perhitungan  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  luas  lingkaran  dengan  cara

menghitung  pendekatan  kontekstual  bangun  kubus  dan  balok.

Perencanaan  Tindakan  II. Tindakan  kedua  ini  bertujuan  untuk  membahas

tokoh-tokoh ulama tabi’in dalam bidang ilmu hadits, ilmu tafsir.

Langkah-langkah  untuk  melakukan  percobaan  di  kelas  adalah  sebagai

Page 27: BAB I1

berikut:

Pertama, peserta  didik  dalam  kelas  dibagi  menjadi  6  kelompok  masing-

masing kelompok terdiri dari 6 peserta didik.

Kedua guru memberi pengarahan dalam menyelesaikan soal  kepada seluruh

kelompok  dalam kelas  guna persiapan  untuk  melakukan penelitian  terhadap

buku sumber

Ketiga, guru membimbing  dalam  masing-masing  kelompok  untuk  melakukan

kegiatan pencarian  dalam  buku sumber untuk  menemukan tokoh-tokoh yang

mndalami ilmu hadits, ilmu tafsir

Langkah  selanjutnya  secara  terperinci  telah  diterangkan  dengan  jelas,  pada

bab  I  halaman 1 sampai  dengan 10 sehingga  diperoleh nama-nam a  tokoh

yang mendalami ilmu hadits, ilmu tafsir pada periode Dinasti Umayyah.

Tindakan  ketiga  ini  bertujuan  untuk menemukan  nama-nama  tokoh  dan

karyanya  dalam  bidang  ilmu  fiqih  dan  tasawuf. Langkah-langkah  yang

dilakukan di kelas adalah sebagai berikut:

Pertama, peserta  didik  dianjurkan  bergabung ke dalam  kelompok yang  telah

dibentuk dalam pertemuan sebelumnya.

Kedua, peneliti  memberi  pengarahan  kegiatan  yang  akan  dilaksanakan  dan

apa  yang  harus  dikerjakan  oleh  masing-masing  kelompok  dengan  konteks

mencari

Ketiga, peneliti  membimbing  kelompok-kelompok  yang  masih  mengalami

nama-nama  tokoh  dalam  bidang  ilmu  fiqih  dan  tasawuf  pada  masa  Dinasti

Umayyah.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Supaya dalam penelitian  ini, peneliti mendapatkan hasil yang  sesuai  dengan

harapan  maka  peneliti  menggunakan  model  siklus.  Adapun  pelaksanaan  dari

siklus-siklus tersebut adalah sebagai berikut:

A . SIKLUS I

1. Perencanaan

Page 28: BAB I1

Pada  siklus  ini peneliti  merencanakan  bahwa  dalam  pembahasan  pokok

bahasan  Kemajuan  Dinasti  Umayyah dengan  m enggunakan  pendekatan

kontekstual.  Menurut  peneliti  bahwa  peserta  didik  kelas VIII  di MTs.  Negeri

Pamoyanan sebagian besar belum mengetahui dan menguasai pembelajaran

Kemajuan  Dinasti  Um ayyah dari  pembelajaran  sebelumnya.  Disamping  itu

peneliti  ingin  mengetahui dan  meningkatkan  hasil pembelajaran  peserta didik

khususnya  pada  Kemajuan  Dinasti  Umayyah peserta  didik  kelas VIII di MTs.

Negeri Pamoyanan Tahun Pelajaran 2006/2007.

2. Pelaksanaan

Kegiatan  pembelajaran pada  siklus  ini dilaksanakan  pada  tanggal  10  s/d

15 September 2004 dengan uraian sebagai berikut:

a. Setelah  tanda  pelajaran  dimulai  peneliti  masuk  dan  memberikan

salam.  Peneliti  membuka  pelajaran  dengan  pembukaan bahwa  pada

kesempatan  ini  akan  dibahas  tentang  Dinasti  Umayyah,  peneliti

m emberikan  pernyataan-pertanyaan  tentang  Dinasti  Bani  Umayyah

dengan  tujuan  mengetahui  sejauh  mana  pengetahuan  peserta  didik

tentang  Dinasti  Bani  Umayyah.  Selain  itu  diharapkan  dapat

m embangkitkan  kreatifitas  peserta  didik  dalam  mengungkapkan

pendapat  dan  apa  yang  peserta  didik  ketahui  tentang  Dinasti  Bani

Umayyah.  Kemudian  peserta didik  disuruh  menyebutkan tokoh-tokoh

yang ada dalam Dinasti Bani Umayyah.

b. Dari contoh nama tokoh-tokoh tersebut, diharapkan peserta didik dapat

dengan mudah  memahami  konsep  pembelajaran  dengan  suatu

konteks sejarah  perjuangan  umat  Islam.  Sehingga  pendekatan  ini

lebih  mudah  dipahami  oleh  peserta  didik  dan  konsep  pembelajaran

yang sebenarnya dapat tercapai dengan semaksimal mungkin.

c. Kemudian  peneliti  memberikan  kesemepatan  kepada  peserta  didik

untuk  bertanya.  Jika  ada  pertanyaan  peneliti  mengulang  kembali

bagian yang ditanyakan peserta didik sehingga peserta didik jelas dan

m emahaminya.  Dan  apabila  peserta  didik telah  paham  maka  peneliti

m emberikan  soal-soal  untuk  dikerjakan.  Peneliti  mengamati  dan

berkeliling untuk memberi bimbingan kepada peserta didik yang masih

Page 29: BAB I1

m engalam i  kesulitan.  Selanjutnya  peneliti  menunjuk  peserta  didik

untuk menyebutkan  jawaban  yang telah  ditemukan  dalam  buku

sumber.

d. Sebelum  kegiatan  pembelajaran  pertama  berakhir,  peneliti

m emberikan  soal-soal  latihan  (evaluasi  1)  yang  harus  dikerjakan

peserta  didik  dan  selanjutnya  dikumpulkan.  Dari  hasil  latihan  ini

dijadikan sebagai  sumber data pertama. Pada  kegiatan  ini soal  yang

peneliti berikan berjumlah 5 butir soal dengan alokasi waktu 15 menit.

Apabila  waktu  masih  memungkinkan  peserta  didik  diberikan  tugas

rumah yang diambilkan dari buku paket.

3. Pengamatan

Dari pemberian soal pada evaluasi pertama didapatkan data nilai sebagai

berikut:

Mata Pelajaran                         : Sejarah Kebudayaan Islam

Pokok Bahasan                        : Kemajuan Dinasti Umayyah

Sub Pokok Bahasan     : Kamajuan Dinasti Umayyah

Kelas/Sekolah              : VI MI Al – Jihad

HASIL NILAI EVALUASI SIKLUS I

No Nam a  Nilai Ketuntasan Belajar

No Nama Siswa Nilai Ketuntasa

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Page 30: BAB I1

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

Hasil Analisa

Banyaknya peserta didik seluruhnya  = 24 peserta didik

Banyaknya peserta didik yang tuntas belajar = 22 peserta didik

Prosentase banyaknya peserta didik yang tuntas = 65%

a. Klasikal: Ya/Tidak

Kesimpulan:

Perlu perbaikan secara individual peserta didik -peserta didik yang bernama:

Page 31: BAB I1

No Nama Nilai

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Dari  analisa  di  atas  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  kegiatan

pembelajaran  yang  dilakukan  belum  berhasil  sebab  prosentase peserta  didik

yang  tuntas  belajar  baru  mencapai  65%  dari  peserta  didik  kelas  IIB.  Suatu

kelas dikatakan berhasil  jika  mencapai  ketuntasan belajar  paling  sedikit  85%

dari  jumlah  peserta  didik  dalam  kelas  tersebut.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa

kegiatan pembelajaran  belum  berhasil  dan perlu ditinjau  kembali  untuk  tahap

pembelajaran berikutnya.

Page 32: BAB I1

4. Refleksi

Kegiatan  pembelajaran  yang  telah  dilakukan  belum  berhasil.  Apakah

penyebabnya? Sedangkan Rencana  Pelaksanaan Pembelajarantelah disusun

sesuai  dengan  kerangka  pembelajaran  yang  sesungguhnya  yaitu

m enggunakan  pendekatan  pembelajaran  kontekstual.  Peneliti  berusaha

m encari  penyebabnya  dengan  memperhatikan  kejadian-kejadian  di  kelas,

antara lain:

a. Suasana kelas agak terganggu, dimana sebagian peserta didik kurang

memperhatikan materi pembelajaran yang diberikan oleh peneliti. Hal

ini  disebabkan  karena  peserta  didik  sibuk  sendiri menggali  dan

mencari-cari  dalam  buku sumber, ada  sebagian  peserta  didik  tidak

memiliki  buku buku  sumber.  Masalah  inilah  yang  mengganggu  dan

menghambat jalannya pembelajaran untuk berhasil.

b. Pada  pertemuan  ini  peserta  didik  kurang  memperhatikan  hal-hal

penting  yang  harus  dipahami  dan  dimengerti,  sehingga

mengakibatkan  penurunan  prestasi  belajar  peserta  didik baik  dalam

pengerjaan soal latihan maupun pengerjaan soal evaluasi.

B . SIKLUS II

1. Perencanaan

Pada  siklus  ke  dua  peneliti  lebih  meningkatkan  kegiatan  pembelajaran

dari  apa  yang  telah  dilakukan pada  siklus  I  yaitu  peneliti  ingin  membawa

peserta  didik  kelas VI   di MI Al - Jihad Ciater pada  suasana

pembelajaran  yang  lebih  menyenangkan.  Dari  pembelajaran  ini  peneliti

mengharapkan  suasana  kerjasama  yang  baik  dalam  memecahkan  sautu

maslaah  peserta didik dan tanggung  jawab setiap  peserta didik terhadap  diri

sendiri  serta  kelompoknya.  Setiap  peserta  didik  diharapkan

mengklasifikasikan nama tokoh dan bidang ilmu yang didalaminya pada masa

Dinasti  Umayyah dengan  cara  menyusun dan  mengelompokannya serta

Page 33: BAB I1

menyelesaikan  setiap  soal  dengan  kelompoknya.  Dengan  demikian  rasa

tanggung jawab dan ketuntasan belajar peserta didik dapat tercapai.

2. Pelaksanaan

Kegiatan  pembelajaran  pada  siklus II dilaksanakan pada tanggal 17  s/d

22 September 2004 yang membahas tentang mengklasifikasikan nama tokoh

ddalam  bidang ilmu hadits dan  ilmu tafsir melalui  pendekatan  konteks dalam

buku  sumber.  Kem udian  selanjutnya  dengan  menyusun dan

mengelompokannya dalam bentuk tabel setiap tokoh dan karya dalam bidang

ilmu  hadis  dan ilmu  tafsir. Peserta  didik  diharapkan  juga dapat  mengerjakan

latihan  soal  dan  mengerjakan  soal  evaluasi  2  sebagai  penjaring  data.

Pelaksanaan  kegiatan penelitian  dan    pencarian  dalam  buku  sumber  yang

dilakukan di dalam kelas adalah sebagai berikut:

a. Peserta  didik  dibagi  dalam  6  kelompok  dimana  tiap  kelompok

beranggotakan  5 orang  dan  ada  1  kelompok  beranggotakan  4

orang sebab jumlah peserta didik hanya 34 orang.

b. Pada  m asing-masing  kelom pok,  peneliti  membagi  dalam  tiga

kelompok  yaitu:  kelompok  atas,  kelompok  sedang  dan  kelompok

bawah.  Hal  ini  dilakukan  dengan  m aksud  agar  dalam  kelom pok

tersebut sem ua peserta didik mempunyai potensi yang sama dalam

pembelajaran.

c. Masing-m asing  kelompok  mempersiapkan  bahan berupa  buku

sumber  yang  telah  disediakan  oleh  guru  selain  yang  dibawa  oleh

peserta didik.

d. Peneliti  kemudian  menyuruh  kepada  masing-masing  kelompok

untuk  menyiapkan  seluruh  peralatan  dan  peneliti  memberi  arahan

cara  mencari  dan  meneliti  tokoh  dan  karya  seseorang  dalam

sebuah buku sum ber dan selanjutnya peserta didik mengikutinya.

e. Peneliti  keliling  melihat  hasil  kerja  masing-masing  kelompok  dan

memberikan bantuan seperlunya.

f. Peneliti  memberikan  penjelasan  pada  seluruh  kelompok  dengan

menyebutkan tokoh-tokoh  dalam  bidang ilmu  hadits dan  ilmu tafsir

Page 34: BAB I1

pada masa Dinasti Umayyah.

g. Dari  penjelasan  yang  diberikan  oleh  peneliti,  masing-masing

kelompok dapat membuat tabel tokoh dalam bidang ilmi hadits dan

ilmu tafsir pada m asa Dinasti Umayyah

h. Kemudian  peneliti  memberikan  beberapa  soal  yang  berkaitan

sejumlah tokoh ilmu hadits dan tafsir pada masa Dinasti Um ayyah

i. Selanjutnya peneliti menunjuk beberapa peserta didik untuk menjawab

dengan  menyebutkan  jawaban soal  latihan yang  dibacakan  oleh

guru.  Dan  sebelum  pembelajaran  berakhir  peneliti  memberikan

tugas di rumah (PR) dari buku paket.

j. Kemudian  pem belajaran  berikutnya  adakah  pelaksanaan  evaluasi  2

yang  terdiri  dari  5  butir  soal  yang  harus  dikerjakan  oleh  setiap

peserta didik dan bila selesai segera dikumpulkan.

BAB V

PENUTUP

A . Simpulan

Setelah peneliti cermati selama dalam kegiatan penelitian dari hal proses

sampai pada hasil maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam  menggunakan  metode  pembelajaran  dengan  pendekatan

kontekstual hendaknya guru juga memperhatikan pentingnya pengelolaan

kelas.  Hal  ini  demi  kelancaran  proses  pembelajaran.  Sebab  walaupun

dalam  pembelajaran  sudah  menggunakan  metode  pembelajaran  yang

baik  namun  jika  dalam  mengelola  kelas  kurang  baik,  maka  proses

pembelajaran akan terganggu dan hasilnya kurang memuaskan.

2. Pem belajaran  kontekstual  pada  pokok  bahasan  Kemajuan  Dinasti

Umayyah telah  memberikan  nuansa  baru  dalam  pembelajaran  Sejarah

Kebudayaan  Islam   sehingga  pem belajaran  lebih  efektif.  Hal  ini  terbukti

dengan  adanya  perubahan  yang signifikan  terhadap  ketuntasan  belajar

peserta  didik.  Terlihat  pada  nilai  ulangan  peserta  didik  yang  dilakukan

Page 35: BAB I1

setelah  siklus  III  mencapai  nilai  rata-rata  8,5  dengan  ketuntasan  belajar

94%.

B . Saran-saran

Setelah mengetahui hasil dan kesimpulan selama penelitian berlangsung

di MTs. Negeri Pamoyanan, peneliti mem berikan saran antara lain:

1. Seorang  guru  hendaknya  terampil  dan  dapat  menguasai  berbagai

metode pembelajaran agar peserta didik lebih mudah m emahami materi

pembelajaran.

2. Seorang  guru  harus  selalu  aktif  melibatkan  peserta  didik  selama

kegiatan pembelajaran berlangsung.

3. Seorang guru  harus  dapat m emilih m etode  dan  kreatif dalam  mencoba

ide  baru  agar  proses pembelajaran  berhasil  dengan  baik  dan  tidak

membosankan.

4. Hendaknya guru  selalu  memotivasi  peserta  didik  untuk  selalu belajar  di

rumah  materi  yang akan dibahas pada  pertemuan  berikutnya  supaya

dalam pembelajaran peserta didik mempunyai gambaran materi.

5. Perlunya  kolaborasi  dengan  guru  yang  lain  di  dalam  meningkatkan

kualitas pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas.

6. Kepala  Sekolah  hendaknya  memfasilitasi  kegiatan  Penelitian  Tindakan

Kelas yang dituangkan dalam Program Kerja Sekolah.

DAFTAR RUJUK AN

Abimanyu, S oli, 1998, Penyusunan  Proposal  PTK, Makalah  dalam  PCP

PTK Proyek PGSM tanggal 1-22 Oktober

Abimanyu,  Soli  dkk, 1995, Penelitian  Praktis  untuk  Perbaikan Pembelajaran,

PGSM Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta

Page 36: BAB I1

Arends,  Ricard  I,  1997, Classroom  Intruction  and  Management, Toronto,

McGraw-Hill

A . Syalabi,  1983, Sejarah Kebudayaan  Islam  1 dan  2,  Jakarta : Pustaka  al-

Husna

Badri  Yatim, 1996,  Sejarah  Peradaban  Islam, Jakarta  :  Raja  Grafindo

Persada

Chatibul  Umam, Sejarah  Kebudayaan  Islam  kelas  VIII  untuk  MTs .,  Kudus  :

Menara Kudus

Hokins,  David,  1992, A  Guide  to  Classroom  Research, 2nd ed.  Open

University Press

Jaih  Mubarok,    2004, Sejarah  Peradaban  Islam, Bandung  :  Pustaka  Bani

Quraisy

Kartono,  Kartini,  1996, Pengantar  Metodologi  Riset  Sosial, Bandung  :

Mandar Maju

Oemar Amin Hoesin, 1981, Kultur Islam, Sejarah Perkembangan Kebudayaan

Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, Jakarta

: Bulan Bintang

Moeleong,  L.J., 1991, Metodologi  Penelitian  Kualitatif, Bandung :  Remaja

Rosdakarya.

Nurhadi  dan  Sentuk,  Agus,  Gerrad.  2003. Pembelajaran  Kontekstual  dan

Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press.

Universitas  Negeri  Malang.  2000. Pedoman Penulisan Karya  Ilmiah.  Malang:

UM

Press.

Page 37: BAB I1

Marcell A. Boisard, 1979, Humanisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Diposkan oleh STIT AT-TAQWA   di 01:47