bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep posyandu definisi …

36
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori yang mendukung variabel-variabel yang mendasari penelitian ini. Penjelasan teori ini dimulai dari kajian teoritis konsep Posyandu, konsep peran kader posyandu, konsep pengetahuan, konsep imunisasi, kerangka konsep dan hipotesis penelitian. 2.1 Konsep Posyandu 2.1.1 Definisi Posyandu Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes, 2011). Posyandu merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan, yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan teknis Puskesmas, Departemen Agama, Departemen Pertanian dan BKKBN. Posyandu juga merupakan forum, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat, oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan SDM sejak dini dan pusat kegiatan masyarakat (Purwandari, 2010). Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Posyandu dibutuhkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

Upload: others

Post on 25-Jan-2022

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori yang mendukung variabel-variabel yang

mendasari penelitian ini. Penjelasan teori ini dimulai dari kajian teoritis konsep

Posyandu, konsep peran kader posyandu, konsep pengetahuan, konsep imunisasi,

kerangka konsep dan hipotesis penelitian.

2.1 Konsep Posyandu

2.1.1 Definisi Posyandu

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Merupakan salah satu bentuk

Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang

dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada

masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes,

2011).

Posyandu merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan, yang

diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan

teknis Puskesmas, Departemen Agama, Departemen Pertanian dan

BKKBN. Posyandu juga merupakan forum, alih teknologi dan

pelayanan kesehatan masyarakat, oleh dan untuk masyarakat yang

mempunyai nilai strategis untuk pengembangan SDM sejak dini dan

pusat kegiatan masyarakat (Purwandari, 2010). Posyandu merupakan

salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari,

oleh, untuk dan bersama masyarakat. Posyandu dibutuhkan dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan

masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat

penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

11

Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi maupun anak balita

dan angka kelahiran guna meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, telah dikembangkan suatu pendekatan keterpaduan, yang

dalam pelaksanaannya di tingkat desa dilakukan melalui posyandu.

Keterpaduan adalah penyatuan dan penyerasian dinamis kegiatan dari

program KIA, KB, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare, untuk

saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati

bersama. Keterpaduan dalam posyandu dapat berupa keterpaduan

dalam aspek sasaran, lokasi kegiatan, petugas penyelenggara, dana,

dan lain sebagainya (Nasution, 2007).

Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau

tumbuh kembang anak, serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai

agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi dan

balita dengan mengupayakan bagaimana memelihara anak secara baik,

yang mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya. Bentuk

susunan organisasi unit pengelola posyandu di desa ditetapkan melalui

kesepakatan dari para anggota pengelola posyandu. Tugas dan

tanggung jawab masing-masing unsur pada setiap kepengurusan

disepakati dalam unit/kelompok pengelola posyandu bersama

masyarakat setempat, namun pada hakekatnya susunan kepengurusan

itu sifatnya fleksibel tergantung kondisi setempat. Dalam tatanan

kehidupan masyarakat di desa, unit pengelola posyandu mempunyai

kewajiban melaporkan keberadaannya kepada kepala desa/lurah. Oleh

karena itu, kepala desa/lurah berkewajiban membina keberadaan unit

pengelola posyandu, karena kegiatan posyandu pada dasarnya adalah

untuk kepentingan kemajuan perkembangan kualitas sumber daya

masyarakat (SDM) dini di daerahnya (Depdagri RI, 2004).

12

2.1.2 Sasaran Posyandu

Sasaran dari kegiatan posyandu adalah : bayi, anak balita, ibu hamil,

ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur

(Rahaju, 2005).

2.1.3 Tujuan Posyandu

Menurut Depkes (2006) tujuan diselenggarakan posyandu adalah :

2.1.3.1 Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu

(AKI) dan Angka

2.1.3.2 Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya

pemberdayaan masyarakat.

2.1.3.3 Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan

upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan tentang

penurunan AKI dan AKB.

2.1.3.4 Mempercepat penerimaan NKKBs.

2.1.3.5 Meningkatnya peran lintas sektoral dalam penyelenggaraan

posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI

dan AKB.

2.1.3.6 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan dasar,

terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

2.1.4 Pembentukan Dan Persyaratan Pembentukan Posyandu

2.1.4.1 Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti :

a. Pos penimbangan balita

b. Pos imunisasi

c. Pos keluarga berencana desa

d. Pos kesehatan

e. Pos lain yang dibentuk baru.

13

2.1.4.2 Persyaratan pembentukan posyandu :

a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang

balita

b. Terdiri dari 120 kepala keluarga

c. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)

d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu

tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

2.1.5 Pembagian Posyandu

Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat

yaitu :

2.1.5.1 Posyandu Pratama

Adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh

kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin

serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang,

cakupan kegiatan utamanya <50%.

2.1.5.2 Posyandu Madya

Adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun, jumlah kader sebanyak 5 orang

atau lebih, tetapi cakupan kegiatan utamanya < 50%.

2.1.5.3 Posyandu Purnama

Adalah posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak

5 (lima) orang atau lebih, cakupan kegiatan utamanya > 50%.

2.1.5.4 Posyandu Mandiri

Adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan

lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5

(lima) orang atau lebih, cakupan kegiatan utamanya > 50%

(Depkes RI, 2006).

14

Ada 2 macam paket pelayanan yang dilaksanakan di Posyandu yaitu

paket pelayanan minimal dan paket pilihan posyandu.

a. Paket Pelayanan

Minimal yaitu kegiatan utama kader yang harus dilaksanakan

oleh setiap Posyandu. Untuk bayi dan anak balita antara lain :

penimbangan bulanan dan penyuluhan gizi dan kesehatan,

pemberian paket pertolongan gizi, imunisasi dan pemantauan

kasus lumpuh layuh dan deteksi dini tumbuh kembang,

identifikasi penyakit, pengobatan sederhana dan rujukan

terutama untuk diare, radang paru – paru (pneumonia).lbu hamil

antara lain : pemeriksaan kehamilan, Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) bagi ibu kurang gizi atau Kurang Energi

Kronis (KEK), pemberian tablet tambah darah dan kapsul

yodium dan penyuluhan tentang gizi, kesehatan ibu dan

perencanaan persalinan aman.lbu nifas/menyusui antara lain :

pemberian kapsul vitamin A, pemberian makanan tambahan

(PMT), pelayanan nifas bagi ibu dan bayinya, pemberian tablet

tambah darah, Pelayanan KB, dan KIE/penyuluhan.

b. Paket Pilihan Posyandu merupakan kegiatan di luar kegiatan

utama yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan

masyarakat setempat : Kelompok Peminat KIA (KP - KIA),

program samijaga dan perbaikan lingkungan pemukiman,

tabungan lbu Bersalin (Tabulin), Desa Siaga, P2M PKMD,

Perkembangan anak termasuk BKB, Pengembangan Anak Dini

Usia (PADU), Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa

(UKGMD), Penanggulangan penyakit endemis setempat,

gondok, demam berdarah, malaria (Rahaju, 2005). Menurut

Depkes RI (2007), kegiatan posyandu dapat diukur dari aspek

asupan (input), proses, keluaran (output), dan dampak (outcome)

sebagai berikut:

15

1) Indikator asupan (input):

a) Jumlah Posyandu yang telah lengkap sarana dan obat-

obatnya.

b) Jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja.

c) Jumlah kader yang mendapat akses untuk meningkatkan

ekonominya.

d) Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat,

pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan posyandu.

2) Indikator proses:

a) Meningkatnya frekuensi pelatihan kader posyandu.

b) Meningkatnya frekuensi pendampingan dan pembinaan

posyandu.

c) Meningkatnya jenis pelayanan yang dapat diberikan.

d) Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk posyandu.

e) Menguatnya kapasitas pemantauan pertumbuhan anak.

3) Indikator keluaran (output):

a) Meningkatnya cakupan bayi dan balita yang dilayani.

b) Pencapaian cakupan seluruh balita.

c) Meningkatnya cakupan ibu hamil dan ibu menyusui yang

dilayani.

d) Meningkatnya cakupan kasus yang dipantau dalam

kunjungan rumah

4) Indikator dampak (outcome):

a) Meningkatnya status gizi balita.

b) Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak

cukup naik.

c) Berkurangnya prevalensi penyakit anak (cacingan , diare,

ISPA).

d) Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan ibu

menyusui.

16

e) Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik di

tingkat keluarga.

f) Mantapnya kesinambungan posyandu.

2.1.6 Pelaksanaan Posyandu Balita

Posyandu dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali setiap bulan. Hari

bukanya ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat dan

pelaksana, bisa berdasarkan hari ataupun tanggal. Penentuan jam buka

harus disepakati oleh pihak masyarakat, pengurus/kader posyandu dan

puskesmas. Yang diutamakan adalah waktu yang ditentukan sasaran

posyandu bisa hadir sebanyakbanyaknya. Apabila diperlukan dapat

dibuka lebih dari satu kali dalam sebulan (Rahaju, 2005).

Adapun pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh posyandu tentang

pemeliharaan kesehatan bayi dan balita meliputi:

2.1.6.1 Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita.

2.1.6.2 Penimbangan bulanan

2.1.6.3 Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang

2.1.6.4 Imunisasi bayi 0-14 bulan

2.1.6.5 Pemberian oralit untuk menanggulangi diare

2.1.6.6 Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama Kegiatan

yang ada di posyandu balita dikenal dengan sistem pelayanan 5

meja dimana setiap meja fungsinya berbeda – beda , yaitu :

a. Meja I : Pendaftaran, pencatatan bayi dan balita

b. Meja II : Penimbangan balita

c. Meja III : Pengisian KMS

d. Meja IV : Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik

maka kader memberikan penyuluhan kesehatan, pemberian

makanan tambahan dan susu.

e. Meja V : Pemberian imunisasi Meja I sampai IV

dilaksanakan oleh kader kesehatan dan meja V dilaksanakan

17

oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat,

juru imunisasi dan sebagainya.

2.2 Konsep Peran Kader Posyandu

2.2.1 Definisi Kader Posyandu

Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan

untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan

kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin

di posyandu (Sudayasa, 2010). Kader kesehatan adalah laki-laki atau

wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani

masalah -masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta

untuk bekerja dalam hubungan yang dekat dengan tempat pelayanan

kesehatan (Meilani et al, 2009).

Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan

bertugas mengembangkan masyarakat (Yulifah,dkk, 2009). Menurut

Mia, dkk pada tahun 2008 mendefinisikan kader secara umum yaitu

tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat itu

sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi penyelenggara

posyandu.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan kader adalah laki-laki atau

perempuan yang secara sukarela, ditunjuk atau dipilih oleh

masyarakat untuk membantu tenaga kesehatan dalam membangun

kesehatan dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan

dilingkungan masyarakat tersebut. Kader terbentuk dari dua dasar

pemikiran yaitu dari segi kemampuan masyarakat dan segi

kemasyarakatan. Pemikiran pertama berpendapat bahwa

pembangunan nasional dalam bidang kesehatan, pelayanan kesehatan

diarahkan pada prinsip masyarakat bukanlah sebagai objek, akan

tetapi sebagai subjek dari pembangunan tersebut, sedangkan dari segi

18

kemasyarakatan tidak terlepas dari kebudayaan masyarakat itu sendiri

sehingga masyarakat perlu ikut berpartisipasi dalam upaya

pembangunan kesehatan (Mia et al, 2008).

Menurut Depkes RI tahun 2006 kriteria kader ialah :

2.2.1.1 Berusia dewasa

2.2.1.2 Sehat jasmani dan rohani

2.2.1.3 Dapat membaca dan menulis huruf latin

2.2.1.4 Diterima dan dipilih oleh masyarakat

2.2.1.5 Berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader

posyandu

2.2.1.6 Menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat

dengan benar

2.2.1.7 Memahami tata cara, adat, budaya, kepercayaan kebiasaan

dan etika masyarakat setempat.

2.2.2 Definisi Peran

Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dijalankan (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 2002). Dalam kehidupan bermasyarakat,

peran merupakan konsekuensi dari status seseorang. Bila kehidupan

bermasyarakat ada yang berstatus sebagai tokoh masyarakat, kader,

tenaga kesehatan maupun pasien. Individu-individu tersebut

diharapkan muncul perilaku yang sesuai dengan statusnya masing-

masing (Sudarma, 2009). Sedangkan menurut Soekanto tahun 2007

peran adalah segala sesuatu oleh seseorang atau kelompok orang

dalam melakukan suatu kegiatan karena kedudukan yang

dimilikinya.

Peran adalah posisi seseorang dalam struktur sosial atau

mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang

berhubungan dengan orang lain. Tingkat peranan seseorang didalam

19

suatu kegiatan khususnya peran kader posyandu adalah sebagai

berikut :

2.2.3 Pelaksana

Dalam kegiatan Posyandu kader memegang peranan

pelaksana kegiatan posyandu dan menggerakkan keaktifan

ibu.

2.2.4 Pengelola

Kader aktif dalam berbagai kegiatan, bahkan tidak hanya

dalam pelaksanaan tetapi juga hal-hal yang bersifat

pengelolaan seperti perencanaan kegiatan, pencatatan dan

pelaporan pertemuan kader (Depkes RI, 2006).

2.3 Peran Serta Kader Posyandu

Kader posyandu adalah orang yang mempunyai tugas untuk melaksanakan

program Posyandu termasuk didalamnya adalah imunisasi (Torik, 2005).

posyandu pada umumnya dan kader posyandu pada khususnya mempunyai

peran penting dalam meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi usia 0-12

bulan (Torik, 2005). kelengkapan imunisasi dasar selain dipengaruhi oleh

tingkat pengetahuan ibu sebagai faktor predisposisi juga dipengaruhi oleh

sikap petugas, dalam hal ini adalah kader Posyandu (Notoadmojdo, 2003).

Pelaksanaan posyandu oleh kader dapat dinilai dari peran kader dalam

melaksanakan kegiatan posyandu. Peran tersebut dapat dilihat dari kegiatan

sebelum buka posyandu, saat buka posyandu dan setelah buka posyandu.

Penjabaran tugasnya adalah sebagai berikut :

2.3.1 Tugas kader saat persiapan hari buka posyandu :

Menyiapkan alat dan bahan (alat timbang, KMS, alat peraga dan

lain-lain), mengundang dan menggerakan masyarakat untuk datang

ke posyandu, menghubungi Pokja Posyandu dan melaksanakan

pembagian tugas diantara kader.

20

2.3.2 Tugas kader pada hari buka posyandu :

2.3.2.1 Meja 1 adalah mendaftar bayi/balita, yaitu menuliskan

nama balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan

pada KMS, dan mendaftar ibu hamil, yaitu menuliskan

nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil

(Depkes RI, 2007).

2.3.2.2 Meja 2 : menimbang bayi balita, mencatat hasil

penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan

pada KMS (Depkes RI, 2007).

2.3.2.3 Meja 3: mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil

penimbangan balita dari secarik kertas ke dalam KMS anak

tersebut (Depkes RI, 2007).

2.3.2.4 Meja 4 : menjelaskan data KMS atau keadaan anak

berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan

dalam grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan.

Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan

mengacu pada data KMS anaknya atau dari hasil

pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.

Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan,

untuk balita, ibu hamil, dan menyusui berikut ini : Balita,

apabila berat badannya dibawah garis merah (BGM) pada

KMS, 2 kali berturut-turut berat badannya tidak naik,

kelihatan sakit (lesu-kurus, busung lapar, mencret, rabun

mata dan sebagainya), Ibu hamil atau menyusui : apabila

keadaanya kurus, pucat, bengkak kaki, pusing terus

menerus, perdarahan, sesak nafas, gondokan. Selain itu juga

memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader

posyandu, misalnya pemberian pil tambah darah (pil besi),

vitamin A, oralit, dan sebagainya (Depkes RI, 2007).

2.3.2.5 Meja 5 sebenarnya bukan merupakan tugas kader,

melainkan pelayanan sektor yang dilakukan oleh petugas

21

kesehatan, PLKB, PPL, antara lain : pelayanan imunisasi,

pelayanan KB, pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu

hamil, ibu nifas dan ibu menyusui, pengobatan dan

pemberian pil tambah darah, Vitamin A (Kader dapat

membantu pemberiannya), kapsul yodium dan obat –

obatan lainnya (Depkes RI, 2007).

2.3.3 Tugas Kader Setelah Hari Buka Posyandu

Tugas kader setelah hari buka posyandu menurut (Rahaju 2005)

antara lain memindahkan catatan Buku KIA/KMS ke buku register,

mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan posyandu

yang akan datang, melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok

dasa wisma) dan melakukan kunjungan rumah (penyuluhan

perorangan) bagi sasaran posyandu yang bermasalah, antara lain

tidak berkunjung ke posyandu karena sakit, berat badan balita tetap

selama 2 bulan berturut turut, anggota keluarga sering terkena

penyakit menular.

2.4 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Peran Serta Kader

2.4.1 Umur

Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang

yang berarti kedewasaan teknis dalam arti ketrampilan melaksanakan

tugas maupun kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat

kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku ialah bahwa makin lama

seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat.

Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus

menerus untuk waktu yang lama biasanya meningkatkan kedewasaan

teknisnya (Widiastuti, 2006).

2.4.2 Pekerjaan

Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman yang

didapat di tempat kerjanya. Apabila seorang kader bekerja, maka ia

22

tidak akan mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan

kegiatan posyandu. Salah satu syarat calon kader adalah wanita yang

mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan semua tugas kader

yang telah ditetapkan, dimana kegiatan posyandu biasanya

dilaksanakan pada hari dan jam kerja (Depkes RI 2006). Lamanya

menjadi kader Menurut Widiastuti (2006) yang mengutip pendapat

Sondang (2004) bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik

hasilnya bila memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas dan

keterampilan seseorang dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja.

Begitu juga dengan kader posyandu, semakin lama seseorang bekerja

menjadi kader posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan

tugas pada saat kegiatan posyandu akan semakin meningkat sehingga

nantinya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan semakin

baik.

2.4.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseorang akan lebih mudah

memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam

menjaga kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi

dan balita, mengatur gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan

rendah sangat sulit menterjemahkan informasi yang didapatkan, baik

dari petugas kesehatan maupun dari media-media lain (Azwar, 2007).

2.4.4 Pemberian Insentif

Sebagai imbalan dari pekerjaannya, kebanyakan para kader tidak

menerima pembayaran tunai untuk pelayanan mereka tetapi mereka

mendapat upah dalam bentuk lain seperti seragam sebagai tanda

penghargaan, sertifikat sebagai tanda jasa, dan peralatan rumah tangga

kecil-kecilan. Akan tetapi salah satu faktor penting dalam keuntungan

yang diperoleh para kader adalah statusnya. Untuk para kader

Posyandu, status ini tidak diperoleh karena partisipasi mereka dalam

program kemasyarakatan yang berprioritas tinggi tersebut tetapi juga

karena penghargaan tinggi yang diberikan oleh pihak pemerintah.

23

2.4.5 Pelatihan

Adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan

kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader

posyandu. Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan

kualitas dan kuantitas pelayanan di hari buka dan kunjungan rumah

serta menciptakan iklim kondusif untuk memberikan pelayanan

kesehatan dengan pemenuhan sarana, prasarana, pelaporan dan

pendataan kerja posyandu (Nilawati, 2008). Pelatihan kader bertujuan

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus dedikasi

kader agar timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugas

sebagai kader dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun

saat melakukan kunjungan rumah. Materi dalam pelatihan kader

dititik beratkan pada keterampilan teknis menyusun rencana kerja

kegiatan di posyandu, cara menghitung kelompok sasaran yang

menjadi tanggung jawab posyandu, cara menimbang, menilai

pertumbuhan anak, cara menyiapkan kegiatan pelayanan sesuai

kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan peragaan cara pemberian

makanan pendamping ASI dan PMT untuk anak yang

pertumbuhannya tidak cukup sebagaimana pertambahan umurnya dan

anak yang berat badannya tidak naik, memantau perkembangan ibu

hamil dan ibu menyusui, dan sebagainya (Depdagri RI, 2004).

Agar pelatihan kader dapat berjalan efektif, maka diperlukan unsur

pelatih kader yang mampu dan berdedikasi dalam memberikan materi

pelatihan secara efektif dan berkesinambungan, yakni melalui

pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader diberikan secara

berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman

pada modul pelatihan kader (Depdagri RI, 2004).

24

2.4.6 Dukungan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan diposyandu oleh masyarakat sangat

ditentukan oleh peran kader sebagai penggerak yang mendapatkan

dukungan dari tokoh masyarakat (TOMA) dan petugas kesehatan. Hal

tersebut dikarenakan salah satu tugas utama kader adalah

menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu. Dukungan

tokoh masyarakat (kepala desa) kepada kader posyandu sangat

penting, hal ini disebabkan karena tokoh masyarakat tersebut

merupakan tokoh yang paling disegani dan yang paling berpengaruh

di wilayah tersebut. Dukungan dan anjuran dari tokoh masyarakat

merupakan salah satu bentuk motivasi dan semangat bagi kader

posyandu dalam menjalankan tugasnya dalam kegiatan posyandu

(Sucipto, 2009). Peran puskesmas atau petugas kesehatan dalam

kegiatan posyandu adalah sebagai fasilitator dan lebih

memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan

posyandu dikatakan meningkat jika peran serta masyarakat semakin

tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan seperti

penimbangan, pemantauan tumbuh kembang balita, imunisasi,

pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat. Bentuk dukungan

yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap kegiatan posyandu

adalah :

2.4.6.1 Dukungan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan posyandu

a. Memberikanpelayanan kesehatan dasar kepada

masyarakat.

b. Memberikan imunisasi pada bayi, dan WUS.

c. Menyediakan mobil ambulan untuk merujuk pasien.

d. Menyediakan leaflet atau buku untuk materi penyuluhan

kesehatan.

e. Membantu membuat rencana tindak lanjut kegiatan

posyandu.

25

2.4.6.2 Dukungan petugas kesehatan terhadap individu kader

posyandu.

a. Selalu datang tepat waktu.

b. Pemberian pelatihan kepada kader posyandu.

c. Pemberian pengobatan rawat jalan gratis di posyandu

kepada kader posyandu dan keluarganya.

d. Pemberian seragam (Sucipto, 2009).

Sebagai unit pelayanan yang berbasis masyarakat, posyandu perlu

mendapat dukungan luas dari masyarakat melalui peran sertanya agar

kegiatan posyandu dapat berkelanjutan dan jangkauannya meluas

sesuai kebutuhan kelompok sasaran yang dilayaninya. Peningkatan

peran serta masyarakat untuk mendukung kegiatan posyandu dapat

dilakukan melalui :

a. Pembentukan suatu lembaga atau unit pengelola posyandu di desa

yang anggotanya dipilih dari masyarakat, dengan tugas untuk

mengelola secara profesional penyelenggaraan posyandu,

termasuk memperhatikan masalah ketenagaan, sarana dan

pembiayaan bagi kelangsungan posyandu yangbersumber dari

masyarakat.

b. Pemberian penghargaan kepada kader berupa dana hibah atau

pinjaman modalusaha bagi kader yang kinerjanya baik sebagai

suatu perangsang agar terus tekun dalam menjalankan tugasnya.

Hal ini dimasukan pula sebagai upayapemberdayaan ekonomi

kader.

c. Pemberian bantuan pembiayaan untuk penyelenggaraan posyandu

yang bersumber dari dana masyarakat, seperti zakat dan

sumbangan keagamaan yang sejenis, maupun pemberian bantuan

sarana dasar untuk pelaksanaan fungsi pokok posyandu.

d. Pemberian bimbingan dalam rangka pengelolaan posyandu

maupun kegiatan langsung berupa pelayanan seperti konseling dan

26

rujukan yang dapatmeningkatkan mutu posyandu secara

menyeluruh.

e. Kemitraan yang dapat diwujudkan dengan cara membentuk dan

memperkuat jejaring antar beberapa posyandu yang

diselenggarakan oleh berbagai organisasi kemasyarakatan, baik

yang berada dalam satu desa atau sebutan lain, ataupun pada

wilayah yang lebih luas. Dalam kemitraan, inti kegiatannya dapat

berupa pelayanan langsung maupun bentuk lainnya yang berkaitan

dengan peningkatan fungsi posyandu, seperti pelatihan,

orientasi,temu kerja, temu konsultasi, sarasehan, supervisi, dan

evaluasi sertapenggerakan peran serta masyarakat agar

memperhatikan posyandu sebagaiunit pelayanan yang membantu

keluarga dalam pengembangan kualitas generasi masa depan

(Depdagri RI, 2004).

Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu evaluasi proses

terhadap penentuan dari berbagai nilai dalam pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya (Kron, 2005). Untuk kinerja

kader posyandu, indikator penilaian kinerja kader telah disusun

berdasarkan telaah kemandirian posyandu (TKP). Dalam buku

Pedoman ARRIF dikatakan bahwa frekuensi penyelenggaraan

posyandu ada 12 kali setiap tahun dan sedikitnya dikatakan

posyandu cukup baik bila frekuensi 8 kali setiap tahun. Jika

kurang dari angka tersebut dianggap posyandu tersebut masih

rawan. Demikian juga keberadaan kader di posyandu, bila kader

kurang aktif dinyatakan jika tidak hadir untuk bekerja di posyandu

kurang dari 8 kali dalam satu tahun.

2.5 Konsep Pengetahuan

2.5.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi pada

27

penglihatan, pendengaran, penerimaan rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007).

Menurut (rogers, 1974 dalam Notoatmojo, 2007), bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi

proses berurutan antara lain:

2.5.1.1 Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui terlebih dahulu stimulasi (objek).

2.5.1.2 Interest (merasa tertarik), dimana orang mulai tertarik pada

stimulus atau objek tersebut.

2.5.1.3 Evaluation (menimbang-nimbang) baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

2.5.1.4 Trial (mencoba), dimana orang mulai mencoba berperilaku

baru.

2.5.1.5 Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Selanjutnya rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu

melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau

adopsi perilaku melalui proses seperti proses diatas yaitu didasari oleh

pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku

tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak

akan berlangsung lama.

28

2.5.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoatmojo, 2007), pengetahuan mempunyai enam tingkatan

yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

29

e. Sintesis (shynthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan atau meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi

proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang

tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka

seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari

orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang

masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang

kesehatan.

b. Informasi

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang

menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu

informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk

mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan

30

tujuan tertentu. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melakukan

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,

sseseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlakukan untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi akan memengaruhi pengetahuan

seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai pengetahuan

oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalma memecahkan masalah yang

dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan ketrampilan

profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil

keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar

secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang

kerjanya.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola

31

pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik

(Budiman dkk., 2013).

2.5.4 Sumber Pengetahuan

2.5.4.1 Rasionalisme

Sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya

oleh akal sehat. Paham ini sering juga disebut sebagai idealism

atau realism.

2.5.4.2 Empirisme

Paham ini berpendapat empiris atau pemahamanlah yang menjadi

sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun

yang lahiriah.

2.5.4.3 Metode ilmiah

Metode terbaik dalam memperoleh pengetahuan. Metode ini

menggabungkan dua aliran sebelumnya yaitu rasional dan

empirisme.

2.5.4.4 Intuisi dan wahyu

Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi merupakan pengetahuan

yang tiba-tiba atau berupa proses kejiwaan dengan tanpa stimulus

mampu untuk membuat pernyataan sebagai pengetahuan.

Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh langsung

dari Tuhan kepada Nabi dan Rasul.

2.6 Konsep Imunisasi

2.6.1 Definisi Imunisasi

Imunnisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit dengan memasukkan kuman atau produk

kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Imunnisasi bertujuan

untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.

Immunisasi juga bertujuan memberikan kekebalan kepada bayi agar

32

dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang

disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit (Marimbi, 2010).

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam

bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut

antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman

atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk

kedalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan

membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut dengan

antibodi (Riyadi et al, 2009). Imunisasi merupakan usaha memberikan

kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam

tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

tertentu (Hidayat, 2008).

Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang

menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan

atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari

kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan kedalam

tubuh seseorang atau kelompok orang, yang bertujuan merangsang

timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut.

Sebagai akibatnya, maka orang yang diberi vaksin akan memilliki

kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006).

Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat

anti yang dimasukkan kedalam tubuh untuk merangsang pembentukan

zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan sepertyi

vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut seperti vaksin polio

(Hidayat, 2008).

2.6.2 Manfaat Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya untuk pemusnahan penyakit secara

sistematis (Achmadi et al., 2006). Sedangkan menurut Yusrianto

33

(2010), imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk

sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih

kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi

kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas

dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit

tertentu (Hidayat, 2008).

2.6.3 Macam-macam Imunisasi

Imunisasi itu ada dua macam, diantaranya adalah:

2.6.3.1 Imunisasi aktif :

Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara

menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak

sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan bertahan

bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih

bertahan lama daripada imunisasi pasif (Riyadi &

Sukarmin, 2009). Menurut Yusrianto (2010), imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau racun atau racun kuman yang

sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk

merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.

Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Imunisasi

aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang

diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan

sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang

akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta

dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar

terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon

(Hidayat, 2008). Dalam imunisasi aktif terdapat empat

macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain:

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi

sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam

34

infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau

virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.

b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan

kultur jaringan

c. Preservative, stabilizer, dan antibiotoka yang berguna

untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus

untuk stabilisasi antigen.

d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang

berfungsi untuk meningkatkan imunisasi antigen.

2.6.3.2 Imunisasi Pasif

Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti

akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara

penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat

anti. Atau anak terset mendapatkannya dari ibu pada saat

dalam kandungan (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi pasif

adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar

antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah

penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang

mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang

terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut

menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui

darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi

terhadap campak.

Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan

pemberian zat (imunoglobin) yaitu suatu zat yang

dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal

dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk

mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh

yang terinfeksi.

35

2.6.4 Imunisasi Dasar Pada Bayi

Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang

dapat menimbulkan kematian pada bayi. Imunisasi bisa melindungi

anak-anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntikan

atau melalui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar

antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang

disuntikkan, waktu antara pemberian immunisasi, dan status nutrisi

terumata kecukupan protein karena protein diperlukan untuk

menyintesis antibodi (Hidayat, 2008).

Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah:

2.6.4.1 Imunisasi BCG

Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan sejak

lahir. Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan

tubuh terhadap tuberculosis (TBC). Apabila BCG akan

diberikan di atas usia 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji

tuberculin terlebih dahulu. BCG diberikan apabila hasil uji

tuberculin negatif (Williams, 2003; Mulyanti, 2013)

Menurut Hidayat (2008), imunisasi BCG merupakan imunisasi

yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC

yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau

yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi

BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat

seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada seluruh

lapang paru) atau TBC tulang.

Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya

ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi

panas (Hidayat, 2009). efek samping lainnya adalah setelah 3-6

36

minggu akan terdapat eritema, indurasi, dan kadang ulserasi.

Kelenjar getah bening aksilaris munngkin membear dan terasa

nyeri. Tanda-tanda lokal menghilang dalam 2-6 bulan

(Meadow & Siwon, 2005; Mulyanti, 2013 ).

2.6.4.2 Imunisasi Hepatitis B

Vaksin hepatitis B diberikan untuk melindungi bayi dengan

memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B, yaitu

penyakit infeksi liver yang dapat menyebabkan sirosis hati,

kanker, dan kamtian (Suririnah, 2009).

Sedangkan Hidayat (2008), imunisasi hepatitis B merupakan

imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit

hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan

penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun.

2.6.4.3 Imunisasi Polio

Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit

poliomyelitis. Polio adalah penyakit yang dapat menyebabkan

kelumpuhan. Vaksin polio tidak menimbulkan efek samping

(Williams, 2003; Yanti, Mulyanti, 2013).

Sedangkan menurut Hidayat (2008), imunisasi polio

merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan

kelumpuhan pada anak. Hipersensitivitas berat terhadap

antibiotika merupakan kontraindikasi terhadap polio berupa

penisilin, streptomisin, neomisin, atau polimiksin (Meadow

dan Simon, 2005; Mulyanti, 2013).

37

2.6.4.4 Imunisasi DPT (difteri, petusis, tetanus)

Difteri adalah penyakit infeksi tenggerokan berat yang dapat

menyebar ke jantung dan sistem syaraf sehingga menimbulkan

kematian. Pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari) adalah

penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri

Bordetellla pertusis yang menyebabkan batuk berat dan lama,

dengan komplikasi yang berbahaya bila tidak di tangani

dengan baik. Sedangkan tetanus adalah penyakit bakteri

berbahaya yang dapat menyebabkan kejang otot dan sakit yang

luar biasa (Williams, 2003; Mulyanti, 2013).

Pemberian imunisasi DPT untuk melindungi tubuh terhadap

penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang berakibat fatal pada

bayi dan anak. Adapun efek samping vaksin DPT ini adalah

demam tubuh dalam 24-48 jam setelah vaksinasi, yang

biasanya dapat diatasi dengan obat penurun panas. Bila setelah

imunisasi DPT terjadi demam 40 derajat C, demam lebih dari

tiga hari, atau reaksi kejang, segera beritahukan dokter anda

(Williams, 2003; Mulyanti, 2013).

Menurut Hidayat (2008), imunisasi DPT merupakan imunisasi

untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan

tetanus. Pemberian imunisasi DPT dapat berefek samping

ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi

pembengkakkan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam.

Efek samping berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan

kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,

ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri,

pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui

imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat

meningkatkan kematian bayi dan balita. Reaksi minor akibat

38

komponen pertusis dari imunisasi DPT umum terjadi seeperti

gelisah, demam, dan menangis selama beberapa jam setelah

penyuntikan dengan lokasi penyuntikan terasa sakit (Meadow

& Simon, 2005; Mulyanti, 2013).

2.6.4.5 Imunisasi Campak

Imunisasi campak diberikan agar dapat melindungi anak

terhadap penyakit campak secara efektif. Campak adalah

penyakit yang disebabkan oleh virus campak, yang dapat

menyebabkan komplikasi yang berbahaya seperti paru, kejang,

dan kerusakan otak. Ulangan imunisasi campak saat ini

otomatis dilakukan saat imunisasi MMR (measles yaitu

campak, gondongan, rubella yaitu campak jerman) (Williams,

2003; Mulyanti, 2013).

Dan menurut Hidayat (2008), imunisasi campak merupakan

imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit

campak pada anak karena penyakit ini sangat menular.

Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini

memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat

suntikan dan panas. Hipersensitivitas berat terhadap antibiotika

merupakan kontraindikasi terhadap campak (neomisin atau

kanamisin). Anafilaksis sebelumnya terhadap telur merupakan

kontraindikasi terhadap MMR (Meadow & Simon, 2005;

Mulyanti, 2013).

2.6.4.6 Vaksin Pentavalen (Berisi DPT,HB, dan HiB)

Imunisasi pentavalen adalah gabungan vaksin DPT-HB

ditambah Hib. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri dari

DPT dan HB (DPT combo). Sesuai dengan kandungan

vaksinnya, imunisasi pentavalen mencegah beberapa jenis

39

penyakit, antara lain difteri, batuk rejan atau batuk 100 hari,

tetanus, hepatitis B, serta radang otak (meningitis) dan radang

paru (pneumonia) yang disebabkan oleh kuman Hib

(Haemophylus influenzae tipe b) (Mahayu, 2014).

Imunisasi Hib (Haemophilus influenza tipe b) merupakan

imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit

influenza tipe b. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang

tergolong berat seperti meningitis (radang selaput otak). Pada

meningitis bakteri tersebut akan menginfeksi selaput pelindung

otak dan saraf otak yang akan menimbulkan radang paru-paru

(pneumonia). Bakteri Hib yang dapat menyebabkan septisemia

(keracunan darah dan dapat merupakan infeksi yang lebih

tersebar luas ke seluruh tubuh) (Mahayu, 2014).

Dua penyebab paling umum dari meningitis bakteri yang parah

pada anak-anak, Haemophilus influenzae tipe B ( Hib ) dan

Streptococcus pneumoniae, yang dapat dicegah dengan vaksin

yang ada semakin tersedia di negara-negara berkembang

(Davis et al, 2013; Mahayu, 2014). Streptococcus pneumoniae

adalah bakteri tunggal penyebab yang paling signifikan dari

invasif (meningitis dan bakteremia) dan non-10 invasif

(pneumonia dan otitis media) penyakit pada anak usia kurang

dari 5 tahun di seluruh dunia ( Mulyani, 2013).

Pada tahap awal DPT-HB-Hib hanya diberikan pada bayi yang

belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB pada umur

2,3,4 bulan sebanyak tiga kali. Apabila sudah pernah

mendapatkan imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis ketiga.

Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan

imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis.

Kontra indikasi pada pemberian imunisasi pentavalen yaitu

40

anak panas tinggi dengan suhu 380C disertai batuk dan pilek

yang keras. Selain itu pada anak yang memiliki riwayat kejang

demam pada pemberian imunisasi DPT-HB atau DPT-HB-Hib

sebelumnya, maka imunisasi selanjutnya agar diberikan oleh

dokter ahli (Mahayu, 2014).

Dosis pemberian imunisasi pentavalen yaitu 0,5 ml, cara

penyuntikan intramuskular. Suntikan diberikan pada paha

anterolateral pada bayi dan di lengan kanan atas pada anak

batita saat imunisasi lanjutan. Bayi atau anak dipangku dengan

posisi menghadap ke depan, pegang lokasi suntikan dengan ibu

jari dan jari telunjuk. Suntikkan vaksin dengan posisi jarum

suntik 900 terhadap permukaan kulit. Suntikkan pelan-pelan

untuk mengurangi rasa sakit (Mahayu, 2014). Efek samping

setelah pemberian imunisasi ini biasanya sakit, bengkak dan

kemerahan berlaku ditempat suntikan. Biasanya berlaku 3 hari,

kadang demam juga bisa terjadi. Efek samping ini tergolong

ringan, jika dibandingkan dengan penyakit yang disebabkan

oleh Hib ( Mulyani, 2013).

Jenis dan angka kejadian reaksi yang berat tidak berbeda

secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib

yang diberikan secara terpisah. Beberapa reaksi lokal

sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi

suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar

kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi,

irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat

terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Episode hypotonic-

hyporesponsive pernah dilaporkan. Kejang demam telah

dilaporkan dengan angka kejadian 1 kasus per 12.500 dosis

pemberian. Pemberian asetaminofen pada saat dan 4-8 jam

setelah imunisasi mengurangi terjadinya demam (Mahayu,

41

2014). Pemberian imunisasi DTP-HB-Hib merupakan bagian

dari pemberian imunisasi dasar pada bayi sebanyak tiga dosis.

Vaksin DTP-HB-Hib merupakan pengganti vaksin DPT-HB,

sehingga memiliki jadwal yang sama dengan DPT-HB. Pada

tahap awal DTP-HB-Hib hanya diberikan pada bayi yang

belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah

pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama atau

kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian imunisasi DPT-HB

sampai dengan dosis ketiga (Mahayu, 2014).

Berikut tabel 2.1 Dosis Dan Cara Pemberian Imunisasi

Vaksin Dosis Cara Pemberian

BCG 0,05 cc Intra cutan di daerah muskulusdeltoideus

DPT 0,5 cc Intra Muskular

Hepatitis B 0,5 cc Intra Muskular

Polio 2 tetes Mulut

Campak 0,5 cc Subkutan daerah lengan kiri atas

(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)

Berikut tabel 2.2 Jumlah, interval waktu pemberian imunisasi

Vaksin Jumlah

Pemberian

Interval Waktu Pemberian

BCG 1 kali 0 – 11 bulan

DPT 3 kali 4 minggu 2 – 11 bulan

Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0 – 11 bulan

Polio 4 kali 4 minggu 0 – 11 bulan

Campak 1 kali 9 – 11 bulan

(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)

42

Berikut tabel 2.3 Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan hepatitis B (vaksin

DPT/HB), maka ada perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B

diberikan segera pada bayi lahir dengan kemasan monovalent.

Umur bayi Vaksin yang diberikan

0 bulan langsung setelah dilahirkan Hepatitis B-1(dosis

terpisah), BCG, Polio-1

2 bulan DPT / Hep B-1, Polio-2

3 bulan DPT/ Hep B-2, Polio-3

4 bulan DPT/ Hep B-3, Polio-4

9 bulan Campak

(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)

Pengembangan program imunisasi di Indonesia

Indonesia terdapat program imunisasi yang disusun oleh pemerintah melalui

Departemen Kesehatan Program Pengembangan Imunisasi (PPI-Depkes) dan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyususn satgas Imunisasi PP IDAI.

Adapun Kelompok vaksin yang diwajibkan ini disubsidi oleh pemerintah. Oleh

karena itu, baik dari segi harga maupun kertsediaanya, vaksin-vaksin tersebut

mudah dijangkau oleh masyarakat luas melalui puskesmas dan posyandu.

Sedangkan, kelompok kedua adalah vaksin-vaksin yang dianjurkan oleh Ikatan

Dokter Anak (IDAI). Jenis vaksin dalam kelok ini, meskipun penting tapi belum

diwajibkan karena biayanya masih cukup mahal (Suririnah. 2009).

Tabel 2.4 Jadwal imunisasi departemen kesehatan kesehatan (PPI-DEPKES)

Jenis

Imunisasi

Jumlah

pemberian

Usia

Pemberian

Interval

Pemberian

Imunisasi

Ulangan

BCG 1x 0 – 11 bulan - -

DPT 3x 2 – 11 bulan Minimal 4

minggu

18 bulan, 5 tahun,

12 tahun

Polio 4x 0 – 11 bulan Minimal 4

minggu

18 bulan, 5 tahun

Campak 1x 9 – 11 bulan - 5-6 tahun

Hepatitis B 3x 1 – 11 bulan Minimal 4

minggu

-

(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)

43

Seorang bayi dikatakan memperoleh imunisasi lengkap apabila sebelum berumur

1 tahun bayi sudah mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap seperti satu kali

imunisasi BCG diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi

DPT-HB diberikan ketika bayi berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4

minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi baru lahir dan tiga kali berikutnya

diberikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Dan untuk imunisasi campak

diberikan pada bayi berumur 9 bulan. Idealnya seorang anak mendapatkan seluruh

imunisasi dasar sesuai umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes, 2010).

44

2.7 Kerangka Konsep

Skema 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Variabel Independen

Peran Kader

Posyandu

- Pendidikan

- Usia

- Pemberian

imbalan

- Status

perkawinan

- Jumlah anak

Pengetahuan

- Baik

- Cukup

- Kurang

Variabel Dependen

Kelengkapan Imunisasi

Dasar

- Lengkap

- Tidak

45

Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat diketahui bahwa peran kader

posyandu dan pengetahuan ibu merupakan variabel independen dimana faktor-

faktor yang mempengaruhi peran kader posyandu adalah pendidikan, usia,

pemberian imbalan, status perkawinan, dan jumlah anak. Dan tingkat pengetahuan

ibu terbagi menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Sedangkan

kelengkapan imunisasi dasar merupakan variabel dependen . Variabel yang diteliti

adalah hubungan peran kader posyandu dan pengetahuan ibu dengan kelengkapan

imunisasi sadar.

2.8 Hipotesis

2.8.1 Ada hubungan peran kader posyandu dengan kelengkapan imunisasi

dasar di wilayah kerja puskesmas Bakarangan

2.8.2 Ada hubungan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar

di wilayah kerja puskesmas Bakarangan