bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga
merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif
murah. Karena merupakan kebutuhan pokok, maka dinamika harga gula akan
mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi (Susila,2005).
Dalam perdagangan bebas, setiap perusahaan dalam industri gula akan
menghadapi persaingan ketat dengan perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia.
Hal tersebut menuntut setiap perusahaan supaya dapat mencapai tujuannya
dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan pesaing-pesaingnya.
Agar perusahaan dapat berkembang dan mempertahankan usahanya, perusahaan
tersebut harus mampu menghasilkan produk yang berupa barang dan jasa dengan
mutu yang lebih baik, dengan harga yang lebih murah, promosi lebih efektif,
distribusi barang ke konsumen lebih cepat, dan dengan pelayanan yang lebih baik
dibandingkan dengan para pesaingnya.
Kenyataannya, industri pergulaan nasional saat ini terus mengalami
penurunan produktivitas dikarenakan banyaknya permasalahan. Indonesia pernah
menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua sekitar tahun 1930 dimana jumlah
pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14,8 %
dan rendemen mencapai 11,0 – 13,8 %, dengan produksi puncak mencapai sekitar
3 juta ton, dan ekspor gula pernah mencapai sekitar 2,4 juta ton. (Sudana dkk,
2
2000). Pamor Indonesia yang pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar
kedua dunia setelah Kuba, secara berangsur menurun menjadi negara importir
gula. Saat ini Indonesia menjadi importir terbesar pertama di Asia dan terbesar
kedua dunia setelah Rusia (Nainggolan, 2007). Menurunnya produktivitas industri
pergulaan nasional dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011
Gambar 1. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia, 1969 – 2009 di
Indonesia.
Menurunnya produktivitas gula ini bukan hanya disebabkan masalah on-
farm dan ketidak-efisienan pabrik-pabrik gula, tapi juga sangat dipengaruhi
kondisi pasar yang tidak adil, yang mengakibatkan tidak adanya insentif untuk
berproduksi. Namun, jika dilihat dari sisi konsumsi, konsumsi nasional
mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi gula nasional dapat dilihat pada
Gambar 2.
3
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011
Gambar 2. Perkembangan konsumsi gula di Indonesia, 1990-2009
Konsumsi rumah tangga per tahun untuk komoditas gula terus menerus
mengalami peningkatan pada tahun 1990-1996 dari 1,41 juta ton menjadi 1,73
juta ton.. Jumlah konsumsi gula oleh rumah tangga kembali naik pada tahun 2000-
2002 menjadi 1,94 juta ton, tetapi setelah periode tersebut jumlah konsumsi gula
rumah tangga cenderung stabil. Pada tahun 2007 konsumsi gula rumah tangga
juga mengalami peningkatan menjadi 2,15 juta ton dan tahun berikutnya sampai
dengan tahun 2009 masih berkisar pada jumlah tersebut.
Rendahnya harga dunia akibat dari surplus pasokan serta kebijakan dari
negara-negara eksportir, telah merangsang pelaku usaha dalam negeri untuk lebih
memilih membeli gula impor dibandingkan gula produksi domestik. Keadaan ini
menyebabkan industri gula domestik menjadi semakin tidak berdaya dikarenakan
harga gula impor yang jauh lebih murah.
4
Menurut Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian
(2010), terdapat 8 (delapan) provinsi yang menghasilkan gula bagi produksi
nasional melalui PR (Perkebunan Rakyat). Jawa Timur merupakan penyumbang
produksi tebu PR terbesar yaitu sebesar 72,57%, disusul oleh Jawa Tengah dan
Lampung yang masing-masing berkontribusi sebesar 16,90% dan 4,60%. Jawa
Barat mempunyai kontribusi sebesar 3,95%, disusul DI Yogyakarta sebesar 1,34%.
Sedangkan provinsi lainnya yakni Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan
Sumatera Selatan hanya menyumbang masing-masing kurang dari 1,00%
(Gambar 3).
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011
Gambar 3. Provinsi sentra produksi tebu Perkebunan Rakyat, 2006-2010
Berdasarkan produksi gula nasional, meskipun Jawa Timur merupakan
penyumbang produksi nasional terbesar melalui PR tetapi kontribusinya hanya
sebesar 45,87%. Sedangkan provinsi Lampung berada di peringkat ketiga (4,60%),
5
penyumbang produksi gula melalui PR berada, tetapi secara nasional berada
peringkat kedua dengan kontribusi produksi gula nasional sebesar 32,78%.
Disusul oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang masing-masing berkontribusi
bagi produksi gula nasional sebesar 9,79% dan 4,37%. Provinsi lainnya masing-
masing hanya menyumbang kurang dari 3,00% (Gambar 4).
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011
Gambar 4. Provinsi sentra produksi tebu Nasional, 2009
Meskipun Jawa Timur merupakan penyumbang produksi nasional terbesar,
tetapi Lampung memiliki potensi yang lebih menjanjikan karena masih banyak
areal yang dapat ditanami tebu. Perusahaan gula di Lampung juga telah menguasai
teknologi budi daya tebu di lahan kering dan teknologi pengolahan gula yang jauh
lebih maju dibandingkan Jawa. Sampai sekarang di Lampung terdapat enam
produsen gula. Tumbuhnya industri gula itu memberikan dampak positif bagi
daerah Lampung karena mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Selain itu
6
juga membantu pengembangan desa-desa di sekitarnya, mengubah lahan-lahan
marjinal menjadi areal tebu rakyat kemitraan, lahirnya pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi baru serta memberi kontribusi pajak maupun retribusi kepada
pemerintah (Jimmy melalui EKSPOnews, 2012) .
Produsen gula yang ada di provinsi Lampung, yaitu PT. Gunung Madu
Plantations, PT. Agro Putra Abadi, PT. Gula Putih Mataram, PT. Indo Lampung
Perkasa, PT. Pemuka Sakti Manis Indah, PT. Sweet Indo Lampung. Dari kelima
produsen tersebut PT. Gunung Madu Plantations adalah produsen yang cukup
besar kontribusinya dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional.
Tabel 1. Data Produksi Gula Nasional Tiap Perusahaan atau Pabrik Gula di
Indonesia , Agustus 2009
Sumber : Asosiasi Gula Indonesia, 2009
7
PT. Gunung Madu Plantations didirikan pada tahun 1975, merupakan
pelopor usaha perkebunan tebu dan pabrik gula di luar Jawa, khususnya Lampung.
Data produksi PT. Gunung Madu Plantations tahun 2001 – 2010 dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Produksi PT. Gunung Madu Plantations tahun 2001 - 2010
Thn Luas Lahan (Hektar) Hasil Tebu
(Ton)
Hasil
Gula
(Ton)
Tebu
Per
Hektar
(Ton)
Gula
Per
Hektar
(Ton)
Rendemen
(%) Total Ditanam Dipanen
2001 35.665 25.139 23.301 2.022.672 175.500 86,81 7,53 8,68
2002 35.665 25.143 24.044 1.964.873 147.287 83,85 6,28 7,49
2003 35.665 25.195 23.416 1.570.647 151.737 67,08 6,49 9,68
2004 36.043 25.554 23.345 1.900.825 185.644 81,42 7,95 9,77
2005 36.711 26.079 24.314 1.849.068 179.025 76,05 7,36 9,78
2006 37.503 26.744 24.943 2.033.041 189.716 81,51 7,61 9,33
2007 38.306 27.337 25.561 2.026.710 191.272 79,29 7,50 9,42
2008 40.082 30.646 28.870 2.374.618 218.248 82,25 7,56 9,19
2009 40.082 30.051 28.436 2.329.265 210.244 81,91 7,39 9,03
2010 31.883 29.918 25.010 2.542.470 201.848 84,98 6,75 7,94
Sumber : Data sekunder PT. Gunung Madu Plantations, 2011
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil tebu PT.Gunung Madu
Plantations mengalami fluktuasi, pada tahun 2003 sebesar 1.570.647 ton, lalu
tahun 2004 mengalami peningkatan, namun tahun 2005 mengalami penurunan
yaitu menjadi 1.849.068 ton dan begitu juga pada tahun 2008, 2009 dan 2010.
Fluktuasi ini disebabkan oleh faktor iklim yang berubah dan tak menentu.
Sementara untuk hasil gula putih, PT. Gunung Madu Plantations
menghasilkan total produksi gula terbesar yaitu 201.848 ton yang hanya diperoleh
dari 1 Pabrik Gula pada tahun 2010. Sedangkan PTPN-10 Jawa Timur
menghasilkan 409.384,90 ton namun berasal dari 10 pabrik gula (HRD PT.
Gunung Madu Plantations, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa PT. Gunung Madu
Plantations mampu menghasilkan gula yang cukup tinggi. Namun jika dilihat dari
8
volume penjualan di PT. Gunung Madu Plantations cenderung fluktuatif. Pada
tahun 2007 PT. Gunung madu Plantations volume penjualan mencapai angka
189.493 ton. Lalu pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup tinggi
yaitu mencapai 216.972 ton , tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan
menjadi 213.329 ton ( Lampiran 2. ). Menurunnya volume penjualan di PT.
Gunung Madu Plantations juga mengakibatkan menurunnya pendapatan dari
penjualan gula itu sendiri. Pada tahun 2010 PT. Gunung Madu Plantations
menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 1.756.506.785.000,- . Namun, pada tahun
2011 PT. Gunung Madu Plantations hanya menghasilkan pendapatan sebesar Rp.
1.609.132.5000.000,- (data pendapatan dapat dilihat pada Lampiran 3).
Fluktuatifnya volume penjualan gula di PT. Gunung Madu Plantations ini
menurut Ir. Lukman Sugijanto disebabkan oleh strategi pemasaran yang telah
dilakukan kurang maksimal. Strategi pemasaran yang digunakan yaitu 4P, yang
terdiri dari product, place, promotion, dan price. Menurut Kotler (2004) Product
bisa berupa apa saja (baik yang berwujud fisik maupun tidak) yang dapat
ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk.memenuhi kebutuhan dan keinginan
tertentu. Produk merupakan semua yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan,
diperoleh dan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
yang berupa fisik atau jasa. Place merupakan keputusan distribusi menyangkut
kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk
tersedia dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan
konsumen dapat dengan mudah memperoleh suatu produk. Promotion meliputi
berbagai metode, yaitu Iklan, Promosi Penjualan, Penjualan Tatap Muka dan
9
Hubungan Masyarakat. Price berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis
seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat diskriminasi
harga diantara berbagai kelompok pelanggan. Harga menggambarkan besarnya
rupiah yang harus dikeluarkan seorang konsumen untuk memperoleh satu buah
produk dan hendaknya harga akan dapat terjangkau oleh konsumen.
Disisi lain berfluktuatifnya volume penjualan gula putih di PT.Gunung
Madu Plantations disebabkan juga oleh adanya pesaing-pesaing industri gula
putih yang sekarang ini semakin banyak. Salah satu pesaing utama industri gula
putih PT. Gunung Madu Plantations di Lampung yaitu PT. Gula Putih Mataram
(PT. GPM). Selain letak antara dua pabrik ini berdekatan, PT.GPM juga
merupakan industri gula ke dua di Lampung yang berdiri setelah PT. Gunung
Madu Plantations. PT.Gula Putih Mataram ini dahulu merupakan perusahaan yang
di bina oleh PT. Gunung Madu Plantations pada saat awal pembentukan
perusahaan, namun sekitar tahun 2000 PT.GPM menggabungkan diri bersama PT.
Sweet Indo Lampung dan PT. Indo Lampung Perkasa. Gabungan dari ketiga
perusahaan itu dinamakan Sugar Group Companies.
Dilihat dari segi target konsumennya, PT. Gula Putih Mataram memiliki
beberapa target konsumen, yaitu distributor dan konsumen akhir. Sedangkan PT.
Gunung Madu Plantations hanya memiliki satu target konsumen yaitu hanya
distributor saja. Dari pernyataan di atas dapat terlihat perbedaan variasi produk.
PT. Gula Putih Mataram menjual produknya dengan berbagai ukuran mulai dari 1
kg, 5 kg, sampai dengan 50 kg, tetapi PT. Gunung Madu Plantations dikarenakan
target konsumen nya hanya distributor, maka menjual produknya dalam satu
10
ukuran yaitu 50 Kg. Selain itu juga kemasan produk PT. Gula Putih Mataram
juga lebih baik serta dalam mempromosikan produknya, PT. Gula Putih Mataram
ini mempromosikan produknya melalui iklan secara visual maupun audio visual.
Terkait dengan persaingan tersebut maka PT. Gunung Madu Plantations
harus mengenali pesaing-pesaingnya hal ini sesuai dengan pendapat Rangkuti
(2004) yang menyatakan bahwa perusahaan yang berhasil selalu berusaha
mengenali pesaingnya sebaik mungkin seperti yang dilakukannya terhadap para
konsumen. Analisis situasi persaingan akan membantu manajemen untuk
memutuskan dimana akan bersaing dan bagaimana menentukan posisi pesaingnya
pada setiap pasar sasaran.
Belum maksimalnya strategi pemasaran 4P yang telah dijalankan PT.
Gunung Madu Plantations dan adanya pesaing, maka PT. Gunung Madu
Plantations harus melakukan perbaikan strategi agar dapar menaikkan volume
penjualan dan pendapatan PT. Gunung Madu Plantations. Oleh karena itu perlu
dikaji mengenai tingkat pertumbuhan pasar dan nilai pangsa pasar relatif agar
mengetahui strategi perbaikan yang dilakukan supaya dapat meningkatkan volume
penjualan. Oleh karena itu, PT. Gunung Madu Plantations dapat menggunakan
matrik BCG. Dalam hal ini menurut Umar (1999) matrik BCG secara grafik
menunjukkan perbedaan diantara berbagai divisi dalam tingkat pertumbuhan dan
posisi pangsa pasar relatif. Tingkat pertumbuhan pasar didapat dari persentase
hasil pembagian penjualan dua tahun terakhir. Perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukkan tingkat posisi pasar dan ketersediaan
pangsa pasar yang meluas dan terdapat banyak peluang untuk mereguk
11
keuntungan. Posisi pangsa pasar itu sendiri didefinisikan sebagai rasio dari pangsa
pasar perusahaan terhadap pangsa pasar yang dimiliki oleh pesaing. Semakin
tinggi nilai pangsa pasar suatu perusahaan, maka semakin besar proporsi pasar
yang dikendalikan (Certo & Peter, 1995) .
Menurut Lupiyoadi (2004) ada beberapa strategi yang dapat digunakan
oleh perusahaan pada kondisi yang berbeda. Strategi-strategi ini didasarkan pada
perilaku atau posisi pasar mereka dalam industri, yaitu apakah mereka memimpin,
menantang, mengikuti ataukah hanya mengambil sebagian kecil dari seluruh pasar.
Dengan mengetahui posisi pasar maka akan dapat memilih strategi perbaikan
mana yang harus dilakukan agar dapat meningkatkan volume penjualan.
Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Strategi Pemasaran Gula Putih Dalam Upaya Meningkatkan
Volume Penjualan” , Studi Kasus di PT. Gunung Madu Plantations, Kabupaten
Lampung Tengah. Dengan demikian diharapkan setelah dilakukan strategi
perbaikan PT. Gunung Madu Plantations dapat meningkatkan volume
penjualannya.
12
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang
dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah strategi pemasaran 4P yang dilakukan Perusahaan Gula
PT. Gunung Madu Plantations.
2. Bagaimanakah Tingkat Pertumbuhan Pasar dan Nilai Pangsa Pasar Relatif
Perusahaan Gula PT. Gunung Madu Plantations .
3. Bagaimanakah strategi perbaikan Perusahaan Gula PT. Gunung Madu
Plantations agar dapat meningkatkan volume penjualan.
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah di atas
adalah untuk :
1. Mengidentifikasi strategi pemasaran yang dilakukan Perusahaan Gula PT.
Gunung Madu Plantations.
2. Menganalisis Tingkat Pertumbuhan Pasar dan Nilai Pangsa Pasar Relatif
Perusahaan Gula PT. Gunung Madu Plantations.
3. Mengidentifikasi strategi perbaikan Perusahaan Gula PT. Gunung Madu
Plantations agar dapat meningkatkan volume penjualan.
13
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi:
1. Perusahaan, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atau tolak ukur dalam
meningkatkan mutu pelayanan sehingga kinerja yang dihasilkan akan menjadi
lebih baik lagi. Juga sebagai gambaran dalam memperbaiki proses bisnis
dalam meningkatkan keunggulan bersaing kepada perusahaan.
2. Penulis , sebagai bahan penambah wawasan serta pemahaman mengenai
strategi pemasaran PT Gunung Madu Plantations.
3. Pihak pihak yang berkepentingan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
termasuk di dalamnya sebagai bahan referensi yang dapat dikaji oleh
mahasiswa lain dalam membandingkan antara ilmu yang didapat selama masa
perkuliahan dengan data penelitian lapangan.