bab i pendahuluan -...

17
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Pengaruh Globalisasi terhadap Iklim Kreatif dan Ekonomi Kreatif Terhadap Kota kota di Dunia dan Kota kota di Indonesia. Perkembangan dan intervensi globalisasi membawa kota-kota ke dalam kompetisi ekonomi skala dunia, yang mengakibatkan setiap kota berusaha memiliki peran sebagai sentra komando dan kontrol dari ekonomi global, mewujudkan diri sebagai lokasi yang lebih disukai oleh media, aktivitas kreatif, dan pariwisata (Hall dan Pfeiffer, 2000: 114). Dalam satu dasawarsa terakhir, sebuah paradigma pembangunan muncul, menghubungkan ekonomi dan budaya dalam perkotaan, mencakup pembangunan perekonomian, kebudayaan, teknologi dan aspek sosial baik pada tingkatan makro maupun mikro. Hubungan tersebut membangkitkan industri kreatif budaya sebagai aset berharga bagi kota, terlebih dengan melekatnya kecenderungan klasterisasi yang menstimulasi regenerasi serta produktivitas kota. Klasterisasi tersebut dipengaruhi oleh adanya tendensi aglomerasi ekonomi serta keberadaan infrastruktur penunjang yang mendorong iklim kreatif. Gambar 1.1. Skema Munculnya Tren Industri Kreatif di Dunia Sumber : Analisa Penulis, 2013 Dari interdependensi yang terjadi di dalam aktivitas kreasi-produksi- komersialisasi industri budaya, maupun hubungan yang muncul antara industri kreatif berbasis budaya dengan infrastruktur penunjang, kemudian menimbulkan dampak spasial berupa organisasi keruangan tertentu. Organisasi keruangan

Upload: vokiet

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.1.1. Pengaruh Globalisasi terhadap Iklim Kreatif dan Ekonomi Kreatif

Terhadap Kota – kota di Dunia dan Kota – kota di Indonesia.

Perkembangan dan intervensi globalisasi membawa kota-kota ke dalam

kompetisi ekonomi skala dunia, yang mengakibatkan setiap kota berusaha

memiliki peran sebagai sentra komando dan kontrol dari ekonomi global,

mewujudkan diri sebagai lokasi yang lebih disukai oleh media, aktivitas kreatif,

dan pariwisata (Hall dan Pfeiffer, 2000: 114).

Dalam satu dasawarsa terakhir, sebuah paradigma pembangunan muncul,

menghubungkan ekonomi dan budaya dalam perkotaan, mencakup pembangunan

perekonomian, kebudayaan, teknologi dan aspek sosial baik pada tingkatan makro

maupun mikro. Hubungan tersebut membangkitkan industri kreatif budaya

sebagai aset berharga bagi kota, terlebih dengan melekatnya kecenderungan

klasterisasi yang menstimulasi regenerasi serta produktivitas kota. Klasterisasi

tersebut dipengaruhi oleh adanya tendensi aglomerasi ekonomi serta keberadaan

infrastruktur penunjang yang mendorong iklim kreatif.

Gambar 1.1. Skema Munculnya Tren Industri Kreatif di Dunia

Sumber : Analisa Penulis, 2013

Dari interdependensi yang terjadi di dalam aktivitas kreasi-produksi-

komersialisasi industri budaya, maupun hubungan yang muncul antara industri

kreatif berbasis budaya dengan infrastruktur penunjang, kemudian menimbulkan

dampak spasial berupa organisasi keruangan tertentu. Organisasi keruangan

Page 2: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

2

tersebut selanjutnya dapat memberikan konsekuensi perencanaan tata ruang

sebagaimana preseden yang terdapat di beberapa kota di dunia.

Fenomena ini diperkuat dengan argumentasi para ahli ekonomi mengenai

paradigma geografi ekonomi baru (new economic geography atau geographical

economics) (Fujita & Thisee, 1996; Krugman, 1995; Kuncoro, 2002; Lucas,

1988). Peta ekonomi dewasa ini didominasi oleh distrik industri yang kemudian

disebut sebagai cluster karena terdapat keterkaitan (linkages) dan jaringan

(networks) antar aktivitas dan pelaku industri.

Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif mencakup beberapa aspek. Howkins

dalam Departemen Perdagangan (2013) mengidentifikasi setidaknya 15 sektor

yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu : (1) Periklanan; (2) Arsitektur; (3)

Pasar barang seni; (4) Kerajinan (handicraft); (5) Desain; (6) Fashion; (7) Film,

video, fotografi; (8) Permainan interaktif; (9) Musik; (10) Seni pertunjukan; (11)

Penerbitan dan percetakan; (12) Layanan komputer dan piranti lunak

(Multimedia); (13) Radio dan televisi; (14) Riset dan pengembangan; (15)

Kuliner.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan tumpuan

perekonomian salah satunya berasal dari bidang industri khususnya industri kecil

dan sesuai dengan peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan

Industri Nasional, berupa visi dan misi dalam rangka mewujudkan Indonesia

sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan

kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional, maka telah diterbitkan,

mengenai pengembangan perekonomian berbasis creative cluster industry. (Peta

Panduan “Road Map” Pengembangan Klaster Industri Prioritas Industri

Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu Tahun 2010 – 2014)

Klaster industri kreatif di Indonesia kebanyakan terbentuk dari industri

kecil. Departemen perindustrian dan perdagangan telah mendefinisikan sebagai

sentra industri kecil, yaitu berkumpulnya paling sedikit 20 usaha yang sama dalam

suatu lokasi. Pengalaman masa krisis di Indonesia menyatakan bahwa industri

kecil menjadi sektor yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan. Dalam hal ini

pendekatan klaster dapat dianggap sebagai jalan yang efektif bagi pengembangan

industri kecil di Indonesia, dengan latar belakang sebagai berikut :

Page 3: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

3

1) Jumlah klaster di Indonesia sangat banyak. Studi yang diajukan JICA

(2004) menyebutkan terdapat sekitar 9.800 klaster yang tersebar diseluruh

wilayah Indonesia.

2) Klaster Industri kecil di Indonesia berperan penting dalam penyerapan

tenaga kerja. Industri kecil pedesaan menyerap lebih dari 85 % dari total

tenaga kerja Indoensia. Sementara 65 % dari tenaga kerja tersebut diserap

oleh usaha kecil yang hidup didalam klaster.

3) Sebagaimana klaster yang ditemukan di negara berkembang, sejumlah

klaster di Indonesia secara signifikan memiliki karakteristik klaster yang

dinamis. Dinamisasi klaster tersebut menyebutkan bahwa pengembangan

klaster dapat menjadi jalan yang membantu pengembangan industri kecil

(Sandee & Wengel, 2002).

4) Pengembangan klaster tampak sebagai suatu cara yang dapat menghemat

biaya dalam pengembangkan industri kecil karena beberapa industri kecil

dapat dijangkau dalam “satu tepukan” (Sandee & Wengel, 2002).

Ke empat hasil studi di atas menekankan bahwa pengembangan industri

kecil selayaknya di arahkan terhadap klaster industri terutama berbasis kreatifitas

budaya, yang banyak berkembang di Indonesia.

1.1.2. Perkembangan Klaster Industri Kreatif Kecil Berbasis Budaya Di

Tepian Ilir Sungai Musi

Gambar 1.2. Peta kota Palembang dan Rencana Pengembangan Kawasan (RTRWK)

Sumber: RTRWK kota Palembang 2012-2032

Page 4: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

4

Palembang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Selatan, terletak pada

2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT dengan luas wilayah Kota Palembang adalah

102,47 km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Sungai Musi

adalah Sungai utama yang menjadi urat nadi (entry point) dan jalur transportasi

utama di kota Palembang sebelum dibangunnya jalan dan jembatan.

Perkembangan pemerintahan dan pusat perekonomian perdagangan dimulai dari

tepian Sungai Musi. dan sekitarnya, dimana titik pemerintahan, perekonomian dan

permukiman banyak terletak di tepian Sungai. Dengan basis utama pemerintahan

yang berpusat di Benteng Kuto Besak (BKB) dimana disana juga merupakan

pusat keraton kesultanan Palembang.

Aktivitas perekonomian dan perdagangan dilakukan disepanjang tepian

Sungai Musi, terutama di dekat titik kawasan keraton lama Palembang (yang

sekarang menjadi kawasan Benteng Kuto Besak), pada perkembangannya

kawasan ini menjadi kawasan tepian sungai Musi yang dijadikan potensi

pengembangan kawasan wisata air.

Pemerintah daerah dan kota Palembang saat ini, mulai menyadari basis

perekonomian kota tidak terlepas dari peranan industri yang kebanyak di

antaranya berada di kawasan tepian Sungai Musi. Pemerintah terus mencoba

untuk mengembangkan dan melakukan beautifikasi kawasan tepian Sungai Musi

dan meningkatkan peran serta dari kreatifitas industri kecil-menengah, seperti

kerajinan tenun dan kuliner yang menjadi ciri khas Kota Palembang.

Di Palembang sendiri untuk meningkatkan peran serta industri kecil dan

melestarikan kebudayaan lokal, pemerintah telah membuat kawasan industri

kerajinan dan industri kuliner yaitu di kawasan Tangga Buntung Palembang Ilir

Barat Permai (http://koran-jakarta.com). Berdasarkan Rencana Induk

Pengembangan Pariwisata Daerah Sumsel menyatakan bahwa, aset yang potensial

untuk dimasukkan ke dalam pemasaran aset wisata Palembang selain Ampera dan

Sungai Musi, antara lain :

a. Rumah limas

b. Pusat kerajinan ukiran Palembang

c. Pusat kerajinan tenun Songket, terletak di 32 ilir

d. Kawasan kuliner khas Palembang. (Sumber : Stupadata)

Page 5: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

5

Kerajinan tenun tradisional Sumatera Selatan (Palembang 30 – 32 ilir),

merupakan tempat yang memiliki potensi sebagai salah satu objek untuk City

Tour di Palembang, dengan paduan Musi Waterfront Tourism (Sumber :

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Sumsel dan Departemen

Pariwisata Pos & Telekomunikasi). Sentra tenun songket 30-32 Ilir Palembang

berperan sebagai pusat pengembangan dan inovasi Songket di Kota Palembang.

(Kompas.com, Kamis, 21 April 2011).

Namun pemerintah belum dapat mewadahi aktivitas, sarana dan prasarana

pada kawasan industri tenun tersebut dengan menciptakan sebuah kawasan yang

memiliki nilai jual dan mampu bersaing dengan mengangkat nilai budaya lokal,

khususnya dalam hal ini pemanfaatan dari potensi kawasan itu sendiri yang

sebenarnya masih termasuk kawasan heritage Palembang dan kawasan waterfront

sungai Musi di mana nilai lokalitas sebenarnya masih cukup terjaga, seperti

bangunan tradisional (limas dan rakit), budaya dan kearifan lokal masyarakatnya

sehingga kawasan industri kreatif berbasis budaya yang berkonsep home industry

dimana para pengrajin menggunakan tempat tinggal mereka sebagai tempat

aktivitas produksi dan sekaligus tempat penjualan barang kerajinan juga tidak

dikembangkan dan diarahkan oleh pemerintah dengan baik.

Pada dasarnya pengembangan kawasan home industry menjadi sebuah

kawasan creative cluster industy, di mana aktivitas produksi dan penjualan dari

kawasan tersebut akan berpengaruh pula terhadap zonasi perkotaan, ekonomi,

pariwisata dan infrastruktur kota. Istilah klaster industri (industrial cluster)

merupakan terminologi yang mempunyai pengertian khusus.

Berdasarkan OECD, 2000 memaknai klaster adalah kumpulan atau

kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk umum,

ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa, atau penggunaan

teknologi yang serupa atau saling komplementer. Sedangkan Deperindag, 2000

memberi pengertian klaster industri sebagai Kelompok industri dengan focal/core

industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership,

baik dengan supporting industry maupun related industry. Michael Porter

mendefinisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga

terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait

Page 6: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

6

karena “kebersamaan” (commonalities) dan komplementaritas. Pengertian dari

industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas,

keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan

pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta

individu tersebut (Deperindag, 2000).

Jadi dapat disimpulkan pengertian dari klaster industri kreatif adalah

kumpulan/kelompok bisnis atau industri yang berasal dari pemanfaatan

kreativitas, keterampilan serta bakat individu yang berada pada satu lokasi yang

terkait melalui satu rantai produk umum ketergantungan atas keterampilan tenaga

kerja yang serupa, atau penggunaan teknologi yang serupa atau saling

komplementer untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan

menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu di

kawasan tersebut.

Deliniasi penelitian :

Gambar 1.3. Peta Deliniasi Kawasan Strategis Wisata Tepian Musi

Sumber : Wikimapia, 2013

Batasan kawasan wisata tepian ilir Sungai Musi :

1) Jembatan Ampera (1962)

2 1

4

3

Page 7: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

7

2) Kawasan Kesultanan Lama Palembang (Kawasan Heritage), (Keraton

Lama, Benteng Kuto Besak (BKB), Kawasan Arsitektur Indis)

3) Kawasan heritage dan industri kreatif kuliner Palembang

4) Kawasan dan industri kreatif Songket dan Jumputan Palembang (Lokus

Penelitian)

Pola tata letak pusat industri kreatif di kawasan Tangga Buntung ini

memiliki potensi dan keunikan, lokasinya hampir berdekatan antara kawasan

pusat industri songket, industri kuliner dan beberapa kawasan permukiman etnis

pecinan dan kampung arab yang berlokasi diseberang Ulu sungai Musi. Hal ini tak

lepas dari faktor sejarah dari asal mula kerajinan songket bermula sampai

akhirnya berzonasi, yang merupakan akulturasi dari Cina dan Arab yang

melakukan aktivitas perekonomian dan perdagangan disepanjang sungai Musi.

1.1.3. Sungai Musi Sebagai Entry Point dan Awal Mula Sejarah Kain Tenun

Songket dan Sentra Indistri Songket di 30 – 32 Ilir Palembang

Dari sejak adanya Wilayah Palembang, pada masa perdagangan jalur

sutera, Kerajaan Sriwijaya hingga masa penjajahan, perkembangan perdagangan

barupa kain sutera, dan benang yang berasal dari Arab, India dan Cina sudah ada

dan sangat berkembang pesat. Proses barter atau jual beli kain sutera dan benang

tersebut tidak terlepas dari perkembangan faktor jalur transportasi air yang pada

saat itu merupakan satu-satunya jalur perdagangan yang dapat menghubungkan

wilayah-wilayah yang ada diseluruh dunia, termasuk datangnya pedagang-

pedagang Arab, India dan Cina yang masuk ke daratan Indonesia khususnya

Palembang, Sumatera Selatan.

Transaksi perdagangan dan perekoniam tersebut dilakukan di tepian

sungai Musi, pedagang Cina menjual kain sutera, sementara pedagang Arab dan

India menjual benang emas dan bahan baku lainnya, sebagian besar para

pedagang tersebut akhirnya melakukan pernikahan dengan masyarakat pribumi

dan menetap di sepanjang tepian sungai dan membentuk perkampungan etnis.

Proses tahapan tersebut dapat disimpulkan perkembangan songket sudah ada sejak

zaman kerajaan Sriwijaya.

Page 8: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

8

Kain tenun ini sama halnya seperti kain batik, yang pada awalnya hanya

dikenakan oleh bangsawan maupun kerabat kesultanan, namun lambat laun kain

ini sudah mulai beradaptasi dengan masyarakat umum, namun tetap

penggunaannya pada prosesi sakral, yang tidak mengurangi makna dari kain tenun

tersebut. Dan pengrajin-pengrajin pun sudah mulai memodifikasi kain tenun agar

mudah digunakan dan lebih terjangkau harganya, sehingga semua kalangan bisa

menggunakan kain tersebut.

Gambar 1.4. Pengrajin Songket (kiri) dan keturunan bangsawan Palembang yang mengenakan kain

songket (kanan) Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Songket

Pusat industri kerajinan yang paling terkenal di Palembang adalah di

kawasan Tangga Buntung kelurahan 30 dan 32 Ilir Palembang. Sejak tahun 1952,

terdapat beberapa warga asli Palembang yang sudah membuka usaha berupa tenun

songket, yang kebanyakan pegerjaannya dilakukan dirumah-rumah tradisional

Palembang yang bersifat home industry dengan hanya beberapa tenaga kerja ahli

(pengrajin). Bila dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sentra industri

tenun songket Tangga Buntung merupakan bagian dari sektor ekonomi yang tidak

membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri

manufaktur yang berorientasi pada kuantitas produk, industri kreatif lebih

bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Industri kreatif justru lebih banyak

muncul dari kelompok industri kecil menengah seperti yang teah disebutkan.

Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak

positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial (interaksi sosial), iklim

bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak pada citra suatu kawasan

tersebut.

Pada kesimpulannya mengenai konsep klaster industri kreatif bahwa salah

satu kunci penting dalam pengembangan kota kreatif adalah konsep klaster

industri kreatif yang di kembangkan dengan baik dan terarah. Dalam literatur

Page 9: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

9

yang berkaitan dengan membuat kota kreatif, sebagai cara untuk mengakomodasi

industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik dan

mempertahankan individu kreatif dan bagaimana merancang dan merencanakan

untuk menjadi kota kreatif sehingga tercipta sebuah kota kreatif dengan

pengembangan industri klaster kreatif di dalamnya.

Perwujudan kota kreatif bisa dimulai dari peningkatan kualitas spasial

distrik – distrik yang ada di dalam kota berupa cluster industri yang memiliki

potensi. Dalam studi kasus tentang klaster industri kreatif, kawasan Tangga

Buntung memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan kedepannya

sebagai sebuah kawasan dengan konsep pengembangan klaster industri kreatif,

sesuai dengan kondisi dan terminologi dari klaster industri kreatif itu sendiri,

Tangga Buntung sudah termasuk memiliki ciri dan prasayarat sebuah kawasan

kluster industri kreatif, dimana terdapat lebih dari 20 tempat usaha, adanya

aglomerasi jenis usaha dan adanya kolerasi antara para pekerja kreatif dengan

tempat usaha produksi.

Gambar 1.5. Rumah dan area display pada Kawasan Sentra Industri Songket

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selain adanya potensi kegiatan klaster industri kreatif, lokasi Tangga

Buntung berdekatan dengan kawasan tepian sungai Musi, yang seharusnya bisa

menjadi nilai jual lebih tinggi dan mampu bersaing, namun pada kenyataannya

tidak berpengaruh besar karena kurangnya optimalisasi pengembangan dan

perencanaan yang matang terutama dalam hal penataan kawasan dan pemanfaatan

peran sungai Musi sebagai entry point kawasan. Kreatifitas masyarakat yang telah

ada sebenarnya sudah memberikan value yang baik untuk berkembangnya sebuah

Page 10: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

10

klaster industri kreatif, ekonomi dan pariwisata dan akan lebih baik apabila di

dukung dengan kualitas kawasan yang lebih baik dan menarik.

Gambar 1.6. Permukiman Sekitar Tepian Ilir Sungai Musi 30 Ilir Palembang

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Industri kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling

berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006).

Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada ;

something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985 dalam

Suparwoko 2010). Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata,

something to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara

something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata

sebagai memorabilia pribadi wisatawan (Suparwoko, 2010).

Ekonomi dan Industri kreatif tidak hanya masuk melalui something to buy

tetapi juga mulai merambah something to do dan something to see melalui paket-

paket wisata yang menawarkan pengalaman langsung dan interaksi dengan

kebudayaan lokal (Suparwoko, 2010). Menurut Keane (2009), industri kreatif

dapat memberikan kontribusi untuk menciptakan kekayaan, merekonstruksi ruang

kota, merubah budaya tradisional, mengembangkan industri jasa dan memberikan

nilai tambah. Sedangkan menurut Van Heur (2009) menyatakan bahwa klaster

kreatif berdampak pada aglomerasi ruang kota.

Hal ini berkaitan pula dengan dikembangkannya konsep kota kreatif

(creative city) yang sebelumnya telah di bahas, di mana salah satu pilar utamanya

adalah pariwisata perkotaan (urban tourism). Pariwisata perkotaan muncul karena

terjadi proses de-industrialisasi di negara maju. Pariwisata jenis ini difokuskan

kepada konsep “place marketing” atau “menjual suatu tempat” dengan cara

memberikan citra tertentu pada suatu wilayah geografis agar menarik perhatian

kalangan bisnis dan wisatawan. Fenomena de-industrialisasi tersebut terjadi

Page 11: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

11

karena perkembangan industri di wilayah perkotaan telah menyebabkan kota

menjadi wilayah geografis yang tidak nyaman untuk ditempati sebagai akibat

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan aksesibilitas, fleksibilitas dan kualitas

hidup. Persaingan antar industri di tingkat global juga merupakan faktor yang

menyebabkan terjadinya fenomena tersebut (M. Shelby, 2004 dalam Basuki

Antariksa )

Pengembangan creative cluster industry pada sebuah kawasan nampaknya

perlu dilaksanakan sedini mungkin, agar tercipta sebuah kawasan industri kreatif

yang selain dapat mendukung perekonomian, penataan setting keruangan yang

baik dapat mendukung proses produksi dan dapat pula merangkai penataan

lingkungan perkotaan dengan lebih baik, berkelanjutan dan menghasilkan produk

wisata yang menarik dan meningkatkan daya saing antar pengusaha tenun, dimana

terdapat ketidakmerataan pengunjung, dikarenakan ketidaknyamanan spasial

kawasan, kurangnya sense of place dan fasilitas penunjang.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah diperoleh dari problematika atau ketidaksesuaian antara

teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Dari latar belakang yang telah

dijabarkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa problematika yang di

rumuskan menjadi rumusan masalah yang terjadi pada kawasan studi, yaitu :

Tata Ruang

a. Buruknya Quality of place dan Sense of place baik dari segi penataan

kawasan, bangunan yang tidak terawat, lingkungan dan infrastruktur

kawasan termasuk degradasi nilai lokalitas kawasan karena perubahan

bentuk bangunan ke arah moderen dan kawasan sentra industri kerajinan

yang masih jauh dari konsep kawasan home industry yang nyaman dan

menarik.

b. Density tinggi sehingga kawasan tidak memiliki area terbuka yang baik

dan aktif.

c. Minimnya vegetasi pada kawasan penelitian.

d. Keberadaan pasar dan pedagang kaki lima membentuk kesan kumuh dan

ketidaknyamanan ruang gerak.

Page 12: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

12

Aksesibilitas dan Konektivitas

a. Untuk sebuah pusat industri kreatif yang berpotensi menjadi bagian dari

wisata kota, pertimbangan aksesibilitas, titik parkir dan integrasi linkage

dengan objek lain disekitarnya dan outlet/workshop pengrajin yang satu

dan lainnya belum terlalu jelas, seperti akses dua arah, yaitu darat dan

Sungai dan akses pejalan kaki yang tidak memadai.

b. Belum adanya penataan pedestrian yang baik (walkability), baik itu di

daratan maupun di tepian sungai.

e. Kurangnya fasilitas-fasilitas yang dapat diperuntukkan sebagai generator

penggerak dalam menunjang dan mewadahi aktifitas wisata di lokasi baik

untuk masyarakat setempat maupun bagi pengunjung.

Visual Kawasan

a. Tidak ada keselarasan fasad bangunan sepanjang jalan ki gede ing suro

dan Ki Rangga Wira Santika (koridor songket)

b. Belum optimalnya peran Sungai Musi sebagai Entry point kawasan dan

degradasi lingkungan sungai. Permasalahan sungai yang sering dijumpai

dimana seringkali area sungai dijadikan sebagai bagian belakang suatu

rumah sehingga fungsinya juga seolah - olah tidak penting sehingga

mengakibatkan semakin menurunnya kualitas sungai yang ada.

c. Kurangnya dukungan kegiatan untuk meramaikan aktifitas perairan sungai

Musi yang juga berimbas pada semakin tidak terpeliharanya permukiman

dipesisir sungai akibat berkurangnya aktivitas perekonomian yang

dilakukan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1) Bagaimana karakteristik kawasan klaster industri kreatif di tepian ilir

Sungai Musi ?

2) Faktor – faktor apa yang menentukan dalam pengembangan dan

peningkatan kawasan creative cluster industry di kawasan urban heritage

waterfront tersebut ?

3) Bagaimana arahan konsep perancangan yang tepat bagi

penguatan/pengembangan CCI (creative cluster industry) yang diusulkan

Page 13: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

13

untuk membuat kawasan sentra industri kreatif ini menjadi sebuah

kawasan cluster creative indutry yang mampu memfasilitasi kegiatan

secara optimal melalui pendekatan teori placemaking ?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1) Mengidentifikasi karakteristik kawasan Tangga Buntung sebagai creative

cluster industry kerajinan dan sungai Musi sebagai urban heritage

waterfront yang potensial sebagai kawasan wisata industri kreatif dan

waterfront.

2) Menemukan faktor karakteristik yang menentukan kesuksesan creative

cluster industry di kawasan wisata tepian ilir sungai Musi.

3) Penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan konsep perancangan

atau guideline dalam pengembangan kawasan Tangga Buntung sebagai

creative cluster industry di tepian ilir sungai Musi agar menjadi sebuah

kawasan industri dengan value pariwisata yang lebih baik dari hasil

identifikasi dan rumusan masalah atau karakteristik suatu kawasan binaan

dalam hal ini kawasan creative cluster industry yang ada di Tangga

Buntung.

Manfaat Penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1) Hasil analisa serta perancangan pengembangan kawasan Tangga Buntung

sebagai creative cluster industry di kawasan wisata tepian sungai Musi ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam pemahaman dan

strategi yang akan dilakukan dalam mengembangkan suatu model klaster

industri kreatif di tepi urban heritage waterfront yang ingin dijadikan

sebagai destinasi pariwisata.

2) Diharapkan kontribusi ini dapat menambah wawasan dan pemahaman

akan penerapan aspek-aspek yang berkaitan dengan ilmu urban desain dan

pariwisata beserta komponen lainnya dalam eksplorasi perancangan suatu

kawasan dengan memanfaatkan potensi dan prospek kawasan berupa

aktivitas industri dan kawasan waterfront di dalamnya.

Page 14: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

14

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kawasan tepian sungai Musi, untuk itu peneliti

menjadikan beberapa referensi penulisan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, beberapa penelitian yang dijadikan referensi adalah mengenai

analisis karakteristik kawasan tepian sungai Musi oleh Abdurrahman, 2008 dan

Fuji Amalia, 2011 penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik

kawasan wisata tepi sungai Musi khususnya yang terletak di pusat kota

Palembang kemudian memberikan arahan rancangan yang tepat pada kawasan

tersebut berdasarkan karakternya. Landasan teori yang digunakan pada penelitian

ini adalah teori mengenai komponen-komponen pariwisata yang mencakup

atraksi, aksesibilitas, dan amenitas, selain itu juga teori waterfront design &

access sebagai hal yang paling penting dalam menjaga dan menampilkan karakter

yang unik daerah waterfront yaitu yang berkaitan dengan open space & public

access, views dan historic resources.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hendi Warleka S.P, 2012, studi

kasus dilakukan pada kawasan Sekanak, kawasan ini berada tidak jauh dari lokus

penelitian Tangga Buntung, termasuk dalam wilayah ilir barat II, dalam penelitian

di kawasan Sekanak, lebih mengarah kepada penataan facade bangunan lama

yang telah mengalami pergeseran menjadi lebih modern, kawasan ini didominasi

bangunan berupa rumah toko dan ornamen akulturasi masyarakat tionghoa dan

Palembang.

Selain beberapa referensi dari bidang ilmu yang sama yaitu desain kawasan

binaan, penelitian pada kawasan Tangga Buntung juga mengambil referensi dari

disertasi bidang ilmu lainnya yaitu Rustina Untari, 2005 (Teknik Industri ITB)

mengenai pola pertumbuhan klaster industri kecil yang ada di Indonesia, disini

dijelaskan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi industri

kecil yang juga merupakan salah satu penunjang perekonomian. Industri tersebut

kebanyakan berupa industri rumahan berskala kecil dengan jumlah pekerja 5 – 10

orang. Lalu perkembangan klaster industri, dimana industri kecil tersbut

berkelompok dan berlokasi pada satu lokasi yang sama, bagaimana sistem

aglomerasi berjalan dan bagaimana agar sistem klaster berkembang dengan baik

dan tidak mengalami stagnan berdasarkan teori industri, lokasi dan ekonomi.

Page 15: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

15

Tabel 1.1. Keaslian Penulisan

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai tulisan ini, disusunlah sistematika

penulisan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar Belakang, Cretaive Cluster Industry di Tangga Buntung

sebagai pengembangan desain kawasan wisata tepian ilir sungai Musi, Perumusan

Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian dan

Sistematika Penelitian.

No. Peneliti Judul Lokus Hasil Amatan

1. Abdurrachman 2008

(MDKB/UGM)

Analisis Karakteristik Kawasan Wisata Tepi

Sungai Musi, Palembang

Sungai Musi, Palembang

Mengetahui karakteristik kawasan wisata di tepi sungai Musi

2. Rustina Untari 2005

(T.Industri ITB)/Disertasi

Pola Pertumbuhan Klaster Industri Kecil di

Indonesia

Industri Kecil di Kota Semarang

1. Proses terbentuknya klaster industri di Indonesia

2. Mengidentifikasi pola pertumbuhan suatu klaster

3. Hendi Warleka Sedo Putra (MDKB)

2012

Karakter Visual Koridor Kawasan Lama Sekanak

- Palembang

Studi kasus : (Kasus: Jl. Depaten Baru – Jl.

Ki Gede Ing Suro, Sekanak –

Palembang)

Mengidentifikasi perubahan facade pada kawasan kota lama (jalan ki

gede ing suro)

4. Fuji Amalia (MDKB/UGM)

2011

Arahan Penataan Kawasan Ulu Dan Ilir Tepian Sungai Musi

Palembang Ditinjau Dari Karakter Fisik Spasial

Sungai Musi, Kawasan Ampera

Palembang

1. Mengetahui karakteristik fisik kawasan Ampera Ulu dan Ilir tepian sungai Musi

2. Mengetahui elemen- elemen penentu apa saja yang menjadi penguat karakter kawasan Ulu dan Ilir di tepian sungai Musi serta faktor- faktor yang mempengaruhi karakter kawasan tepian sungai

5. Rizka Drastiani 2013

(MDKB/UGM)

Pengembangan Kawasan Tangga Buntung Sebagai Creative Cluster Industry

Di Kawasan Wisata Tepian Ilir Sungai Musi

Kawasan Sentra Industri Tenun

Songket Tangga Buntung

1. Mengetahui karakteristik kawasan creative cluster industry dan urban heritage waterfront yang ada di Tangga Buntung

2. Mengetahui elemen-elemen yang menunjang kesuksesan/peningkatan kawasan industri dengan konsep CCI di tepian sungai.

Page 16: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

16

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai karakateristik Creative cluster

industry dan karakteristik Urban Heritage Waterfront. Teori –teori ini yang akan

dijadikan landasan utama dalam mengetahui karakteristik dan faktor tolak ukur

kesuksesan yang berpengaruh di dalam kawasan yang menjadi bahan acuan dalam

pengembangan Tangga Buntung sebagai creative cluster industry di kawasan

wisata tepian ilir Sungai Musi.

BAB III. METODOLOGI PENELITAIAN

Bab ini akan membahas tipe penelitian, lingkup penelitian, penentuan lokasi fokus

penelitian, tahapan penelitian.

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab ini akan membahas gambaran umum Kota Palembang dan kawasan sekitar

lokus peneltian secara umum dan kawasan penelitian secara khusus.

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan hasil identifikasi dan temuan-temuan yang ada dilapangan

sesuai dengan metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya hasil pemelitian

tersebut dianalisa dengan teori yang dijadikan landasan variabel dan sebagai

materi pembahas hasil temuan.

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini akan membahas hasil kesimpulan dari analisa hasil penelitian. Dari

kesimpulan tersebut dibuat rekomendasi berupa konsep dan strategi yang akan

merumuskan arahan konsep desain serta saran – saran dari penelitian ini terhadap

beberapa pihak seperti pemerintahan, delevoper dan peneliti selanjutnya.

Page 17: BAB I Pendahuluan - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70798/potongan/S2-2014... · industri kreatif yang ada di dalam wilayah kota, bagaimana untuk menarik

17

1.7 Kerangka Konseptual

Gambar. 1.7. Skema Kerangka Konseptual

Sumber : Analisa 2014