bab 2 landasan teori 2.1 teori umum 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Sistem
Menurut Romney & Steinbart (2015), sistem merupakan rangkaian yang terdiri dari
dua atau lebih komponen yang saling terhubung dan terinteraksi satu sama lain untuk
tercapainya suatu tujuan dimana sistem umumnya dibagi dalam subsistem yang lebih kecil
dan mendukung sistem yang lebih besar. Menurut Mulyadi (2016), sistem merupakan
jaringan prosedur yang dibuat sesuai dengan pola yang terpadu agar bisa melakukan kegiatan
pokok suatu perusahaan.
2.1.2 Informasi
Menurut Rommey & Steinbart (2015), informasi merupakan data yang telah diolah
dan di proses sehingga dapat memberikan solusi dan memperbaiki peoses pengambilan
keputusan. Menurut Krismaji (2015), informasi merupakan data yang telah terorganisir dan
menghasilkan suatu nilai guna dan manfaat.
2.1.3 Sistem Informasi
Menurut Krismaji (2015), sistem informasi merupakan cara-cara yang telah
terorganisir untuk mengumpulkan, memasukkan, dan megolah data serta menyimpan data
tersebut, dan cara-cara yang diorganisir untuk menyimpan, menegelola, mengendalikan, dan
melaporkan informasi sedemikian rupa sehingga sebuah organisasi dapat mencapai tujuan
yang telah diterapkan.
Menurut Laudon (2014), sistem informasi merupakan suatu rangkaian yang setiap
komponennya saling terkait yang mengumpulkan (dan mengambil kembali), memproses,
menyimpan dan mendistibusikan informasi, agar dapat mendukung suatu penentuan
keputusan dalam mengendalikan perusahaan.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2012), sistem informasi merupakan
sekumpulan dari komponen yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan proses bisnis
serta aplikasi kemudian digunakan melalui perangkat lunak, database dan bahkan proses
manual yang terkait.
2.1.4 Manajemen
Menurut Burhanudin (2015), manajemen merupakan kegiatan yang menggerakan
sekelompok orang dan menggerakan setiap fasilitas yang disediakan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu kelompok tertentu.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2016), manajemen berasal dari kata to manage yang
memiliki arti mengatur. Apa yang harus diatur, apa tujuannya aturan, mengapa harus adanya
yang diatur, siapa yang mengatur, dan bagaimana mengaturnya.
1. Yang diatur adalah semua unsur manajemen, yaitu 6M (man, money, methode,
machines, materials, dan market).
2. Tujuan aturan agar 6M lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mewujudkan
tujuan.
3. Harus diatur agar 6M itu bermanfaat secara optimal, terkoordinasi dan
terintegrasi sebaik-baiknya agar terwujudnya tujuan dari suatu organisasi.
4. Yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pimpinan
teratas, manajer madya, dan supervise.
5. Mengaturnya dengan cara melakukan kegiatan berurut dari fungsi manajemen
tersebut.
Pengertian Manajemen, menurut Robbins, Stephen P, & Mary Coulter (2012),
manajemen berperan dalam mengkoordinasi dan mengamati setiap kegiatan kerja suatu
pihak, sehingga kegiatan dari pihak tersebut dapat selesai secara efektif dan efisien. Efisien
sendiri berarti mendapatkan hasil output yang banyak dari input yang seminimal mungkin,
dan efektif sendiri memiliki arti dapat melakukan hal atau pekerjaan secara baik dan benar,
yaitu dengan menyelesaikan pekerjaan yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya.
2.1.5 Aplikasi
Menurut Sujatmiko, Eko (2012), aplikasi merupakan suatu program komputer yang
diciptakan oleh suatu perusahaan bergerak dibidang komputer agar dapat mempermudah
pekerjaan manusia dalam mengerjakan tugasnya, contoh aplikasi yaitu Microsoft Word dan
Microsoft Excel.
Menurut Asropudin (2013), aplikasi merupakan software yang diciptakan oleh suatu
perusahaan dibidang komputer agar dapat mengerjakan tugas-tugas tertentu, misalnya
Microsoft Word dan Microsoft Excel.
Menurut Tata Sutabri (2012), aplikasi merupakan alat terapan yang berfungsi secara
khusus dan terpadu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Evaluasi
Menurut Wirawan (2012), evaluasi merupakan suatu kegiatan riset bertujuan untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan memberikan suatu informasi yang bermanfaat mengenai
objek evaluasi, yang kemudian akan dinilai dan dibandigkan dengan indicator evaluasi dan
hasilnya digunakan untuk mengambil suatu keputusan terhadap evaluasi tersebut.
Menurut Husni (2010), evaluasi merupakan suatu proses untuk meneyediakan
informasi yang bersangkutan dengan hasil penilaian atas permasalahan tertentu yang
ditemukan.
Menurut Arikunto, S (2010), evaluasi merupakan proses dalam menentukan suatu
hasil yang telah tercapai dalam kegiatan - kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya suatu tujuan.
2.2.2 E-commerce (electronic commerce)
Menurut Vermaat & Shelly Cashman (2007), E-commerce merupakan suatu
kegiatan dari transaksi bisnis yang menggunakan jaringan elektronik, seperti internet.
Siapapun yang bisa menggunakan computer, memiliki akses internet, dan mengerti cara
membayar produk ataupun jasa yang mereka beli, bisa dibilang berpartasipasi dalam e-
commerce.
Menurut Jony Wong (2010), E-commerce merupakan suatu kegiatan beli, jual dan
promosi suatu barang ataupun jasa melalui alat electronic.
2.2.2.1 Jenis-Jenis E-commerce
Menurut Kenneth & Jane (2003), berikut ini adalah empat jenis e-commerce:
1. Business to Business (B2B)
Jenis E-commerce B2B mengarah kepada setiap kegiatan transaksi yang terjadi
pada suatu organisasi terhadap organisasi lainnya.
2. Business to Consumer (B2C)
Jenis E-commerce B2C mengarah kepada setiap kegiatan transaksi yang terjadi
pada suatu organisasi terhadap konsumen individu.
3. Consumer to Consumer (C2C)
Jenis E-commerce C2C mengarah kepada setiap kegiatan transaksi yang terjadi
pada individu terhadap pihak individu lainnya.
2.2.2.2 Mobile Commerce
Menurut Chaffey (2011), Mobile Commerce (M-commerce) merupakan suatu
transaksi dan komunikasi elektronik, yang dimana penggunaanya menggunakan alat
elektronik seperti handphone, laptop, dan computer yang menggunakan koneksi internet atau
nirkabel.
2.2.3 Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) adalah bentuk model penelitian atau teori
yang dirancang oleh Davis pada tahun 1989. Model ini digunakan untuk dapat memprediksi
useran dan penerima user terhadap sistem informasi dan teknologi. Tujuan utama dari TAM
adalah agar dapat memberikan suatu penjelesan yang terperinci mengenai fakto-faktor yang
dapat berpengaruh terhadap user agar user dapat menerima dan menggunakan sebuah
teknologi yang baru. Teori TAM memiliki ciri khusus yang sederhana namun mampu
memprediksi suatu penerimaan maupun useran dari sebuah teknologi, sehingga variabel
eksternal dapat diubah dan disesuaikan menurut topik dan objek penelitian. Teori TAM
menggunakan variabel kegunaan (Perceived Usefulness) dan kemudahan (Perceived Ease of
Use) dalam pengukurannya. Kedua variabel ini mempunyai kekuatan determinasi dan
validitas yang tinggi.
Gambar 2. 1 Model Asli dari TAM
Sumber: (Davis, Bagozzi, & Warshaw, 1989)
Pada tahun 2018, Said A. Salloum, & Mostafa Al-Emran pada judulnya yang
berjudul “Factor Affecting the Adopting of E-Payment System by University Students:
Extending the TAM with Trust” yang menggunakan beberapa metode dari model TAM yang
dicetuskan oleh Davis dengan menggunakan variabel “Trust”,“Perceived
Usefulness”,“Perceived Ease of Use”,”Intention to Adopt E-Payment System”.
H1 H4
H5
H3
H2 H6
Gambar 2. 2 Model Penelitian
Sumber: Said A. Salloum & Mostafa Al-Emran (2018)
2.2.3.1 Trust
Menurut Mayer (1995), Trust mengacu pada bersedianya suatu pihak untuk menjadi
rentan terhadap tindakan dari suatu pihak yang lain berdasarkan pada harapan bahwa pihak
yang lainnya bersedia untuk melakukan tindakan penting tertentu untuk kepercayaan atau,
atau terlepas dari kemampuan untuk memantau dan mengendalikan pihak lainnya.
Menurut Aydin (2005), Trust merupakan suatu proses dimana hitung-hitungan
(calculative process) antara biaya yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang didapatkan
pula. Trust adalah variabel kunci dimana berfungsi sebagai kunci untuk dapat memelihara
suatu relasi dalam jangka panjang, termasuk pada sebuah brand. Relasi jangka panjang yang
bisa meningkatkan kepercayaan (trust) konsumen kepada harapan yang akan diterima
organisasi atau perusahaan yang bisa mengurangi tingkat ketidakyakinan konsumen terhadap
pelayanan yang diterima, yang bisa menjadi penghalang dalam mempengaruhi konsumen
untuk menentukan suatu pemilihan.
Perceived
Usefulness
Trust
Perceived Ease of
Use
Intention to
Adopt
2.2.3.2 Perceived Usefulness
Menurut Davis (1989), perceived usefulness merupakan pacuan pada sejauh mana
seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja
pekerjaannya. Menurut Sugiono & Napitupulu (2017), perceived usefulness merupakan suatu
tingkatan kepercayaan dari suatu individu bahwa dengan menggunakan teknologi bisa
meningkatkan performa dari kinerja.
2.2.3.3 Perceived Ease of Use
Menurut Davis (1989), perceived ease of use merupakan pacuan pada sejauh
manakah individu dapat percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan terlepas dari
usaha yang lebih. Menurut Siang & Santoso (2015), perceived ease of use merupakan
bagaimana individu tertarik dalam menggunakan sebuah sistem karena bisa dibilang itu
mudah. Jika individu tersebut merasakan bahwa sistem yang digunakan mudah dimengerti,
maka individu tersebut akan percaya pada sistem tersebut. Namun sebaliknya, jika individu
tidak merasakan bahwa sistem yang digunakan tidak mudah dimengerti, maka individu
tersebut tidak akan percaya pada sistem tersebut.
2.2.3.4 Intention to Adopt
Menurut Ha & Stoel (2009), intention to adopt merupakan suatu definisi dimana
minat dari pelanggan untuk dapat bertindak dengan caranya sendiri agar dapat, memberikan,
dan memakai suatu produk maupun jasa.
Menurut Wang & Tseng (2016), intention to adopt merupakan suatu perilaku
individu yang kemungkinan akan menggunakan aplikasi, yang berarti pemakaian TAM
sesunguhnya mewakili laporan data diri atas intensnya pengguna aplikasi.
2.2.4 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa model penelitian yang dapat menjadi panutan dasar
untuk membuat model dalam penelitian penulis. Terdapat enam jurnal penelitian yang
menjadi panutan bagi penulis disebabkan terdapat kesamaan dalam metode penelitian dan
jenis penelitiannya.
1.2.4.1 Penelitian 1: “Factor Affecting the Adoption of E-Payment System by University
Students: Extending the TAM With Trust”
Model penelitian oleh (Said A. Salloum & Mostafa Al-Emran, 2018) di Dubai,
dengan total 528 responden yang valid dari 600 questionnaires yang disebarkan, yang dimana
responden didapatkan dari universitas-universitas UAE, yang meneliti mengenai faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi adopsi sistem pembayaran elektronik oleh mahasiswa. pada
penelitian ini digunakan metode TAM (Technology Acceptance Model), lalu data yang diolah
menggunakan Smart-PLS. Menurut hasil penelitian tersebut dapat dibuat kesimpulan yaitu,
selama decade terakhir, layanan pembayaran elektronik menjadi hal yang sangat pouler,
popularitas ini deisebabkan karena penerapan sistem pembayaran elektronik dalam
menyediakan berbagai fitur-fitur, seperti fleksibilitas dalam melakukan transaksi online,
penghematan biaya, jumlah layanan kapan saja dan dimana saja yang tidak terbatas, namun
adopsi pembayaran elektronik sistem masih merupakan masalah yang membutuhkan
penelitian lebih lanjut dan penelitian ini menghasilkan data yaitu trust berpengaruh secara
signifikan terhadap perceived usefulness, perceived ease of use, dan intention to adopt serta
perceived usefulness yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intention to adopt,
dan perceived ease of use yang berpengaruh secara signifikan terhadap perceived usefulness
dan intention to adopt.
1.2.4.2 Penelitian 2: “Examining the Moderating Effect of Individual Level Cultural
Values on Users Acceptance of E-Learning in Developing Countries: a Structural
Equation Modeling of an Extended Technology Acceptance Model”
Hasil penelitian oleh (Ali Tarhini, Kate Hone, Xiaohui Liu, & Takwa Tarhini, 2017)
di Lebanon, dengan total responden sebanyak 569 yang respondennya berasal dari sarjana
dan mahasiswa pascasarjana yang menggunakan e-learning tools di Lebanon. Data yang
dikumpulkan dianalisis menggunakan struktural teknik pemodelan persamaan dalam
hubungannya dengan analisis multi-group. Berdasarkan hipotesis hasil penelitian,
mengungkapkan bahwa perceived usefulness (PU), perceived ease of use (PEOU), subjective
norms (SN), dan quality of work life mnejadi penentu signifikan terhadap intention to adopt.
Selain itu hubungan antara subjective norms (SN) dan intention to adopt menunjukkan
hubungan yang sangat sensitif terhadap perbedaan antar individu, nilai-nilai budaya, dengan
efek moderasi signifikan yang diamati untuk keempat dimensi budaya yang dipelajari
(masculinity/feminity, individualism/collectivism, power distance, dan uncertainty avoidance.
1.2.4.3 Penelitian 3: “Influence of Online Shopping Enjoyment and Trust
Towards Purchase Intention in Social Commerce Sites”
Hasil penelitian oleh (Lee, Khong, & Hong, 2014) di Malaysia, dengan total sampel
yaitu sebanyak 20 sampel, yang dimana sampel ini merupakan hasil sampel yang didapatkan
dari penulis majalah yang relevan di Malaysia. Penelitian ini menggunakan metode
konseptual untuk dapat mengkatkan ketertarikan berbelanja pada situs perdagangan sosial.
Menanggapi penelitian ini dapat dibuat kesimpulan bahwa faktor kenyamanan saat berbelanja
dan kepercayaan akan berpengaruh positif terhadap minat untuk berbelanja.
1.2.4.4 Penelitian 4: “Using Technology Acceptance Model to Study Adoption of
Online Shopping in an Emerging Economy”
Hasil penelitian oleh (Irfan Butt, Sadia Tabassam, Neelam Gul Chaudhry, &
Khaldoon Nusair, 2016) di Asia Selatan, dengan data yang terkumpul sebanyak 340
responden yang menggunakan kuesioner online. Pengukuran model pertama kali di analisa
dengan cara realibitas, validitas diskriminan, dan validitas konvergen. Sedangkan pengolahan
datanya diaplikasikan dengan (SEM-PLS) agar dapat menentukan pemuatan faktor dan
menilai berbagai asosiasi di setiap konstruksinya. Menanggapi penelitian ini dapat di ambil
kesimpulan bahwa trust, perceived usefulness, perceived ease of use, dan online shopping
enjoyment berpengaruh positif terhadap customer intention to adopt online shopping.
1.2.4.5 Penelitian 5: “Perceived Usefulness and Trust Towards Consumer
Behavior: a Perspective of Consumer Online Shopping”
Hasil penelitian oleh (AB.Halim, Osman, & Jin, 2014) di Malaysia Utara, dengan
total mengambil 600 sampel yang berada di masing-masing daerah yaitu Kedah, Perlis,
Penang, dan Perak, (Malaysia Utara). Penelitian ini menguji tentang apakah perceived
usefulness dan trust berpengaruh secara signifikan terhadap online shopping behavior.
Menurut hasil penelitian tersebut dapat dibuat kesimpulan bahwa faktor perceived usefulness
dan trust berhubungan positif dengan faktor online shopping behavior. Maka faktor perceived
usefulness dan trust merupakan faktor penting terhadap nilai pertimbangan belanja online.
1.2.4.6 Penelitian 6: “The Effect of Awareness and Perceived Risk on The
Technology Acceptance Model (TAM): Mobile Banking in Yemen”
Hasil penelitian oleh (Ahmed M. Mutahar, Norzaidi Mohd Daud, T.Ramayah, Osama
Isaac, & Adnan H.Aldholay, 2018) di Yemen, dengan total 482 valid responden. Penelitian
ini menunjukkan bahwa perceived ease of use memliki pengaruh yang signifikan terhadap
perceived usefulness. Selain itu perceived usefulness dan perceived ease of use berpengaruh
signifikan terhadap intention to adopt dalam penggunaan fintech.
2.2.5 Hubungan Antara Variabel
2.2.5.1 Hubungan Trust terhadap Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, dan
Intention to Adopt
Menurut Salloum & Emran (2018), Trust menggambarkan persepsi seseorang dalam
kepercayaan terhadap suatu aplikasi yang digunakan, sedangkan Perceived Usefulness
merupakan rasa seseorang merasa berguna dalam menggunakan suatu aplikasi.
Menurut Mayer, R.C., Davis, J.H., & Schoorman, F.D. (1995), menyatakan bahwa
suatu kepercayaan menjuru pada kesediaan suatu pihak terhadap rentan akan tindakan dari
pihak lainnya berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan suatu tindakan tertentu
yang penting untuk kepercayaan atau, terlepas dari kemampuan untuk dapan memantau dan
mengendalikan pihak lain.
Menurut Salloum & Emran (2018), Trust menggambarkan persepsi kepercayaan
seseorang terhadap suatu aplikasi. Menurut Salloum & Emran (2018), Perceived Ease of Use
merupakan tingkat kemudahan yang dirasakan pengguna bahwa dengan menggunakan
sebuah aplikasi akan meningkatkan performa pekerjaannya.
Menurut penelitian yang dilakukan menurut Dutot, V (2015), menyatakan bahwa
berdasarkan literatur e-commerce yang ada, ditemukan bahwa kepercayaan (trust) memiliki
hubungan positif dengan manfaat yang dirasakan (Perceived Usefulness), presepsi
kemudahan penggunaan (Perceived Ease of Use) (Dutot, V, 2015), dan niatan untuk
penggunaan (Intention to Adopt) (Al-Fahim, N.H., Jamaliah, W. & Abideen, 2015).
Menurut Salloum & Emran (2018), Trust merupakan tingkat dimana
menggambarkan persepsi kepercayaan seseorang terhadap suatu aplikasi dan Intention to
Adopt merupakan rasa ketertarikan seseorang terhadap suatu aplikasi.
Dalam penelitian ini, Trust adalah factor penting terhadap membangun cara pandang
pengguna bahwa Blanja adalah aplikasi yang bisa dipercaya dan bisa mempertanggung
jawabkan segala bentuk transaksi yang dilakukan penggunanya. Berdasarkan pendapat
tersebut, maka hipotesis yang terbentuk adalah:
H1: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Trust terhadap Perceived
Usefulness pada aplikasi Blanja.
H2: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Trust terhadap Perceived
Ease of Use pada aplikasi Blanja.
H3: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Trust terhadap Intention to
Adopt pada aplikasi Blanja.
2.2.5.2 Hubungan Perceived Usefulness terhadap Intention to Adopt
Menurut Davis (1989), Perceive Usefulness (PU) mengarah pada, sejauh mana
seseorang bisa mempercayai penggunaan dari sistem tertentu bisa meningkatkan kinerjanya.
Sedangkan menurut Al-Maroof, & Al-Emran (2018), Perceive Usefulness (PU) merupakan
faktor utama yang menentukan Intention to Adopt dari seorang pengguna.
Dalam penelitian ini, Perceive Usefulness berpengaruh terhadap bagaimana
mempengaruhi sikap dari pengguna Blanja. Pengguna yang dapat merasakan manfaat dari
aplikasi Blanja dalam berbelanja secara online nantinya akan menunjukan sikap seberapa
intensif pengguna dalam menggunakan Blanja.
Menurut Davis (1989), perceived usefulness merupakan tingkat kepercayaan
pengguna bahwa dengan menggunakan sebuah sistem akan meningkatkan performa
pekerjaannya.. Salloum & Emran (2018), Intention to Adopt merupakan rasa ketertarikan
seseorang terhadap sesuatu yang akan digunakan.
H4: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Perceive Usefulness
terhadap Intention to Adopt pada aplikasi Blanja.
1.2.5.3 Hubungan Perceived Ease of Use terhadap Perceived Usefulness, dan Intention to
Adopt
Menurut Davis (1989), perceived ease of use mengacu pada tingkatan dimana
pengguna percaya bahwa teknologi dapat digunakan dengan mudah dan tanpa usaha yang
berarti. Menurut Davis (1989), perceived usefulness merupakan tingkat kepercayaan
pengguna bahwa dengan menggunakan sebuah sistem akan meningkatkan perfomanya dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Davis (1989), perceived ease of use mengacu pada tingkatan dimana
pengguna percaya bahwa teknologi dapat digunakan dengan mudah dan tanpa usaha yang
berarti. Menurut Salloum & Emran (2018), Intention to Adopt merupakan tingkat
ketertarikan pengguna terhadap suatu teknologi.
Dalam penelitian ini, Perceived Ease of Use (PEOU) semakin mudahnya aplikasi
Blanja dalam manfaat dan penggunanya akan meningkatkan ketertarikan intesitas
penggunaan terhadap aplikasinya oleh setiap penggunanya.
H5: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Perceived Ease of Use
terhadap Perceived Usefulness pada aplikasi Blanja.
H6: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Perceived Ease of Use
terhadap Intention to Adopt pada aplikasi Blanja.
2.2.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memulai sebuah penelitian terhadap sebuah sistem dibutuhkan hal-hal yang
harus terpenuhi agar dapat mendukung hasil penelitiannya. Beberapa teknik yang penulis
gunakan sebagai berikut:
2.2.6.1 Kuesioner
Menurut Sugiyono (2014), kuesioner merupakan suatu daftar dari pertanyaan yang
diberikan oleh penyebar kuesioner kepada setiap responden khusus, untuk mendapatkan
jawaban berupa data yang kemudian dapat diolah. Dengan terus berkembangya kemajuan
teknologi, penyebaran kuesioner kini dapat dilakukan secara online yang dibuat melalui situs
web, hal ini mempermudah peneliti untuk mendapatkan responden secara cepat dan efisien.
Berikut jenis-jenis dari kategori pertanyaan kuesioner:
1. Menanyakan pertanyaan tertutup
Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti pada bagian kuesioner ini, merupakan
pertanyaan yang sudah tersedia pilihan jawaban yang harus dipilih oleh
responden.
2. Menanyakan pertanyaan terbuka
Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti pada bagian kuesioner ini, merupakan
pertanyaan yang dapat dijawab secara bebas oleh responden.
3. Menanyakan pertanyaan semi terbuka
Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti pada bagian kuesioner ini, merupakan
pertanyaan yang sudah tersedia pilihan jawaban namun juga responden dapat
menjawab dengan jawabannya sendiri tanpa harus terpaku dengan pilihan
jawaban yang telah tersedia.
2.2.6.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2010), populasi merupakan suatu wilayah dimana terdiri dari
suatu objek dengan kualitas dan karakteristik tertentu dan kemudian diteliti oleh peneliti,
supaya menghasilkan kesimpulan, sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi
tersebut.
Berdasarkan penlitian terdahulu yang dilakukan Arikunto (2008), berikut adalah
ketentuan pengambilan sample:
Bila sampel tidak mencapai 100 disarankan untuk mengambil semuanya hingga
menjadi penelitian populasi, dan bila subjeknya besar bisa diambil kisaran 15%-55% atau
lebih tergantung:
1. Sumber daya manusia (SDM) dari peneiliti.
2. Kecil atau luasnya wilayah pengamatan.
3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
2.2.6.3 Rumus Slovin
Dalam penelitian ini, jumlah sampel akan ditentukan berdasarkan rumus slovin yang
dirancang oleh Slovin (1960), Sevila, Orchave, Punsalan, Ragala, & Uriarte (2007)
menggunakan rumus slovin. Berikut adalah penjelasan dari rumus Slovin:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Batas tolerasni kesalahan (e = 5% = 0,05).
2.2.6.4 Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013), hipotesis merupakan tahapan ketiga pada suatu
penelitian, hipotesis memberikan jawaban yang sifatnya hanya sementara terhadap penelitian.
Menurut Margono (2004), hipotesis merupakan dugaan yang tentatif dari suatu
masalah, dan hipotesis muncul disebabkan oleh teori-teori yang sudah ada sebelumnya
ataupun langsung dari sang peneliti.
2.2.6.5 Jenis-Jenis Uji Hipotesis
Menurut Danim (2003), peneliti akan menggunakan H1 dan H0 untuk merumuskan
hasil hipotesisnya, yang didasari oleh:
1. H1, merupakan hipotesis satu yang akan diterima, dan sebagai bukti bahwa
antara variabel satu dan yang lainnya terdapat hubungan yang signifikan.
2. H0, merupakan hipotesis nol yang akan ditolak, dan sebagai bukti bahwa antara
variabel satu dan yang lainnya tidak ada hubungan yang signifikan.
2.2.6.6 Uji Validitas
Menurut Sitinjak & Sugiharto (2006), uji validitas merupakan uji yang dilakukan
untuk dapat mengukur sudah sejauh mana pengolahan data yang diukur dalam penelitian.
Sedangkan menurut Ghozali (2009), uji validitas berfungsi untuk mengetahui valid atau
tidaknya kuesioner.
Tipe-tipe validitas menurut Neuman (2013) terbagi menjadi 4 sebagai berikut:
1. Face Validity, merupakan tipe validitas yang paling sederhana dan mudah
tercapai.
2. Criterion Validity, merupakan tipe validitas yang keterkaitan dengan verifkasi
luar yang indepeden.
3. Construct Validity, merupakan tipe validitas yang menggunakan berbagai
indicator untuk pengukurannya.
4. Content Validity, merupakan tipe validitas yang suatu pengukurannya telah
mewakili semua definisi konseptual dari penelitiannya.
Menurut Latan & Ghozali (2012), suatu validitas diskriminan bisa diketahui dengan
cara membedakan akar kuadrat AVE terhadap setiap konstruksi sesuai dengan nilai yang ada
pada korelasi antara konstruksi di dalam model.
Penjelasan :
= Factor Loading
F = Factor variance
Ii = Error variance
Menurut Ghozali (2014), ukuran refleksif dapat dikatakan memiliki nilai yang tinggi
jika korelasi lebih dari 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur. Nilai outer loading yang
tinggi menunjukkan suatu indikator yang terasosiasi memiliki banyak kesamaan yang
mewakili suatu konstruk (Hair, Hult, Ringle, & Sarstedt, 2014).
Menurut Ghozali (2014), bila AVE masing-masing konstruk nilainya lebih besar
dari 0.5 dapat dinyatakan model yang baik. Maka, nilai AVE yang lebih besar dari 0.5 dapat
disimpulkan konstruk tersebut dapat dijelaskan oleh variasi indikator-indikator yang terdapat
di dalamnya dan dapat dikatakan bahwa konstruk tersebut valid.
Menurut (Ghozali, 2014), dalam validitas diskriminan diharapkan setiap blok
indikator memiliki nilai lebih tinggi untuk variabel laten yang dibandingkan dengan indikator
laten lainnya. Validitas diskriminan menunjukkan sejauh mana suatu konstruk benar-benar
berbeda dengan konstruk lainnya (Hair, Hult, Ringle, & Sarstedt, 2014).
Menurut (Ghozali, 2014), ukuran refleksif dapat dikatakan memiliki nilai yang
tinggi jika berkolerasi lebih dari 0.7 dengan konstruk yang ingin diukur. Menurut (Hair, Hult,
Ringle, & Sarstedt, 2014), nilai outer loading yang tinggi menunjukan bahwa indikator yang
terasosiasi memiliki banyak kesamaan yang dapat mewakili suatu konstruk.
Menurut Hair, M. Hult, Ringle, & Sarstedt (2014), secara general indikator yang
memiliki nilai outer loading diantara 0.40 dan 0.70 dapat dipertimbangkan untuk dihapus dari
pengukuran, hanya jika penghapusan indikator tersebut dapat meningkatkan composite
reliability atau AVE. Selanjutnya, Hair, M. Hult, Ringle, & Sarstedt (2014) juga
menyebutkan indikator yang memiliki nilai outer loading kurang dari 0.4 harus dihapuskan
dari pengukuruan.
Menurut (Ghozali, 2014), syarat sebuah model yang baik adalah jika AVE dari
masing-masing konstruk nilainya lebih besar dari 0.50 yang berarti bahwa 50% atau lebih.
Hair, M. Hult, Ringle, & Sarstedt (2014) menyebutkan bahwa discriminant validity
menunjukan perbedaan nyata antara suatu konstruk dengan konstruk lainnya, Ghozali (2014)
lebih lanjut lagi menyebutkan bahwa setiap blok indikator diharapkan untuk memiliki nilai
loading yang lebih tinggi dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lain.
2.2.6.7 Uji Realibilitas
Menurut Sitinjak & Sugiharto (2006), uji realibilitas mengacu kepada perangkat
yang digunakan dalam penelitian untuk dapat memperoleh informasi merupakan perangkat
yang dapat dipercaya sebagai media pengumpulan data dan sanggup memberikan informasi
yang sebenarnya.
Menurut Ghozali (2009), uji realibilitas merupakan alat ukur suatu kuesioner dan
merupakan indikator konstruksinya. Sedangkan menurut Latan & Ghozali (2012), dalam
mengukur suatu realibilitas suatu konstruksi bisa dilakukan dengan cara mengukur
cronbach’s alpha dan composite realiability.
Penjelasan:
Pq = jumlah indikator (manifest variabel)
Q = blok indikator
1. Apabila nilai alpha chronbach’s > 0,70 berarti realibilitas mencukupi (sufficient
reliability).
2. Apabila nilai alpha chronbach’s > 0,80 berarti semua item reliable dan semua tes
konsisten secara internal disebabkan terdapatnya reliabilitas yang kuat.
3. Apabila nilai alpha chronbach’s > 0,90 berarti reliabilitas sempurna.
4. Apabila nilai alpha chronbach’s 0,50-0,70 berarti reliabilitas moderat.
5. Apabila nilai alpha chronbach’s 0,50 berarti reliabilitas rendah.
Composite realibility difungsikan dalam menguji realiabilitas suatu konstruksi.
Composite realibility dan Dillon-Goldstein’s bisa menggunakan rumus berikut:
Penjelasan:
= factor loading
F = factor variance
= error variance
Menurut Hair, Hult, Ringle, & Sartedt (2014), nilai cronbach’s alpha dan composite
realibility 0,6-0,7 dapat diterima, dan nilai 0,7-0,9 dianggap memuaskan.
Menurut Hair, Hult, Ringle, & Sartedt (2014) menyatakan bahwa nilai composite
reliability maupun Cronbach’s Alpha 0.6 – 0.7 dapat diterima pada penelitian eksplorasi,
sedangkan nilai 0.7 – 0.9 dapat dianggap memuaskan.
2.2.6.8 Variabel Independen dan Dependen
Menurut Sugiyono (2012), variabel merupakan atribut yang memiliki banyak varian
tertentu dan ditentukan langsung oleh peneliti supaya dapat dipahami dan menghasilkan
kesimpulan.
Menurut Sugiyono (2011), variabel independent merupakan variabel yang nantinya
akan mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen. Sedangkan variabel dependen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
2.2.6.9 Uji Model Struktural dan Persamaan Regresi
Menurut Hair, Hult, Ringle, & Sartedt (2014) pengujian model struktural dilakukan
untuk menentukan seberapa baik data yang diperoleh dari hasil temuan dapat mendukung
teori atau konsep yang diajukan sehingga dapat menentukan apakah teori atau konsep
tersebut dapat diterima atau tidak. Nilai effect size (f2) digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogen (Hair, Hult, Ringle &
Sarstedt, 2014). Nilai effect size (f2) sebesar 0.02, 0.15, dan 0.35 merepresentasikan besaran
pengaruh lemah, medium, dan besar dari variabel eksogen.
Menurut Hair, Hult, Ringle & Sarstedt (2014), nilai Q2 yang lebih besar dari 0
menunjukkan bahwa model memiliki relevansi prediktif untuk konstruk endogen tertentu.
Sebaliknya, nilai Q2 yang lebih kecil dari 0 menunjukkan bahwa model tidak memiliki
relevansi prediktif.
Menurut Hair, Hult, Ringle & Sarstedt (2014), jalur koefisien memiliki nilai standar
dari rentang -1 hinga +1. Nilai jalur koefisien yang mendekati +1 membuktikan bahwa
hubungan kuat positif, dan sebaliknya nilai jalur koefisien yang mendekati -1 menunjukkan
hubungan kuat negatif. Apabila nilai koefisien mendekati 0, maka hubungan semakin lemah,
dan nilai yang sangat mendekati 0 akan dianggap tidak signifikan.
Menurut Jogiyanto (2011), nilai t-statistics harus di atas 1.96 yang menunjukkan
bahwa indikator jalur tersebut valid.
Menurut Hair, M. Hult, Ringle, & Sarstedt (2014), hubungan antara variabel laten
dalam model struktural dapat ditunjukan menggunakan koefisien jalur.