bab 2 landasan teori 2.1. pengertian...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1. Pengertian Sistem
Wilkinson, J. W., Cerullo, M. J., Raval, V., Wong-On-Wing, B. (2000, p6),
“A system is unified group of interacting parts that function together to achieve
its purposes” Sebuah system adalah sekelompok bagian yang memiliki fungsi
yang saling berinteraksi dan secara bersama mencapai tujuannya
Menurut Bodnar dan Hopwood yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A,
(2004, p1), Sistem adalah kumpulan sumberdaya yang berhubungan untuk
mencapai tujuan tertentu
Jadi sistem adalah sekumpulan bagian yang saling terhubung dan
berinteraksi untuk mencapai tujuannya
2.1.2. Pengertian Informasi
Menurut Wilkinson et al. (2000, p5), “Information is intelligence that is
meaningful and useful to persons for whom it is intended.” Informasi adalah
kecerdasan yang berarti dan berguna bagi orang yang menggunakannya.
Menurut Bodnar dan Hopwood yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A,
(2004, p1), Informasi adalah data yang berguna yang diolah sehingga dapat
dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat
10
Jadi informasi adalah data yang sudah diolah sehingga memiliki nilai lebih
dan berguna bagi pemakainya
2.1.3. Pengertian Akuntansi
Menurut Reeve, J. M., Warren, C. S., Duchac, J. E., Wahyuni, E. T.,
Soepriyanto, G., Jusuf, A. A., Djakman, C. D. (2008, p7), “ Accounting can be
defined as an information system that provides reports to stake holders about the
economic activities and condition of a business”. Akuntansi dapat di artikan
sebagai sebuah sistem informasi yang menyediakan laporan kepada para
pemegang kepentingan tentang aktifitas ekonomi dan kondisi perusahaan.
Menurut Warren, C.S., Reeve, J. M., Fess, P.E. (2006, p10), “Akuntansi
dapat didefinisikan sebagai system informasi yang menghasilkan laporan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui kinerja ekonomi dan kondisi
perusahaan.”
Jadi akuntansi adalah sistem informasi untuk mengukur aktifitas
perusahaan, memproses informasi kedalam bentuk laporan keungan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada yang memerlukannya
2.1.4. Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut McLeod (2001, p219), “A firm’s data processing tasks are
performed by an accounting information system (AIS) that gathers data
describing the firms’ activities, transforms the data into information, and makes
the information available to users both inside and outside the firm.“Tugas-tugas
pemrosesan data sebuah perusahaan dilakukan oleh sistem informasi akuntansi
11
yang mengumpulkan data yang menggambarkan kegiatan perusahaan, merubah
data menjadi informasi, dan membuat informasi berguna bagi pengguna baik di
dalam maupun di luar perusahaan
Menurut Wilkinson et al. (2000, p7), “An Accounting Information System is
unified structure within an entity, such as business firm, that employs physical
resources and other components to transform economic data into accounting
information, with the purpose of satisfying the information needs of a variety of
user.” Sistem Infomasi Akuntansi adalah sebuah struktur yang mempersatukan di
dalam suatu entitas, seperti perusahaan bisnis, yang bekerja pada sumber-sumber
fisik dan komponen lainnya untuk merubah bentuk data ekonomi ke dalam
informasi akuntansi, dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi dari
berbagai macam user.
Menurut Jones, F. L., Rama, D. V. (2006, p13), “Accounting Information
System (AIS) is a subsystem of a management information system (MIS) that
provides accounting and financial information as well as other information
obtained in the routine processing of accounting transaction.” Sistem Informasi
Akuntansi adalah subsistem dari system informasi manajemen yang
menghasilkan akuntansi dan informasi keuangan dan juga informasi lainnya yang
berlaku di pengolahan rutin di dalam transaksi akuntansi
Menurut Kieso, D. E., Weygandt, J. J., Warfield, T. D. (2001, p68). “The
system of collecting and processing transaction data and disseminating financial
information to interested parties is known as the accounting information system”
12
Jadi Sistem Informasi Akuntansi adalah serangkaian komponen dan
prosedur yang menjadi satu kesatuan dalam pengolahan data menjadi informasi
akuntansi yang bermanfaat bagi pengguna informasinya
2.1.5. Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney, M. B., Steinbart, P. J. (2006, p8-9), ”Sebuah sistem
informasi akuntansi yang dirancang dengan baik dapat melakukan hal – hal
berikut ini :
1. Meningkatkan kinerja dan menurunkan biaya dari barang dan jasa.
2. Meningkatkan efisiensi.
3. Meningkatkan pengambilan keputusan.
4. Membagi pengetahuan.”
Menurut Jones, F. L., Rama, D. V. (2006, p6), ”Kegunaan sistem
informasi akuntansi adalah:
1. Menghasilkan laporan eksternal
2. Mendukung aktivitas rutin
3. Pengambilan keputussan
4. Perencanaan dan pengendalian
5. Implementasi Pengendalian Internal”
Menurut pendapat Wilkinson et al. (2000,p8-10), ”Tujuan penggunaan
sistem informasi akuntansi adalah :
1. Mendukung operasional sehari – hari.
13
2. Mendukung pengambilan keputusan bagi pengambil keputusan internal.
3. Untuk memenuhi kewajiban atau tanggung jawab yang sesuai dengan
jabatannya.”
2.1.6. Siklus Pemrosesan Transaksi
Menurut pendapat Romney, M. B., Steinbart, P. J. (2006,p.30), ”Siklus
pemrosesan transaksi pada sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang
dilakukan perusahaan dalam melakukan bisnisnya, mulai dari proses pembelian,
produksi, hingga penjualan barang atau jasa. Siklus transaksi pada
perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem yaitu:
1. Revenue cycle (Siklus Pendapatan), yang terjadi dari transaksi pembelian
dan penerimaan kas.
2. Expenditure Cycle (Siklus Pengeluaran), yang terdiri dari peristiwa
pembelian dan pengeluaran kas.
3. Human Resoure / Payroll Cycle (Siklus Sumber Daya Manusia), yang terdiri
dari peristiwa yang berhubungan dengan perekrutan dan pembayaran
atas tenaga kerja.
4. Production Cycle (Siklus Produksi), yang terdiri dari peristiwa yang
berhubungan dengan pengubahan bahan menyah menjadi produk / jasa yang
siap dipasarkan.
5. Financing Cycle (Siklus Keuangan Perusahaan), yang terdiri darpi peristiwa
yang berhubungan dengan penerimaan modal dari investor dan kreditor”
14
2.2. Pengertian Penjualan
Menurut Warren, et al (2006, p300), “penjualan adalah jumlah yang dibebankan
kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit”
Menurut Gelinas, U. J., Sutton, S. G., Hunton, J. E. (2005, p350), proses
penjualan adalah pertimbangan sebuah struktur interaksi dari people, peralatan, metode-
metode, dan kendali-kendali yang didesain untuk memperoleh tujuan tertentu.
Jadi penjualan adalah suatu kegiatan yang melibatkan penjual dan pembeli untuk
kemudian bertukar barang atau jasa dengan sesuatu yang bernilai satu sama lain.
2.3. Penerimaan kas
Menurut Mulyadi (2001, p455-456) penerimaan kas perusahaan berasal dari dua
sumber utama yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari
piutang.
Penerimaan kas dari COD sales (cash on delivery sales) adalah transaksi penjualan
yang melibatkan kantor pos, perusahaan angkutan umum, atau angkutan sendiri dalam
penyerahan dan penerimaan kas dari hasil penjualan.
2.4. Piutang Dagang
2.4.1. Pengertian Piutang Dagang
Menurut Horngren, C. T., Harrison, W. T., Bamber, L. S. (2002, p12), ”
Account Receivable is a promise to receive cash from customers to whom the
business had sold goods or for whom the business has performed service”.
Piutang Dagang adalah suatu janji untuk menerima uang dari pelanggan dimana
perusahaan telah menjual barang-barang atau telah melakukan jasa kepadanya
15
Menurut Kieso et al (2001, p341) ”Receivables are claims held against
customer and others for money, goods, or services” Piutang adalah klaim
terhadap pelanggan atau pihak lain untuk uang, barang atau jasa
Jadi piutang dagang adalah uang, barang, atau jasa yang terhutang yang
harus diberikan pelanggan atas suatu transaksi jual-beli yang telah terjadi
sebelumnya.
2.4.2. Sistem Akuntansi Piutang
2.4.2.1.Fungsi yang Terkait
Menurut Narko (2002, h106-107), “fungsi piutang dagang meliputi :
1. Memelihara buku pembantu piutang pada masing-masing langganan.
2. Mengirim surat pernyataan piutang secara periodik”
2.4.2.2.Informasi yang Diperlukan Manajemen
Menurut Narko (2002, h106), “informasi yang dibutuhkan manajemen
sehubungan dengan piutang dagang meliputi:
1. Jumlah piutang kepada tiap-tiap pelanggan
2. Jumlah piutang dan identitas pelanggan yang menunggak”
2.4.2.3.Bukti Transaksi yang Digunakan
Menurut Narko (2002, h107), “bukti transaksi yang dipergunakan sebagai
dasar pembukuan ke buku pembantu piutang terdiri dari :
1. Faktur (penjualan kredit)
2. Bukti kas masuk
16
3. Bukti memorial”
2.5. Sistem Pengendalian Internal
2.5.1. Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2002, p180) “Pengendalian Internal adalah suatu proses
yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang
didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga
golongan tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektifitas dan efisiensi operasi”
2.5.2. Unsur Pengendalian Internal
Mulyadi (2002, p180) dalam bukunya menuliskan, “SA Seksi 319
Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan
paragraph 07 menyebutkan lima unsur pokok pengendalian intern: 1. lingkungan
pengendalian, 2. penaksiran resiko, 3. informasi dan komunikasi, 4. aktivitas
pengendalian, 5. pemantauan”
Narko (2002, h59-60) menuliskan, “Kebanyakan kepustakaan yang
membahas sistem pengendalian intern mengacu kepada pengertian yang
dikeluarkan oleh AICPA (American Institute Certified Public Accountant) pada
tahun 1949. Dalam hal ini terdapat empat unsur sistem pengendalian intern
sebagai berikut :
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional yang jelas.
17
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap harta, utang, pendapatan dan biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap bagian
organisasi.
4. Karyawan yang mampu melaksanakan tugasnya.”
2.5.3. Klasifikasi Pengendalian
Menurut Wilkinson et al. (2000, p269-289), “pengendalian internal dibagi
dalam tiga kategori yaitu :
1. General Control
• Organizational Controls
Harus dilakukan pemisahan fungsi antara yang melakukan operasional
dengan bagian yang menangani pencatatan
• Documentation Controls
Dokumentasi yang ada harus lengkap dan up-to-date
• Asset Accountabillity Controls
Buku besar pembantu piutang harus dimaintain dan direkonsiliasi secara
berkala dengan rekening kontrol yang ada dibuku besar. Demikian juga halnya
dengan catatan persediaan.
• Management Practices Controls
Karyawan, termasuk programmer dan akuntan harus diberikan pelatihan audit
harus dilakukan terhadap kebijakan penjualan dan penerimaan kas. Manajer
18
harus melakukan review terhadap analisis periodik dan laporan – laporan
mengenai kegiatan akuntansi dan transaksi yang disahkan melalui komputer
• Data Center Operation Controls
Staf TI dan akuntansi harus diawasi, dan kinerja mereka di-review dengan
bantuan laporan kontrol proses komputer dan pencatatan akses
• Authorization Controls
Semua transaksi penjualan kredit harus diotorisasi oleh manajer kredit
• Access Controls
Menggunakan password, gudang dan kas yang terlindung secara fisik,
melakukan back-up, terhadap file piutang dan persedian ke dalam media
penyimpanan lain.
2. Application Controls
1. Input Controls
Dokumen – dokumen yang terkait dengan penjualan dan pengiriman
barang bernomor urut tercetak dan diotorisasi oleh orang yang
berwenang.
Validasi data pesanan penjualan ketika data dimasukkan dalam
proses.
Memperbaiki error yang terdekteksi ketika entry data sebelum
data diposting ke file pelanggan dan persediaan.
2. Processing Controls
Perpindahan barang dari gudang barang jadi dan pengiriman
barang hanya atas dasar otorisasi tertulis.
19
Pengiriman faktur ke pelanggan dilakukan atas dasar notifikasi
dari departemen pengiriman mengenai barang yang sudah dikirim.
Penerbitan kredit memo atas retur penjualan hanya dilakukan
jika barang telah dikembalikan.
Verifikasi semua catatan komputer terhadap faktur penjualan sebelum
diposting ke file pelanggan, untuk menyakinkan bahwa barang
yang dipesan sesuai dengan yang dikirim.
Simpanan kas segera setelah diterima untuk menghindari
penyelewengan dana
3. Output Controls
Menyiapkan laporan bulanan yang harus dikirimkan kepada
semua pelanggan yang berhutang.
Copy file dari semua dokumen yang berkaitan dalam transaksi
penjualan dengan nomor yang berurut, untuk mengecek apakah
ada nomor yang terlewat.
Mencetak daftar ringkasan transaksi dan akuntansi secara
periodik sebagai dasar untuk melakukan review”
2.5.4. Aktifitas Pengendalian
Mulyadi (2002, p 189), Aktifitas pengendalian yang relevan denngan
audit atas laporan keuangan dapat digolongkan ke dalam berbagai kelompok.
Salah satu cara penggolongan adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian pengolahan informasi
a) Pengendalian umum
20
b) Pengendalian aplikasi
• Otorisasi memadai
• Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan
memadai
• Pengecekan secara independen
2. Pemisahan fungsi yang memadai
3. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan
4. Review atas kinerja
2.6. Iklan
2.6.1. Pengertian Iklan
Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia iklan adalah segala
bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai
oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh
masyarakat
Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p3), periklanan adalah komunikasi
komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya
yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal
seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung),
reklame luar ruang, atau kendaraan umum.
Jadi iklan adalah pengkomunikasian segala bentuk pesan yang
disampaikan melalui media untuk menyampaikan pesan tentang suatu barang
yang ditujukan untuk sebagian atau seluruh masyarakat
21
2.6.2. Jenis Iklan
Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, jenis-jenis iklan
adalah:
• Iklan di Media Massa termasuk Luar Ruang & Internet
• Advertorial
• 'Built-in'
• Poster & Selebaran
• Iklan Baris
Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p4), periklanan diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1. Periklanan Produk
Porsi pengeluaran periklanan dibelanjakan untuk produk: presentasi dan
promosi produk-produk baru, produk-produk yang ada dan produk-produk hasil
revisi.
2. Periklanan Eceran
Periklanan eceran bersifat lokal dan berfokus pada toko, tempat di
mana beragam produk dapat dibeli atau di mana satu jasa ditawarkan.
Periklanan eceran memberikan tekanan pada harga, kertsediaan, lokasi, dan
jam-jam operasi.
3. Periklanan Korporasi
Fokus periklanan ini adalah membangun identitas korporasi atau untuk
mendapatkan dukungan publik terhadap sudut pandang organisasi.
22
4. Periklanan Bisnis-ke-Bisnis
Istilah ini berkaitan dengan periklana yang ditujukan kepada para
pelaku industri (ban yang diiklankan kepada manufaktur mobil), para
pedagang perantara (pedagang partai besar dan pengecer), serta para
profesional (seperti pengacara dan akuntan).
5. Periklanan Politik
Periklanan politik sering kali digunakan para politisi untuk membujuk
orang untuk memilih mereka; dan karenanya, iklan jenis ini merupakan bagian
penting dari proses politik di negara-negara demokrasi yang memperbolehkan
iklan para kandidat.
6. Periklanan Direktori
Orang merujuk periklanan direktori untuk menemukan cara membeli
sebuah produk atau jasa.
7. Periklanan Respon Langsung
Periklanan respon langsung melibatkan komunikasi dua arah diantara
pengiklan dan konsumen.
8. Periklanan Layanan Masyarakat
Periklanan pelayanan masyarakat dirancang untuk beroperasi demi
kepentingan masyarakat dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat.
9. Periklanan Advokasi
Periklanan advokasi berkaitan dengan penyebaran gagasan-gagasan dan
kalrifikasi isu sosial yang kontroversial dan menjadi kepentingan masyarakat.
23
2.6.3. Fungsi-Fungsi Periklanan
Menurut Lee, M., Johnson, C. (2007, p4), fungsi-fungsi periklanan
sebagai berikut:
1. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “informasi”; ia
mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan alokasi penjualannya.
Ia memberitahu konsumen tentang produk-produk baru.
2. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “persuasif”; ia mencoba
membujuk para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau
mengubah sikap mereka terhadap produk atau perusahaan tersebut.
3. Periklanan menjalankan sebuah fungsi “pengingat”; terus-menerus
mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan
tetap membeli produk yang diiklankan tanpa memperdulikan merek
pesaingnya
2.7. Harga
2.7.1. Pengertian Harga
Menurut Chandra, G. (2002, p149) istilah harga dapat diartikan sebagai
jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang
mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan
suatu produk.
Harga berdasarkan pendapat Tjiptono, F. (2002, p151) adalah satuan
moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang atau jasa lainnya) yang ditukarkan
agar memperoleh hak kepemilikan/ penggunaan suatu barang atau jasa.
24
Menurut Kartajaya, H. (2001, p197) mendefinisikan harga merupakan
suatu pengorbanan yang harus dilakukan oleh konsumen untuk mendapat
kualitas yang ada dalam benaknya. Dari sudut pandang pemasaran, harga
merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya yang ditukarkan agar
memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Tingkat
harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas yang terjual. Sementara itu, dari
sudut pandang konsumen, harga dapat digunakan sebagai indicator nilai bila
harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang
atau jasa.
2.7.2. Tujuan dan Peranan Harga
Menurut Tjiptono (2002, pp152-153) pada dasarnya ada empat jenis
tujuan penetapan harga, yaitu:
1. Tujuan berorentasi pada laba
Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu
memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Tujuan ini dikenal
dengan istilah maksimasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya
sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing
setiap perusahaan, maksimasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk
dapat memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada
tingkat harga tertentu. Dengan demikian, tidak mungkin suatu perusahaan dapat
mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.
25
2. Tujuan berorentasi pada volume
Selain tujuan berorentasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan
harganya berdasarkan tujuan yang berorentasi pada volume tertentu atau yang
biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan
sedemikin rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg,
unit, m3, dan lainlain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar (absolut maupun
relatif). Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga
pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis
pertunjukan lainnya, serta penyelenggara seminar-seminar. Bagi sebuah
perusahaan penerbangan, biaya penerbangan untuk satu pesawat yang terisi
penuh maupun yang hanya terisi separuh tidak banyak berbeda. Oleh karena itu,
banyak perusahaan penerbangan yang berupaya memberikan insentif berupa
harga spesial agar dapat meminimasi jumlah kursi yang tidak terisi.
3. Tujuan berorentasi pada citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan
harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan
untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan
memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu
wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah
bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran
produk yang ditawarkan perusahaan.
26
4. Tujuan stabilisasi harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitive terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan
pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan
stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat
terstandarisasi (misalnya minyak bumi). Tujuan stabilisasi dilakukan dengan
jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara
harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).
5. Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau
menghindari campur tangan pemerintah. Organisasi non-profit juga dapat
menetapkan tujuan penetapan harga yang berbeda, mislnya untuk mencapai
partial cost recovery, full cost recovery, atau untuk menetapkan social price.
Menurut Tjiptono (2002, p152) harga memiliki dua peranan utama dalam
proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan
informasi.
1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli
untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang
diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat
membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya
belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga
27
dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana
yang dikehendaki.
2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam ‘mendidik’ konsumen
mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat
dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor
produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah
bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.
2.7.3. Prosedur Penetapan Harga
Berdasarkan pendapat Kotler (2002, p523-524) perusahaan harus
mempertimbangkan banyak faktor dalam menetapkan kebijakan harganya.
Adapun prosedur enam langkah untuk menetapkan harga:
1. Memilih Tujuan Penetapan Harga
Pertama-tama perusahaan harus memutuskan apa yang ingin dicapai dengan
penawaran produk tertentu. Jika perusahaan telah memilih pasar sasaran dan
penentuan posisi pasarnya dengan cermat, maka strategi bauran pemasarannya
termasuk harga akan cukup jelas.
2. Menentukan Permintaan
Tiap harga yang dikenakan perusahaan akan menghasilkan tingkat
permintaan yang berbeda-beda dan karena itu akan memberikan pengaruh yang
berbeda pula pada tujuan pemasarannya.
28
3. Memperkirakan Biaya
Permintaan menentukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan
perusahaan atas produknya dan biaya perusahaan menentukan batas terendahnya.
Perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi,
distribusi dan penjualan produknya, termasuk pengembalian yang memadai atas
usaha dan resikonya.
4. Menganalisis Biaya, Harga dan Penawaran Pesaing
Dalam rentang harga yang mungkin, yaitu diantara biaya dan permintaan
pasar, biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi harga membantu
perusahaan menetapkan harga yang akan dikenakan. Perusahaan perlu mengukur
biayanya dengan biaya pesaing untuk mengetahui apakah biaya produksinya
lebih tinggi atau lebih rendah. Perusahaan dapat mengirimkan pembelanja dan
pembanding untuk mengetahui harga pesaing dan nilai penawarannya.
Perusahaan juga dapat memperoleh daftar harga pesaing, membeli peralatan
pesaing kemudian membongkarnya serta menanyai pembeli bagaimana mereka
menilai harga dan kualitas penawaran pesaing.
5. Memilih Metode Penetapan Harga
Perusahaan memecahkan masalah penetapan harga ini dengan memilih suatu
metode penetapan harga yang menyertakan satu atau beberapa unsur dari ketiga
pertimbangan ini. Metode penetapan harga akan menghasilkan suatu harga
tertentu.
29
Berikut metode-metode penetapan harga, yaitu: penetapan harga mark up
(markup pricing), penetapan harga berdasarkan sasaran pembeli (target return
pricing), penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan (perseived-value
pricing), penetapan harga nilai (value pricing), penetapan harga sesuai harga
yang berlaku (going-rate pricing) dan penetapan harga penutup (sealed-bid
pricing).
6. Memilih Harga Akhir
Metode-metode penetapan harga mempersempit tentang harga yang dipilih
perusahaan untuk menentukan harga akhir. Dalam memilih harga akhir,
perusahaan mempertimbangkan sebagai faktor tambahan, termasuk penatapan
harga psikologis, pengaruh elemen bauran pemasaran lain terhadap harga,
kebijakan penetapan harga perusahaan dan dampak dari harga terhadap pihak-
pihak lain.
30
2.8. Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen, L., Madsen, A. M., Nielsen, P. A. (2000, p14) “Object
Oriented Analysis and Design terbagi dalam empat aktivitas utama, yaitu: analisis
problem-domain, analisis application domain, architecture design, dan component
design” seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Kegiatan Utama dalam Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek
Sumber: Mathiassen, et al. “Object Oriented Analysis and Design” (2000, p14)
2.8.1. Pengertian Object Oriented Analysis and Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), ”Objek adalah kesatuan dengan
identity, state dan behaviour. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
object oriented analysis and design merupakan kegiatan untuk menentukan
31
problem domain dan kemudian mencari pemecahan masalah yang logikal yang
berbasiskan objek.
2.8.2. Object
Menurut Mathiassen et al. (2000, p4), ”Objek adalah sebuah entitas
dengan identitas, status dan tingkah laku”. Dalam OOA&D hal paling mendasar
adalah sebuah object. Dalam analisa, object digunakan untuk membantu dalam
memahami system’s context. Sementara dalam Design, objek digunakan untuk
memahami dan menggambarkan sistem itu sendiri.
2.8.3. Classes
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), ”Class is description of collection
of objects sharing structure, behavioural pattern, and attribute”. Class adalah
penggambaran dari sekelompok objek yang mempunyai structure, behavioural
pattern, dan attribute yang sama.
Kegiatan class akan menghasilkan sebuah Event Tabel. Seperti
terlihat pada contoh tabel di bawah.
32
Tabel 2.1 Contoh Event Table (Sumber: Mathiassen)
2.8.4. System Definition
Menurut Mathiassen et al. (2000, p24), ”System definition adalah a
conscise description of a computerized system expressed in natural language”.
Definisi sistem merupakan suatu gambaran secara umum bagaimana suatu sistem
berjalan dalam perusahaan tersebut.
2.8.5. Rich Picture
Menurut Mathiassen et al (2000, p26), ”Rich picture is an informal
drawing that presents the illustrator’s understanding of a situation”. Rich
picture adalah sebuah gambaran informal yang menggambarkan pemahaman
sang ilustrator terhadap situasi tertentu
33
2.8.6. The FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p39), kriteria FACTOR terdiri dari enam
elemen, yaitu:
• Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application
domain.
• Application Domain: Bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor,
dan mengontrol problem domain.
• Condition: Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
• Technology: Mencakup teknologi yang akan digunakan untuk
mengembangkan sistem dan teknoloi dimana sistem akan dijalankan.
• Objects: Objek utama dari problem domain.
• Responbility: Tanggung jawab keseluruhan dari sistem dalam hubungannya
dengan konteks.
2.8.7. Problem-Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), ”Problem-domain: That part of a
context that is administrated, monitored, or controlled by a system”. Problem
Domain adalah bagian dari sebuah context yang diatur, dipantau, dan
dikendalikan oleh sebuah sistem” analisa terhadap sistem bisnis dalam dunia
nyata yang dapat diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh sistem.
34
Analisis problem domain dibagi menjadi tiga kegiatan seperti tampak pada tabel
di bawah ini:
Tabel 2.2 Kerangka Analisis Problem Domain (Sumber: Mathiassen)
Gambar 2.2 Problem Domain Analysis
35
2.8.8. Model
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), ”Model: A description of classes,
objects, structures, and behavior in a problem domain”. Model adalah sebuah
deskripsi dari classes, objects, structures, dan behavior dalam sebuah problem
domain
2.8.9. Structure
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000), Structure bertujuan untuk
menggambarkan hubungan struktural antara classes dan object dalam problem
domain.
2.8.10. Behavior
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000, p89), kegiatan behavior
bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dari sebuah
problem-domain. Tugas utama dari kegiatan ini adalah menggambarkan pola
perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap kelas yang digambarkan
melalui statechart diagram.
2.8.11. Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p115), ”Application Domain: An
organization that administrates, monitors, or controls a problem domain”.
36
Application Domain adalah suatu organisasi yang mengatur, memantau, atau
mengendalikan sebuah problem-domain.
2.8.12. Usage
Mengacu pada pendapat Mathiassen et al. (2000, p119), tujuan dari
kegiatan usage adalah untuk menentukan bagaimana aktor-aktor berinteraksi
dengan sistem.
2.8.13. Function
Menurut Mathiassen et al. (2000, p137), ”Function: A facility for making
a model useful for actors”. Function adalah sebuah fasilitas dalam membuat
sebuah model berguna bagi aktor. Kegiatan function memfokuskan pada
bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan
pekerjaan mereka.
2.8.14. Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151), ”Interface: A facilities that make
a system’s model and functions available to actors”. Interface adalah sebuah
fasilitas yang membuat system’s model dan functions tersedia bagi aktor.
37
2.8.15. Architecture Design
Mengacu pada Mathiassen et al. (2000) keberhasilan suatu sistem
ditentukan dari kekuatan desain arsitekturalnya. Arsitektur membentuk sistem
yang sesuai dengan sistem tersebut dengan memenuhi kriteria desain tertentu.
Arsitektur berfungsi sebagai kerangka untuk pengembangan selanjutnya.
Menurut Irwanto, D. (2006, p4) Aktivitas merancang arsitektur sistem
adalah sebuah kegiatan yang bertujuan mendeskripsikan keseluruhan struktur
sistem dan hubungan antara komponen-komponen utama dari sistem tersebut
beserta interaksinya
2.8.16. Criteria
Menurut Mathiassen et al. (2000, p177), ”Criterion is a preferred
property of an architecture”. Criteria adalah sifat yang diinginkan dari sebuah
arsitektur
2.8.17. Component Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p189), ”Component Architecture: A
system structure of interconnected components”. Component Architecture adalah
struktur sistem dari komponen yang saling berhubungan Menurut pendapat
Mathiassen et al. (2000), suatu arsitektur komponen yang baik menunjukkan
beberapa prinsip, yaitu mengurangi kompleksitas dengan membagi menjadi
38
beberapa tugas, menggambarkan stabilitas dari konteks sistem, dan
memungkinkan suatu komponen dapat digunakan pada bagian lain
2.8.18. Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), ”Process Architecture: A system-
execution structure composed of interdependent processes”. Arsitektur proses
adalah struktur eksekusi sistem yang terdiri atau tersusun dari proses yang saling
terkait.