bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...

34
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena disrupsi digital menemukan momentumnya saat secara faktual memiliki implikasi yang cukup besar terhadap perusahaan – perusahaan telekomunikasi. Hal tersebut diperkuat oleh hasil riset yang dilakukan Grossman (2016) dalam artikelnya yang berjudul “The Industries That Are Being Disrupted the Most by Digital”, bahwa disrupsi digital akan memberi implikasi yang cukup besar setidaknya selama periode 12 bulan ke depan terhadap perusahaan– perusahaan telekomunikasi. Pada akhir 2016, tercatat sebanyak 65% dari populasi dunia atau 4,8 miliar penduduk merupakan pelanggan telekomunikasi seluler (Sumber: Rilis Data Mobile Economy, 2017). Artikel Grossman (2016) terbukti dan kini industri telekomunikasi mengalami periode yang cukup berat. Sejak tahun 2010, bahkan perusahaan telekomunikasi mengalami perlambatan pertumbuhan yang secara faktual terkonversi melalui pertumbuhan pendapatan yang turun dari 4.5% ke 4%, marjin EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) turun dari 25% ke 17% dan marjin arus kas yang mengalami penurunan dari 15.6% ke 8% (Caylar dan Menard, 2016). Namun demikian, fenomena menurunnya jumlah pelanggan seluler kemudian juga diprediksi oleh Mobile Economy di tahun 2017 melalui kalkulasi Compound Annual Growth Rate (CAGR) dari angka 5,6% sepanjang tahun 2012-2016 menjadi hanya 4,2% sepanjang tahun 2020.

Upload: others

Post on 15-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Fenomena disrupsi digital menemukan momentumnya saat secara faktual

memiliki implikasi yang cukup besar terhadap perusahaan – perusahaan

telekomunikasi. Hal tersebut diperkuat oleh hasil riset yang dilakukan Grossman

(2016) dalam artikelnya yang berjudul “The Industries That Are Being Disrupted

the Most by Digital”, bahwa disrupsi digital akan memberi implikasi yang cukup

besar setidaknya selama periode 12 bulan ke depan terhadap perusahaan–

perusahaan telekomunikasi. Pada akhir 2016, tercatat sebanyak 65% dari populasi

dunia atau 4,8 miliar penduduk merupakan pelanggan telekomunikasi seluler

(Sumber: Rilis Data Mobile Economy, 2017). Artikel Grossman (2016) terbukti

dan kini industri telekomunikasi mengalami periode yang cukup berat. Sejak

tahun 2010, bahkan perusahaan telekomunikasi mengalami perlambatan

pertumbuhan yang secara faktual terkonversi melalui pertumbuhan pendapatan

yang turun dari 4.5% ke 4%, marjin EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes,

Depreciation, and Amortization) turun dari 25% ke 17% dan marjin arus kas yang

mengalami penurunan dari 15.6% ke 8% (Caylar dan Menard, 2016). Namun

demikian, fenomena menurunnya jumlah pelanggan seluler kemudian juga

diprediksi oleh Mobile Economy di tahun 2017 melalui kalkulasi Compound

Annual Growth Rate (CAGR) dari angka 5,6% sepanjang tahun 2012-2016

menjadi hanya 4,2% sepanjang tahun 2020.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

2

Sumber: Mobile Economy, 2017

Gambar 1.1 Tren Pasar Industri Telekomunikasi dan Adjecency Dunia

Gambaran data dan fakta di atas kemudian menjadi alasan mengapa

perusahaan telekomunikasi harus segera mencari potensi bisnis di luar skema

tradisional dimana mereka berkutat selama ini yakni layanan suara dan sms.

Merujuk pada data yang dirilis oleh AC Nielsen tahun 2016, trafik SMS sudah

mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2015, sedangkan trafik layanan

suara mengalami penurunan terlihat sejak akhir tahun 2016. Menurut riset dari

McKinsey & Company (2016)menjelaskan pula bahwa perusahaan yang

mengimplementasikan inisiatif digitalisasi, akan mendapatkan manfaat baik dari

sisi annual growth maupun cost efficiencies sebesar lebih dari 10%.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

3

Sumber: AC Nielsen, 2016

Gambar 1.2 Tren Penggunaan Layanan Suara dan SMS

Melalui sumber yang sama, AC Nielsen pada tahun 2016 merilis fakta

pendukung lainnya dimana terjadi peningkatan tren yang sangat signifikan

terhadap layanan data.

Sumber: AC Nielsen, 2016

Gambar 1.3 Tren Penggunaan Layanan Data

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

4

Penggunaan layanan data kemudian juga teridentifikasi dengan

peningkatan penetrasi penggunaan mobile connection, pengguna internet, dan

pengguna media sosial aktif masing – masing sebesar 142%, 51%, dan 40%

(sumber: GSMA, 2017).

Sumber: Riset Telkomsel, 2018

Gambar 1.4 Tren Penggunaan Layanan Data

Peningkatan penetrasi penggunaan produk digital juga dirilis melalui riset

yang dilakukan Telkomsel tahun 2018 dimana voice OTT user cenderung

mengalami peningkatan hingga kuartal 2 tahun 2018, hal berbeda terjadi pada

voice legacy user yang cenderung mengalami penurunan di periode yang sama

(year on year). OTT (Over-The-Top) mengacu pada aplikasi dan layanan, yang

dapat diaksesmelalui internet dan jaringan Operator yang menawarkan akses

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

5

internetlayanan misalnya jaringan sosial, mesin pencari, situs agregasi video

amatir, dan lain - lain (Moktar Mnakri, 2015).

Selanjutnya, merujuk pada data we are social (Januari 2018) pengguna

internet yang menggunakan akses melalui komputer dan tablet hanya sebesar 3

persen, sementara yang hanya menggunakan akses melalui smart phone sebesar

81 persen, dan yang menggunakan akses melalui keduanya sebesar 6 persen.

Menurut Caylar dan Menard (2016) disrupsi digital juga menghadirkan

peluang yang bisa digali oleh industri telekomunikasi. Peluang tersebut tertangkap

bila melihat sejumlah data dan fakta yang ada diantaranya pertumbuhan pengguna

internet nomor 1 di dunia (lihat gambar 1.5), pengguna sosial media nomor 3

terbesar di dunia (lihat gambar 1.6), pengguna internet dengan akses paling lama

nomor 3 di dunia (lihat gambar 1.6), dan peningkatan signifikan pada kelas

menengah (lihat gambar 1.7).

Sumber: Info Memo XL, Indosat, Telkomsel, dan Spire, 2018

Gambar 1.5 Pengguna Internet di Indonesia

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

6

Sumber: MacKinsey and Company, 2018 Gambar 1.6Data Waktu Penggunaan Internet atau Sosial Media di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2018 dan A.T. Kearney analyses, 2018

Gambar 1.7Tren Demografi Pelanggan Indonesia

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

7

Selanjutnya peluang lain juga muncul dimana Indonesia secara data

mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna internet

baru berada di peringkat ke-14 di antara negara – negara Asia (lihat gambar 1.8).

Sumber: GSMA, 2017 Gambar 1.8 Posisi Indonesia di Asia

Beragam peluang di atas juga semakin diperkuat dengan munculnya keinginan

Presiden Joko Widodo yakni dengan menempatkan infrastruktur digital pada

nomor 5 dari 10 prioritas nasional yang ditetapkan pada tahun 2018 (Kementerian

Perindustrian, 2018). Salah satu bentuk dukungan pemerintahan Presiden Joko

Widodo adalah membangun jalur digital dan jaringan dari 4G ke 5G, kecepatan

akses hingga 1 Giga byte per second (Gbps), jaringan pusat data dan sistem cloud.

Saat ini, upaya menuju layanan yang terdigitalisasi terus diupayakan oleh

perusahaan – perusahaan yang terlibat pada industri telekomunikasi seluler di

Indonesia. Namun demikian, upaya yang mereka tunjukkan masih belum memiliki

dampak signifikan terhadap pencapaian nilai pendapatan. Berdasarkan data yang

dirilis pada Laporan Tahunan Telkomsel 2017, Laporan Tahunan Indosat 2017,

dan Laporan Tahunan XL 2017 menjelaskan bahwa pendapatan industri

telekomunikasi terkait layanan digital baru menyentuh angkaberturut – turut pada

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

8

8,5%, 3,8%, dan 8,4% untuk produk layanan digital Telkomsel, Indosat, dan

XL.Data ini juga sesuai dengan data profile Industri Telekomunikasi di Indonesia,

dimana proporsi pendapatan dari layanan digital berturut-turut mulai tahun 2016,

2017, 2018 adalah sebesar 9,7%; 9,1%; dan 20,7% seperti terlihat pada gambar

1.9

Sumber: Data Diolah, 2019

Gambar 1.9Pendapatan dari Layanan Digital di Industri Telekomunikasi.

Menurut Gartner (2018), pelanggan digital dimaksudkan sebagai pengguna

layanan digital (web, mobile, dan media sosial) untuk menikmati konten,

terhubung dengan merek, dan menyelesaikan transaksi secara digital. Dari definisi

pelanggan digital menurut Gartner (2018), maka dapat disimpulkan bahwa

pelanggan digital adalah pengguna internet yang menggunakan akses melalui

online connection. Dari riset yang dilakukan oleh institusi Gartner, diprediksikan

bahwa penyumbang terbesar pertumbuhan industri telekomunikasi dunia akan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

9

berasal dari bisnis mobile data, sedangkan penyumbang growth yang relatif tinggi

akan berasal dari industri di sekeliling telekomunikasi dimana telekomunikasi

akan berperan sebagai layanan perantara seperti mobile payment, mobile games,

mobile advertising dan layanan machine-to-machine (M2M). Peningkatan

penetrasi pengguna internet terus diupayakan oleh berbagai operator

telekomunikasi seluler di Indonesia. Hal ini kemudian menjadi sangat penting

untuk mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pengguna internet.

Studi lain juga menjelaskan bahwa brand image berpengaruh kuat dalam

menghadapi era disruptif di industri yang berkaitan dengan telekomunikasi

(Ashley dan Tuten (2015), Hudson, Roth, Madden, dan Hudson (2015), Killian

dan McManus (2015), Hansen dan Sia (2015), Lipiäinen dan Karjaluoto (2015),

Godey, Manthiou, Pederzoli, Rokka, Aiello, Donvito, dan Singh (2016), Hudson,

Huang, Roth, dan Madden, T. J. (2016), dan García-Avilés, Carvajal-Prieto, De

Lara-González, dan Arias-Robles (2018). Studi yang dilakukan García-Avilés,

Carvajal-Prieto, De Lara-González, and Arias-Robles (2018) bahwa brand

imageperlu didukung secara kuat melalui pelaksanaan inovasi, bahkan industri

perlu mengukur indeks inovasi tersebut secara lebih mendalam untuk

meningkatkan pengetahuan kita tentang perubahan yang terjadi pada brand image.

Lee dan Wu (2011) menyatakan bahwa brand image terdiri dari

pengetahuan dan keyakinan konsumen mengenai atribut produk dan non-produk

yang beragam dari suatu merek. Brand image melambangkan simbolisme pribadi

yang konsumen asosiasikan dengan merek yang terdiri dari semua informasi

deskriptif dan evaluatif yang berhubungan dengan merek (Iversen dan Hem, 2008;

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

10

Lee dan Wu, 2011). Wijaya (2013) menjelaskan lima dimensi yang dianggap

mampu membentuk variabel brand image. Pertama, brand identity mengacu pada

identitas fisik atau nyata terkait dengan merek atau produk yang membuat

konsumen mudah mengidentifikasi dan membedakan suatu merek/produk dengan

merek/produk lainnya, seperti: logo, warna, suara, bau, kemasan, lokasi, identitas

perusahaan, slogan, dan lain-lain. Kedua, brand personality adalah karakter khas

dari merek yang membentuk kepribadian tertentu layaknya manusia sehingga

konsumen dapat dengan mudah membedakan suatu merek dengan merek lain

dalam kategori yang sama, seperti: tegas, kaku, bermartabat, mulia, ramah,

hangat, penuh kasih sayang, sosialis, dinamis, kreatif, mandiri, dan sebagainya.

Ketiga, brand association adalah hal-hal tertentu yang layak atau selalu terkait

dengan sebuah merek, timbul dari penawaran yang unik dari produk. Keempat,

brand behavior dan attitude adalah sikap dan perilaku dari sebuah merek ketika

merek berkomunikasi dan berinteraksi dengan konsumen dalam rangka

menawarkan manfaat dan nilai yang dimilikinya. Kelima, brand competence dan

benefit adalah nilai-nilai, keunggulan, dan perbedaan kompetensi yang ditawarkan

oleh merek dalam menyelesaikan masalah konsumen, sehingga konsumen

mendapatkan manfaat karena kebutuhan, keinginan, harapan, dan obsesi yang

diwujudkan dengan penawaran dari merek.

Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan diketahui fenomena

berkaitan dengan brand image layanan digital seluler saat ini :

- Pelanggan digital produk seluler masih beranggapan bahwa operator belum

memberikan layanan yang mengesankan sehingga masih dianggap kurang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

11

profesional. Hal itu tercermin dari lamanya waktu dalam merespon keluhan

pelanggan, maupun koneksi yang masih sering terputus.

- Inovasi layanan relatif sama antara operator yang satu dengan yang lainnya.

- Produk digital seluler juga relatif belum sepenuhnya memiliki keunggulan

solusi dibandingkan pesaingnya, karena rata-rata memberikan layanan yang

serupa, sehingga atribut produk relatif belum mampu dilekatkan pada merek

tertentu.

- Ketika pelanggan menggunakan produk layanan seluler tertentu, pelanggan

masih tetap memperhatikan fitur layanan merek layanan seluler lain yang

lebih menarik sebagai pembanding, sehingga rentan untuk berpindah ke

merek lain yang lebih menarik.

Sementara itu, riset yang dilakukan oleh AC Nielsen pada tahun

2017berhasil mengidentifikasi bahwa brand image merupakan zona kekuatan

sebagai modal ke depan untuk meningkatkan penetrasi pengguna internet di

Indonesia.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

12

Sumber: AC Nielsen, 2017

Gambar 1.10 Identifikasi Faktor Peningkat Kepuasan Pengguna Internet

Hasil yang dirilis oleh AC Nielsen pada tahun 2017 tersebut kemudian

ditindaklanjuti melalui pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang

dilakukan pada tanggal 30 Desember 2017, dengan melibatkan 6 (enam)

responden yang merupakan pelanggan digital lebih dari 2 (dua) tahun dalam

rentang usia 20 – 35 tahun. Hasil FGD kemudian menjelaskan bahwa brand image

sangat menentukan dan menjadi faktor yang sangat penting bagi pelanggan

(produk) digital (lihat gambar 1.11. Produk Digital).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

13

Gambar 1.11 Produk Digital Operator Telekomunikasi

Setiap brand yang dimiliki oleh operator telekomunikasi seluler pada

dasarnya memiliki keunikan di mata pelanggannya, seperti yang dijelaskan pada

tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Keunikan Citra Merk yang dimiliki Operator Telekomunikasi Seluler di Indonesia

Operator Telekomunikasi

Keunikan Merk Di Mata Pelanggan

Telkomsel Memiliki keunikan dibanding provider lainnya adalah adanya layanan digital money yaitu T-Cash dengan mudah dalam menggunakan dan aksesnya, serta adanya diskon berbagai macam pembelian atau pembayaran kebutuhan responden. Kemudian Telkomsel dikenal dengan jangkauannya dan koneksi data yang luas hingga ke pelosok dan menurut responden belum ada provider lain yang mengimbangi jangkauan dari Telkomsel ini. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih Telkomsel.

Indosat Dikenal sebagai provider yang menawarkan fasilitas telepon murah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

14

Operator Telekomunikasi

Keunikan Merk Di Mata Pelanggan

baik untuk layanan nasional maupun internasional (roaming) namun dengan jaringan tidak seluas dan sekuat Telkomsel. Menyediakan fitur yang tidak jauh berbeda namun tidak selengkap yang ditawarkan oleh Telkomsel terutama dalam hal digital experience.

XL Menawarkan fitur unik free youtube dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh pelanggan saat ini terkait dengan digital experience, yaitu layanan tambah kuota dalam rentang masa aktif paket.

3 (Three) Dinilai banyak digunakan oleh anak sekolah karena menyediakan voucher isi ulang sampai dengan Rp. 1000,-. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini, “3” menawarakan fitur free whatsapp, akantetapi saat ini “3” masih memililki image “susah sinyal”

AXIS Memiliki image sebagai provider “anak sekolah”, selain itu dengan banyaknya TVC yang dikeluarkan oleh AXIS, provider ini dikenal sebagai provider untuk kalangan “middle down” dengan jaringan 3G yang murah.

Smartfren Memiliki sinyal yang cukup baik dan dikenal dengan harga yang murah untuk layanan telepon terutama landline dan sesama Smartfren namun dengan keterbatasan jaringan per region. Smartfren menawarkan unlimited kuota namun dengan kecepatan berkurang apabila telah mencapai kuota tertentu.

Sumber: FGD Tanggal 30 Desember 2017

Hasil dari FGD 30 Desember 2017 di atas juga kemudian diperkuat

dengan rilis data yang dilakukan AC Nielsen pada kuartal kedua tahun 2018 yang

menggambarkan bagaimana brand image seluruh produk digital operator

telekomunikasi seluler di Indonesia yang masih jauh di bawah legacy service

berupa layanan voice dan sms (lihat Gambar 1.9).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

15

Gambar 1.12 Perbandingan Brand Image Data Service dengan Legacy Service

Sementara itu, brand image yang kuat dan positif dipercaya dapat

menciptakan preferensi di tengah ketiadaan perbedaan lain (Kotler, 2006),

sehingga kemudian perlu bagi perusahaan telekomunikasi seluler meningkatkan

brand image produk digitalnya. Pendapat yang disampaikan Kotler (2006)

kemudian direspons dengan cara yang sama oleh Iversen dan Hem (2008) dan Lee

dan Wu (2011).

Aspek yang diduga berpengaruh pada brand image adalah digital customer

loyalty. Hal itu merujuk pada temuan penelitian Rahma (2016) dan Saleem dan

Raja (2014), bahwa brand image dipengaruhi oleh customer loyalty.Keller (2009)

menyampaikan bahwa loyalitas pelanggan mampu mengkomunikasikan opini

mereka yang kuat terhadap apa langkah yang harus dilakukan perusahaan

terhadap brand image-nya. Ferguson, Paulin, dan Bergeron, (2010) menjelaskan

bahwa loyalitas pelanggan adalah suatu sikap tentang sebuah organisasi dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

16

layanannya yang diwujudkan terutama oleh maksud dan perilaku berlangganan

dan merekomendasikan. Oliver (1999) menjelaskan bahwa pelanggan yang benar-

benar setia harus bersikap dan berperilaku setia. Dimensi loyalitas dikelompokkan

menjadi tradisional (perilaku, sikap dan komposit) dan multi-dimensi (kognitif,

afektif dan konatif). Konsep Oliver (1999) merupakan dasar pemikiran yang

disampaikan oleh studi selanjutnya yang dilakukan oleh Mascarenhas, et al

(2006), Dimyati (2015), dan Veloutsou (2015). Loyalitas kognitif adalah aspek

lain dari kesetiaan yang teridentifikasi dalam beberapa tahun terakhir, yang

memandang loyalitas sebagai dimensi tingkat yang lebih tinggi dan melibatkan

proses pengambilan keputusan konsumen dalam evaluasi merek alternatif yang

ada sebelum pembelian dilakukan (Caruana, 2002).Sebagian besar peneliti

pemasaran menekankan loyalitas afektifkemudian berimplikasi terhadap frekuensi

pembelian, volume pembelian, pembelian ulang dan konsistensi (Jacoby dan

Chestnut, 1978).Rundle-Thiele (2005) memasukkan indikator complaint behavior

danresistance to competing offers items sebagai bagian dari dimensi conative

loyalty.

Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan diketahui fenomena belum

tingginya loyalitas pelanggan digital produk seluler saat ini.

- Dalam menggunakan layanan digital seluler, pelanggan masih memikirkan

produk atau jasa perusahaan lain sebagai pembanding.

- Pelanggan belum sepenuhnya mengetahui keunggulan produk atau jasa

perusahaan yang digunakan selanjutnya.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

17

- Disamping hal positif yang diberikan oleh operator seluler, pelanggan

ternyata masih mengingat keluhan dan kendala yang dihadapi dalam

menggunakan layanan seluler.

- Adanya kendala dan keluhan dalam penggunaan layanan menyebabkan

suasana hati pelanggan belum sepenuhnya menyenangkan ketika

menggunakan layanan sehingga menyebabkan niat untuk mencari produk

pengganti yang lebih baik.

- Pelanggan masih ada yang memberikan komentar negatif atas layanan seluler

yang digunakan saat ini.

- Masih ada pelanggan yang tertarik dengan produk lain ketika ada perbedaan

harga kecil dengan layanan seluler lain.

- Belum adanya keunikan karakter khas dari merek membuat pelanggan akan

mencari produk lain yang lebih unik.

- Perbedaan kompetensi yang ditawarkan oleh merek lain dalam menyelesaikan

masalah konsumen, membuat pelanggan akan mencari merek lain yang

mampu merespons keluhan atas layanan operator dalam memberikan manfaat

pemenuhan kebutuhan, keinginan, harapan, atas penawaran merek.

Sementara itu, hasil FGD menyatakan bahwa loyalitas pelanggan digital

ternyata diduga menjadi hal yang dapat menunjang brand image produk digital

perusahaan – perusahaan telekomunikasi seluler di Indonesia. Pernyataan hasil

pada FGD dan teori tersebut ternyata bertolak belakang dengan teori yang

disampaikan oleh hasil studi yang dilakukan oleh Fornell, Mithas, Morgeson, dan

Khrisnan (2006) dan Ike-Elechi dan Tan (2009). Pada penelitiannya, Ike-Elechi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

18

dan Tan (2009) menjelaskan bahwa brand image secara positif akan

mempengaruhi loyalitas pelanggan pada suatu penawaran pasar dan kemungkinan

akan meningkatkan komitmen pelanggan di sektor mobile phone. Penelitian Ike-

Elechi dan Tan (2009) dilakukan di negeri Cina. Kontradiktif antara hasil FGD

dengan teori yang disampaikan Fornell, et al. (2006) dan Ike-Elechi dan Tan

(2009) akan menjadi gap yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam

penelitian ini, sehingga penelitian ini mampu menempatkan posisinya terhadap

perdebatan hasil studi tersebut.

Tingkat loyalitas pelanggan terhadap suatu produk, layanan atau jasa

sebenarnya dapat diukur dari rasio tingkat perpindahan pelanggan atau biasa

dikenal dengan Churn Rate (Riset Spire, 2018).

Gambar 1.13Churn Rate Pelanggan Digital Seluler di Indonesia

Merujuk pada data yang tersaji pada Gambar 1.13 menjelaskan bahwa

pada pelanggan digital seluler di Indonesia mengalami tingkat perpindahan dari

bulan Januari 2016 hingga bulan Desember 2017 yang cenderung meningkat

hingga 19,1% terhadap total pelanggan seluler. Implikasi churn rate tentunya

perlu disikapi dengan adanya langkah antisipasi karena cost akuisisi pelanggan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

19

akan semakin membengkak dan disertai dengan potensi kehilangan revenue

(Winer, 2001; Ahn, Han, dan Lee, 2006; Neslin, Gupta, Kamakura, Lu, dan

Mason, 2006; Kim dan Moon, 2012). Terkait dengan loyalitas pelanggan memang

sangat menarik untuk dibahas, studi yang dilakukan Zhang, Van Doorn, dan

Leeflang (2014) misalnya, mereka menjelaskan bahwa pelanggan yang berasal

dari negara – negara di Asia, tanpa terkecuali di Indonesia, sebenarnya memiliki

tingkat loyalitas yang tinggi dibanding negara – negara di belahan dunia bagian

barat. Namun, studi Zhanget al. (2014) lalu berbeda dengan data dan fakta yang

disampaikan pada data yang dirilis oleh Telkomsel (2017) mengenai churn rate

pelanggan digital dan non digital di Indonesia yang tinggi.

Pentingnya menjaga customer loyalty dalam rangka meningkatkan brand

image, sejalan dengan temuan penelitian Saleem dan Raja (2014) yang

menjelaskan bahwa kuatnya loyalitas pelanggan memiliki pengaruh secara

langsung terhadap penguatan brand image. Hal itu diperkuat dengan hasil

penelitian Rahma (2016) bahwa loyalitas pelanggan berpengaruh positif terhadap

peningkatan brand image.Selain itu, temuan Md. Hafez dan Naznin Akther (2017)

menunjukkan adanya hubungan antara kualitas layanan, kepuasan pelanggan,

kepercayaan, dan citra perusahaan dengan loyalitas pelanggan pada layanan

operator telekomunikasi di Bangladesh. Temuan lain dari Rashid Saeed et al.

(2013), pada industri telekomunikasi nirkabel di Pakistan menunjukkan adanya

korelasi antara brand image dan brand loyalty.

Klaus (2011) melalui studinya menjelaskan bahwa untuk mengurangi

churn rate pelanggan, salah satu faktor yang paling penting bagi perusahaan jasa

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

20

seperti perusahaan – perusahaan telekomunikasi seluler adalah meningkatkan

perhatian pada pengalaman pelanggan. Pendapat Klaus (2011) kemudian

didukung oleh penelitian yang disampaikan oleh Schmitt (2003), Millard (2006),

Meyer dan Schwager (2007), dan Chauhan dan Manhas (2014). Pengalaman

pelanggan kini lebih kompleks daripada kepuasan pelanggan dan kualitas layanan

(Klaus, 2011). Di Indonesia, perhatian terhadap pemenuhan standar kualitas

layanan pelanggan oleh operator telekomunikasi diatur dalam Peraturan Menteri

Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013. Adapun

regulasi yang lain juga mengatur terkait kualitas pelayanan jasa internet telepon

untuk keperluan publik melalui regulasi berupa Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 dan yang terbaru berupa

Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tanggal

31 Maret 2016. Pada perkembangannya, regulasi terkait OTT ini juga menjadi isu

yang hangat di ASEAN dimana Negara – Negara ASEAN baru akan membuat

forum konsultasi bersama (pada awal tahun 2019) untuk membahas kesepakatan

dengan platform (perusahaan penyedia layanan OTT).

Literatur mengenai pengalaman pelanggan terus berkembang hingga kini,

bahkan Roytman (2015) tanpa ragu mengakui betapa kuatnya hubungan dan

saling keterkaitan antara pengalaman pelanggan (customer experience) dengan

dunia digital. Studi khusus terkait digital customer experience menjadi krusial dan

penting. Hal tersebut juga dibahas pada penelitian yang dilakukan oleh Silalahi

dan Rufaidah (2017) dan Latteman dan Robra-Bissantz (2017). Dalam

penelitiannya, Latteman dan Robra-Bissantz (2017) menjelaskan bahwa digital

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

21

customer experiencediduga menjadi cara untuk menguatkan loyalitas pelanggan

dan tentunya mengurangi churn rate.

Chauhan dan Manhas (2014) menjelaskan bahwa customer experience

berasal dari satu set interaksi antara pelanggan dengan perusahaan yang

menimbulkan sebuah reaksi. Pengalaman yang dimaksud dirasakan oleh

pelanggan, menunjukkan keterlibatan pelanggan pada tingkatan yang berbeda,

baik dapat secara rasional, emosional, sensorik, fisik, dan spiritual (Gentile et al.,

2007). Klaus (2015) dalam penelitiannya mengukur variabel customer experience

dengan menggunakan dimensi brand experience, service experience, dan post-

purchase experience. Sementara, Silalahi dan Rufaidah (2017), mengukur digital

customer experience melalui digital service experience, digital image experience,

digital touch point experience, dan digital broadband experience.

Sementara itu, hasil pengamatan menunjukkan fenomena terkait digital

customer experience layanan seluler saat ini di antaranya :

- Pelanggan masih ada yang belum merasakan kepuasan dalam pengalaman

menggunakan fitur layanan digital.

- Pelanggan masih ada yang menilai bahwa layanan dan manfaat yang

diberikan kurang sesuai dengan tarif yang ditetapkan.

- Kepercayaan layanan digital masih belum tinggi karena masih adanya

gangguan atau kendala dalam penggunaan layanan.

- Kecepatan akses internet kadang-kadang masih terganggu.

- Masih ada masalah dalam kestabilan akses internet.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

22

- Masih ada keluhan atas layanan operator dalam menangani masalah yang

dihadapi pelanggan.

- Pelayanan operator belum sepenuhnya melibatkan pelanggan agar pelanggan

merasa lebih terlibat dan terikat dengan merek.

Adanya permasalahan dalam digital customer experience tersebut diduga

dapat mempengaruhi brand image perusahaan dan dapat membuat pelanggan

beralih ke operator lain. Sementara itu, hasil FGD mengemukakan bahwa

pelanggan yang memperoleh pengalaman yang baik dan berkesan akan membuat

mereka menjadi pelanggan yang setia dan sangat mempengaruhi peningkatan

brand image. Terlebih pada era disrupsi digital saat ini yang membawa dampak

mudahnya masyarakat dalam proses pertukaran informasi, sehingga berdampak

pula pada kualitas digital customer experience. Layanan messaging, misalnya kini

dapat dilakukan melalui aplikasi smartphone seperti Line, Whatsapp, Telegram,

dengan fitur-fitur yang beragam membuat koneksitas antar personal ke dalam

suatu model baru, dimana sharing bisa dilakukan secara online. Bahkan tidak

hanya sebatas relasi personal, untuk keperluan bisnis juga sudah mulai

menggunakan online discussion.

Sementara itu, temuan penelitian terdahulu menegaskan peranan customer

experience terhadap customer loyalty maupun terhadap brand image, seperti yang

ditunjukkan dalam hasil penelitian Venkat (2007) yang didukung oleh Azhari,

Fanani, dan Mawardi (2011) yang menjelaskan gambaran pengaruh yang

signifikan antara pengalaman pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Begitu pula

dengan temuan Klaus dan Maklan (2012) bahwa customer experiencememberikan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

23

dampak yang signifikan pada customer loyalty, sehingga menciptakan

pengalaman pelanggan yang unggul (superior customer experience) telah menjadi

tujuan utama perusahaan pada sektor jasa dalam usahanya untuk membangun

customer loyalty.

Selain itu, Salmiah Mohamad Amina, Ungku Norulkamar Ungku Ahmada

& Lim Shu Huib (2012) meneliti faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

loyalitas pelanggan layanan telekomunikasi penyedia di Malaysia. Data

dikumpulkan dari 185 pengguna telekomunikasi di kalangan mahasiswa. Temuan

menunjukkan bahwa persepsi kualitas layanan ditemukan menjadi faktor paling

penting dalam mempengaruhi loyalitas pelanggan pengguna.Di samping itu,

Imbug, Ambad, &Bujang (2018) menguji hubungan antara pengalaman

pelanggan dan loyalitas pelanggan dalam konteks industri telekomunikasi di

Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa customer experience memiliki

dampak signifikan terhadap loyalitas pelanggan.

Di samping itu, temuan lain menunjukkan peranan customer experience

terhadap brand image seperti yang ditunjukkan oleh Menurut Ike-Elechi dan Tan

(2009) bahwa asosiasi merek yang dimiliki oleh pelanggan, sebagai dimensi

pembentuk dari brand image, dapat timbul dari pengalaman langsung penggunaan

produk atau tidak langsung melalui informasi yang diterima sehubungan dengan

penawaran pasar. Hal itu diperkuat oleh temuan Ernawati (2017) dan Nogati

(2015) yang keduanya menunjukkan pengaruh dari customer experience terhadap

brand image.Hal itu juga sejalan dengan temuan penelitianSirapracha dan

Tocque (2012) yang mengeksplorasi hubungan antara customer experience, brand

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

24

image, dan customer loyalty dalam layanan telekomunikasi di Thailand. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa customer experience berpengaruh signifikan pada

brand image dan terhadap customer loyalty.

Di sisi lain, terungkap fenomena keterhubungan pengalaman pelanggan

dengan electronic word of mouth (e-WOM). Voyer dan Ranaweera (2015)

mendefinisikan word of mouth (WOM) sebagai komunikasi interpersonal dan

informal yang berlangsung antara dua orang atau lebih, mereka tidak

merepresentasikan sumber jual komersial yang akan mendapatkan hasil langsung

dari penjualan atas sesuatu. Pada era digital saat ini, WOM berkembang menjadi

Electronic word of mouth (e-WOM) dimana digambarkan sebagai pernyataan

positif atau negatif yang dibuat oleh pelanggan potensial, pelanggan aktual dan

mantan pelanggan tentang produk atau perusahaan melalui internet (Henning-

Thurau, Gwinner, Walsh, dan Gremler, 2004). Fan, et al. (2013) menjelaskan

Electronic Word of Mouth sebagai sebuah proses dari pengaruh personal dimana

komunikasi yang terjadi antara pengirim dan penerima eWOM dapat merubah

sikap penerima dan keputusan pembeliannya. Fan, et al. (2013) membagi e-WOM

dalam lima dimensi yaitu source credibility, eWOM quantity, ewom quality,

consumer expertise, dan consumer involvement.

Sementara itu, mengamati e-WOM pada layanan digital seluler di

Indonesia, ditemukan fenomena antara lain :

- Pelanggan masih merasa perlu untuk mengecek kebenaran informasi yang di-

share dari rekannya khususnya yang berasal dari search engine.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

25

- Pelanggan masih perlu mengecek sendiri kualitas informasi yang

disampaikan rekannya.

- Pelanggan masih perlu mengecek kembali relevansi atau ketersesuaian

informasi yang di-share rekannya apakah sesuai dengan kebutuhan pelanggan

atau tidak.

- Pelanggan masih perlu mengecek kembali relevansi atau keterhubungan

informasi yang diterima dari rekannya melalui whatsapp group atau media

sosial yang lainnya apakah bermanfaat atau tidak.

- Pelanggan masih belum sepenuhnya mempercayai informasi yang dishare

rekannya sebelum mengecek kembali melalui berbagai media yang mereka

gunakan.

Fenomena keterkaitan hubungan juga jelas terlihat pada hasil FGD tanggal

30 Desember 2017 dimana “pengalaman pelanggan terhadap layanan digital yang

lengkap disediakan beserta dengan promo-promonya (digital customer

experience) yang didapatkan melalui social media (instagram, line, sms pop-up)

dimana mereka konfirmasikan terhadap sumber informasi terpercaya terutama

website dan aplikasi provider (electronic word of mouth), menjadikan suatu

pengaruh yang sangat baik terhadap loyalitas konsumen (customer loyalty).

Penggunaan yang sudah cukup lama dan peran aktifnya dalam mencari hal-hal

semacam promo menjadikan mereka semakin tertarik akan produk tersebut

sehingga mempunyai pengaruh baik terhadap brand image nya”.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

26

Sumber: APJII, 2016

Gambar 1.14 Trend Penggunaan Aplikasi Social Media

Implikasi lain dari penggunaan aplikasi di media sosial adalah semakin

banyaknya ujaran positif dan negatif terhadap suatu produk dan layanan yang

disampaikan pelanggan berdasarkan pengalamannya atas penggunaan produk dan

layanan, sehingga ini menjadi suatu tren baru yang disebut electronic Word of

Mouth (eWOM). EWOM kini menjadi source of credibility bagi calon pelanggan

dan pelanggan yang sudah lama menggunakan produk dan layanan. Implikasi

eWOM menjadi sangat mempengaruhi brand image atas suatu produk dan

layanan (Sumber: Hasil FGD, 30 Desember 2017).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

27

Sumber: SPIRE, 2017

Gambar 1.15 Tren Total Sentimen pada Media Sosial

Bukti empiris yang diperoleh dari hasil FGD di atas ternyata juga

didukung oleh rilis riset yang disampaikan oleh AC Nielsen tahun 2017 yang

menjelaskan ujaran negatif maupun positif akan sangat berimplikasi terhadap

brand image. Rilis data AC Nielsen di tahun tersebut menunjukkan bahwa terjadi

penurunan brand image (43 menjadi 41) terhadap salah satu brand operator

telekomunikasi seluler akibat insiden hacking yang menimpanya.

Dukungan dugaan pengaruh eWOM terhadap brand image secara

teoritikal juga mendapat dukungan dari hasil studi terdahulu yang menjelaskan

bahwa eWOM menjadi sarana infrastruktur bagi pelanggan dalam memperoleh

informasi terkait perusahaan, selain itu informasi melalui eWOM mampu

meningkatkan brand image (Chang dan Ngai, 2011; Jalilvand dan Samiei, 2012;

Pranggadita, 2012; dan Riyandika, 2013). Chang dan Ngai (2011) menemukan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

28

bahwa eWOM menjadi sebuah informasi penting bagi konsumen sehingga

pemasar percaya bahwa sebuah situs harus menghasilkan konten yang cukup

dalam rangka meningkatkan brand image.Sementara Jalilvand dan Samiei (2012)

menemukan fakta adanya pengaruh yang signifikan dari EWOM terhadap brand

image. Bahkan, Pranggadita (2012) dan Riyandika (2013) menjelaskan hubungan

yang positif pada eWOM dalam rangka mempengaruhi brand image.Hal itu

diperkuat oleh hasil penelitian Torlak, Ozkara, Tiltay, Cengiz, Dulger (2014) yang

menemukan hubungan yang signifikan dari e-WOM dengan brand image dan

purchase intention.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka menjadi

sangat menarik untuk membahas pengaruh digital customer experience dan

eWOM terhadap brand image melalui digital customer loyalty. Unsur novelty

yang terdapat dalam penelitian ini selain akan menarik untuk dibahas juga akan

berimplikasi untuk mempertajam teori di bidang manajemen strategi serta dapat

menjadi dasar penyesuaian tindakan strategis bagi perusahaan – perusahaan

telekomunikasi seluler di Indonesia.

1.2. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Fenomena disrupsi digital telah menyebabkan perusahaan telekomunikasi

mengalami perlambatan pertumbuhan yang secara faktual terkonversi melalui

penurunan pertumbuhan pendapatan, marjin EBITDA, dan marjin arus kas.

Skema bisnis tradisional yang selama ini dilakukan operator telekomunikasi

seluler mengalami titik jenuh dan kini mereka harus segera beralih ke layanan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

29

bisnis baru. Tanda – tanda kejenuhan mulai teridentifikasi dengan semakin

banyaknya pelanggan digital yang mulai beralih. Riset AC Nielsen tahun 2017

kemudian merilis fakta masalah bahwa brand image kemudian menjadi faktor

yang sangat penting untuk mengantisipasi perpindahan pelanggan digital dan

penetrasi pengguna internet yang masih rendah di Indonesia.

Selama ini praktik yang terjadi ditemukan bahwa loyalitas pelanggan

menjadi faktor utama penguat brand image (Hasil FGD pada tanggal 30 Desember

2017). Oleh karena itu, merawat loyalitas pelanggan kini menjadi pekerjaan

rumah bagi perusahaan – perusahaan telekomunikasi. Loyalitas pelanggan digital

kini juga mengalami kemunduran dimana indikator utamanya berupa tingkat

churn rate pelanggan digital mengalami kenaikan signifikan dari bulan Januari

2017 hingga bulan Juli 2017 sehingga mengancam eksistensi operator

telekomunikasi seluler di Indonesia.

Selain itu, hasil FGD juga menyebutkan bahwa pengalaman pelanggan

digital selama berinteraksi dengan produk perusahaan bisa menjadi alasan

pendukung setianya mereka terhadap produk yang ditawarkan perusahaan. Hasil

FGD juga menjelaskan pentingnya pengalaman pelanggan digital sebagai upaya

peningkatan brand image. Hal tersebut juga didukung oleh Klaus (2011) dan

penelitian sebelumnya yang dijelaskan oleh Schmitt (2003), Millard (2006),

Meyer dan Schwager (2007), serta penelitian selanjutnya oleh Chauhan dan

Manhas (2014).

Selanjutnya, hal menarik lainnya juga teridentifikasi dimana adanya fakta

bahwa ujaran (baik positif maupun negatif) melalui media online ternyata

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

30

berimplikasi terhadap penurunan brand image. Merujuk pada rilis data yang

disampaikan oleh AC Nielsen menunjukkan bahwa terjadi penurunan brand

image (43 menjadi 41) terhadap salah satu brand operator telekomunikasi seluler

akibat insiden hacking.

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasi

permasalahan di mana fakta masalah adalah masih rendahnya brand image produk

digital seluler di Indonesia. Adapun variabel penyebab fakta masalah tersebut,

berdasarkan hasil kajian penelitian awal, diduga disebabkan karena belum

tingginya digital customer loyalty. Variabel digital customer loyaltytersebut

tergolong kriteria variabel intervening. Menurut Shaughnessy, Zechmeister, &

Zechmeister (2006) intervening variable adalah variabel yang digunakan untuk

memahami dan menjelaskan hubungan antara variabel yang diamati seperti

variabel independen dan dependen.

Di samping itu, penyebab fenomena di atas, dipengaruhi oleh masih belum

optimalnya pengembangan digital customer experience daneWOM. Kedua

variabel tersebut termasuk ke dalam kriteria variabel eksogen yaitu variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel

dependen (terikat) (Sugiyono, 2009: 39).

Jadi dalam penelitian ini, patut diduga bahwa digital customer experience

daneWOMadalah variabel eksogen yang mampu mempengaruhi brand image jika

melalui manajemen digital customer loyaltysebagai variabel intervening,

sedemikian rupa sehingga formulasi komposisi variabel dalam penelitian ini

terdiri dari dua variabel eksogen (digital customer experience daneWOM) dan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

31

satu variabel intervening (digital customer loyalty), serta satu variabel endogen

(brand image).

Berdasarkan pembahasan pada uraian di atas, maka menarik untuk dikaji

menjadi suatu penelitian tentang pengaruh digital customer experience dan

eWOM terhadap brand image melalui digital customer loyalty. Penelitian ini

sangat penting dan krusial untuk dilakukan sebagai bentuk respon terhadap

kondisi pasar perusahaan yang terdapat pada industri telekomunikasi di Indonesia

dalam menghadapi era disrupsi digital.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Merujuk pada identifikasi masalah yang dipaparkan di atas, maka dalam

penelitian ini dibatasi mengenai variabel yang akan digunakan dan unit analisis

yang menjadi obyek penelitian ini.

● Variabel penelitian terdiri atas :

� Digital Customer Experience

� Electronic Word of Mouth

� Digital customer loyalty

� Brand Image

● Unit analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perusahaan –

perusahaan telekomunikasi di Indonesia, sedangkan unit pengamatan dalam

penelitian ini adalah pelanggan digital perusahaan – perusahaan telekomunikasi

seluler. Yang dimaksud pelanggan digital disini merupakan pengguna internet

yang berlangganan produk digital perusahaan telekomunikasi selluler dengan

menggunakan akses melalui mobile connection.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

32

1.2.3. Rumusan Masalah

Berangkat dari berbagai permasalahan yang dikemukakan pada latar

belakang masalah, maka dapat dijelaskan rumusan masalahnya adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana gambaran digital customer experience, electronic word of mouth,

digital customer loyaltydan brand image pada pelanggan digitalindustri

telekomunikasi seluler di Indonesia?

2. Apakah digital customer experience dan electronic word of mouth berpengaruh

terhadap digital customer loyalty pelanggan digital industri telekomunikasi

seluler di Indonesia baik secara simultan maupun parsial?

3. Apakah digital customer experience dan electronic word of mouth berpengaruh

terhadap brand image layanan digital industri telekomunikasi seluler di

Indonesia baik secara simultan maupun parsial?

4. Apakah digital customer loyalty berpengaruh terhadap brand image layanan

digital industri telekomunikasi seluler di Indonesia?

5. Apakah digital customer experience dan electronic word of mouth berpengaruh

terhadap brand image layanan digital industrytelekomunikasi seluler di

Indonesia melalui digital customer loyalty?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, maka

penelitian diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk

menghasilkan kajian dan analisis:

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

33

1. Gambaran digital customer experience, electronic word of mouth, digital

customer loyalty dan brand image pada pelanggan digital industri

telekomunikasi seluler di Indonesia

2. Pengaruh digital customer experience dan electronic word of mouth terhadap

digital customer loyalty pelanggan digital industri telekomunikasi seluler di

Indonesia baik secara simultan maupun parsial.

3. Pengaruh digital customer experience dan electronic word of mouth terhadap

brand image layanan digital industrytelekomunikasi seluler di Indonesia baik

secara simultan maupun parsial.

4. Pengaruh digital customer loyalty terhadap brand image layanan digital

industri telekomunikasi seluler di Indonesia

5. Pengaruh digital customer experience dan electronic word of mouthterhadap

brand imagelayanan digital industri telekomunikasi seluler di Indonesia

melalui digital customer loyalty.

1.4. Kegunaan Penelitian

Terdapat beberapa sudut pandang yang menentukan pentingnya

(kegunaan) dari penelitian ini, yakni:

1. Secara akademik: memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran pada

ilmu manajemen khususnya tentang bagaimana digital customer experience

dan electronic word of mouth mempengaruhi secara signifikanbrand image

melalui digital customer loyalty. Dimensi dan indikator yang akan dibangun,

tentunya akan menambah khasanah pemahaman baru tentang apa dan

bagaimana hal – hal tersebut mempengaruhi brand image.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2016/120430160038_1_6983.pdf · mempunyai populasi terbesar ketiga di Asia, namun penetrasi pengguna

34

2. Secara praktis: penelitian ini sangat mendesak untuk dilakukan karena akan

sangat berkontribusi bagiperusahaan – perusahaan telekomunikasi seluler di

Indonesia khususnya dalam rangka mengantisipasi fenomena disrupsi digital

dan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan menjadi perusahaan digital

telekomunikasi (digital telecommunication company). Hasil penelitian ini

kemudian juga bisa digunakan sebagai basis akselerasi peningkatan jumlah

pelanggan digital di Indonesia yang memiliki potensi pasar terbesar ke tiga di

Asia.