bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.ump.ac.id/5140/2/bab i_risiputri budi...

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammadiyah sejak awal berdiri merupakan organisasi yang eksis dan selalu mengalami perkembangan disetiap masanya, untuk memperluas tujuan Muhammadiyah maka didirikan organisasi Muhammadiyah dibeberapa daerah di Indonesia. Organisasi ini didirikan di daerah jawa tengah, salah satunya didirikan pada umumnya di Kabupaten Banyumas dan khususnya di kota Purwokerto. Organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan ini mengalami perkembangan di Banyumas sejak tahun 1960. Salah satu perkembangan organisasi Islam ini di Banyumas pasca 1965 yang terpenting adalah dibubarkanya konsul sebagai pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas. Dengan demikian sejak itu pimpinan daerah Muhammadiyah Banyumas Hanya membawahi satu kabupaten saja, yakni kabupaten Banyumas (Suwarno & Asep, 2013: 71). Tokoh-tokoh Pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas, yang pertama adalah K.H. Abu Dardiri, beliau terpilih sebagai konsul PP Muhammadiyah untuk wilayah Banyumas dari tahun 1930-1963, Karena terlalu lamanya beliau menjabat sebagai konsul PP ini beliau diberi gelar sebagai konsul abadi PP Muhammadiyah, jabatan konsul waktu itu adalah sama dengan jabatan ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Seperti sekarang, Hanya saja konsul PP Muhammadiyah pada waktu itu hanya membawahi seluruh wilayah eks karesidenan Banyumas, yang kini membawahi empat Kabupaten yaitu, Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Kebumen(Suwarno & Asep, 2014: 66). 1 H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

Upload: tranquynh

Post on 10-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Muhammadiyah sejak awal berdiri merupakan organisasi yang eksis dan

selalu mengalami perkembangan disetiap masanya, untuk memperluas tujuan

Muhammadiyah maka didirikan organisasi Muhammadiyah dibeberapa daerah di

Indonesia. Organisasi ini didirikan di daerah jawa tengah, salah satunya didirikan

pada umumnya di Kabupaten Banyumas dan khususnya di kota Purwokerto.

Organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan ini mengalami perkembangan

di Banyumas sejak tahun 1960. Salah satu perkembangan organisasi Islam ini di

Banyumas pasca 1965 yang terpenting adalah dibubarkanya konsul sebagai

pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas. Dengan demikian sejak itu

pimpinan daerah Muhammadiyah Banyumas Hanya membawahi satu kabupaten

saja, yakni kabupaten Banyumas (Suwarno & Asep, 2013: 71).

Tokoh-tokoh Pimpinan Muhammadiyah daerah Banyumas, yang pertama

adalah K.H. Abu Dardiri, beliau terpilih sebagai konsul PP Muhammadiyah untuk

wilayah Banyumas dari tahun 1930-1963, Karena terlalu lamanya beliau menjabat

sebagai konsul PP ini beliau diberi gelar sebagai konsul abadi PP

Muhammadiyah, jabatan konsul waktu itu adalah sama dengan jabatan ketua

Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Seperti sekarang, Hanya saja konsul PP

Muhammadiyah pada waktu itu hanya membawahi seluruh wilayah eks

karesidenan Banyumas, yang kini membawahi empat Kabupaten yaitu,

Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Kebumen(Suwarno & Asep, 2014: 66).

1

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

2

Dilanjutkan oleh H. Soeparno hingga awal tahun 1970-an. Kemudian yang terpilih

menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah selanjutnya K.H.Syamsuri

Ridwan hingga awal tahun 1980 yang selanjutnya, kemudian digantikan oleh

H.Abdul Kahar Anshori Beliau sendiri aktif sebagai pengurus Pimpinan wilayah

Muhammadiyah PWM Jawa Tengah di Semarang. H.Abdul Kahar Anshori

memiliki banyak peran, bagi persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas yaitu

pada periode 1965-1969 H.Abdul Kahar Anshori menjadi pengurus Pimpinan

Daerah Muhammadiyah (PDM) sebagai sekertaris, selanjutnya pada periode

1969-1979 H.Abdul Kahar Anshori terpilih menjadi ketua PDM (Suwarno &

Asep, 2013: 72).

H.Abdul Kahar Anshori selain beliau menjadi pengurus PDM Banyumas,

beliau juga aktif menjadi Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) IKIP

Muhammadiyah Purwokerto yang kemudian beralih bentuk menjadi Universitas

Muhammadiyah Purwokerto. Setelah Partai Amanat Nasional (PAN) berdiri di

Kabupaten Banyumas pada tahun 1988, H.Abdul Kahar Anshori kemudian tampil

menjadi ketua DPD PAN Banyumas. H. Abdul Kahar Anshori adalah seorang

Mubaligh yang dikenal dari semua lapisan masyarakat dan khususnya di

Muhammadiyah (Suwarno & Asep, 2014: 89).

Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan perhatian untuk membahas

peranan H.Abdul Kahar Anshori sebagai pengembang persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas. Peneliti memilih H.Abdul Kahar Anshori sebagai

objek penelitianya, selain di karenakan prestasinya yang membanggakan

keluarganya, dan sikapnya yang pantang menyerah dan sangat sederhana sehingga

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

3

beliau dikagumi oleh banyak Masyarakat Khususnya oleh Masyarakat

Muhammadiyah. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, maka penulis

berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam mengenai sosok biografi H.Abdul Kaha

r Anshori sebagai pengembang persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah pada penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas?

2. Bagaimana kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori?

3. Bagaimana peranaan H. Abdul Kahar Anshori dalam perkembangan

Muhammadiyah di Banyumas tahun 1960-2000?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan

dalam penelitian skripsi ini untuk mengungkap sebagai berikut:

1. Mengetahui kondisi banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas.

2. Mengetahui kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori

3. Mengetahui peranaan H. Abdul Kahar Anshori dalam perkembangan

Muhammadiyah di Banyumas tahun 1960-2000?

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

4

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dapat diperoleh beberapa manfaat

sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

a. Manfaat penelitian ini diharapkan menambah khasanah pengetahuan

khususnya untuk sejarah.

b. Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi tonggak penelitian selanjutnya.

c. Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan memberi sumbangan

penelitian bagi para akademika.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat membuat keluarga

bangga tentang pemikiran dan peranan penting tokoh H. Abdul Kahar

Anshori di Persyarikatan Muhammadiyah khususnya di wilayah

Kabupaten Banyumas.

b. Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menjadi contoh

bagi para generasi muda aktivis Muhammadiyah.

c. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dan

informasi mengenai peranan penting tokoh H. Abdul Kahar Anshori bagi

warga Persyarikatan.

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

5

E. Kajian Pustaka

1. Konsep Biografi

Biografi tidak ditulis sendiri oleh tokoh yang bersangkutan melainkan oleh

orang lain yang berdasarkan data-data yang ada, diantaranya wawancara. Akan

tetapi otobiografi juga mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam penulisanya.

Kekuataan otobiografi terletak dalam keterpaduan yang utuh (coherency)

sehingga pembaca tahu bagaimana penulis memahami diri, lingkungan sosial-

budaya, dan keadaan pada zamanya. Otobiografi merupakan refleksi yang otentik

dari pengalaman seseorang karena otobiografi dapat ditulis sebagai usaha

pembelaan diri. Adapun kelemahan otobiografi adalah pandangan yang partial

pada zamanya, subjektif, dan proses sejarah yang belum final. Sama halnya

dengan otobiografi, memorie ditulis sendiri namun biasanya hanya mengenai satu

peristiwa namun biasanya hanya mengenai satu peristiwa saja. Sedangkan

prosography atau biografi kolektif merupakan penelitian tentang sekelompok

orang yang mempunyai karakteristik latar belakang yang sama dengan

mempelajari kehidupan mereka (Kuntowijoyo, 2003: 205-212).

Biografi dalam historiografi jarang sekali ditulis oleh sejarawan. Sebagian

besar yang menulis biografi adalah para jurnalis atau wartawan. Biografi dalam

penulisan sejarah dapat memberikan sumbangan berupa psiko-history, yaitu

sejarah kejiwaan tokoh-tokoh sejarah, khususnya para pelaku dan penyaksi tokoh-

tokoh yang layak ditulis riwayat hidupnya adalah orang-orang besar dalam

sejarah, yang sesuai dengan kiprahnya (Priyadi, 2011: 98).

.

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

6

Biografi atau catatan tentang hidup seseorang itu, meskipun sangat mikro,

menjadi bagian dalam mosaik sejarah yang lebih besar. Malah ada pendapat

bahwa sejarah adalah penjumlahan dari beberapa biografi. Dengan adanya

biografi dapat dipahami para pelakus sejarah, zaman yang menjadi latar belakang

biografi, dan lingkungan sosial-politiknya. Akan tetapi, sebenarnya sebuah

biografi tidak perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan sejarah, cukup

partisipan, bahkan the unknown. Namun, tidak menulis seorang tokoh itu tentu

mempunyai resiko tersendiri (Kuntowijoyo, 2003: 203-204).

Menurut Kuntowijoyo (2003: 206), Biografi harus memuat empat hal atau

empat unsur yaitu yang pertama kepribadian tokoh. Masyarakat penganut Hero in

History percaya bahwa sejarah adalah kumpulan biografi. Mereka lebih

menonjolkan kepribadian tokoh menurut mereka, individu merupakan pendorong

transformasi sejarah. Unsur yang kedua, kekuatan sosial yang mendukung.

Kekuatan sosial memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada individu.

Pengaruhnya dapat berupa kepercayaan atau kekaguman terhadap seorang tokoh

masyarakat. Seperti tokoh pada penelitian kali ini yaitu H. Abdul Kahar Anshori,

ia merupakan seorang tokoh Persyarikatan Muhammadiyah yang berpengaruh.

Kepemimpinan dan kewibawannya yang membuat orang kagum dan

menghormatinya dapat dijadikan sebagai kekuatan sosial yang mendukungnya

dalam kepemimpinanya

Menurut Sartono (2014: 87), rekonstruksi biografi amat memerlukan

imajinasi yang besar agar dapat dibuat sulaman yang indah dari biodata yang

tersedia, tentu saja tanpa menyimpang dari factor historisitas. Lebih dari cerita

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

7

sejarah lainya biografi memerlukan emphaty atau einfuhlung seperti yang

digariskan oleh Dilthey sebagai metodologi interpretatif. Dengan empati dapat

menempatkan diri seolah-olah ada di dalam situasi tokoh itu, bagaimana

emosinya, motivasi, dan sikapnya, persepsi dan konsepsinya, yang kesemuanya

dapat di reproduksi dalam diri sejarawan.

Biografi dapat dinilai berdasarkan kejelasan informasi yang dapat

diberikannya mengenai proses penulisan biografi. Namun, dengan sendirinya

dapat menghargainya sebagai alat untuk mempelajari seorang genius,

perkembangan moralnya, inteleketualnya, dan emosinya yang memiliki daya tarik

intrinsik dan akhirnya, didapat penanggapan biografi sebagai salah satu yang

menyediakan bahan-bahan untuk penelaahan sistematik tentang kejiwaan dan

proses penciptaan biografi (Kartini, dkk., 1985: 5).

Kemudian Menurut pendapat Kartodirdjo (1992:102) menyebutkan bahwa

biografi di bedakan dalam tiga macam yaitu (1) yang komperhensif; (2) yang

topikal; (3) yang diedisikan. Biografi yang komperhensif adalah biografi yang

panjang dan bersegi banyak, apabila isinya pendek dan sangat khusus sifatnya,

biografi itu disebut topikal, sedang yang dinamakan biografi yang di edisikan

ialah yang disusun oleh pihak lain.

Satu hal yang perlu di pahami, menyusun biografi adalah seni untuk

becerita. Intuisi dari pewawancara sangat dibutuhkan untuk memberikan

keindahan dalam penuturan cerita hidup. Dalam hal ini sejarah lisan menemukan

lingkungan kerja dalam penulisan biografi. Informasi lisan langsung dari tokoh

dan orang-orang terkait merupakan perbendaharaan bahan yang bisa

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

8

dimaksimalkan melalui penggalian yang terpola dan berkesinambungan (Dien

Majid & Johan W, 2014: 135).

Penelitian biografi juga sama dengan penelitian lainnya yang memiliki

kelebihan dan kelemahan yang masih menjadi perdebatan pemikiran tentang

kelebihan dan kelemahan. Menurut pemikiran Sartono Kartodirjo (1992 : 76-77),

biografi dipandang mempunyai kelemahan pada teknik penulisan. Teknik

penulisan biografi membutuhkan kemahiran dalam pemakaian bahasa dan retorik

tertentu, pendeknya seni menulis. Di samping itu biografi juga mempunyai

kelebihan, menurut pandangan Sartono Kartodirdjo, biografi mempunyai fungsi

penting dalam pendidikan apabila biografi yang ditulis dengan baik sangat mampu

membangkitkan inspirasi kepada pembaca.

Dari beberapa penjelasaan mengenai biografi sudah dipaparkan diatas, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa penulisan biografi sangat mudah dibedakan

dengan penulisan penelitian lainya. Penulisan biografi mempunyai kekhasan

penulisan tersendiri dilihat dari ciri-ciri teks biografinya. Setiap penulisan biografi

mempunyai khas yang pertama dengan struktur teks meliputi orientasi, peristiwa

atau masalah, dan reorientasi. Teks orientasi merupakan bagian dari pengenalan

tokoh yang berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku di dalam teks

biografi. Bagian teks peristiwa atau masalah yang dialami tokoh berisi penjelasan

peristiwa yang terjadi atau dialami tokoh. Teks reorientasi merupakan bagian

penutup yang berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan.

Kemudian ciri khas penulisan teks biografi yang kedua yaitu memuat informasi

berdasarkan fakta dalam bentuk narasai. Ciri khas yang ketiga, fakta berdasarkan

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

9

pengalaman hidup seorang tokoh yang patut diteladani.

Hal yang menarik bagi peneliti sehingga melakukan penelitian biografi itu

karena mengungkapkan sesuatu yang nyata (tidak fiktif) dan mengandung

pelajaran berharga sekalipun peneliti sama sekali belum pernah mengenal tokoh

yang diceritakan serta tidak tahu banyak mengenai bidang yang ditekuni tokoh

tersebut. Sebuah biografi menceritakan proses mulai dari kanak-kanak tokoh

tersebut termasuk latar belakang lingkungan dan keluarga, timbulnya cita-cita

dalam benak sang tokoh untuk terjun dalam bidang yang disukainya, awal karir

sang tokoh berikut berbagai masalah yang muncul sampai saat ia berhasil

mewujudkan impiannya.

Biografi juga dapat menjadi sejarah apabila digabungkan dengan beberapa

biografi atau dengan biografi kolektif, karena sejarah tidak bisa terlepas dari peran

tokoh dan kejadian yang di alami tokoh tersebut. Penelitian biografi tokoh

masyarakat pada suatu daerah baik tokoh politik maupun kesenian dapat

bermanfaat memperkaya wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca, karena

setiap tokoh mempunyai gagasan yang berbeda dalam hidupnya yang berguna

bagi pembaca dan masyarakat luas pada umumnya.

2. Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi sosial kemasyarakatan dalam bentuk

persyarikatan yang bergerak pada wilayah dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan

tajdid yang bersifat pencerahan, bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Muhammadiyah berasaskan Islam, sedangkan maksud dan tujuan Muhammadiyah

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

10

adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terciptanya

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Guna mencapai tujuan tersebut maka

dilakukanlah berbagai usaha, yang diwujudkan dalam usaha, program dan

kegiatan persyarikatan. Muhammadiyah telah berdiri 18 November tahun 1912

masehi silam. Keberadaanya sebagai civil society atau organisasi kemasyarakatan

yang mencurahkan perhatian utamanya pada bidang keagamaan, sosial, dan

pendidikan patut diapresiasi(Hikmawan 2014: 1-2).

Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan pembaharuan dalam

dunia Islam. Gerakan Muhammadiyah di bangun oleh KHA. Dahlan

sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan

pembaharuan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Profesor

Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayid

Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridlya dan sebagainya.

Terutama sekali pengaruh tersebut berasal dari Muhammad Abduh lewat tafsirnya

yang terkenal, yaitu Al-Manar suntingan dari Rasyid Ridla serta majalah Al-

Urwatul Wustqa. Lewat telaah KHA. Dahlan terhadap berbagai karya para tokoh

pembaharu serta kitab-kitab lainya yang seluruhnya mengehembuskan angin segar

untuk memurnikan ajaran Islam dari berbagai ajaran sesat dengan kembali pada

Al-Qur’an dan Sunnah Rasul beliau mendpatkan inspirasi yang kuat untuk

membangun sebuah gerakan Islam yang berwibawa, teratur, tertib dan penuh

disiplin guna dijadikan wahana untuk melaksanakan dakwah Islam amar makruf

nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia (Mustafa & Ahmad,

2002: 126-127).

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

11

Organisasi Islam Muhammadiyah secara bahasa berarti pengikut Nabi

Muhammad. Ketika kelahiranya memakai ejaan lama “Moehammadijah”, dalam

keputusan kongres ke-19 tahun 1330 di Minangkabau dengan merujuk pada

kongres ke-14. Disebutkan bahwa ejaan lafadz perhimpunan kita ialah

“Moehammadijah”. Setelah kemerdekaan dengan menggunakan ejaan baru yang

disempurnakan kemudian berubah menjadi “Muhammadijah” karena menurut

dengan ejaan yang benar menurut Bahasa Indonesia yang bernuansa ke

Indonesian. Maka disempurnakan kembali menjadi “Muhammadiyah” (Nashir,

2010: 17)

Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar

ma’ruf dan nahi munkar, serta sebagai gerakan tajdid (permunian sekaligus

pembaruan, purifikasi sekaligus dinamisasi). Ketiga hal itu merupakan karakter

perjuangan dan ciri khas Muhammadiyah (lihat dalam pasha dan Ahmad Adaby

Darban, 2000: 113). Berkaitan dengan itu, kepemimpinan dalam Muhammadiyah

sejak organisasi ini didirikan senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan

Al Hadits sebagai sumber hukum islam. Muhammadiyah selalu berupaya

mencontoh sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah, terutama empat sifat, yakni

Sidiq, Amannah, Tabligh dan Fatonah (Suwarno & Asep, 2014: 27).

Persentuhan Muhammadiyah dengan politik selama periode transasi yang

berlangsung 1965-1968 mendorong gerakan ini untuk merumuskan sejumlah

kebijakan yang meneguhkan identitas dan jati dirinya sebagai gerakan sosial ke

agamaan. Penguatan identitas ini sebagai gerakan sosial keagamaan. Penguatan

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

12

identitas ini sebagai implikasi langsung dari dinamika politik nasional yang

semakin mengukuhkan praktik politik yang tidak mencerminkan kehendak

umumu warga negara. Puncak dari kekecewaan Muhammadiyah terhadap rezim

berkuasa adalah ketika rezim secara sepihak menolak hasil keputusan Muktamar

Parmusi di Malang pada 1968. Konteks sosio-politik bangsa melegitimasi

kebijakan Muhammadiyah untuk meneguhkan jati dirinya sebagai gerakan sosial

keagamaan yang tidak terkait dengan partai politik manapun. Pada sebagian ini

akan dijelaskan sejumlah langkah Muhammadiyah merespons perkembangan

aktual bangsa dan peneguhan kembali sebagai gerakan sosial Keagamaan (Abdul

& Ahmad, 2010: 225).

Gerakan Muhammadiyah merupakan, gerakan yang memusatkan perhatian

pada amal usaha nyata di bidang agama, sosial, budaya, ekonomi dan termasuk

juga politik. Dalam beramal berperilaku politik dan menjalankan manuver-

manuver sosial politiknya, Muhammadiyah berpedoman pada rumusan

kepribadian Muhammadiyah. Rumusan kepribadian Muhammadiyah itu

dihasilkan melalui sidang Pleno PP Muhammadiyah pada 29 April 1963 dan

masih berlaku hingga sekarang. Ia berfungsi menjadi semacam pengarah motivasi

atau niat dari dalam (Suwarno, 2001: 131).

Muktamar Muhammadiyah ke-38 di ujung Pandang pada 1971 yang

memutuskan bahwa Muhammadiyah tidak mau terlibat lagi dalam politik praktis,

bersikap netral dan tidak berhubungan dengan parpol manapun merupakan titik

balik (the turning point) bagi Muhammadiyah untuk kembali ke khittah awalnya

sebagai gerakan sosial keagamaan yang berbasis pada strategi kultural. Perubahan

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

13

ini nampak jelas karena adanya trauma yang dialami oleh Muhammadiyah sebagai

akibat dari keterlibatanya dalam atau persentuhanya dengan politik praktis melalui

Masyumi dan Parsumi. Keterlibatan atau persentuhan Muhammadiyah dengan

politik praktis melalui Masyumi dan Parsumi memang memberikan keuntungan

tersendiri bagi organisasi terutama terbentuknya relasi dan akses sosial-politik

Muhammadiyah kepada kekuasaan. Tetapi manfaat yang semacam ini bersifat

jangka pendek. Keterlibatan atau persentuhan itu justru kerap membawa ekses

negatif dalam jangka panjang (Mustafa & Ahmad, 2002: 41).

Muhammadiyah selain memberikan saran kebijakan kepada pemerintah dan

swasta juga sebagai pendamping masyarakat pengusaha kecil dalam

mengembangkan kelembagaan, peningkatan produktifitas dan kemandirian usaha

kecil. Pengembangan teknologi juga sangat berperan dalam hal ini, perlu

pengembangan inovasi produksi dan teknologi karena adanya perlindungan hak

cipta. Mendorong berkembangnya sistem keterkaitan . peluang-peluang yang ada

tersebut perlu mendapatkan dukungan. Muhammadiyah dalam hal ini bisa sebagai

katalis pembangunan yang berfunsgi sebagai mediator. Peran Muhammadiyah

selain memberikan saran kebijaksanaan kepada pemerintah dan swasta juga

sebagai pendamping masyarakat pengusaha kecil dalam mengembangkan

kelembagaan, peningkatan produktifitas dan kemandiriaan usaha kecil(Moh.

Jumhur,1995: 51).

Lambang Persyarikatan Muhammadiyah, berbentuk matahari yang

memencarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya

yang putih bersih bercahaya. Ditengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

14

huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingakaran atas yang mengelilingi tulisan

Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab berujud kalimat syahadat

tauhid:”Asyhadu anla ila-ha illa Allah”(saya bersaksi tiada tuhan kecuali Allah),

dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “waashadu anna

Muhammadan Rasulullahi”(dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan

Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak

diatas warna dasar hijau daun(Mustafa & Ahmad, 2002: 127).

3. Penelitian Relevan

Untuk memberikan keobjektivitasan dalam penelitian ini, perlu di ketahui

bahwa penelitian dengan judul H. Abdul Kahar Anshori sebagai pengembang

Persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas Tahun 1960-2000 belum pernah ada

sebelumnya. Namun, ada beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan

dengan biografi seorang tokoh dan layak di jadikan tinjuan pustaka dalam

penelitian ini.

Penelitian yang berkaitan dengan penulisan biografi seorang tokoh atau

seorang yang dianggap berjasa di daerah dan menjadi panutan yang lain dilakukan

oleh Sutrismi (2014) dengan Skripsinya berjudul Biografi Kusno: Mantan Kepala

Desa Bengbulang, Kecamatan Karang Pucung, Kabupaten Cilacap,

menyimpulkan bahwa Kusno merupakan kepala desa yang pantas menjadi

panutan. Beliau merupakan orang yang taat beribadah, pekerja keras penuh

semangat, suka membantu orang lain, memiliki jiwa seorang pemimpin dan

pandangan jauh ke depan. Sifat pekerja keras dan penuh semangatnya menjadi

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

15

bukti perjuangan beliau dari seorang yang biasa menjadi seorang yang di hormati

di desa.

Menurut Endah Tri Susilowati (2006) dengan penelitiannya yang berjudul

Pola Kepemimpinan Kepala Desa Pekuncen, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten

Purbalingga. Kepemimpinan adalah suatu proses guna mempengaruhi kegiatan

kelompok supaya teratur dalam tugasnya dan usahanya untuk meumuskan dalam

mencapai tujuan, segala usaha pekerjaan dan kegiatan melalui proses-proses

tertentu guna mempengaruhi kegiatan melalui proses-proses tertentu untuk

membawa masyarakat atau pengikutnya untuk ikut serta aktif dalam usaha

mencapai tujuan yang telah di tentukan bersama.

Kemudian menurut Maskanatu Ni’amah (2013) dengan judul penelitianya

yaitu mengenai Biografi syaikh Mahfudh Al-Hasani Somalungu Kebumen

(1901M-1950M), menyimpulkan bahwa seorang tokoh keagaman yaitu Syaikh

Mahfudh Al-Hasani sangatlah berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat

pada saat itu. Latar belakang keluarga dan pendidikan yang baik membuat

masyarakat memilihnya menjadi seorang tokoh panutan. Kemampuan cara

pandanganya tentang berbagai masalah yang dialami pada saat itu dan cara untuk

memecahkan masalah tersebut membuat kagum masyarakat. Banyak keterkaitan

masyarakat terhadap syaikh Mahfudh Al-Hasani yang sangat di hormati.

Penulisan mengenai biografi tokoh juga dilakukan oleh Sardiman dalam

bukunya (2000) dengan mengambil judul sebuah biografi Jenderal Sudirman.

Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa Jendreal Sudirman adalah seorang yang

akhli ibadah, Jendral Sudirman juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah Hisbul

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

16

Wathon, dan kepemimpina Muhammadiyah . Jenderal Sudirman juga merupakan

guru dan pemimpin pemuda Muhammadiyah. Muhammadiyah juga dapat

menghasilkan generasi yang menjadi seorang pahlawan, yang dikenal sampai saat

ini yaitu Jenderal Sudirman.

Dari keempat penelitian yang relevan di atas terdapat kesamaan, yaitu sama-

sama meneliti peran seorang tokoh yang dianggap penting dan memiliki banyak

pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat. Namun, terdapat perbedaan

dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu tokoh yang dijadikan objek

penelitian, dan pembahasan yang lebih menekankan kepada H. Abdul Kahar

Anshori sebagai pengembang Persyarikatan Muhammadiyah dan peranannya

dalam Persyarikatan Muhammadiyah, sehingga sudah tentu penelitian yang

peneliti lakukan ini bukan merupakan tiruan atau doplikat.

F. Kerangka Teoretis dan Pendekatan

1. Kerangka Teoretis

H.Abdul Kahar Anshori, merupakan pemimpin dan pengembang

persyarikatan Muhammadiyah di Banyumas. Menurut teori Victor Vroom dan

Philip Yetton. Victor Vroom dan Philip Yetton (Indriyo & I Nyoman, 1997: 155)

memperkenalkan teori normatif tentang kepemimpinan dan proses pengambilan

keputusan.Teori ini memusatkan perhatian pengembalian keputusan oleh manajer

dengan menentukan kelompok bawahan dan menentukan prosedur sejauh mana

pemimpin melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Menurut teori ini, pemimpin memilih salah satu dari lima proses dasar bagi

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

17

keterlibatan bagi keterlibatan bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Untuk permasalahan individual, manajer memilih salah satu dari pemecahkan

masalahnya sendiri berdasarkan informasi yang tersedia, memecahkan masalah

sendiri berdasarkan informasi yang tersedia, memecahkan masalah sendiri dengan

informasi atau gagasan dari bawahan, pemecahan masalah bersama dengan

bawahan, atau memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan

dalam pemecahan permasalahan.Untuk pemecahan masalah kelompok manajer

dapat memilih dari memutuskan sendiri dengan informasi atau gagasan dari

bawahan, atau pemecahan masalah dengan bawahan sebagai kelompok (Indriyo &

I Nyoman, 1997: 156).

H.Abdul Kahar Anshori sesuai dengan teori normatif, karena H. Abdul

kahar Anshori dalam pengambilan keputusan selalu mendengarkan bawahanya,

tidak sewenang-wenang dan mengambil keputusan atas keinginanya sendiri, akan

tetapi memecahkan masalah dengan cara bersama-sama dan mendengarkan apa

yang bawahanya fikirkan. Keterlibatan bawahan dalam pengembalian keputusan

dianggap penting supaya adil, dalam mengambil keputusanya.

Kecenderungan baru kepemimpinan Islam, generasi kepemimpinan melalui

lembaga-lembaga/organisasi formal masih bisa kita jumpai. Tetapi sekarang ini

ada rekruitmen baru melalui kepemimpinan yang tidak di lembagakan. Dilihat

dari segi ini maka ada Floating leadres, para pemimpin yang mengembang, yaitu

tokoh-tokoh yang tidak terjaring oleh lembaga-lembaga formal seperti tokoh

agama, budaya dan tokoh intelektual. Ia tumbuh menyebar. Dilihat dari segi

kontak personal mereka dengan pemimpin islam tetapi jenis baru ini belajar dari

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

18

sejarah. Sumbernya bukan dari organisasi formal, melainkan melalui pemahaman

pemikiran dan ide serta sejarah kepemimpinan masa lalu, seperti melalui tulisan-

tulisan kepemimpinan masa lalu, seperti melalui tulisan-tulisan Muhammad

Natsir, dan lain-lain. Dengan kata lain, terdapat kesinambungan ide. Dulu energi

umat Islam terkonsentrasi pada politik dan agama dalam arti sempit, sekarang

konsentrasi energi itu di arahkan kepada banyak bidang(Kuntowijoyo,1994: 99).

Dalam periode utopia para pemimpin bermaksud untuk mendirikan negara

Islam berdasarkan apa yang diinginkan, tanpa melihat kondisi obyektif.

Memiliki kesatuan yang mistis. Kartosuwiryo megambarkan umat sebagai umat

mistis yang akan menjadi realitas umat tetapi ternyata tidak. Periode ide, dulu

pada periode ideologi orang tidak tahu persis bagaimana tatanan ekonomi, tata

negara, dan lain-lain. Orang tidak tahu secara detail apa yang di kehendaki setelah

ada negara Islam. Sekarang Islam menjadi ide, maka kita kenal ekonomi Islam,

Universitas Islam, dan sebagainya. Jadi ideologi yang dulu kita anggap tunggal

dan utuh dan kita yakini betul, ternyata tidak bisa bertahan lagi setelah sekarang

ada proses spesialisasi ilmu pengetahuan. Dalam keadaan sekarang, tidak cukup

hanya dengan menyatakan Islam sebagai ideologi. Kita juga perlu ide Islam

tentang etika, estetika, pemikiran filsafat, dan lain-lain.(Kuntowijoyo,1994;98-

101). H.Abdul Kahar Anshori memiliki kepemimpinan yang sesuai dengan ide

Islam beliau memiliki etika, estetika, pemikiran filsafat yang telah di terapkan

dalam kepemimpinanya sehingga membawa banyak kemajuan bagi Persyarikatan

Muhammadiyah.

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

19

2. Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pendekatan sosiologi, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menyoroti segi-

segi sosial atau peristiwa yang telah di kaji, seperti Biografi H.Abdul Kahar

Anshori ini berperan dalam menentukan nilai-nilai yang dianutnya serta

hubungan, dengan Biografi lainya (Soekanto, 1990:98) penulis mengkaji segi-segi

sosial dari peristiwa yang telah di kaji, misalnya golongan sosial mana yang

berperan, serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Kartodirjo, 1994: 4)

G. Metode Penelitian

Pada metode penelitian ini tentang H.Abdul Kahar Anshori sebagai

pengembang persyarikatan Muhammadiyah Purwokerto, peneliti menggunakan

metode historis. Metode historis adalah proses kerja untuk menuliskan kisah-kisah

masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang di tinggalkan (Priyadi, 2011: 3-4).

Menurut sartono, (2014:1-4) menyatakan bahwa metode merupakan sebuah

cara prosedural untuk berbuat dan mengerjakan sesuatu dalam sebuah sistem yang

teratur dan terencana. Jadi, terdapat persyaratan yang ketat dalam melakukan

sebuah penelitian, yaitu prosedur yang sistematis. Adapun langkah-langkah dalam

metode sejarah antara lain:

1. Heuristik

Heuristik yaitu kegiatan atau usaha untuk mencari dan menemukan sumber-

sumber sejarah sebagai bahan yang akan dikaji dalam penelitian baik itu berupa s

sumber tulisan, maupun sumber lisan. Sumber-sumber didalamnya ada data

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

20

sejarah tidak selalu tersedia dengan mudah, sehingga untuk memperolehnya harus

mencari data lapangan, khususnya artifact, baik pada situs-situs sejarah maupun

lembaga museum, atau mencari data sejarah lisan yang menyangkut para pelaku

dan penyaksi sejarah. Sejarawan harus mencari sebanyak-banyaknya pelaku

sejarah yang terlibat. Pencarian tersebut melibatkan seseorang atau beberapa

pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu di wawancarai

(Priyadi,2014:90).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik yang dipaparkan sebagai

berikut.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, peneliti mengadakan

wawancara langsung atau tanya jawab dengan keluarga H. Abdul Kahar Anshori

untuk mengetahui biografi H. Abdul Kahar Anshori, kemudian wawancara

dengan , rekan kerja di Persyarikatan Muhammadiyah Purwokerto dan universitas

Muhammadiyah Purwokerto untuk memperoleh data mengenai peran H. Abdul

Kahar Anshori.

Dokumentasi dan lisan yang telah diperoleh dan dikumpulkan. Dokumentasi

tersebut kemudian dipisahkan sesuai dengan pembahasan antar bab berikutnya.

Hal ini dilakukan peneliti untuk mempermudah melakukan langkah-langkah

selanjutnya. Data yang telah dikumpulkan dan dikelompokan sesuai pembahasan

bertujuan untuk memfokuskan peneliti agar masing-masing bab mempunyai

pembahasan yang terarah.

2. Kritik (Verifikasi)

Verifikasi dalam penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

21

eksteren yang mencari otentikan (keaslian) sumber dan kritik intern yang menilai

apakah sumber itu kreadibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak (Priyadi,

2011: 75). Tujuan dari kegiatan ini ialah bahwasetelah peneliti berhasil

mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitianya, ia tidak akan menerima

begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah

selanjutnya ia harus menyaring secara krtitis, terutama terhadap sumber-sumber

pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkag-langkah inilah

yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun

terhadap substansi (isi) sumber(Helius S, 2007: 131).

Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan sumber yang satu

dengan sumber yang lainya yang sudah terkumpul, baik dari segi isi, bahasa,

maupun segi fisiknya. Sementara sumber lisan dikritik dengan cara

membandingkan informasi-informasi yang sudah dikumpulkan dari para

informan, dan kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau

bukan. Selain sumber tertulis, sumber lisan juga dapat diakui kredibilitasnya

apabila memenuhi syarat apabila sumber disampaikan oleh saksi yang berantai

dan dilaporkan oleh orang tersebut. Sumber lisan mengandung kejadian yang

diketahui umum dan telah menjadi kepercayaan umum pada masa tertentu.

3. Interpretasi (Penafsiran)

Penafsiran dalam metode sejarah menimbulkan subjektivitas sejarah, yang

sangat sukar dihindari, karena ditafsirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan

yang objektif adalah faktanya. Penafsiran model sejatah tersebut dapat diterapkan

dalam ilmu antrophologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

22

ilmu sastra(Priyadi, 2011: 88-89).

Penafsiran sejarah juga disebut juga dengan analisis sejarah. Dalam

penelitian ini, peneliti meneliti fakta-fakta yang terdapat pada sumber sejarah

yang telah terkumpul dan sudah mengalami tahap verifikasi kemudian peneliti

menafsirkan data tersebut. Penafsiran dilakukan sesuai dengan teori dan

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang tercantum dalam

landasan teori.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Penulisan sejarah atau Historiografi merupakan penyusunan sejarah yang

didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu (Badri Yatim,

1995: 5). Historiografi disini merupakan cara penulisan, pemaparan atau

pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 2011: 107).

Dalam penulisan karya ilmiah ini, peneliti lebih memperhatikan aspek-aspek

kronologis peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian peneliti

adalah penelitian sejarah sehingga proses peristiwa dijabarkan secara detail. Data

atau fakta tersebut selanjutnya ditulis dan disajikan dalam beberapa bab

berikutnya yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami oleh pembaca.

H. Sistematika Penyajian

Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus

sesuai dengan sistematika penulisan yang telah di tentukan. Tujuan dari

sistematika penyajian ini adalah agar penelitian yang dilakukan dan hasil yang di

peroleh dapat sistematik dan terinci dengan baik. Adapun sistematika dalam

penelitian ini peneliti membagi dalam beberapa bagian.

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016

23

Bab satu pendahuluan, pada bab ini berisi beberapa bagian mengenai

gambaran secara singkat mengapa peneliti mengambil tema penelitianya. Bab ini

terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tujuan pustaka, landasan teori dan pendekatan, metode penelitian, dan

sistematika penyajian.

Bab dua mengenai kondisi Banyumas menjelang berdirinya Persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas, Bab ini menyajikan tentang kondisi geografis,

kondisi sosial politik, keadaan keagamaan sebelum masuknya Persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas dan proses berdirinya Persyarikatan

Muhammadiyah di Banyumas.

Bab tiga mengenai kehidupan sosok tokoh H. Abdul Kahar Anshori. Bab ini

terdiri dari latar belakang keluarga H. Abdul Kahar Anshori, kehidupan kanak-

kanak dan masa sekolah, kehidupan organisasi dan kehidupan keluarga dijabarkan

secara kronologis.

Bab empat membahas mengenai kondisi Muhammadiyah sebelum

kepemimpinan H. Abdul Kahar Anshori, kondisi Muhammadiyah setelah

kepemimpinan H. Abdul Kahar Anshori dan peranaan H. Abdul Kahar Anshori di

Persyarikatan Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Bab lima sebagai penutup yang berisi simpulan dari uraian pada bab

sebelumnya dan berisi jawaban masalah yang telah di rumuskan.

H. Abdul Kahar Anshori…, Risiputri Budi Nuradelia, FKIP UMP, 2016