fixed drug eruption

40
BAB I PENDAHULUAN Fixed Drug Eruption Obat adalah bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat. Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering. Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah 8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE (63%), sebagai manifestasi klinis erupsi alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria (12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan obat yang bertambah. Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu bentuk erupsi kulit karena obat yang unik. FDE ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadang-kadang bula diatasnya , yang dapat muncul kembali ditempat yang sama bila minum obat yang sama. FDE adalah erupsi kulit yang dicetuskan oleh obat atau bahan kimia. Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat mengelisitasi. 1

Upload: don-akmal

Post on 05-Dec-2014

268 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

Page 1: fixed drug eruption

BAB I

PENDAHULUAN

Fixed Drug Eruption

Obat adalah bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan dan pengobatan suatu

penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang

disebut reaksi simpang obat. Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal,

hati dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering.

Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah

8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE (63%), sebagai manifestasi klinis erupsi

alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria

(12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan

obat yang bertambah.

Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu bentuk erupsi kulit karena obat yang unik. FDE

ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadang-kadang bula diatasnya , yang dapat muncul kembali

ditempat yang sama bila minum obat yang sama. FDE adalah erupsi kulit yang dicetuskan oleh obat atau

bahan kimia. Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat mengelisitasi.

Sellulitis

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh keduanya disebut

pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan

Staphylococcus epidermis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor

predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit

lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada referat ini.

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dansubkutis. Faktor risiko

untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan

1

Page 2: fixed drug eruption

pembuluh vena maupun pembuluh getah bening2. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit

sistemik3. Penyakitini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah1.

Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu

bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut.

1.2 Tujuan

Mengetahui diagnosis dari fixed drug eruption dan selulitis.

Mengetahui penatalaksanaan dari fixed drug eruption dan selulitis.

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan kasus ini antara lain:

Dapat memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan tentang fixed drug eruption dan

selulitis.

Dapat menjadi referensi dan rujukan untuk menndiagnosa serta melakukan penatalaksanaan fixed

drug eruption dan selulitis bagi para klinisi

2

Page 3: fixed drug eruption

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1.    Identitas

Nama : Ny.S

Umur : 46 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sumber gempol, Tulungagung

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 1 Desember 2012

Tanggal pemeriksaan : 6 Desember 2012

No. Register : 0510107

2.2.     Anamnesa

Dilakukan pada tanggal 6 Desember 2012 jam 13.00 WIB didapat secara autoanamnesis dan

Heteroanamesis dari anak perempuan pasien.

1.      Keluhan Utama

a) Gatal di daerah kedua mata.

b) Kedua kaki gatal, nyeri dan panas.

2.      Riwayat Penyakit Sekarang3

Page 4: fixed drug eruption

Pasien datang dengan keluhan gula darah tinggi dengan luka pada kaki sebelah kanan di jempol

dan telapak kaki. Gula darah pada waktu datang 300 mg/dl. Pasien dirawat di UGD dan diberikan infus

metronidazole, 1 jam kemudian pasien mengeluh panas dan gatal pada kedua matanya. Setelah itu pasien

dikirim ke ruangan dan diberi salep hidrokortison 2,5%.

Luka di kaki pasien dirawat oleh dokter bedah setelah 3 hari opname. Keesokan harinya, pasien

mengeluh kakinya terasa panas, nyeri dan kelihatan merah serta bengkak.

3.      Riwayat Penyakit Dahulu

a)      Diabetes mellitus kurang lebih 10 tahun yang lalu

b)      Hipertensi disangkal

c)      Asma disangkal

d)      Riwayat sakit jantung disangkal

e)      Riwayat alergi makanan disangkal

f) Ulkus pedis kurang lebih lima tahun yang lalu (pelantar pedis dan digigiti I)

g) Selama ini pasien hanya merawat luka kakinya sendiri di rumah.

4.      Riwayat Keluarga

a)      Riwayat sakit serupa disangkal

b)      Riwayat asma dalam keluarga disangkal

c)      Riwayat alergi dalam keluarga disangkal

d)     Riwayat hipertensi dan DM disangkal

2.3.      Pemeriksaan Fisik

a)      Keadaan Umum

1.      KU : Tampak tidak nyaman, Compos Mentis (GCS E4 V5 M6)

4

Page 5: fixed drug eruption

2.      BB : 70 kg

3.      Gizi : Cukup

b)     Vital Sign

1.      Tekanan darah : 130/80 mmHg

2.      Nadi : 88 kali per menit

3.      Pernafasan : 20 kali permenit

4.      Suhu : 36,6 oC

c). Pemeriksaan Fisik

1.    Kepala :

Mata: Konjungtiva anemis -/- ; Sklera ikterik -/- ; discharge (-/-),

Hidung: nafas cuping hidung (-), edema (-), discharge (-)

Mulut: Bibir: eritema hingga erosi

Mukosa: dalam batas normal

Ginggiva: dalam batas normal

2.   Leher : Retraksi supra sternal tidak ditemukan, deviasi trachea tidak ditemukan, peningkatan JVP (-),

pembesaran KGB tidak ditemukan

3.   Thorax

Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-),retraksi (-).

Palpasi :

         Ketinggalan gerak : Tidak ada

         Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama

5

Page 6: fixed drug eruption

Perkusi : Paru kanan dan kiri sonor

Auskultasi : SDV : depan : belakang :

Ronkhi -/- , Wheezing -/-

4.      Abdomen

Inspeksi : Lebih rendah dari dada, ikterik (-/-), tidak terdapat kelainan kulit.

Auskultasi : Peristaltik normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ditemukan, hepar-lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

5.      Ekstremitas

Edema(+) selulitis (+) ulkus pedis(+) ikterik (-), sianosis (-),

6.      Status Lokalis

Lokasi : Daerah kedua mata

Distribusi : terlokalisir

Ruam : macula hiperpigmentasi dengan batas tegas dan krusta

Lokasi : Kedua kaki

Distribusi : Menyebar

Ruam : Makula Eritematous dengan batas tidak tegas. Teraba hangat.

6

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

+ +

Page 7: fixed drug eruption

7

Makula eritematous

ulkus

Makula hiperpigmentasi

Page 8: fixed drug eruption

2.4. Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 9,6 gr% (12-16 G%)

Eritrosit : 3,7 (3,8-6 mm3)

8

Page 9: fixed drug eruption

AL : 3,12 (3,5-5,5)

Hct : 39 (37-43)

Leukosit : 5,75 (4,0-10,0)

Trombosit : 325.000 (150.000-400.000)

MCV : 84,3 (82-92)

MCH : 25,9 (27-31)

MCHC : 30,8 (32-37)

GDS : 274

BUN : 19,3

CR : 0,67

SGOT : 6,9

SGPT :4.4

2.5. Resume

Seorang wanita berumur 46 tahun, datang ke UGD dengan keluhan lemas ± 3 jam sebelum masuk

rumah sakit. Pasien datang dengan luka di kaki kanan dan dirawat di UGD, kemudian diberi infuse

metronidazol. Setelah itu pasien mengeluh panas dan gatal pada kedua mata dan kemudian dokter di IGD

menghentikan pemberian infuse metronidazol. Di UGD, gula darah pasien 300 mg/dL. Pasien kemudian

dirawat inap. Tiga hari setelah opname, pasien telah dilakukan debridement pada luka di kaki kanannya

oleh dokter bedah. Namun, keesokan harinya, pasien mengeluh kakinya terasa panas, nyeri dan terlihat

bengkak.

Pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus sejak 10 tahun yang lalu dan rutin minum obat

(Glibenclamid) dan rutin suntik insulin. Manakala luka di kaki kanan pasien sudah dialami sejak 5 tahun

yang lalu dan pasien sering memrawat luka sendiri di rumah.

9

Page 10: fixed drug eruption

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal, asma disangkal, hipertensi disangkal. Riwayat

keluarga, penyakit yang sama dengan pasien disangkal.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan. Makula hiperpigmentasi berbatas tegas berskuama dengan

lokasi di kedua daerah mata. Terdapat juga makula eritematous dengan batas tidak jelas di kedua belah

kaki.

2.6. Diagnosis Banding

1. Fixed Drug Eruption, Eritematous Multiforme, Steven Johnson Syndrom, Toxic Epidermal Nekrolisis.

2. Selulitis, erysipelas dan gigitan serangga

2.7. Diagnosis Kerja

1)Fixed Drug Eruption2) Sellulitis

2.8. Terapi

Non-Medikamentosa

Edukasi : memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet, infeksi dan

tambah menyebar.

Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat.

Medikamentosa

Tanggal 6 desember 2012

Antihistamin, CTM 3x4 mg

Gentamycin cream

Hidrocortison 2,5% cream

Metronidazole 1x 250g

2.9. Prognosis

10

Page 11: fixed drug eruption

Prognosis bagi FDE adalah baik, selagi pasien menghindar faktor pencetus. Manakala bagi selulitis,

dengan perawatan yang adekuat memberi prognosis baik bagi pasien.

2.10. follow up pasien

Tanggal Subjektif Obyektif Asessment Terapi

06/12/2012 Gatal pada kedua

mata.

Panas, dan nyeri di

kedua belah kaki.

Td : 130/80

N : 80x/menit

RR: 20x/menit

L : daerah kedua

mata

D : terlokalisir

R : macula

hioerpigmentasi,

skuama, eskolasi

L : daerah kedua

kaki

D : menyebar

R : macula

eritematous,

dengan batas tidak

tegas

1)Fixed Drug

Eruption

2) Selulitis

Gentamisin cream

CTM 3 x 4mg

Hidrokortison

2,5% cream.

07/12/2012 Gatal pada kedua

mata.

Td : 130/80 1)Fixed Drug

Eruption

Gentamisin cream

11

Page 12: fixed drug eruption

Panas dan nyeri di

kedua belah kaki

dan jari-jari kedua

tangan serta di

punggung.

N : 80x/menit

RR: 20x/menit

L : daerah kedua

mata

D : terlokalisir

R : macula

hioerpigmentasi,

skuama, eskolasi

L : daerah kedua

kaki, jari-jari

kedua belah tangan

dan punggung.

D : menyebar

R : macula

eritematous,

dengan batas tidak

tegas

2) Selulitis CTM 3 x 4mg

Hidrokortison

2,5% cream.

08/12/12 Gatal pada kedua

mata.

Panas dan nyeri di

kedua belah kaki.

Pasien minta untuk

pulang.

Td : 130/80

N : 80x/menit

RR: 20x/menit

L : daerah kedua

mata

1)Fixed Drug

Eruption

2) Selulitis

Gentamisin cream

CTM 3 x 4mg

Hidrokortison

2,5% cream.

12

Page 13: fixed drug eruption

D : terlokalisir

R : macula

hioerpigmentasi,

skuama, eskolasi

L : daerah kedua

kaki, jari-jari

kedua belah tangan

dan punggung.

D : menyebar

R : macula

eritematous,

dengan batas tidak

tegas

13

Page 14: fixed drug eruption

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Fixed Drug Eruption

Fixed drug eruption adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan timbul pada tempat yang

sama. 4

Fixed drug eruption ialah suatu reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan akibat pemberian obat

biasanya secara sistemik.

Sellulitis

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam

hingga ke lapisan dermis dan subkutis. Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab

tersering Streptococcus beta hemoliticus dan Staphylococcus aureus1.

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan

jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak

dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi

pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun

keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya

infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk

suatu lokalisasi cairan.

3.2.     Epidemiologi

Fixed Drug Eruption

Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah dilaporkan adalah

8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE (63%), sebagai manifestasi klinis erupsi

alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria

14

Page 15: fixed drug eruption

(12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan

obat yang bertambah.

Selulitis

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekad keempat

dan kelima2. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi.

Sebuah studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS sebesar 24,6 kasus per 1000

penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada laki-laki dan usia 45-64 tahun. Insidensi selulitis

ekstrimitas masih menduduki tempat pertama. Dimana terdapat sebuah laporan dari data rumah sakit di

inggris bahawa kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, dan selulitis di tungkai

menduduki peringkat pertama dengan jumlah sebanyak 58.824 kasus. Terjadi peningkatan resiko selulitis

seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

C.    Etiologi dan Patogenesis

Fixed Drug Eruption

Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling sering dilaporkan adalah

phenolpthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone dan obat anti inflamasi non

steroid.

Daftar obat-obat penyebab FDE

Obat antibakteri

• Sulfonamid (co-trimoxazole)

• Tetrasiklin

• Penisilin

• Ampisilin

• Amoksisilin

• Eritomisin

Obat anti inflamasi non steroid

• Aspirin

• Oxyphenbutazone

• Phenazone

• Metimazole

• Paracetamol

• Ibuprofen

15

Page 16: fixed drug eruption

• Trimethoprim

• Nistatin

• Griseofulvin

• Dapson

• Arsen

• Garam Merkuri

• P amino salicylic acid

• Thiacetazone

• Quinine

• Metronidazole

• Clioquinol

Barbiturat dan tranquilizer lainnya

• Derivat Barbiturat

• Opiat

• Chloral hidrat

• Benzodiazepine

• Chlordiazepoxide

• Anticonvulsan

• Dextromethoephan

Phenolpthalein

Codein

Hydralazin

Oleoresin

Symphatomimetic

Symaphatolitic

Parasymphatolitic

• Hyoscine butylbromide

Magnesium hydroxide

Magnesium trisilicate

Anthralin

Chlorthiazone

Chlorphenesin carbamate

Berbagai penambah rasa/flavour makanan

16

Page 17: fixed drug eruption

Dikutip dari daftar pustaka no 1.

Patogenesis FDE sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga karena karena reaksi imunologi.

Berdasarkan mekanisme imunologik yang terjadi pada reaksi obat dapat berupa IgE mediated drug

eruption, immunecomplex dependent drug reaction, cytotoxic drug induced reaction dan cell mediated

reaction.

Penelitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa lesi FDE terjadi peningkatan kadar histamine

dan komplemen yang sangat bermakna (200-640 nMol/L). Keadaan ini diduga sebagai penyebab

timbulnya reaksi eritema, lepuh dan rasa gatal.

Visa dkk (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui sel imunokompeten pada FDE dengan

tehnik imunoperoksidase. Ternyata 60-80% sel infiltrate pada FDE adalah sel Limfosit T ( T4 dan T8).

Terlihat pula peningkatan sel mast sebesar 5-10% serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T (limfosit

aktif) yang berada di dermis. Keadaan ini sama dengan lesi pada hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit T

yang menetap dilesi kulit berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada tempat

yang sama. Keratinosit pada lesi kulit FDE menunjukkan peningkatan ekspresi pada ICAM 1 dan HLA

DR dan peningkatan ekspresi ICAM 1 ini menjelaskan migrasi limfosit T ke sel epidermis dan

mengakibatkan kerusakan.

Visa dkk juga menyatakan bahwa mekanisme imunologi bukan satu-satunya penyebab kelainan

ini, akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya FDE. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan

terjadinya kasus FDE dalam satu keluarga yang menunjukkan kesamaan pada HLA B12.

Sellulitis

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus Beta Hemoliticus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Hemophilus

influenza type B (Hib), Staphylococcus aureus dan Streptococcus Beta Hemoliticus. Streptococcus Beta

Hemoliticus adalah penyebab yang jarang pada selulitis.

Selulitis pada orang dewasa yang imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus

Pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya

disebabkan oleh organism campuran antara kokusgram positif dan gram negative aerob mahupun

anaerob.

17

Page 18: fixed drug eruption

Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada pasien imunokompeten perlu

ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokompromais lebih sering melalui aliran darah.

Patogenesis Selulitis

18

Page 19: fixed drug eruption

3.4.    Gambaran Klinis

Fixed Drug Eruption

FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti obat secara oral. Lesi

berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau keunguan, berbatas tegas, seiring dengan waktu lesi

bisa menjadi bula, mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi bervariasi mulai dari

lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita meminum obat yang sama maka

lesi yang lama akan timbul kembali disertai dengan lesi yang baru. Namun jumlah lesi biasanya sedikit.

Timbulnya kembali lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata “fixed” pada nama penyakit tersebut. 4,5,6,9. Lesi dapat dijumpai dikulit dan membran mukosa yaitu di bibir, badan, tungkai, tangan dan genital.

Tempat paling sering adalah bibir dan genital. Lesi FDE pada penis sering disangka sebagai penyakit

kelamin 5,10 . Gejala lokal meliputi gatal dan rasa terbakar , jarang dijumpai gejala sistemik.. Tidak

dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada FDE jika menyembuh akan meninggalkan

bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang menetap dalam jangka waktu lama.

Sellulitis

Gejala klinis tergantung pada akut atau tidaknya sesuatu infeksi. Umumnya semua ditandai

dengan kemerahan dengan batas tidak jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan

dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkjus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut,

kadang- kadang timbul bula. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi local (flegmon,

nekrosis atau gangrene).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah

yang terkena terdapat 4 tanda cardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan

tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba

atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustule, atau jaringan

nekrotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada

pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise,

anoreksia, demam menggigil dan berkembang dengan cepat sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya.

Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan pathogen yang patogenisitas rendah.

19

Page 20: fixed drug eruption

Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Kalau sering residif ditempat yang sama

dapat terjadi elephantiasis.

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa paling

sering di ekstrimitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstrimitas. Pada

penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.

3.5.     Histopatologi

Fixed Drug Eruption

Gambaran histologi FDE menyerupai eritema multiforme (EM). Seperti pada EM reaksi dapat

terjadi di dermis atau epidermis atau keduanya. Yang paling sering adalah yang melibatkan dermis dan

epidermis. Pada tahap awal pemeriksaan histopatologi menggambarkan adanya bula subepidermal dengan

degenerasi hidropik sel basal epidermis. Dapat juga dijumpai diskeratosis keratinosit dengan sitoplasma

eosinofilik dan inti yang piknotik di epidermis. Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofag

pada dermis bagian atas dan terdapat peningkatan jumlah melanin pada lapisan basal epidermis.

Sellulitis

Pemeriksaan laboratorium

1. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15,000 – 400,000) dengan hitung

jenis bergeser ke kiri. Terdapat juga peningkatan laju sedimentasi eritrosit.

2. Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan diaspirasi diperlukan menunjukkan adanya organism

campuran.

3.6.     Diagnosis

Fixed Drug Eruption

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas. Riwayat perjalanan

penyakit yang rinci, termasuk pola gejala klinis, macam obat, dosis, waktu dan lama pajanan serta riwayat

alergi obat sebelumnya penting untuk membuat diagnosis. Selain itu pemeriksaan laboratorium dapat

dilakukan untuk menunjang diagnosis:

1. Biopsi kulit membantu untuk memastikan diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding.

20

Page 21: fixed drug eruption

2. Uji tempel obat merupakan prosedur yang tidak berbahaya . Reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi, dan

untuk mengantisipasinya dianjurkan mengamati penderita dalam waktu setengah jam setelah penempelan.

Secara teoritis dapat terjadi sensitisasi akibat uji tempel, namun dalam prakteknya jarang ditemui. Tidak

dianjurkan melakukan uji tempel selama erupsi masih aktif maupun segera sesudahnya. Berdasarkan

pengalaman para peneliti, uji tempel sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 6 minggu setelah erupsi

mereda.

Khusus untuk FDE Alanko (1994) menggunakan cara uji tempel yang agak berbeda. Obat dengan

konsentrasi 10% dalam vaselin atau etanol 70% diaplikasikan secara terbuka pada bekas lesi dan

punggung penderita. Observasi dilakukan dalam 24 jam pertama, dan dianggap positif bila terdapat

eritema yang jelas yang bertahan selama minimal 6 jam. Kalau cara ini tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan dianjurkan uji tempel tertutup biasa dengan pembacaan pertama setelah penempelan 24 jam.

Hasil uji tempel yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis erupsi obat dan hasil yang positif dapat

menyokong diagnosis dan menentukan penyebab meskipun peranannya masih kontroversi. Metode uji

tempel masih memerlukan banyak perbaikan, diantaranya dengan menggiatkan penelitian tentang

konsentrasi yang sesuai untuk setiap obat, vehikulum yang tepat dan menentukan metabolisme obat di

kulit.

3. Uji provokasi oral merupakan pemeriksaan baku emas untuk memastikan penyebab. Uji ini dikatakan

aman dan dapat dipercaya untuk pasien anak. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda dan gejala klinis

yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil biasanya dosis 1/10 dari obat penyebab sudah cukup

untuk memprovokasi reaksi dan provokasi biasanya sudah muncul dalam beberapa jam. Karena resiko

yang mungkin ditimbulkannya maka uji ini harus dilakukan dibawah pengawasan petugas medis yang

terlatih.

Sellulitis

Diagnosis selulitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada

pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,

infiltrate dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan

dapat menjadi septicemia.

21

Page 22: fixed drug eruption

Selulitis yang disebabkan H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai gejala infeksi

traktus respiratorius bagian atas bakterimia dan septicemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan,

merah kebiru-biruan atau merah keunguan

3.7. Diagnosis Banding

Fixed Drug Eruption

- Eritematous Multiforme

- Steven Johnson Syndrom

- Toxic Epidermal Nekrolisis

Perbedaan Eritema Multiformis, Steven Johnson Syndrom, Toxic Epidermal Necrolysis

Sellulitis

-Deep thrombophlebitis,

-Dermatitis statis,

-Dermatitis kontak,

-Giant urticaria,

-Insect bite,

-Erupsi obat

3.8. Penatalaksanaan

Fixed Drug Eruption

1. Hentikan penggunaan obat yang diduga sebagai penyebab.

2. Pengobatan Sistemik

22

Page 23: fixed drug eruption

Pemberian kortikosteroid sistemik sangat penting. Dengan prednison 3 x 10 mg/hari. Untuk

keluhan rasa gatal pada malam hari yang kadang mengganggu istirahat pasien dan orang tuanya dapat

diberikan antihistamin generasi lama yang mempunyai efek sedasi.

3. Pengobatan Topikal

Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit apakah kering atau basah.

a. Jika lesi basah dapat diberi kompres secara terbuka. Tujuannya adalah untuk mengeringkan eksudat,

membersihkan debris dan krusta serta memberikan efek menyejukkan. Pengompresan dilakukan cukup 2-

3 kali sehari, biarkan basah (tetapi tidak sampai menetes) selama ±15-30 menit. Eksudat akan ikut

mongering bersama penguapan. Biasanya pengompresan cukup dilakukan 2 sampai 3 hari pertama saja.

Cairan kompres yang dapat dipilih antara lain larutan NaCl 0,9 atau dengan larutan antiseptik ringan

misalnya larutan Permanganas Kalikus 1:10.000 atau asam salisilat 1:1000.

b. Jika lesi kering dapat diberi krim kortikosteroid misalnya krim hidrokortison 1 % atau 2,5%. Lesi

hiperpigmentasi tidak perlu diobati karena akan menghilang dalam jangka waktu lama. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam memberikan kortikosteroid topikal pada bayi dan anak.

c. Pilihlah potensi kortikosteroid sesuai dengan daerah atau lokasi yang akan diobati, misalnya daerah

lipatan (aksila,popok) atau muka sebaiknya menggunakan potensi rendah sedangkan pada badan atau

ekstremitas dapat diberikan potensi sedang.

d. Pilihlah potensi terendah yang dapat menghilangkan kelainan kulit dalam waktu sesingkat mungkin.

Sedapat mungkin hindari penggunaan kortikosteroid yang sangat poten, terutama untuk anak berusia

kurang dari 12 tahun.

Sellulitis

Penanganan secara umum adalah mengistirahatkan ekstrimitas yang terkena infeksi.

Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari

atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada

Selulitis karena H.influenza diberikan ampicilin untuk anak ( 3 bulan sampai 12 bulan) 100-200

mg/kgBB/hari (150-300mg), manakala pada anak lebih dari 12 tahun, dosis sama seperti dewasa.

23

Page 24: fixed drug eruption

Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil penisilinase

dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternative digunakan eritromisin

(dewasa : 250-500 mg peroral; anak-anak: 30-30 mg/kgBB/hari) 4 kali sehari selama 10 hari. Dapat juga

digunakan clindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgBB/hari). Pada yang

penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasin 500mg/hari

secara oral selama 7-10 hari.

3.9. Prognosis

Fixed Drug Eruption

Prognosis umumnya baik. Apabila obat tersangka penyebab telah dapat dipastikan maka

sebaiknya kepada penderita diberikan catatan, berupa kartu kecil yang memuat jenis obat tersebut serta

golongannya. Kartu tersebut dapat ditunjukkan bilamana diperlukan (misalnya apabila penderita berobat),

sehingga dapat dicegah pajanan ulang yang memungkinkan terulangnya FDE.

Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan-kelainan berupa sindrom

lyell dan steven johnsons sindrom, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang

terkena.

Sellulitis

Perawatan biasanya berlangsung selama 7-10 hari. Selulitis dapat menjadi parah jika telah kronis

dan memiliki potensi mudah terserang infeksi. Pada anak dan orang dewasa yang imunokompromais,

penyulit pada selulits dapat berupa gangrene, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah

merupakan indicator dini terjadinya bakterimia stafilokokus beta hemolitikus grup A, dapat berakibat

fatal karena mengakibatkan thrombosis sinus cavernosum yang septic. Selulitis pada wajah dapat

menyebabkan penyulit intracranial berupa meningitis6. Namun jika selulitis tidak memiliki komplikasi

atau tidak begitu rumit maka prognosisnya baik, dan antibiotic memiliki keefektifan lebih dari 90% pada

pasien.

24

Page 25: fixed drug eruption

BAB IV

Pembahasan Kasus

1.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Berdasar tinjauan pustaka yang ada, Kasus seorang wanita berumur 46 tahun ini kami angkat

dikarenakan kasus ini memiliki komplikasi yang cukup mengkhawatirkan jika penanganannya tidak baik.

Reaksi alergi obat (Fixed drug Eruption) dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati dan

sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering. Dimana kasus ini merupakan

kasus yang tidak terduga karena hanya terjadi pada orang yang rentan, tidak bergantung pada dosis dan

tidak berhubungan dengan efek farmakologis obat. Dan yang sangat telihat dari reaksi obat ini adalah

erupsi kulit yang dapat mengenai seluruh tubuh pasien dengan bentuk melepuhnya kulit seperti luka

bakar. Menurut Kajian Noegrohowati (1999), bahwa ia mendapatkan kasus dengan FDE (63%), sebagai

manifestasi klinis erupsi alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan anak, disusul dengan erupsi

eksantematosa (3%) dan urtikaria (12%). Jumlah kasus bertambah dengan meningkatnya usia, hal

tersebut mungkin disebabkan pajanan obat yang bertambah.

Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini, lesi makula hiperpigmentasi dan krusa yang kami

dapat kan di lokasi sekitar mata. Pasien tidak demam, tidak nyeri telan, tidak mual atau muntah.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan bebrapa tinjauan pustaka maka kami mendiagnosis kasus

ini Fixed Drug Eruption, dengan diagnosis banding Eritematous Multiforme, Steven Johnson Syndrom,

Toxic Epidermal Nekrolisis.

Selain itu, kami turut mendiagnosa pasien dengan selulitis di kaki kanan berdasarkan dari hasil

anamnesis yang menunjukkan pasien merupakan penderita diabetes mellitus dan mempunyai ulkus

diabetikum di kaki kanan pasien yang sering dirawat sendiri dirumah. Manakala dari dan pemeriksaan

fisik ditemukan gejala seperti makula eritematous dengan batas tidak jelas dan teraba panas pada kaki

kanan dan kiri pasien.

1.2 Diagnosa banding

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis banding pada pasien ini bagi penyakit

Fixed Drug Eruption adalah Eritematous Multiforme, Steven Johnson Syndrom, Toxic Epidermal

Nekrolisis. Manakala, diagnosis banding bagi selulitis adalah erysipelas dan gigitan serangga. Hal utama

25

Page 26: fixed drug eruption

yang mendasari diagnosa banding bagi selulitis adalah eritematous dengan batas tidak jelas dan teraba

panas. Pada pasien ini kami mendiagnosa selulitis karena selain memenuhi gejala yang disebutkan

sebelumnya, terdapat punca infeksi yaitu ulkus yang terdapat di jempol kaki kanan pasien.

1.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari kasus ini adalah Infus RL, Gentamisin cream, CTM 3 x 4mg, Hidrokortison 2,5%

cream. Kami setuju dengan terapi diatas dengan asumsi bahwa

a). Pemberian salep gentamisin. Dimana Gentamisin cream merupakan suatu antibiotika dengan spectrum

luas, yang efektif untuk pengobatan infeksi kulit primer dan sekunder yang disebabkan berbagai bakteri

gram - positif dan gram negatif. Fluosinolon Asetonida merupakan suatu kortikosteroid sintetik yang

hasilnya baik untuk pengobatan dermatosis.

b) Hidrokortison 2,5% salep diberikan karena lesi berupa lesi yang kering

26

Page 27: fixed drug eruption

BAB V

KESIMPULAN

Fixed Drug Eruption

1. Fixed drug eruption adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan timbul pada tempat yang

sama. Lesi berupa makula oval atau bulat berwarna merah atau keunguan, berbatas tegas, dapat

ditemukan bula diatasnya, dapat dijumpai pada kulit dan mukosa, terutama pada bibir dan genital.

2. Etiologi yang paling sering adalah phenolphthalein, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik pyrazolone

dan obat anti inflamasi non steroid.

3. Patogenesis FDE diduga merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat dan dihubungkan dengan

genetik adanya kesamaan pada HLA B12.

4. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang khas.

5. Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas adalah tes provokasi oral, namun harus

dibawah pengawasan petugas medis yang terlatih.

6. Penatalaksanaannya yang utama adalah penghentian penggunaan obat yang diduga mencetuskan

FDE, pengobatan oral dengan antihistamin dan pengobatan topical tergantung lesi jika basah

diberikan kompres dan jika kering dapat diberikan kortikosteroid topikal.

Sellulitis

1. Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam

kulit hingga ke lapisan dermis dan subkutis.

2. Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekad keempat

dan kelima.

27

Page 28: fixed drug eruption

3. Etiologi selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus Beta Hemoliticus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah

Hemophilus influenza type B (Hib), Staphylococcus aureus dan Streptococcus Beta Hemoliticus

4. Faktor predisposisi selulitis adalah: kaheksia, diabetes mellitus, malnutrisi, disgamaglobinemia,

alkoholisme dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh tertama bila disertai hygiene

yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang

lain.

5. Patofisiologi dari penyakit ini adalah apabila bakteri pathogen dapat menembus lapisan luar

kulit melalui kulit yang terbuka. Seterusnya akan menimbulkan infeksi pada permukaan kulit

atau menimbulkan peradangan. Lokasi yang paling sering terjadi adalah di ekstrimitas bawah.

6. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

7. Penanganan secara umum adalah mengistirahatkan ekstrimitas yang terkena infeksi dan

pemberian antibiotik.

28

Page 29: fixed drug eruption

DAFTAR PUSTAKA

1. Breathnach SM. Drug reaction. In: Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, eds. Textbook of Dermatology. 6th

ed. London Balckwell Scientific Publications. 1998:3349-87.

2. Noegrohowati T. Alergi obat pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Widaty

S, Rihatmaja R, eds. Alergi kulit pada bayi dan anak. Masalah dan Penanganan. Balai Penerbit FKUI,

Jakarta. 2002:19-28.

3. Gruschalla RS, Beltrani VS. Drug induced cutaneus reactions. In: Leung DYM, Greaves MW. Allergic skin

diseases. Marcel Dekker, Inc: New York-Basel. 2000:307-35.

4. Soebaryo RW, Effendi EHF, Suyoto EK. Eksantema Fikstum. Dalam: Sularsito

SA dkk eds. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik. Balai Penerbit FKUI,

Jakarat, 1995:63-5

5. Shear NH, Landau M, Shapiro Le. Hypersensitivity reactions to drug. In: Harper

J, Oranje A, Prose N, eds. London Blackwell Scientific Publication. 2000:1743-63.

6. Scahner LA, Hansen RC. Vascular Reactions. In: Pediatric Dermatology. 2nd

ed.Vol II. New York. Churchill Livingstone. 1995: 929

7. Sudigdoadi, Widiantoro Y. Fixed Drug Eruption pada Anak berumur 18 bulan.

Media Dermato-Venereologica Indonesiana 1995, 22 :4 : 166-8. Jakarta

8. Dahl MV. Drug reactions. In: Dahl MV. Clinical Immunodermatology. 3rd ed. .

Mosby Year Book inc . Minneapolis – Minnesota. 1996:355-67.

9. Hurwitz S. Eczematous Eruptions in Childhood. In: Clinical Pediatric Dermatology. 2nd ed. Philadelphia.

WB Saunders Company. 1993:67-8.

29

Page 30: fixed drug eruption

10. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA,eds. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001:139-42.

11. Habif TP. Clinical Dermatology. 3rd ed. St Louis. Mosby Year Book.1996:439-40.

12. Ardhie AM. Eksim . Apa dan Bagaimana. Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta. 2003:57-62

13. Effendi EH. Uji kulit pada Erupsi Alergi Obat. Dalam: Sudigdoadi, Sutedja E, Agusni YH, Sugiri U,eds.

Buku Makalah Lengkap Kursus Imuno-dermatologi I. Kelompok Studi Dermatologi Bag/SMF Kulit dan

Kelamin – RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung. 2000:35-8.

14. Sugito TL,. Kortikosteroid Topikal Generasi Baru dalam Dermatologi Anak. Dalam: Boediardja SA,

Prihianti S,eds. Pengobatan Mutakhir Dermatologi pada Anak dan Remaja. Balai Penerbit FKUI, Jakarta,

2001:25-38.

15. Mandell G.L., Bennett J.E., Dolin R., 2009. Principle and Practice of infectious Disease. 7th ed.

Philadelphia, Elsevier Churchill Livingstone;chap 90.

16. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. p 59.

17. Thomas E. H., Burk A.C. Cellulitis. http://emedicine .medscape.com/article/214222-overview#showall

diakses tanggal 10 Disember 2012.

30