bab i-v fixed
DESCRIPTION
IKM laporan analitikTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan
kematian hampir di seluruh dunia. Semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi
penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita.
Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun. Hal ini
yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian.1
Tingginya angka kesakitan diare menyebabkan diare menjadi salah satu masalah
kesehatan yang utama di Indonesia. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke
tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per
1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277
(CFR 2,52%). Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10
provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil
sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian
diare pertahun.2
Berdasarkan data dari penelitian sebelumnya, kejadian diare di Kecamatan
Kajoran, Kabupaten Magelang Jawa Tengah tahun 2009 tercatat jumlah individu yang
menderita diare sebanyak 1.074 orang. Sedangkan angka kematian yang disebabkan
oleh diare pada bulan September 2010 di Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang
Jawa tengah tercatat 2 orang balita meninggal dunia disebabkan karena diare.3
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu air tercemar
oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya,
kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak semestinya.4 Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent,
pejamu, lingkungan dan perilaku. Faktor pejamu yang menyebabkan meningkatnya
kejadian diare, diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif dan kondisi gizi yang
kurang baik sehingga menurunkan daya tahan tubuh. Faktor lingkungan yang paling
dominan yaitu belum tersedianya sarana yang memadai untuk pembuangan tinja dan
2
belum tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku. Penularan diare terjadi karena faktor lingkungan
tidak sehat yang berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat.5 Oleh karena
itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak di Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran, Kabupaten
Magelang karena kejadian diare pada anak di tempat tersebut masih tinggi.
B. Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak di
SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo, Kecamatan
Kajoran, Kabupaten Magelang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan cuci tangan dengan menggunakan
sabun dengan kejadian diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo
Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang.
b. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan jajan dengan kejadian diare pada
anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten
Magelang.
c. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang air besar dengan kejadian
diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran
Kabupaten Magelang.
d. Untuk menganalisis hubungan kebiasaan buang sampah dengan kejadian
diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran
Kabupaten Magelang.
3
e. Untuk menganalisis hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare pada
anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten
Magelang.
f. Untuk menganalisis hubungan penggunaan air minum dengan kejadian diare
pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran
Kabupaten Magelang.
g. Untuk menganalisis hubungan penyimpanan makanan dengan kejadian diare
pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran
Kabupaten Magelang.
h. Untuk menganalisis hubungan penyuluhan tentang diare dengan kejadian
diare pada anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran
Kabupaten Magelang.
i. Untuk menganalisis hubungan kebersihan kuku dengan kejadian diare pada
anak di SD Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten
Magelang.
D. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian
diare, yaitu dalam:
1. Menentukan cara yang tepat dalam melakukan tindakan preventif dan promotif
tentang kejadian diare.
2. Menetapkan metode dan materi penyuluhan yang tepat kepada anak agar sedapat
mungkin mengurangi faktor risiko terjadinya diare.
3. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk penelitan-penelitian selanjutnya
yang lebih komprehensif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Definisi penyakit diare
Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus.6
Diare merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering.
Konsistensi tinja dalam diare dapat lembek atau cair atau dapat berupa air saja.
Menurut Widjaja, diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari,
baik disertai lendir dan darah maupun tidak.7 Hal ini disebabkan adanya perubahan –
perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan –
keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorbsi, dan sekresi.6
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat
pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-
anak dan orang dewasa.5,7
2. Etiologi
Menurut Widjaja, diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan
penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.7
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.
Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
1) Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhii, Vibrio cholerae
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
seperti pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri),
3) Infeksi virus rotavirus,
4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
5) Keracunan makanan.
5
b. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.
Malabsorpsi karbohidrat pada bayi terjadi karena adanya kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan
malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi
micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan
mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
3. Gejala Diare
Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut : 9
a. Tinja encer, berlendir atau berdarah,
b. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
c. Lecet pada anus,
d. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
e. Muntah sebelum dan sesudah diare,
f. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan
g. Dehidrasi (kekurangan cairan).
Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi
sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang
5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi
melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan
penderita sangat pucat. 10
6
4. Faktor Risiko Penyakit Diare
1. Faktor Agent
Salah satu faktor risiko yang berperan dalam terjadinya diare adalah faktor
agent. Kejadian diare sangat ditentukan oleh faktor kekebalan tubuh dari pejamu,
tetapi faktor agent selaku pembawa penyakit juga sangat berpengaruh pada kejadian
diare. Beberapa agent yang dapat menyebabkan diare antara lain bakteri, virus, dan
parasit misalnya cacing tanah.
2. Faktor Lingkungan
a. Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan
terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci
dan sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut,
yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk
keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air
tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. 14
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar. 14
Macam-macam sumber air minum antara lain : 14
1. Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Misalnya air
sungai, air rawa dan danau.
2. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air
tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada
lapisan tanah yang dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air.
3. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju.
7
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah : 15
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak,
dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber
pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter.
4. Menggunakan air minum dari air bersih atau air yang telah direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
b. Jenis tempat pembuangan tinja 16
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran
penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur
atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Pembuangan kotoran yang benar sangat penting untuk mencegah
berkumpulnya lalat di lingkungan rumah, yang dapat menjadi perantara penyebaran
penyakit. Kepadatan lalat yang tinggi di suatu rumah dapat mencemari makanan dan
minuman serta membawa kuman penyakit ke dalamnya.17
8
Macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:17
1. Jamban cemplung (Pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat
dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 – 120 cm
sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena
akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-
kurangnya 15 meter.
2. Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai
tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja
dalam air kali.
3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air
ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai,
tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang
menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.
4. Jamban parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat defekasi.
Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering
mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan
dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan
pencapaian tinja oleh hewan.
5. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,
rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit
penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang
dapat menimbulkan wabah.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat
dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi. Menurut hasil penelitian, anak balita yang berasal dari
9
keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik,
prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa.
Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai
tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.17
c. Jenis lantai rumah
Syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau
dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau
semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan
berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit. 18
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang bermakna pula dengan
kejadian diare, Hal ini ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian
bawah, dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik tidak
digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit pada penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan
lapisan yang kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai dinaikkan
kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah masuknya air ke dalam
rumah.18
3. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut : 19
a. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi
makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
b. Penggunaan air minum
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau tercemar pada saat disimpan
di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak
10
tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi.
c. Penggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban sebaiknya
membuat jamban dan harus buang air besar di jamban. Tempat buang air besar harus
berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air. Kebiasaan BAB tidak di jamban
dapat menyebabkan kotoran tertimbun di sembarang tempat dan mencemari
lingkungan. Selain itu dapat menjadi tempat berkumpulnya vektor penyakit yang
kemudian menyebarkan kuman kepada orang-orang di sekitarnya.
d. Kebiasaan jajan
Makanan dan minuman yang dibeli di sembarang tempat sangat berisiko untuk
menimbulkan penyakit. Sebab belum tentu komponen yang digunakan untuk
memasak makanan atau minuman tersebut menggunakan bahan-bahan yang bersih
dan higienis. Sehingga kebiasaan jajan sembarangan dapat menjadi salah satu
penyebab timbulnya diare.
e. Kebiasaan buang sampah
Tidak tersedianya tempat sampah juga dapat menjadi sarana penyebaran
penyakit. Sampah yang terkumpul tidak pada tempatnya akan mengundang vektor
penyakit seperti lalat untuk hinggap kemudian pergi dengan membawa kuman-
kuman penyakit. Lalat-lalat tersebut kemudian dapat hinggap di makanan dan
minuman yang terbuka dan menimbulkan penyakit bagi manusia yang
mengkonsumsinya.
f. Penyimpanan makanan
Makanan yang diletakkan tanpa ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan
terkontaminasi oleh kuman, sehingga berisiko menimbulkan penyakit, salah satunya
diare. Sayangnya masih banyak keluarga yang belum menerapkan penyimpanan
makanan secara benar dan menutupnya dengan tudung saji, sehingga tanpa sadar
makanan tersebut menjadi sarana penyebaran penyakit bagi anggota keluarga
lainnya.
11
g. Menjaga kebersihan kuku
Setiap anggota keluarga harus dibiasakan memotong kuku secara teratur, jangan
sampai kuku menjadi terlalu panjang dan hitam karena banyak kotoran tertimbun di
bawahnya. Tangan khususnya bagian kuku adalah bagian tubuh yang langsung
kontak dengan makanan, sehingga sangat berbahaya apabila kuku tangan kita kotor.
Hal tersebut dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare, karena kuman yang berada
di kuku akan menempel di makanan, dan mengakibatkan penyakit bagi keluarga
yang mengkonsumsinya.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor yang
berperan dalam terjadinya penyakit diare. Kurangnya penyuluhan tentang diare di
masyarakat mengakibatkan mereka kurang memahami apa itu diare, bagaimana bisa
terjadi diare, hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah diare, dan
penanganan diare. Oleh karena itulah diperlukan penyuluhan kesehatan secara
menyeluruh kepada masyarakat, khususnya mengenai diare, untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai diare sehingga dapat menurunkan angka kejadian
diare.
5. Komplikasi Diare
Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian komplikasi
disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh. Komplikasi yang paling
sering berupa dehidrasi. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis (pada
infeksi sistemik) dan abses liver.
A. Dehidrasi
Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat,
berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Menurut keadaan klinisnya dehidrasi
dibagi menjadi:
1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : turgor berkurang, suara serak,
pasien syok. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi ringan ditandai dengan
12
penurunan cairan 5 % dari total berat badan tanpa ada keluhan mencolok
selain anak terlihat lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : suara serak, pasien dalam
keadaan pre syok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam. Menurut
klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai dengan penurunan cairan 5-10 %
dari total BB dengan tanda berupa gelisah, cengeng, kehausan, mata cekung
dan kulit keriput.
3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda sama dengan dehidrasi
sedang, disertai dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot
kaku, dan sianosis. Menurut klasifikasi WHO, dehidrasi berat ditandai
dengan penurunan cairan tubuh lebih dari 10 % dari total berat badan dengan
tanda berupa berak cair terus menerus, muntah terus-menerus, kesadaran
menurun, sangat lemas, terus mengantuk, tidak bisa minum, tidak mau
makan, mata cekung, bibir kering dan biru. Selain itu, terdapat pula tanda
berupa cubitan kulit baru kembali setelah > 2 detik, tidak kencing selama 6
jam atau lebih, dan terkadang disertai panas tinggi dan kejang.20
Panduan IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dari WHO,
dehidrasi dinilai melalui :
1. Kesadaran
2. Ada tidaknya mata yang cekung
3. Kemauan anak untuk minum
4. Mencubit kulit untuk melihat turgor
B. Syok Hipovolemik
Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume darah yang
bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini tergolong darurat dimana jumlah darah
dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu memompa darah dalam
jumlah yang cukup. Kehilangan cairan pada syok hipovolemik dapat disebabkan
oleh luka bakar yang luas, diare, muntah-muntah, dan kekurangan asupan
makanan. Untuk mempertahankan perfusi jantung dan otak, maka terjadi
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,
13
pelepasan hormon stress, serta ekspansi besar untuk pengisian kembali cairan
interstitial dan ekstraseluler, serta penurunan volume urin.21
Gejala klinis syok hipovolemik :
Ringan( < 20 % volume darah)
Sedang( 20-40 % volume darah)
Berat( > 40 % volume darah)
Ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler meningkat, diaphoresis, vena kolaps, cemas
Sama dengan yang ringan, ditambah takikardia, takipnea, oliguria, dan hipotensi ortostatik
Sama, ditambah ketidakstabilan hemodinamik, takikardia bergejala hipotensi, dan penurunan kesadaran
6. Penatalaksanaan Diare
Pengelolaan diare menurut Depkes adalah penggantian cairan dan elektrolit
disertai dengan pemberian makanan, antiobiotika, dan antiparasit untuk kasus-kasus
tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, penggantian cairan juga disertai pemberian seng.
Menurut UKK Gastrohepatologi IDAI perlu diberikan edukasi pada orang tua
tentang tatalaksana diare. 7,8,10
Pemberian rehidrasi peroral menjadi pilihan utama dalam terapi menggangtikan
cairan dan elektrolit yang hilang pada diare. Rekomendasi terbaru dari WHO (2005)
adalah penggunaan cairan rehidrasi oral dengan osmolaritas lebih rendah, yaitu
berupa natrium 75 mEq/l, glukosa 75 mmol/l dengan osmolaritas total 245 mOsm/l.
Pemberian cairan dengan osmolaritas rendah ini terbukti dapat memperpendek durasi
diare. 7,9,10
Penggunaan antibiotik juga terkadang diperlukan pada kasus diare tertentu,
seperti pada kasus diare berdarah. Trimetropin/sulfametoksazol paling sering
digunakan untuk kasus diare dengan etiologi shigela, e.coli, dan sebagian salmonela
pada penderita immunocompromised. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah dengan antibiotik golongan quinolon untuk
mengatasi resistensi yang sering terjadi dan pada pasien rawat jalan dianjurkan
pemberian sefalosporin golongan ketiga. Pemberian antibiotika yang tidak rasional
justru akan memperpanjang diare. 10
14
Rekomendasi WHO 2005 menganjurkan pemberian tablet seng selama 10-14
hari dengan dosis 10 mg pada usia kurang dari 6 bulan dan 20 mg pada usia lebih
dari 6 bulan. Pemberian seng ini efektif mengurangi durasi diare. 7,10
C. Kerangka Teori
D.Kerangka Konsep
Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan jajan sembarangan
Kebiasaan BAB
Kebiasaan buang sampah
Penyimpanan makanan
kebersihan kuku
Kepadatan lalat
Penggunaan air minum
Penyuluhan tentang diare
Kejadian Diare
Faktor Agent:A. Infeksi BakteriB. Infeksi VirusC. Infeksi Parasit
Faktor Perilaku:-Kebiasaan cuci tangan-Kebiasaan jajan sembarangan-Kebiasaan buang sampah-Penggunaan air minum-Penyimpanan makanan-kebersihan kuku
Faktor Lingkungan:-Sumber air minum-Jenis tempat pembuangan tinja-Jenis lantai rumah-Kepadatan lalat
Faktor Pelayanan Kesehatan: -Penyuluhan kesehatan tentang diare
Kejadian Diare
15
D. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare.
2. Terdapat hubungan antara kebiasaan jajan sembarangan dengan kejadian
diare
3. Terdapat hubungan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare.
4. Terdapat hubungan antara pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya
dengan kejadian diare.
5. Terdapat hubungan antara menjaga kebersihan kuku dengan kejadian diare.
6. Terdapat hubungan antara penyimpanan makanan dengan kejadian diare.
7. Terdapat hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian diare.
8. Terdapat hubungan antara pengguaan air minu dengan kejadian diare.
9. Terdapat hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan kejadian diare.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
16
Ilmu : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Tempat : Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang
Waktu : 12-16 Mei 2013
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross
sectional.
C. Variabel Penelitian
Variabel Bebas (Variabel Independen)
- Perilaku cuci tangan dengan sabun sebelum makan
- Perilaku cuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar
- Perilaku sering jajan sembarangan di pinggir jalan
- Buang air besar tidak di jamban/WC ( BAB di sungai/ kolam
ikan/kebun)
- Buang sampah tidak di tempat sampah
- Kepadatan lalat di rumah
- Air dimasak sebelum diminum
- Makanan di rumah selalu ditutup dengan tudung saji
- Adanya penyuluhan tentang diare di sekolah
- Kuku pendek dan bersih
Variabel Tergantung (Variabel Dependen) : kejadian diare
D. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Cara mengukur/ mengetahui
Kategori Skala
1. Kejadian Kejadian diare yang Berdasarkan 1= diare (jika Nominal
17
Diare dialami responden dalam kurun waktu satu bulan.
wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
dalam satu bulan ini pernah sekali diare).2= tidak diare (jika dalam satu bulan ini tidak pernah diare).
dikotomi
2. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan cuci tangan responden.
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Tidak pernah mencuci tangan dengan sabun baik sebelum makan dan sesudah BAB2= selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah BAB
Nominal dikotomi
3. Kebiasaan jajan sembarangan
Kebiasaan responden jajan sembarangan di pinggir jalan.
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Selalu jajan sembarangan di pinggir jalan 2= Tidak pernah jajan sembarangan di pinggir jalan
Nominal dikotomi
4. Kebiasaan BAB
Kebiasaan responden BAB di sembarang tempat
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Responden memiliki kebiasaan BAB di sembarang tempat2= Responden tidak pernah BAB di sembarang tempat
Nominal dikotom
5. Kebiasaan buang sampah
Kebiasaan responden untuk buang sampah di sembarang tempat tidak di tempatnya
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Responden memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat2= Responden tidak memiliki kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat
Nominal dikotomi
6. Kepadatan lalat
Kepadatan lalat di rumah responden.
Berdasarkan wawancara langsung
1= Kepadatan lalat tinggi di rumah
Nominal dikotomi
18
pada responden menggunakan kuesioner.
responden2= Kepadatan lalat rendah di rumah responden
7. Penggunaan air minum
Penggunaan air yang dimasak terlebih dahulu untuk diminum
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Responden selalu menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu2= responden tidak pernah menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu
Nominal dikotomi
8. Penyimpanan makanan
Penyimpanan makanan di rumah responden menggunakan tudung saji
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Responden selalu menggunakan tudung saji untuk menutup makanan yang ada di rumah2= Responden tidak pernah menggunakan tudung saji untuk menutup makanan yang ada di rumah
Nominal dikotomi
9. Penyuluhan diare
Penyuluhan diare yang didapatkan responden di sekolah
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Responden tidak pernah mendapat penyuluhan tentang diare di sekolah2= Responden pernah mendapat penyuluhan tentang diare di sekolah
Nominal dikotomi
10. Kebersihan kuku
Kebersihan kuku responden bersih dan pendek
Berdasarkan wawancara langsung pada responden menggunakan kuesioner.
1= Kuku responden kotor dan panjang2= Kuku responden bersih dan pendek
Nominal dikotomi
E. Bahan Penelitian
1. Populasi :
- Populasi target penelitian adalah semua anak di wilayah Desa
Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang
19
- Populasi terjangkau adalah semua siswa SD di wilayah Desa Sukomulyo
Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang
2. Sampel penelitian
Siswa SD Negeri Kajoran 1 di Desa Sukomulyo yang memenuhi kriteria
inklusi.
3. Kriteria inklusi :
- Siswa SD yang bersedia untuk diwawancarai
4. Kriteria eksklusi :
- Siswa SD yang tidak kooperatif saat wawancara.
5. Cara pengambilan sampel :
Sampel diambil dengan cara consecutive sampling dimana setiap sampel yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sehingga jumlah
sampel yang diperlukan terpenuhi.
6. Estimasi besar sampel :
=
= 66
Keterangan
P = = = 0,22
Q = 1 – P
Q 1 = 1 – P1= 1 – 0,32 = 0,78
Q 2 = 1 – P2 = 1 -0,12 = 0,88
Sampel minimal 66 responden.
20
F. Cara Penelitian
1. Cara Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan siswa SD
Kajoran 1 di Desa Sukomulyo Keacamatan Kajoran Kabupaten Magelang
sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang meliputi:
Data identitas responden (nama, umur, dan alamat)
Data yang dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare
- Kebiasaan cuci tangan
- Kebiasaan jajan sembarangan
- Kebiasaan buang air besar
- Kebiasaan buang sampah
- Kepadatan lalat
- Penggunaan air minum
- Penyimpanan makanan
- Penyuluhan tentang diare
- Kebersihan kuku
B. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, coding, skrining, tabulasi dan
analisis data dengan menggunakan program pengolahan data dengan komputer. Uji
statistik yang dipergunakan untuk menguji hubungan antar variabel adalah meliputi:
1. Analisa univariat untuk mengetahui sebaran data umum responden
2. Analisa bivariat dengan komparasi Chi Square yang dilanjutkan dengan
penghitungan Rasio Prevalensi
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Tabel 4.1 Proporsi Kebiasaan Cuci Tangan pada Anak
VARIABEL JUMLAHKebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan sabun
- Menggunakan sabun
12 (16,67%)60 (83,33%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
(83,33%) sudah memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun.
Tabel 4.2 Proporsi Kebiasaan Jajan Sembarangan pada Anak
VARIABEL JUMLAHKebiasaan jajan sembarangan- Ya
- Tidak
10 (13,89%)62 (86,11%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
(86,11%) tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan.
Tabel 4.3 Proporsi Kebiasaan Buang Air Besar pada Anak
VARIABEL JUMLAHKebiasaan BAB- Tidak di jamban
- Di jamban
16 (22,22%)56 (77,78%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 56 siswa (77,78%)
sudah memiliki kebiasaan BAB di jamban.
22
Tabel 4.4 Proporsi Kebiasaan Buang Sampah
VARIABEL JUMLAHKebiasaan buang sampah - Tidak di tempat sampah
- Di tempat sampah
10 (13,89%)62 (86,11%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
(86,11%) memiliki kebiasaan membuang sampah di tempat sampah.
Tabel 4.5 Proporsi Kepadatan Lalat
VARIABEL JUMLAHKepadatan lalat- Tinggi
- Rendah
41 (56,94%)31 (43,06%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui sebanyak 41 siswa (56,49%)
tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi.
Tabel 4.6 Proporsi Penggunaan Air Minum
VARIABEL JUMLAHPenggunaan air minum- tidak dimasak
- dimasak
8 (11,11%)64 (88,89%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
(88,89%) menggunakan air minum yang sudah dimasak
Tabel 4.7 Proporsi Penyimpanan Makanan
VARIABEL JUMLAHPenyimpanan makanan- Tidak ditutup
- Ditutup
17 (23,61%)55 (76,39%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 55 siswa
(76,39%) makan makanan yang tidak ditutup.
23
Tabel 4.8 Proporsi Kebersihan Kuku
VARIABEL JUMLAHKebersihan kuku- Kuku panjang dan kotor
- Kuku pendek dan bersih
32 (44,44%)40 (55,56%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 40 siswa
(55,56%) memiliki kuku yang pendek dan bersih, sedangkan masih terdapat 32
siswa (44,44%) yang memiliki kuku yang panjang dan kotor.
Tabel 4.9 Proporsi Penyuluhan Diare
VARIABEL JUMLAHPenyuluhan diare - Tidak ada
- Ada
43 (59,72%)29 (40,28%)
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
(59,72%) siswa belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang diare.
2. Analisis Bivariat
Analisis hasil penelitian dilakukan secara bertahap, dimulai dengan analisis
deskriptif dengan menghitung besarnya persentase setiap variabel bebas,
dilanjutkan dengan analisis statistic menggunakan tabel 2 x 2 untuk mengetahui
besarnya rasio prevalensi (RP).
24
Tabel 4.10 Tabel Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada
Anak
NO VARIABELKEJADIAN DIARE
P RP(95% CI)YA TIDAK
1.
Kebiasaan cuci tangan - Tidak menggunakan
sabun - Menggunakan sabun
8 (66,7%)18 (30%)
4 (33,3%)42 (70%)
0,0162,22 (1,274-
3,876)
2.
Kebiasaan jajan sembarangan- Ya- Tidak
5 (50%)2 (33,9%)
5 (50%)41(66,1%)
0,342 1,476 (0,725-3,005)
3.Kebiasaan BAB- Tidak di jamban- Di jamban
8 (50%)18(32,1%)
8 (50%)38(67,9%)
0,190 1,556 (0,836-2,893)
4.
Kebiasaan buang sampah - Tidak di tempat
sampah- Di tempat sampah
3 (30%)23(37,1%)
7 (70%)39(62,9%)
0,6650,809 (0,297-
2,20)
5.Kepadatan lalat- Tinggi- Rendah
20(48,8%)6 (19,4%)
21(51,2%)25(80,6%)
0,010 2,520 (1,151-5,520)
6.Penggunaan air minum- tidak dimasak- dimasak
3 (37,5%)23(35,9%)
5 (62,5%)41(64,1%)
0,931 1,043 (0,403-2,705)
7.Penyimpanan makanan- Tidak ditutup - Ditutup
10(58,8%)16(29,1%)
7 (41,2%)39(70,9%)
0,026 2,022 (1,140-3,587)
8.Penyuluhan diare - Tidak ada - Ada
19(44,2%)7 (24,1%)
24(55,8%)22(75,9%)
0,082 1,831 (0,884-3,789)
9.
Kebersihan kuku- Kuku panjang dan
kotor- Kuku pendek dan
bersih
11(34,4%)15(37,5%)
21(65,6%)25(62,5%)
0,784 0,917 (0,491-1,711)
Berdasarkan tabel di atas, secara analitik dapat diketahui bahwa
kebiasaan jajan sembarangan (p=0,342), kebiasaan BAB tidak di jamban
(p=0,190), kebiasaan buang sampah tidak di tempat sampah (p=0,665),
penggunaan air minum yang tidak dimasak (p=0,931), tidak adanya penyuluhan
25
diare (p=0,082), dan kebersihan kuku (p=0,784) tidak berhubungan secara
bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai p>0,05.
Sedangkan kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun (p=0,016),
kepadatan lalat yang tinggi di rumah (p=0,010), dan penyimpanan makanan
yang tidak ditutup dengan menggunakan tudung saji (p=0,026) berhubungan
secara bermakna dengan kejadian diare pada anak dengan didapatkan nilai
p<0,05.
Anak yang tidak mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan
menggunakan sabun sebelum makan dan atau setelah BAB berisiko 2,22 kali
terkena diare dibandingkan dengan anak yang mempunyai kebiasaan cuci tangan
dengan menggunakan sabun. Anak yang tinggal di rumah dengan kepadatan lalat
yang tinggi berisiko 2,52 kali terkena diare dibandingkan dengan anak yang
tinggal di rumah dengan kepadatan lalat yang rendah. Anak yang makan
makanan yang tidak ditutup dengan tudung saji berisiko 2,02 kali terkena diare
dibandingkan dengan anak yang makan makanan yang ditutup dengan tudung
saji.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik data dari hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 72 responden yang
dilakukan pada tanggal 14 Mei 2013 di SDN Sukomulyo dan dari tinjauan
pustaka.
a. Kebiasaan Cuci Tangan
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,016, dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan cuci tangan tidak menggunakan sabun
sebelum makan dan atau setelah BAB berhubungan secara bermakna
terhadap kejadian diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ira Indriyati. Mencuci tangan merupakan kebiasaan yang
berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
pencegahan penularan kuman diare. Mencuci tangan dengan sabun,
26
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,
sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak
dalam kejadian diare.
b. Kebiasaan jajan sembarangan
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,342, dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan jajan sembarangan tidak berhubungan
secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ira Indriyati yang menyatakan bahwa
kebiasaan jajan sembarangan berhubungan dengan kejadian diare pada
anak SD di kota Surabaya (p=0.028). Hal ini disebabkan oleh tempat
penelitian yang berbeda dimana pada penelitian ini dilakukan di desa
yang masyarakatnya mempunyai tingkat sosial ekonomi dan daya beli
yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat kota sehingga jajan
bukan merupakan kebiasaan masyarakat di desa.
c. Kebiasaan BAB
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,190, dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan BAB tidak di jamban tidak berhubungan
secara bermakna dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan oleh
kebiasaan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan sungai yang
mempunyai aliran deras sebagai tempat pembuangan kotoran.
d. Kebiasaan buang sampah
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,665, dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan buang sampah sembarangan tidak
berhubungan secara bermakna terhadap kejadian diare. Hal ini dapat
disebabkan oleh sebagian besar masyarakat membakar sampah-sampah
yang tidak dapat terurai (anorganik), sedangkan untuk sampah–sampah
yang dapat terurai dibuang di kebun.
e. Kepadatan lalat
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,010, dapat
disimpulkan bahwa rumah dengan kepadatan lalat yang tinggi
berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Lalat
27
merupakan salah satu vektor penyakit yang senang hidup di tempat kotor
sehingga dapat mencemari makanan dan minuman yang dihinggapinya
dengan membawa kuman penyakit ke dalamnya.17
f. Penggunaan Air Minum
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,931,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan air minum yang tidak dimasak
tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak.
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang
tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Oleh karena
itu, untuk keperluan minum air dimasak terlebih dahulu. 14
g. Penyimpanan Makanan
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,026, dapat
disimpulkan bahwa penyimpanan makanan yang tidak ditutup
menggunakan tudung saji berhubungan secara bermakna dengan
kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya
kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat sehingga masih
banyak lalat yang ditemukan di dalam rumah. Makanan yang tidak
ditutup akan mudah dihinggapi lalat dan terkontaminasi oleh kuman
sehingga berisiko menimbulkan diare.
h. Penyuluhan Diare
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,082, dapat
disimpulkan bahwa tidak adanya penyuluhan diare di sekolah tidak
berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak. Hal ini
disebabkan oleh adanya peran serta guru dalam menjelaskan tentang
diare dan pencegahannya kepada siswa di dalam kelas sehingga
meningkatkan pengetahuan siswa tentang diare.
i. Kebersihan Kuku
Dengan interval kepercayaan 95% dan nilai kemaknaan p = 0,784, dapat
disimpulkan bahwa kuku yang tidak bersih tidak berhubungan secara
bermakna terhadap kejadian diare pada anak. Hal ini disebabkan oleh
28
adanya kegiatan inspeksi kuku yang dilakukan oleh guru terhadap
siswanya secara rutin setiap minggu, sehingga siswa terbiasa memotong
kukunya. Kuku yang panjang akan menjadi tempat persembunyian
kuman-kuman penyebab diare sehingga harus dipotong untuk mencegah
terjadinya diare.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilaksanakan pada 14 Mei 2013 di
SDN Sukomulyo Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabuaten Magelang
didapatkan hasil
1. Kebiasaan cuci tangan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare
pada anak karena didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0,016), dimana jika anak tidak
terbiasa mencuci tangan maka akan semakin berisiko terjadi diare.
2. Kepadatan lalat memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada
anak karena didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,01), dimana jika di dalam rumah anak
kepadatan lalat tinggi maka akan semakin berisiko terjadi diare.
3. Penyimpanan makanan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
diare pada anak didapatkan nilai p<0,05 ( p=0,026), dimana jika di rumah anak
penyimpanan makanan tidak ditutup dengan tudung saji maka akan semakin
berisiko terjadi diare.
4. Kebiasaan jajan sembarangan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,342)
5. Kebiasaan buang air besar tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,190)
6. Kebiasaan buang sampah tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (0,655)
7. Penggunaan air minum tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,931)
8. Penyuluhan tentang diare tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian pada anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,082)
9. Kebersihan kuku tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pada
anak karena didapatkan nilai p > 0,05 (p=0,784)
30
B. Saran
1. Perlu ditingkatkannya kesadaran siswa mengenai pentingnya cuci tangan dengan
menggunakan sabun dengan mengikutsertakan peran orang tua, guru, dan
petugas kesehatan untuk menurunkan angka kejadian diare.
2. Perlu ditingkatkannya kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) di lingkungan rumah khususnya dalam pengelolaan sampah
sehingga dapat menurunkan populasi lalat.
3. Perlu ditingkatkanya kesadaran masyarakat mengenai pemakaian tudung saji
dalam penyimpanan makanan sehingga dapat mencegah penularan kuman
penyebab diare yang dibawa lalat melalui makanan.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare
Akut pada Anak 0-35 bulan di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No
3. Juli 2006. ISSN 1411-6197:319-332
2. Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press
3. Anonim. 2009. SPM Puskesmas Kajoran 1 Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
4. Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di
Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2, No.2
Juli-Desember 2005
5. Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen
PPM dan PL.
6. Zein, U. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatera Utara : Universitas
Sumatera Utara
7. Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka.
8. Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko
Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.
9. Yulisa., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak
Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru
Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah).
(Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.
10. Irianto, J., Soesanto. S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A., 1996.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (Analisis
Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24 (2 dan 3) 1996 :
77-96.
11. Widyastuti, P., (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta :
EGC.
12. Mantra, I. B., 2000. Demografi Umum. Jakarta : Pustaka Pelajar.
32
13. Lembaga Demografi FE UI. 2000. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta : Lembaga
Penerbit FE UI.
14. Soemirat, J., 2002. Kesehatan Lingkungan, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press
15. Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta : PUSDIKNAKES
16. Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, cetakan ke XIII. Bandung : PT
Citra Aditya Bakti.
17. Depkes, R. I., 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL
18. Sukarni, M., 2002. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bandung : Kanisius
19. Mansyah, B., 2005. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare
Balita di Desa Sigayam Wilayah Kerja Puskesmas Wonotunggal Kabupaten
Batang. (Skirpsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.
20. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Metabolism and
temperature regulation. 11th ed. China : Elsevier Saunders; 2006, p. 889.
21. Wijaya, JP. Syok hipovolemik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta
: Interna Publishing; 2009, hlm. 243-3