bab 2 tinjauan pustaka 2.1 konsep posyandu definisi …
TRANSCRIPT
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan teori yang mendukung variabel-variabel yang
mendasari penelitian ini. Penjelasan teori ini dimulai dari kajian teoritis konsep
Posyandu, konsep peran kader posyandu, konsep pengetahuan, konsep imunisasi,
kerangka konsep dan hipotesis penelitian.
2.1 Konsep Posyandu
2.1.1 Definisi Posyandu
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang
dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes,
2011).
Posyandu merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan, yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan
teknis Puskesmas, Departemen Agama, Departemen Pertanian dan
BKKBN. Posyandu juga merupakan forum, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat, oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis untuk pengembangan SDM sejak dini dan
pusat kegiatan masyarakat (Purwandari, 2010). Posyandu merupakan
salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat. Posyandu dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).
11
Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi maupun anak balita
dan angka kelahiran guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, telah dikembangkan suatu pendekatan keterpaduan, yang
dalam pelaksanaannya di tingkat desa dilakukan melalui posyandu.
Keterpaduan adalah penyatuan dan penyerasian dinamis kegiatan dari
program KIA, KB, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare, untuk
saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati
bersama. Keterpaduan dalam posyandu dapat berupa keterpaduan
dalam aspek sasaran, lokasi kegiatan, petugas penyelenggara, dana,
dan lain sebagainya (Nasution, 2007).
Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau
tumbuh kembang anak, serta menyampaikan pesan kepada ibu sebagai
agen pembaharuan dan anggota keluarga yang memiliki bayi dan
balita dengan mengupayakan bagaimana memelihara anak secara baik,
yang mendukung tumbuh kembang anak sesuai potensinya. Bentuk
susunan organisasi unit pengelola posyandu di desa ditetapkan melalui
kesepakatan dari para anggota pengelola posyandu. Tugas dan
tanggung jawab masing-masing unsur pada setiap kepengurusan
disepakati dalam unit/kelompok pengelola posyandu bersama
masyarakat setempat, namun pada hakekatnya susunan kepengurusan
itu sifatnya fleksibel tergantung kondisi setempat. Dalam tatanan
kehidupan masyarakat di desa, unit pengelola posyandu mempunyai
kewajiban melaporkan keberadaannya kepada kepala desa/lurah. Oleh
karena itu, kepala desa/lurah berkewajiban membina keberadaan unit
pengelola posyandu, karena kegiatan posyandu pada dasarnya adalah
untuk kepentingan kemajuan perkembangan kualitas sumber daya
masyarakat (SDM) dini di daerahnya (Depdagri RI, 2004).
12
2.1.2 Sasaran Posyandu
Sasaran dari kegiatan posyandu adalah : bayi, anak balita, ibu hamil,
ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur
(Rahaju, 2005).
2.1.3 Tujuan Posyandu
Menurut Depkes (2006) tujuan diselenggarakan posyandu adalah :
2.1.3.1 Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka
2.1.3.2 Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya
pemberdayaan masyarakat.
2.1.3.3 Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan tentang
penurunan AKI dan AKB.
2.1.3.4 Mempercepat penerimaan NKKBs.
2.1.3.5 Meningkatnya peran lintas sektoral dalam penyelenggaraan
posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB.
2.1.3.6 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2.1.4 Pembentukan Dan Persyaratan Pembentukan Posyandu
2.1.4.1 Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti :
a. Pos penimbangan balita
b. Pos imunisasi
c. Pos keluarga berencana desa
d. Pos kesehatan
e. Pos lain yang dibentuk baru.
13
2.1.4.2 Persyaratan pembentukan posyandu :
a. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang
balita
b. Terdiri dari 120 kepala keluarga
c. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)
d. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu
tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.
2.1.5 Pembagian Posyandu
Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat
yaitu :
2.1.5.1 Posyandu Pratama
Adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin
serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang,
cakupan kegiatan utamanya <50%.
2.1.5.2 Posyandu Madya
Adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, jumlah kader sebanyak 5 orang
atau lebih, tetapi cakupan kegiatan utamanya < 50%.
2.1.5.3 Posyandu Purnama
Adalah posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
5 (lima) orang atau lebih, cakupan kegiatan utamanya > 50%.
2.1.5.4 Posyandu Mandiri
Adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5
(lima) orang atau lebih, cakupan kegiatan utamanya > 50%
(Depkes RI, 2006).
14
Ada 2 macam paket pelayanan yang dilaksanakan di Posyandu yaitu
paket pelayanan minimal dan paket pilihan posyandu.
a. Paket Pelayanan
Minimal yaitu kegiatan utama kader yang harus dilaksanakan
oleh setiap Posyandu. Untuk bayi dan anak balita antara lain :
penimbangan bulanan dan penyuluhan gizi dan kesehatan,
pemberian paket pertolongan gizi, imunisasi dan pemantauan
kasus lumpuh layuh dan deteksi dini tumbuh kembang,
identifikasi penyakit, pengobatan sederhana dan rujukan
terutama untuk diare, radang paru – paru (pneumonia).lbu hamil
antara lain : pemeriksaan kehamilan, Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) bagi ibu kurang gizi atau Kurang Energi
Kronis (KEK), pemberian tablet tambah darah dan kapsul
yodium dan penyuluhan tentang gizi, kesehatan ibu dan
perencanaan persalinan aman.lbu nifas/menyusui antara lain :
pemberian kapsul vitamin A, pemberian makanan tambahan
(PMT), pelayanan nifas bagi ibu dan bayinya, pemberian tablet
tambah darah, Pelayanan KB, dan KIE/penyuluhan.
b. Paket Pilihan Posyandu merupakan kegiatan di luar kegiatan
utama yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat setempat : Kelompok Peminat KIA (KP - KIA),
program samijaga dan perbaikan lingkungan pemukiman,
tabungan lbu Bersalin (Tabulin), Desa Siaga, P2M PKMD,
Perkembangan anak termasuk BKB, Pengembangan Anak Dini
Usia (PADU), Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa
(UKGMD), Penanggulangan penyakit endemis setempat,
gondok, demam berdarah, malaria (Rahaju, 2005). Menurut
Depkes RI (2007), kegiatan posyandu dapat diukur dari aspek
asupan (input), proses, keluaran (output), dan dampak (outcome)
sebagai berikut:
15
1) Indikator asupan (input):
a) Jumlah Posyandu yang telah lengkap sarana dan obat-
obatnya.
b) Jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja.
c) Jumlah kader yang mendapat akses untuk meningkatkan
ekonominya.
d) Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat,
pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan posyandu.
2) Indikator proses:
a) Meningkatnya frekuensi pelatihan kader posyandu.
b) Meningkatnya frekuensi pendampingan dan pembinaan
posyandu.
c) Meningkatnya jenis pelayanan yang dapat diberikan.
d) Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk posyandu.
e) Menguatnya kapasitas pemantauan pertumbuhan anak.
3) Indikator keluaran (output):
a) Meningkatnya cakupan bayi dan balita yang dilayani.
b) Pencapaian cakupan seluruh balita.
c) Meningkatnya cakupan ibu hamil dan ibu menyusui yang
dilayani.
d) Meningkatnya cakupan kasus yang dipantau dalam
kunjungan rumah
4) Indikator dampak (outcome):
a) Meningkatnya status gizi balita.
b) Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak
cukup naik.
c) Berkurangnya prevalensi penyakit anak (cacingan , diare,
ISPA).
d) Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan ibu
menyusui.
16
e) Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik di
tingkat keluarga.
f) Mantapnya kesinambungan posyandu.
2.1.6 Pelaksanaan Posyandu Balita
Posyandu dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali setiap bulan. Hari
bukanya ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat dan
pelaksana, bisa berdasarkan hari ataupun tanggal. Penentuan jam buka
harus disepakati oleh pihak masyarakat, pengurus/kader posyandu dan
puskesmas. Yang diutamakan adalah waktu yang ditentukan sasaran
posyandu bisa hadir sebanyakbanyaknya. Apabila diperlukan dapat
dibuka lebih dari satu kali dalam sebulan (Rahaju, 2005).
Adapun pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh posyandu tentang
pemeliharaan kesehatan bayi dan balita meliputi:
2.1.6.1 Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita.
2.1.6.2 Penimbangan bulanan
2.1.6.3 Pemberian tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang
2.1.6.4 Imunisasi bayi 0-14 bulan
2.1.6.5 Pemberian oralit untuk menanggulangi diare
2.1.6.6 Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama Kegiatan
yang ada di posyandu balita dikenal dengan sistem pelayanan 5
meja dimana setiap meja fungsinya berbeda – beda , yaitu :
a. Meja I : Pendaftaran, pencatatan bayi dan balita
b. Meja II : Penimbangan balita
c. Meja III : Pengisian KMS
d. Meja IV : Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik
maka kader memberikan penyuluhan kesehatan, pemberian
makanan tambahan dan susu.
e. Meja V : Pemberian imunisasi Meja I sampai IV
dilaksanakan oleh kader kesehatan dan meja V dilaksanakan
17
oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat,
juru imunisasi dan sebagainya.
2.2 Konsep Peran Kader Posyandu
2.2.1 Definisi Kader Posyandu
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan
untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan
kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin
di posyandu (Sudayasa, 2010). Kader kesehatan adalah laki-laki atau
wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani
masalah -masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta
untuk bekerja dalam hubungan yang dekat dengan tempat pelayanan
kesehatan (Meilani et al, 2009).
Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan
bertugas mengembangkan masyarakat (Yulifah,dkk, 2009). Menurut
Mia, dkk pada tahun 2008 mendefinisikan kader secara umum yaitu
tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat itu
sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi penyelenggara
posyandu.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan kader adalah laki-laki atau
perempuan yang secara sukarela, ditunjuk atau dipilih oleh
masyarakat untuk membantu tenaga kesehatan dalam membangun
kesehatan dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan
dilingkungan masyarakat tersebut. Kader terbentuk dari dua dasar
pemikiran yaitu dari segi kemampuan masyarakat dan segi
kemasyarakatan. Pemikiran pertama berpendapat bahwa
pembangunan nasional dalam bidang kesehatan, pelayanan kesehatan
diarahkan pada prinsip masyarakat bukanlah sebagai objek, akan
tetapi sebagai subjek dari pembangunan tersebut, sedangkan dari segi
18
kemasyarakatan tidak terlepas dari kebudayaan masyarakat itu sendiri
sehingga masyarakat perlu ikut berpartisipasi dalam upaya
pembangunan kesehatan (Mia et al, 2008).
Menurut Depkes RI tahun 2006 kriteria kader ialah :
2.2.1.1 Berusia dewasa
2.2.1.2 Sehat jasmani dan rohani
2.2.1.3 Dapat membaca dan menulis huruf latin
2.2.1.4 Diterima dan dipilih oleh masyarakat
2.2.1.5 Berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader
posyandu
2.2.1.6 Menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat
dengan benar
2.2.1.7 Memahami tata cara, adat, budaya, kepercayaan kebiasaan
dan etika masyarakat setempat.
2.2.2 Definisi Peran
Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dijalankan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2002). Dalam kehidupan bermasyarakat,
peran merupakan konsekuensi dari status seseorang. Bila kehidupan
bermasyarakat ada yang berstatus sebagai tokoh masyarakat, kader,
tenaga kesehatan maupun pasien. Individu-individu tersebut
diharapkan muncul perilaku yang sesuai dengan statusnya masing-
masing (Sudarma, 2009). Sedangkan menurut Soekanto tahun 2007
peran adalah segala sesuatu oleh seseorang atau kelompok orang
dalam melakukan suatu kegiatan karena kedudukan yang
dimilikinya.
Peran adalah posisi seseorang dalam struktur sosial atau
mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang
berhubungan dengan orang lain. Tingkat peranan seseorang didalam
19
suatu kegiatan khususnya peran kader posyandu adalah sebagai
berikut :
2.2.3 Pelaksana
Dalam kegiatan Posyandu kader memegang peranan
pelaksana kegiatan posyandu dan menggerakkan keaktifan
ibu.
2.2.4 Pengelola
Kader aktif dalam berbagai kegiatan, bahkan tidak hanya
dalam pelaksanaan tetapi juga hal-hal yang bersifat
pengelolaan seperti perencanaan kegiatan, pencatatan dan
pelaporan pertemuan kader (Depkes RI, 2006).
2.3 Peran Serta Kader Posyandu
Kader posyandu adalah orang yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
program Posyandu termasuk didalamnya adalah imunisasi (Torik, 2005).
posyandu pada umumnya dan kader posyandu pada khususnya mempunyai
peran penting dalam meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi usia 0-12
bulan (Torik, 2005). kelengkapan imunisasi dasar selain dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan ibu sebagai faktor predisposisi juga dipengaruhi oleh
sikap petugas, dalam hal ini adalah kader Posyandu (Notoadmojdo, 2003).
Pelaksanaan posyandu oleh kader dapat dinilai dari peran kader dalam
melaksanakan kegiatan posyandu. Peran tersebut dapat dilihat dari kegiatan
sebelum buka posyandu, saat buka posyandu dan setelah buka posyandu.
Penjabaran tugasnya adalah sebagai berikut :
2.3.1 Tugas kader saat persiapan hari buka posyandu :
Menyiapkan alat dan bahan (alat timbang, KMS, alat peraga dan
lain-lain), mengundang dan menggerakan masyarakat untuk datang
ke posyandu, menghubungi Pokja Posyandu dan melaksanakan
pembagian tugas diantara kader.
20
2.3.2 Tugas kader pada hari buka posyandu :
2.3.2.1 Meja 1 adalah mendaftar bayi/balita, yaitu menuliskan
nama balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan
pada KMS, dan mendaftar ibu hamil, yaitu menuliskan
nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil
(Depkes RI, 2007).
2.3.2.2 Meja 2 : menimbang bayi balita, mencatat hasil
penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan
pada KMS (Depkes RI, 2007).
2.3.2.3 Meja 3: mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil
penimbangan balita dari secarik kertas ke dalam KMS anak
tersebut (Depkes RI, 2007).
2.3.2.4 Meja 4 : menjelaskan data KMS atau keadaan anak
berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan
dalam grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan.
Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan
mengacu pada data KMS anaknya atau dari hasil
pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.
Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan,
untuk balita, ibu hamil, dan menyusui berikut ini : Balita,
apabila berat badannya dibawah garis merah (BGM) pada
KMS, 2 kali berturut-turut berat badannya tidak naik,
kelihatan sakit (lesu-kurus, busung lapar, mencret, rabun
mata dan sebagainya), Ibu hamil atau menyusui : apabila
keadaanya kurus, pucat, bengkak kaki, pusing terus
menerus, perdarahan, sesak nafas, gondokan. Selain itu juga
memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader
posyandu, misalnya pemberian pil tambah darah (pil besi),
vitamin A, oralit, dan sebagainya (Depkes RI, 2007).
2.3.2.5 Meja 5 sebenarnya bukan merupakan tugas kader,
melainkan pelayanan sektor yang dilakukan oleh petugas
21
kesehatan, PLKB, PPL, antara lain : pelayanan imunisasi,
pelayanan KB, pemeriksaan kesehatan bayi, anak balita, ibu
hamil, ibu nifas dan ibu menyusui, pengobatan dan
pemberian pil tambah darah, Vitamin A (Kader dapat
membantu pemberiannya), kapsul yodium dan obat –
obatan lainnya (Depkes RI, 2007).
2.3.3 Tugas Kader Setelah Hari Buka Posyandu
Tugas kader setelah hari buka posyandu menurut (Rahaju 2005)
antara lain memindahkan catatan Buku KIA/KMS ke buku register,
mengevaluasi hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan posyandu
yang akan datang, melaksanakan penyuluhan kelompok (kelompok
dasa wisma) dan melakukan kunjungan rumah (penyuluhan
perorangan) bagi sasaran posyandu yang bermasalah, antara lain
tidak berkunjung ke posyandu karena sakit, berat badan balita tetap
selama 2 bulan berturut turut, anggota keluarga sering terkena
penyakit menular.
2.4 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Peran Serta Kader
2.4.1 Umur
Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang
yang berarti kedewasaan teknis dalam arti ketrampilan melaksanakan
tugas maupun kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat
kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku ialah bahwa makin lama
seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat.
Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus
menerus untuk waktu yang lama biasanya meningkatkan kedewasaan
teknisnya (Widiastuti, 2006).
2.4.2 Pekerjaan
Lamanya seseorang bekerja dapat berkaitan dengan pengalaman yang
didapat di tempat kerjanya. Apabila seorang kader bekerja, maka ia
22
tidak akan mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan
kegiatan posyandu. Salah satu syarat calon kader adalah wanita yang
mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan semua tugas kader
yang telah ditetapkan, dimana kegiatan posyandu biasanya
dilaksanakan pada hari dan jam kerja (Depkes RI 2006). Lamanya
menjadi kader Menurut Widiastuti (2006) yang mengutip pendapat
Sondang (2004) bahwa seseorang dalam bekerja akan lebih baik
hasilnya bila memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas dan
keterampilan seseorang dapat terlihat pada lamanya seseorang bekerja.
Begitu juga dengan kader posyandu, semakin lama seseorang bekerja
menjadi kader posyandu maka keterampilan dalam melaksanakan
tugas pada saat kegiatan posyandu akan semakin meningkat sehingga
nantinya partisipasi kader dalam kegiatan posyandu akan semakin
baik.
2.4.3 Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang tinggi yang dimiliki seseorang akan lebih mudah
memahami suatu informasi, bila pendidikan tinggi, maka dalam
menjaga kesehatan sangat diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi
dan balita, mengatur gizi seimbang. Sebaliknya dengan pendidikan
rendah sangat sulit menterjemahkan informasi yang didapatkan, baik
dari petugas kesehatan maupun dari media-media lain (Azwar, 2007).
2.4.4 Pemberian Insentif
Sebagai imbalan dari pekerjaannya, kebanyakan para kader tidak
menerima pembayaran tunai untuk pelayanan mereka tetapi mereka
mendapat upah dalam bentuk lain seperti seragam sebagai tanda
penghargaan, sertifikat sebagai tanda jasa, dan peralatan rumah tangga
kecil-kecilan. Akan tetapi salah satu faktor penting dalam keuntungan
yang diperoleh para kader adalah statusnya. Untuk para kader
Posyandu, status ini tidak diperoleh karena partisipasi mereka dalam
program kemasyarakatan yang berprioritas tinggi tersebut tetapi juga
karena penghargaan tinggi yang diberikan oleh pihak pemerintah.
23
2.4.5 Pelatihan
Adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan teknis dan dedikasi kader
posyandu. Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan di hari buka dan kunjungan rumah
serta menciptakan iklim kondusif untuk memberikan pelayanan
kesehatan dengan pemenuhan sarana, prasarana, pelaporan dan
pendataan kerja posyandu (Nilawati, 2008). Pelatihan kader bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sekaligus dedikasi
kader agar timbul kepercayaan diri untuk dapat melaksanakan tugas
sebagai kader dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun
saat melakukan kunjungan rumah. Materi dalam pelatihan kader
dititik beratkan pada keterampilan teknis menyusun rencana kerja
kegiatan di posyandu, cara menghitung kelompok sasaran yang
menjadi tanggung jawab posyandu, cara menimbang, menilai
pertumbuhan anak, cara menyiapkan kegiatan pelayanan sesuai
kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan peragaan cara pemberian
makanan pendamping ASI dan PMT untuk anak yang
pertumbuhannya tidak cukup sebagaimana pertambahan umurnya dan
anak yang berat badannya tidak naik, memantau perkembangan ibu
hamil dan ibu menyusui, dan sebagainya (Depdagri RI, 2004).
Agar pelatihan kader dapat berjalan efektif, maka diperlukan unsur
pelatih kader yang mampu dan berdedikasi dalam memberikan materi
pelatihan secara efektif dan berkesinambungan, yakni melalui
pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader diberikan secara
berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman
pada modul pelatihan kader (Depdagri RI, 2004).
24
2.4.6 Dukungan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan diposyandu oleh masyarakat sangat
ditentukan oleh peran kader sebagai penggerak yang mendapatkan
dukungan dari tokoh masyarakat (TOMA) dan petugas kesehatan. Hal
tersebut dikarenakan salah satu tugas utama kader adalah
menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu. Dukungan
tokoh masyarakat (kepala desa) kepada kader posyandu sangat
penting, hal ini disebabkan karena tokoh masyarakat tersebut
merupakan tokoh yang paling disegani dan yang paling berpengaruh
di wilayah tersebut. Dukungan dan anjuran dari tokoh masyarakat
merupakan salah satu bentuk motivasi dan semangat bagi kader
posyandu dalam menjalankan tugasnya dalam kegiatan posyandu
(Sucipto, 2009). Peran puskesmas atau petugas kesehatan dalam
kegiatan posyandu adalah sebagai fasilitator dan lebih
memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan
posyandu dikatakan meningkat jika peran serta masyarakat semakin
tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan seperti
penimbangan, pemantauan tumbuh kembang balita, imunisasi,
pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat. Bentuk dukungan
yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap kegiatan posyandu
adalah :
2.4.6.1 Dukungan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan posyandu
a. Memberikanpelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat.
b. Memberikan imunisasi pada bayi, dan WUS.
c. Menyediakan mobil ambulan untuk merujuk pasien.
d. Menyediakan leaflet atau buku untuk materi penyuluhan
kesehatan.
e. Membantu membuat rencana tindak lanjut kegiatan
posyandu.
25
2.4.6.2 Dukungan petugas kesehatan terhadap individu kader
posyandu.
a. Selalu datang tepat waktu.
b. Pemberian pelatihan kepada kader posyandu.
c. Pemberian pengobatan rawat jalan gratis di posyandu
kepada kader posyandu dan keluarganya.
d. Pemberian seragam (Sucipto, 2009).
Sebagai unit pelayanan yang berbasis masyarakat, posyandu perlu
mendapat dukungan luas dari masyarakat melalui peran sertanya agar
kegiatan posyandu dapat berkelanjutan dan jangkauannya meluas
sesuai kebutuhan kelompok sasaran yang dilayaninya. Peningkatan
peran serta masyarakat untuk mendukung kegiatan posyandu dapat
dilakukan melalui :
a. Pembentukan suatu lembaga atau unit pengelola posyandu di desa
yang anggotanya dipilih dari masyarakat, dengan tugas untuk
mengelola secara profesional penyelenggaraan posyandu,
termasuk memperhatikan masalah ketenagaan, sarana dan
pembiayaan bagi kelangsungan posyandu yangbersumber dari
masyarakat.
b. Pemberian penghargaan kepada kader berupa dana hibah atau
pinjaman modalusaha bagi kader yang kinerjanya baik sebagai
suatu perangsang agar terus tekun dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini dimasukan pula sebagai upayapemberdayaan ekonomi
kader.
c. Pemberian bantuan pembiayaan untuk penyelenggaraan posyandu
yang bersumber dari dana masyarakat, seperti zakat dan
sumbangan keagamaan yang sejenis, maupun pemberian bantuan
sarana dasar untuk pelaksanaan fungsi pokok posyandu.
d. Pemberian bimbingan dalam rangka pengelolaan posyandu
maupun kegiatan langsung berupa pelayanan seperti konseling dan
26
rujukan yang dapatmeningkatkan mutu posyandu secara
menyeluruh.
e. Kemitraan yang dapat diwujudkan dengan cara membentuk dan
memperkuat jejaring antar beberapa posyandu yang
diselenggarakan oleh berbagai organisasi kemasyarakatan, baik
yang berada dalam satu desa atau sebutan lain, ataupun pada
wilayah yang lebih luas. Dalam kemitraan, inti kegiatannya dapat
berupa pelayanan langsung maupun bentuk lainnya yang berkaitan
dengan peningkatan fungsi posyandu, seperti pelatihan,
orientasi,temu kerja, temu konsultasi, sarasehan, supervisi, dan
evaluasi sertapenggerakan peran serta masyarakat agar
memperhatikan posyandu sebagaiunit pelayanan yang membantu
keluarga dalam pengembangan kualitas generasi masa depan
(Depdagri RI, 2004).
Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu evaluasi proses
terhadap penentuan dari berbagai nilai dalam pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya (Kron, 2005). Untuk kinerja
kader posyandu, indikator penilaian kinerja kader telah disusun
berdasarkan telaah kemandirian posyandu (TKP). Dalam buku
Pedoman ARRIF dikatakan bahwa frekuensi penyelenggaraan
posyandu ada 12 kali setiap tahun dan sedikitnya dikatakan
posyandu cukup baik bila frekuensi 8 kali setiap tahun. Jika
kurang dari angka tersebut dianggap posyandu tersebut masih
rawan. Demikian juga keberadaan kader di posyandu, bila kader
kurang aktif dinyatakan jika tidak hadir untuk bekerja di posyandu
kurang dari 8 kali dalam satu tahun.
2.5 Konsep Pengetahuan
2.5.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi pada
27
penglihatan, pendengaran, penerimaan rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007).
Menurut (rogers, 1974 dalam Notoatmojo, 2007), bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi
proses berurutan antara lain:
2.5.1.1 Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu stimulasi (objek).
2.5.1.2 Interest (merasa tertarik), dimana orang mulai tertarik pada
stimulus atau objek tersebut.
2.5.1.3 Evaluation (menimbang-nimbang) baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
2.5.1.4 Trial (mencoba), dimana orang mulai mencoba berperilaku
baru.
2.5.1.5 Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Selanjutnya rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu
melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku melalui proses seperti proses diatas yaitu didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku
tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama.
28
2.5.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut (Notoatmojo, 2007), pengetahuan mempunyai enam tingkatan
yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
29
e. Sintesis (shynthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan atau meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan.
b. Informasi
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu
informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan
30
tujuan tertentu. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melakukan
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian,
sseseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlakukan untuk kegiatan tertentu
sehingga status sosial ekonomi akan memengaruhi pengetahuan
seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai pengetahuan
oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalma memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan ketrampilan
profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerjanya.
f. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
31
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik
(Budiman dkk., 2013).
2.5.4 Sumber Pengetahuan
2.5.4.1 Rasionalisme
Sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya
oleh akal sehat. Paham ini sering juga disebut sebagai idealism
atau realism.
2.5.4.2 Empirisme
Paham ini berpendapat empiris atau pemahamanlah yang menjadi
sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun
yang lahiriah.
2.5.4.3 Metode ilmiah
Metode terbaik dalam memperoleh pengetahuan. Metode ini
menggabungkan dua aliran sebelumnya yaitu rasional dan
empirisme.
2.5.4.4 Intuisi dan wahyu
Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi merupakan pengetahuan
yang tiba-tiba atau berupa proses kejiwaan dengan tanpa stimulus
mampu untuk membuat pernyataan sebagai pengetahuan.
Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh langsung
dari Tuhan kepada Nabi dan Rasul.
2.6 Konsep Imunisasi
2.6.1 Definisi Imunisasi
Imunnisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit dengan memasukkan kuman atau produk
kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Imunnisasi bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.
Immunisasi juga bertujuan memberikan kekebalan kepada bayi agar
32
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang
disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit (Marimbi, 2010).
Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam
bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut
antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman
atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk
kedalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan
membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut dengan
antibodi (Riyadi et al, 2009). Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam
tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu (Hidayat, 2008).
Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang
menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan
atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari
kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan kedalam
tubuh seseorang atau kelompok orang, yang bertujuan merangsang
timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut.
Sebagai akibatnya, maka orang yang diberi vaksin akan memilliki
kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006).
Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat
anti yang dimasukkan kedalam tubuh untuk merangsang pembentukan
zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan sepertyi
vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut seperti vaksin polio
(Hidayat, 2008).
2.6.2 Manfaat Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya untuk pemusnahan penyakit secara
sistematis (Achmadi et al., 2006). Sedangkan menurut Yusrianto
33
(2010), imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk
sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih
kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
tertentu (Hidayat, 2008).
2.6.3 Macam-macam Imunisasi
Imunisasi itu ada dua macam, diantaranya adalah:
2.6.3.1 Imunisasi aktif :
Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak
sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan bertahan
bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih
bertahan lama daripada imunisasi pasif (Riyadi &
Sukarmin, 2009). Menurut Yusrianto (2010), imunisasi aktif
adalah pemberian kuman atau racun atau racun kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk
merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.
Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Imunisasi
aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang
diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan
sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang
akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta
dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar
terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon
(Hidayat, 2008). Dalam imunisasi aktif terdapat empat
macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain:
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi
sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam
34
infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau
virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan
c. Preservative, stabilizer, dan antibiotoka yang berguna
untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus
untuk stabilisasi antigen.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang
berfungsi untuk meningkatkan imunisasi antigen.
2.6.3.2 Imunisasi Pasif
Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti
akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara
penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat
anti. Atau anak terset mendapatkannya dari ibu pada saat
dalam kandungan (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi pasif
adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah
penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang
mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang
terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut
menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui
darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi
terhadap campak.
Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan
pemberian zat (imunoglobin) yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal
dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk
mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh
yang terinfeksi.
35
2.6.4 Imunisasi Dasar Pada Bayi
Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang
dapat menimbulkan kematian pada bayi. Imunisasi bisa melindungi
anak-anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntikan
atau melalui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar
antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang
disuntikkan, waktu antara pemberian immunisasi, dan status nutrisi
terumata kecukupan protein karena protein diperlukan untuk
menyintesis antibodi (Hidayat, 2008).
Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah:
2.6.4.1 Imunisasi BCG
Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan sejak
lahir. Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan
tubuh terhadap tuberculosis (TBC). Apabila BCG akan
diberikan di atas usia 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin terlebih dahulu. BCG diberikan apabila hasil uji
tuberculin negatif (Williams, 2003; Mulyanti, 2013)
Menurut Hidayat (2008), imunisasi BCG merupakan imunisasi
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC
yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau
yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi
BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat
seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada seluruh
lapang paru) atau TBC tulang.
Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya
ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi
panas (Hidayat, 2009). efek samping lainnya adalah setelah 3-6
36
minggu akan terdapat eritema, indurasi, dan kadang ulserasi.
Kelenjar getah bening aksilaris munngkin membear dan terasa
nyeri. Tanda-tanda lokal menghilang dalam 2-6 bulan
(Meadow & Siwon, 2005; Mulyanti, 2013 ).
2.6.4.2 Imunisasi Hepatitis B
Vaksin hepatitis B diberikan untuk melindungi bayi dengan
memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B, yaitu
penyakit infeksi liver yang dapat menyebabkan sirosis hati,
kanker, dan kamtian (Suririnah, 2009).
Sedangkan Hidayat (2008), imunisasi hepatitis B merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan
penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun.
2.6.4.3 Imunisasi Polio
Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit
poliomyelitis. Polio adalah penyakit yang dapat menyebabkan
kelumpuhan. Vaksin polio tidak menimbulkan efek samping
(Williams, 2003; Yanti, Mulyanti, 2013).
Sedangkan menurut Hidayat (2008), imunisasi polio
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. Hipersensitivitas berat terhadap
antibiotika merupakan kontraindikasi terhadap polio berupa
penisilin, streptomisin, neomisin, atau polimiksin (Meadow
dan Simon, 2005; Mulyanti, 2013).
37
2.6.4.4 Imunisasi DPT (difteri, petusis, tetanus)
Difteri adalah penyakit infeksi tenggerokan berat yang dapat
menyebar ke jantung dan sistem syaraf sehingga menimbulkan
kematian. Pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari) adalah
penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
Bordetellla pertusis yang menyebabkan batuk berat dan lama,
dengan komplikasi yang berbahaya bila tidak di tangani
dengan baik. Sedangkan tetanus adalah penyakit bakteri
berbahaya yang dapat menyebabkan kejang otot dan sakit yang
luar biasa (Williams, 2003; Mulyanti, 2013).
Pemberian imunisasi DPT untuk melindungi tubuh terhadap
penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang berakibat fatal pada
bayi dan anak. Adapun efek samping vaksin DPT ini adalah
demam tubuh dalam 24-48 jam setelah vaksinasi, yang
biasanya dapat diatasi dengan obat penurun panas. Bila setelah
imunisasi DPT terjadi demam 40 derajat C, demam lebih dari
tiga hari, atau reaksi kejang, segera beritahukan dokter anda
(Williams, 2003; Mulyanti, 2013).
Menurut Hidayat (2008), imunisasi DPT merupakan imunisasi
untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Pemberian imunisasi DPT dapat berefek samping
ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi
pembengkakkan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam.
Efek samping berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan
kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati, dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri,
pertusis, dan tetanus perlu dilakukan sejak dini melalui
imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat
meningkatkan kematian bayi dan balita. Reaksi minor akibat
38
komponen pertusis dari imunisasi DPT umum terjadi seeperti
gelisah, demam, dan menangis selama beberapa jam setelah
penyuntikan dengan lokasi penyuntikan terasa sakit (Meadow
& Simon, 2005; Mulyanti, 2013).
2.6.4.5 Imunisasi Campak
Imunisasi campak diberikan agar dapat melindungi anak
terhadap penyakit campak secara efektif. Campak adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus campak, yang dapat
menyebabkan komplikasi yang berbahaya seperti paru, kejang,
dan kerusakan otak. Ulangan imunisasi campak saat ini
otomatis dilakukan saat imunisasi MMR (measles yaitu
campak, gondongan, rubella yaitu campak jerman) (Williams,
2003; Mulyanti, 2013).
Dan menurut Hidayat (2008), imunisasi campak merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
campak pada anak karena penyakit ini sangat menular.
Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Imunisasi ini
memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat
suntikan dan panas. Hipersensitivitas berat terhadap antibiotika
merupakan kontraindikasi terhadap campak (neomisin atau
kanamisin). Anafilaksis sebelumnya terhadap telur merupakan
kontraindikasi terhadap MMR (Meadow & Simon, 2005;
Mulyanti, 2013).
2.6.4.6 Vaksin Pentavalen (Berisi DPT,HB, dan HiB)
Imunisasi pentavalen adalah gabungan vaksin DPT-HB
ditambah Hib. Sebelumnya kombinasi ini hanya terdiri dari
DPT dan HB (DPT combo). Sesuai dengan kandungan
vaksinnya, imunisasi pentavalen mencegah beberapa jenis
39
penyakit, antara lain difteri, batuk rejan atau batuk 100 hari,
tetanus, hepatitis B, serta radang otak (meningitis) dan radang
paru (pneumonia) yang disebabkan oleh kuman Hib
(Haemophylus influenzae tipe b) (Mahayu, 2014).
Imunisasi Hib (Haemophilus influenza tipe b) merupakan
imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
influenza tipe b. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang
tergolong berat seperti meningitis (radang selaput otak). Pada
meningitis bakteri tersebut akan menginfeksi selaput pelindung
otak dan saraf otak yang akan menimbulkan radang paru-paru
(pneumonia). Bakteri Hib yang dapat menyebabkan septisemia
(keracunan darah dan dapat merupakan infeksi yang lebih
tersebar luas ke seluruh tubuh) (Mahayu, 2014).
Dua penyebab paling umum dari meningitis bakteri yang parah
pada anak-anak, Haemophilus influenzae tipe B ( Hib ) dan
Streptococcus pneumoniae, yang dapat dicegah dengan vaksin
yang ada semakin tersedia di negara-negara berkembang
(Davis et al, 2013; Mahayu, 2014). Streptococcus pneumoniae
adalah bakteri tunggal penyebab yang paling signifikan dari
invasif (meningitis dan bakteremia) dan non-10 invasif
(pneumonia dan otitis media) penyakit pada anak usia kurang
dari 5 tahun di seluruh dunia ( Mulyani, 2013).
Pada tahap awal DPT-HB-Hib hanya diberikan pada bayi yang
belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB pada umur
2,3,4 bulan sebanyak tiga kali. Apabila sudah pernah
mendapatkan imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis ketiga.
Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan
imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis.
Kontra indikasi pada pemberian imunisasi pentavalen yaitu
40
anak panas tinggi dengan suhu 380C disertai batuk dan pilek
yang keras. Selain itu pada anak yang memiliki riwayat kejang
demam pada pemberian imunisasi DPT-HB atau DPT-HB-Hib
sebelumnya, maka imunisasi selanjutnya agar diberikan oleh
dokter ahli (Mahayu, 2014).
Dosis pemberian imunisasi pentavalen yaitu 0,5 ml, cara
penyuntikan intramuskular. Suntikan diberikan pada paha
anterolateral pada bayi dan di lengan kanan atas pada anak
batita saat imunisasi lanjutan. Bayi atau anak dipangku dengan
posisi menghadap ke depan, pegang lokasi suntikan dengan ibu
jari dan jari telunjuk. Suntikkan vaksin dengan posisi jarum
suntik 900 terhadap permukaan kulit. Suntikkan pelan-pelan
untuk mengurangi rasa sakit (Mahayu, 2014). Efek samping
setelah pemberian imunisasi ini biasanya sakit, bengkak dan
kemerahan berlaku ditempat suntikan. Biasanya berlaku 3 hari,
kadang demam juga bisa terjadi. Efek samping ini tergolong
ringan, jika dibandingkan dengan penyakit yang disebabkan
oleh Hib ( Mulyani, 2013).
Jenis dan angka kejadian reaksi yang berat tidak berbeda
secara bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib
yang diberikan secara terpisah. Beberapa reaksi lokal
sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi
suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar
kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi,
irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat
terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Episode hypotonic-
hyporesponsive pernah dilaporkan. Kejang demam telah
dilaporkan dengan angka kejadian 1 kasus per 12.500 dosis
pemberian. Pemberian asetaminofen pada saat dan 4-8 jam
setelah imunisasi mengurangi terjadinya demam (Mahayu,
41
2014). Pemberian imunisasi DTP-HB-Hib merupakan bagian
dari pemberian imunisasi dasar pada bayi sebanyak tiga dosis.
Vaksin DTP-HB-Hib merupakan pengganti vaksin DPT-HB,
sehingga memiliki jadwal yang sama dengan DPT-HB. Pada
tahap awal DTP-HB-Hib hanya diberikan pada bayi yang
belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah
pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama atau
kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian imunisasi DPT-HB
sampai dengan dosis ketiga (Mahayu, 2014).
Berikut tabel 2.1 Dosis Dan Cara Pemberian Imunisasi
Vaksin Dosis Cara Pemberian
BCG 0,05 cc Intra cutan di daerah muskulusdeltoideus
DPT 0,5 cc Intra Muskular
Hepatitis B 0,5 cc Intra Muskular
Polio 2 tetes Mulut
Campak 0,5 cc Subkutan daerah lengan kiri atas
(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)
Berikut tabel 2.2 Jumlah, interval waktu pemberian imunisasi
Vaksin Jumlah
Pemberian
Interval Waktu Pemberian
BCG 1 kali 0 – 11 bulan
DPT 3 kali 4 minggu 2 – 11 bulan
Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0 – 11 bulan
Polio 4 kali 4 minggu 0 – 11 bulan
Campak 1 kali 9 – 11 bulan
(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)
42
Berikut tabel 2.3 Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan hepatitis B (vaksin
DPT/HB), maka ada perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B
diberikan segera pada bayi lahir dengan kemasan monovalent.
Umur bayi Vaksin yang diberikan
0 bulan langsung setelah dilahirkan Hepatitis B-1(dosis
terpisah), BCG, Polio-1
2 bulan DPT / Hep B-1, Polio-2
3 bulan DPT/ Hep B-2, Polio-3
4 bulan DPT/ Hep B-3, Polio-4
9 bulan Campak
(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)
Pengembangan program imunisasi di Indonesia
Indonesia terdapat program imunisasi yang disusun oleh pemerintah melalui
Departemen Kesehatan Program Pengembangan Imunisasi (PPI-Depkes) dan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyususn satgas Imunisasi PP IDAI.
Adapun Kelompok vaksin yang diwajibkan ini disubsidi oleh pemerintah. Oleh
karena itu, baik dari segi harga maupun kertsediaanya, vaksin-vaksin tersebut
mudah dijangkau oleh masyarakat luas melalui puskesmas dan posyandu.
Sedangkan, kelompok kedua adalah vaksin-vaksin yang dianjurkan oleh Ikatan
Dokter Anak (IDAI). Jenis vaksin dalam kelok ini, meskipun penting tapi belum
diwajibkan karena biayanya masih cukup mahal (Suririnah. 2009).
Tabel 2.4 Jadwal imunisasi departemen kesehatan kesehatan (PPI-DEPKES)
Jenis
Imunisasi
Jumlah
pemberian
Usia
Pemberian
Interval
Pemberian
Imunisasi
Ulangan
BCG 1x 0 – 11 bulan - -
DPT 3x 2 – 11 bulan Minimal 4
minggu
18 bulan, 5 tahun,
12 tahun
Polio 4x 0 – 11 bulan Minimal 4
minggu
18 bulan, 5 tahun
Campak 1x 9 – 11 bulan - 5-6 tahun
Hepatitis B 3x 1 – 11 bulan Minimal 4
minggu
-
(Sumber : Depkes 2000 dalam Hidayat 2008)
43
Seorang bayi dikatakan memperoleh imunisasi lengkap apabila sebelum berumur
1 tahun bayi sudah mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap seperti satu kali
imunisasi BCG diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi
DPT-HB diberikan ketika bayi berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4
minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi baru lahir dan tiga kali berikutnya
diberikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Dan untuk imunisasi campak
diberikan pada bayi berumur 9 bulan. Idealnya seorang anak mendapatkan seluruh
imunisasi dasar sesuai umurnya sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat optimal (Depkes, 2010).
44
2.7 Kerangka Konsep
Skema 2.1 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Variabel Independen
Peran Kader
Posyandu
- Pendidikan
- Usia
- Pemberian
imbalan
- Status
perkawinan
- Jumlah anak
Pengetahuan
- Baik
- Cukup
- Kurang
Variabel Dependen
Kelengkapan Imunisasi
Dasar
- Lengkap
- Tidak
45
Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat diketahui bahwa peran kader
posyandu dan pengetahuan ibu merupakan variabel independen dimana faktor-
faktor yang mempengaruhi peran kader posyandu adalah pendidikan, usia,
pemberian imbalan, status perkawinan, dan jumlah anak. Dan tingkat pengetahuan
ibu terbagi menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Sedangkan
kelengkapan imunisasi dasar merupakan variabel dependen . Variabel yang diteliti
adalah hubungan peran kader posyandu dan pengetahuan ibu dengan kelengkapan
imunisasi sadar.
2.8 Hipotesis
2.8.1 Ada hubungan peran kader posyandu dengan kelengkapan imunisasi
dasar di wilayah kerja puskesmas Bakarangan
2.8.2 Ada hubungan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
di wilayah kerja puskesmas Bakarangan