bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-2-00446-ti bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Total Quality Management (TQM)
2.1.1 Pengertian TQM
Terdapat beberapa definisi TQM:
• Tobin (1990) mendefinisikan TQM sebagai usaha terintegrasi total
untuk mendapatkan manfaat kompetitif secara terus-menerus
memperbaiki setiap faset budaya organisasional.
• Manajemen Kualitas Total (TQM) adalah konsep dan metoda yang
memerlukan komitmen dan keterlibatan pihak manajemen dan seluruh
organisasi dalam pengolahan perusahaan untuk memenuhi keinginan
atau kepuasan pelanggan secara konsisten.
• TQM mencakup semua aktifitas-aktifitas keseluruhan fungsi
manajemen yang menentukan kebijakan kualitas, sasaran, dan
tanggungjawabnya dan mengimplementasikannya dengan
menggunakan perangkat seperti perencanaan kualitas, kontrol kualitas,
pemastian kualitas dan perbaikan kualitas dalam sistem kualitas
(Wheaton dan Schrott, 1999, p.188).
TQM tidak hanya memenuhi keperluan-keperluan pelanggan namun juga
menyediakan kepuasan mereka. Pemasar harus tentu saja, tidak hanya
29
mengerti keperluan-keperluan pelanggan secara utuh, namun juga
kemampuan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan pelanggan. Dalam
organisasi, dan antara pelanggan dan pemasok, transfer informasi berkaitan
dengan kebutuhan ini seringkali sangat rendah atau tidak ada sama sekali.
Karena itu pengkajian yang berlanjut dari keperluan tersebut dan kemampuan
untuk memenuhinya adalah harga memelihara kualitas. Saat ini beberapa
perusahaan sedang mengembangkan sistem-sistem kualitas mereka dengan
tujuan:
- Mengurangi kegagalan di waktu pertama / sedini mungkin
- Mengurangi biaya-biaya klaim pelanggan
- Getting things right the first time, dan
- Memperbaiki jasa pada pelanggan dan untuk meningkatkan daya kompetisi
mereka
2.2 QFD (Quality Function Deployment)
2.2.1 Pengertian Quality Function Deployment (QFD)
Secara umum, QFD merupakan suatu alat/metode yang digunakan untuk
memusatkan perhatian pada hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan
konsumen dalam penyusunan standar layanan. Menurut Cohen (1995), QFD
adalah sebuah metode yang dipakai untuk mengembangkan dan
merencanakan produk agar tim pengembang dapat menspesifikasi secara rinci
kebutuhan dankeinginan customer.
30
Menurut Ermer (1995), QFD adalah sebuah metode perbaikan kualitas
yang didasarkan pada pencarian input secara langsung dari konsumen untuk
selanjutnya dipikirkan bagaimana cara memenuhi input tersebut. Sedangkan
menurut Daetz (1995), QFD adalah proses perencanaan sistematis yang
diciptakan untuk membantu perusahaan mengatur semua elemen yang
diperlukan untuk mendefinisikan, merancang dan membuat produk atau
menyajikan service yang dapat memenuhi kebutuhan customer. QFD
digunakan untuk menangkap suara dan keinginan customer, kemudian
mengkonversikannya ke dalam strategi yang tepat serta produk dan proses
yang dibutuhkan. Harapan-harapan dari customer diterjemahkan kedalam
kebutuhan-kebutuhan yang spesifik menjadi arah perencanaan strategi dan
tindakan teknik.
Tindakan-tindakan teknik yang dilakukan dalam QFD meliputi 4 proses
utama yaitu product planning, design planning, process planning dan
production planning. Proses-proses tersebut merupakan suatu susunan proses
yang terstruktur dan sistematis, yang memudahkan teknisi untuk mewujudkan
keinginan customer dengan tepat. Setiap proses saling berurutan dan
berkesinambungan satu dengan yang lain, sehingga tidak dapat dilakukan
secara terpisah.
31
2.2.2 Manfaat Quality Function Deployment (QFD)
Menurut Daetz (1995), QFD mempunyai beberapa manfaat antara lain:
• Rancangan produk dapat diutamakan dan dipusatkan pada kebutuhan
dan keinginan konsumen sehingga menjadi lebih mudah untuk
dipahami.
• Dapat menganalisa kinerja layanan perusahaan terhadap para
pesaingnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.
• Dapat memusatkan pada upaya rancangan keseluruhan sehingga akan
mengurangi waktu proses perencanaan suatu produk/jasa yang baru.
• Dapat mengurangi frekuensi perubahan suatu desain setelah
dikeluarkan sehingga akan mengurangi biaya untuk memperkenalkan
desain yang baru.
• Dapat mendorong adanya suatu tim kerja sama antar departemen.
• Sebagai suatu cara/dasar yang cukup baik dalam pengambilan
keputusan.
Menurut Besterfield (1994), manfaat penerapan QFD antara lain:
• Fokus kepada customer
Dengan penerapan QFD, perusahaan dapat mengarahkan fokusnya
kepada customer. Perusahaan akan merancang suatu produk atau
service dengan memperhitungkan keinginan dan kebutuhan customer,
32
sehingga tingkat kebutuhan customer akan semakin tinggi. Keinginan
dan kebutuhan customer diselidiki oleh perusahaan. Hasil dari
penyelidikan tersebut berupa informasi-informasi yang penting.
Kemudian informasi tersebut akan dipilah-pilah dan akan diambil
informasi-informasi yang penting dan berhubungan dengan usaha-
usaha peningkatan kepuasan customer yang dapat dilakukan oleh
perusahaan. Dalam proses pemilahan informasi tersebut, tentu saja
perusahaan juga harus memperhitungkan kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi suatu kondisi dimana permintaan customer terlalu
berlebihan, sedangkan kapasitas serta kemampuan perusahaan tidak
mencukupi untuk memenuhinya.
• Mengurangi waktu implementasi
QFD membuat proses-proses yang penting teridentifikasi dan
termonitor dengan baik dari awal hingga akhir. Hasilnya adalah
pengurangan waktu proses dalam proses-proses yang terjadi, misalnya
proses desain ulang peralatan, training untuk operator serta perubahan
metode pengontrolan kualitas secara tradisional ke metode yang baru.
Dengan adanya pengurangan waktu untuk setiap proses yang terjadi,
maka secara otomatis waktu proses secara keseluruhan akan berkurang
pula.
33
• Meningkatkan teamwork
QFD membuat suatu perusahaan membangun saluran komunikasinya
tidak hanya secara horisontal seperti yang banyak diterapkan. Input
dari QFD berasal dari seluruh elemen organisasi, mulai dari bagian
marketing sampai bagian produksi. Setiap elemen melakukan
komunikasi yang baik satu dengan yang lain, sehingga suatu
departemen juga dapat mengerti apa yang dilakukan oleh departemen
lain. Hal ini akan mencegah terjadinya salah paham terhadap
intepretasi, informasi dan opini. Kesuksesan yang dicapai adalah
tanggung jawab dari semua departemen yang ada, sehingga diperlukan
adanya teamwork yang baik untuk mencapainya.
• Menyediakan dokumentasi secara tepat
QFD menciptakan suatu database dari desain-desain dan perbaikan
proses yang akan dilakukan. Database ini sangat berguna dan banyak
memberikan kemudahan-kemudahan yang diberikan untuk
perusahaan. Selain itu, database juga dapat digunakan sebagai alat
untuk melakukan training bagi pekerja baru. QFD juga sangat
fleksibel ketika ada informasi-informasi yang baru atau perubahan-
perubahan yang diperlukan dalam matriks QFD.
34
2.2.3 House of Quality (HOQ)
House of Quality adalah proses pemahaman dari apa yang menjadi
kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi konsumen yang dirangkum kedalam
matrik perencanaan produk.
Matrik ini terdapat dalam beberapa bagian yang masing-masing bagian
mengandung informasi yang saling berhubungan satu sama lainnya. Tiap
bagian adalah hasil pemahaman perusahaan terhadap suatu aspek proses
perencanaan produk, jasa, atau suatu proses. Gambar The House of Quality
dapat dilihat di bawah ini :
Gambar 2.1 The House of Quality
Bagian-bagian dari HOQ adalah sebagai berikut:
1. Customer Needs and Benefits
Pada bagian ini diisi daftar kebutuhan dan ekspektasi konsumen
terhadap nilai produk, jasa , atau proses yang biasanya diperoleh dari
35
Voice of the Customer dan telah diubah ke dalam tabel Metrik
Kebutuhan Pelanggan.
2. Planning Matrik
Pada bagian ini mempunyai tujuan menyusun dan mengembangkan
beberapa pilihan strategis dalam mencapai nilai-nilai kepuasan
konsumen yang tertinggi. Planning Matrik mempunyai delapan jenis
data, antara lain adalah sebagai berikut:
• Importance to Customer (kepentingan konsumen), yang berisi
tentang tingat kepentingan tiap kebutuhan dan manfaat bagi
konsumen.
• Customer Satisfaction Performance (kinerja kepuasan konsumen)
adalah bagaimana kinerja produk yang dikembangkan dapat
memenuhi kepuasan konsumen.
• Competitive Satisfaction Performance (kinerja kepuasan
pelanggan) adalah bagiaman kinerja produk pesaing dalam
memuaskan kepentingan pelanggan.
• Goal (Quality Plan) adalah tujuan yang ingin dicapai dalam
pengembangan produk.
Improvement Ratio (pengembangan rasio), diperoleh dari rumus:
Improvement Ratio = ePerformancionStatisfactCurrent
Goal
Sales Point (titik penjualan), digunakan tiga angka yaitu:
36
- 1 = tidak ada tingkat penjualan
- 1,2 = tingkat penjualan sedang
- 1,5 = tingkat penjualan tinggi
Raw Weight diperoleh dengan rumus:
Raw Weight = (Importance to Customer) x (Improvement
Ratio) x (Sales Point)
Normalized Raw Weight adalah persen total dari Row Weight
yang diperoleh dari rumus:
Normalized Raw Weight = %100xWeightRaw
WeightRaw
∑
3. Technical Response
Kolom Technical Response berisi tentang bagaimana organisasi
mendeskripsikan perencanaan produk atau jasa untuk dikembangkan.
Deskripsi ini didapatkan dari keinginan konsumen dan kebutuhannya.
4. Relationship
Pada kolom Relationship, dijelaskan bagaimana hubungan antara
setiap elemen dari technical response dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen.
37
Simbol yang digunakan untuk kolom Relationship antara lain
adalah sebagai berikut:
= untuk hubungan yang lemah dengan nilai 1
= untuk hubungan yang sedang dengan nilai 3
= untuk hubungan yang kuat dengan nilai 9
5. Technical Correlations
Pada bagian Technical Correlations, berisikan bangaimana tim
pengembangan menetapkan implementasi hubungan antara elemen-
elemen dari technical response. Simbol-simbol yang digunakan dalam
technical correlation adalah sebagai berikut:
= positif kuat
= positif
kosong = tidak ada hubungan
x = negatif
xx = negatif kuat
6. Techical Matrik
Pada Technical Matrix, terdapat tiga tipe informasi, yaitu urutan
peringkat dari technical response, informasi perbandingan dengan
kinerja teknis pesaing, dan target kinerja teknis. Adapun penjabaran
ketiga informasi tersebut adalah sebagai berikut:
38
Tingkat kepentingan kami, yang diperoleh dari jumlah
perkalian antara importance to customer dengan nilai
relationship pada kolom technical response.
Absolutely Performance merupakan jumlah perkalian antara
nilai relationship dengan normalized raw weight.
Relative Performance merupakan persen dari total absolutely
performance.
Unit of Mesure adalah satuan untuk technical response.
Current Product adalah nilai yang ada pada produk yang
sedang dikembangkan.
Target Value adalah target yang ingin dicapai oleh tim
pengembang terhadap perlengkapan tidur sehingga dapat
memenuhi keinginan pelanggan.
Langkah-langkah dalam membuat “House of Quality”, antara lain :
Mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen
Meminta konsumen untuk memberikan tingkatan menurut kebutuhan
yang paling penting.
Melakukan analisis terhadap pesaing berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan memberikan skala antara 1-5
Menetapkan perencanaan kualitas yang diinginkan
Menghitung improvement ratio
Menetapkan sales point
39
Menghitung raw weight
Menormalisasikan raw weight
Mendeterminasikan hubungan antara kebutuhan konsumen dan
technical response
Menghitung nilai technical response
Mengidentifikasi nilai target
2.3 Kualitas
2.3.1 Pengertian Kualitas
Menurut Gasperz (1998, p1-2), definisi dari kualitas adalah konsistensi
peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu
produk atau jasa yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah
dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun
eksternal. Dengan demikian pengertian kualitas dalam konteks pengendalian
proses statistikal adalah bagaimana baiknya suatu output (barang dan/atau
jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian
desain dari suatu perusahaan. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh
bagian desain produk yang disebut sebagai kualitas desain (quality of design)
harus berorientasi pada kebutuhan atau keinginan konsumen (orientasi pasar).
Kualitas harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada Gasperz sesuai
dengan teori Amitava.
40
Menurut Amitava (1998, p5), definisi kualitas secara tradisional adalah
fitness to use (ketepatan untuk kegunaan). Pemahaman kualitas secara
tradisional hanya berdasarkan pada ketepatan kegunaan suatu produk atau jasa
dengan kebutuhan pelanggan. Sedangkan secara modern, kualitas adalah
berbanding terbalik dengan variasi. Semakin sedikit variasi suatu produk
maka akan semakin baik kualitas produk tersebut.
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Banyak terdapat pengertian dari tokoh-tokoh kualitas yang memiliki
kesamaan dengan dua teori diatas seperti.
Menurut Kaoru Ishikawa, kualitas berarti kepuasan pelanggan. Menurut
Philip B. Crosby, kualitas berarti kesesuaian terhadap persyaratan (to
requirement).
Menurut W. Edwards Deming, mendefinisikan kualitas adalah apapun
yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dan W. Edwards Deming
(1998, p3-4) mengeluarkan konsep Roda Deming dalam proses industri
modern, yaitu :
• Riset pasar
• Desain produk dan proses
• Proses produksi
• Proses pemasaran
41
Deming menekankan pentingnya interaksi tetap antara riset pasar, desain
produk, proses produksi, dan pemasaran, agar perusahaan industri mampu
menghasilkan produk dengan harga kompetitif dan kualitas yang lebih baik
sehingga memuaskan konsumen. Deming menjelaskan bahwa roda itu harus
dijalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab bersama untuk
mengutamakan efisiensi industri dan peningkatan kualitas. Ia menjelaskan
bahwa dengan cara menjalankan Roda Deming secara terus menerus,
peusahaan industri modern dapat memenangkan persaingan yang sangat
kompetitif dan memperoleh keuntungan yang dapat dipergunakan untuk
pengembangan usaha dan kesejahteraan tenaga kerja. Gambar Roda Deming
adalah sebagai berikut:
42
Gambar 2.2 Roda Deming dalam Sistem Industri Modern
Dalam pengertian kualitas modern semakin banyak variasi maka kualitas
akan semakin buruk. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi
atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output
yang dihasilkan. Terdapat dua jenis variasi yaitu variasi penyebab khusus dan
variasi penyebab umum. Menurut Gasperz (1998, p28-29), penyebab variasi
ada dua macam, yaitu :
43
• Variasi penyebab umum (Common causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab umum adalah faktor – faktor di dalam
sistem yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem. Satu cara
untuk menurunkan variasi penyebab umum adalah dengan membuat
peningkatan pada proses manufacturing. Perluasan dari variasi penyebab
umum dapat diukur secara statistik dan dibandingkan dengan
spesifikasinya, jika dibutuhkan perbaikan maka perlu dilakukan tindakan
dalam prosesnya. Penyebab umum ini mempunyai pola yang acak
(random causes).
• Variasi penyebab khusus (Special causes of variation)
Yang dimaksud variasi penyebab khusus adalah faktor – faktor di luar
sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Variasi penyebab khusus
inilah yang dapat dikendalikan dan dapat diidentifikasi. Penyebab khusus
ini mempunyai pola yang tidak acak (non random patterns).
2.3.2 Statistical Quality Control (SQC)
Menurut Gaspersz (1998, p1), Pengendalian Proses Statistikal (Statistical
Proses Control = SPC) adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak
tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal
(statistical techniques) dalam memantau dan meningkatkan performasi proses
menghasilkan produk yang berkualitas. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an
44
digunakan terminologi Pengendalian Kualitas Statistikal (Statictical Quality
Control = SQC) yang memiliki pengertian sama dengan Pengendalian Proses
Statistikal (Statistical Proses Control = SPC).
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui
mana kita mengukur karakteristik dari output (barang dan/atau jasa),
kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output
yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat
apabila ditemukan perbedaan antara performasi aktual dan standar.
Berdasarkan uraian di atas, kita boleh mendefinisikan pengendalian proses
statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data
kualitas, serta penentuan dan interprestasi pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan
kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.
SQC bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi
kebutuhan dan harapan dari pelanggan. SQC membantu sebuah perusahaan
untuk mengidentifikasi masalah – masalah yang mungkin, sehingga dapat
dilakukan tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut Smith (1996, p4) tujuan dari SPC adalah :
• Meminimasi biaya produksi.
• Menciptakan peluang untuk semua angggota untuk memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kualitas.
45
• Mendapatkan produk dan servis yang memenuhi spesifikasi konsumen.
• Membantu karyawan manajemen dan produksi untuk membuat keputusan
yang ekonomis mengenai tindakan yang diambil yang dapat
mempengaruhi proses.
SQC menggunakan alat-alat statistik untuk membantu mencapai tujuannya,
antara lain :
1. Peta kendali
2. Histogram
3. Diagram pareto
4. Lembar kendali
5. Diagram konsentrasi cacat
6. Diagram scatter
7. Diagram sebab-akibat (Ishikawa diagram)
Menurut Gaspersz (1998, p43), Data adalah catatan tentang sesuatu, baik
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk
untuk bertindak. Dalam konteks pengendalian proses Stastistikal dikenal dua
jenis data, yaitu:
• Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung
untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik
kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses
administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk,
46
banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data atribut
biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
• Data Variabel (Variable Data) merupakan data kuantitatif yang diukur
untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas
adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam
kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen,
dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume
biasanya merupakan data variabel.
2.3.3 Diagram Pareto
Menurut Gaspersz (1998, p53), Diagram pareto adalah grafik batang yang
menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang
paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik barang pertama yang tertinggi
serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang
paling sedikit terjadi ditunjukan oleh grafik batang yang terakhir yang
terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat interprestasi
untuk :
• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
47
• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
itu dalam bentuk yang signifikan.
Menurut Gaspersz (1998, p58), Pada dasarnya diagram pareto terdiri dari
dua jenis, yaitu:
• Diagram pareto mengenai fenomena.
Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan
dan digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada.
Contoh fenomena, antara lain:
a) Kualitas kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan,
perbaikan (reparasi), dll.
b) Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
c) Penyerahan (delivery): penundaan penyerahan, keterlambatan
pembayaran kekurangan stok, dll.
d) Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
• Diagram pareto mengenai penyebab
Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan
untuk mengetahui apa penyebab utama dan masalah yang ada.
Contoh penyebab, antara lain:
a) Operator: umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual,
pergantian kerja *shift), dll.
48
b) Mesin: peralatan, mesin, instrumen, dll.
c) Bahan baku: pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan
baku, dll.
d) Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll.
2.3.4 Peta Kontrol
Menurut Gaspersz (1998, p107-108), Peta kontrol pertama kali diperkenalkan
oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Labotories, Amerika
Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak
normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus
(special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab-umum
(common-causes variation). Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan
untuk:
• Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian
stastistikal? Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk
mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua
nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroup) contoh
berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), oleh karena itu
variasi penyebab-khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.
49
• Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap
stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab-
umum.
• Menentukan kemampuan proses (proses capabilty). Setelah proses
berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses
dapat ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kontol memiliki:
1) Garis Tengah (Central Line), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
2) Sepanjang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol
ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol
atas (upper control limit), biasa dinotasikan sebagai UCL, dan yang
satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai
batas kontrol bawah (lower control limit), biasa dinotasikan sebgai
LCL.
3) Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan
keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot)
pada peta itu berada didalam batas-batas kontrol tanpa
memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang
berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau
terkendali secara statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendalian
statistikal. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh
50
atau berada di luar batas-batas kontrol atau memperlihatkan
kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses
yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan di luar
kontrol (tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian
statistikal sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki
proses yang ada.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa terdapat dua jenis data yaitu data
variabel dan data atribut, maka peta kendali terbagi atas peta kendali untuk
data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Jenis peta kendali itu
adalah sebagai berikut :
• Peta kendali untuk data variabel
1. Peta x dan R
Peta kendali x menggambarkan apakah perubahan telah terjadi
dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata – rata dari
suatu proses. Dan peta kendali R menggambarkan apakah
perubahan – perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan
demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang
dihasilkan melalui suatu proses. Biasanya peta kendali x dan R
digunakan untuk pengamatan yang mempunya jumlah sampel
banyak.
51
Untuk menghitung rata-rata dan batas kontrol digunakan rumus
sebagai berikut :
rata-rata pengendali petauntuk pusat garis=k
∑k
1=i ix=X
observasi kali setiapuntuk pengukuran rata-rata=n
∑n
1=j ijx=X
jarak pengendali petauntuk pusat garisk
RR
jangkauanX-XR
∑k
1i
i
minimaxii
==
==
=
R3DRLCL
R4DRUCL
R2A-XxLCL
R2AXxUCL
=
=
=
+=
52
2. Peta x dan S
Peta kendali x menggambarkan apakah perubahan telah terjadi
dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata – rata dari
suatu proses. Peta pengendali standar deviasi digunakan untuk
mengukur tingkat keakurasian proses.
Rumus untuk menghitung batas kontrolnya :
deviasistandar 1-n
2Xn-2
nX...23X2
2X21X
s =++++
=
deviasistandar pengendali petauntuk pusat garis∑k
1i kis
s ==
=
S3BSLCL
S4BSUCL
S3A-XxLCL
S3AXxUCL
=
=
=
+=
53
2.4 Maintenance
2.4.1 Pengertian Perawatan ( Maintenance )
Menurut Assauri (1999, p95) perawatan merupakan kegiatan untuk
memelihara atau menjaga fasilitas dan peralatan pabrik, dan mengadakan
perbaikan, penyesuaian, atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu kondisi operasi produksi yang memuaskan, sesuai dengan yang
direncanakan. Dengan adanya perawatan diharapkan semua fasilitas dan mesin
yang dimiliki oleh perusahaan dapat dioperasikan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan.
Perawatan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan
produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran atau kemacetan
produksi, kelambatan dan volume produksi. Dengan demikian, perawatan
memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain dari suatu
perusahaan.
Karena pentingnya aktivitas perawatan maka diperlukan perencanaan yang
matang untuk menjalankannya, sehingga terhentinya proses produksi akibat
mesin rusak dapat dikurangi seminimum mungkin. Aktivitas perawatan yang
benar-benar baik dapat mengurangi biaya untuk merawat mesin.
54
2.4.2 Tujuan Maintenance
Adapun tujuan utama dari fungsi maintenance, menurut Assauri (1999, p
95) adalah :
1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
rencana produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sesuai dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang diluar
batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan
mengenai investasi tersebut.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien.
5. Menghindari kegiatan maintenance yang dapat membahayakan
keselamatan para pekerja.
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama
lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan
utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment
yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah.
55
2.4.3 Jenis - Jenis Perawatan
Aktivitas perawatan (maintenance) dapat dibedakan dalam lima jenis yaitu
preventive maintenance, corrective maintenance, reactive maintenance,
proactive maintenance, dan predictive maintenance.
2.4.3.1 Pengertian Preventive Maintenance
Preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya kerusakan dan menemukan kondisi yang dapat
menyebabkan fasilitas atau mesin produksi mengalami keruskan pada waktu
melakukan kegiatan produksi.
Dengan demikian semua fasilitas atau mesin yang mendapat tindakan
preventive akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu dalam keadaan
optimal untuk melakukan kegiatan proses produksi.
Dalam pelaksanaannya preventive maintenance dapat dibedakan atas
routine maintenance dan periodic maintenance. Routine maintenance adalah
kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya yaitu pelumasan,
pengecekan isi bahan bakar. Periodic maintenance adalah kegiatan perawatan
yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu.
56
2.4.3.2 Corrective Maintenance
Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan
setelah mesin atau fasilitas mengalami kerusakan atau gangguan. Dalam hal ini
kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan yaitu menunggu sampai
kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar dapat
beroperasi kembali.
Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah
dari pada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan
terjadi disaat mesin atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat
kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka biaya perawatan
akan mengalami peningkatan akibat terhentinya proses produksi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective
memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan
menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.
2.4.3.3 Reactive Maintenance
Reactive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
sebagai respon terhadap breakdown unit yang tidak terencana, umumnya
sebagai hasil dari kegagalan baik yang bersifat internal ataupun yang bersifat
eksternal. Yang termasuk kedalam reactive maintenance adalah corrective
maintenance.
57
2.4.3.4 Proactive Maintenance
Proactive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara teratur
dan terencana tanpa menunggu mesin rusak terlebih dahulu, sehingga dapat
meminimasi kemungkinan terjadinya breakdown akibat kerusakan mesin.
Yang termasuk dalam proactive maintenance adalah preventive maintenance
dan predictive maintenance.
2.4.3.5 Predictive Maintenance
Predictive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan melalui
analisa secara fisik terhadap peralatan atau komponen dengan bantuan
pengukuran instrument tertentu seperti alat pengukur getaran, temperatur,
pengukur suara dan lain-lain untuk mendeteksi kerusakan sedini mungkin.
2.4.4 Tugas-Tugas dari Maintenance
Semua tugas-tugas dari pada maintenance dapat digolongkan kedalam salah
satu dari lima tugas pokok yang berikut :
1. Inspeksi (Inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara
berkala (Routine Schedule Check) peralatan sesuai dengan rencana serta
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang
mengalami kerusakan dan membuat laporan-laporan dari hasil
pengecekan atau pemeriksaan tersebut.
58
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Kegiatan teknik ini meliputi kegiatan-kegiatan percobaan atas peralatan
yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan atau
komponen peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian
terhadap kemungkinan pengembangan tersebut.
3. Kegiatan Produksi (Production)
Kegiatan Produksi merupakan kegiatan maintenance yang sebenarnya,
yaitu memperbaiki dan mereparasi mesin-mesin dan peralatan.
4. Pekerjaan Administrasi (Clerical Work)
Pekerjaan Administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya yang terjadi dalam melakukan
pekerjaan maintenance.
5. Pemeliharaan Bangunan (Housekeeping)
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan untuk menjaga
agar bangunan atau gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.
2.4.5 Konsep Kehandalan (Reliability)
Yang dimaksud dengan keandalan (reliability) adalah probabilitas sebuah
komponen atau sistem untuk dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang
diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah
kondisi yang telah ditetapkan. (Ebeling, 1997, p5)
Empat elemen yang signifikan dengan konsep reliability adalah probability,
59
performance, waktu dan kondisi. Probability (peluang) memiliki arti bahwa
setiap item memiliki umur berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi distribusi dari kerusakan item untuk
mengetahui umur pakai dari item tersebut. Performance (kinerja)
mendefinisikan bahwa kehandalan merupakan suatu karakteristik performansi
sistem dimana suatu sistem yang andal harus dapat menunjukkan performansi
yang memuaskan jika dioperasikan.
Waktu. Reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang suatu
item untuk digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang item untuk
digunakan dalam sepuluh tahun. Kondisi menjelaskan bahwa perlakuan yang
diterima oleh suatu system akan memberikan pengaruh terhadap tingkat
reliability.
2.4.6 Konsep Availability
Menurut Ebeling (1997, p6) availabitity adalah peluang suatu komponen
untuk dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya pada waktu tertentu ketika
digunakan pada kondisi operasi yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut Kapur (1997, p226) availabitity merupakan suatu
konsep yang berhubungan erat dengan probabilitas suatu peralatan untuk
melakukan operasi secara memuaskan pada kondisi tertentu.
60
2.4.7 Konsep Down Time
Downtime merupakan waktu dimana suatu unit tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi
apabila suatu unit mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat
mengganggu performansi dari mesin secara keseluruhan termasuk mutu
produk yang dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga membutuhkan
waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi awal.
Downtime memiliki beberapa unsur, yaitu :
1. Supply delay, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk personal
maintenance untuk memperoleh komponen yang dibutuhkan dalam
proses perbaikan. Supply delay dapat terdiri atas lead time administrasi,
lead time produksi dan waktu transportasi komponen pada lokasi
perbaikan.
2. Maintenance delay, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu
ketersediaan sumber daya maintenance untuk melakukan proses
perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa personal, alat bantu
dan alat tes.
3. Access time, merupakan waktu untuk mendapatkan akses ke komponen
yang mengalami kerusakan.
4. Diagnosis time, merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menentukan
penyebab kerusakan dan langkah perbaikan yang harus ditempuh untuk
memperbaiki kerusakan.
61
5. Repair or replacement unit, merupakan waktu aktual yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat
diidentifikasikan dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.
6. Verification and aligment, merupakan waktu untuk memastikan bahwa
fungsi daripada suatu unit telah kembali pada kondisi operasi semula.
2.4.8 Distribusi Kerusakan
Distribusi yang digunakan untuk mengetahui pola data yang terbentuk
dibagi dalam empat macam yaitu: distribusi Weibull, Eksponensial, Normal
dan Lognormal.
2.4.8.1 Distribusi Weibull
Distribusi Weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan
untuk waktu kerusakan karena distribusi ini baik digunakan untuk laju
kerusakan yang meningkat maupun laju kerusakan yang menurun. Dua
parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah yang disebut dengan
parameter skala (scale parameter) dan ß yang disebut dengan parameter
bentuk (shape parameter). Fungsi reliability yang terdapat dalam distribusi
Weibull yaitu (Ebeling, 1997, p59) :
Reliability function : R(t) =
62
Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola
data yang terbentuk adalah parameter ß. Nilai-nilai ß yang menunjukkan laju
kerusakan terdapat dalam tabel berikut (Ebeling, p63) :
Tabel 2.1 Laju Kerusakan
Nilai Laju Kerusakan
0 < β < 1 Pengurangan Laju Kerusakan (DFR)
β =1 Distribusi Exponensial
1 < β < 2 Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Konkaf
β = 2 Distribusi Rayleigh
Β > 2 Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Konveks
3 = β Peningkatan Laju Kerusakan (IFR). Mendekati kurva normal.
Jika parameter ß mempengaruhi laju kerusakan maka parameter
mempengaruhi nilai tengah dari pola data.
2.4.8.2 Distribusi Eksponensial
Distribusi Eksponensial digunakan untuk menghitung keandalan dari
distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini
mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu, dengan kata lain
probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada umur alat. Distribusi
63
ini merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa. Parameter yang
digunakan dalam distribusi Eksponensial adalah λ, yang menunjukkan rata–
rata kedatangan kerusakan yang terjadi. Fungsi reliability yang terdapat
dalam distribusi eksponensial yaitu (Ebeling, 1997, p41) :
Reliability function : R(t) = e -λt
2.4.8.3 Distribusi Normal
Distribusi Normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena
keausan. Parameter yang digunakan adalah µ (nilai tengah) dan s (standar
deviasi). Karena hubungannya dengan distribusi Lognormal, distribusi ini
dapat juga digunakan untuk menganalisa probabilitas Lognormal. Fungsi
reliability yang terdapat dalam distribusi Normal yaitu (Ebeling, 1997, p69) :
Reliability Function : R(t) = Φ
dimana µ > 0, s > 0 dan t > 0
2.4.8.4 Distribusi Lognormal
Distribusi Lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang
merupakan parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai parameter
lokasi (location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi
kerusakan. Distribusi ini dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga
sering dijumpai bahwa data yang sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai
64
dengan distribusi Lognormal. Fungsi reliability yang terdapat pada distribusi
Lognormal yaitu (Ebeling, 1997, p73) :
R(t) = 1- Φ
dimana s > 0, tmed > 0, dan t > 0
2.4.9 Identifikasi Distribusi
Identifikasi distribusi dilakukan memlalui dua tahap yaitu Least Square
Curve dan Goodness of Fit Test .
2.4.9.1 Least Square Curve Fitting
Metode ini digunakan untuk mengitung nilai index of fit (r). Distribusi
dengan nilai r yang terbesar akan dipilih untuk diuji dengan menggunakan
Goodness of Fit Test.
Rumus umum yang terdapat dalam metode Least Square Curve Fitting
adalah:
F(ti) =
dimana : i = data waktu ke-t
n = jumlah data kerusakan
index of fit (r) =
b = untuk Weibull, Normal,
65
Lognormal
b = untuk Eksponensial
a = -
Rumus yang dimiliki masing-masing distribusi adalah :
• Distribusi Weibull
xi = ln ti dimana ti adalah data waktu ke-i
yi = ln
parameter : β = b dan e =
• Distribusi Eksponensial
xi = ti dimana ti adalah data waktu ke-i
yi = ln
parameter : λ = b
• Distribusi Normal
xi = ti dimana ti adalah data waktu ke-i
yi = zi = Φ-1 [F(ti)]
parameter : σ = dan µ = -
• Distribusi Lognormal
xi = ln ti dimana ti adalah data waktu ke-i
66
yi = zi = Φ-1 [F(ti)]
parameter : s = dan tmed = e-sa
2.4.9.2 Goodness of Fit Test
Setelah perhitungan index of fit dilakukan maka tahap selanjutnya dilakukan
pengujian Goodness of Fit untuk nilai index of fit yang terbesar. Uji ini
dilakukan dengan membandingkan antara hipotesa nol (H0) yang menyatakan
bahwa data kerusakan mengikuti distribusi pilihan dan hipotesis alternatif (H1)
yang menyatakan bahwa data kerusakan tidak mengikuti distribusi pilihan.
Pengujian yang dilakukan dalam Goodness of Fit ada tiga macam yaitu
Mann’s Test untuk distribusi Weibull, Bartlett’s Test untuk distribusi
Eksponensial dan Kolmogorov-Smirnov untuk distribusi Normal dan
Lognormal.
2.4.9.2.1 Mann’s Test
Menurut Ebeling, (1997, p400) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah:
H0 : Data kerusakan berdistribusi Weibull
H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Weibull
Uji statistiknya adalah :
M =
67
dimana :
k1 = k2 =
Mi = Zi+1 - Zi
Zi = ln
Jika nilai M < Mcrit maka H0 diterima. Nilai Mcrit diperoleh dari table distribusi
F dengan v1 = k1 dan v2 = k2.
2.4.9.2.2 Bartlett’s Test
Menurut Ebeling, (1997, p399) Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :
H0 : Data kerusakan berdistribusi Eksponensial
H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Eksponensial
Uji statistiknya adalah :
B =
dimana :
ti = data waktu kerusakan ke-i
r = jumlah kerusakan
B = nilai uji statistic untuk uji Barlett’s Test
H0 diterima jika :
< B <
68
2.4.9.2.3 Kolmogorov-Smirnov Test
Menurut Ebeling, (1997, p402) Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :
H0 : Data kerusakan berdistribusi Normal atau Lognormal
H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Normal dan Lognormal
Uji statistiknya adalah :
Dn = max{D1,D2}
dimana :
D1 =
D2 =
= s2 =
ti = data waktu kerusakan ke-i
s = standar deviasi
Jika Dn < Dcrit maka terima H0. Nilai Dcrit diperoleh dari table critical value for
Kolmogorov-Smirnov Test for normality.
69
2.4.10 Mean Time To Failure (MTTF)
Mean time to failure merupakan rata – rata selang waktu kerusakan dari
suatu distribusi kerusakan. Perhitungan nilai MTTF untuk masing – masing
distribusi adalah :
• Distribusi Weibull
MTTF = θ.Г
• Distribusi Eksponensial
MTTF =
• Distribusi Normal
MTTF = α
• Distribusi Lognormal
MTTF = tmed.
2.4.11 Mean Time To Repair (MTTR)
Untuk dapat menghitung nilai rata – rata perbaikan, distribusi data untuk
waktu perbaikan perlu diketahui terlebih dahulu. Pengujian untuk menentukan
distribusi data dilakukan dengan cara seperti yang telah dijelaskan. Rumus
yang digunakan untuk masing–masing distribusi adalah :
• Distribusi Weibull
MTTR = θ.Г
70
• Distribusi Eksponensial
MTTR =
• Distribusi Normal dan Lognormal
MTTR = tmed.
2.4.12 Interval Waktu Penggantian Pencegahan Kerusakan untuk Minimasi
Total Downtime
Penggantian pencegahan dilakukan untuk menghindari terhentinya
mesin akibat kerusakan komponen. Untuk melakukan tindakan perawatan ini,
maka harus diketahui interval waktu antara tindakan penggantian (tp) yang
optimal dari suatu komponen sehingga dicapai minimasi downtime yang
maksimal.
• Black Replacement
Jika pada selang waktu tertentu tidak terdapat kerusakan, maka
tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang tetap. Jika
sistem rusak sebelum tercapainya tp, maka dilakukan penggantian
kerusakan dan penggantian selanjutnya akan tetap dilakukan pada saat
tp dengan mengabaikan penggantian perbaikan sebelumnya.
• Age Replacement
Dalam metode ini tindakan penggantian dilakukan pada saat
pengoperasiannya sudah mencapai waktu yang telah ditetapkan yaitu
71
tp. Jika pada selang waktu tp terdapat kerusakan, maka dilakukan
penggantian sebagai tindakan korektif. Perhitungan umur tindakan
penggantian tp dimulai dari awal lagi dengan mengambil acuan dari
saat sistem mulai bekerja kembali setelah dilakukan tindakan
perawatan korektif tersebut.
Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah :
D(tp) =
Rumus dari total ekspektasi downtime per siklus adalah :
Total Ekspektasi Downtime per siklus = Tp . R(tp) + Tf . (1-R(Tp))
dimana :
Tp = Interval waktu tindakan penggantian pencegahan
R(tp) = Probabilitas suatu siklus tindakan pencegahan
Tf = Interval waktu tindakan perbaikan kerusakan
Reliability waktu siklus pencegahan sama dengan probabilitas dari
kerusakan yang terjadi setelah waktu tp yaitu :
R(tp) =
Jadi probability dari suatu siklus rusak yaitu : 1 - R(ti)
Ekspektasi panjang waktu siklus = (tp + Tp) . R(tp) + (ekspektasi
panjang siklus kegagalan) . (1-R(tp))
dimana :
(tp + Tp) = panjang siklus pencegahan
72
R(tp) = Probabilitas suatu siklus tindakan pencegahan
(1-R(tp)) = Probabilitas suatu siklus tindakan kegagalan
Untuk menentukan ekspektasi panjang siklus kegagalan, perlu
diperhatikan waktu rata-rata kegagalan / MTTF (Mean Time To
Failure), dimana untuk preventive maintenance diperoleh :
MTTF =
Nilai tengah distribusi kerusakan yaitu :
M(tp) =
Ekspektasi panjang siklus kegagalan =
Jadi ekspektasi panjang waktu siklus yaitu :
= (tp + Tp) . R(tp) + . (1 – R(tp))
= (tp + Tp) . R(tp) + + . (1 – R(tp))
Dan total downtime per siklus yaitu :
D(tp) =
2.4.13 Interval Waktu Pemeriksaan
Selain penggantian pencegahan maka pemeriksaam (inspeksi) juga
diperlukan dalam Preventive Maintenance untuk meningkatkan Availability.
Tujuan dari inspeksi adalah untuk mencegah kegagalan yang tidak terdeteksi
terutama pada saat mesin tidak beroperasi yang disebabkan oleh korosi atau
73
kerusakan mekanik. Yang harus diingat adalah bahwa inspeksi dapat
meningkatkan Availability tetapi tidak dapat meningkatkan reliabilitas.
Menurut Jardine, (1993, p108) tindak pemeriksaan juga bertujuan untuk
meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba.
Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah :
• = waktu rata-rata perbaikan
• = waktu rata-rata pemeriksaan
Menurut Jardine, (1993, p109) total downtime per unit waktu merupakan
fungsi dari frekuensi pemeriksaan (n) dan dinotasikan dengan D(n) yaitu
sebagai berikut :
D(n) = downtime untuk perbaikan kerusakan dan downtime untuk
pemeriksaan.
D(n) =
Keterangan :
λ(n) = laju kerusakan yang terjadi
n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu
µ = berbanding terbalik dengan 1/µ
i = berbanding terbalik dengan 1/i
Diasumsikan bahwa laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah
pemeriksaan :
74
λ(n) =
dan karena : D(n) =
dimana : k = nilai konstan dari banyaknya kerusakan tiap satuan
waktu, maka diperoleh : n =
2.4.14 Kehandalan (Reliability) Dengan dan Tanpa Preventive Maintenance
Peningkatan Kehandalan dapat ditempuh melalui perawatan pencegahan.
Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan
hasil yang signifikan terhadap umur sistem.
Menurut Ebeling (1997, p204), model Kehandalan berikut ini
mengasumsikan sistem kembali ke kondisi baru setelah menjalani preventive
maintenance.
Kehandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut :
Rm(t) = R(t) untuk 0 ≤ t ≤ T
Rm(t) = R(T) . R(t – T) untuk T ≤ t ≤ 2T
Keterangan :
T = interval waktu penggantian pencegahan kerusakan.
Rm(t) = kehandalan (reliability) system dengan perawatan pencegahan.
R(t) = kehandalan (reliability) system tanpa perawatan pencegahan.
75
R(T) = peluang kehandalan hingga perawatan pencegahan pertama.
R(t – T) = peluang kehandalan antara waktu t – T setelah system
dikembalikan pada kondisi awal (T).
Ini adalah bukti yang mereflesikan bahwa distribusi eksponensial, yang
memiliki laju kerusakan konstan, bila dilakukan preventive maintenance
tidak akan menghasilkan dampak apapun. Dengan demikian, tidak ada
peningkatan reliability seperti yang diharapkan.
2.5 Penjadwalan (Scheduling)
2.5.1 Definisi penjadwalan
Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting dalam
perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan dalam
mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan
proses, jenis produk, pembelian material dan sebagainya. Terlepas dari jenis
perusahaannya, setiap perusahaan perlu untuk melakukan penjadwalan sebaik
mungkin agar memperoleh utilisasi maksimum dari sumber daya produksi dan
aset lain yang dimiliki.
Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi.
Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun
tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan
keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya
operasi.
76
2.5.2 Tujuan Penjadwalan
Tujuan penjadwalan adalah untuk meminimalkan waktu proses, waktu
tunggu langganan, dan tingkat persediaan, serta penggunaan yang efisien dari
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan. Penjadwalan disusun dengan
mempertimbangkan berbagai keterbatasan yang ada. Penjadwalan yang baik
akan memberikan dampak positif, yaitu rendahnya biaya operasi dan waktu
pengiriman, yang akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
(Herjanto, 1999, p287).
Beberapa tujuan penjadwalan (Bedworth, 1987, p247) :
• Meningkatkan utilitas/penggunaan sumber daya yaitu dengan
mengurangi waktu menganggur (idle time) sumber daya tersebut.
• Mengurangi persediaan barang dalam proses (in-process inventory)
yaitu dengan mengurangi jumlah rata-rata pekerjaan yang menunggu
dalam antrian (queue) ketika sumber daya sedang mengerjakan
pekerjaan lainnya.
• Mengurangi keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Dalam banyak
situasi, beberapa atau semua pekerjaan mempunyai tanggal jatuh tempo
(due dates) dan sebuah penalti akan dikenakan jika sebuah pekerjaan
diselesaikan setelah tanggal jatuh temponya.
77
Pentingnya penjadwalan (Render dan Heizer, 2001, p467) :
• Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya
dengan efektif dan menghasilkan kapasitas keuntungan yang dihasilkan
menjadi lebih besar, yang sebaliknya akan mengurangi biaya.
• Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait
memberikan waktu pengiriman yang lebih cepat dan dengan demikian
pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih baik.
• Keuntungan yang ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan
kompetitif dengan pengiriman yang bisa diandalkan.
2.5.3 Penjadwalan produksi
Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem produksi,
aktivitas-aktivitas fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, 2002, p167):
1. Loading (pembebanan). Bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan
yang diminta dengan kapasitas yang ada. Loading ini untuk menentukan
fasilitas, operator, dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan). Bertujuan membuat prioritas pengerjaan
dalam pemrosesan order-order yang masuk.
3. Dispatching. Pemberian perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau
fasilitas lainnya.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara:
78
a. monitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua
sektor
b. merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau prioritas
utama baru
5. Updating schedules. Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah
baru yang berbeda dari saat pembuatan jadwal, maka jadwal harus
segera di-update bila ada permasalahan baru yang memang perlu
diakomodasi.
Kompleksitas aktivitas penjadwalan produksi tersebut dapat ditangani
secara sistematik dengan berbagai macam metode-metode khusus untuk
penjadwalan produksi.
2.5.4 Pembebanan (Loading)
Pembebanan berarti penugasan pekerjaan untuk dilaksanakan atau pusat
pengolahan/pusat pemrosesan. Manajer operasi menugaskan pekerjaan untuk
dilaksanakan sehingga biaya, waktu menganggur atau waktu penyelesaian
harus dijaga agar tetap minimum. Pusat pembebanan pekerjaan terbagi
menjadi dua bentuk. Satu diorientasikan terhadap kapasitas, yang kedua
dikaitkan ke penugasan tugas tertentu ke pusat pekerjaan. Kita menyajikan
dua pendekatan yang digunakan untuk membebankan yaitu : diagram Gantt
dan metode penugasan linear (Render dan Heizer, 1001, p469).
79
a. Diagram Gantt
Diagram Gantt merupakan alat bantu visual yang sangat berguna
dalam pembebanan dan penjadwalan. Diagram ini membantu
melukiskan penggunaan sumber daya, seperti pusat pekerjaan dan
lembur.
Pada saat digunakan dalam pembebanan, diagram Gantt menunjukkan
waktu pembebanan dan waktu menganggur dari beberapa departemen
seperti mesin-mesin atau fasilitas. Diagram ini menampilkan beban
kerja relatif di dalam sistem sehingga para manajer bisa tahu
penyesuaian seperti apa yang tepat. Sebagai contoh, pada saat satu
pusat pekerjaan kelebihan pusat kerja, karyawan dari pusat beban yang
rendah bisa dipindahkan secara temporer untuk menambah jumlah
karyawan. Atau jika pekerjaan yang sedang menunggu bisa diproses
pada pusat pekerjaan yang berbeda, beberapa pekerjaan pada pusat
beban tinggi bisa dipindahkan ke yang rendah. Peralatan serba guna
bisa juga dipindahkan di antara pusat-pusat itu.
Diagram beban Gantt memiliki batasan-batasan utama. Salah satunya,
diagram ini tidak bisa diandalkan untuk variabilitas produksi seperti
kerusakan yang tidak diharapkan atau kesalahan manusia yang
mensyaratkan pekerjaan itu dilakukan lagi. Diagram itu harus
diperbaharui secara teratur untuk melakukan pekerjaan baru dan
merevisi perkiraan waktu.
80
Diagram jadwal Gantt digunakan untuk memonitor kemajuan
pekerjaan. Ini menunjukkan pekerjaan mana yang berada pada jadwal
dan yang mana yang berada didepan atau dibelakang skedul/jadwal.
b. Metode Penugasan
Metode penugasan melibatkan penugasan suatu pekerjaan atau sumber
daya. Sebagai contoh adalah penugasan pekerjaan ke mesin, kontrak
kerja pada penawar, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk
meminimalisasi total biaya atau waktu yang diminta untuk melakukan
tugas yang sedang dijalankannya.
2.5.5 Pengurutan (Sequencing)
Pengurutan pengerjaan merupakan masalah yang cukup penting dalam
analisis produksi. Masalah yang dihadapi disebabkan karena banyaknya job
dan ketersediaan mesin yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk
mencapai kriteria performance tertentu yang optimal. Beberapa kriteria yang
sering dipakai dalam pengurutan job antara lain sebagai berikut (Baroto, 2002,
p170) :
1. Mean flow time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam mesin
2. Idle time atau waktu menganggur dari mesin
3. Mean lateness atau rata-rata keterlambatan
4. Mean number job in the system (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam
mesin
81
5. Make-span atau total waktu penyelesaian seluruh job
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan (pengerjaan) suatu
job diantaranya (Baroto, 2002, p170) :
1. jumlah job yang harus dijadwalkan.
2. jumlah mesin yang tersedia.
3. tipe manufaktur (flow shop atau job shop).
4. pola kedatangan job (statik atau dinamis).
Algoritma Wilkerson Irwin bertujuan untuk meminimasi rata-rata
keterlambatan dari suatu proses yang dimana dalam hal ini adalah berupa
minimasi rata-rata keterlambatan order.
Algoritma hodgson bertujuan untuk meminimasi jumlah daripada job
ataupun order yang mengalami keterlambatan.
2.5.6 Aturan Prioritas
Aturan Prioritas memberikan panduan untuk urut-urutan pekerjaan yang
harus dilaksanakan. Aturannya secara khusus bisa diterapkan untuk fasilitas
yang berfokus pada proses seperti klinik, percetakan, dan perusahaan
manufaktur. Aturan prioritas mencoba untuk mengurangi waktu penyelesaian,
jumlah pekerjaan dalam sistem, dan keterlambatan kerja sementara
penggunaan fasilitas bisa maksimum (Render dan Heizer, 2001, p473).
82
• Pertama datang, pertama kali dilayani (First Come First Serve/FCFS) :
Pekerjaan yang datang terlebih dahulu di pusat kerja, maka akan diproses
lebih dulu.
• Waktu pemrosesan paling cepat (Shortest Processing Time/SPT) :
Pekerjaan yang membutuhan waktu paling singkat dilaksanakan dulu,
selanjutnya diselesaikan.
• Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek (Earliest Due Date/EDD) :
Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek akan dipilih lebih dulu.
• Waktu pemrosesan paling panjang (Long Processing Time/LPT) :
Semakin panjang, semakin besar pekerjaan sering kali sangat penting dan
kemudian dipilih lebih dahulu.