bab 3 - ancaman kehati

Upload: angga-zulfan

Post on 14-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ancaman hati

TRANSCRIPT

  • Tujuan Pembelajaran1. Mahasiswa mengetahui ayat

    penyebab kerusakan di bumi2. Mahasiswa mengetahui

    keanekaragaman hayati

    3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    3.1. PENDAHULUANAllah SWT berfirman dalam Al

    Artinya:

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    Tujuan PembelajaranMahasiswa mengetahui ayat

    penyebab kerusakan di bumiMahasiswa mengetahui

    keanekaragaman hayati

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    PENDAHULUANAllah SWT berfirman dalam Al

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    ANCAMAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

    Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui ayat

    penyebab kerusakan di bumiMahasiswa mengetahui

    keanekaragaman hayati

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    PENDAHULUAN Allah SWT berfirman dalam Al

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    BAB IIIANCAMAN TERHADAP

    KEANEKARAGAMAN HAYATI

    Mahasiswa mengetahui ayat-ayat alquran yang terkait dengan penyebab kerusakan di bumi Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mengancam

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    Allah SWT berfirman dalam Al-quran sebagai berikut:

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    BAB III ANCAMAN TERHADAP

    KEANEKARAGAMAN HAYATI

    ayat alquran yang terkait dengan

    faktor yang mengancam

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    quran sebagai berikut:

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    ANCAMAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

    ayat alquran yang terkait dengan

    faktor yang mengancam

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    quran sebagai berikut:

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    KEANEKARAGAMAN HAYATI

    ayat alquran yang terkait dengan

    faktor yang mengancam

    Mahasiswa mengetahui klasifikasi, dan criteria ancaman keanekaragaman hayati menurut IUCN dan penting criteria tersebut.

    Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

  • perbuatan mereka, agar mereka kembali (kAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orangorang-orang yang mempersekutukan (Allah).

    Artinya:

    Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalamengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanambinatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan (lingkungan)

    3.2. DEFORESTRASIDeforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan

    global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutanberdampak hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, dekehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan nonmendatang.

    Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,penting untuk memiliki

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural Organization

    mendefinisikan deforestrasi.

    perbuatan mereka, agar mereka kembali (kAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah

    orang yang mempersekutukan (Allah).

    Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalamengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanambinatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan (lingkungan). (QS. Al-Baqorah

    DEFORESTRASIDeforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan

    global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutanberdampak besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, dekehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan nonmendatang.

    Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,penting untuk memiliki

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural Organization - FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalammendefinisikan deforestrasi.

    perbuatan mereka, agar mereka kembali (kAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana

    orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang yang mempersekutukan (Allah).

    Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalamengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanambinatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan

    Baqorah :205

    DEFORESTRASI DAN DEGRADASIDeforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan

    global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutanbesar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman

    hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, dekehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non

    Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,penting untuk memiliki definisi yang tepat. BadanBangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural

    FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalammendefinisikan deforestrasi. Pertam

    perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). KatakanlahAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana

    orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang yang mempersekutukan (Allah). (QS Ar Rum : 41

    Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalamengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanambinatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan

    :205)

    DEGRADASI HUTANDeforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan

    global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutanbesar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman

    hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, dekehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non

    Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam,definisi yang tepat. Badan

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam

    Pertama, berdasarkan penggunaan lahan

    e jalan yang benar). KatakanlahAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana

    orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah (QS Ar Rum : 41

    Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan

    HUTAN Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan

    global. Laju deforestrasi yang sangat tinggi di hutan-hutan tropis telah besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman

    hayati, banjir, dan degradasi tanah. Lebih lanjut, deforestrasi mengancam kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan dan persediaan hasil hutan kayu dan non-kayu untuk generasi

    Penggunaan istilah deforestrasi sangat beragam, definisi yang tepat. Badan Perserikatan Bangsa

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam

    , berdasarkan penggunaan lahan

    e jalan yang benar). KatakanlahAdakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana

    orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah (QS Ar Rum : 41-42)

    n di bumi untuk -tanaman dan

    binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan

    Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan hutan tropis telah

    besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman forestrasi mengancam

    kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada kayu untuk generasi

    oleh sebab itu erserikatan Bangsa

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam

    , berdasarkan penggunaan lahan

    e jalan yang benar). Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana

    orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah

    n di bumi untuk tanaman dan

    binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan/kerusakan

    Deforestrasi merupakan gambaran nyata dari perubahan lingkungan hutan tropis telah

    besar terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman forestrasi mengancam

    kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada kayu untuk generasi

    oleh sebab itu erserikatan Bangsa-

    Bangsa (PBB) untuk pangan dan pertanian (Food and Agricultural FAO) menggunakan dua parameter yang berbeda dalam

    , berdasarkan penggunaan lahan,

  • deforestrasi didefinisikan sebagai konversi lahan hutan untuk kepentingan lain. Kedua, berdasarkan tutupan tajuk, deforestrasi didefinisikan sebagai penurunan jangka panjang tutupan tajuk di bawah ambang 10 persen. Hasilnya, degradasi hutan yang besar dapat terjadi sebelum melewati ambang deforestrasi tersebut.kegiatan pembalakan hutan yang selektif biasanya tidak langsung mengurangi penutupan kanopi sampai batas tersebut, yang akhirnya menyebabkan degradasi hutan, bukan deforestrasi. Umumnya, deforestrasi merupakan perubahan penggunaan lahan yang lebih drastic, biasanya ditandai dengan penggudulan hutan dan konversi hutan menjadi lahan alternative, kebanykan menjadi lahan pertanian. Namun demikian, degradasi hutan seringkali dapat menjadi deforestrasi melalui berbagai cara misalnya, kegiatan pembalakan hutan member akses lebih mudah bagi para petani. Deforestrasi dapat juga terjadi karena pembukaan lahan untuk pertambangan terbuka, pemakaran kota dan lainnya.

    3.2.1. Penyebab langsung deforestrasi dan degradasi hutan 1. Ekspansi pertanian

    Aktivitas pertanian yang menyebabkan terjadinya pembukaan dan konversi hutan, termasuk pembangunan lahan pertanian permanen, perladangan berpindah, dan pengembalaan ternak. Ekspansi lahan pertanian umumnya menjadi contributor dominan dari deforestrasi.perladangan berpindah tidak terlalu merusak dibandingkan kegiatan pertanian lainnya, karena pertumbuhan kembali vegetasi dan suksesi hutan sekunder setelahnya, namun hal ini dapat terjadi hanya pada kawasan dengan kepadatan penduduk pedesaan yang sangat rendah sehingga dapat terjadi pembiaran lahan

  • dalam waktu yang lama. Penyebab langsung yang dapat memicu keputusan untuk mengkonversi lahan hutan adalah:

    Kondisi lingkungan yang mendukung (misalnya hutan di daerah yang memiiliki drainase dan kesuburan tanah yang baik, akan cenderung dikonversi menjadi lahan pertanian)

    Harga produk pertanian yang tinggi (produksi semakin menguntungkan, maka semakin banyak pembukaan lahan);

    Biaya yang rendah (biaya rendah untuk pembukaan hutan, sehingga semakin banyak deforestrasi)

    Perubahan demografi ( misalnya, pertumbuhan populasi dan populasi penduduk pedesaan yang lebih tinggi dapat meningkatkan deforestrasi).

    Kaimowitz dan Angelsen (1998) menyimpulkan bahwa ekspansi pertanian merupakan sumber utama deforestrasi. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit adalah contributor yang paling signifikan. Harga minyak sawit mentah (crude palm oil CPO) yang cukup tinggi memicu ekspansi kawasan untuk ditanami kelapa sawit. Deforestrasi lebih banyak dipicu oleh industry pertanian skala besar daripada pertanian skala kecil. Dalam decade terkahir saja, lahan yang dijadikan perkebunan kelapa sawit telah meningkat tiga kali lipat, dan di tahun 2005-2006 total lahan untukperkebunan kelapa sawit adalah 5.6 juta hektar

    2. Ekstraksi Kayu

    Ekstraksi kayu merupakan penyabab intra sektoral utama dari degradasi hutan, yang dapat merambat ke terjadinya deforestrasi,baik secara langsung maupun tidak langsung. Kayu diambil dari hutan untuk keperluan kayu gelondongan, bubur kertas,

  • kayu arang dan kayu bakar. Ekstraksi kayu yang tidak terkontrol dan tidak mematuhi aturan, baik legal maupun ilegal, seringkali memicu degradasi hutan dan secara tidaklangsung menyebabkan deforestrasi. Pembangunan jalan untuk logging,juga seringkali memicu deforestrasi karena memberikan akses bagiimigrasi dan konversi hutan menjadi areal pertanian- di daerah-daerah yang aturan kepemilikannya tidak jelas atau kurang ditegakkan. Kegiatan penebangan hutan yang tidak dilaksanakan dengan baik akan menyisakan limbah dalamjumlah yang sangat besar dan mudah terbakar, sehingga menjadikan hutan rentan terhadap api yang berasal pembukaan lahan untuk kegiatan komersial ataupun pertanian.

    3. Pembangunan infrastruktur Hutan dapat dibuka untuk pembangunan jalan raya, pemukiman, fasilitas public, saluran pipa,pertmabngan terbuka,bnedungan hidroelektrik dan berbagai infrastruktur lain. Tidak satu pun dari aktivitas ini menjadi penyebab utama degradasi dalam skalabesar dalam kaitannya dengan besarnya arealhutan yang dibuka. Namun secara tidak langsung, pembanguna jalan raya dan infrastruktur berkontribusi paling besar terhadap deforestrasi. Halini terjadi bukan karena luas jalan yang dibangun, namun karena turunnya ongkos transportasi, yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya aktivitas produktif di daerah yang terpencil.

    3.2.2. Penyebab tak langsung dari deforestrasi dan degradasi hutan 1. Faktor-faktor ekonomi mikro

  • Para bisnismen yang menanggapi kekuatan pasar pada umumnya akan membuka lahan untuk mengakomodasi permintaan yang meningkat terhadap produk-produk yang dapat dibudidayakan di lahan hutan yang dikonversi. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan deforestrasi pada tahap awal pembangunan ekonomi, dimana hutan ditebang untukproduksi komoditas pertanian. Dalam tahapan akhir pembangunan ekonomi, tekanan terhadap hutan dapat berkurang karena produksi pertanian menjadilebih intensif, sector jasa meningkat pangsanya dalam perekonomian dan permintaan akan produk dan jasa hutan meningkat, membuat tanah hutan lebih berharga. Faktor-faktor ekonomimikro lainnya yang berpotensi untuk mempengaruhi deforestrasi adalah utang luar negeri,kebijakan nilaikurs mata uang asing dan kebijakan perdagangan yang mengatur sector-sektor terkait dengan deforestrasi dan degradasi hutan. Namun, pengaruh dari kebijakan-kebijakn ini terhadaphutan sangat bervariasi. Sebagai contoh,devaluasi dan depresiasi mata uang akan merangsang ekspor dan dampak deforestrsai tergantung pada apakah tanaman uang diekspor cocok untuk dibudidayakan pada lahan hutan yng ditebang tersebut.

    2. Faktor tata kelola

    Tata kelola memainkan peran penting dalam menentukan nasib hutan. Deforestrai dan degradasi hutan bisa diakibatkan dari efek kombinasi kepemilikan lahan hutan dan lembaga, yang pada gilirannya, menentukan insentif yang mengarah pada eksploitasi yang berlebihan. Sehubungan dengan kepemilikan lahan lahan, deforestrasi dan degradasi hutan dapat terjadi sebagai akibat dari minimnya definisi

  • hak kepemilikan, termasuk di dalamnya sistem yang member ijin deforestrasi dengan adanya kepemilikan.ketika hak-hak kepemilikan lahan itu ambigu, tumpang tindih atau lemah, insentif untukkeuntungan berinvestasi dalamjangka panjang dari sumberdaya alamjuga lemah. Pengambilan keputusan yang tidak transparan mengenai alokasi atau konversi sumberdaya hutan Negara, dan terkait perilaku mencari sewa, adalah faktor penting kedua yang mendorong deforestrasi dan degradasi hutan. Hukum, peraturan dan yuridiksi antar sektoral yang ambigu atau tumpang tindih, serta kebingunan yang disebabkan oleh sistem desentralisasi yang tidaklengkap, semua ini member kesempatan bagi pengusaha untuk mengeksploitasi daerah abu-abu untukmenghindari kebijkan-kebijakan perlindungan hutan. Demikian pula, elit ekonomi dan politik nasional sering menggunakan posisi kekuasan mereka untuk meningkatkan control

    ekonomi terhadap sumberdaya hutan dan menyebabkan eksploitasi yang tidak lestari. Perusahaan kayu dan pabrik pengelolaannya yang memiliki hubungan dekat dengan pejabat pemerintah dan militer seringkali dapat memperoleh akses yang diinginkan terhadap konsesi pembalakan yang bernilai ekonomi tinggi dan hutan tanaman/perkebunan, dan untuk mendapatkan porsi sewa ekonomi yang signifikan yang terkait dengan halini. Meluasnya korupsi pada semua level di banyak negar penghasil hutan umumnya memungkinkan actor politik dan perusahaan yang kuat untuk berperilaku dengan tingkat akuntabilitas public yang sangat rendah. Hal lain yang mempengaruhi nasib hutan adalah faktor tata kelola hutan, yaitu hukum kehutanan yang tidak tepat dan kapasista

  • penegakan hukum yang lebih. Hukum kehutanan sering menganggap kegiatan hutan yang lestari sebagai hal yang illegal, sementara pada saat yang sama memperlakukan kegaitan yang tidak lestari sebagai hal yang lestari. Colchester dkk. (2006) menemukan bahwa undang-undang kehutanan cenderung menilai sumber pendapatan bagi masyarakat miskin yang berbasis hutan sebagai praktek illegal, sementara undang-undang di luar sector kehutanan yang melindungi hak-hak komunitas hutan seringkali lemah, ambigu dan diabaikan. Pada saat yang sama, hukum kehutanan telah terbukti lemah dalam menangani kejahatan hutan dalam skala besar. Di Indonesia, upaya mengejar dan menuntur individu dan perusahan yang tersangkut kasus-kasu pembalakan liar dan pemabakaran telah gagal.

    3.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI KEANEKARAGAMAN HAYATI Kekayaan sumberdaya hayati Indonesia saat ini diperkiraan sedang

    mengalami penurunan dan kerusakan. Krisis keanekaragaman hayati ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor teknis dan faktor struktural. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Faktor Teknis

    Ada 3 (tiga) aspek yang masuk kedalam kategori faktor teknis yaitu kegiatan manusia, teknologi yang digunakan, dan kondisi alam itu

  • sendiri. Ketiga aspek ini diperkirakan mampu menimbulkan kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati seperti yang diuraikan berikut ini: a. Faktor kegiatan Manusia

    1. Kesadaran, pemahaman dan kepedulian yang rendah. Sebagian lapisan masyarakat kurang memiliki kesadaran dan pemahaman tentang makna penting keanekaragaman hayati

    bagi kehidupan sehari-hari maupun sebagai aset pembangunan. Ketidaktahuan ini menimbulkan sikap tidak peduli yang mengarah pada perusakan keanekaragaman hayati.

    2. Pemanfaatan berlebih Pemanfaatan sumber daya sering dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.

    3. Pemungutan dan perdagangan ilegal: Contoh jelas tentang hal ini adalah penebangan liar, serta perdagangan flora dan fauna, yang dilindungi maupun yang tidak, juga marak di Indonesia.

    4. Konversi habitat alami Diperkirakan sekitar 20-70% habitat alami Indonesia sudah rusak (Bappenas, 1993). Hal ini terjadi terutama karena

  • konversi habitat alami untuk berbagai kepentingan pembangunan. Misalnya, degradasi hutan mangrove untuk dikonversi menjadi tambak, lahan pertanian, pemukiman, pelabuhan dan industri, seperti yang umum terjadi di pesisir timur Sumatera, pantai utara Jawa, dan Sulawesi Selatan.

    5. Monokulturisme dalam budidaya dan pemanfaatan Pola monokultur ini mengarah pada ketidakseimbangan dan akhirnya menimbulkan keterancaman spesies serta erosi keanekaragaman genetik. Spesies yang diketahui nilai ekonomi pasarnya dieksploitasi secara berlebih, dan upaya budidayanya dilakukan. Sementara spesies yang dianggap tidak punya nilai ekonomi dibiarkan terancam punah tanpa ada upaya budidaya. Pertanian dan kehutanan modern cenderung monokultur, menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil sebesar-besarnya. Hutan tanaman industri (HTI) memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium, eucalyptus sp, sehingga menggususr jenis lokal dan mengubah ekosistem hutan secara drastis.

    6. Tekanan penduduk Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia dengan populasi mencapai 240 juta orang pada tahun 2013, untuk penghidupannya, jumlah penduduk yang tinggi ini memerlukan dukungan sandang, pangan, papan serta ruang untuk beraktivitas. Hampir semua daya dukung ini berasal dari alam yang berkaitan sangat erat dengan Kehati. Pola

  • pemanfaatan yang tidak bijaksana akan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayati.

    7. Kemiskinan dan keserakahan Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah, merupakan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayati (KLH, 2002). Kualitas SDM yang rendah ini merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kemiskinan di Negara ini. Tekanan jumlah dan kualitas penduduk ini akan semakin mengancan keanekaragaman hayati laut dan pesisir. Demikian pula, karena tingkat kemiskinan tertinggi biasanya terdapat di pedesaan, maka tekanan pada sumber daya alam pasti akan meningkat, Namun, sebenarnya perusakan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kemiskinan lebih kecil dibandingkan dengan perusakan yang terjadi akibat keserakahan beberapa pihak yang mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan semata. Sikap serakah inilah yang menjurus pada gejala tangkap lebih di beberapa perairan laut, penebangan berlebih yang resmi maupun ilegal, penyelundupan flora dan fauna yang dilindungi serta konversi habitat alami untuk proyek-proyek pembangunan ekonomi.

    8. Penanaman jenis invasif (invasive species) Jenis invasif merupakan salah satu bahaya yang mengancam keanekaragaman hayati. Flora dan fauna yang bersifat invasif umumnya masuk ke Indonesia dengan sengaja atau tidak dari luar negeri atau dari area yang bakan habitatnya.

  • Sebagai contoh adalah keberadaan enceg gondok, awal mulanya digunakan sebagai tumbuhan hias, namun pada kenyataannya tumbuhan perairain ini telah menggangu ekosistem perairan air tawar Indonesia, beberapa flora dan fauna asli tidak dapat bersaing hidupberdampingan dengan dominasi enceng gondok. Kondisi yang sama terjadi terhadap keberadaan tumbuhan akasia (akasia nilotica) yang berda di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur yang pada awalnya digunakan untuk mencegah kebakaran secara perlahan telah mendominasi sehingga kebaradaan banteng (Bos sondaicus) di taman nasional tersebut populasinya menurun karena kesulitan dalammencari pakan. Contoh lain adalah tumbuhan Merremia peltata (mantangan) yang menyerang kawasan Taman Nasional Bukit BArisan

    Selatan, Sumatra tumbuah invasive ini telah menguabh jalur gajah menyebabkan gjah terjebak oleh tumbuhan invasif. Di Indonesia diketahui ada 2.809 jenis invasive, yaitu mulai dari jamur, bakteri, virus, ikan arachina, burung, mamalia, insekta dan muluska serta tumbuahn, seperti ditunujukkan pada gambar berikut:

  • b. Pemilihan Teknologi Beberapa jenis teknologi, teknik dan alat untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati dapat menimbulkan kerusakan pada ekosisem. Sebagai contoh:

    Jenis alat yang diketahui merusak habitat sumber daya hayati pesisir adalah penggunaan alat pengumpul ikan, bahan peledak, bahan beracun dan pukat harimau. Sebagai ilustrasi, pukat udang dengan lebar 20 meter mampu menggerus dasar laut seluas 1 km2 dalam waktu 1 jam. Tingkat kerusakan ini melebihi tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang.

    Di bidang pertanian, teknologi pertanian yang intensif, misalnya revolusi hijau (untuk padi) dan revolusi biru (untuk pertambakan udang) telah mengubah cara budidaya polikultur yang kaya spesies dan kultivar dengan budidaya monokultur. Seperti disebutkan diatas, pola monokultur ini mengarah pada

  • ketidakseimbangan dan akhirnya menimbulkan keterancaman spesies serta erosi keanekaragaman genetik.

    Di laut, sumber pencemaran adalah tumpahan minyak dari kapal, dan kegiatan industri. Sedangkan diperairan tawar, sumber pencemar kebanyakan dari limbah kegiatan industri dan rumah tangga.

    c. Faktor Alam

    Salah satu faktor alam yang bisa mempengaruhi kerusakan dan penyusutan keanekaragaman hayati ialah perubahan iklim global. Perubahan iklim global, yang disebabkan antara lain oleh pemanasan global, mempunyai pengaruh pada sistem hidrologi bumi, yang pada gilirannya berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem alami dan penghidupan manusia. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim telah berdampak pada pertanian, ketahanan pangan, kesehatan manusia dan permukiman manusia, lingkungan, termasuk sumber daya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang mudah terlihat adalah frekuensi dan skala banjir dan musim kering yang panjang, yang terjadi di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia.

    2. Faktor Struktural

    Ada dua akar persoalan atau masalah struktural. Pertama, paradigm pembangunan yang dianut oleh pemerintah selama era 1970-an hingga 1990-an dan kedua, belum terbentuk tata kelola (governance) yang baik. Paradigma pembangunan dimasa lalu belum mempertimbangkan kepentingan pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Pemerintah memandang keanekaragaman hayati sebagai sumber daya

  • yang berharga untuk dilikuidasi dalam rangka perolehan devisa, percepatan pertumbuhan ekonomi serta diversifikasi basis perekonomian. Dengan kata lain, pemanfaatan keanekaragaman hayati dilakukan dengan prinsip keruk habis, jual murah dan jual mentah. Oleh sebab itu, kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati meningkat seiring dengan melajunya pertumbuhan ekonomi. Pemanfaatan dan pengelolaan Kehati yang lestari dan berkelanjutan memerlukan tata kelola (good governance) yang baik. Tata kelola yang baik dicirikan oleh pemerintah yang bersih, bertanggung gugat, representatif dan demokratis. (KLH, 2002). Kedua pangkal persoalan tersebut menimbulkan masalah struktural di bawah ini:

    a. Kebijakan Eksploitatif, Sentralistik, Sektoral dan Tidak Partisipatif

    Paradigma pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah untuk melakukan sentralisasi pelaksanaan pembangunan dan penguasaan sumber daya untuk pembangunan, termasuk sumber daya alam (Barber, 1996).

    b. Sistem Kelembagaan yang Lemah Indonesia belum mempunyai sistem yang kuat dan efektif untuk pengelolaan keanekaragaman hayati. Akibatnya, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan lestari keanekaragaman hayati belum terpadu. Pengelolaan keanekaragaman hayati dilakukan oleh berbagai lembaga tanpa mempunyai wewenang hukum yang jelas. Koordinasi dan integrasi program di antara para pengelola amat lemah, salah satunya karena tidak ada arahan nasional yang kuat dan diakui yang mendasari perencanaan setiap sektor. Akibatnya keputusan

  • yang dibuat sering parsial, seperti yang telah diuraikan di atas, dan bahkan keputusan satu sektor bisa bertentangan dengan sektor lainnya (Wetlands Indonesia Programme, 2003). Kelemahan di segi kelembagaan juga mempengaruhi koordinasi pelaksanaan kewajiban terhadap berbagai konvensi internasional, misalnya KKH, Konvensi Ramsar dan CITES. Koordinasi dan integrasi program di antara para pengelola amat lemah, salah satunya karena tidak ada arahan nasional yang kuat dan diakui yang mendasari perencanaan setiap sektor. Akibatnya keputusan yang dibuat sering parsial, seperti yang telah diuraikan di atas, dan bahkan keputusan satu sektor bisa bertentangan dengan sektor lainnya (Wetlands Indonesia Programme, 2003).

    c. Sistem dan penegakan hukum yang lemah Pengelolaan keanekaragaman hayati secara lestari sulit terjadi karena sistem dan instrumen hukum yang ada masih lemah. Lembaga penegakan hukum sering tidak memahami substansi hukum yang terkaitan dengan keanekaragaman hayati. Sistem judisial juga belum profesional dan otonom sehingga menyulitkan penegakan hukum. Semuanya ini diperparah oleh keterbatasan dana, sumber daya manusia serta infrastruktur yang memadai untuk penegakan hukum (KLH, 2002). Karena perumusan kebijakan sering tidak melibatkan partisipasi publik, kalangan masyarakat tidak mengetahui adanya kebijakan tersebut, sehingga tidak dapat membantu penegakannya. Lebih jauh, kadang-kadang aparat di daerah tidak mengetahui atau tidak peduli dengan kebijakan yang telah dibuat di pusat. Dan yang terakhir, banyak kebijakan berbeda dari hukum adat yang berlaku

  • di masyarakat sehingga kadang-kadang sulit diterima oleh masyarakat.

    Faktor-faktor diatas telah mengakibatkan kerusakan ekosistem keanekaragaman hayati, penurunan ukuran populasi serta meningkatkan

    kelangkaan species di alam bahwa menuju kepunahan. Spesies yang rentan terhadap kepunahan adalah spesies yang:

    - Sebaran geografi yang sempit - Jumlah populasinya sedikit - Ukuran populasinya menurun

    - Kepadatan populasi rendah - Memerlukan daerah jelajah yang luas - Hewan dengan ukuran tubuh besar - Kemampuan menyebar yang lemah - Bermigrasi musiman (tergantung pada 2 atau lebih habitat yang

    berlainan) - Variasi genetik rendah - Memerlukan habitat khusus - Hanya dijumpai pada lingkungan utuh stabil - Membentuk kelompok, permanen atau sementara - Terisolasi atau belum pernah kontak dengan manusia - Diburu atau dipanen manusia - Berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah

    Konvensi internasional yang mengatur perdagangan antar Negara tentang species-species satwa dan tumbuhan yang terancam punah, yaitu CITES (Convention on International Trade in Endangered species of Wild Flora dan Fauna) mengelompokkan status tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

  • a. Appendix I, yaitu Memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial.

    b. Appendix II, yaitu Memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

    c. Appendix III, yaitu memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah dilindungi di suatu negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan memberikan pilihan (option) bagi negara-negara anggota CITES bila suatu saat akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke Appendix II, bahkan mungkin ke Appendix I.

    3.4. KATEGORI IUCN UNTUK SPESIES TERANCAM KEPUNAHAN

    Menurut Red Data Booksnya, IUCN telah memperkenalkan pengkatagorian spesies yang terancam kepunahan berdasarkan status ekologis dan besarnya ancaman yang diterima spesies tersebut. Hubungan kategori keterancaman dan proses dalam penentuan kategori keterancamannya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Berikut ini adalah pengkategorian species menurut IUCN:

    1. PUNAH Extinc (EX) Suatu taxon dikatakan punah jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati.

    2. PUNAH DI ALAM Extinct in the wild (EW) Suatu taxon dikatakan punah di alam jika dengan pasti diketahui bahwa taxon tersebut hanya hidup di penangkaran, atau hidup di alam sebagai hasil pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya. Suatu taxon dianggap punah di alam jika telah dilakukan survai menyeluruh di

  • daerah sebarannya atau di daerah yang memiliki potensi sebagai daerah sebarannya di alam, survai dilakukan pada waktu yang tepat, dan survai tersebut gagal menemukan individu taxon tersebut. Survai harus dilakukan sepanjang siklus hidup taxon tersebut.

    3. KRITIS Critically Endangered (CR) Suatu taxon dikatakan kritis jika taxon tersebut menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam

    4. GENTING Endangered (EN) Suatu taxon dikatakan genting jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis saat menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat

    5. RENTAN Vulnerable (VU) Suatu taxon dikatakan rentan jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis atau genting tetapi menghadapi resiko kepunahan tinggi di alam

    6. KEBERADAANNYA TERGANTUNG PADA AKSI KONSERVASI Conservation Dependent (CD). Untuk dianggap sebagai CD suatu taxon harus merupakan focus dari program konservasi jenis atau habitat yang secara langsung mempengaruhi taxon yang dimaksud.

    7. RESIKO RENDAH Low Risk (LR). Suatu takson dikatakan resiko rendah jika setelah dievaluasi ternyata taxon tersebut tidak layak dikategorikan dalam kritis, genting dan rentan, Conservation Dependent dan Data Deficient. Kategori ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: (i) taxon yang nyaris memenuhi syarat untuk dikatakan terancam punah (Near-Threatened), (ii) taxon yang tidak begitu menjadi perhatian, (iii) taxon yang saat ini jumlahnya besar tetapi memiliki peluang yang sangat kecil untuk punah di masa depan

  • 8. KURANG DATA Data Deficient (DD). Suatu taxon dikatakan kekurangan data jika informasi yang diperlukan, baik sifatnya langsung maupun tidak langsung, untuk menelaah resiko kepunahan taxon dimaksud berdasarkan distribusi atau status tidak memadai. Taxon dalam kategori ini mungkin telah banyak dipelajari aspek biologinya, tetapi data kelimpahan dan atau distribusinya masih kurang. Berdasarkan hal tersebut DD tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori terancam punah atau beresiko kecil. Dengan memasukkan taxon ke dalam kategori ini menunjukkan bahwa informasi tentang taxon tersebut sangat diperlukan

    9. TIDAK DIEVALUASI Not Evaluated (NE). Suatu taxon dikatakan tidak dievaluasi jika taxon tersebut tidak dinilai berdasarkan kriteria di atas. Persatuan Konservasi Dunia (The World Conservation Union,

    IUCN) menerbitkan sebuah buku dengan nama Dartar Merah ini terancam satu demi satu. Daftar Merah ini direvisi setiap 2 tahun sejak 1986 oleh Pusat Monitor Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring Centre), bersama jaringan kelompok khusus dari Komisi Ketahanan Spesies (Spesies Survival Commission Spesial Groups) IUCN, untuk lebih detail silahkan kunjungi website nya di http:iucn.org.

    Menurut Daftar Merah IUCN edisi 1990, terdapat 4.452 spesies satwa yang terancam punah. Kelas satwa dengan jumlah spesies terbesar yang terancam adalah serangga (1.083 spesies) dan burung (1.029). disusul ikan (713), mamalia (507), kerang-kerangan (409), reptillia (169), karang (154), cacing anelida (139), krustasea (126), dan amfibia (57). Sedangkan Tumbuhan yang terancam di Asia mencapai 6.608 spesies, eropa tanpa Jerman 2.677, Amerika Tengah dan utara 5.747, Amerika Selatan 2.061,

  • Oceania 2.673 dan Afrika 3.308. jumlah yang sebenarnya di lapangan bahkan bisa lebih banyak dari itu.

    Gambar 3.1. Hubungan antar kategori keterancaman menurut IUCN. Diagram di atas menunjukkan proses suatu jenis bagi penentuan kategori status keterancaman.

    Kategori kritis, genting, dan rentan, sebagai kategori yang perlu mendapatkan perhatian utama berdasarkan penjelasan yang diuraikan dalam

    SEMUA

    Kurang Data Data Deficient

    Tidak Dievaluasi Not

    Punah di alam /Extinct in the

    Kritis/Critically Endangered

    Genting Endangered

    Rentan Vulnerable

    Mendekati Terancam Punah Near-Threatened

    Jenis kurang yang Diperhatikan Least Concern

    Dievaluasi

    Resiko Rendah Low Risk (LR).

    Data

    Punah/Extinct

    Kategori Terancam/ Threatened Categories.

  • masing-masing kategori tersebut di atas, maka peluang keterancamannya lebih lanjut digambarkan pada Gambar 3.2. Selanjutnya kriteria kritis, genting dan rentan tersebut di atas masing-masing diidentifikasi berdasarkan batasan penjabaran dalam tabel berikut :

    Tabel 2. Batasan Kategori Terancam Punah Dari IUCN Kriteria Kritis Genting Rentan A. Penurunan

    Tajam

    > 80% selama 10 tahun atau 3 generasi

    > 50% selama 10 tahun atau 3 generasi

    >50% selama 20 tahun atau 5 generasi

    B. Daerah

    Sebaran yang sempit

    Luas daerah sebaran

  • Gambar 3.2. Besarnya peluang suatu jenis untuk punah berdasarkan kategori ancaman menurut IUCN.

    Kriteria menurut IUCN ini penting untuk:

    1. Perencanaan konservasi informasi species penting untuk aksi

    konservasi dan identifikasi secara global lokasi untuk konservasi yang meliputi area tanaman penting, area burung penting burung, are biodiversitas kunci dan alliance untuk lokasi zero kepunahan

    2. Pembuatan keputusan pengaruh keputusan konservasi pada beberapa skala, dari penilaian dampak laingkungan sampai perjanjian-perjanjian lingkungan intrnasional.

    3. Monitoring mengindikasikan ststus terbaru species dan menunjukkan trend resiko kepunahan mereka sampai kemajuan perjlanan kedepan biodiversitas.