bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
I‐1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.1.1 "Sunday Morning" di Kawasan Lembah UGM
Kawasan Lembah UGM merupakan kawasan yang didominasi oleh hijauan
yang cukup luas. Sebagai salah satu ruang terbuka hijau di kawasan UGM,
kawasan ini memiliki fasilitas area wisata keluarga, olahraga, fitness center, area
parkir, sampai dengan ruang PKL yang menjajakan dagangannya. Dan kawasan ini
juga merupakan salah satu lokasi favorit masyarakat untuk berolahraga di
jogjakarta.
Hari minggu sebagai hari libur, merupakan waktu yang tepat untuk bersantai
dan berkumpul bersama keluarga. Kawasan lembah UGM merupakan lokasi yang
cukup padat di hari minggu pagi. Kita dapat berolahraga dan menikmati aneka
kuliner yang tersaji pada di kawasan ini.
Pasar tiban atau pasar dadakan di kawasan lembah UGM hanya ada setiap
hari minggu pukul 05.00 ‐ 12.00 WIB. Oleh karena itu pasar ini sering disebut
sebagai pasar sunday morning UGM atau sering juga disingkat sebagai sunmor
UGM.1
1 Elisabeth Murni, "Sunmor UGM", http://jogjatrip.com/id/607/Sunmor‐UGM.html (akses 27 Januari 2014)
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐2
Sunday Morning di kawasan UGM atau sering dikenal dengan Sunmor UGM
juga menjadi wahana rekreasi tersendiri bagi masyakarat Yogyakarta maupun para
pendatang. Kesejukan udara serta keasrian di kawasan lembah UGM menjadi
tempat yang sangat representatif untuk berolahraga di pagi hari.
Ribuan orang nampak padat memenuhi di pasar sunday morning. Mereka
terdiri dari berbagai berlatar belakang usia, mulai dari anak‐anak hingga dewasa.
Dominasi para muda‐mudi sebagai pengunjung disini, menjadi daya tarik
tersendiri pada kawasan lembah UGM saat pasar sunday morning berlangsung.
Asal mula pasar terbentuk pada tahun 1998, ketika krisis ekonomi.
Keberadaan pasar sunday morning diawali oleh keinginan UGM untuk membantu
masyarakat saat kritis yang kesulitan dalam memperoleh pendapatan sehari‐hari.
Oleh karena itu lahan di UGM dipersilahkan untuk digunakan untuk berjualan,
khususnya di kawasan Boulevard selama tidak menganggu kegiatan yang bersifat
akademis.2 Kemudian berjalannya waktu dengan alasan keamanan dan
kenyamanan, pasar tiban ini dipindahkan ke lokasi baru yaitu sepanjang Jl
Notonagoro (dari utara per‐4an sagan sampai depan fakultas perikanan UGM).
Terdapat empat paguyuban pedagang yang ada di Pasar Tiban Sunday
Morning. Keempat paguyuban tersebut antara lain paguyuban Fajar Wiradigama,
Notonegoro, Sinar Pagi, dan Paguyuban Pedagang Taman Kupu‐kupu (P2TKP).3
2 Novi Marlina, Modal Sosial Dalam Pasar Tiban Sunday Morning di Lembah UGM Yogyakarta (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), hal 142
3 Ibid., hal 143
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Sunday Morning memang merupakan salah satu wahana yang menarik di
kawasan lembah UGM. Wisata belanja murah, kuliner yang beraneka‐ragam, serta
banyaknya muda‐mudi yang berkunjung merupakan daya tarik tersendiri pada
pasar sunmor. Namun pasar ini‐pun memiliki beberapa kontra pandangan, apalagi
setelah pasar ini usai berlangsung, yaitu sekitar pukul 12.00. Banyaknya sampah
dimana‐mana sangat mengganggu, polusi udara juga terasa disini. Sangat berbeda
jika dibandingkan pada saat hari lain.
Gambar 1.1 Foto Kegiatan Pasar Sunday Morning(Sumber : Survey, 2013)
1.1.2 Ruang Publik Sebagai Suatu Sarana Dalam Peningkatan Ekonomi
Masyarakat
Sunday morning UGM merupakan salah satu bentuk ruang publik. Dimana
disana terjadi interaksi publik yang cukup kuat. Setiap orang berhak untuk datang
pada lokasi tersebut. Ruang publik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi
masyarakat kota sehingga bisa terjalin interaksi sosial di masyarakat kota itu
sendiri. Berikut beberapa fungsi dalam ruang publik:
I‐3
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐4
• Sebagai pusat interaksi untuk kegiatan masyarakat baik formal
maupun informal atau digunakan untuk event‐event tertentu seperti
upacara kenegaraan, sholat hari raya, acara hiburan dan lain‐lain.
• Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor‐koridor jalan yang
menuju kearah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat
dilihat dari struktur kota serta sebagai pembagi ruang‐ruang fungsi
bangunan disekitarnya dan ruang untuk transit.
• Sebagai tempat usaha bagi pedagang kaki lima.
• Sebagai paru‐paru kota yang semakin padat.4
Dan nampaknya peribahasa "ada gula ada semut" terlihat cukup jelas di
kawasan Sunday morning ini. Lambat laun jumlah pedagang yang menggelar lapak
di sekitar GSP semakin bertambah dengan dagangan yang bervariasi. Jika awalnya
hanya ada pedagang makanan dan minuman, maka selanjutnya mulai muncul
pedagang lainnya. Mulai dari sandal, kaos kaki, hingga pernak‐pernik. Karena
jumlah pedagang semakin banyak, lokasi yang digunakan untuk berdagang juga
semakin meluas.
Pada awal tahun 2000‐an Sunmor hanya terdapat di sekitar GSP (Ghra Sabha
Pramana) sampai D3 Ekonomi & Masjid Kampus UGM. Tapi seiring berjalannya
waktu, Sunmor ini melebar sampai ke ruas jalan depan D3 Ekonomi & Masjid
4 Edy Darmawan, Peranan Ruang Publik Dalam Perancangan Kota (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), hal. 3
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐5
Kampus UGM (sekarang bernama Jl Prof. Notonagoro), Lembah Fitness UGM, dan
di depan Fakultas Filsafat serta Hukum. Semakin meluas dari waktu ke waktu.
Untuk mengantisipasi jumlah pedagang semakin bertambah banyak, dan
demi menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang, maka dibentuk
4 paguyuban yang mengelola Sunmor. Paguyuban Sinar Pagi dan Paguyuban
Notonagoro khusus untuk menaungi pedagang non‐kuliner, Paguyuban Fajar
Wiradigama didirikan untuk menaungi pedagang Kuliner, sedangkan Paguyuban
Pedagang Taman Kupu‐Kupu (P2TKP) menaungi pedagang di area Taman Kupu‐
Kupu UGM.5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa rumusan
permasalahan, terkait pola pemanfaatan ruang jalan di kawasan lembah UGM:
Pasar Sunday Morning di kawasan lembah UGM, memiliki daya tarik yang
tinggi bagi PKL untuk melakukan kegiatan sektor informal. Belum adanya studi
secara detil terhadap pola pemanfaatan ruang jalan di kawasan lembah ugm
sebagai pasar sunday morning, menyebabkan peningkatan kegiatan sektor
informal ini belum bisa dikontrol dan dievaluasi dengan baik.
5 Elisabeth Murni, Loc. CIt.
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐6
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan diatas, maka dapat ditarik
beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana tipologi PKL pasar sunday morning di kawasan lembah UGM ?
2. Bagaimana pola pemanfaatan ruang jalan yang terjadi di kawasan lembah
UGM sebagai pasar sunday morning ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui tipologi PKL pasar Sunday Morning di kawasan lembah
UGM
2. Untuk mengetahui pola pemanfaatan ruang jalan yang terjadi di kawasan
lembah UGM sebagai pasar Sunday Morning.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Sebagai kontribusi pengetahuan dan tambahan khasanah mengenai pola
pemanfaatan ruang jalan di kawasan lembah UGM sebagai pasar sunday
morning.
2. Sebagai data pendukung bagi UGM sebagai pemilik lahan dan pihak terkait
(dalam hal ini paguyuban dan PKL pasar sunday morning) dalam upaya
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐7
evaluasi, kontrol dan pemanfaatan ruang jalan yang lebih baik di kemudian
hari.
3. Sebagai bahan pemikiran bagi peneliti selanutnya dan bahan studi
pembanding bagi peneliti dengan studi kasus pada kawasan yang lainnya.
1.6 Keaslian Penelitian
Sebelum Penulis, sudah ada peneliti‐peneliti lain yang melakukan penelitian
berhubungan dengan pola pemanfaatan ruang publik, dan tipologi pedagang kaki
lima. Berikut adalah ringkasan dan perbedaan penelitian tersebut terhadap
penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Penelitian Dini Tri Hartanti (2008) yang berjudul "Kajian Pola Pemanfaatan
Ruang Terbuka Publik Di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang", bertujuan
mengkaji mengenai kecenderungan pemanfaatan‐pemanfaatan ruang terbuka
publik kawasan sebagai dasar dalam arah pengembangan ruang terbuka publik di
Kawasan Bundaran Simpang Lima. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Teori utama yang digunakan sebagai kajian pustaka adalah terori ruang
terbuka publik dari Stephen Carr, dan teori dari Kevin Lynch mengenai elemen
pembentuk kota. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan data sebagai analisa
digunakan metode sampling.
Perbedaan penelitian Dini Tri Hartanti dengan penelitian ini dari segi lokasi
adalah lokasi penelitian Dini Tri Hartanti berupa ruang terbuka publik dengan
bentuk square, sedangkan penelitian oleh penulis berupa street. Dalam hal teori,
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐8
Dini Tri Hartanti menggunakan teori elemen pembentuk kota Kevin Lych
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan sebagian teori
dari Hamid Shirvani sebagai pembahasan elemen perancangan kawasan. Metode
pengumpulan data yang digunakan oleh Dini Tri Hartanti berbeda dengan metode
yang peneliti gunakan, dimana peneliti menggunakan metode sensus sedangkan
Dini Tri Hartanti menggunakan metode sampling.
Peneliti lain dilakukan oleh Retno Wijayaningsih (2007) dengan judul
"Keterkaitan Pedagang Kaki Lima Terhadap Kualitas dan Citra Ruang Publik di
Koridor Kartini Semarang Dalam Masa Pra‐Pembongkaran". Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan menganalisa dan mengetahui apakah terdapat
keterkaitan antara PKL di jalan Kartini dengan citra ruang publik kawasan Kartini.
Teori yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu teori yang berkaitan dengan
elemen fisik dan teori yang tidak terkait elemen fisik. Pada teori elemen fisik,
Retno Wijayaningsih menggunakan teori dari Roger Trancik mengenai "Place
Theory" , sedangkan pada segi nonfisik digunakan teori aktifitas dan perilaku.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Retno Wijayaningsih melakukan pengumpulan data dengan metode survei dari
penggal jalan yang ada dan membagi penggal jalan menjadi beberapa segmen
yang kemudian dilakukan analisis data dengan melakukan penilaian fenomenologi
yang terjadi saat penelitian dilakukan.
Dalam hal lokasi penelitian yang dilakukan oleh Retno Wijayaningsih
memiliki persamaan bentuk lokasi yaitu koridor jalan, namun memiliki lokus yang
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐9
berbeda. Dalam hal teori maupun metode penelitian juga berbeda, dimana
penulis menggunakan sebagian teori dari Hamid Shirvani sebagai pembahasan
elemen perancangan kawasan sedangkan metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif dengan pendekatan komparatif.
Penelitian lain dilakukan oleh Bayu Jatmiko (2006) dengan judul "Faktor‐
Faktor Penentu Pola Penyebaran dan Setting PKL". Penelitian ini bertempat di
kawasan sekitar Monumen 45 Banjarsari Surakarta. Penelitian yang bertujuan
untuk menentukan arahan penataan kios PKL di sekitar kawasan Monumen 45
Banjarsari Surakarta ini menggunakan teori aktivitas dan setting fisik dari
Rapoport (1977) serta teori activity support dari Shirvani (1985). Metode
penelitian yang digunakan adalah rasionalistik kualitatif. Sedangkan hasil temuan
dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh setting fisik, jarak, dan sirkulasi
terhadap pola penyebaran PKL di kawasan Monumen 45 Banjarsari Surakarta.
Hasil temuan yang lain adalah adanya pengaruh jenis barang dagangan terhadap
setting kios PKL, dan adanya penyesuaian setting kios PKL berdasarkan kondisi
fisik yang ada.
Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Jatmiko memiliki perbedaan lokasi
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam hal teori yang digunakan
penelitian ini memiliki kemiripan kajian pustaka sebagai landasan teori.
Sedangkan dalam hal metode yang digunakan terdapat perbedaan dimana
penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode kuantitatif dengan
pendekatan komparatif.
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I‐10
Penelitian lain dilakukan oleh Agus Nur Rochmad (2005) dengan judul
"Faktor‐Faktor Penentu Pola Distribusi dan Setting Kios Kaki Lima di Yogyakarta".
Penelitian ini berlokasi di beberapa penggal jalan di Yogyakarta diantaranya
adalah Jl. Jenderal Sudirman penggal Galeria‐Museum TNI AD, Jl. Jenderal
Sudirman penggal Gramedia‐Terban, Jl. Jenderal Sudirman penggal Gondolayu‐
Perempatan Tugu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa
teori tentang public space and urban space, teori activity support dari Shirvani
(1985), dan teori mengenai PKL sebagai sektor informal dari berbagai sumber.
Penelitian ini menggunakan metode rasionalistik kualitatif. Sedangkan hasil
temuan adanya pengaruh dari fungsi kawasan, jarak, serta sirkulasi terhadap pola
distribusi kios kaki lima di yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Agus Nur Rochmad memiliki perbedaan
dalam hal lokasi penelitian. Agus Nur Rochmad menggunakan beberapa penggal
jalan sebagai lokasi penelitian, yang kemudian disarikan menjadi tiga lokasi utama
sebagai fokus penelitian. Dalam hal teori yang digunakan penelitian ini memiliki
kemiripan kajian pustaka sebagai landasan teori. Sedangkan dalam hal metode
yang digunakan terdapat perbedaan dimana penelitian yang dilakukan oleh
penulis menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan komparatif.
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian(Sumber : Analisis, 2013)
No Peneliti Tahun Judul Locus Fokus Metode
1 Dini Tri Hartanti, ST
2008 Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik
Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang
Pola pemanfaatan ruang berdasarkan aktifitas
Kualitatif deskriptif
2 Retno Wijayaningsih, ST
2007 Keterkaitan Pedagang Kaki Lima Terhadap Kualitas dan Citra Ruang Publik di Koridor Kartini Semarang Dalam Masa Pra‐Pembongkaran
Koridor Kartini Semarang. Penggal Jl. Dr. Cipto ‐ Jl. Barito
Kualitas dan citra ruang publik
Kualitatif fenomelologi
3. Bayu Jatmiko, ST
2006 Faktor‐Faktor Penentu Pola Penyebaran dan Setting PKL
Kawasan di sekitar Monumen 45 Banjarsari Surakarta
Merumuskan faktor‐faktor penentu penyebaran dan setting PKL
Rasionalistik kualitatif
4. Agus Nur Rochmad, ST
2005 Faktor‐Faktor Penentu Pola Distribusi dan Setting Kios Kaki Lima di Yogyakarta
Beberapa jalan protokol di kota Yogyakarta
Membahas pola distribusi dan ragam setting kios kaki lima ditinjau dari fungsi, elemen fisik dan aktivitas.
Rasionalistik kualitatif
I‐11
POLA PEMANFAATAN RUANG JALAN DI KAWASAN LEMBAH UGMSEBAGAI PASAR SUNDAY MORNINGSYUAIB PRAMONO JULKHANANSAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/