bab 2 pwplt pk dira

22
BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan parawisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat setempat. Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu pengembangan kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam pengembangan tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan dan menentukan keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan ekosistem mangrove, keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain, pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan, baik secara biofisik maupun sosial. Konsep ini, sering disebut sebagai konsep pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan masa depan, lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu kehidupan pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan. Langkah awal penelitian, dilakukan pengumpulan data yang berkaitan denganhutan mangrove di kawasan Nusa Penida meliputi potensi biofisik yang berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi) dan data fisik (luas dan letak, sarana dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, serta hidrologi). Kemudian melakukan pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar, serta permasalahan yang timbul di

Upload: resti-prabawati-mawarni

Post on 04-Jan-2016

100 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Pwplt Pk Dira

BAB 2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan

kawasan parawisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi

lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat

setempat. Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu

pengembangan kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam

pengembangan tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan

dan menentukan keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan

ekosistem mangrove, keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial,

lingkungan dan ekonomi menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan

ekowisata ditujukan untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di

sisi lain, pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas

lingkungan, baik secara biofisik maupun sosial. Konsep ini, sering disebut

sebagai konsep pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan

masa depan, lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu

kehidupan pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan.

Langkah awal penelitian, dilakukan pengumpulan data yang berkaitan

denganhutan mangrove di kawasan Nusa Penida meliputi potensi biofisik yang

berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi) dan data fisik (luas dan letak, sarana

dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, serta hidrologi). Kemudian melakukan

pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar, serta permasalahan

yang timbul di kawasan hutan mangrove tersebut. Dari data yang terkumpul

ditentukan daya dukung fisik dari hutan mangrove sebagai kawasan wisata.

Selanjutnya dilakukan penilaian kelayakan pengembangan ekowisata terhadap

hutan mangrove di kawasan Nusa Penida. Langkah terakhir yaitu menentukan

strategi pengembangan berdasarkan kriteria penilaian sebelumnya.

Berdasarkan hal diatas, maka disusun diagram pemikiran penelitian seperti

pada Gambar 1.

Kawasan Hutan Mangrove di Nusa Penida

Page 2: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.1.1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Masyarakat Lokal:IdentitasPersepsiPartisipasiHarapan

Pengunjung:JumlahIdentitasMotivasiAktivitasHarapan

Potensi Biofisik Kawasan Mangrove:Biologi:VegetasiSatwa burung dan ikanFisik:Luas dan Letak Sarana dan PrasaranaIklimTopografi dan TanahHidrologiLanskap

Permasalahan:- Kebijakan

pemerintah Daerah

- Ekologi- Sosial

Ekonomi

Kondisi eksiting

Daya Dukung Kawasan: Jumlah kunjungan yang dapat diserap ekowisata mangrove

Penilaian kelayakan pengembangan

ekowisata

Analisis DeskriptifAnalisis SWOT

Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Secara Berkelanjutan

Page 3: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klungkung, Bali tepatnya di Kecamatan

Nusa Penida. Kawasan mangrove di Nusa Penida merupakan Kawasan

Konservasi Perairan. Selain itu, Nusa Penida memiliki keanekaragaman hayati

yang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung kesana,

diantaranya yaitu terumbu karang (coral reef), ikan pari manta (manta ray), ikan

mola-mola (sunfish), penyu (sea turtle), lumba-lumba (dolphin), hiu (shark).

Terdapat juga kurang lebih 20 titik lokasi penyelaman di perairan Nusa Penida.

Luas hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230 hektar yang

terdiri dari 13 jenis mangrove dan 7 tumbuhan asosiasi. Hutan mangrove

tersebut berfungsi sebagai sumber perikanan, ekowisata, pelindung alami pantai

dan penyerap karbondioksida. + Peta Nusa Penida

2.1.2 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan dikelompokkan menjadi empat kelompok

yaitu faktor biologi meliputi aspek vegetasi dan satwanya, kemudian faktor fisik

meliputi luas dan letak, sarana prasarana, iklim, topografi geologi, hidrologi dan

lanskap. Data mengenai masyarakat sekitar berkaitan tentang identitas, persepsi,

partisipasi dan harapan. Data berkaitan dengan wisatawan yang berkunjung

meliputi jumlah, identitas, motivasi, aktivitas dan harapan mereka.

No. Kelompok Jenis Data Aspek-aspek1. Faktor Biologi - Vegetasi (jenis, jumlah dan

penyebaran)- Satwa (jenis, jumlah dan

penyebaran)2. Faktor Fisik - Luas dan letak

- Sarana dan prasarana- Iklim- Topografi geologi dan tanah- Hidrologi- Lanskap

3. Masyarakat - Identitas (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan)

- Persepsi, partisipasi dan harapan

4. Wisatawan - Jumlah- Identitas (umur, jenis kelamin,

mata pencaharian, pendidikan, asal daerah)

- Motivasi, aktivitas dan harapanTabel 1. Jenis Data

2.1.3 Teknik Pengumpulan Data

Page 4: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif

dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk

mendapatkan data potensi sumberdaya untuk pengembangan ekowisata

mangrove, tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dan pengunjung dalam

kegiatan tersebut, serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Data yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan,

dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan

wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak

terkait, untuk mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan ekowisata

di Nusa Penida dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersedia.

Pengumpulan data sekunder debgan cara mengumpulkan dokumen-

dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data

pendukung lainnya yang dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

Daerah dari Dinas/ Instansi terkait dengan penelitian, yaitu: Kantor Wilayah/Dinas

Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah.

2.1.4 Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa

Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara

pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan

hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian

tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri tumbuhan, tempat tumbuhnya yang

kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta

menghitung kerapatannya.

Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah

jalur pengamatan tegak lurus terhadap garis lurus terhadap pantai ke arah darat.

Pada setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan

petak-petak (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 m untuk tingkat

pohon (diameter >4 cm), 5x5 m untuk tingkat pancang (1,5-4 cm), 2x2 m untuk

tingkat semai, jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lainnya adalah 50

m.

a b c 50 cm

Page 5: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Keterangan:

a. Plot 2x2 m untuk tingkat semai

b. Plot 5x5 m untuk tingkat pancang

c. Plot 10x10 m untuk tingkat pohon

Gambar 3. Petak Pengambilan Contoh

2.1.5 Pengambilan Data Persepsi Pengunjung

Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara

dengan responden. Selain itu, juga dilakukan dengan teknik observasi

(pengamatan) dan observasi terencana (dengan kuisioner). Data yang

dikumpulkan meliputi:

1. Data karakter responden (umur, asal wisatawan, lama kunjungan, jumlah

rombongan wisata, dan jumlah biaya wisata yang bersedia dibayarkan oleh

wisatawan).

2. Persepsi wisatawan tentang kegiatan pariwisata khususnya wisata mangrove

(apakah motivasi kunjungan, atraksi yang dimintai, fasilitas dan infrastruktur

maupun sumberdaya manusia yang diharapkan, serta rekomendasi

wisatawan untuk rencana pengembangan ekowisata mangrove di Nusa

Penida).

Responden yang diwawancarai adalah wisatawan yang berwisata di kawasan

hutan mangrove Nusa Penida. Penentuan responden sebagai unit penelitian

dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih responden yang akan

diambil keterangannya/datanya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu

(sudah dapat berpikir secara logis) sebanyak 5% dari rata-rata pengunjung yang

dating tiap hari.

N = Rata-rata jumlah pengunjung dalam tahun pertama x 5 %

2.1.6 Pengambilan Data Presepsi Masyarakat

Page 6: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara

dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview).

Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan

observasi terencana (pedoman dengan kuesioner). Data yang dikumpulkan

meliputi :

1. Data karakteristik responden (umur, mata pencaharian, pendidikan formal,

jumlah anggota keluarga, pendapatan dan lama tinggal).

2. Pemahaman atau persepsi masyarakat lokal tentang ekowisata mangrove

3. Partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengembangan ekowisata

mangrove mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan

pemanfaatan.

Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja

(purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa

yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait

dengan kawasan hutan wisata mangrove. Penduduk dewasa dalam hal ini

adalah yang bersangkutan dengan telah matang dalam mengambil keputusan

dan berfikir secara positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat

memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Menurut Kusmayadi

dan Endar (2000) rumus pengambilan sampel sebagai berikut :

n=N

1+Ne2

dimana n : ukuran contoh

N : ukuran populasi

e : nilai kritis/batas ketelitian (10%)

Hasil registrasi pada tahun 2008 penduduk Kecamatan Nusa Penida

adalah 47.448 jiwa. Dengan menggunakan rumus tersebut akan ditemukan

jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.1.7 Metode Penelitian

2.1.7.1Alat dan Bahan

Page 7: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Alat dan Fungsi

Alat yang digunakan pada praktikum lapang ekologi laut tropis mengenai

mangrove antara lain:

1. Pasak : Untuk membuat transek

2. Saringan : Untuk memisahkan fauna dari substrat.

3. Cetok : Untuk mengambil substrat.

4. Penggaris : Mengukur panjang batang mangrove

(semai)

5. Roll Meter : Mengukur luas area yang akan diukur dan

diteliti.

6. Kamera Digital : Untuk mendokumentasikan biota yang

diteliti.

7. Spidol Permanen : Untuk menulis pada kantong sampel.

8. Topless : Untuk menyimpan sampel fauna.

9. Buku identifikasi : Untuk membantu saat mengidentifikasi.

10. Alat tulis : Untuk mendokumentasikan data.

11. Tali Rafia : Untuk membuat transect 2x2 m, 5x5 m,

10x10 m.

Bahan dan Fungsi

Bahan yang digunakan pada praktikum lapang ekologi laut tropis

mengenai mangrove antara lain:

1. Kantong Plastik (1/2 kg) : tempat menyimpan biota atau sampel yang

diteliti

2. Kertas Label : menandai kantong sampel

3. Air payau : membersihkan peralatan yang telah

digunakan

4. Tissue : membersihkan alat yang telah digunakan

5. Aquades : membersihkan alat yang telah digunakan

6. Formalin 5% : untuk mengawetkan sampel

2.1.7.2 Prosedur Penelitian

Transek 2x2 m

Page 8: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan

Diukur diameter batang pada percabangan pertama

Diidentifikasi jenis mangrove

Diambil biota yang ada di substratnya

Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan

Dimasukan kedalam kantong sampel

Diberikan label pada kantong sample

Diamati

Dicatat hasil yang didapat

Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan

Diukur diameter batang pada percabangan pertama

Diidentifikasi jenis mangrove

Diambil biota yang ada di substratnya

Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan

Dimasukan kedalam kantong sampel

Diberikan label pada kantong sample

Diamati

Dicatat hasil yang didapat

Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan

Transek 5x5 m

Hasil

Hasil

Transek 10x10 m

Page 9: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Diukur diameter batang pada percabangan pertama

Diidentifikasi jenis mangrove

Diambil biota yang ada di substratnya

Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan

Dimasukan kedalam kantong sampel

Diberikan label pada kantong sample

Diamati

Dicatat hasil yang didapat

2.1.8 Metode Analisis Data

Potensi Ekosistem Mangrove

Data yang dikumpulkan meliputi : data mengenai spesies, jumlah

individu, dan diameter pohon yang telah dicatat pada form mangrove,

kemudian diolah untuk memperoleh kerapatan spesies, frekuensi spesies,

luas areal tutupan, nilai penting suatu spesies, frekuensi spesies, luas area

tutupan, nilai penting suatu spesies dan keanekaragaman spesies.

a. Kerapatan Spesies (Ki)

Kerapatan spesies (Ki) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit

area yang dinyatakan sebagai berikut :

Ki = ni / A

Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu

dari spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total

petak/plot/kuadrat contoh).

b. Kerapatan Relatif Spesies (KRi)

Hasil

Page 10: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Kerapatan relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah

individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (Σn)

dengan formula sebagai berikut :

KRi = (ni / Σn) x 100

c. Frekuensi Spesies (Fi) Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang

ditemukannya spesies i dalam petak contoh yang diamati :

Fi = pi / Σp

Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh

dimana ditemukan spesies i dan Σp adalah jumlah total petak contoh

yang diamati.

d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi)

Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi)

dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (ΣF):

FRi = (Fi / ΣF) x 100 %

e. Penutupan Spesies (Ci)

Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit

area :

Ci = ΣBA / A

Dimana, BA = ΠDBH2/4, (dalam Cm2), π adalah suatu konstanta (3,14)

dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total

pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).

DBH = CBH / π (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.

f. Penutupan Relatif Spesies (RCi)

Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area

penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh

spesies (ΣCi) :

RCi = (Ci / ΣCi) x 100 %

g. Nilai Penting Spesies (NPi)

Page 11: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi)

dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies

(NPi) :

NPi = RDi + RFi + RCi

Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 - 300. Nilai Penting ini

memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu

spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

2.2 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali memiliki

keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Terdapat sekitar 149,05 hektar

terumbu karang dengan 286 jenis karang. Sehingga kecamatan ini termasuk

kedalam kawasan segitiga karang dunia. Dasar Hukum penetapan Kawasan

Konservasi Perairan (KKP) Kabupaten Klungkung adalah SK Bupati

Klungkung Nomor 12 Tahun 2010 yang dikeluarkan tanggal 7 Juli 2010. KKP

tersebut dimanfaatkan untuk wisata bahari, perikanan yang berkelanjutan,

budidaya ramah lingkungan, penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi

masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut lainnya secara lestari.

Letak Geografis

Kecamatan Nusa Penida termasuk ke dalam wilayah administrasi

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Kecamatan ini memiliki luas sekitar

20.300 hektar yang terdiri dari 3 pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa

Ceningan dan Nusa Lembongan. Kecamatan Nusa Penida memiliki garis

pantai sekitar 70 km dari 90 km yang dimiliki oleh Kabupaten Klungkung.

Aksesibilitas

KKP Nusa Penida terletak di kecamatan Nusa Penida dan relatif mudah

diakses. Kecamatan kepulauan ini terletak tidak lebih dari 15 mil laut dari

pulau utama Bali. KKP Nusa Penida dapat dicapai dari 5 tempat yaitu Sanur,

Pelabuhan Benoa, Kusamba, Tanjung Benoa dan Padang Bai.

Banyak terdapat sarana tranportasi dan public-boat setiap harinya yang

mengantar penumpang dari dan ke kecamatan Nusa Penida baik pada pagi,

siang dan sore hari. KKP Nusa penida dapat dicapai sekitar 40 menit dengan

Page 12: Bab 2 Pwplt Pk Dira

menggunakan speedboat double enggin 85 PK. Terdapat pelabuhan ferry di

Nusa penida tempat bersandarnya kapal Roro dari Padang Bai (karangasem).

Iklim

Ditinjau dari segi iklim Kabupaten Klungkung termasuk daerah yang beriklim

tropis. Bulan-bulan basah antara wilayah Klungkung yang ada di daratan Bali

dan wilayah Nusa Penida berbeda. Bulan - bulan basah di daratan Klungkung

dalam tahun 1997 selama 10 bulan, dan di kecamatan Nusa Penida bulan -

bulan hujan 10 bulan dengan curah hujan 924 mm.

Kondisi Perairan

Perairan Nusa penida termasuk Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI 2).

Kondisi perairan Nusa Penida dipengaruhi oleh arus ITF dari Samudera

Pacifik ke Samudera Hindia hal ini mempengaruhi sebaran plankton,

kelimpahan ikan, dan struktur komunitas terumbu karang. Perairan Nusa

Penida dikenal memiliki arus yang cukup kuat. Suhu perairan di Nusa Penida

berkisar antara 250C-280C.

Kondisi Ekonomi Perairan

Kecamatan Nusa Penida yang memiliki tiga pulau utam yaitu Nusa Penida,

Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang semuanya dikelilingi oleh

terumbu karang tepi (fringing reef) dengan luas 1600 hektar. Berdasarkan

kajian ekologi laut secara cepat yang dilakukan oleh ahli karang dunia. Luas

hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230 hektar yang terdapat

di Nusa Penida. Luas hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230

hektar yang terdapat di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Untuk hutan

mangrove dijumpai 13 jenis mangrove dan 7 tumbuhan asosiasi. Padang

Lamun di kecamatan Nusa Penida memiliki luas sekitar 108 hektar. Padang

lamun ini umumnya terdapat di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan

Di perairan Nusa Penida terdapat 567 jenis ikan. 5 diantaranya jenis baru.

Kelompok ikan yang terdapat di perairan Nusa Penida adalah ikan karang,

ikan pelagis dan ikan dasar. Mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba juga

kadang melintasi di perairan Nusa Penida, bahkan di sebelah barat Nusa

Lembongan beberapa kali dijumpai dugong yang muncul ke permukaan. Di

Page 13: Bab 2 Pwplt Pk Dira

perairan Nusa Penida, paling tidak dijumpai 2 jenis penyu yaitu penyu hijau

(green turtle) dan Penyu sisik (hawksbill turtle). Beberapa pantai di Nusa

Lembongan dan Nusa Ceningan diduga sebagai lokasi penyu bertelur.

Ikan laut dalam seperti Ikan Mola-Mola (sunfish) muncul di perairan Nusa

penida sekitar bulan Juli-September setiap tahunnya. Beberapa lokasi

perairan Nusa Penida yang menjadi cleaning station bagi ikan Mola Mola

seperti Crystal Bay (Desa Sakit), Ceningan wall (Desa Lembongan), Batu

Abah (Desa Pejukutan) , dan Sental (Desa Ped). Lokasi -lokasi tersebut

menjadi lokasi penyelaman favorit saat Mola-Mola tiba.

Perairan di kecamatan Nusa Penida juga merupakan rumah bagi ikan pari

manta. Ikan ini sering dijumpai berkelompok 3 - 4 ekor. Tidak seperti ikan

mola-mola yang memiliki musim kemunculan, ikan pari manta dapat dijumpai

sepanjang tahun di perairan Nusa penida. Lokasi tempat biasa ikan pari

manta ditemukan dikenal dengan sebutan Manta Point. Lokasi penyelaman ini

terdapat di sekitar Batu Lumbung (Desa Batu Kandik).

Kondisi Sosial Ekonomi Budaya

Mayoritas masyarakat Nusa Penida adalah suku asli Bali beragama Hindu.

Tedapat suku desa muslim dari 16 desa dinas yaitu desa Toyapakeh.

Penduduk Toyapakeh dulunya nenek moyang mereka berasal dari Jawa dan

Lombok. Populasi penduduk sekitar 50.000 jiwa yang mendiami 3 pulau di

kecamatan Nusa Penida. Di kecamatan Nusa Penida terdapat 4 sekolah

setingkat SMU, 3 sekolah setingkat SMP dan puluhan sekolah SD. Saat ini

sudah ada Universitas kelas jauh yang dilakukan di kantor kecamatan Nusa

Penida guna menampung lulusan SMU Nusa Penida mencapai jenjang

pendidikan strata S1.

Terdapat beberapa pura besar di Nusa Penida seperti Pura Batu Medau dan

Pura Giri Putri. Selain itu terdapat pura sentral di pulau Bali yang terdapat di

Nusa Penida yaitu pura Sad -Khayangan Ped. Masyarakat Nusa Penida

melaksanakan Nyepi Segara setiap tahunnya untuk menghormati laut dan

memberi kesempatan kepada laut untuk beristirahat. Nyepi Segara juga

merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Tri Hita Karana terutama menjaga

keseimbangan antara manusia dengan alam.

Aturan adat di Nusa Penida dituangkan dalam awig-awig (hukum adat) yang

dihasilkan dari kesepakatan (pararem) bersama. Di Desa Lembongan

Page 14: Bab 2 Pwplt Pk Dira

terdapat awig-awig terkait pesisir dan laut seperti pelarangan penebangan

bakau dan pengambilan pasir laut.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat Nusa Penida adalah pertanian rumput

laut, wisata bahari, perikanan dan peternakan. Mata pencaharian lainnya

seperti pertanian, berdagang, serta sektor swasta dan pemerintahan.

Potensi Perikanan

Terdapat sekitar 100 nelayan di kecamatan Nusa Penida. Desa yang memiliki

jumlah nelayan terbanyak adalah Batununggul dan Suana. Lokasi

penangkapan ikan oleh nelayan pada umumnya pada kedalaman 40 - 200

meter dan jarak terjauh sekitar 5 mil dari daratan, bahkan hingga ke Lombok.

Tangkapan nelayan pada umunya ikan tongkol, languan, kokak/kerapu, hiu,

cakalang dan lainnya. Wilayah penangkapan untuk ikan ekspor seperti kokak

berada di timur nusa penida dan selatan Nusa Penida, sementara lokasi

penangkapan ikan-ikan unutk dikonsumsi sendiri seperti tongkol berada di

sebelah utara dan Barat Nusa Penida.

Pendekatan Konservasi

Pendekatan Konservasi KKP Nusa Penida melalui beberapa tahapan sesuai

peraturan dan perundang-undangan yang mendukung perikanan yang

berkelanjutan antara lain :

1) Pembentukan Kelompok Kerja KKP Nusa Penida.

2) Pengumpulan data ekologi, sosial - ekonomi, dan oceanography melalui

survey dan monitoring.

3) Sosialisasi (tingkat FGD, desa, kecamatan, dan kabupaten)

4) Penetuan batas luar beserta dengan zonasi.

5) Pencadangan KKP Nusa Penida oleh Bupati Klungkung.

Pariwisata

Page 15: Bab 2 Pwplt Pk Dira

Kekayaan hayati laut Nusa Penida telah membawa manfaat ekonomi dan jasa

lingkungan bagi Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Propinsi

Bali. Terumbu karang (coral reef), hutan bakau (mangrove), ikan pari manta

(manta ray), ikan mola-mola (sunfish), penyu (sea turtle), lumba-

lumba(dolphin), Hiu (shark) dan Paus (whale) merupakan atraksi menarikbagi

wisata bahari.

Terdapat lebih dari 20 titik lokasi penyelaman di perairan Nusa Penida dengan

beberapa lokasi penyelaman favorit seperti Crystal Bay, Manta Point,

Ceningan Wall, Blue Corner, SD-Sental, Mangrove-Sakenan, Gemat Bay, dan

Batu Abah, Terdapat 3 cruises besar di Nusa Penida yang masing-masing

memiliki pontoon seperti Bali Hai, Bounty dan Quick-Silver yang rata-rata

membawa turis 200 orang per hari.

Wisata Bahari lainnya di Nusa Penida seperti surfing, snorkeling, sailing,

fishing, flying fish, Para -Sailing, kayaking dan sea- walker. Terdapat 6

penyelam operator base di Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Diperkirakan

sekitar 200.000 turis dating berkunjung ke Nusa Penida setiap tahunnya.

Puncak jumlah kunjungan palingramai di Nusa Penida (peak-season) adalah

bulan Agustus - September, sementara bulan paling sepi (low-season) bulan

Januari - Februari.