bab i-v fixed

47
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh dunia. Semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun. Hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian. 1 Tingginya angka kesakitan diare menyebabkan diare menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun. 2 Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya, kejadian diare di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang Jawa Tengah tahun 2009 tercatat jumlah individu yang menderita diare

Upload: innef

Post on 21-Jan-2016

294 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IKM laporan analitik

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-V FIXED

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan

kematian hampir di seluruh dunia. Semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi

penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita.

Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun. Hal ini

yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian.1

Tingginya angka kesakitan diare menyebabkan diare menjadi salah satu masalah

kesehatan yang utama di Indonesia. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke

tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per

1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277

(CFR 2,52%). Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10

provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil

sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian

diare pertahun.2

Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya, kejadian diare di Kecamatan

Kajoran, Kabupaten Magelang Jawa Tengah tahun 2009 tercatat jumlah individu yang

menderita diare sebanyak 1.074 orang. Sedangkan angka kematian yang disebabkan

oleh diare pada bulan September 2010 di Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

Jawa tengah tercatat 2 orang balita meninggal dunia disebabkan karena diare.3

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu air tercemar

oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya,

kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan

makanan yang tidak semestinya.4 Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak

langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent,

pejamu, lingkungan dan perilaku. Faktor pejamu yang menyebabkan meningkatnya

kejadian diare, diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif dan kondisi gizi yang

kurang baik sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Faktor lingkungan yang paling

dominan yaitu belum tersedianya sarana yang memadai untuk pembuangan tinja dan

Page 2: BAB I-V FIXED

2

belum tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai. Kedua faktor ini akan

berinteraksi bersama dengan perilaku. Penularan diare terjadi karena faktor lingkungan

tidak sehat yang berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat.5 Oleh karena

itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian diare pada anak di Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran, Kabupaten

Magelang karena kejadian diare pada anak di tempat tersebut masih tinggi.

B. Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak di

SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo, Kecamatan

Kajoran, Kabupaten Magelang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan

sabun dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo

Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang.

b. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare pada

anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten

Magelang.

c. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang air besar dengan kejadian

diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran

Kabupaten Magelang.

d. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang sampah dengan kejadian

diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran

Kabupaten Magelang.

Page 3: BAB I-V FIXED

3

e. Untuk menganalisis hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada

anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten

Magelang.

f. Untuk menganalisis hubungan penggunaan air minum dengan kejadian diare

pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran

Kabupaten Magelang.

g. Untuk menganalisis hubungan penyimpanan makanan dengan kejadian diare

pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran

Kabupaten Magelang.

h. Untuk menganalisis hubungan penyuluhan tentang diare dengan kejadian

diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran

Kabupaten Magelang.

i. Untuk menganalisis hubungan kebersihan kuku dengan kejadian diare pada

anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten

Magelang.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian

diare, yaitu dalam:

1. Menentukan cara yang tepat dalam melakukan tindakan preventif dan promotif

tentang kejadian diare.

2. Menetapkan metode dan materi penyuluhan yang tepat kepada anak agar sedapat

mungkin mengurangi faktor risiko terjadinya diare.

3. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk penelitan-penelitian selanjutnya

yang lebih komprehensif.

Page 4: BAB I-V FIXED

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Definisi penyakit diare

Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus.6

Diare merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering.

Konsistensi tinja dalam diare dapat lembek atau cair atau dapat berupa air saja.

Menurut Widjaja, diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari,

baik disertai lendir dan darah maupun tidak.7 Hal ini disebabkan adanya perubahan –

perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan –

keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorbsi, dan sekresi.6

Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat

pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-

anak dan orang dewasa.5,7

2. Etiologi

Menurut Widjaja, diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan

penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.7

a. Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.

Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:

1) Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhii, Vibrio cholerae

(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik

seperti pseudomonas.

2) Infeksi basil (disentri),

3) Infeksi virus rotavirus,

4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),

5) Keracunan makanan.

Page 5: BAB I-V FIXED

5

b. Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.

Malabsorpsi karbohidrat pada bayi terjadi karena adanya kepekaan terhadap

lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya

berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan

malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut

triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi

micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan

mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

c. Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang

terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

3. Gejala Diare

Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut : 9

a. Tinja encer, berlendir atau berdarah,

b. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,

c. Lecet pada anus,

d. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,

e. Muntah sebelum dan sesudah diare,

f. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan

g. Dehidrasi (kekurangan cairan).

Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi

sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang

5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi

berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi

melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan

penderita sangat pucat. 10

Page 6: BAB I-V FIXED

6

4. Faktor Risiko Penyakit Diare

1. Faktor Agent

Salah satu faktor risiko yang berperan dalam terjadinya diare adalah faktor

agent. Kejadian diare sangat ditentukan oleh faktor kekebalan tubuh dari pejamu,

tetapi faktor agent selaku pembawa penyakit juga sangat berpengaruh pada kejadian

diare. Beberapa agent yang dapat menyebabkan diare antara lain bakteri, virus, dan

parasit misalnya cacing tanah.

2. Faktor Lingkungan

a. Sumber air minum

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia

sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan

terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan

manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci

dan sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang

memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut,

yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk

keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air

tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. 14

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah

pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab

diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan

memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,

misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang

dicuci dengan air tercemar. 14

Macam-macam sumber air minum antara lain : 14

1. Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Misalnya air

sungai, air rawa dan danau.

2. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air

tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada

lapisan tanah yang dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air.

3. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju.

Page 7: BAB I-V FIXED

7

Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah : 15

1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta

menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak,

dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber

pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus

lebih dari 10 meter.

4. Menggunakan air minum dari air bersih atau air yang telah direbus.

5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.

b. Jenis tempat pembuangan tinja 16

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran

penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat

pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,

3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,

4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur

atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,

5. Tidak menimbulkan bau,

6. Pembuatannya murah, dan

7. Mudah digunakan dan dipelihara.

Pembuangan kotoran yang benar sangat penting untuk mencegah

berkumpulnya lalat di lingkungan rumah, yang dapat menjadi perantara penyebaran

penyakit. Kepadatan lalat yang tinggi di suatu rumah dapat mencemari makanan dan

minuman serta membawa kuman penyakit ke dalamnya.17

Page 8: BAB I-V FIXED

8

Macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:17

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat

dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 – 120 cm

sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena

akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-

kurangnya 15 meter.

2. Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai

tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja

dalam air kali.

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air

ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai,

tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang

menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban parit (Trench latrine)

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat defekasi.

Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering

mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan

dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan

pencapaian tinja oleh hewan.

5. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,

rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit

penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang

dapat menimbulkan wabah.

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat

dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang

memenuhi syarat sanitasi. Menurut hasil penelitian, anak balita yang berasal dari

Page 9: BAB I-V FIXED

9

keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik,

prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang

menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa.

Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai

tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.17

c. Jenis lantai rumah

Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau

dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau

semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan

berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit. 18

Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan

kejadian diare, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian

bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak

digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan

gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan

lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan

kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam

rumah.18

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan

meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut : 19

a. Kebiasaan cuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi

makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

b. Penggunaan air minum

Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau tercemar pada saat disimpan

di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak

Page 10: BAB I-V FIXED

10

tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari

tempat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.

c. Penggunakan jamban

Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko

terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban sebaiknya

membuat jamban dan harus buang air besar di jamban. Tempat buang air besar harus

berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air. Kebiasaan BAB tidak di jamban

dapat menyebabkan kotoran tertimbun di sembarang tempat dan mencemari

lingkungan. Selain itu dapat menjadi tempat berkumpulnya vektor penyakit yang

kemudian menyebarkan kuman kepada orang-orang di sekitarnya.

d. Kebiasaan jajan

Makanan dan minuman yang dibeli di sembarang tempat sangat berisiko untuk

menimbulkan penyakit. Sebab belum tentu komponen yang digunakan untuk

memasak makanan atau minuman tersebut menggunakan bahan-bahan yang bersih

dan higienis. Sehingga kebiasaan jajan sembarangan dapat menjadi salah satu

penyebab timbulnya diare.

e. Kebiasaan buang sampah

Tidak tersedianya tempat sampah juga dapat menjadi sarana penyebaran

penyakit. Sampah yang terkumpul tidak pada tempatnya akan mengundang vektor

penyakit seperti lalat untuk hinggap kemudian pergi dengan membawa kuman-

kuman penyakit. Lalat-lalat tersebut kemudian dapat hinggap di makanan dan

minuman yang terbuka dan menimbulkan penyakit bagi manusia yang

mengkonsumsinya.

f. Penyimpanan makanan

Makanan yang diletakkan tanpa ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan

terkontaminasi oleh kuman, sehingga berisiko menimbulkan penyakit, salah satunya

diare. Sayangnya masih banyak keluarga yang belum menerapkan penyimpanan

makanan secara benar dan menutupnya dengan tudung saji, sehingga tanpa sadar

makanan tersebut menjadi sarana penyebaran penyakit bagi anggota keluarga

lainnya.

Page 11: BAB I-V FIXED

11

g. Menjaga kebersihan kuku

Setiap anggota keluarga harus dibiasakan memotong kuku secara teratur, jangan

sampai kuku menjadi terlalu panjang dan hitam karena banyak kotoran tertimbun di

bawahnya. Tangan khususnya bagian kuku adalah bagian tubuh yang langsung

kontak dengan makanan, sehingga sangat berbahaya apabila kuku tangan kita kotor.

Hal tersebut dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare, karena kuman yang berada

di kuku akan menempel di makanan, dan mengakibatkan penyakit bagi keluarga

yang mengkonsumsinya.

4. Faktor Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor yang

berperan dalam terjadinya penyakit diare. Kurangnya penyuluhan tentang diare di

masyarakat mengakibatkan mereka kurang memahami apa itu diare, bagaimana bisa

terjadi diare, hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah diare, dan

penanganan diare. Oleh karena itulah diperlukan penyuluhan kesehatan secara

menyeluruh kepada masyarakat, khususnya mengenai diare, untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai diare sehingga dapat menurunkan angka kejadian

diare.

5. Komplikasi Diare

Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian komplikasi

disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Komplikasi yang paling

sering berupa dehidrasi. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis (pada

infeksi sistemik) dan abses liver.

A. Dehidrasi

Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat,

berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu

berkeringat, dan perubahan ortostatik. Menurut keadaan klinisnya dehidrasi

dibagi menjadi:

1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : turgor berkurang, suara serak,

pasien syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan

Page 12: BAB I-V FIXED

12

penurunan cairan 5 % dari total berat badan tanpa ada keluhan mencolok

selain anak terlihat lesu, haus, dan agak rewel.

2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : suara serak, pasien dalam

keadaan pre syok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam. Menurut

klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan 5-10 %

dari total BB dengan tanda berupa gelisah, cengeng, kehausan, mata cekung

dan kulit keriput.

3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda sama dengan dehidrasi

sedang, disertai dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot

kaku, dan sianosis. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai

dengan penurunan cairan tubuh lebih dari 10 % dari total berat badan dengan

tanda berupa berak cair terus menerus, muntah terus-menerus, kesadaran

menurun, sangat lemas, terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau

makan, mata cekung, bibir kering dan biru. Selain itu, terdapat pula tanda

berupa cubitan kulit baru kembali setelah > 2 detik, tidak kencing selama 6

jam atau lebih, dan terkadang disertai panas tinggi dan kejang.20

Panduan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dari WHO,

dehidrasi dinilai melalui :

1. Kesadaran

2. Ada tidaknya mata yang cekung

3. Kemauan anak untuk minum

4. Mencubit kulit untuk melihat turgor

B. Syok Hipovolemik

Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume darah yang

bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini tergolong darurat dimana jumlah darah

dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu memompa darah dalam

jumlah yang cukup. Kehilangan cairan pada syok hipovolemik dapat disebabkan

oleh luka bakar yang luas, diare, muntah-muntah, dan kekurangan asupan

makanan. Untuk mempertahankan perfusi jantung dan otak, maka terjadi

peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,

Page 13: BAB I-V FIXED

13

pelepasan hormon stress, serta ekspansi besar untuk pengisian kembali cairan

interstitial dan ekstraseluler, serta penurunan volume urin.21

Gejala klinis syok hipovolemik :

Ringan( < 20 % volume darah)

Sedang( 20-40 % volume darah)

Berat( > 40 % volume darah)

Ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler meningkat, diaphoresis, vena kolaps, cemas

Sama dengan yang ringan, ditambah takikardia, takipnea, oliguria, dan hipotensi ortostatik

Sama, ditambah ketidakstabilan hemodinamik, takikardia bergejala hipotensi, dan penurunan kesadaran

6. Penatalaksanaan Diare

Pengelolaan diare menurut Depkes adalah penggantian cairan dan elektrolit

disertai dengan pemberian makanan, antiobiotika, dan antiparasit untuk kasus-kasus

tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, penggantian cairan juga disertai pemberian seng.

Menurut UKK Gastrohepatologi IDAI perlu diberikan edukasi pada orang tua

tentang tatalaksana diare. 7,8,10

Pemberian rehidrasi peroral menjadi pilihan utama dalam terapi menggangtikan

cairan dan elektrolit yang hilang pada diare. Rekomendasi terbaru dari WHO (2005)

adalah penggunaan cairan rehidrasi oral dengan osmolaritas lebih rendah, yaitu

berupa natrium 75 mEq/l, glukosa 75 mmol/l dengan osmolaritas total 245 mOsm/l.

Pemberian cairan dengan osmolaritas rendah ini terbukti dapat memperpendek durasi

diare. 7,9,10

Penggunaan antibiotik juga terkadang diperlukan pada kasus diare tertentu,

seperti pada kasus diare berdarah. Trimetropin/sulfametoksazol paling sering

digunakan untuk kasus diare dengan etiologi shigela, e.coli, dan sebagian salmonela

pada penderita immunocompromised. Obat pilihan untuk pengobatan disentri

berdasarkan WHO 2005 adalah dengan antibiotik golongan quinolon untuk

mengatasi resistensi yang sering terjadi dan pada pasien rawat jalan dianjurkan

pemberian sefalosporin golongan ketiga. Pemberian antibiotika yang tidak rasional

justru akan memperpanjang diare. 10

Page 14: BAB I-V FIXED

14

Rekomendasi WHO 2005 menganjurkan pemberian tablet seng selama 10-14

hari dengan dosis 10 mg pada usia kurang dari 6 bulan dan 20 mg pada usia lebih

dari 6 bulan. Pemberian seng ini efektif mengurangi durasi diare. 7,10

C. Kerangka Teori

D.Kerangka Konsep

Kebiasaan cuci tangan

Kebiasaan jajan sembarangan

Kebiasaan BAB

Kebiasaan buang sampah

Penyimpanan makanan

kebersihan kuku

Kepadatan lalat

Penggunaan air minum

Penyuluhan tentang diare

Kejadian Diare

Faktor Agent:A. Infeksi BakteriB. Infeksi VirusC. Infeksi Parasit

Faktor Perilaku:-Kebiasaan cuci tangan-Kebiasaan jajan sembarangan-Kebiasaan buang sampah-Penggunaan air minum-Penyimpanan makanan-kebersihan kuku

Faktor Lingkungan:-Sumber air minum-Jenis tempat pembuangan tinja-Jenis lantai rumah-Kepadatan lalat

Faktor Pelayanan Kesehatan: -Penyuluhan kesehatan tentang diare

Kejadian Diare

Page 15: BAB I-V FIXED

15

D. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare.

2. Terdapat hubungan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian

diare

3. Terdapat hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare.

4. Terdapat hubungan antara pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya

dengan kejadian diare.

5. Terdapat hubungan antara menjaga kebersihan kuku dengan kejadian diare.

6. Terdapat hubungan antara penyimpanan makanan dengan kejadian diare.

7. Terdapat hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.

8. Terdapat hubungan antara pengguaan air minu dengan kejadian diare.

9. Terdapat hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan kejadian diare.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Page 16: BAB I-V FIXED

16

Ilmu : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Tempat : Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

Waktu : 12-16 Mei 2013

B. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross

sectional.

C. Variabel Penelitian

Variabel Bebas (Variabel Independen)

- Perilaku cuci tangan dengan sabun sebelum makan

- Perilaku cuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar

- Perilaku sering jajan sembarangan di pinggir jalan

- Buang air besar tidak di jamban/WC ( BAB di sungai/ kolam

ikan/kebun)

- Buang sampah tidak di tempat sampah

- Kepadatan lalat di rumah

- Air dimasak sebelum diminum

- Makanan di rumah selalu ditutup dengan tudung saji

- Adanya penyuluhan tentang diare di sekolah

- Kuku pendek dan bersih

Variabel Tergantung (Variabel Dependen) : kejadian diare

D. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Cara mengukur/ mengetahui

Kategori Skala

1. Kejadian Kejadian diare yang Berdasarkan 1= diare (jika Nominal

Page 17: BAB I-V FIXED

17

Diare dialami responden dalam kurun waktu satu bulan.

wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

dalam satu bulan ini pernah sekali diare).2= tidak diare (jika dalam satu bulan ini tidak pernah diare).

dikotomi

2. Kebiasaan cuci tangan

Kebiasaan cuci tangan responden.

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Tidak pernah mencuci tangan dengan sabun baik sebelum makan dan sesudah BAB2= selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah BAB

Nominal dikotomi

3. Kebiasaan jajan sembarangan

Kebiasaan responden jajan sembarangan di pinggir jalan.

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Selalu jajan sembarangan di pinggir jalan 2= Tidak pernah jajan sembarangan di pinggir jalan

Nominal dikotomi

4. Kebiasaan BAB

Kebiasaan responden BAB di sembarang tempat

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Responden memiliki kebiasaan BAB di sembarang tempat2= Responden tidak pernah BAB di sembarang tempat

Nominal dikotom

5. Kebiasaan buang sampah

Kebiasaan responden untuk buang sampah di sembarang tempat tidak di tempatnya

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Responden memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat2= Responden tidak memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat

Nominal dikotomi

6. Kepadatan lalat

Kepadatan lalat di rumah responden.

Berdasarkan wawancara langsung

1= Kepadatan lalat tinggi di rumah

Nominal dikotomi

Page 18: BAB I-V FIXED

18

pada responden menggunakan kuesioner.

responden2= Kepadatan lalat rendah di rumah responden

7. Penggunaan air minum

Penggunaan air yang dimasak terlebih dahulu untuk diminum

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Responden selalu menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu2= responden tidak pernah menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu

Nominal dikotomi

8. Penyimpanan makanan

Penyimpanan makanan di rumah responden menggunakan tudung saji

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Responden selalu menggunakan tudung saji untuk menutup makanan yang ada di rumah2= Responden tidak pernah menggunakan tudung saji untuk menutup makanan yang ada di rumah

Nominal dikotomi

9. Penyuluhan diare

Penyuluhan diare yang didapatkan responden di sekolah

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Responden tidak pernah mendapat penyuluhan tentang diare di sekolah2= Responden pernah mendapat penyuluhan tentang diare di sekolah

Nominal dikotomi

10. Kebersihan kuku

Kebersihan kuku responden bersih dan pendek

Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.

1= Kuku responden kotor dan panjang2= Kuku responden bersih dan pendek

Nominal dikotomi

E. Bahan Penelitian

1. Populasi :

- Populasi target penelitian adalah semua anak di wilayah Desa

Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

Page 19: BAB I-V FIXED

19

- Populasi terjangkau adalah semua siswa SD di wilayah Desa Sukomulyo

Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang

2. Sampel penelitian

Siswa SD Negeri Kajoran 1 di Desa Sukomulyo yang memenuhi kriteria

inklusi.

3. Kriteria inklusi :

- Siswa SD yang bersedia untuk diwawancarai

4. Kriteria eksklusi :

- Siswa SD yang tidak kooperatif saat wawancara.

5. Cara pengambilan sampel :

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling dimana setiap sampel yang

memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sehingga jumlah

sampel yang diperlukan terpenuhi.

6. Estimasi besar sampel :

=

= 66

Keterangan

P = = = 0,22

Q = 1 – P

Q 1 = 1 – P1= 1 – 0,32 = 0,78

Q 2 = 1 – P2 = 1 -0,12 = 0,88

Sampel minimal 66 responden.

Page 20: BAB I-V FIXED

20

F. Cara Penelitian

1. Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan siswa SD

Kajoran 1 di Desa Sukomulyo Keacamatan Kajoran Kabupaten Magelang

sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat.

2. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer yang meliputi:

Data identitas responden (nama, umur, dan alamat)

Data yang dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare

- Kebiasaan cuci tangan

- Kebiasaan jajan sembarangan

- Kebiasaan buang air besar

- Kebiasaan buang sampah

- Kepadatan lalat

- Penggunaan air minum

- Penyimpanan makanan

- Penyuluhan tentang diare

- Kebersihan kuku

B. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, coding, skrining, tabulasi dan

analisis data dengan menggunakan program pengolahan data dengan komputer. Uji

statistik yang dipergunakan untuk menguji hubungan antar variabel adalah meliputi:

1. Analisa univariat untuk mengetahui sebaran data umum responden

2. Analisa bivariat dengan komparasi Chi Square yang dilanjutkan dengan

penghitungan Rasio Prevalensi

Page 21: BAB I-V FIXED

21

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Proporsi Kebiasaan Cuci Tangan pada Anak

VARIABEL JUMLAHKebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan sabun

- Menggunakan sabun

12 (16,67%)60 (83,33%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa

(83,33%) sudah memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun.

Tabel 4.2 Proporsi Kebiasaan Jajan Sembarangan pada Anak

VARIABEL JUMLAHKebiasaan jajan sembarangan- Ya

- Tidak

10 (13,89%)62 (86,11%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa

(86,11%) tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan.

Tabel 4.3 Proporsi Kebiasaan Buang Air Besar pada Anak

VARIABEL JUMLAHKebiasaan BAB- Tidak di jamban

- Di jamban

16 (22,22%)56 (77,78%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 56 siswa (77,78%)

sudah memiliki kebiasaan BAB di jamban.

Page 22: BAB I-V FIXED

22

Tabel 4.4 Proporsi Kebiasaan Buang Sampah

VARIABEL JUMLAHKebiasaan buang sampah - Tidak di tempat sampah

- Di tempat sampah

10 (13,89%)62 (86,11%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa

(86,11%) memiliki kebiasaan membuang sampah di tempat sampah.

Tabel 4.5 Proporsi Kepadatan Lalat

VARIABEL JUMLAHKepadatan lalat- Tinggi

- Rendah

41 (56,94%)31 (43,06%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 41 siswa (56,49%)

tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi.

Tabel 4.6 Proporsi Penggunaan Air Minum

VARIABEL JUMLAHPenggunaan air minum- tidak dimasak

- dimasak

8 (11,11%)64 (88,89%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa

(88,89%) menggunakan air minum yang sudah dimasak

Tabel 4.7 Proporsi Penyimpanan Makanan

VARIABEL JUMLAHPenyimpanan makanan- Tidak ditutup

- Ditutup

17 (23,61%)55 (76,39%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 55 siswa

(76,39%) makan makanan yang tidak ditutup.

Page 23: BAB I-V FIXED

23

Tabel 4.8 Proporsi Kebersihan Kuku

VARIABEL JUMLAHKebersihan kuku- Kuku panjang dan kotor

- Kuku pendek dan bersih

32 (44,44%)40 (55,56%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 40 siswa

(55,56%) memiliki kuku yang pendek dan bersih, sedangkan masih terdapat 32

siswa (44,44%) yang memiliki kuku yang panjang dan kotor.

Tabel 4.9 Proporsi Penyuluhan Diare

VARIABEL JUMLAHPenyuluhan diare - Tidak ada

- Ada

43 (59,72%)29 (40,28%)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa

(59,72%) siswa belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang diare.

2. Analisis Bivariat

Analisis hasil penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dengan analisis

deskriptif dengan menghitung besarnya persentase setiap variabel bebas,

dilanjutkan dengan analisis statistic menggunakan tabel 2 x 2 untuk mengetahui

besarnya rasio prevalensi (RP).

Page 24: BAB I-V FIXED

24

Tabel 4.10 Tabel Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada

Anak

NO VARIABELKEJADIAN DIARE

P RP(95% CI)YA TIDAK

1.

Kebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan

sabun - Menggunakan sabun

8 (66,7%)18 (30%)

4 (33,3%)42 (70%)

0,0162,22 (1,274-

3,876)

2.

Kebiasaan jajan sembarangan- Ya- Tidak

5 (50%)2 (33,9%)

5 (50%)41(66,1%)

0,342 1,476 (0,725-3,005)

3.Kebiasaan BAB- Tidak di jamban- Di jamban

8 (50%)18(32,1%)

8 (50%)38(67,9%)

0,190 1,556 (0,836-2,893)

4.

Kebiasaan buang sampah - Tidak di tempat

sampah- Di tempat sampah

3 (30%)23(37,1%)

7 (70%)39(62,9%)

0,6650,809 (0,297-

2,20)

5.Kepadatan lalat- Tinggi- Rendah

20(48,8%)6 (19,4%)

21(51,2%)25(80,6%)

0,010 2,520 (1,151-5,520)

6.Penggunaan air minum- tidak dimasak- dimasak

3 (37,5%)23(35,9%)

5 (62,5%)41(64,1%)

0,931 1,043 (0,403-2,705)

7.Penyimpanan makanan- Tidak ditutup - Ditutup

10(58,8%)16(29,1%)

7 (41,2%)39(70,9%)

0,026 2,022 (1,140-3,587)

8.Penyuluhan diare - Tidak ada - Ada

19(44,2%)7 (24,1%)

24(55,8%)22(75,9%)

0,082 1,831 (0,884-3,789)

9.

Kebersihan kuku- Kuku panjang dan

kotor- Kuku pendek dan

bersih

11(34,4%)15(37,5%)

21(65,6%)25(62,5%)

0,784 0,917 (0,491-1,711)

Berdasarkan tabel di atas, secara analitik dapat diketahui bahwa

kebiasaan jajan sembarangan (p=0,342), kebiasaan BAB tidak di jamban

(p=0,190), kebiasaan buang sampah tidak di tempat sampah (p=0,665),

penggunaan air minum yang tidak dimasak (p=0,931), tidak adanya penyuluhan

Page 25: BAB I-V FIXED

25

diare (p=0,082), dan kebersihan kuku (p=0,784) tidak berhubungan secara

bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai p>0,05.

Sedangkan kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun (p=0,016),

kepadatan lalat yang tinggi di rumah (p=0,010), dan penyimpanan makanan

yang tidak ditutup dengan menggunakan tudung saji (p=0,026) berhubungan

secara bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai

p<0,05.

Anak yang tidak mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan

menggunakan sabun sebelum makan dan atau setelah BAB berisiko 2,22 kali

terkena diare dibandingkan dengan anak yang mempunyai kebiasaan cuci tangan

dengan menggunakan sabun. Anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan lalat

yang tinggi berisiko 2,52 kali terkena diare dibandingkan dengan anak yang

tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang rendah. Anak yang makan

makanan yang tidak ditutup dengan tudung saji berisiko 2,02 kali terkena diare

dibandingkan dengan anak yang makan makanan yang ditutup dengan tudung

saji.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik data dari hasil

wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 72 responden yang

dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 di SDN Sukomulyo dan dari tinjauan

pustaka.

a. Kebiasaan Cuci Tangan

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,016, dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun

sebelum makan dan atau setelah BAB berhubungan secara bermakna

terhadap kejadian diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ira Indriyati. Mencuci tangan merupakan kebiasaan yang

berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

pencegahan penularan kuman diare. Mencuci tangan dengan sabun,

Page 26: BAB I-V FIXED

26

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,

sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak

dalam kejadian diare.

b. Kebiasaan jajan sembarangan

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,342, dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan jajan sembarangan tidak berhubungan

secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ira Indriyati yang menyatakan bahwa

kebiasaan jajan sembarangan berhubungan dengan kejadian diare pada

anak SD di kota Surabaya (p=0.028). Hal ini disebabkan oleh tempat

penelitian yang berbeda dimana pada penelitian ini dilakukan di desa

yang masyarakatnya mempunyai tingkat sosial ekonomi dan daya beli

yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat kota sehingga jajan

bukan merupakan kebiasaan masyarakat di desa.

c. Kebiasaan BAB

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,190, dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan BAB tidak di jamban tidak berhubungan

secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan oleh

kebiasaan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sungai yang

mempunyai aliran deras sebagai tempat pembuangan kotoran.

d. Kebiasaan buang sampah

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,665, dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan buang sampah sembarangan tidak

berhubungan secara bermakna terhadap kejadian diare. Hal ini dapat

disebabkan oleh sebagian besar masyarakat membakar sampah-sampah

yang tidak dapat terurai (anorganik), sedangkan untuk sampah–sampah

yang dapat terurai dibuang di kebun.

e. Kepadatan lalat

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,010, dapat

disimpulkan bahwa rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi

berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Lalat

Page 27: BAB I-V FIXED

27

merupakan salah satu vektor penyakit yang senang hidup di tempat kotor

sehingga dapat mencemari makanan dan minuman yang dihinggapinya

dengan membawa kuman penyakit ke dalamnya.17

f. Penggunaan Air Minum

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,931,

dapat disimpulkan bahwa penggunaan air minum yang tidak dimasak

tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak.

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang

tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman

infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Oleh karena

itu, untuk keperluan minum air dimasak terlebih dahulu. 14

g. Penyimpanan Makanan

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,026, dapat

disimpulkan bahwa penyimpanan makanan yang tidak ditutup

menggunakan tudung saji berhubungan secara bermakna dengan

kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya

kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat sehingga masih

banyak lalat yang ditemukan di dalam rumah. Makanan yang tidak

ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan terkontaminasi oleh kuman

sehingga berisiko menimbulkan diare.

h. Penyuluhan Diare

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,082, dapat

disimpulkan bahwa tidak adanya penyuluhan diare di sekolah tidak

berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Hal ini

disebabkan oleh adanya peran serta guru dalam menjelaskan tentang

diare dan pencegahannya kepada siswa di dalam kelas sehingga

meningkatkan pengetahuan siswa tentang diare.

i. Kebersihan Kuku

Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,784, dapat

disimpulkan bahwa kuku yang tidak bersih tidak berhubungan secara

bermakna terhadap kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh

Page 28: BAB I-V FIXED

28

adanya kegiatan inspeksi kuku yang dilakukan oleh guru terhadap

siswanya secara rutin setiap minggu, sehingga siswa terbiasa memotong

kukunya. Kuku yang panjang akan menjadi tempat persembunyian

kuman-kuman penyebab diare sehingga harus dipotong untuk mencegah

terjadinya diare.

Page 29: BAB I-V FIXED

29

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilaksanakan pada 14 Mei 2013 di

SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabuaten Magelang

didapatkan hasil

1. Kebiasaan cuci tangan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare

pada anak karena didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0,016), dimana jika anak tidak

terbiasa mencuci tangan maka akan semakin berisiko terjadi diare.

2. Kepadatan lalat memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada

anak karena didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,01), dimana jika di dalam rumah anak

kepadatan lalat tinggi maka akan semakin berisiko terjadi diare.

3. Penyimpanan makanan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

diare pada anak didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,026), dimana jika di rumah anak

penyimpanan makanan tidak ditutup dengan tudung saji maka akan semakin

berisiko terjadi diare.

4. Kebiasaan jajan sembarangan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,342)

5. Kebiasaan buang air besar tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,190)

6. Kebiasaan buang sampah tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (0,655)

7. Penggunaan air minum tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,931)

8. Penyuluhan tentang diare tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,082)

9. Kebersihan kuku tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada

anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,784)

Page 30: BAB I-V FIXED

30

B. Saran

1. Perlu ditingkatkannya kesadaran siswa mengenai pentingnya cuci tangan dengan

menggunakan sabun dengan mengikutsertakan peran orang tua, guru, dan

petugas kesehatan untuk menurunkan angka kejadian diare.

2. Perlu ditingkatkannya kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS) di lingkungan rumah khususnya dalam pengelolaan sampah

sehingga dapat menurunkan populasi lalat.

3. Perlu ditingkatkanya kesadaran masyarakat mengenai pemakaian tudung saji

dalam penyimpanan makanan sehingga dapat mencegah penularan kuman

penyebab diare yang dibawa lalat melalui makanan.

Page 31: BAB I-V FIXED

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare

Akut pada Anak 0-35 bulan di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No

3. Juli 2006. ISSN 1411-6197:319-332

2. Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Press

3. Anonim. 2009. SPM Puskesmas Kajoran 1 Kabupaten Magelang Jawa Tengah.

4. Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di

Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2, No.2

Juli-Desember 2005

5. Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen

PPM dan PL.

6. Zein, U. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatera Utara : Universitas

Sumatera Utara

7. Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan

Pustaka.

8. Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko

Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita

Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.

9. Yulisa., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak

Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru

Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah).

(Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

10. Irianto, J., Soesanto. S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A., 1996.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Analisis

Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24 (2 dan 3) 1996 :

77-96.

11. Widyastuti, P., (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta :

EGC.

12. Mantra, I. B., 2000. Demografi Umum. Jakarta : Pustaka Pelajar.

Page 32: BAB I-V FIXED

32

13. Lembaga Demografi FE UI. 2000. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta : Lembaga

Penerbit FE UI.

14. Soemirat, J., 2002. Kesehatan Lingkungan, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press

15. Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Proyek

Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta : PUSDIKNAKES

16. Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, cetakan ke XIII. Bandung : PT

Citra Aditya Bakti.

17. Depkes, R. I., 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Ditjen

PPM dan PL

18. Sukarni, M., 2002. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bandung : Kanisius

19. Mansyah, B., 2005. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

Balita di Desa Sigayam Wilayah Kerja Puskesmas Wonotunggal Kabupaten

Batang. (Skirpsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

20. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Metabolism and

temperature regulation. 11th ed. China : Elsevier Saunders; 2006, p. 889.

21. Wijaya, JP. Syok hipovolemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta

: Interna Publishing; 2009, hlm. 243-3