bab i dan bab ii
DESCRIPTION
next chapterTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus peptikum adalah rusaknya epitel yang melapisi mukosa lambung. Penyebab
ulkus peptikum yaitu infeksi pada lambung oleh bakteri Helicobacter pylori sekitar
70-90 %. Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan asam lambung meliputi
antikoagulan, NSAID, kortikosteroid, aspirin, alkohol, stres, dan diet. (George, 2013)
Penyakit ulkus peptikum merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas
di seluruh dunia, yang dapat mengenai jutaan orang didunia pada berbagai usia.
Penelitian di USA sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan 350.000 kasus
baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 180.000 pasien dirawat dirumah sakit
pertahun, dan sekitar 5000 pasien meninggal setiap tahun akibat ulkus peptikum ini.
Prevalensi laki-laki sekitar lebih tinggi setengah kali lipat dibandingkan pada wanita
(Sandler RS, et al, 2002).
Pada negara berkembang, 70-90% populasi terdapat bakteri Helicobacter pylori
pada lambungnya yang sebagian besar mendapatkan infeksi pada saat berumur
kurang dari 10 tahun. Sedangkan pada negara maju, prevalensi infeksinya adalah
sekitar 25-50%. (Hegar, 2000)
Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi ulkus
peptikum pada pasien yang diendoskopi berkisar antara 5,78% di Jakarta sampai
16,9% di Medan, dengan prevalensi infeksi Helicobacter pylori diatas 90%. (Ham,
2010)
Ulkus petikum dapat menyebabkan permasalahan yang serius, komplikasi yang
bisa terjadi yaitu perdarahan dan perforasi, kanker lambung bahkan kematian.
Sehingga untuk penatalaksanaan pada ulkus peptikum ini masih harus diperhatikan
(Sheila, 2011)
Dalam pengobatan secara medis terdapat dua tujuan terapeutik terhadap ulkus
yang disebabkan oleh H. pylori yaitu menyembuhkan ulkus dan membunuh
organisme. Obat yang paling efektif untuk mengeradikasi H. pylori adalah kombinasi
dua antibiotik dan penghambat pompa proton. Penghambat pompa proton
mengeradikasi H. pylori melalui mekanisme sifat antimikroba langsung dan
meningkatkan pH intragaster. Terapi yang terbaik disebut terapi tripel selama 10-14
hari dengan rincian penghambat pompa proton dua kali sehari, klaritromisin 500 mg
dua kali sehari, dan amoksisilin 1 g dua kali sehari. Pada pasien yang alergi terhadap
obat golongan penisilin dapat digantikan oleh metronidazol sebanyak 500 mg dua kali
sehari. Setelah menyelesaikan terapi tripel, penghambat pompa proton harus terus
diberikan sekali sehari selama 4-6 minggu untuk memastikan tuntasnya penyembuhan
ulkus (Katzung, 2010).
Pada saat ini penggunaan produk tumbuhan sebagai obat semakin banyak
digunakan diberbagai lapisan masyarakat baik di negara maju maupun berkembang.
Penggunaan tumbuhan obat dalam upaya pemeliharaan kesehatan, maupun
pengobatan di Indonesia saat ini semakin meningkat yang diakibatkan oleh tingginya
harga obat sintetik dipasaran, disisi lain penelitian yang membuktikan khasiat dan
keamanan obat dengan tanaman juga sudah semakin meningkat. Salah satu tanaman
obat yang dapat dimanfaatkan yaitu tumbuhan daruju (Acanthusilicifolius linn).
(Sudarsonoet al., 2002).
Ekstraksi daun Acanthus ilicifolius menggunakan etanol yang telah dilakukan
oleh Singh dan Aeri menunjukkan adanya kandungan flavonoid. Hasil dari ekstraksi
daun Acanthus ilicifolius yang terdapat kandungan flavonoid dapat menghambat kuat
Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Candida albicans, Aspergillus fumigatus,
dan Aspergillus niger sementara daya hambat sedang terjadi pada Pseudomonas
aeruginosa dan Proteus vulgaris (Singh, 2013). Flavonoid dapat berefek antibakteri
melalui kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler
dan protein yang dapat larut serta dengan dinding sel bakteri (Robinson, 1995).
Sementara itu kandungan yang terdapat dari hasil ekstraksi akar Acanthus ilicifolius
menggunakan etanol adalah saponin triterpenoid (Singh, 2013). Triterpenoid dapat
menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan mengganggu proses
terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004). Melihat dari kandungan yang
terdapat pada daun Acanthus ilicifolius berupa flavonoid dan kandungan dari akar
Acanthus ilicifolius berupa triterpenoid yang dapat berefek antibakteri atau
penghambat pertumbuhan bakteri pada beberapa bakteri maka, tidak menutup
kemungkinan bahwa akar dan daun Acanthus ilicifolius ini juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori sebagai bakteri penyebab ulkus peptikum.
Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan suatu penelitian mengenai “Pengaruh
Kombinasi Ekstrak Daun dan Akar Daruju (Acanthusilicifolius linn) terhadap
Helicobacter pylori Penyebab Ulkus Peptikum”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.2.1 Apakah kombinasi ekstrak daun daruju (Acanthusilicifolius linn) efektif
menghambat pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori sebagai penyebab
ulkus peptikum?
1.2.2 Bagaimana perbandingan efek antibakteri antara kombinasi ekstrak daun dan
akar daruju (Acanthusilicifolius linn) dibandingkan dengan ekstrak daun atau
akar daruju saja?
1.3 Hipotesis
H0: Kombinasi ekstrak daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn) tidak
memiliki efek antibakteri terhadap Helicbacter pylori.
H1: Kombinasi ekstrak daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn) memiliki
efek antibakteri terhadap Helicobacter pylori.
H2: Kombinasi ekstrak daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn) memiliki
efek antibakteri yang lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak daun dan akar
daruju saja terhadap Helicobacter pylori.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya efek
antibakteri dari kombinasi ekstrak daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn)
terhadap pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori penyebab ulkus peptikum.
1.4.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1.4.2.1 Mengetahui perbandingan efek antibakteri antara kombinasi ekstrak daun
dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn) dibandingkan dengan ekstrak daun
dan akar daruju saja.
1.4.2.2 Membuktikan efek antibakteri dari kombinasi ekstrak daun dan akar daruju
(Acanthusilicifolius linn) lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak daun dan
akar daruju saja.
1.4.2.3 Menentukan konsentrasi efektif ekstrak kombinasi daun dan akar daruju
(Acanthusilicifolius linn) dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Helicobacter pylori.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1.5.1.1 Peneliti dapat mengetahui perbandingan efek antibakteri antara
kombinasi ekstrak daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn)
dibandingkan dengan ekstrak daun dan akar daruju saja.
1.5.1.2 Peneliti dapat mengetahui berapa konsentrasi efektif ekstrak
kombinasi daun dan akar daruju (Acanthusilicifolius linn) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori penyebab ulkus peptikum.
1.5.1.3 Peneliti dapat melatih proses berpikir serta melakukan penelitian
dengan metode penelitian yang benar.
1.5.2 Bagi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
1.5.2.1 Penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya yang terkait dengan efek antibakteri dari kombinasi
ekstrak daun dan akar daruju terhadap Helicobacter pylori.
1.5.2.2 Penelitian ini dapat menambah pengetahuan efek antibakteri ekstrak daun
dan akar daruju yang nantinya sebagai dasar dalam pemilihan tatalaksana
penyakit ulkus peptikum.
1.5.3 Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi tambahan
untuk Universitas Bengkulu terkait dengan efek antibakteri dari kombinasi
ekstrak daun dan akar daruju terhadap pertumbuhan Helicobacter pylori.
1.5.4 Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai efek
antibakteri akar dan daun daruju terhadap Helicobacter pylori penyebab ulkus
peptikum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ulkus peptikum
1. Definisi
Ulkus peptikum adalah