bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1. hasil...
TRANSCRIPT
169
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Finansial, Non Finansial, GCG, dan Kondisi Ekonomi
Makro Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Hasil penelitian tentang kondisi finansial, non finansial, Good Corporate
Governance dan ekonomi makro di bank yang sudah go public se ASEAN cukup
beragam. Ada perbedaan cukup signifikan antara Bank dengan asset terbesar dan
Bank dengan aset terkecil yang dimiliki beberapa Bank di ASEAN. Aktivitas
Bank yang sudah go public se ASEAN dilakukan dalam mata uang dalam negeri
maupun dalam valuta asing. ASEAN adalah emerging market bagi industri
layanan Bank. Negara di ASEAN memiliki bonus demografi dan pertumbuhan
ekonomi yang bersumber dari kenaikan populasi dan proporsi penduduk usia
kerja.
4.1.1.1. Deskripsi Finansial Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Deskripsi kondisi faktor finansial dengan indikator modal inti, CAR,
jumlah aset, NPL, pertumbuhan dana pihak ketiga, pertumbuhan kredit, LDR,
BOPO,NIM, jumlah fee-based income dan prosentase fee-based income terhadap
pendapatan adalah sebagai berikut:
170
Tabel 4. 1 Deskripsi kondisi finansial Bank yang sudah Go Public se-ASEAN
(dalam ribuanUSD untuk satuan $)
Finansial Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Modal Inti ($) 18.040 34118.750 4011.59180 6422.607297
CAR (%) 8.1% 87.5% 17.1% 6.0%
Jumlah Aset 132.000 387377.750 39902.41633 67803.059828
NPL (%) 0.0% 12.6% 2.5% 1.8%
Pertumbuhan Dana ( DPK )
(%) -55.5% 216.6% 17.4% 27.3%
Pertumbuhan Kredit (%) -50.0% 701.9% 20.7% 43.1%
LDR (%) 12.6% 170.2% 83.7% 16.0%
BOPO (%) 21.4% 259.8% 54.6% 16.8%
NIM (%) -6.8% 12.9% 4.2% 2.2%
Jumlah fee-based income ($) 0.000 3278.990 508.79508 719.394018
Prosentase fee-based income
terhadap pendapatan (%) -4.5% 42.0% 16.7% 10.4%
Valid N (listwise)
Sumber : Data diolah Peneliti 2017
Berdasarkan hasil pengolahan data laporan keuangan diketahui bahwa
modal dalam struktur perusahaan sebagai variabel untuk penilaian pengambilan
keputusan dari strategi korporasi sangat berbeda antara bank satu dengan lainnya.
Modal inti minimal yaitu $18,04 juta dan tertinggi adalah $34.118,7 juta.
Simpangan baku sebesar $ 4.011 Juta. Hal ini menunjukan bahwa sebaran
perbedaan modal inti diantara bank di ASEAN cukup tinggi. Rata-rata jarak
penyimpangan modal diukur dari nilai rata-rata data adalah $6.422 juta.
Hasil analisis laporan keuangan diperkuat hasil Fokus Discussion Group
dan wawancara dengan pimpinan Bank di Indonesia dan negara ASEAN lainnya
yang menyimpulkan bahwa perlu dilakukan peningkatan modal agar CAR yang
disyaratkan dapat tetap dipenuhi. Modal ditingkatkan untuk mendukung aktivitas
bisnis yang harus dilakukan melalui organik dengan meningkatkan laba ditahan
171
atas persetujuan pemegang saham, serta penambahan modal dari para pemegang
saham. Selain itu juga harus dilakukan peningkatan modal secara anorganik
dengan memberikan tambahan modal atau dilakukan dengan strategi korporasi
lainnya yaitu merger ataupun akuisisi.
Mengacu pada peraturan otoritas jasa keuangan ditegaskan bahwa Bank
dalam melakukan kegiatan usaha dan memperluas jaringan kantor nya harus
sesuai dengan kapasitas dasar yang dimiliki Bank, yaitu modal inti. Dengan
beroperasi sesuai dengan kapasitasnya, Bank dipercaya dapat memiliki ketahanan
yang lebih baik dan akan lebih efisien karena kegiatannya terfokus pada produk
dan aktivitas yang memang menjadi keunggulan bersaingnya.
Berdasarkan pendapat Lemioux (2013) menjelaskan bahwa kedudukan
modal sebagai struktur mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk bertahan.
Diperkuat oleh Choundry (2007) bagaimana modal melindungi Bank menghadapi
risiko dan ketidakpastian. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dan kondisi nyata,
rencana menghadapi QAB dengan simpangan baku yang sangat tinggi maka dapat
disimpulkan bahwa struktur modal bank di ASEAN menggambarkan kekuatan
yang beragam, baik dalam menghadapi ketidakpastian maupun menghadapi risiko
terutama pada saat krisis ekonomi. Bank dengan modal rendah menghadapi risiko
lebih tinggi dibanding bank yang memiliki modal tinggi. Struktur modal terbesar
di dunia dikuasai oleh perbankan dari negara China (Financial Timer, 2018).
Sesuai dengan hasil Fokus Discussion Group dan Wawancara dengan
beberapa Pimpinan Bank se ASEAN di acara Banking Council Meeting di Brunei
Darussalam, bahwa Bank-bank di ASEAN belum semua memahami tentang
172
rencana dari ASEAN untuk melaksanakan ASEAN Banking Integration
Framework yang akan menunjuk beberapa Bank menjadi QAB (Qualified ASEAN
Bank). Syarat yang ditetapkan adalah bank yang well Capitalized. Good
Corporate Governance dengan Score baik, Capital Adequacy Ratio minimal
17.5%, bank yang penting di negaranya (Sistemic Bank). Para pimpinan bank
menyadari bahwa tidak semua Bank akan siap dengan persyaratan seperti itu, dan
terbukti ASEAN council juga menunda rencana AEC untuk perbankan menjadi
pada Tahun 2025.
Untuk CAR tertinggi adalah tertinggi 87.5% dan terendah adalah 8,1%
dengan simpangan baku sebesar 6 %. Tingkat kecukupan modal bank secara
umum menunjukan perbedaan yang cukup tinggi jika diukur dengan rasio
modalnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai tertinggi dan terendah yang ditunjukan
pada tabel tersebut. Tingginya CAR menunjukan kemampuannya menyerap
kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha Bank artinya semakin solvable
terlebih di era persaingan bebas serta ancaman krisis ekonomi akibat perang
dagang China dan Amerika. Persyaratan CAR pada bank QAB minimal sebesar
17.5 %, namun bank di ASEAN masih terdapat Bank dengan CAR jauh dibawah
persayaratan tersebut.
Di era persaingan yang semakin ketat, kemampuan permodalan suatu
bank untuk mampu menyerap risiko kegagalan kredit yang mungkin terjadi
menentukan ekspansi perusahaan. Semakin tinggi angka rasio ini, maka
menunjukkan Bank tersebut semakin sehat, begitu juga sebaliknya. Rasio ini
memperlihatkan Bank cukup berhati-hati untuk memilih aktiva Bank yang
173
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada Bank lain)
yang dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber di luar
Bank. Secara umum diperoleh deskripsi bahwa bank mematuhi regulasi
permodalan.
Bank di ASEAN memiliki aset yang cukup tinggi kesenjangannya. Total
aset yang dimiliki menentukan indikasi nilai bisnis, kepemilikan bisnis, atau
penggunaan keamanan, satu atau lebih metode berdasarkan nilai aset bersih dari
kewajiban jumlah aset tertinggi $387 milyar dan terendah adalah $1,32 milyar
simpangan baku adalah $ 6,7 milyar. Perusahaan mampu mengelola risiko dan
peluang memiliki kesempatan luas untuk mendapatkan imbalan atas aset tersebut
terlebih Bank dengan aset besar sepanjang pasar terbuka luas. Sejalan dengan
konsep tentang size asset yang dikemukakan Choudry (2013) bahwa aset
mengindikasikan perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya,
Hitchner (2006) bagaimana kedudukan aset dalam bisnis baik untuk investasi
maupun untuk meminimalisir risiko. Di sisi lain produktivitas aset dituntut dalam
sistem tata kelola QAB. Aset yang sangat besar cenderung mengalami
pertumbuhan produktivitas yang semakin berkurang akibat kurang ekspansifnya
aktivitas bisnis perusahaan.
NPL terendah berdasarkan hasil perhitungan 0 % sedangkan tertinggi
12.6% dengan simpangan baku sebesar 1.8 %. Penerapan sistem manajemen
risiko yang efektif meningkatkan rasio kredit bermasalah yang merupakan salah
satu kunci untuk menilai kualitas kinerja Bank menjadi lebih baik.
174
Pertumbuhan dana pihak ketiga menjadi salah satu indikator dalam
menilai likuiditas. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar dapat
mengoptimalkan sisi permintaan kredit. Pertumbuhan dana terbesar adalah 216.6
% dan terendah -55.5%. Bank-bank yang beroperasi di lintas negara memiliki
pertumbuhan dana yang cukup signifikan. Berbeda dengan bank yang memiliki
jangkauan lokal dan terbatas, dana pihak ketiga yang diperoleh dari masyarakat
masih rendah termasuk penyerapan dana dalam mata uang asing. Bank yang
memiliki kredibilitas dan dipercaya oleh masyarakat memiliki kemampuan untuk
mengumpulkan dana pihak ketiga secara optimal. Gallo et al (1996) menjelaskan
pentingnya kemampuan untuk mengelola dana pihak ketiga secara produktif.
Risiko dan profitabilitas seperti dua sisi mata uang saat terjadi pertumbuhan dana
yang signifikan dari pihak ketiga. Ekspansi produktif sebagai jalan untuk bank
agar tetap mencapai pertumbuhannya dan meminimalisir risiko akibat
pertumbuhan dana pihak ketiga.
Pertumbuhan kredit tertinggi 701,9 % dan terendah -50 %. Persaingan di
industri layanan jasa Bank yang semakin ketat menentukan keberhasilan Bank
dalam mengoptimalkan dana pihak ketiga untuk penyerapan kredit, yang pada
akhirnya menentukan tingkat kesehatan Bank. Sejalan dengan Jeong (2006) yang
mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit menjelaskan tingkat kesehatan Bank.
Bank yang menerapkan manajemen risiko secara ketat umumnya memiliki
pertumbuhan kredit yang relatif stabil, dan berkesinambungan. Beberapa Bank
yang memiliki pertumbuhan kredit minus lebih banyak disebabkan daya
jangkauan pasar yang relatif sempit. Bank dengan sumber finansial besar
175
memiliki jangkauan luas. Bank-bank besar memiliki sistem tata kelola atau tools
untuk memberikan keyakinan kepada investor bahwa pengelolaan dana yang
diinvestasikan dilakukan dengan baik sehingga perusahaan menghasilkan return.
Hasil penilaian aspek likuiditas yang menunjukan kemampuan Bank untuk
mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara
tepat waktu cukup beragam. Ada perbedaan cukup signifikan, nilai LDR tertinggi
170,2% dan terendah 46% . LDR Bank yang sudah Go Public se ASEAN dan
memiliki aset besar umumnya memiliki rasio LDR rendah. Bank memiliki
kemungkinan bermasalah di kemudian hari pada saat MEA diberlakukan seperti
dikemukakan Ganley (2004), Brunnermeier dan Yogo, (2009), Harbi (2017) yang
mengemukakan adanya risiko likuiditas. Mitra & Schwaiger (2011) menyatakan
bahwa LDR mengukur hubungan antara pinjaman dan simpanan nasabah.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan serta kondisi di lapangan terkait
dengan LDR, diperoleh penjelasan bahwa kondisi LDR kelompok Bank dengan
modal diatas 5 T rata-rata 80% sedangkan bank dengan modal rendah cukup
variatif. Bank yang memiliki modal inti rendah umumnya memiliki rasio LDR
diantara 30% s.d 60%. Kondisi tersebut mengambarkan bahwa bank belum
menjalankan fungsi utama dari Bank sebagai intermediasi antara pihak yang
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana secara optimal.
Secara keseluruhan nilai BOPO bank yang sudah Go Public se-ASEAN
angka rasio BOPO terendah 21.4 % dan tertinggi 259.8%. Rata-rata bank-bank
yang sudah Go Public se-ASEAN tersebut dapat dikategorikan efisien dalam
menjalankan operasinya yaitu 54.6 % dengan standar deviasi 16.8 %..
176
Efisiensi menjadi kata kunci dalam sistem tata kelola layanan Bank. Bagi
bank-bank yang beroperasi dengan tingkat efisiensi tinggi, kondisi tersebut
menguntungkan bagi para investor yang artinya biaya dapat diminimalkan dan
disisi lain pemasukan meningkat karena modal lebih produktif sejalan dengan
Hardianto & Wulandari (2016) tentang efisiensi, Abid & Goaied (2016), Azad et
al (2016) pada dasarnya efisiensi dalam sistem tata kelola bank menjelaskan
beragam aspek. Hubungan paling umum dikemukakan dari efisiensi terkait
dengan profit. Unit-unit fungsional yang menjalankan strategi bisnis dan korporasi
dituntut mengambil keputusan yang efisien. Efisiensi sebagai aktivitas bisnis yang
bersifat relatif sesuai dengan tujuan progresif seperti dikemukakan Sufian et al
(2013).
Efisiensi menjadi salah satu aspek penting guna menunjang pencapaian
kinerja. Oleh karena itu bank berupaya mencapai skala ekonomi. Perubahan input
memungkinkan dilakukan oleh Bank untuk mencapai skala ekonomi atau
memenuhi permintaan agar produk tersedia dengan input harga yang lebih murah.
Aktivitas untuk efisiensi biaya berkaitan dengan 1) minimalisasi biaya produksi,
melalui biaya yang lebih rendah perusahaan dapat menjual lebih bersaing,
Penghitungan biaya produksi ditujukan agar bank dapat mencapai skala ekonomi
pada biaya, 2) ekspansi pasar dengan fungsi produksi bersifat Homothetic
(perluasan produksi dapat dicapai kombinasi input menjadi konstan, berapapun
tingkat produksinya), ada penyesuaian produksi terhadap perubahan rasio harga
disederhanakan. Jika harga produk (input untuk produksi) meningkat dan input
produksi diperluas untuk mencapai rasio harga yang tepat untuk nasabahnya.
177
Rasio BOPO untuk mengukur efisiensi tidak dapat dilihat dari satu sisi,
seperti pengeluaran biaya teknologi, lingkungan maupun letak geografis yang
turut menentukan bagaimana efisiensi dalam sistem layanan bank. Secara umum
disepakati bahwa ukuran efisiensi diantara bank-bank yang go public se ASEAN
ditentukan bagaimana menekan input untuk menghasilkan output yang optimal.
Di era yang semakin kompetitif upaya untuk meningkatkan efisiensi fokus
pada output sebagai ukuran. Oleh karena itu expansi produktif dan ekplorasi
peluang-peluang usaha sebagai output yang menentukan bagaimana efisiensi
bukan input semata. Bahkan di rezim persaingan usaha layanan bank yang
semakin ketat, biaya adalah investasi yang akan menghasilkan output yang
optimal.
Hasil penelitian menunjukan NIM terendah adalah -6.8% dan tertinggi
12.9%. Rata-rata 4.2% dengan standar deviasi sebesar 2.2 %. Perbandingan total
jumlah laba bersih dengan total jumlah pendapatan perusahaan menunjukan
bagaimana tingkat efisiensi perusahaan dalam sistem tata kelola layanan Bank.
Berkembangnya teknologi memungkinkan bank beroperasi dengan tingkat
efisiensi yang tinggi. Profitabilitas yang dihasilkan menunjukan tata kelola
manajemen yang sudah efisien.
Jumlah fee-based income tertinggi $3.278 juta dan dan terendah $-0.46
juta. Bank-bank yang telah beroperasi lintas negara mampu mengembangkan
layanannya dan menghasilkan fee-based income. Bank yang memiliki
kemampuan untuk melakukan transaksi pembayaran dan mendukung kelancaran
transfer barang dan Prosentase fee-based income terhadap pendapatan yang
178
tertinggi adalah 42% dan terendah adalah -4.5%. Jasa dalam dan luar negeri dapat
mengoptimalkan pencapaian fee-based income. Hal ini seperti dikemukakan Arif
& Anes (2012) dan Hanak, (1992) bahwa di tengah ketidaksempurnaan pasar,
nasabah berani membayar sesuai dengan nilai yang dirasakan. Bank dituntut
mengoptimalkan kekuatan produknya sesuai dengan kebutuhan nasabahnya. Bank
fokus pada upaya untuk menjangkau lebih banyak nasabah dengan segmen
kelompok yang beragam terutama pasar retail. Bank dituntut untuk melakukan
ekplorasi dan eksploitasi peluang pasar sebagai pilihan, bahkan menciptakan
layanan baru untuk strategi bersaing.
Nasabah mengambil keputusan untuk tambahan layanan yang dapat
menghasilkan fee-based income untuk Bank. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Koukova et al (2011), dan Chao et al (2016) tentang fasilitas yang diberikan
kepada customer yang menghasilkan fee. Bahkan bank-bank yang beroperasi
lintas negara memberikan fasilitas transaksi pembayaran, sistem penyelesaian
transaksi dan transfer barang atau jasa antar negara agar menghasilkan fee-based
income.
Keragaman gambaran finansial masing-masing bank yang sudah go public
se ASEAN diprediksi akan mempengaruhi bagaimana kemampuan bank dalam
menghasilkan kinerja. Di tengah persaingan yang semakin kompleks dan ruang
pasar yang terbatas di ASEAN, fungsi finansial untuk memprediksi kinerja perlu
dievaluasi secara menyeluruh. Keragaman aspek finansial menunjukan adanya
perbedaan kemampuan untuk bersaing di era industri layanan jasa Bank yang
semakin ketat.
179
Selanjutnya kondisi profil bank yang go public se ASEAN akan
dibandingkan dengan sepuluh bank terbesar di dunia untuk mengetahui posisi
bank-bank yang sudah go public di ASEAN.
Tabel 4. 2 Daftar 10 bank terbesar di dunia
Dibandingkan dengan modal inti 10 Bank terbesar di dunia, maka
kedudukan modal inti Bank yang sudah go public di ASEAN cukup jauh
tertinggal. Hal ini menjelaskan bahwa 1) kegiatan usaha dan upaya memperluas
jaringan kantor sulit dilakukan pada saat era MEA diberlakukan, kapasitas dasar
yang dimiliki bank ASEAN jauh lebih rendah, 2) daya tahan dan efisiensi sulit
diwujudkan. Skala ekonomi belum tercapai karena Bank ASEAN dibandingkan
180
10 Bank terbesar di dunia belum memiliki produk dan aktivitas yang menjadi
keunggulan bersaingnya, 3) kemampuan menghadapi tekanan ekonomi global
lebih rendah artinya bahwa perlindungan terhadap risiko dan ketidakpastian hanya
dimiliki oleh bank-bank yang memiliki struktur modal memadai di era persaingan
yang sangat kompleks.
Modal inti Bank terbesar di dunia yaitu $ 312 M setara dengan Rp. 4300
T, sedangkan modal inti tertinggi di ASEAN adalah $ 34.M atau setara dengan
Rp.447 T. Dengan demikian bank yang memiliki aset dan modal tertinggi di
ASEAN masih sangat jauh dibandingkan dengan 10 Bank terbesar di dunia. Hal
ini menunjukan masih rendahnya kemampuan bank di ASEAN untuk ekspansif
keluar ASEAN. Bank- bank di ASEAN harus meningkatkan modal inti dan
menambah pangsa pasar mempertahankan bisnis agar tidak tergerus oleh hadirnya
bank-bank dari luar ASEAN yang menyerang ke regional ASEAN. Besarnya
modal yang dimiliki menggambarkan bagaimana nilai perusahaan dan nilai
sekuritas perusahaan (Lee et al , 2010). Bahkan Cottei et al (2011) menjelaskan
struktur modal berkaitan dengan pengembangan pasar saham dan rasio baik
leverage jangka panjang maupun jangka pendek.
CAR Bank terbesar di dunia 17.4 % artinya kecukupan modal dikelola
secara optimal. Kondisi tersebut menggambarkan modal dijaga kecukupannya dan
tetap optimal, tidak berlebihan sehingga dana tidak idle capacity, namun tetap
memperhitungkan risiko operasional maupun risiko pemasaran. Berbeda dengan
bank di ASEAN CAR tertinggi adalah tertinggi 87.5% dan terendah adalah 8,1%.
Tingkat kecukupan modal bank secara umum menunjukan perbedaan yang cukup
181
tinggi. Tingkat CAR yang terlalu tinggi mengakibatkan iddle capacity pada
beberapa bank di ASEAN. Sedangkan bank yang memiliki CAR hanya 8 % akan
kesulitan untuk meningkatkan bisnis dan menghadapi risiko operasional maupun
pemasaran. Bank di ASEAN memiliki kemampuannya lebih rendah untuk
menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegiatan usaha Bank artinya kurang
solvable.
Pertumbuhan aset adalah bagian besar dari kisah tahun ini; ambang untuk
dimasukan di antara yang terbesar meningkat dari sekitar $ 590 miliar tahun lalu
menjadi $ 627 miliar. Secara kolektif, bank-bank tersebut memiliki aset lebih dari
$17 triliun dan menghasilkan laba sekitar $155 miliar. Sementara bank-bank di
AS yang termasuk Bank terbesar hanya membawa total aset $10 triliun, dan
memperoleh laba lebih dari $100 miliar. Australia, Kanada, dan Jepang tetap
menjadi yang utama dalam 10 besar di bidang perbankan
(http://www.fsb.org/2018/11/fsb-2018-resolution-report). Berbeda dengan jumlah
asset di ASEAN, tertinggi adalah $ 387 milyar. Perbedaan jumlah aset cukup
signifikan yaitu hanya 2 %. Berikut daftar 10 bank terbesar di dunia dan aset yang
dimilikinya.
Aset Bank terbesar di dunia yaitu $ 3.883,2 M (setara dengan Rp. 54.364
T, sedangkan aset tertinggi di ASEAN adalah $ 387.M atau setara dengan
Rp.5.031 T. Dengan demikian bank yang memiliki aset tertinggi di ASEAN
masih sangat jauh dibandingkan dengan 10 Bank terbesar di dunia. Hal ini
menunjukan masih rendahnya penyerapan dana maupun penyaluran pembiayaan
bank di wilayah ASEAN serta kurang ekspansif keluar ASEAN. Bank- bank di
182
ASEAN harus meningkatkan aktifitas bisnis dan menambah pangsa pasar untuk
mempertahankan kinerja serta untuk meningkatkan kemampuan bersaing di
regional ASEAN. Sejalan dengan konsep tentang size asset yang dikemukakan
Choudry (2013) bahwa aset mengindikasikan perusahaan mampu memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, Hitchner (2006) bagaimana kedudukan aset dalam
bisnis baik untuk investasi maupun untuk meminimalisir risiko.NPL terendah
bank ASEAN tertinggi 12.6% sedangkan dunia 4.76 %. rendahnya NPL 10 bank
terbesar didunia menunjukan Bank dunia menerapkan sistem manajemen risiko
yang efektif dibandingkan dengan Bank di ASEAN. Bank dunia memiliki rasio
kredit bermasalah yang sangat baik. Besatnya kredit yang dikucurkan oleh Bank
terbesar di dunia mendukung NPL kecil. Kredit yang diberikan pada perusahaan
multinasional dan pemerintah di negaranya maupun di negara lain memiliki
tingkat risiko yang rendah dan repayment capacity yang baik. Sedangkan Bank di
ASEAN portofolio kredit yang diberikan masih rendah dan perusahaan yang
dibiayai memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi.
Pertumbuhan dana tertinggi di 10 bank terbesar di dunia mencapai 12,39%
rendah dibandingkan dengan Bank di ASEAN yaitu 117%. Namun demikian dari
sisi jumlah pertumbuhan jauh lebih tinggi di bandingkan bank-bank d ASEAN. 10
Bank terbesar di dunia yang memiliki kredibilitas lebih tinggi dan dipercaya oleh
masyarakat global memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dana pihak ketiga
secara optimal. Hal ini menunjukan bahwa Bank terbesar di dunia memiliki
jangkauan global. Penyerapan dana pihak ketiga berasal dari negara sendiri dan
dari negara lain dengan alasan faktor keamanan serta pajak yang lebih ringan
183
bahkan zero tax. Walaupun tingkat suku bunga lebih rendah di negaranya, tetapi
selisish nilai kurs masih menjanjikan memberikan nilai lebih tinggi dari pada
bunga yang berlaku di Negara nya.
Pertumbuhan kredit Bank tertinggi di ASEAN mencapai 129% sedangkan
10 Bank terbesar dunia sebesar 11.31 % dengan capitalisasi pertumbuhan kredit
yang sangat tinggi dinilai dari jumlah kredit baik untuk corporasi, retail maupun
pinjaman kepada pemerintah di negara tujuan. Jumlah pertumbuhan kredit lebih
tinggi dari Bank di ASEAN. Bahkan ekspansi bank-bank terbesar di dunia
memperluas pasar ke lintas negara dan membiayai proyek-proyek pemerintah
negaranya maupun pemerintah negara lain. Bank terbesar di dunia lebih berhasil
dalam mengoptimalkan dana pihak ketiga untuk penyerapan kredit, maupun
mengelola tingkat kesehatan Bank.
LDR tertinggi bank di ASEAN adalah 170,2% sedangkan 10 terbesar di
dunia sebesar 92.85% . Bank terbesar di dunia memiliki likuiditas yang baik dan
penyerapan kredit yang optimal dibandingkan Bank di ASEAN.
Secara keseluruhan nilai BOPO tertinggi se ASEAN adalah 259.8%. dan
10 Bank terbesar di dunia memiliki nilai BOPO tertinggi 68.63%, Aktivitas
operasi Bank dunia dapat dikategorikan lebih efisien dibandingkan bank di
ASEAN. Bank di ASEAN kurang efisien akan mengurangi return dan kinerja
Bank kurang optimal.
NIM bank di ASEAN dibandingkan dengan bank terbesar di dunia lebih
rendah. NIM tertinggi 12.9%. Rata-rata 4.2% dengan standar deviasi sebesar 2.2
%. Sedangkan bank terbesar di dunia memiliki NIM sebesar. Jumlah fee-based
184
income tertinggi bank di ASEAN $3.278 juta dan 10 bank terbesar di dunia adalah
$ 158 milyar. Kemampuan untuk mencapai jumlah fee-based income secara
optimal dimungkinkan oleh Bank dengan struktur modal yang memadai, daya
jangkau dan ekspansi pasar secara global serta kemampuan mendiversifikasi
produk-produk layanan perbankan yang beragam dengan perluasan segmen
kelompok pasar yang dilayaninya antar negara.
Jumlah fee-based income tertinggi untuk bank se-ASEAN adalah
3.278.milyar dan fee-based income tertinggi untuk 10 bank terbesar di dunia
adalah $ 34.01 Milyar. Besarnya perbedaan tersebut menunjukan bahwa aktivitas
fee-based income Bank terbesar di dunia sangat beragam. Diversifikasi layanan
keuangan baik produk maupun pengembangan pasar jauh lebih luas dan beragam
dibandingkan bank-bank di ASEAN.
Prosentase fee-based income tertinggi untuk bank di ASEAN adalah 42%
dan bahkan salah satu Bank dari 10 bank terbesar di dunia mampu mencapai
Prosentase fee-based income 38 %. Hal ini menunjukan 10 Bank terbesar di
dunia memiliki pendapatan kedepannya tidak hanya bersumber dari NIM namun
bersumber pada kemampuan fee- based income dari transaksi perbankan dan fee
hasil kerjasama wealth management dan produk layanan lainnya yang
menciptakan pendapatan.
Secara keseluruhan nilai GCG Bank-bank se-ASEAN baik dan 10 bank
terbesar di dunia memiliki nilai GCG baik. Hal ini menunjukan bahwa Bank yang
sudah Go Public akan senantiasa melaksanakan tata kelola perusahaan dengan
baik, untuk menjaga nilai perusahaan terjaga dengan baik pula.
185
Apabila membandingkan dengan Jumlah jaringan bank-bank di ASEAN
yang relatif masih banyak membuka jaringan di negaranya sendiri, belum banyak
yang ekspansi ke luar ASEAN, sedangkan bank-bank terbesar di dunia sudah
banyak melakukan ekspansi bisnis dengan membuka jaringan ke luar negeri.
Inflasi di negara ASEAN masih tinggi, berbeda dengan inflasi di negara-
negara yang memiliki Bank terbesar di dunia, inflasi sangat rendah. Bank di
negara ASEAN masih memiliki banyak peluang dinegaranya. Bank terbesar di
dunia yang memiliki Inflasi rendah harus melakukan ekspansi ke luar negeri agar
dapat meningkatkan ekspansi bisnis.
Suku bunga acuan di ASEAN relatif masih tinggi, walaupun beberapa
negara sudah memiliki suku bunga yang rendah. Bank terbesar di dunia memiliki
suku bunga acuan yang relatif sangat rendah, sehingga secara nominal return
kurang menguntungkan.
Nilai tukar mata uang asing di ASEAN relatif sangat lemah dibandingkan
dengan negara-negara yang memiliki bank-bank terbesar di dunia. Bank-bank di
ASEAN harus menjaga fluktuasi dari nilai tukar tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditunjukan profil kondisi finansial
bank yang sudah go public di ASEAN dengan 10 Bank terbesar di dunia yang
dijadikan benchmark yaitu :
186
Tabel 4. 3 Profil Finansial Tertinggi Bank yang sudah go public Di ASEAN
dibandingkan dengan 10 bank terbesar di dunia
(dalam ribuanUSD untuk satuan $)
Finansial
Profil bank yang sudah
go public di ASEAN
10 bank terbesar di dunia
yang dijadikan
Modal Inti ($) Tertinggi : 34.118.750 312.605.915.,
CAR (%) Tertinggi :87,5%
17.40%
Jumlah Aset Tertinggi :387.377.750
3.883.223.185.
NPL (%) Tertinggi :12,6% 4.76%
Pertumbuhan Dana (
DPK ) (%) Tertinggi :216,6% 12.39 %
Pertumbuhan Kredit
(%) Tertinggi :701,9% 11.31%
LDR (%) Tertinggi :170,2% 92.85%
BOPO (%) Tertinggi :259,8% 68.63%
NIM (%) Tertinggi :12.9% 3.28%
Jumlah Fee-base
income ($) Tertinggi :3.278. 34.012.999
Prosentase Fee-base
income terhadap
pendapatan (%)
Tertinggi :42.0% 38.00%
Sumber: Hasil olah data 2019
4.1.1.2. Deskripsi non finansial Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Deskripsi kondisi non finansial bank yang sudah go public se ASEAN
menunjukan adanya perbedaan yang cukup signifikan misalnya dari jumlah
cabang atau jumlah pegawai. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari laporan
tahunan Bank (2008 s.d 2017) beberapa Bank tercatat mengurangi ekspansi dan
hanya memiliki jumlah pegawai 208 pegawai sementara bank lainnya memiliki
lebih dari 100.000 pegawai. Gambaran lengkap hasil penelitian tentang aspek
nonfinansial adalah sebagai berikut:
187
Tabel 4. 4 Deskripsi Kondisi Non finansial Bank yang sudah Go Public se
ASEAN
Indikator Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Jumlah Cabang 1 10661. 697 1485.0
Jumlah
Pegawai
56. 130209. 14137. 14100.
Human capital 1.130 8081.950 1173.06 1611.36
Deskripsi tentang aspek non finansial menunjukan bahwa ditinjau dari
jumlah cabang, ekspansi, jumlah pegawai cukup beragam, berdasarkan data yang
dikumpulkan dari Laporan Tahunan Bank (2008-2017) bank yang beroperasi di
Indonesia seperti BRI memiliki jumlah cabang dengan jumlah pegawai yang
cukup besar. Berdasarkan laporan tahunan Bank (2008-20017) Bank yang
beroperasi di Singapura dan Malaysia lebih memilih untuk mengoptimalkan
jaringan berbasis digital untuk menjangkau pelanggannya. Jumlah cabang
tertinggi adalah 10.661 terendah 1.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa bagi beberapa Bank yang
berupaya mengoptimalkan pasar retail, upaya untuk mendekati konsumen
dilakukan dengan cara expansi cabang. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
karakteristik pelanggan serta dukungan infrastruktur teknologi yang belum
optimal terutama di daerah terpencil. Jumlah pegawai terbesar adalah 130.209 dan
terendah 58 pegawai.
Nilai SDM tertinggi berdasarkan pasar adalah $8,081 triliun dan terendah
$1, 130 milyar. Perbedaan valuasi SDM berdasarkan nilai pasar cukup tinggi
diantara bank-bank di ASEAN tersebut. Jumlah SDM dalam sistem layanan jasa
perbankan sangat signifikan menentukan bagaimana sistem layanan tersebut
188
beroperasi. Beberapa Bank memilih untuk mengalihkan layanannya dengan
bantuan teknologi. Pilihan-pilihan tersebut berdasarkan pertimbangan strategis
bagaimana interaksi bank dengan nasabahnya. Di era masyarakat modern
teknologi menjadi pilihan. Keragaman karakteristik masyarakat serta kesiapannya
menerima teknologi turut menentukan pilihan-pilihan interaksi Bank dengan
nasabahnya.
Optimalisasi ketersediaan SDM terintegrasi kegiatan-kegiatan yang
dikoordinasikan melalui struktur kebijakan strategis perusahaan. Pengelolaan
SDM tidak hanya sebagai pendukung kegiatan operasional. Kegiatan pengelolaan
SDM ditempatkan sebagai mitra strategis Bank. Artinya bahwa keberhasilan
merencanakan ketersediaan SDM yang memiliki cognitivists dan connectivists
seperti dikemukakan Shih et al (2010). Agarwal et al (2018) menegaskan
bagaimana hubungan inovasi dan manusia. Aktivitas bisnis memerlukan
kemampuan inovatif untuk menalarkan superioritas nilai pada nasabah.
Manusia ditetapkan sebagai modal artinya menjadi struktur yang
menopang keberhasilan bisnis layanan Bank. Modal manusia mengacu pada
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kemampuan individu (Schultz,
1961). Becker (1975) menegaskan kunci teoritis fondasi dalam akuisisi bakat dan
penyusutan modal manusia. Pemahaman tersebut mengarahkan bagaimana
aktivitas sistem tata kelola SDM yang lebih diarahkan tidak hanya menjadi
pendukung kegiatan strategis. Pengelolaan SDM adalah mitra strategis
perusahaan.
189
Konsep SDM sebagai modal manusia adalah inovasi, investasi pengetahuan
dan keterampilan yang difungsikan untuk menghasilkan kreativitas sebagai
strategi kompetitif abad dua puluh satu (Garder,2002). Salah satu keunggulan di
era kompetetif yang sulit dititu adalah pengetahuan termasuk pengetahun implisit.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kondisi nonfinansial Bank
yang sudah go public se-ASEAN memiliki tingkat deviasi yang cukup tinggi
artinya kesenjangan diantara bank tersebut menjadikan tingkat kepercayaan
masyarakat maupun investor beragam. Kondisi ini menguntungkan pada saat
QAB diberlakukan. Bank yang memiliki kepercayaan kuat dari masyarakat atau
investor memiliki peluang untuk menguasai pasar. Inisiatif ASEAN untuk
menciptakan mekanisme integrasi dan mempercepat integrasi perbankan melalui
pemberian akses pasar (market access) dan keleluasaan beroperasi (operational
flexibility) memerlukan dukungan berupa struktur perekonomian makro negara-
negara ASEAN yang memadai. Struktur perekonomian terkait dengan penetapan
tingkat suku bunga perbankan yang sangat kompetetif atau didukung oleh otoritas
home country untuk menjadi QAB melalui kebijakan ekonomi makro.
Dibandingkan dengan Bank terbesar di dunia, kondisi non finansial ASEAN
lebih rendah baik jumlah maupun nilai pasar dari SDM. 10 Bank terbesar didunia
memiliki kantor cabang yang jauh lebih tinggi di bandingkan dengan Bank di
ASEAN. Jumlah kantor cabang tertinggi 14.920 yang tersebar di beberapa negara.
sedangkan jumlah kantor cabang tertinggi adalah 10.661 terendah. Jumlah
terendah kantor cabang untuk 10 Bank terbesar di dunia adalah 3.270. Jumlah
kantor cabang tertinggi sebesar 23.674 kantor cabang yang tersebar di seluruh
190
dunia. Jumlah kantor cabang yang lebih banyak memungkinkan pihak Bank untuk
mendekati konsumennya dan melayani segmen kelompok pasar yang semakin
terdiversifikasi.
Jumlah pegawai bank di ASEAN tertinggi adalah 130.209 sedangkan
jumlah tenaga kerja 10 bank terbesat didunia adalah 487.307. Nilai human capital
yang diukur berdasarkan nilai pasar untuk bank terbesar didunia adalah $ 453,04
T sedangkan Nilai SDM tertinggi berdasarkan pasar adalah $52.344 triliun. Hal
ini menunjukan bahwa SDM sebagai salah satu sumber daya yang menjadi
keunggulan bersaing bank terbesar di dunia sangat memadai.
Tabel 4. 5 Profil Nonfinansial tertinggi Bank yang sudah Go Public tertinggi
di ASEAN dibandingkan dengan 10 Bank Terbesar di Dunia
Non finansial Bank yang sudah go
public se ASEAN
10 Bank terbesar di
Dunia
Jumlah Cabang 10.661. 23.674
Jumlah
Pegawai
130.209. 487.307
Human capital
($)
8.081.950.000 52.344.999.000
Meningkatnya kebutuhan terhadap ketersediaan SDM memadai
mendorong pihak Bank untuk mengoptimalkan fungsi SDM secara berkelanjutan.
4.1.1.3. Deskripsi Good Corporate Governance Bank yang sudah Go Public
se ASEAN
Deskripsi tentang tata kelola bank yang diindikasikan dengan skor GCG
mengambarkan bagaimana perangkat pengaturan sampai evaluasi sistem
manajemen Bank secara keseluruhan, budaya organisasi dan termasuk bagaimana
191
risiko dan imbal hasil saham dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut.
Tabel 4. 6 Deskripsi kondisi GCG Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Indikator Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
GCG komposisi
komisaris independen
(%)
20. 60. 37. 10.
Score GCG 3. 2 2.56 .5
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa rata-rata skor GCG adalah 2.56,
artinya nilai GCG adalah baik. Hal ini dapat dikategorikan bahwa bank-bank yang
sudah go public di ASEAN sudah memiliki tingkat good corporate governance
yang baik, hal ini sebagai tuntutan dari perusahaan yang sudah dijual di pasar
sekunder harus memiliki tingkat skor GCG yang baik. Indikator lainnya dalam
penelitian ini adalah komposisi komisaris independen dengan hasil sebesar 35%
artinya cukup baik sesuai dengan pedoman GCG (2006) menyebutkan bahwa
dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi yang dikenal sebagai komisaris independen dengan komposisi
sekurang-kurangnya 30% dari jajaran anggota dewan komisaris.
Komposisi komisaris independen dan skor GCG bank menunjukan
kecukupan tata kelola dan konsep fungsi GCG sebagai tools untuk memberikan
keyakinan kepada investor bahwa pengelolaan dana yang diinvestasikan
dilakukan dengan baik sehingga perusahaan menghasilkan return yang sesuai
bagi para stakeholder. Tugas dan tanggung jawab dewan direksi atas kinerja
perusahaan secara keseluruhan bisa optimal dengan dukungan komposisi yang
192
tepat. GCG dan proporsi komisaris independen dalam struktur tata kelola Bank
merupakan konsep yang dijadikan sebagai kerangka kerja strategis dan fungsional
untuk mewujudkan tingkat kesehatan Bank.
Sejalan dengan Krayenbuel (1993) tentang GCG sebagai “tata kelola
korporasi” serta bagaimana ungsi GCG sebagai alat untuk menghasilkan return
seperti dikemukakan Shleifer dan Vishny (1997). Tata kelola GCG sebagai
strategi dapat merubah sistem dana arah aktivitas bisnis menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan nilai GCG bank-bank yang sudah go public di ASEAN
tersebut adalah tertinggi 2 dan terendah 3. Hal ini didorong oleh tuntutan dan
harapan bank yang sudah go public diawasi oleh masyarakat luas dan akan
memberikan pengaruh kepada tingkat kepercayaan masyarakat dalam melakukan
transaksi di Bank tersebut. .
Nilai-nilai yang melekat pada organisasi diformalkan dalam bentuk struktur
organsiasi dengan komposisi jajaran komisaris yang proporsional. Aktivitas
fungsi-fungsi organisasi dileneggarakan berdasarkan prinsip Accountability,
Transparency, Predictability dan Participation seperti dikemukakan dalam Asian
Development Bank (ADB, 2005). Penerapan GCG dalam sistem tata kelola bank
sebagai persyaratan Qualified ASEAN Banks (QAB) dengan nilai baik.
.Keberhasilan bank-bank di ASEAN mewujudkan GCG mengambarkan
keberhasilan bank-bank mengelola strukturnya termasuk bagaimana interaksi
Bank dengan pihak eksternal untuk menempatkan jajaran komisaris independen
sebagai representasi dari independensi dan profesionalitas untuk mengarahkan
Bank sesuai dengan tujuan untuk memperoleh peningkatan kinerja. Fungsi
193
komisaris secara umum bertugas melakukan pengawasan secara umum atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.
Sesuai dengan hasil FGD dan wawancara dengan pimpinan Bank yang sudah go
public, tidak ada kekhawatiran untuk Bank go public untuk mencapai nilai Baik
untuk memenuhi persyaratan Bank QAB. Krayenbuel (1993) mengemukakan
pentingnya GCG sebagai bagian dari struktur organisasi artinya kedudukan GCG
menentukan bagaimana aktivitas bisnis baik strategis, bisnis maupun fungsi dalam
organisasi tersebut dioperasikan. Sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh
Lopez et al (2017) tentang nilai, pengambilan keputusan dan mekanisme 193
kontrol sebagai dasar dikembangkan nya konsep GCG dalam sistem tata kelola
organsiasi.
Ditegaskan dalam GCG di Bank yang terpenting adalah pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Direksi serta pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tata
kelola Dewan Komisaris serta komite-komite nya yang menerapkan prinsip-
prinsip GCG. Salah satu penilaian adalah komposisi Dewan Komisaris
Independen harus menetapkan struktur dan praktik governance yang tepat dalam
melaksanakan tugas nya dan secara periodik melakukan telaah atas efektivitasnya.
GCG menjamin sistem tata kelola sesuai dengan nilai-nilai yang mendasari
praktek GCG. Selain itu fungsi monitoring dari pelaksanaan implementasi GCG
dilakukan oleh beberapa organ perseroan sejalan dengan Suhadak et al (2018)
bahwa GCG menjelaskan bagaimana pengendalian untuk keuntungan, sistem
pengawasan dan bimbingan dalam berinvestasi dan mengelola sumber daya
perusahaan. Mengacu pada Soewarno (2018) GCG adalah etika bisnis.
194
Berdasarkan konsep yang dikemukakan tentang GCG disimpulkan bahwa
GCG tidak hanya sebagai berfungsi untuk pengawasan dan bimbingan
beroperasinya sistem dan perilaku individu, GCG diterapkan berkaitan dengan
etika bisnis. Keberhasilan penyelenggaraan nilai-nilai GCG dalam sistem tata
kelola organsiasi didasarkan pada pelemahan tentang fungsi GCG sebagai
representasi kepemilikan dan orientasi serta etika bisnis seperti Soewarno (2018)
GCG. Seharusnya etika dijadikan sebagai acuan filosofis adanya GCG dalam
sistem tata kelola organisasi untuk menumbuhkan kepercayaaan para stakeholder
perusahaan.
Hal ini menunjukan bahwa GCG tidak hanya sebagai praktik menuju
perusahaan yang layak dipercaya baik oleh publik maupun investor. GCG
merupakan wujud dari kesadaran tentang etika bisnis artinya bahwa praktik-
praktik GCG tidak hanya didasarkan pada kemanfaatan semata. Etika bisnis
kontemporer menuntut pemikiran kritis, radikal dan sistematis tentang ujaran
moralitas dalam pengeloaan perusahaan termasuk bagaimana isu-isu etika dalam
memperluas pangsa pasar dan menciptakan produk superior, mengoptimalkan
layanan, dan operasi di seluruh dunia. Dibandingkan dengan GCG bank terbesar
di dunia, GCG bank di ASEAN masih beragam berbeda dengan bank terbesar di
dunia yang homogen dengan kategori baik.
Tabel 4. 7 Profil GCG tertinggi Bank Go Public se ASEAN dibandingkan
dengan 10 Bank terbesar di Dunia
Indikator Bank yang sudah go
public se ASEAN
10 Bank terbesar
di Dunia
GCG komposisi
komisaris independent
60 %. 37%.
Score GCG 2. 1
195
4.1.1.4. Deskripsi ekonomi makro Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Kondisi ekonomi makro menentukan bagaimana aktivitas para pelaku
ekonomi termasuk Bank dalam mengoptimalkan pencapaiannya. Kondisi ekonomi
menentukan bagaimana siklus hidup perusahaan. Pemberian akses pasar (market
access) dan keleluasaan beroperasi (operational flexibility) di negara anggota
ASEAN sulit dioptimalkan tanpa adanya kondisi ekonomi makro yang stabil dan
lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Beberapa negara ASEAN
tercatat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Vietnam dan
Filipina bahkan mencapai pertumbuhan ekonomi mengalahkan Tiongkok yang
melemah ke level 6,8% sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia justru
tumbuh stagnan. Deskripsi ekonomi makro adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 8 Deskripsi Kondisi ekonomi makro Bank yang sudah Go Public se-
ASEAN
Indikator Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Nilai tukar -0.154 0.263 0.0289 0.082976
Inflasi -0.009 0.199 0.0449 0.033487
Sk.Bunga 0.000 0.093 0.0593 0.025140
Secara umum deskripsi ekonomi makro di wilayah ASEAN cukup stabil.
Nilai tukar minimum yaitu -0.154 dan maksimum 26%. Inflasi terendah adalah
0.01. Tingkat suku bunga tertinggi adalah 19.9 dan terendah -0.09%. Keragaman
kondisi ekonomi makro akan menentukan bagaimana kinerja Bank. Akses pasar
(market access) dan keleluasaan beroperasi (operational flexibility) memerlukan
dukungan nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi yang terkendali. Perbedaan
196
kondisi ekonomi makro mempengaruhi kebijakan pemerintah di masing-masing
negara termasuk bidang perbankan.
Nilai tukar di ASEAN cenderung stabil pasca krisis yang melanda tahun
2008 namun beberapa bulan terakhir terdepresiasi secara tajam. Hal ini dibuktikan
dengan pergerakan nilai tukar bahkan beberapa mata uang melemah atas dolar.
Negara-negara di ASEAN yang dikenal dengan negara emerging seperti Filipina,
Indonesia menempuh pengetatan kebijakan moneter dan intervensi nilai tukar
untuk mengatasi capital outflow. Indonesia yang meningkatkan suku bunga saat
terjadi fluktuasi nilai tukar beberapa bulan sebelumnya.
Inflasi menurunkan daya beli masyarakat dan meningkatkan tekanan pada
perekonomian di beberapa negara ASEAN. Salah satu pemicu kenaikan inflasi
antara lain kenaikan harga minyak dan makanan serta perbaikan tingkat konsumsi
di ASEAN. Dampak krisis finansial global yang masih membayangi, menjadi
ancaman terhadap inflasi. Indonesia di kenal dengan tingkat inflasi tertinggi di
ASEAN. Kondisi tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi termasuk
industri perbankan. Sesuai dengan Bodie dan Marcus (2001) Qin dan He (2013),
menjelaskan adanya penurunan daya beli masyarakat akibat inflasi. Kondisi
tersebut akan berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat termasuk multyflyer
effect akibat menurunnya investasi. Naiknya harga-harga barang secara umum,
yang berarti terjadinya penurunan nilai uang dan pada akhirnya meningkatkan
suku bunga yang berarti lebih sedikit nasabah. Inflasi adalah kondisi yang
mempengaruhi perubahan titik keseimbangan baru antara permintaan dan
penawaran jasa perbankan.
197
Ekspansi perekonomian global seperti yang ditunjukan oleh negara China
beberapa tahun terakhir telah menunjukan momentum untuk mengoptimalkan dan
memperbaiki sistem perekonomian agar pemberian akses pasar (market access)
dan keleluasaan beroperasi (operational flexibility) di negara anggota ASEAN
memberikan dampak positif bagi bank-bank di ASEAN. Di sisi lain ada ancaman
ketidakseimbangan global yang dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan
ekonomi di ASEAN.
Suku bunga menjadi aspek penting yang mendukung sistem perekonomian
negara-negara ASEAN. Rezim suku bunga tinggi di industri perbankan tidak
relevan dengan momentum ekspansi perekonomian global yang melanda ASEAN.
Untuk menjaga momentum tersebut, negara-negara di ASEAN dituntut
mengurangi risiko finansial dan fiskal dengan memperkuat ketahanan sektor
finansial dan membangun kembali ruang kebijakan tingkat suku bunga yang
kompetetif. Terlebih diera saat ini ada kecenderungan perekonomian global
sedang berada di bawah tekanan dari terkikisnya secara perlahan atau
melemahnya kepercayaan. Sistem ekonomi yang ada saat ini tidak mampu
memecahkan masalah-masalah ekonomi dalam perspektif yang lebih mendalam
terutama terkait keadilan dan kesetaraan. Ketidakseimbangan rentan mendorong
pembalikan arus modal secara tiba-tiba dan berisiko memicu proteksionisme,
dengan efek merugikan terhadap perdagangan dan pertumbuhan. Pemerintah
umumnya menggunakan instrument suku bunga sebagai upaya perlindungan
investasi termasuk untuk menghambat nilai tukar. Tingkat suku bunga sebagai
mekanisme kontrol perekonomian menjadi salah satu faktor yang menentukan
198
perikehidupan bank sebagai “bisnis kepercayaan”. Faktanya meskipun bunga
tinggi telah ditetapkan oleh negara-negara emerging market namun kebijakan
tersebut belum mampu mencegah terjadinya keluarnya arus modal asing yang
artinya ada tingkat kepercayaan yang menurun secara global.
Adanya sentimen seperti penguatan nilai USD akibat pertumbuhan
ekonomi AS yang sangat tinggi memicu pergeseran arus investasi finansial
(rebalancing) menuju aset USD, terutama dari emerging market seperti beberapa
negara di ASEAN menurunkan daya saing dalam bisnis layanan Bank. Respons
Bank sentral dengan pengetatan moneter termasuk meningkatkan tingkat suku
bunga menimbulkan kondisi yang kurang kondusif bagi tingkat konsumsi kredit.
Bahkan di Indonesia yang memasuki tahun politik, para pelaku usaha cenderung
menahan aktivitas produksi hingga situasi politik dianggap normal dan kondusif.
Aktivitas ekonomi di ASEAN mengalami perlambatan.
Kondisi ekonomi makro untuk bank-bank terbesar didunia relatif stabil
dengan tingkat inflasi yang rendah. sebagai contoh sebaran 10 bank terbesar di
dunia berada di negara-negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi stabil dan
tinggi seperti China, Amerika. Bank terbesar di dunia berada di negara-negara
maju seperti Inggris, Australia. Secara umum deskripsi ekonomi makro di
wilayah ASEAN cukup stabil . Nilai tukar minimum yaitu -0.154 dan maksimum
26%. Inflasi terendah adalah 0.01. Tingkat suku bunga tertinggi adalah 19.9 %
dan terendah -0.09%.Pada umumnya bank-bank terbesar di dunia beroperasi di
negara-negara yang memiliki tingkat inflasi rendah dan suku bunga yang
kompetitif dengan tingkat jaminan keamanan investasi memadai.
199
Tabel 4. 9 Deskripsi kondisi ekonomi makro tertinggi di negara bank Go
Public se ASEAN dibandingkan dengan 10 Bank terbesar di Dunia
Indikator Bank yang sudah
go public se
ASEAN
10 Bank terbesar di
Dunia
Nilai tukar 26%
Inflasi 20% 3%
Sk.Bunga 9.3% 3%
4.1.1.5. Deskripsi kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Meskipun bank-bank di ASEAN menghadapi ancaman perlambatan
ekonomi (tahun 2008-2017) namun secara umum kinerja bank-bank di ASEAN
mencatat pertumbuhan. Di tengah ancaman perlambatan ekonomi, para Bankir
telah mencanangkan berbagai strategi untuk mendorong bisnis bank yang
dikelolanya. Ritel dan konsumsi rumah tangga sebagai fokus utama kegiatan
Bank. Upaya untuk restrukturisasi dan risiko kredit yang dilakukan oleh
perbankan masih cukup tinggi dan dapat menimbulkan kredit bermasalah yang
menghambat kinerja. Bank dituntut memilih sektor dan segmen dalam penyaluran
kreditnya. Kinerja dicapai oleh perbankan sebagai output dari interaksi fungsi-
fungsi dalam sistem organsiasinya termasuk interaksi dengan lingkungan luarnya
seperti ekonomi secara umum deskripsi perbankan adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 10 Deskripsi Kinerja Bank yang sudah Go Public se-ASEAN
Indikator Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
ROA -11% 4% 1% 1%
ROE -133% 36% 12% 11%
200
Berdasarkan data Laporan Keuangan Tahunan ( 2008-2917) dan data
Bloomberg (2008- 2017) kinerja perbankan lebih banyak ditampilkan secara
mengesankan oleh perusahaan-perusahaan besar. Deskripsi luas dan kompleks
tentang kinerja perbankan memberikan gambaran bagaimana kompetisi di industri
perbankan. Dalam struktur persaingan pasar yang semakin ketat beragam sudut
pandang dikemukakan baik berkaitan dengan ukuran finansial.
Nilai tertinggi ROE yang dapat dicapai adalah 36% dari modal sedangkan
terendah adalah -113%. Perbandingan antara laba sesudah pajak dengan total aset
yang dimiliki antara perusahaan dengan total aset 5 triliun dengan bank asal
Singapura (data Bloomberg 2008- 2017) dengan aset yang mencapai ribuan triliun
cukup signifikan. Keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran deviden.
Semakin besar ratio ini maka makin besar kenaikan laba bersih bank yang
bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar
pula dividen yang diterima Investor. Sedangkan untuk ROA, nilai ROA tertinggi
adalah 4% dan terendah -11% dengan standar deviasi 1%. Rata-rata bank yang
memperoleh nilai ROA tinggi adalah bank yang memiliki aset dibawah $500 juta.
Semakin besar nilai ROA, maka semakin kecil aset yang dimiliki, return yang
didapatkan perusahaan yang memiliki aset besar lebih tinggi nilai nominalnya
dibandingkan dengan bank kecil namun perbankan beraset besar menghadapi
kecenderungan pertambahan nilai yang semakin berkurang. Aset terlalu besar dan
menjadi tidak produktif akibat pangsa pasar yang tidak berkembang.
Gambaran kinerja Bank menunjukan variasi kemampuan strategis. Grady
(1991) bahwa alat atau metode yang mengartikulasikan sebuah strategi bisnis
201
serta memonitor dampak dari strategi. Tingginya variasi finansial diantara Bank
yang sudah Go Public se-ASEAN menunjukan keragaman alat yang artinya
dampak yang ditimbulkannya akan beragam. Berbeda dengan konsep yang
dikemukakan tentang kinerja, Wheelen & Hunger (2012) bahwa kinerja adalah
hasil akhir dari aktivitas. Pada dasarnya kinerja adalah fungsi dari sebuah proses
yang menunjukan kemampuannya bersaing dalam situasi yang kompleks dan
ketat. Kinerja yang digambarkan secara finansial tidak cukup memberikan
jaminan bahwa bank akan mampu bertahan bahkan menjadi pemimpin pasar.
David (2013) mengemukakan kinerja tidak dapat dilepaskan dari dimensi ruang
dan waktu, pengaruh struktur dan kondisi dinamik rata-rata industri.
Keragaman kinerja menggambarkan ada keragaman fungsi pada sistem
internal dan kondisi dinamik eksternal. Hal ini sejalan dengan Best (2009),
Boonpattarakan (2012) yang lebih luas memaknai kinerja dalam perspektif jangka
panjang. Artinya perubahan-perubahan pada kinerja memerlukan waktu yang
relatif panjang. Optimalisasi fungsi-fungsi bisnis dan kemampuan merespon,
bersikap proaktif dan mampu mendekontruksi pasar sebagai aspek penting dalam
kinerja.
Sejalan dengan Momparler et al (2012), Berger Bouwman (2013) kinerja
finansial sebagai indikator yang dapat menjelaskan bagaimana pencapaian kinerja
perusahaan. Namun perlu duiingat bahwa ukuran-ukuran keuangan belum tentu
mencerminkan kondisi dinamis sebenarnya. Seperti dikemukakan Kaplan &
Norton, (1992) bahwa kekurangan dari semua pengukuran berbasis data akuntansi
adalah fokusnya pada kinerja yang sudah lalu. berbeda dengan Gul, et al (2011),
202
Momparler et al (2012), Sahile et al (2013), Doyran (2013), Dawar (2014), yang
menegaskan bahwa ROA dan ROE sebagai indikator kinerja yang
menggambarkan kemampuan manajemen Bank dalam mengelola aktiva yang
dikuasainya.
Variabel kinerja dari sudut pandang finansial dipandang lebih jelas dan
mudah menggambarkan output serta kesesuaiannya dengan target ditengah
kompetisi yang semakin ketat fokus pada pengukuran keungan menjadikan Bank
lebih fokus dan lebih cepat memberikan feedback, meskipun secara fungsional
pengukuran kinerja finansial belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan Bank
itu sendiri.
Dibandingkan dengan kinerja Bank terbesar di dunia, ROA asean lebih
tinggi. Nilai ROA tertinggi dari 10 Bank terbesar adalah 1.13 % sedangkan nilai
ROE sebesar 14.35%. Sedangkan untuk ROA untuk Bank di ASEAN tertinggi
4% dan terendah -11%. Nilai tertinggi ROE untuk bank di ASEAN adalah 36%
dari modal sedangkan terendah adalah -113%. Kinerja bank-bank di ASEAN
lebih tinggi jika diukur dengan ROA & ROE. Dinilai dari sisi jumlah nilai uang
yang diperoleh , kinerja 10 Bank terbesar di dunia jauh lebih besar.
Tabel 4.11 Profil kinerja tertinggi bank Go Public se ASEAN dibandingkan
dengan 10 Bank terbesar di Dunia
Indikator Bank yang sudah
go public se
ASEAN
10 Bank terbesar di
Dunia
ROA 4% 1.13%
ROE 36% 14.18%
203
4.2. Pengaruh Finansial, non finansial, GCG dan Ekonomi makro terhadap
kinerja
Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling
(SEM). Structural Equation Modeling memiliki dua jenis model, yaitu model
pengukuran dan model struktural. Model pengukuran menjelaskan proporsi
varians masing-masing variabel manifest atau dimensi yang dapat dijelaskan di
dalam variabel laten. Melalui label pengukuran akan diketahui indikator mana
yang lebih dominan dalam variabel laten. Setelah model pengukuran masing-
masing variabel laten diuraikan selanjutnya akan dijabarkan model struktural yang
akan mengkaji pengaruh masing-masing variabel laten independen (exogenous
latent variabel) terhadap variabel laten dependen (endogenous latent variabel).
Untuk pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 3 terlebih dahulu
dilakukan pengujian model. Goodness of fit model bertujuan untuk menguji
apakah model yang dihasilkan menggambarkan kondisi aktualnya. Pada bagian ini
akan dibahas hasil pengujian hipotesis menggunakan SEM, sebelum pembahasan
dilakukan maka hipotesis akan dianalisis untuk hasil uji kesesuaian model.
Berdasarkan hasil perhitungan uji model menggunakan program Amos SPSS 23
diperoleh hasil sebagai berikut.
204
Tabel 4. 12 Goodness of Fit Model Pengaruh Finansial GCG, Non finansial
dan ekonomi makro terhadap Kinerja Bank yang sudah Go Public se
ASEAN
Goodnwess Cut Of Value Hasil Pengujian Kesimpulan
Signifikansi
Probability
≥0.05 0.00 Disarankan
Untuk Melihat
Fit Indices Lain
RMSEA ≤0.08 0.158 poor
GFI ≥0.90 0.537 Marginal fit
AGFI ≥0.90 0.603 Marginal fit CMIN/DF ≤ 2 atau ≤ 3 10.061 Marginal fit TLI ≥ 0.95 0.673 Marginal fit CFI ≥0.95 0.721 Marginal fit
PNFI >0.6 0.6 MarginalFit
IFI >0.90 0.723 MarginalFit
Berdasarkan hasil pengujian, model dalam penelitian ini memenuhi kriteria
fit untuk cut of value RMSEA (indeks untuk mengkompensasikan Chi-Square
dalam sampel yang besar), CMIN/DF, PNFI, GFI, AGFI, TLI, CFI artinya model
dapat dapat diterima berdasarkan degree of freedom dengan perbaikan. Nilai cut
off value pada tingkat marginal fit artinya dapat diperbaiki untuk menghasilkan
model fit dengan resample atau merefisi model.
Dengan menggunakan metode estimasi Structural Equation Modeling diperoleh
seperti terlihat pada gambar 4.1
205
Gambar 4. 1 Hasil pengujian Pengaruh Finansial, Non finansial, GCG, dan
ekonomi makro terhadap Kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Langkah pertama adalah menganalisis variabel observed. Berdasarkan
hasil pengujian selanjutnya dapat dinilai validasi dari masing-masing indikator,
serta uji reliabilitas dari konstruk variabel yang diteliti. Dimensi yang memiliki
bobot faktor (loading factor) yang kurang dari 0,40 akan direduksi dari model,
sedangkan composite reliability yang dianggap memuaskan yaitu bila lebih besar
dari 0,70. Berikut disajikan model pengukuran dari masing-masing variabel yang
digunakan dalam penelitian ini. Untuk variabel laten, hasil pengujian sebagai
berikut:
206
Tabel 4. 13 Composite Reliability dan Average Variance Extracted Masing-
Masing Dimensi Variabel finansial, non finansial, GCG, ekonomi makro dan
kinerja
Variabel
Manifes
Bobot Faktor
(λ) λ 2 Ε Simpulan
X11 1 1 0.999 digunakan
X12 0.03 0.00 -0.029 dikeluarkan dari
model
X13 0.98 0.97 0.985 digunakan
X14 -0.19 0.04 -0.189 dikeluarkan dari
model
X15 -0.15 0.02 -0.153 dikeluarkan dari
model
X16 -0.12 0.02 -0.123 dikeluarkan dari
model
X17 0.1 0.1 0.100 dikeluarkan dari
model
X18 0.33 0.11 0-.328 dikeluarkan
X19 0.3 0.09 -0.300 dikeluarkan dari
model
X110 0.94 0.88 0.938 digunakan
X111 0.54 0.29 0.537 digunakan
X21 0.34 0.11 0.336 dikeluarkan
X22 0.64 0.41 0.638 digunakan
X23 0.99 0.99 0.993 digunakan
X31 -0.26 0.07 -0.255 dikeluarkan
X32 0.96 0.93 0.963 digunakan
X41 0.60 0.24 0.516 digunakan
X42 0.52 0.27 0.516 digunakan
X43 1.00 0.99 0.996 digunakan
Y1 1.02 0.82 1.023 digunakan
Y2 0.90 1.05 0.903 digunakan
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa variabel observed yang
dikeluarkan dari model. Variabel observed tidak dapat menjelaskan gambaran
variabel laten disebabkan beberapa hal antara lain dari sangat rendahnya standar
deviasi dari variabel tersebut. CAR, NPL sudah merupakan kondisi yang melekat
207
pada struktur tata kelola Bank. Penetapan CAR dan NPL sebagai kebijakan yang
harus dipenuhi oleh bank agar bisa beroperasi sebagai bank yang sehat.
Pertumbuhan dana pihak ketiga dan pertumbuhan kredit mengandung risiko tinggi
bagi bank di tengah rezim suku bunga tinggi seperti di Indonesia. Untuk efisiensi,
pengukuran NIM adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Bank. Variasi tingkat
NIM sangat rendah. NIM tidak dapat menjelaskan variabel kondisi finansial bank.
Jumlah fee-based income dan presentase fee-based income terhadap pendapat
sebagai indikator variabel finansial.
Hal ini menunjukan bahwa di tengah kondisi persaingan yang semakin
ketat terdapat beragam peluang yang dapat dioptimalkan oleh Bank tersebut.
Sebagai bank sistemik, bank-bank tersebut dapat melakukan seluruh kegiatan
usaha seperti kegiatan penyertaan modal, valas, kegiatan penghimpunan dana
yang merupakan produk atau aktivitas dana, kegiatan penyaluran dana,
pembiayaan perdagangan (trade finance), keagenan dan kerjasama, sistem
pembayaran dan electronic banking dengan cakupan luas, penyertaan modal
dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga
finansial di Indonesia atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional ASEAN.
Bank dapat melakukan kegiatan usaha baik dalam rupiah maupun dalam valuta
asing.
Hasil penelitian menunjukan reliabilitas untuk variabel finansial adalah
0.68. Variabel yang memiliki variabel observed tertinggi adalah 0.95 yaitu kinerja
dan terendah adalah -0.19. Hasil pengujian menunjukan nilai bobot faktor untuk
masing-masing variabel manifest yang lebih besar dari 0,40. Artinya indikator
208
yang tidak dapat menggambarkan variabel laten dikeluarkan dari model. Dimensi
finansial yang tidak dikeluarkan dari model adalah X1.1 (Modal inti/ 1 ), X1.3
(Jumlah asset/0.98) dan X1.10 (Jumlah fee-based income/0.94). Porsentase
Jumlah feebase (X11/0.54).
Pada variabel non finansial, variabel observed yang dikeluarkan dari model
adalah X21 (kantor cabang), dengan nilai 0.34. Indikator X23 yaitu Jumlah
pegawai dengan nilai bobot faktor 0.64 dan X23 yaitu human capital dengan
bobot factor 0.99 digunakan sebagai model yang dapat menjelaskan variabel non
finansial.
Kantor cabang adalah salah satu upaya strategis untuk memperluas pasar dan
menjangkau daerah-daerah yang tidak bisa diakses oleh layanan jasa perbankan.
keberadaan teknologi serta diversifikasi produk, menjadikan bank-bank besar
memperluas jartingan dengan mengoptimalkan teknologi dan beralih dari kantor
cabang. Bagi bank yang beroperasi di beberapa negara ASEAN pembukaan kantor
cabang memiliki hambatan tersendiri baik tingkat kejenuhan pasar maupun
terbatasnya pasar sasaran.
Untuk variabel GCG, kedua indikator tetap digunakan sesuai dengan
ketentuan dalam sistem tata kelola perbankan. Untuk variabel ekonomi makro 3
indikator digunakan. Nilai bobot faktor yang digunakan yaitu nilai tukar adalah
0.6, inflasi adalah 0,52 dan suku bunga 1. ketiga indikator faktor ekonomi
menentukan bagaimana kebijakan dan perkembangan layanan jasa perbankan.
Indikator yang dapat menjelaskan kinerja ROA dan ROE. Nilai bobot faktor
yaitu 1 untuk ROA dan 0.90 .untuk ROE. ROA dan ROE digunakan untuk
209
menjelaskan variabel kinerja. Nilai Average Variance Extracted adalah 0.68,
artinya secara rata-rata 68% informasi yang terdapat pada masing-masing
indikator bisa mencerminkan variabel laten. Nilai composite reliability sebesar
0.96 lebih besar dari yang direkomendasikan yaitu 0.70 menunjukan bahwa
indikator memiliki konsistensi untuk mengukur variabel laten. Temuan penelitian
adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 2 Temuan penelitian
Hasil pengujian menunjukan bahwa kriteria fit model belum dapat
diterima. Masih terdapat beberapa persyaratan uji model yang di bawah standar.
Oleh karena itu dilakukan modifikasi model supaya model ini dapat diterima
210
dengan baik. Secara keseluruhan model hubungan faktor finansial, non finansial,
dan kondisi eksternal dengan kinerja finansial dapat diterima. Berdasarkan hasil
pengujian maka hipotesis yang menyatakan tidak ada pengaruh ditolak, artinya
bahwa faktor ekonomi makro memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja.
Fungsi dari kinerja adalah = λ3x3+ 3.
Sesuai dengan hasil pengujian Telah dilaksanakan Focus Discussion
Group melalui fasilitas yang diberikan pada saat ASEAN Banking Council
Meeting di Brunei Darussalam, dengan hasil sebagai berikut :
a. Dalam Diskusi tersebut penulis mendapat kesimpulan dari panelis
yang berasal dari akademisi dan praktisi perbankan dengan hasil antara
lain :
a. Terdapat hubungan finansial dengan kinerja Bank
b. Terdapat hubungan Non-Finansial dengan kinerja Bank
c. Terdapat hubungan Good Corporate Governance dengan kinerja
Bank
d. Terdapat hubungan ekonomi makro dengan kinerja Bank
Hasil ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Halling & hayden
(2006) yang mengungkapkan tentang pengaruh likuiditas terhadap performance.
Likuiditas adalah dimensi finansial suatu bank. Sangat penting bagi manajemen
Bank untuk mengetahui posisi likuiditasnya. Kondisi yang berbeda. Ini akan
membantu mereka dalam meningkatkan portofolio investasi mereka dan
memberikan keunggulan kompetitif di pasar. Ini adalah prioritas utama bank
211
manajemen untuk memperhatikan masalah likuiditas. Masalah-masalah ini harus
segera ditangani, dan tindakan perbaikan segera harus diambil.
Sejalan dengan Nigmonov (2010) sebelumnya mengatakan bahwa
perkembangan sistem finansial di Uzbekistan menempatkan banyak hal, tugas-
tugas yang menantang bagi para manajer lembaga finansial dan regulasi ini.
Perkembangan sistem finansial di Uzbekistan selama dekade terakhir
menempatkan banyak hal tugas-tugas yang menantang bagi para manajer lembaga
finansial dan regulasi ini. Faktor finansial menjadi prediktor bagi kinerja. Hal ini
menunjukan bahwa finansial bagi industri layanan jasa finansial merupakan
keharusan (tingkat variasinya rendah). Berdasarkan rumusan penelitian diatas,
maka terungkap Novelty dalam penelitian berdasarkan temuan penelitian baik
terkait dengan indikator variabel laten maupun hubungan variabel. Berdasarkan
hasil pengujian model dengan mengeluarkan indikator yang memiliki bobot faktor
kurang dari 5 adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 14 Hasil revisi model sebagai kebaruan
Estimate
performance <--- finansial -0.479
performance <--- NonFIna 0.531
Perfortmance GCG -0.493
performance <--- Makro 0.153
Diketahui berdasarkan hasil revisi model diketahui bahwa ketika finansial
naik dengan 1 standar deviasi, kinerja turun sebesar 0.479 standar deviasi.
Kemampuan finansial yang maksimal tidak serta merta dapat mengoptimalkan
kinerja finansial bank, terlebih dalam perkembangan pasar yang stagnan. Saat ini
Bank yang memiliki pendapatan tinggi adalah bank yang fokus pada retail, di sisi
212
lain retail terbatas hasil penelitian menunjukan faktor finansial memiliki pengaruh
negatif jika diukur pendapat perusahaan dari ROA/ROE. Artinya produktivitas
aset menurun artinya dalam jangka pendek muncul gejala “the law of diminishing
return”. Pertambahan nilai untuk kinerja semakin menurun berdasarkan
persentase nya dari modal sendiri maupun aset. Berlakunya LDR (The Law of
Diminishing Return), penambahan kinerja nilai akan tetap menambah total
pendapatan dan mencapai nilai maksimum. Gagasan QAB adalah salah satu bukti
dari berlakunya hukum tersebut. QAB diterapkan untuk memberikan keluasan
bagi bank-bank luar negeri beroeperasi di negara-negara lain dan
mengkapitalisasikan modalnya untuk memberikan layanan yang lebih luas
terlebih di Indonesia dengan jumlah penduduk dan usia produkif tinggi (bonus
demografi).
Diperlukan perluasan pasar untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja.
Perluasan pasar didasarkan pada pemahaman ROA/ROE akan cenderung
meningkat, yang mengarah ke peningkatan ketidaksamaan masing-masing bank di
ASEAN selama pasar masing-masing cukup terbuka dan tidak ada perubahan
kebijakan yang diterapkan yang dapat mengganggu akumulasi pendapatan bank di
masing-masing negara. Para pengambil kebijakan maupun bankir percaya pada
hukum pengembalian yang semakin menurun. Ketika modal menumpuk, maka
laba tambahan atas unit tambahan modal menurun. Diberlakukannya QAB tidak
hanya untuk meminimalisir risiko terganggunya arus pendapatan akibat kebijakan
di masing-masing negara. QAB diberlakukan untuk menghindari berlakunya LDR
(The Law of Diminishing Return). Hasil penelitian sejalan dengan Summer (2014)
213
tentang pertambahan nilai yang semakin berkurang. Gejala tersebut mendorong
diberlakukannya ABIF.
Untuk estimasi non finansial, diketahui bahwa ketika non finansial naik
dengan 1 standar deviasi, kinerja naik sebesar 0.531 standar deviasi. Untuk
estimasi GCG, diketahui bahwa ketika GCG naik dengan 1 standar deviasi,
kinerja turun sebesar -0.493. Standar deviasi ketika makro naik dengan 1 standar
deviasi, kinerja naik sebesar 0,153 standar deviasi. Hasil uji fit model setelah
perbaikan model adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 15 Goodness Of Fit Model Pengaruh Finansial, Non-finansial, GCG
dan ekonomi makro terhadap Kinerja Bank yang sudah Go Public se
ASEAN setelah perbaikan
Goodness Cut Of
Value
Hasil
Pengujian
sebelum
perbaikan
Setelah
perbaikan
Kesimpulan
Signifikansi
Probability
≥0.05 0.00 0.000 Disarankan Untuk
Melihat Fit Indices
Lain
RMSEA ≤0.08 0.158 0.167 Marginal fit
GFI ≥0.90 0.537 0.812 Lebih baik
Marginal fit
AGFI ≥0.90 0.603 0.690 Lebih baik
Marginal fit
CMIN/DF ≤ 2 atau ≤ 3 10.061 11.086 Marginal
TLI ≥ 0.95 0.673 0.830 Lebih baik
Marginal fit
CFI ≥0.95 0.721 0.880 Lebih baik
Marginal fit
PNFI >0.6 0.6 0.614 fit lebih baik
IFI >0.90 0.723 0.880 Lebih baik Marginal
fit
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbaikan nilai fit model
dibandingkan dengan sebelum perbaikan. Hal ini menunjukan bahwa variabel
214
observed dapat menjelaskan variabel laten. Nilai dianggap memadai dengan nilai.
Masing-masing indikator adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 16 Variabel observed penelitian
No Variabel unobserved Variabel observed
1 Finansial Modal, Jumlah aset, Pertumbuhan kredit, Efisiensi
, Jumlah fee-based income,
2 Non Finansial Cabang, dan Jumlah Pegawai, HC
3 Ekonomi Makro Nilai tukar, Inflasi dan Suku bunga
GCG Rasio komisaris independen, skor self assessment
4 Kinerja ROA/ROE
Berdasarkan hasil penelitian terdapat mengaruh faktor ekonomi makro
eksternal terhadap Kinerja adalah 0.153. Yaitu, ketika makro ekonomi naik 1,
kinerja naik sebesar 0.153. Pengaruh dari ekonomi makro pada Y2 (ROA) adalah
0.905. Ketika makro naik sebesar 1, Y2 naik sebesar 0,905. Pengaruh ekonomi
makro terhadap ROE sebesar 1.022. Total efek (langsung dari ekonomi makro
terhadap Y adalah 0.38.
Pengaruh dari non finansial terhadap kinerja adalah 0.531 yaitu, ketika non
finansial naik dengan 1 standar deviasi, kinerja naik dengan 0.531 standar
deviasi. Pengaruh finansial terhadap kinerja adalah -0.479 ketika finansial naik
dengan 1 standar deviasi, kinerja turun sebesar 0.479 standar deviasi.
4.2.1. Pengaruh Finansial terhadap Kinerja Bank yang sudah Go Public se
ASEAN
Hasil pengujian data pengaruh faktor finansial terhadap kinerja Bank yang
sudah go public se ASEAN adalah sebagai berikut.
215
Gambar 4. 3 Model Structural Equation Modeling Pengaruh faktor finansial
terhadap kinerja Bank yang sudah go public se ASEAN
Hasil pengujian pada koefisien regresi pada standardized estimate. Hasil
pengujian menunjukan adanya pengaruh faktor finansial terhadap kinerja.
Tabel 4. 17 Estimasi para meter Pengaruh finansial terhadap performance
Estimate S.E. C.R. P Label
Performance <--- Finansial .052 .000 1.187 .235 par_12
Nilai CR (critical ratio) yang didapatkan kurang dari dari nilai standar
error (1.96) artinya finansial tidak dapat dijadikan sebagai prediktor yang
signifikan untuk mengukur kinerja finansial pada taraf 5%. Pengaruh finansial
terhadap performance 0.052 dengan nilai CR tidak signifikan. Pengaruh finansial
terhadap performance adalah 0.025 nilai perhitungan standardize ini bisa dipakai
acuan untuk parameter universal model yang diajukan. Nilainya sama untuk nilai
unit yang berbeda.
216
Hasil dari wawancara kepada pimpinan Bank di Indonesia dan di negara
ASEAN pada saat Banking Council Meeting di Brunei Darussalam, maka
pendapatnya bahwa finansial memiliki hubungan dengan kinerja, dalam hal ini
modal, aset, CAR, feebase, BOPO, NPL, akan berpengaruh terhadap kinerja.
Pengaruh kinerja bisa meningkat maupun bisa menurun, hal tersebut tergantung
dari faktor lainnya yaitu hubungan tingkat suku bunga yang ada dalam faktor
ekonomi makro maupun pangsa pasar yang ada di negara tersebut.
Dari hasil wawancara diungkapkan bahwa :
b. Konfirmasi tentang permodalan memiliki pengaruh terhadap kinerja, karena
permodalam merupakan variabel yang sangat penting dalam suatu bank,
baik untuk memenuhi regulasi maupun untuk memperluas aktivitas bisnis
dan kelangsungan perusahaan. Dengan modal yang kuat, maka bank dapat
melakukan investasi teknologi untuk meningkatkan layanan kepada
nasabah yang berbasis teknologi dan digital service.
c. Konfirmasi tentang CAR memiliki pengaruh terhadap kinerja, namun
tidak signifikan, karena CAR merupakan regulasi dan harus dipenuhi.
Sedangkan modal inti memiliki pengaruh terhadap kinerja, karena
Modal Inti menjadi darah bagi Bank dalam melakukan aktivitas bisnis.
Walaupun Bank memiliki CAR yang sehat, namun jika modal tidak
besar, maka Bank tetap tidak akan dapat memperluas aktivitas
bisnisnya yang akan berpengaruh terhadap kinerja.
d. Konfirmasi tentang aset, bahwa kondisi aset yang merupakan hasil dari
aktivitas bisnis Bank, maka aset memiliki pengaruh terhadap kinerja.
217
Aset bagi Bank merupakan gambaran aktivitas bisnis dari simpanan
dan aktivitas pinjaman. Jika aset masih kecil dibandingkan dengan
Bank lain maka terdapat peluang bisnis yang tergerus oleh Bank lain,
sehingga akan berpengaruh terhadap kinerja Bank.
e. Pertumbuhan dana dan pertumbuhan kredit merupakan faktor untuk
berpengaruh terhadap aset, oleh karena itu pertumbuhan dana harus
diiringi dengan pertumbuhan kredit, karena jika salah satunya tidak
berkembang, maka akan berpengaruh terhadap besarnya aset dan
berpengaruh terhadap kinerja.
f. Konfirmasi tentang NPL memiliki pengaruh terhadap kinerja,
mengingat kualitas kredit harus baik, sehingga tidak menggerus laba
Bank. Jika NPL dibiarkan tinggi, maka Bank akan kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan penyaluran kredit kepada yang
memiliki kualitas yang baik. Dengan demikian NPL memiliki
pengaruh terhadap kinerja yang dinotasikan dengan keuntungan.
g. Konfirmasi efisiensi memiliki pengaruh terhadap kinerja, mengingat
dengan Bank menjadi efisien, maka produktivitas meningkat ditandai
dengan NIM yang baik, BOPO yang rendah, dengan demikian kinerja
yang dinotasikan dengan keuntungan akan berpengaruh.
h. Konfirmasi fee-based income memiliki pengaruh terhadap kinerja, saat
ini dan kedepannya Feebase akan menduduki urutan penerimaan
pendapatan Top 2, karena Feebase merupakan bagian penerimaan
penghasilan lainnya yang berasal dari biaya-biaya non bunga
218
(Interest) atau jasa-jasa lainnya serta salah satunya merupakan hasil
kerjasama dengan lembaga lainnya (asuransi), sekuritas.
Kondisi finansial dalam struktur layanan perbankan menentukan
performance perusahaan. Hasil penelitian sejalan dengan Berger., A.N (2003),
Chantapong, (2005), Berger & Bouwman (2013), Al-Kayed et al (2014) bahwa
modal mempengaruhi performance. Hasil penelitian sejalan dengan margaritis
dan Psillaki (2010), Olweny & Shipho, 2011, Athanasoglou et al ( 2005) bahwa
aspek finansial menentukan kinerja. Namun pengaruh pada penelitian ini adalah
negatif. Kondisi tersebut menunjukan adanya titik jenuh dari pertambahan nilai
dari pertambahan aset yang dimiliki perusahaan terhadap kinerja. Kondisi di
ASEAN sedang mengalami pertambahan yang semakin berkurang. Hasil
penelitian berbeda dengan Dawar. V (2014) bahwa struktur modal tidak
berpengaruh pada kinerja.
Berdasarkan hasil penelitian dalam disertasi ini bahwa perbedaan dengan
peneliti sebelumnya terletak pada pengaruh negatif yang dihasilkan oleh variabel
finansial perbankan yang sudah Go Public di ASEAN. Produktivitas aset bank-
bank yang memiliki Modal dan aset besar menurun atau mengalami gejala “the
law of diminishing return”. Berlakunya LDR (The Law of Diminishing Return)
menuntut perusahaan untuk memperluas pasar agar tidak berada dalam kondisi
finansial yang tidak produktif meskipun memiliki jumlah aset yang besar.
Perluasan pasar menjadi kunci keberhasilan mengoptimalkan modal dan
mendorong pertumbuhan return yang pada akhirnya meningkatkan kinerja Bank.
Sejalan dengan Ray (2006) bahwa seringkali sebuah bank beroperasi di wilayah
219
dengan skala pengembalian yang semakin berkurang. Disampaikan bahwa bank
yang terlalu besar berpotensi mengalami pengembalian yang semakin berkurang.
Sejalan dengan Muldur (2003) berdasarkan penelitiannya mengungkapkan adanya
peningkatan pengembalian skala untuk Bank dan berkurangnya pengembalian dari
tabungan yang disebabkan oleh ukuran Bank. Salah satu pilihan strategis adalah
memperluas pangsa pasar di sektor kompetitif yang memberikan hasil tinggi.
Bahkan mengacu pada Liu et al (2018) bahwa struktur pasar dan konsentrasi
memiliki pengaruh terhadap risiko gagal bayar, Bank yang beroperasi dalam
struktur pasar dengan tingkat hambatan masuk yang rendah meningkatkan risiko
kredit. Sementara Bank yang memiliki kekuatan pasar terbatas membatasi
memasok kredit ke pasar. Bank dengan ukuran besar memiliki hambatan masuk
yang rendah dan berpotensi meningkatkan risiko kredit untuk meningkatkan rasio
atas aset nya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh faktor finansial terhadap
kinerja. Hasil penelitian sejalan dengan Cotei et al (2011), Pabozzi dan Peterson
(2003) yang mengemukakan bahwa modal merupakan sumber pendanaan jangka
panjang. Teori ini menjadi landasan konseptual bagi perbankan untuk
meningkatkan modal sesuai dengan tuntutan peningkatan pada kinerja perbankan.
Sejalan dengan Olweny & Shipho, 2011, Athanasoglou et al., 2005 Dietrich &
Wanzenried, 2010, Naceur & Omran, 2011 yang mengemukakan hubungan antara
aset dengan kinerja bank. Sejalan dengan Azam & Siddiqoui, 2012 secara khusus,
mengukur dampak ukuran pada kinerja perbankan. Ukuran aset memungkinkan
perusahaan memperluas pengaruh yang besar dalam produk dan pasar faktor-
220
faktor produksi. Pengaruh finansial dan non finansial tersebut signifikan termasuk
pada saat perusahan berada dalam situasi krisis. Salah satu contoh yaitu indikator
finansial fee-based income. Hasil penelitian sejalan dengan Berger & Bouwman
(2013). Beragam layanan jasa perbankan yang ditawarkan kepada pelanggan.
Beragam aktivitas transaksi yang diperlukan pelanggan merupakan peluang untuk
meningkatkan kinerja. Hasil peneitian sejalan dengan Hanak (1992), Crouzille
2013. Secara parsial keuangan sebagai slaah satu kunci keberhasilan kinerja Bank.
4.2.2. Pengaruh Non Finansial terhadap Kinerja Bank yang sudah Go
Public se ASEAN
Hasil pengujian data pengaruh faktor non finansial terhadap kinerja Bank
yang sudah Go Public se-ASEAN adalah sebagai berikut
Gambar 4. 4 Model Structural Equation Modeling Pengaruh faktor non
finansial terhadap kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN
221
Hasil pengujian pada koefisien regresi pada standardized estimate. Hasil
pengujian menunjukan adanya pengaruh faktor non finansial terhadap
performance.
Tabel 4. 18 Estimasi parameter pengaruh non finansial terhadap
performance
Estimate S.E. C.R. P Label
Performance <--- Non Finansial .30 .000 4.505 .000 par_12
Terdapat hubungan yang signifikan nilai CR (critical ratio) yaitu 4.505
yang didapatkan lebih dari nilai standar error (1.96) artinya faktor non finansial
dapat dijadikan sebagai faktor prediktor untuk mengukur kinerja finansial pada
taraf 5%. Pengaruh non finansial terhadap performance 0.55 dengan nilai CR
signifikan. Pengaruh non finansial terhadap performance adalah 0.30 atau sebesar
9 % nilai perhitungan standardize ini bisa dipakai acuan untuk parameter
universal model yang diajukan. Nilainya sama untuk nilai unit yang berbeda. Hal
ini dapat menjelaskan bagaimana keunggulan untuk menjangkau pasar baik
dengan teknologi maupun serta dengan pembukaan kantor cabang, daya inovasi
serta performance yang dicapainya ditentukan oleh faktor non finansial. Aktivitas
bisnis memerlukan dukungan non finansial untuk mewujudkan superioritas
performance-nya.
Hasil dari wawancara, pendapatnya adalah faktor yang memiliki pengaruh
besar adalah dengan jumlah dan kualitas Human capital . Konfirmasi Pengaruh
Human capital terhadap Kinerja, mengingat Human capital merupakan sumber
daya utama yang sangat penting dalam kelangsungan bisnis perusahaan.
Disamping jumlah Human capital yang memiliki pengaruh terhadap kinerja, jika
222
Human capital melampaui batas dengan kualitas yang kurang memadai, maka
akan menjadi beban bagi bank, dan akan memberikan pengaruh terhadap kinerja
yang memburuk. Namun jika Human capital dengan jumlah yang memadai
dengan kualitas, kompetensi yang sangat memadai dan memberikan nilai tambah
bagi bank, maka akan memberikan pengaruh terhadap kinerja bank.
Konfirmasi Pengaruh Network terhadap kinerja, walaupun saat ini jumlah
cabang tidak banyak ditingkatkan, namun jumlah barnchless banking
ditingkatkan, karena bagaimanapun bisnis bank berada di tataran Network atau
kantor cabang. Network memiliki pengaruh terhadap kinerja, jika Network tidak
berada pada lokasi dan jumlah yang tepat dan memadai, maka akan menjadi beban
bagi Bank. Sedangkan Network atau cabang yang memiliki tempat yang tepat dan
jumlah yang memadai, maka akan memberikan nilai tambah layanan kepada
masyarakat, bertambah luas layanan kepada masyarakat, maka inklusi perbankan
juga akan menjadi lebih luas, dengan demikian akan memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kinerja yaitu dengan memberikan keuntungan bagi Bank.
Konfirmasi pengaruh Digital Service terhadap kinerja, dengan
perkembangan teknologi maka layanan yang berbasis digital sangat diperlukan
saat ini, Bank yang kurang memberikan layanan ATM dengan jumlah yang
kurang dan kualitas yang tidak memadai, maka akan Bank akan ditinggalkan
nasabah yang beralih kepada Bank yang memiliki layanan digital yang lebih baik.
Konfrimasi pengaruh digital banking terhadap kinerja, dengan
perkembangan layanan berbasis digital, maka digital banking menjadi keharusan
dalam perbankan. Dengan kondisi yang mulai persepsi masyarakat yang memiliki
223
kesibukan dan juga memiliki daya teknologi yang tinggi, saat ini masayarakat
perkotaan terutama tidak lagi datang untuk hadir ke Bank, tetapi melakukan
transaksi dapat dilakukan di kantor sendiri atau dari rumah.
Hasil penelitian memperkuat Hirtle (2007) mengemukakan tentang
perluasan jaringan kantor cabang untuk meningkatkan performance. Soda &
Zaheer (2012) menjelaskan tentang jaringan dalam arsitektur organisasi. Hasil
penelitian sesuai dengan Becker, (1975; Price, 1977) sebelumnya yang
menjelaskan bahwa superior kinerja dapat diwujudkan dengan adanya modal
manusia. SDM menjadi indikator penting yang menentukan bagaimana kinerja
perbankan. Aktivitas perbankan memerlukan dukungan SDM yang dapat
mendorong kinerja. Inovasi yang didorong oleh SDM memadai dapat
meningkatkan kinerja Bank. Bank dituntut mampu menghadirkan inovasi.
Ketersediaan SDM memungkinkan dihasilkannya kinerja dalam ruang persaingan
yang komplkes atau tidak ada pesaing (samudera biru). SDM memadai
memungkinkan perusahaan mendekontruksi pasar dan nilai yang diperlukan
nasabah. Kesiapan SDM mendukung kreativitas dan eksperimentasi dalam
memperkenalkan produk baru, dan kebaruan dalam jangka waktu tertentu, 2)
implementasi penggunaan teknologi dan R & D dalam mengembangkan proses
baru untuk sistem layanan berbasis internet, 3) meningkatkan kemampuan untuk
mengantisipasi dan mengejar peluang baru terutama di pasar retail, bahkan
menyerang secara frontal untuk mengalahkan pesaing. Hasil penelitian
memperkuat penjelasan tentang kedudukan SDM dalam teori tentang kinerja
224
perbankan. Hasil penelitian memperkuat konsep yang dikemukakan oleh Barney
(1991) tentang keahlian yang unik dan sumber daya manusia sebagai keunggulan.
Ketersediaan SDM yang memadai memungkinkan Bank mengoptimalkan
layanan pada nasabah. SDM yang memadai berfungsi untuk mengkordinasikan,
mengalokasikan sumber-sumber daya untuk digunakan dalam mendukung
layanan pada nasabah. Hasil penelitian sejalan dengan Arteaga (2016), Agarwal et
al (2018), Donald &Lantub (2014), Torabia et al (2016), Ali (2016) yang
mengemukakan peran SDM untuk aktifitas layanan menjadi lebih optimal artinya
performance Bank dengan adanya dukungan SDM memadai.
4.2.3. Pengaruh GCG terhadap Kinerja Bank yang sudah Go Public se
ASEAN
Keberadaan GCG menentukan bagaimana sebuah sistem bekerja termasuk
di Bank. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh GCG terhadap kinerja
perbankan. Bank bekerja untuk mewujudkan kinerjanya berdasarkan prinsip tata
kelola. Pihak Bank mengembangkan struktur GCG yang meliputi GCG struktur
dan GCG infrastruktur guna menjalankan mekanisme GCG sesuai peraturan
perundang-undangan serta best practices yang ada. Dengan mendasarkan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip-prinsip. GCG, menjaga kesinambungan kinerja
dalam jangka panjang. Pengaruh GCG terhadap kinerja adalah sebagai berikut.
225
Gambar 4. 5 Model Structural Equation Modeling Pengaruh GCG terhadap
kinerja Bank yang sudah Go Public se ASEAN
Dalam rangka mewujudkan kinerja optimal, bank telah menetapkan
standar implementasi GCG yang dapat dijadikan sebagai acuan dasar pencapaian
kinerja meliputi kriteria yang akan dicapai dari berbagai aspek yang terkait
dengan implementasi GCG. Terdapat pengaruh GCG terhadap kinerja Bank
sebesar 0.64%. Terdapat hubungan yang signifikan GDG dan Kinerja . Nilai CR
(critical ratio) yaitu 8.464 yang didapatkan lebih dari nilai standar error (1.96)
artinya faktor GCG dapat dijadikan sebagai faktor prediktor untuk mengukur
kinerja finansial pada taraf 5%. Pengaruh GCG terhadap performance 0.840
dengan nilai CR signifikan. Terdapat pengaruh GCG terhadap kinerja bank
sebesar 64%. Nilai perhitungan standardize ini bisa dipakai acuan untuk
parameter universal model yang diajukan.
Sejalan dengan hasil wawancara dan FGD disimpulkan GCG memiliki
pengaruh terhadap kinerja Bank, dengan Bank yang GCG maka kepercayaan
226
masyarakat menigkat, dan aktivitas bisnis Bank akan meningkat pula yang
berpengaruh pada peningkatan kinerja.
Keberhasilan untuk mewujudkan kinerja tidak terlepas dari prinsip GCG.
Di tengah persaingan yang semakin ketat, implementasi GCG dalam struktur
organisasi meningkatkan fungsi strategis. GCG terintegrasi dengan baik ke dalam
fungsi-fungsi organisasi perbankan. Bahkan praktik tata kelola perusahaan (GCG)
yang baik meningkatkan kinerja organisasi dalam kondisi ekonomi yang stabil
maupun pada saat krisis keuangan dan situasi ekonomi yang bergejolak.
Keberhasilan meningkatkan kinerja dipengaruhi oleh implementasi prinsip GCG.
Penerapan GCG yang tidak baik salah satunya jika komposisi jumlah
anggota dewan komisaris independen, direktur independen, dan komite
pemantauan yang lebih besar dari non independen. Bank perlu memasukkan
struktur kepemilikan yang lebih beragam untuk memastikan praktik tata kelola
lebih baik. Investor, pembuat kebijakan, dan praktisi harus mempertimbangkan
pendidikan dan kualifikasi untuk meningkatkan praktik GCG di industri
perbankan.
Tabel 4. 19 Estimasi para meter Pengaruh GCG terhadap Kinerja
Estimate S.E. C.R. P Label
Kinerja <--- GCG .840 .089 8.464 .000 par_12
Hasil penlitian menunjukan bahwa secara parsial pengaruh GCG terhadap
kinerja 64 %. GCG sebagai Variabel yang memiliki pengaruh terhadap kinerja
tersebut sesuai dengan teori dari Krayenbuel (1993) yang menjelaskan bahwa
GCG menggambarkan tugas dan tanggung jawab dewan direksi atas kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Sheleifer dan Vishny (1997) yang menjelaskan
227
kedudukan GCG sebagai alat optimasi kinerja. Arun dan Turner (2004), Ahrens
(2009), Chahine dan Safieddine (2009), Asian Development Bank, OECD (The
Organization for Economic Co-operation and Development).
Hasil penelitian memperkuat Orazalin et al (2016) yang menjelaskan
bagaimana kedudukan GCG terhadap kinerja termasuk pada saat terjadi krisis
ekonomi yang melanda. GCG mengoptimalkan penentuan arah strategis bank dan
menunjukan bahwa bank memiliki sistem pengendalian internal yang baik. GCG
mengarahkan strategi yang menekankan praktik tata kelola bank yang
menunjukan kesehatan keuangan jangka panjang dan bisnis yang berkelanjutan.
Bahkan keberadaan GCG dalam struktur organisasi sebagai aspek
fundamental yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi normatif seperti etika
dalam bisnis lebih terkontrol baik di tingkat top manajemen maupun pada level
operasional. GCG adalah bentuk kepatuhan bank terhadap aturan untuk menjaga
kejujuran dan integritas. GCG menjadi salah satu syarat untuk Bank menjadi
QAB dalam penerapan ABIF di era MEA perbankan.
4.2.4. Pengaruh Ekonomi Makro terhadap Kinerja Bank yang sudah Go
Public se ASEAN
Hasil pengujian data pengaruh faktor ekonomi makro terhadap kinerja
Bank yang sudah go public se-ASEAN adalah sebagai berikut
228
Gambar 4. 6 Model structural equation modeling pengaruh faktor eksternal
terhadap kinerja Bank yang sudah go public se ASEAN
Hasil pengujian pada Koefisien Regresi pada standardized estimate. Hasil
pengujian menunjukan adanya pengaruh faktor non-finansial terhadap
performance.
Tabel 4. 20 Estimasi para meter pengaruh makro terhadap performance
Estimate S.E. C.R. P Label
Performance <--- Makro .16 .466 3.099 .002 par_4
Terdapat hubungan yang signifikan. Nilai CR (critical ratio) yaitu 3.099
yang didapatkan lebih dari nilai standar error (1.96) artinya faktor makro dapat
dijadikan sebagai faktor prediktor untuk mengukur kinerja finansial pada taraf
5%. Pengaruh kondisi ekonomi makro terhadap performance 0.16 dengan nilai
CR signifikan. Pengaruh ekonomi makro terhadap performance adalah 0.000.
229
Nilai perhitungan standardize ini bisa dipakai acuan untuk parameter universal
model yang diajukan. Nilainya sama untuk nilai unit yang berbeda.
Hasil dari wawancara, bahwa ekonomi makro terutama tingkat suku bunga
dan inflasi memiliki pengaruh terhadap kinerja. Dengan tingkat suku bunga yang
memiliki net interest margin yang optimal, maka kinerja akan baik. Tingkat inflasi
yang menurun, maka banyak dana yang terkumpul, maka berpengaruh kepada
simpanan dana di Bank, sebaliknya jika inflasi naik, maka berpengaruh terhadap
kebutuhan dana pinjaman menjadi meningkat dan akan berpengaruh kepada
kinerja Bank.
Hasil wawancara dan FGD menunjukan :
i. Konfirmasi adanya pengaruh faktor ekonomi makro terhadap kinerja,
yang terdiri dari inflasi, yang ternyata kinerja bank bagaimanapun akan
terpengaruh oleh laju inflasi di daerah itu sendiri. Jika negara saat itu
kondisi inflasi tinggi, maka kebutuhan nasabah untuk meningkatkan
pinjaman menjadi inggi, hal ini akan berpengaruh terhadap net interest
margin. Namun sebaliknya jika negara tersebut inflasi nya rendah,
maka simpanan akan meningkat, pinjaman juga tidak akan dibutuhkan
oleh nasabah, maka kinerja Bank juga akan meunrun.
j. Konfirmasi tentang pengaruh tingkat suku bunga terhadap kinerja,
bahwa aktivitas Bank akan sangat dipengaruhi dengan suku bunga
acuan, karena bagaimanapun Bank akan berhubungan langsung dengan
ketentuan suku bunga acuan. Ketika Bank harus tunduk kepada
ketentuan penyesuain suku bunga acuan, maka Bank harus siap dengan
230
segala konsekwensi nya dengan memiliki margin yang mulai menipis,
dengan demikian akan memiliki pengaruh terhadap keuntungan, atau
kinerja Bank.
k. Konfirmasi tentang pengaruh perubahan kurs mata uang terhadap
Kinerja, jika fluktuasinya tidak signifikan, maka tidak terlalu
berpengaruh, realitanya tidak ada Bank yang bangkrut karenanya,
kecuali flutuasi yang signifikan disaat krisis tahun 1996.
l. Konfirmasi tentang strategi korporasi, bahwa Bank yang belum Well
Capitalize harus melakukan strategi korporasi dengan penambahan
modal an organik ataupun merger dan akuisisi.
m. Konfirmasi tentang strategi kooperatif, bahwa Bank yang aset nya
masih jauh dari perbankan ASEAN lainnya, diusulkan untuk
meningkatkan kerjasama dengan kolaborasi, partnership, joint venture.
Hasil penelitian sejalan dengan Dietrich & Wanzenried, (2010), Naceur &
Omran, 2011 bahwa Terdapat Pengaruh karakteristik Bank dan ekonomi makro
terhadap kinerja Bank. Boyd et al (2001), Aburime (2005) dan Su Dinh Thanh
(2015) secara detail mengungkapkan faktor ekonomi makro seperti inflasi
memiliki pengaruh terhadap kinerja perbankan. Hal ini semakin mempertegas
pentingnya untuk menjaga agar perekonomian mampu menghadapi tekanan-
tekanan. Titik keseimbangan yang diperlukan untuk menunjang kinerja akibat
inflasi adalah titik keseimbangan yang memberikan keuntungan optimal bagi
kepentingan investor (untuk memperoleh bunga lebih tinggi) dan nasabah
(menginginkan beban bunga lebih rendah).
231
Di tengah pasar yang menghadapi tekanan akibat penguatan USD terhadap
seluruh mata uang ASEAN maka diperlukan kebijakan yang tepat. Pengetatan
pasar finansial yang dipengaruhi oleh sentimen perbaikan ekonomi AS, eskalasi
konflik perdagangan, ketidakpastian hasil negosiasi Brexit, serta risiko geopolitik
di wilayah ASEAN seperti Myanmar atau menguatnya pengaruh China di
ASEAN dapat memicu pergeseran arus investasi finansial (rebalancing) menuju
aset USD, terutama dari emerging market seperti Indonesia. Kondisi tersebut
berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar negara emerging bahkan Singapura.
Respon Bank sentral untuk meminimalisir dampak dari keluarnya arus investasi
atau nilai tukar USD yang menguat adalah dengan pengetatan moneter. Kondisi
tersebut dalam jangka panjang berdampak buruk terhadap investasi dan sistem
layanan Bank yang sulit diakses akibat bunga yang terlalu tinggi. Bank akan
mengalami kelebihan liquiditas dan penyaluran kredit terutama untuk konsusmi
rumah tangga terhambat. Kinerja Bank akan menurut dalam jangka panjang.
Inflasi dan suku bunga menjadi kondisi makro yang menentukan baik
kondisi kinerja maupun kondisi finansial serta non finansial perusahaan. Dalam
setiap kenaikan faktor-faktor input produksi akibat inflasi dan suku bunga, Bank
tetap menghitung setiap modal yang digunakan. Semakin tinggi penggunaan
modal untuk faktor-faktor produksi maka semakin tinggi harga yang tawarkan
pada nasabah dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perbankan. Perubahan
suku bunga acuan akan mempengaruhi bagaimana pinjaman maupun
pengumpulan dana pihak ketiga. Disisi lain akan mempengaruhi sisi pinjaman
yang pada akhirnya mempengaruhi konsumsi layanan jasa perbankan.
232
Hasil penelitian memperkuat teori yang dikemukakan Pedro et al (2017)
bahwa stabilitas Bank dapat dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi, perilaku
pengambilan risiko Bank, koneksi antara Bank dan struktur sistem finansial
negara. Pada saat yang sama, regulasi dan pengawasan perbankan yang dirancang
untuk melindungi Bank dari kegagalan tidak cukup. Sejumlah besar krisis di
sektor perbankan tidak dapat dicegah. Hal ini menunjukan bahwa determinasi
faktor eksternal berupa kondisi ekonomi makro menentukan bagaimana
keberlangsungan bisnis di sektor perbankan.
Instrumen yang umum digunakan untuk menghadapi krisis ekonomi
adalah kebijakan pemerintah. Ketika kebangkrutan terjadi, sistem perbankan yang
terkena dampak krisis mengalami krisis perbankan. Bank-bank besar dapat
mempengaruhi entitas pemerintah dalam sistem finansial. Intervensi politik lebih
mungkin menyajikan peluang untuk keluar dari krisis. Di sisi lain bank-bank besar
diharapkan memiliki struktur organisasi internal yang lebih baik dan lebih
mungkin untuk pulih krisi yang melanda. Di negara-negara di mana bank lebih
besar, probabilitas mengalami krisis perbankan diperkirakan akan lebih rendah
(Pedro et al, 2017). Sejalan dengan hasil penelitian Doyran (2013) bahwa faktor
ekonomi seperti inflasi berpengaruh negatif terhadap profitabilitas tetapi secara
positif dan signifikan.
Semakin tinggi harga maka permintaan akan layanan Bank semakin
menurun yang pada akhirnya mempengaruhi bagaimana kinerja bank. Fakta
bahwa kondsi ekonomi makro memiliki pengaruh terhadap kinerja sejalan
dengan Aburime, 2005, Boyd yet al (2001), Thanh (2015), Dietrich &
233
Wanzenried, 2010 Naceur & Omran, 2011. Nilai tukar tidak menjadi indikator
yang menentukan performance Bank. Transaksi dalam mata uang tidak menjadi
fokus perbankan. Sesuai dengan hasil wawancara dan diskusi dengan telah
diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, maka dalam diskusi
tersebut beberapa bank yang sudah Go Public siap menghadapi tantangan di Era
AEC tahun 2025, dengan melalui persiapan beberapa strategi antara lain :
a. Peningkatan Modal, agar CAR yang disyaratkan dapat tetap
dipenuhi, serta modal lebih ditingkatkan untuk mendukung
aktivitas bisnis yang harus dilakukan melalui organik dengan
meningkatkan laba ditahan atas persetujuan pemegang saham, serta
penambahan modal dari para pemegang saham. Selain itu juga
harus dilakukan peningkatan modal secara anorganik dengan
memberikan tambahan modal atau dilakukan dengan Strategi
Korporasi lainnya yaitu Merger ataupun Akuisisi.
Dengan modal yang kuat, maka Bank akan melakukan investasi
teknologi yang memadai untuk layanan kepada nasabah yang
berbasis tekonogi yang tinggi. Dengan modal yang memadai, maka
network cabang dapat diperluas dengan Human capital yang
dapat diberikan kesejahteraan yang baik yang dapat memberikan
kualitas Human capital .
b. Peningkatan aset dengan meningkatkan bisnis bank, melalui
strategi kooperatif dengan melakukan peningkatan kolaborasi,
234
partnership dengan beberapa bank maupun lembaga finansial dan
lembaga non finansial lainnya.
c. Peningkatan efisiensi dengan meningkatkan produktifitas dan
menurunkan biaya bisnis, agar mendapatkan keuntungan yang
maksimal.
d. Peningkatan Kualitas Good Corporate Governance, karena untuk
mencapai Qualified ASEAN Banking, diperlukan GCG yang
berkualitas.
e. Tetap memepertimbangkan kondisi perekonomian di negara
masing-masing, karena dengan perbedaan kondisi ekonomi, maka
treatment dan strategi di masing-masing Bank akan berbeda.
Telah dilaksanakan wawancara kepada beberapa komisaris dan direksi
serta pimpinan eksekutif Bank yang merupakan
Komisaris Utama BRI
Komisaris Utama Bukopin
Komisaris Utama Bank Mandiri Taspen
Komisaris Bank BTPN
Direktur Utama Bank BRI
Direktur Utama Bank bjb
Direktur Bank DBS Singapura
Direktur Utama Bank BRI Agro
Senior Vice President/Chief Economist Bank BNI
Senior Vice President Bank Mandiri
235
Direktur Bank Vietnam
Direktur Bank Philipina
Direktur Bank Thailand
Direktur Bank Malaysia
Direktur Bank Singapura
Sekjen ASEAN Banking
Hasil dari wawancara tersebut dihasilkan pendapat bahwa, dalam
menghadapi ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) yang didalam
programnya mengharuskan Bank dapat memiliki kualitas yang sama di ASEAN
dengan rujukan untuk menjadi Qualified Bank ASEAN, maka perbankan yang
dapat bersaing di era MEA perbankan di tahun 2025 adalah Bank yang memiliki
modal yang kuat, Good Corporate Governance, menjadi bank yang sistemik.
Waktu yang diperisapkan di era MEA tahun 2025 tentu saja harus efektif agar
dapat terwujud persyaratan QAB, setidaknya bank yang saat ini ada akan terus
berkembang di era MEA tahun 2025.
Penulis sangat mendukung dengan madzab bahwa Bank yang memiliki
modal dan aset yang besar yang dapat melakukan aktivitas bisnis yang luas yang
memberikan hasil kinerja dengan keuntungan yang ditargetkan. Alasan dari Bank
yang memiliki modal yang dapat meningkatkan aktivitas bisnis, bahwa Bank
dapat memberikan layanan kepada masyarakat dengan melalui peningkatan
teknologi yang tinggi yang dibiayai oleh modal, serta Bank dapat memberikan
layanan perkreditan kepada nasabah dengan suku bunga yang bersaing.
Sebaliknya jika Bank memiliki modal yang kecil, maka Bank tidak memiliki
236
kekuatan untuk mengembangkan layanan berbasis teknologi, tidak mempunyai
dana untuk membeli capital expenditure . Di Indonesia sesuai peraturan OJK
bahwa Bank yang memiliki kategori buku I tidak dapat melaksanakan digital
Banking, artinya Bank yang memiliki modal yang rendah tidak dapat melakukan
aktivitas dengan berbasis teknologi.
Adapun yang memiliki madzab Bank yang kecil asalkan sehat, maka Bank
tersebut akan memiliki kinerja yang baik tidak ada salahnya, walaupun dapat
dikatakan Small is Beatifull namun untuk Bank yang sehat saja tidak cukup,
karena modal merupakan darahnya bagi Perusahaan atau Bank, yang harus
dimiliki Bank untuk meningkatkan aktivitas bisnisnya.
Selanjutnya Bank yang besar dan berkinerja baik, tidak akan selamanya
mendapatkan kinerja yang meningkat, jika pangsa pasar sudah jenuh, maka tetap
Bank harus melakukan ekspansi ke negara yang memiliki pasar yang masih luas.
Di beberapa negara yang relatif tidak luas dan penduduknya kurang, namun
pendapatan per kapitanya besar maka Bank akan memiliki modal dan aset yang
besar, Bank harus melakukan ekspansi ke luar negeri. Riset ini akan
membuktikan bahwa tujuan ASEAN mempersiapkan diri untuk ABIF ini harus
mempersiapkan Bank yang berkualifikasi QAB untuk mendapatkan peluang
pasar di luar negeri, mengingat beberapa Bank di negara ASEAN banyak yang
memiliki modal dan aset besar namun kinerja menurun, karena tidak didukung
dengan peluang pasar yang ada, dan tingkat suku bungan yang relatif kecil
sehingga kurang memberikan keuntungan bagi Bank, karena memiliki net
Interest margin yang rendah dengan demikian return juga rendah, dengan
237
demikian kinerja yang diukur dengan ROE akan mengalami penurunan pula.
Memperhatikan kedua madzab tersebut maka, diperlukan strategi yang harus
mendukung kedua kondisi Bank tersebut di negara masing-masing di ASEAN.
4.3. Pemetaan Model Kompetisi Bank
Persaingan di industri perbankan di ASEAN semakin ketat. Pemetaan
untuk model kompetisi Bank data dijadikan sebagai kerangka kerja guna
memecahkan masalah kinerja Bank. Asumsi bahwa persaingan Bank didasarkan
pada model Stackelberg di mana strategi Bank nasional dan regional memilih
jumlah pinjaman yang mereka berikan di masyarakat ekonomi ASEAN di seluruh
negara.
Metode pendekatan yang digunakan dalam analisis ini yaitu Static
Discrete Game with Incomplete Information. Dari hasil analisis tersebut maka kita
peroleh hasil pada masing-masing Bank di Kawasan ASEAN. Jika kita analisis
dalam lingkup antar Bank secara satu persatu dengan Bank lainnya. Dengan
menggunakan robustness check dengan menambahkan variabel control berupa
index financial liberalization dengan menggunakan Degree of Financial Openess.
Pada Gambar di bawah ini terlihat bahwa semakin tinggi tingkat
keterbukaan keuangan yang ditunjukkan dengan Degree of Openess pada sumbu
horizontal dengan rentang 0 -1 yang menunjukkan jika nilai mendekat 1 maka
suatu negara memiliki tingkat keterbukaan finansial yang semakin besar.
Diharapkan secara teori jika memiliki nilai mendekati 1 maka akan semakin baik,
artinya suatu negara akan semakin terbuka sehingga memberikan dampak pasar
keuangan yang efisien di negara yang bersangkutan.
238
Gambar 4. 7 Simulasi untuk kompetisi antar Bank yang sudah Go Public se
ASEAN dengan Pasar Terbuka ( Data Bank ASEAN 2008-20017)
239
Pada sumbu vertikal terlihat tingkat daya saing dari suatu Bank untuk
memasuki pasar luar negeri di kawasan ASEAN. Semakin posisi suatu Bank
mendekati nilai 1, maka Bank yang bersangkutan akan semakin kompetitif jika
dibandingkan dengan Bank lainnya. Pada panel simulasi terlihat bahwa garis fit
(fit line-warna merah) menunjukan batas klister bahwa suatu Bank dibawah garis
fit berarti di bawah posisi mean dari seluruh sampel. Artinya Bank yang berada di
bawah garis merah relatif kurang memiliki daya saing yang kuat untuk masuk ke
pasar luar negeri di kawasan ASEAN. Sebagian besar Bank Indonesia, .
bertambahnya keterbukaan keuangan akan menyebabkan bank-bank kelas
menengah di Indonesia harus ekspansi ke pasar ASEAN.
Secara teori pada model panel simulasi, merupakan situasi yang paling
ideal. Artinya tujuan dari liberalisasi keuangan atau perbankan akan
meningkatkan efisiensi bagi bank-bank lainnya seiring dengan daya saing. Hal ini
terlihat pada Gambar 4.8 diatas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara daya saing dengan tingkat keterbukaan keuangan. Semakin tinggi tingkat
keterbukaan maka akan meningkatkan daya saing.
240
Gambar 4. 8 Hasil Simulasi untuk kompetisi antar Bank yang sudah Go Public se ASEAN dengan Pasar Terbuka
( Data Bank ASEAN 2008-20017)
241
Analisis selanjutnya yaitu produktivitas Bank dan daya saing. Pada
gambar 4.9 terlihat, bahwa produktivitas Bank dan daya saing ketika ditambah
variabel control keterbukaan keuangan menyababkan batas rata-rata kinerja
produktivitas semakin negatif. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat
persaingan maka produktivitas nya akan menurun. Hal ini disebabkan dengan
adanya persaingan akan menurunkan produktivitas karena dengan adanya
persaingan, pangsa pasar kredit dan simpanan di pasar akan tergerus oleh Bank
pesaing dan akan menurunkan tingkat produktivitas, sehingga keuntungan suatu
bank menjadi lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dengan
menggunakan SEM, bahwa finansial memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja.
Bank yang memiliki Modal dan Aset yang semakin tumbuh namun tidak diikuti
dengan penyerapan pasar atau ekspansi ke luar negeri untuk Bank yang besar,
maka tingkat produktifitas yang tergambar dalam kinerja akan menurun.
242
Gambar 4. 9 Hasil. Impulse Response Function (IRF)
Analisis selanjutnya yaitu analisis IRF yang menghitung peramalan pada masing-
masing variabel selama 5 tahun yang akan datang, atau awal dari MEA
perbankan tahun 2025 diberlakukan. Hal ini menunjukkan besaran magnitude dari
variabel terhadap kondisinya di masa yang akan datang. Pada masing-masing
panel terlihat bahwa dengan adanya liberalisasi keuangan akan meningkatkan
jumlah perusahaan di masing-masing negara ASEAN. Hal ini menunjukkan
bahwa lembaga intermediasi seperti Bank, merupakan lembaga keuangan yang
harus dikuasai oleh pemerintah untuk dikelola secara maksimal. Dengan
meningkatnya perusahaan produktif, maka ketergantungan terhadap Bank untuk
melaksanakan transaksi perusahaan maupun trading ke luar negeri bagi
perusahaan akan semakin bertumbuhnya Bank dalam penyerapan dana maupun
243
penyaluran kredit. Kinerja Bank akan meningkat sejalan dengan tumbuhnya
pembiayaan dengan dana yang relatif murah.
4.4. Novelty Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian maka noveliti penelitian adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 10 Novelty Penelitian “Model Determinan Kinerja Bank dalam
menghadapi ASEAN Banking Integration Framework bagi Bank di ASEAN”
Novelty tersebut mengungkapkan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan
kinerja Bank perlu didukung oleh pengembangan non finansial seperti jumlah
SDM yang memadai, kualitas human capital, jaringan yang memadai, dan digital
service yang mumpuni. Variabel non finansial yang memiliki pengaruh lebih
besar dari variabel finansial dalam mempengaruhi kinerja bank, Variabel
244
berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan pada penelitian ini bahwa variabel yang
dapat memprediksi kinerja adalah yang pertama adalah non finansial dengan
pengaruh positif signifikan artinya setiap perubahan pada non finansial sebesar
satu satuan maka akan mempengaruhi kinerja secara positif dan signifikan.
Pengaruh terbesar kedua adalah GCG sebesar positif dan signifikan. hal ini
menunjukan bahwa Bank sebagai industri jasa layanan yang berorientasi pada
kepercayaan masyarakat sangat bergantung dari Governance, kepatuhan terhadap
regulasi Bank agar bank memiliki kinerja yang baik. Pengaruh terbesar ketiga
adalah finansial memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Hal ini disebabkan ada
gejala hukum pertambahan yang semakin berkurang untuk bank-bank ASEAN
terutama bank dengan kepemilikan aset besar dan modal besar namun pasar yang
stagnan atau pasar yang sudah jenuh. Pada negara tertentu yang memiliki Bank
dengan modal dan aset yang besar maka jika tidak dilakukan ekspansi ke negara
lain, dapat dipastikan kinerja atau Return on Equity akan menjadi tidak optimal,
walaupun secara nominal masih lebih besar dibanding dengan yang memiliki
modal terendah dari Bank yang berada di negara lain. Disamping itu kondisi
ekonomi makro positif dan signifikan. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh
ekonomi makro terutama dari sisi inflasi dan suku bunga acuan akan menentukan
perilaku masyarakat dalam menggunakan layanan bank, jika rate suku bunga
acuan meningkat maka akan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan
simpanan ataupun pinjaman bagi pribadi maupun perusahaan, hal ini yang akan
berpengaruh terhadap kinerja bank di suatu negara. Begitu juga dengan adanya
kenaikan inflasi, maka masyarakat kebutuhan untuk melakukan pinjaman Bank
245
akan meningkat, sehingga akan mempengaruhi terhadap aktivitas bisnis Bank,
yang pada akhirnya akan memiliki pengaruh terhadap kinerja Bank. Hal ini
menunjukan bahwa non finansial sebagai variabel utama yang menentukan
bagaimana kinerja perbankan.
Ada perbedaan cukup signifikan terkait dengan indikator variabel
unobserved. Hasil ini memberikan kerangka kerja yang lebih jelas dan prioritas
untuk mengelola upaya-upaya fungsional mewujudkan kinerja. Beberapa
indikator variabel unobserved dikeluarkan dari model seperti dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4. 21 Hasil Perbaikan Model
Sebelum penelitian Hasil Perbaikan model
Finansial Finansial
Modal inti Modal inti
CAR Jumlah aset
Jumlah asset BOPO
NPL Jumlah fee-based income
pertumbuhan dana pihak ke tiga Pertumbuhan Kredit
Prosentase fee-based income
terhadap pendapatan Pertumbuhan Kredit
LDR
BOPO
NIM
Jumlah fee-based income
Prosentase fee-based income terhadap pendapatan)
Non finansial
Cabang) Cabang
Expansi cabang) Jumlah pegawai
Jumlah pegawai) Human capital
Human capital )
GCG
246
Sebelum penelitian Hasil Perbaikan model
Finansial Finansial
Inflasi
Nilai Tukar) Suku bunga
Inflasi) Nilai tukar
suku bunga)
Kinerja Kinerja
ROA) ROA
(ROE) ROE
Novelty Penelitian didukung dengan hasil pemetaan dan plotting posisi Bank
di ASEAN dalam peta persaingan industri Bank di ASEAN, agar menjadi
rekomendasi Bank dalam memperhatikan kondisi terkini dan mempertimbangkan
rekomendasi atas simulasi yang dilakukan.
4.5. Usulan Penerapan Temuan Penelitian
Hasil dari novelty dapat digunakan untuk menyusun usulan penerapan
temuan penelitian dalam upaya meningkatkan kinerja Bank yang baik, melalui
pengembangan strategi, baik strategi korporasi, strategi bisnis, maupun strategi
fungsional yang tepat didukung oleh kemampuan pihak manajemen dalam
mengembangkan bisnis Bank. Usulan penerapan temuan penelitian akan diuraikan
melalui lima aspek utama yaitu tujuan usulan penerapan temuan penelitian,
pemetaan strategi, usulan perumusan strategi, penerapan strategi serta evaluasi
dan pengendalian. Tahapan usulan penerapan temuan penelitian secara lengkap
adalah sebagai berikut :
247
4.5.1. Tujuan usulan Penerapan Temuan Penelitian.
. Usulan Penerapan temuan penelitian dengan optimalisasi peran
stakeholders terkait, diharapkan akan menjadi rekomendasi bagi industri
perbankan di ASEAN dalam mempersiapkandiri dalam menghadapi
implementasi ABIF dan pelaksanaan QAB pada tahun 2025.
Dari hasil estimasi model dalam penelitian ini variabel yang memiliki
pengaruh paling besar pada kondisi empirik di industri perbankan, non finansial,
finansial, penerapan GCG serta dari kondisi ekonomi makro adalah suku bunga
dan inflasi yang perannya cukup besar. Berdasarkan pada rumusan tujuan tersebut
diatas maka ditentukan rumusan usulan penerapan temuan penelitian yang
disesuaikan dengan kondisi empirik yakni dengan melakukan pemetaan strategi.
4.5.2. Pemetaan Strategi
Pemetaan strategi ditujukan untuk mencapai tujuan pemecahan masalah.
Dari masing-masing pengujian hipotesis dapat dibuat strategi untuk mencapai
tujuan pemecahan masalah. Peta strategi dari penentuan variabel solusi, kemudian
disususn operasionalisasi variabel solusi atau merinci indikator variabel solousi
sehingga menjadi dimensi dan indikator atau saran yang kongkrit.
4.5.3. Pemetaan Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Pemetaan Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Pemetaan strategi peta strategi didasarkan pada penentuan elemen kunci untuk
meningkatkan kinerja. Variabel dioperasionalisasikan berdasarkan indikator yang
dapat menjelaskan variabel laten pemetaan strategi adalah sebagai berikut:
248
Variabel predictor Kontribusi
Pengaruh ( %)
NonFIna 28
GCG 24
finansial 23
Makro 2,3
Pemetaan peningkatan non finansial Variabel Langkah prioritas
(variabel observed)
Pengaruh (%)
NonFIna Human capital 99
Jumlah pegawai 41
GCG
Skor self assessment 93
Rasio komisaris
independen
7
finansial
Modal inti 1
Jumlah aset 97
Jumlah fee-based income 88
Prosentase Jumlah fee-
based income
29
Makro
Suku bunga 1
Nilai Tukar 27
Suku bunga 6
Pada Pemetaan Strategi akan diusulkan 2 Strategi Utama yaitu:
1. Strategi Korporasi (Corporate Strategy)
Bank dapat melakukan penggabungan dengan merger, akusisi , Hal ini
sejalan dengan strategi korporasi terutama mengenai pilihan arah
perusahaan secara keseluruhan dan manajemen bisnis atau portofolio
produknya. Ini benar adanya apakah perusahaan itu adalah perusahaan
kecil atau multinastional Corp (MNC), (Thomas L Wheelen, 2012).
2. Strategi Bisnis (Business Strategy)
1. Strategi bersaing ( competitive strategy). Hal tersebut sesuai dengan Teori
dari strategi bisnis terdiri dari strategi bersaing dan strategi kooperatif seperti
dikemukakan Pearce & Robinson (2015).
249
2. Strategi Kooperatif (Cooperative Strategy) , Hal tersebut selain
mengoptimalkan sumber daya yang besar juga dapat memberikan feebase
yang akan meningkatkan keuntungan Bank sesuai dengan pendapat Gee, EP
(2000) Collaborative Strategy adalah strategi perusahaan dalam menjalankan
bisnis dengan mengoptimalkan kebersamaan dan kerjasama dengan pihak lain
yang saling menguntungkan. Sedangkan menurut Lasker, RD., Weis, ES., &
Miller, R (2001), Collaborative Strategy adalah suatu proses yang melalui
beberapa pihak yang berkepentingan untuk secara bersama-sama secara
konstruktif dalam mencari solusi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
Selanjutnya Le Roy, F., & Sanou, FH (2014) menyampaikan gabungan dua
konsep yaitu collaboration dengan competition menjadi beberapa alternatif
yang dapat dijalankan oleh perusahaan.
3. Usulan Perumusan Strategi
Pada pemetaan strategi berdasarkan hasil plotting, dengan analisa TOWS
(SWOT) masing-masing alternatif kondisi bank di ASEAN yang sudah go
public, dibuat strategi untuk masing-masing kelompok Bank dengan kategori
Bank menurut kepemilikan modal,
- Bank dengan Modal Inti > 30 T,
- Bank dengan Modal 5 T s.d. 30 T
- Bank dengan Modal 1 T s.d. 5 T.
- Bank dengan Modal < 1 T
250
1. Strategi Jangka Pendek, Menengah dan panjang untuk Kelompok
Bank dengan Modal Inti > 30 T.
a. Analisis SWOT (TOWS) :
Tabel 4. 22 Analisis SWOT (TOWS) untuk kelompok Bank dengan modal
Inti > 30 T
Dimensi Analisis
Threath o Pangsa pasar : Bank pesaing dengan peer yang sama merebut
pangsa pasar di ASEAN dengan ekspansi ke luar negeri
o Marketing : Bank pesaing aktif pemasaran dengan promosi yang
besar
o Teknologi : Bank pesaing yang sama besar sudah menerapkan
digital Banking
o Inovasi produk funding dan lending korporasi dan private
o Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-base
Income (Sekuritas, asuransi, wealth management)
o Pembentukan holding, merger dan akusisi untuk memperbesar size
Opprotunity
o Market : Masih terbuka untuk target market di luar negeri ASEAN
o Network : Masih luas untuk membuka jaringan dan branshless
Banking
Makro Ekonomi : Inflasi dan suku bunga mendukung
Weakness
o Market dan Network : Modal dan aset yang besar menjadi kurang
efektif jika kurang ekspansi.
o Bank yang memiliki modal besar tersebut belum optimal membuka
jaringan di luar negeri.
Strenght
Finansia
o Finansial
o Permodalan : Well Capitailize, permodalan masih bisa ditambah
o Aset : Aset yang besar, membuka peluang untuk ekspansi
o Non Finansial :
o Human Capital : Kemampuan HC dan pengalaman yang sangat
baik
251
Dimensi Analisis
o Network/Jaringan : Memiliki kemampuan untuk dapat menambah
jaringan maupun digital Banking
o Teknologi : Kemmapuan layanan berbasis teknologi dan digital
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
b. Strategi Kelompok Bank > Rp. 30 T
1) Strategi Jangka Pendek
- Strategi peningkatan modal secara Organik
- Strategi Kooperatif
- Strategi Kerjasama Teknologi Informasi (TI) : bekerjasama
menggabungkan teknologi yang dimiliki dengan menjadi chanel
agregator atau gateway bagi chanel Bank lain.
- Strategi kerjasama wealth manajemen : mengoptimalkan potensi diluar
bisnis core Bank dapat memberikan feebase yang akan meningkatkan
keuntungan Bank.
- Kerjasama pembiayaan sindikasi dan korporasi kepada proyek-proyek
pemerintah maupun swasta yang memerlukan pembiayaan yang besar,
pada kondisi ini Bank dapat berperan menjadi Leader,
- Kerjasama pembiayaan kepada lembaga keuangan Bank dan non Bank
seperti BPR dan koperasi yang memiliki potensi dan prospek yang baik
untuk menjangkau literasi, baik chanelling maupun executing,
- Strategi pengembangan SDM hardskill maupun softskill, serta
pengembangan berbasis teknologi,
- Strategi inovasi produk funding dan lending korporasi dan Private.
252
2) Strategi Jangka Menengah
Strategi Korporasi :
Strategi peningkatan anorganik
Strategi Kompetitif
Strategi memperluas Market
Bank yang memiliki modal besar, dengan aset yang besar dapat
membuka jaringan baru di negara-negara yang masih memiliki potensi
dan prospek literasi Keuangan, dengan negara yang memiliki kondisi
tingkat inflasi yang tinggi dan tingkat suku bunga acuan lebih tinggi
dari negaranya,
Strategi keunggulan bersaing yang dapat dikembangkan
Low cost strategies: Strategi menekan biaya
Differentiation : Strategi Diferensiasi produk
Strategi keunggulan bersaing bidang layanan
Speed based strategies: layanan dengan cepat dan akurat
Market Focus: Pemasaran fokus pada nasabah tertentu
Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-base
Income. Bank di era teknologi dan kolaborasi tidak akan sepenuhnya
mengandalkan keuntungan dari net interest margin, namun kedepannya
harus ada inovasi produk yang dapat menciptakan keuntungan, seperti
dari peningkatan feebase income dari transaksional berbasis digital,
transaksi wealth management dan transaksi produk sekuritas, asuransi.
253
3) Strategi Jangka Panjang
Strategi Korporasi, melakukan merger atau akuisisi kepada Bank lain yang
lebih rendah modal dan asetnya,
Pembentukan holding untuk memperbesar size
Pembentukan Holding dirasakan karena kebutuhan dengan bertambahnya
anak perusahaan berupa produk non tradisional bank,
Strategi merger, Bank sebagai leader,
Strategi Akuisisi : Melakukan akuisisi terhadap bank-bank yang memiliki
modal yang relatif lebih rendah. Kondisi Bank yang memiliki modal yang
kuat jika dengan ekspansi cabang saja tidak cukup menyentuh
optimalisasi keuntungan, maka Bank perlu melakukan strategi korporasi
dengan mengakusisi bank-bank yang kecil. Pasar juga akan diperluas
dengan pangsa pasar yang dimiliki Bank yang diakuisisi.
Tabel 4. 23 Strategi jangka pendek , jangka menengah,jangka panjang untuk
Kelompok Bank dengan Modal Inti > 30 T
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi
Korporasi
Strategi
peningkatan modal
secara Organik
Strategi peningkatan
anorganik
melakukan merger
atau akuisisi
kepada Bank lain
yang lebih rendah
modal dan
asetnya.
Strategi akuisisi :
terhadap bank-bank
254
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
lebih rendah
pembentukan
Holding,
Strategi Bisnis
Strategi
Kompetitif
o Strategi
Pengembangan
SDM berbasis
teknologi
o Inovasi produk
funding dan
lending
korporasi dan
private
Strategi ekspansi
Market :
- Strategi
keunggulan
bersaing yang
dapat
dikembangkan
berikut ini:
- Low cost
strategies:
- Differentiation :
Strategi
keunggulan
bersaing
Speed based
strategies:
Market focus:
Diversifikasi
Strategi
Kooperatif
Strategi Kerjasama
teknologi infomrasi
(TI)
strategi
kerjasama wealth
manajemen
leader kerjasama
pembiayaan
sindikasi dan
korporasi
255
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
kerjasama
pembiayaan kepada
lembaga keuangan
Bank dan non Bank
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
2. Strategi Jangka Pendek, Menengah dan panjang untuk Kelompok Bank
dengan Modal Inti 5 - 30 T.
a. Analisis SWOT
Tabel 4. 24 Analisis SWOT (TOWS) untuk Kelompok Bank dengan Modal Inti
5->30 T
Dimensi Analisis
Threath o Pangsa Pasar : Bank Pesaing dengan Peer yang sama merebut
Pangsa Pasar di ASEAN dengan ekspansi ke luar negeri
o Marketing : Bank pesaing aktif pemasaran dengan promosi yang
besar
o Teknologi : Bank pesaing Peer yang samar sudah menerapkan
digital Banking
o Inovasi produk funding dan lending korporasi dan private
o Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-base
Income(seperti sekuritas, wealth management, asuransi)
Bank pesaing pembentukan holding, merger dan akuisisi untuk
memperbesar size
Opprotunity
o Market : Masih terbuka untuk target market di luar negeri ASEAN
o Network : Masih luas untuk membuka jaringan
Makro Ekonomi : Inflasi dan suku bunga mendukung
Weakness
o Jaringan : Bank belum banyak yang membuka peluang jaringan di
luar negeri, karena Bank yang memiliki modal dan aset yang besar
dan lebih dari memadai menjadi kurang efektif jika ekaspansi
256
Dimensi Analisis
bisnis kurang.
- Teknologi : Bank masih menghemat biaya teknologi
Strenght
Finansial
n. Finansial
o. Permodalan : Well Capatilize, permodalan masih bisa ditambah
p. Aset : Aset yang besar, membuka peluang untuk ekspansi
q. Non finansial :
r. Human Capital : Kemampuan HC dan pengalaman yang sangat
baik
s. Network/Jaringan : Memiliki kemampuan untuk dapat
menambah jaringan maupun digital Banking
t. Teknologi : Kemampuan layanan berbasis teknologi dan digital
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
b. Strategi Kelompok Bank Rp. 5 T - Rp. 30 T
1) Strategi Jangka Pendek
Strategi Kompetitif
Mengemukakan beberapa sumber keunggulan bersaing yang dapat
dikembangkan berikut ini:
Low cost strategies: Strategi menekan biaya
Differentiation : Strategi Diferensiasi produk
Strategi Keunggulan bersaing bidang layanan
Speed based strategies: layanan dengan cepat dan akurat
Market Focus: Pemasaran fokus pada nasabah tertentu
2) Strategi Jangka Menengah
Meningkatkan Strategi Kooperatif
257
Strategi bekerjasama menggabungkan teknologi yang dimiliki
dengan Bank yang memiliki teknologi lebih baik. Optimalisasi
feebased income dari transaksi berbasis teknologi
Strategi pengembangan SDM hardskill maupun softskill, serta
pengembangan berbasis teknologi
Strategi kerjasama pembiayaan sindikasi dan korporasi
Kerjasama pembiayaan sindikasi kepada proyek-proyek pemerintah
maupun swasta yang memerlukan pembiayaan yang besar, pada
kondisi ini Bank dapat berperan menjadi Leader
Kerjasama pembiayaan kepada lembaga keuangan Bank dan non
Bank seperti BPR dan koperasi yang memiliki potensi dan prospek
yang baik untuk menjangkau literasi, baik chanelling maupun
executing
Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-base
Income Bank di era teknologi dan kolaborasi tidak akan
sepenuhnya mengandalkan keuntungan dari net interest margin,
namun kedepannya harus ada inovasi produk yang dapat
menciptakan keuntungan, seperti dari peningkatan feebase income
dari transaksional berbasis digital, transaksi wealth management
dan transaksi produk sekuritas, asuransi.
3) Strategi Jangka Panjang
Strategi korporasi, peningkatan modal disetor baik organik maupun
anorganik.
258
Strategi merger dengan Bank yang lebih besar
Pembentukan holding, untuk memperbesar size
Tabel 4. 25 Strategi jangka pendek , jangka menengah, jangka panjang
untuk kelompok Bank dengan modal inti 5-30 T
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi korporasi Strategi peningkatan
modal baik secara
organik
Strategi peningkatan
anorganik
Strategi
korporasi,
peningkatan
modal disetor
baik organik
maupun
anorganik.
Strategi merger
dengan Bank
yang lebih
besar
Strategi Bisnis
Strategi
Kompetitif
- Low cost
strategies:
- Differentiation :
Strategi uk:
Speed based
strategies:
layanan dengan
cepat dan akurat
Market Focus:
Pemasaran fokus
pada nasabah
tertentu
o Diversifikasi
produk
nontradisional
untuk
meningkatkan
fee-base Income
259
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi
Kooperatif
- Kerjasama
teknologi
Optimalisasi
feebased income
– dari transaksi
berbasis
teknologi
- Strategi
pengembangan
SDM hardskill
maupun softskill,
serta
pengembangan
berbasis
teknologi
- Strategi
kerjasama
pembiayaan,
pemerintah
korporasi,
- Lembaga
keuangan Bank
dan non Bank
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
3. Strategi Jangka Pendek, Menengah dan panjang untuk Kelompok Bank
dengan Modal Inti Rp. 1 T – 5 T.
a. Analisis SWOT (TOWS)
260
Tabel 4. 26 Analisis SWOT (TOWS) untuk Kelompok Bank dengan Modal
Inti 5- 30 T
Dimensi Analisis
Threath o Pangsa pasar : Bank pesaing dengan peer yang sama merebut
pangsa pasar di ASEAN dengan ekspansi ke luar negeri
o Marketing : Bank pesaing aktif pemasaran dengan promosi
yang besar
o Teknologi : Bank pesaing peer yang samar sudah menerapkan
digital Banking
o Inovasi produk funding dan lending korporasi dan private
o Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-
base Income
o Pembentukan holding, merger dan akusisi untuk memperbesar
size
Opprotunity
o Market : Masih terbuka untuk target market di luar negeri
ASEAN
o Network : Masih luas untuk membuka jaringan
Makro ekonomi : Inflasi dan suku bunga mendukung
Weakness
- Finansial :
- Modal dan aset yang kurang memadai menjadi kurang efektif
jika peluang terbuka luas.
- Likuiditas dana yang masih kurang optimal.
- Non Finansial :
- Human capital : Kemampuan dan pengalaman yang masih
kurang
- Jaringan : Kurang meningkatkan jaringan maupun digital
Banking.
Strenght
u. Kekuatan finansial
v. Laba : sangat baik
w. Biaya : lebih efisien
x. Kekuatan non finansial
y. SDM : kuantitas memadai
z. Jaringan dan Branchless non digital tersebar luas
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
261
b. Strategi Kelompok Bank Rp. 1 T - Rp. 5 T
1) Strategi Jangka Pendek
- Strategi korporasi, peningkatan modal baik secara organik
maupun anorganik.
- Strategi merger dengan Bank yang lebih besar
- Diversifikasi produk non-tradisional untuk meningkatkan fee-
base Income
2) Strategi Jangka Menengah
Strategi korporasi, peningkatan modal secara anorganik.
Strategi kooperatif
Strategi bekerjasama menggabungkan teknologi yang dimiliki
dengan Bank yang memiliki teknologi lebih baik.
Optimalisasi feebased income – dari transaksi berbasis
teknologi
Strategi pengembangan SDM hardskill maupun softskill, serta
pengembangan berbasis teknologi
Strategi kerjasama pembiayaan sindikasi dan korporasi
Kerjasama pembiayaan sindikasi kepada proyek-proyek
pemerintah maupun swasta yang memerlukan pembiayaan yang
besar, pada kondisi ini Bank dapat berperan menjadi leader,
Kerjasama pembiayaan kepada lembaga keuangan Bank dan non
Bank seperti BPR dan koperasi yang memiliki potensi dan
262
prospek yang baik untuk menjangkau literasi, baik chanelling
maupun executing,
3) Strategi Jangka Panjang
Strategi Korporasi, peningkatan modal dengan merger atau
penggabungan Bank.
Tabel 4. 27 Strategi korporasi, peningkatan modal dengan merger atau
penggabungan Bank
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi Korporasi - Strategi
peningkatan
modal baik
secara organik
Strategi peningkatan
anorganik
- Strategi
merger
dengan Bank
yang lebih
besar
Strategi Bisnis
Strategi Kompetitif
Strategi Kooperatif - Kerjasama Teknologi
- Strategi
pengembangan
SDM hardskill
maupun softskill,
serta pengembangan
berbasis teknologi
- Strategi kerjasama
pembiayaan,
pemerintah
korporasi,
- lembaga keuangan
Bank dan non Bank
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
263
4. Strategi Jangka Pendek, Menengah dan panjang untuk Kelompok Bank
dengan Modal Inti < Rp. 1 T.
a. Analisis SWOT (TOWS)
Tabel 4. 28 Analisis SWOT (TOWS) untuk Kelompok Bank dengan Modal
Inti < Rp. 1 T.
Dimensi Analisis
Threath o Pangsa pasar : Bank pesaing dengan peer yang sama merebut
pangsa pasar di ASEAN dengan ekspansi ke luar negeri
o Marketing : Bank pesaing aktif pemasaran dengan promosi yang
besar
o Teknologi : Bank pesaing peer yang samar sudah menerapkan
digital Banking
o Inovasi produk funding dan lending korporasi dan private
o Diversifikasi produk non tradisional untuk meningkatkan fee-base
Income
o Pembentukan holding, merger dan akusisi untuk memperbesar size
Opprotunity
o Market : Masih terbuka untuk target market di luar negeri ASEAN
o Network : Masih luas untuk membuka jaringan
Makro Ekonomi : Inflasi dan suku bunga mendukung
Weakness
- Finansial
- Modal dan aset yang kurang memadai menjadi kurang
efektif jika peluang yang terbuka lebar tidak
dimanfaatkan..
264
Dimensi Analisis
- Likuiditas dana yang masih kurang optimal.
Non Finansial :
- Human capital : Kemampuan dan pengalaman yang masih
kurang
- Jaringan : Kurang kemampuan untuk dapat menambah
jaringan maupun digital Banking.
Strenght
aa. Finansial
bb. Laba : Tingkat ROE yang baik
cc. Biaya : Lebih efisien, karena SDM kurang
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
b. Strategi Kelompok Bank < Rp. 1 T
1) Strategi Jangka Pendek
Strategi Korporasi,
peningkatan modal disetor Organik, Peningkatan Modal Organik
berasal dari peningkatan laba ditahan.
Strategi Bisnis :
dd. Differentiation Strategy
Mendapat ancaman dari Bank pesaing di ASEAN dalam
menghadapi MEA harus mempersiapkan diri dengan beberapa strategi
bisnis antara lain peningkatan fitur produk
Peningkatan layanan dengan optimalisasi digital service
265
Peningkatan produk dan layanan yang customize agar lebih
fleksible dirasakan oleh nasabahnya.
Cost Leadership Strategy
Perusahaan dalam hal ini dituntut untuk memahamicCost drivers
yang terdiri dari cost of input factors, economis of scale, learning
curve effect, experience-curve effect
Cost of input factors: Biaya dana yang relatif lebih efisien
Economis of scale : Meningkatkan skala ekonomis agar layanan
kepada nasabah lebih luas
Learning curve effect : Peningkatan kemampuan human capital
agar lebih efektif dan efisien secara biayanya
Experience-curve effect : Peningkatan pengalaman agar dapat
memecahkan masalah spesifik dalam menghadapi tantangan
kebutuhan nasabah
Integration Strategy
Strategi ini merupakan kombinasi cost leadership dan differentiation
Innovation Strategy
Strategi ini merupakan kekuatan untuk menghadapi persaingan.
Dalam menghadapi persaingan global maka diperlukan strategi yang
Inovatif dari berbagai aspek :
Aspek Product : Harus dapat memberikan inovasi produk yang
memberikan layanan yang lebih baik dari pesaing.
266
Aspek Price : Harus dapat memberikan inovasi harga yang
terintegrasi dengan harga produk lainnya, atau di bundling dan
dipaket dengan produk inovasi lainnya. Konsep cross selling
strategy, agar dipastikan nasabah menggunakan beberapa produk
Bank sesuai kebutuhan nasabah.
Aspek people : Human capital harus diodorog untuk lebih memiki
inovasi dalam memberikan layanan maupun memikirkan kreatifitas
produknya
Aspek place : Harus memberikan jaringan layanan di jaringan
network maupun non branch yang dapa memberikan layanan
unggul dan kenyaman untuk nasabah
Aspek Promosi : Nasabah harus senantiasa diberikan edukasi
maupun informasi produk yang tepat guna, agar dapat
meningkatkan pemahaman dan bermanfaat untuk Bank agar lebih
memperluas dan memperbanyak nasabah yang loyal kepada Bank.
Promosi dapat dilakukan dengan meningkatkan strategi kooperatif
dengan melakukan kerjasama dengan komunitas-komunitas bisnis,
maupun profesi dengan sistem co-branding. Bank akan sangat
dibutuhkan oleh komunitas, dan komunitas juga membutuhkan
layanan Bank yang bersifat masal dan terprogram dan fokus kepada
layanan komunitas nya.
Entreupreneur Strategy
267
Strategi ini untuk menjalankan proses pembaharuan secara
konsisten, sehingga selalu dalam inovasi yang terus menerus.
Dengan demikian dalam menghadapi era integrasi ASEAN,
perbankan sebagai lembaga dibidang jasa keuangan tidak hanya
memikirkan layanan semata, namun juga harus berfikir bisnis yang
menguntungkan secara terus menerus dan harus menghindarkan
dari kerugian yang berkepnajangan yang berakhir dengan
kebangkrutan atau likuidasi. Dalam dekade terakhir banyak bank
yang mengalami kebangkrutan karena kurang memperhatikan
kewirausahaan (Entereupreneurship) yang harus dimiliki oleh
insan perbankan. Maka Bankers juga dalam mengelola perbankan
harus memiliki jiwa entreupreneurship.
Bentuk peningkatan strategi kooperatif tersebut diatas dapat
dilakukan dalam peningkatan funding dengan dana murah, dan juga
peningkatan pembiayaan (lending) dengan menjadi berpasrtisipasi
sebagai member pada kredit sindikasi atau korporasi pada
perusahaan pemerintah dan swasta yang cukup besar, dengan
leader Bank besar, Kerjasama agen brnschless Banking.
2) Strategi Jangka Menengah
Strategi Korporasi,
peningkatan modal disetor baik anorganik
Meningkatkan strategi kooperatif
268
Strategi bekerjasama menggabungkan teknologi yang dimiliki
dengan Bank yang memiliki teknologi lebih baik.
Optimalisasi feebased income dari transaksi berbasis teknologi
Strategi pengembangan SDM hardskill maupun softskill, serta
pengembangan berbasis teknologi
Strategi kerjasama pembiayaan sindikasi dan korporasi
Kerjasama pembiayaan sindikasi kepada proyek-proyek pemerintah
maupun swasta yang memerlukan pembiayaan yang besar, pada
kondisi ini Bank dapat berperan menjadi Leader,
Kerjasama pembiayaan kepada lembaga keuangan Bank dan non
Bank seperti BPR dan koperasi yang memiliki potensi dan prospek
yang baik untuk menjangkau literasi, baik chanelling maupun
executing.
3) Strategi Jangka Panjang
Strategi korporasi,
peningkatan modal melalui merger.
Strategi kooperatif
Strategi bekerjasama transaksi luar negeri dengan Bank asing.
269
Tabel 4. 29 Strategi korporasi strategi jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang untuk kelompok Bank dengan modal inti < Rp. 1 T
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi
Korporasi
Peningkatan modal organik
berasal dari peningkatan
laba ditahan
Strategi korporasi,
peningkatan modal
disetor secara
anorganik
Strategi korporasi,
peningkatan modal
melalui merger.
Strategi Bisnis
Strategi
Kompetitif
Strategi bisnis :
Differentiation strategy
Peningkatan fitur produk
Peningkatan layanan
digital service
Peningkatan produk dan
layanan yang customize
cost leadership strategy
Economis of scale
Learning curve effect :
Experience-curve effect :
Integration strategy
strategi ini merupakan
kombinasi cost
leadership dan
differentiation innovation
strategy
Aspek product :
Aspek price :
Aspek people :
Aspek place :
Aspek promosi :
.Entreupreneur strategy
270
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Strategi
Kooperatif
Strategi bekerjasama
Transaksi luar negeri dengan
Bank asing.
Kerjasama agen Brnschless
Banking
Meningkatkan
strategi kooperatif
-Strategi
bekerjasama
menggabungkan
teknologi yang
dimiliki dengan
Bank yang memiliki
teknologi lebih baik.
Optimalisasi
feebased income –
Dari transaksi
berbasis teknologi
Strategi
Pengembangan
SDM Hardskill
maupun softskill,
serta
pengembangan
berbasis Teknologi
Strategi kerjasama
Ppembiayaan
sindikasi dan
korporasi
Kerjasama
pembiayaan
sindikasi kepada
proyek-proyek
pemerntah maupun
swasta yang
memerlukan
pembiayaan yang
-
Strategi Kooperatif
- Strategi kerjasama
teknologi dengan Bank
memiliki teknologi lebih
baik.
-Kerjasama Wealth
manajemen,.
-Strategi pengembangan
SDM hardskill maupun
softskill, serta
pengembangan SDM
berbasis teknologi
strategi kerjasama
pembiayaan sindikasi dan
korporasi, pemerintah,
swasta lembaga keuangan
dan non Bank
271
Strategi Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
besar, pada kondisi
ini Bank dapat
berperan menjadi
Leader,
Kerjasama
Pembiayaan
kepada lembaga
keuangan Bank
dan non Bank
seperti BPR dan
koperasi yang
memiliki potensi
dan prospek yang
baik untuk
menjangkau
literasi, baik
chanelling maupun
executing,
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
4.5.4. Usulan Penerapan Strategi
Saran Tindakan Yanag
diajukan
Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan
Strategi pengembangan
Non Finansial (jumlah
SDM, Jaringanm HC
kompetensi)
Divisi human capital
Divisi operasional
Setiap 6 bulan
Strategi Pengembangan
Finansial (Modal Inti, CAR,
Aset, Pertumbuhan Kredit,
Feebase)
Divisi perencanaan
Divisi keuangan
Kantor cabang dan divisi
kredit
Sesuai dengan RBB
272
Saran Tindakan Yanag
diajukan
Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan
Kantor cabang, wealth
manajemen, divisi
tansaksional Banking
Pengembangan GCG Divisi manajemen risiko Setiap 6 bulan dilaporkan
score card ke authority
Penyeusian kondisi dengan
Ekonomi Makro
Tim ALCO Setiap terjadi perubahan
realisasi ekonomi makro
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)
4.5.5. Usulan Monitoring dan Evaluasi
Variabel penelitian Rancangan
Evaluasi
Rancangan
Pengendalian
Hasil
Non Finansial Strategi Bisnis,
Strategi Kompetitif
Human capital score
card
- Penilaian berkala
untuk Jaringan
- Survei berkala
-Human capital
berkualitas
-Jaringan yang
memadai
-Digital Banking
mumpuni
Finansial Strategi Korporasi
Strategi Kompetitif
Strategi Kooperatif
Evaluasi valuasi
Balancesore card
Kinerja meningkat
brand image
meningkat
valuasi saham
meningkat
GCG Strategi Korporasi Scorecard Valuasi saham
meningkat
Ekonomi Makro Strategi Kompetitif Tim ALMA Pricing sesuai
dengan kondisi
ekonomi makro
Sumber : Hasil Penelitian diolah (2018)