2. landasan teori 2.1. landasan teori 2.1.1. perkembangan teori … · 7 universitas kristen petra...
TRANSCRIPT
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Perkembangan Teori Leadership
Menurut Doyle dan Smith (2001), terdapat empat generasi teori
leadership, antara lain : Teori Trait (sifat) , Teori Behavioral (perilaku) , Teori
Kontingensi / Situasional, Teori Transformasional. Masing- masing teori akan
dijelaskan sebagai berikut :
- Teori Trait (sifat)
Teori Trait muncul pertama kali di akhir era 1800-an. Teori trait memiliki
konsep bahwa pemimpin bukanlah seseorang yang dibentuk menjadi seorang
pemimpin, melainkan seorang pemimpin merupakan seseorang yang sejak
lahir telah memiliki sifat yang dapat memperngaruhi dan memimpin orang
lain. Teori trait ini fokus terhadap fisik, mental, dan karakteristik seseorang
untuk mencapai leadership yang efektif, seperti kepercayaan diri, integritas,
kemampuan bersosialisasi, dan lain sebagainya. Menurut Stogdill (1974),
teori trait merupakan teori yang penting karena merupakan teori pertama
yang memberikan gambaran tentang leadership.
- Teori Behavioral (perilaku)
Teori Behavioral dikenal sekitar tahun 1950-an. Teori behaviral ini fokus
terhadap perilaku pemimpin. Teori behavioral ini muncul karena keterbatasan
teori trait dalam melakukan analisa leadership. Menurut Robinson (2001), teori
behavioral fokus terhadap persepsi dan menganalisa hubungan antara
penyelesaian tugas dan kepuasan. Terdapat beberapa pola behavioral yang disebut
sebagai style atau gaya kepemimpinan yang digunakan seorang pemimpin dalam
memimpin organisasi. Menurut Lewin, Lippitt dan White (1939), terdapat tiga
gaya kepemimpinan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, yaitu :
a. Autokratik, yaitu gaya kepemimpin yang memberikan arahan dan mengambil
keputusan tanpa berkonsultasi dengan bawahan atau karyawannya.
b. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang melibatkan bawahan atau
karyawannya dalam pengambilan keputusan.
8 Universitas Kristen Petra
c. Laissez- faire, yaitu gaya kepemimpinan yang memperbolehkan bawahan
atau karyawannya yang telah dilatih dan memiliki keahlian untuk mengambil
keputusan sendiri, namun tetap dalam pengawasan pemimpin.
- Teori Kontingensi / Situasional
Teori situasional / kontingensi ini merupakan perkembangan teori
behavioral. Menurut teori situasional, perilaku (behavior) seorang pemimpin
harus bisa menyesuaikan dengan situasi organisasi dan lingkungan,
maksudnya. Menurut Robbins (2001), gaya kepemimpinan yang digunakan
pemimpin di perusahaan kecil dengan perusahaan besar tentu akan berbeda.
Berikut beberapa model teori kontingensi (situasional) menurut beberapa
peneleti :
1. Model Friedler
Model kontingensi / situasional Friedler menyatakan bahwa untuk menghadapi
situasi yang berbeda dalam organisasi dibutuhkan gaya kepemimpinan yang
berbeda.
2. Teori path goal leadership
Teori ini diperkenalkan oleh House (1974). Teori path goal ini fokus
terhadap motivasi yang dapat diberikan oleh pemimpin melalui penghargaan atas
pencapaian goal organisasi. Menurut House (1974), pemimpin harus flexibel dan
dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka sesuai dengan situasi yang ada.
House (1974) membagi gaya kepemimpinan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
- Directive leadership : pemimpin memberikan arahan secara spesifik
kepada bawahannya melalui peraturan dan kebijakan
- Supportive leadership : pemimpin menjalin hubungan yang baik dengan
grup yang dipimpinnya.
- Participate leadership : gaya kepemimpinan yang memperbolehkan
grup yang dipimpinnya untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan dan saling berbagi informasi.
3. Teori Hersey – Blanchard
- Delegating style : gaya kepemimpinan yang memperbolehkan grup
atau tim bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
9 Universitas Kristen Petra
- Participating style : gaya kepemimpinan yang memperbolehkan grup
yang dipimpinnya untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
dan saling berbagi informasi.
- Selling style : menjelaskan arahan dalam mengerjakan tugas
secara suportif dan persuasif.
- Telling style : memberikan arahan secara spesifik dan
pengawasan terhadap tugas yang diberikan kepada bawahannya.
Berikut merupakan gambar gaya kepemimpinan menurut teori Hersey dan
Blanchard :
Gambar 2.1. Gaya Kepemimpinan Situasional menurut Hersey dan Blanchard
(1992)
4. Teori leader- member exchange ( LMX)
Teori ini fokus terhadap hubungan dan interaksi antara pemimpin dan
pengikutnya.
10 Universitas Kristen Petra
- Transactional dan Transformasional Leadership
Teori ini diperkenalkan oleh Bass (1985). Menurut Robbins (2001),
pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mampu menginspirasi
pengikutnya untuk menjadi lebih baik. Pemimpin transformasional
mengkombinasikan teori behavioral dan teori trait. Sedangkan, Menurut Robbins
( 2001), pemimpin transactional adalah pemimpin yang menjaga dan memotivasi
pengikutnya agar mengikuti arahan yang diberikan demi tercapainya tujuan
perusahaan. Menurut Robbins (2001), transformational leadership memberikan
tingkat produtivitasnya dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan transactional leadership.
- Teori Strategic Leadership
Hambrick dan Mason (1984) mengembangkan teori leadership. Teori
leadership tersebut telah berkembang saat ini, menjadi strategic leadership.
Berbeda denga teori leadership sebelumnya, yang hanya menganalisa tentang
pemimpin di setiap level organisasi. Teori strategic leadership ini lebih fokus
terhadap pemimpin eksekutif organisasi, yang tidak hanya menganalisa hubungan
antara pemimpin dengan pengikutnya, namun juga strategi dan aktivitas yang
dilakukan. Teori strategic leadership ini dipengaruhi oleh teori transactional dan
transformasional leadership. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Bass (1998). Bass melakukan penelitian terhadap CEO suatu perusahaan.
Bass (1998) menemukan bahwa framework transactional dan transformasional
leadership sangat berguna bagi top level manager. Menurut Cannella dan Monroe
(1997), transformasional leadership dan transactional leadership memberikan
pandangan yang lebih realistis bagi seorang pemimpin. Selain itu, menurut Vera
dan Crossan (2004) untuk mengelola organization learning, strategic leadership
yang paling efektif adalah dengan menggunakaan transactional dan
tranformasional leadership. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategic leadership merupakan bagian dari transactional dan transformasional
leadership.
11 Universitas Kristen Petra
2.1.2. Strategic Leadership
Menurut Christensen (1997), strategic leadership adalah kemampuan
manajemen tingkat atas untuk mengantisipasi peristiwa dan menjaga fleksibilitas
serta kemampuan melihat jangka panjang dalam rangka mengelola organisasi.
Menurut Rowe (2001), strategic leadership merupakan kemampuan
mempengaruhi seseorang untuk secara sukarela membuat keputusan sehari- hari,
dimana keputusan tersebut dapat meningkatkan kelangsungan hidup jangka
panjang organisasi, dan pada saat yang bersamaan juga menjaga kelangsungan
keuangan jangka pendek organisasi tersebut. Menurut Ireland dan Hitt (1999),
strategic leadership adalah kemampuan seseorang mengantisipasi,
membayangkan dan memelihara fleksibilitas, dan berpikir secara strategis serta
bekerja dengan orang lain untuk membuat perubahan demi keberlangsungan
organisasi di masa mendatang. Menurut Jooste dan Fourie (2009), strategic
leadership merupakan kemampuan pemimpin untuk mengantisipasi,
membanyangkan, dan memelihara fleksibilitas, serta memberikan wewenang
(empower) kepada orang lain untuk menciptakan perubahan strategik yang
diperlukan suatu organisasi. Menurut Boal dan Hooijberg (2001), strategic
leadership fokus terhadap semua orang yang memiliki tanggung jawab terhadap
organisasi, tidak hanya CEO saja tetapi juga pemimpin tingkat atas (Top
Management Team / TMT)
2.1.2.1. Teori Ireland dan Hitt
Ireland dan Hitt (1995), melakukan penelitian untuk meneliti apakah
strategic leadership berpengaruh terhadap fleksibilitas strategi organisasi dan
positioning. Hasil penelitian Ireland dan Hitt (1995), menemukan bahwa terdapat
pengaruh langsung strategic leadership terhadap fleksibilitas strategi organisasi
dan competitive positioning. Menurut Ireland dan Hitt (1995), terdapat 6
komponen strategic leadership yang dapat menjadi sumber tercapainya
competitive positioning bagi organisasi, antara lain :
1. Menentukan arah strategic (strategic direction)
Penentuan arah strategic organisasi berarti berbicara mengenai visi jangka
panjang organisasi. Strategic melibatkan semua karyawan organisasi, dimana
12 Universitas Kristen Petra
setiap karyawan berkomitmen terhadap kriteria, prosedur, serta kebijakan dengan
tujuan tercapainya visi organisasi. Menentukan visi organisasi membutuhkan
pandangan jangka panjang minimal lima sampai sepuluh tahun ke depan.
2. Mengeksploitasi dan memelihara kemampuan utama (core competencies)
Kemampuan utama (core competencies) merupakan sumber daya. Core
competencies berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki suatu organisasi.
Kemampuan yang dimiliki suatu organisasi inilah yang menciptakan competitive
positioning. Mengekploitasi core competencies berkaitan dengan aktivitas saling
berbagi sumber daya (pengetahuan, kemampuan, dll) lintas unit organisasi. Salah
satu contoh core competencies yang paling efektif adalah sumber daya yang
intangible seperti pengetahun dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.
3. Mengembangkan sumber daya manusia
Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki karyawan. Core competencies tidak dapat berkembang secara efektif
tanpa adanya sumber daya manusia yang tepat.
4. Mendukung budaya organisasi yang efektif
Budaya organisasi berkaitan dengan nilai (value) yang diterapkan diantara
semua orang di dalam organisasi. Budaya organisasi terdiri dari ideologi yang
kompleks, simbol, nilai- nilai yang diterapkan di dalam organisasi dan
berpengaruh terhadap jalannya suatu organisasi. Strategic leadership harus
mengembangkan dan memelihara budaya organisasi yang tepat, seperti
mendukung kegiatan belajar dan aktivitas saling berbagi pengetahuan dan
kemampuan diantara unit organisasi. Budaya organisasi yang tepat dapat
memfasilitasi visi jangka panjang organisasi, menciptakan semangat dan lain
sebagainya.
5. Memperhatikan praktek yang beretika
Setiap orang di dalam organisasi melakukan kegiatan atau praktik
berdasarkan etika yang terdapat di dalam budaya organisasi. Dengan
13 Universitas Kristen Petra
menggunakan etika, suatu organisasi dapat lebih mudah dibentuk dan karyawan
dapat lebih mudah diatur, serta dapat mengatur perilaku manajemen.
6. Membangun strategic control
Berkaitan dengan pemahaman yang dimiliki pemimpin organisasi
mengenai strategi yang diimplementasikan di berbagai unit bisnis. Penggunaan
Strategic control yang efektif, biasanya terintegrasi dengan otonomi yang
memungkinkan setiap subunit untuk mengembangkan competitive positioningnya.
Beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh
Hagen et al (1998); Hitt et al (2001); Jooste & Fourie (2009) juga menggunakan
enam komponen strategic leadership menurut Ireland dan Hitt (1995) sebagai
kriteria untuk mengukur strategic leadership suatu organisasi.
2.1.2.2. Teori Rowe
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Rowe (2001). Rowe
(2001) melakukan penelitian tentang peran strategic leadership dalam
menciptakan kekayaan (wealth) perusahaan.
Menurut Rowe (2001), terdapat sembilan indikator untuk mengukur
strategic leadership :
1. Menekankan kepada perilaku beretika dan keputusan yang berdasarkan
value.
2. Mengawasi kegiatan operasi (sehari-hari) dan strategis (jangka panjang).
2. Merancang dan mengiplementasikan strategi dan tujuan jangka panjang
untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi dan pertumbuhan.
3. Mempunyai ekspektasi yang tinggi dan positif mengenai performa
organisasi.
4. Menggunakan strategic controls dan financial controls.
5. Menggunakan dan saling bertukar ilmu pengetahuan di setiap level atau
tingkat organisasi.
6. Menggunakan pola berpikir linear dan nonlinear.
7. Kombinasi yang sinergis antara kemampuan atau keahlian manajerial dan
leadership
14 Universitas Kristen Petra
8. Mempercayai pilihan strategik yang membuat organisasi tersebut berbeda
dari organisasi lainnya.
Menurut Rowe (2001), strategic leadership (SL) merupakan kombinasi
antara managerial leadership dan visionary leadership. Dimana managerial
leadership berorientasi terhadap masa lalu, sedangkan visionary leadership
berorientasi pada masa depan (pemimpin memperhatikan perubahan- perubahan
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang). Rowe (2001) juga melakukan
penelitian tentang perbedaan antara visionary leadership dan managerial
leadership, yang dijelaskan melalui gambar berikut :
Tinggi
Kemampuan
visionary
leadership
Rendah
Rendah Tinggi
Kemampuan managerial leadership
Gambar 2.2. Perbedaan visionary leadership dan managerial leadership
(Rowe, 2001)
2.1.2.3. Kesimpulan atas Strategic Leadership
Pada penelitian dengan topik ” Peranan Strategic Leadership terhadap
Competitive Positioning melalui Organization Learning - Studi Kasus pada Non-
Manufaktur di Surabaya”, menggunakan teori Ireland dan Hitt (1995) untuk
Visionary
leader
Managerial
leader
Strategic
leader
?
15 Universitas Kristen Petra
mengukur variabel strategic leadership. Untuk mengukur strategic leadership,
digunakan enam komponen strategic leadership yang dapat menjadi sumber
tercapainya competitive positioning bagi organisasi. Peneliti memilih teori Ireland
dan Hitt (1995) sebagai pedoman penelitian karena melihat beberapa penelitian
terdahulu yang menggunakan teori Ireland dan Hitt (1995) sebagai pedoman
dalam meneliti variabel strategic leadership, seperti penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Hagen, dkk (1998); Hitt, dkk (2001); Jooste & Fourie (2009).
2.1.3. Organization Learning
Menurut Miller (1996), organization learning merupakan organisasi yang
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Menurut Argyris dan Schoan (1978),
organization learning merupakan proses mendeteksi dan mengkoreksi kesalahan.
Menurut Duncan dan Weiss (1979), organization learning merupakan proses
mengembangkan perilaku melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik.
Menurut Chen (2005), organization learning merupakan proses dimana organisasi
secara terus menerus berubah dan berkembang melalui ilmu pengetahuan dengan
mengadaptasi setiap perubahan lingkungan internal maupun eksternal untuk
mencapai competitive positioning.
2.1.3.1. Teori Watkins dan Marsick
Menurut Watkins dan Marsick (1996), organization learning merupakan
proses belajar dan transformasi secara terus menerus dengan menggunakan proses
yang terintegrasi. Teori Watkins dan Marsick ini didasari oleh dua organization
constituent, yaitu manusia dan struktur; dan juga tujuh dimensi organization
learning.
Watkins dan Marsick (1996) juga memperkenalkan framework
organization learning yang dikenal dengan nama “The Dimensions of the
Learning Organization Questionnaire (DLOQ), dimana framework organization
learning tersebut dibuat berdasarkan tujuh dimensi organization learning yang
diperkenalkan Watkins dan Marsick (1996). Framework ini dapat digunakan
untuk mengukur organization learning dan pengaruhnya terhadap performa
perusahaan.
16 Universitas Kristen Petra
Berikut tujuh dimensi organization learning menurut Watkins dan
Marsick (1996), antara lain :
1. Menciptakan kesempatan belajar secara terus menerus (continuous
learning).
Proses belajar bertujuan agar setiap orang di dalam organisasi
mendapatkan ilmu pengetahuan. Organisasi memberikan kesempatan
kepada karyawannya untuk belajar secara terus menerus agar setiap
karyawan dapat mengalami perkembangan. Hal ini sesuai dengan definisi
organization learning menurut Watkins dan Marsick (1996), yaitu
organization learning merupakan proses belajar dan transformasi secara
terus menerus dengan menggunakan proses yang terintegrasi.
2. Promosi inquiry dan komunikasi (inquiry and dialogue).
Setiap orang di dalam organisasi mengembangkan kemampuan
dalam memberikan alasan dibalik setiap pendapat yang disampaikan dan
dalam memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain.
3. Keinginan berkolaborasi dan membentuk kelompok belajar (collaboration
and team learning).
Pembentukan kelompok belajar dan saling berkolaborasi bertujuan
agar setiap orang di dalam organisasi yang tergabung di dalam kelompok
atau grup dapat bekerja sama, belajar bersama, dan saling bertukar pikiran.
4. Pembentukan sistem untuk mendapatkan pengetahuan dan berbagi
pengetahuan (systems to capture learning).
Sistem teknologi yang ada di dalam organisasi memudahkan para
anggota organisasi untuk saling berbagi pengetahuan dan bekerja sama.
Sistem tersebut harus dimaintain (diperlihara) secara berkesinambungan.
Misalnya dengan terus melakukan pembaharuan sistem sehingga sistem
lebih up to date.
17 Universitas Kristen Petra
5. Pemberdayaan organisasi untuk mencapai visi kolektif (empower people).
Setiap anggota organisasi diberikan wewenang ikut serta dalam
memberikan pendapat dan bertanggung jawab dalam mengambil
keputusan sehingga setiap orang dalam organisasi termotivasi untuk
belajar.
6. Hubungan antara organisasi dengan lingkungannya (connect the
organization).
Setiap orang di dalam organisasi memperhatikan efek atau akibat
dari pekerjaan yang mereka lakukan bagi organisasi dan lingkungan secara
keseluruhan. Setiap orang di dalam organisasi menggunakan informasi
yang didapat agar dapat menyesuaikan pekerjaan mereka dengan
lingkungan dan komunitas.
7. Menyediakan pembelajaran tentang strategic leadership ( provide
strategic leadership for learning).
Pemimpin harus menggunakan proses belajar dalam organisasi
untuk mencapai performa atau hasil yang diinginkan. Proses belajar
tersebut dilaksanakan di setiap level organisasi, mulai dari tingkat
individu, tim, serta tingkat organisasi secara keseluruhan.
2.1.3.2. Teori Argyris dan Schoan
Penelitian tentang organizational learning pernah dilakukan oleh Arygris
dan Schoan (1978). Argyris dan Schoan (1978) memperkenalkan “Theory of
action” ( theory in use ) dan “single – dan double loop learning”. Theory of action
ini berkaitan dengan latihan, rutinitas, dan kebiasaan yang dilakukan oleh
organisasi untuk berkembang, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi
dan sistem yang dimiliki organisasi tersebut. Theory of action terdiri dari 2 teori,
yaitu :
18 Universitas Kristen Petra
d. Teori Espoused
Teori yang digunakan untuk menjelaskan dan memberikan alasan
mengenai cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau
tugas.
e. Teori In use
Teori ini berasal dari share value atau asumsi dari anggota organisasi.
Namun teori ini tidak berhasil. Lalu, Argyris dan Schoan (1987) memperkenalkan
teori :
a. Single- loop
Teori ini fokus terhadap efisiensi yang membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya dan agar organisasi berjalan sesuai dengan aturan
yang ditetapkan. Single loop menggunakan framework yang telah ada,
namun dari framework tersebut dicari cara penyelesaiannya.
b. Double- loop.
Teori ini fokus terhadap pergeseran pola pikir organisasi tentang cara
bertindak dan melakukan strateginya (efektivitas).
2.1.3.3. Teori Fiol dan Lyles
Fiol dan Lyles (1985) memperkenalkan teori organization learning
melalui gambaran mengenai perbedaan organization learning dan organization
adaptation. Fiol dan Lyles (1985) memperkenalkan teori yang hampir sama
dengan teori single- loop dan double- loop yang diperkenalkan oleh Arygris dan
Schoan (1978). Namun teori Fiol dan Lyles (1985) fokus terhadap perubahan
perilaku dan perubahan kognitif yang terjadi di dalam organisasi.
Menurut Fiol dan Lyles (1985), organization learning lebih dari sekedar
apa saja individual learning yang telah dilakukan organisasi. Perubahan perilaku
organisasi harus diikuti juga dengan adaptasi organisasi. Adaptasi ini hampir sama
dengan single- loop yang diperkenalkan oleh Argyis dan Schoan (1978), namun
menggunakan istilah adaptasi, bukan belajar (learning). Menurut Fiol dan Lyles
(1985), adaptasi organisasi lebih baik karena adaptasi organisasi merupakan
kemampuan untuk melakukan penyesuaian terhadap lingkungan, tujuan,
19 Universitas Kristen Petra
kebijakan, atau perubahan lain. Selain itu, organization learning berkaitan dengan
perubahan perilaku dan perubahan kognitif, yang membuat teori Fiol dan Lyles
(1985) hampir sama dengan konsep double- loop learning yang diperkenalkan
oleh Argyis dan Schoan (1978). Menurut Fiol dan Lyles, diperlukan wawasan dan
pemahaman dalam organization learning.
2.1.3.4. Teori Levitt dan March
Menurut Levitt dan March (1988), organizational learning adalah rutinitas
yang terdiri dari latihan, peraturan, prosedur, kebijakan dan strategi yang
mendasari kegiatan operasional suatu organisasi. Rutinitas ini digunakan untuk
menbentuk budaya organisasi atau pola pikir organisasi tersebut.
Menurut Levitt dan March (1988), suatu organisasi dapat dikatakan belajar
jika individual learning di dalam perusahaan berlajar dari pengalaman masa
sekarang dan pengalaman masa lalu, dan saat organisasi mempunyai kebijakan
dan prosedur baru. Proses belajar ini lama kelamaan akan menjadi rutinitas
organisasi yang akan berdampak terhadap perilaku dan pola pikir organisasi
tersebut.
2.1.3.5. Teori Crossan, Lane, dan White (4I)
Menurut Crossan, Lane, dan White (1999), organization learning
merupakan proses pembaharuan strategi (pemikiran dan tindakan) individu
maupun yang dibagikan kepada kelompok lintas level organisasi ( individu, grup,
dan organisasi).
Menurut Crossan, Lane, dan White (1999), terdapat empat komponen
utama dalam framework organization learning :
a. Organization learning berkaitan dengan eksplorasi (belajar hal yang baru)
/ feed-forward dan eksploitasi (belajar dari apa yang telah dimiliki
organisasi)/ feed- back.
b. Organization learning terjadi di semua tingkat organisasi (individu, grup,
dan organisasi).
20 Universitas Kristen Petra
c. Proses psikologi berpengaruh terhadap proses belajar (intuisi, interpretasi,
integrasi dan institusional / 4I framework)
Berikut merupakan gambar 4I Framework menurut Crossan, Lane, dan White
(1999) :
Gambar 2.3. 4I Framework menurut Crossan, Lane, dan White (1999)
Keterangan :
I = Individual learning stock : kompetensi, kemampuan, dan motivasi
individu mengatasi tugas yang diberikan
G = Grup learning stock : dinamika dan perkembangan grup melalui share
ilmu pengetahuan
O = Organization learning stock : sistem, struktur, budaya
organisasi,prosedur, dll
= Feed forward learning (eksplorasi)
= Feed backward learning (eksploitasi)
21 Universitas Kristen Petra
2.1.3.6. Kesimpulan atas Organization Learning
Pada penelitian dengan topik ” Peranan Strategic Leadership terhadap
Competitive Positioning melalui Organization Learning - Studi Kasus pada Non-
Manufaktur di Surabaya”, peneliti menggunakan teori Watkins dan Marsick
(1996) sebagai pedoman untuk mengukur variabel organization learning. Teori
Watkins dan Marsick (1996) tersebut yang terdiri dari tujuh dimensi organization
learning. Peneliti menggunakan teori Watkins dan Marsick (1996) karena teori
tersebut telah diuji reliabilitas dan validitasnya serta telah digunakan pada
beberapa penelitian sebelumnya (Yang, 2003).
2.1.4. Competitive Positioning
Menurut Hooley (2001), competitive positioning dilihat sebagai gabungan
antara target market yang dipilih (dimana suatu organisasi berkompetisi) dan
competitive advantage (bagaimana organisasi berkompetisi).
Menurut Chang and Singh (2000); Crawford (1985); Porter (1996),
terdapat tiga dimensi competitive positioning, antara lain :
a. Kualitas dan harga
Berkaitan dengan tingkat kualitas dan harga yang membedakan organisasi dengan
pesaingnya.
b. Inovasi
Berkaitan dengan produk atau jasa baru serta inovasi administrasi mengenai
struktur organisasi dan proses administrasi.
c. Resource-based approach
Berkaitan dengan sumber daya yang digunakan oleh organisasi.
Menurut Agic, Kurtovic, dan Cicic (2012), berdasarkan kriteria
competitive positioning, organisasi atau perusahaan dapat dikelompokkan menjadi
3, antara lain :
a. Organisasi yang memberikan produk dengan kualitas yang baik diikuti
dengan harga yang tinggi (diferensiasi).
b. Organisasi yang fokus terhadap promosi dan tidak menggunakan harga
sebagai faktor kompetitifnya.
22 Universitas Kristen Petra
c. Organisasi yang memberikan produk dengan kualitas standar dan harga
yang rendah.
Menurut Porter (1985), terdapat dua dimensi competitive positioning, antara lain :
1. Mode of competition
Berkaitan dengan metode yang digunakan oleh organisasi dalam
mengembangkan competitive advantage, yang terdiri dari :
a. Cost Leadership : metode yang diterapkan dengan cara penjualan
produk atau jasa dengan harga yang lebih murah dari pesaing.
b. Diferensiasi : metode yang diterapkan dengan cara penjualan
produk atau jasa yang unik dengan harga yang relatif lebih mahal,
namun dengan kualitas yang lebih baik dari pesaing.
2. Scope of competition
Berkaitan dengan seberapa besar atau luas kegiatan operasional organisasi.
Scope of competition ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan yang terfokus yaitu dengan menentukan market, klien,
konsumen, lokasi, dan lain sebagainya.
b. Pendekatan secara luas yaitu dengan beberapa market, beberapa klien,
di berbagai lokasi, dan lain sebagainya.
2.1.4.1. Teori Porter
Menurut Porter (2008), competitive positioning (CP) dapat dicapai
melalui five forces model :
a. Tekanan dari konsumen
Tekanan dari konsumen merupakan pengaruh konsumen terhadap
perusahaan. Sebagai contoh pada penelitian ini adalah pengaruh konsumen dalam
menilai jasa yang diberikan oleh perusahaan, dimana penilaian tersebut
memberikan dampak terhadap profit perusahaan. Oleh sebab itu, sebaiknya
perusahaan dapat memberikan value- added kepada konsumen.
23 Universitas Kristen Petra
b. Tekanan dari pemasok
Tekanan dari pemasok adalah pengaruh pemasok terhadap perusahaan.
Misalnya, banyaknya jumlah pemasok bahan baku, sumber daya manusia,
membuat tekanan dari pemasok rendah.
c. Tekanan dari pemain baru
Tekanan dari pemain baru merupakan pengaruh munculnya produk atau
jasa baru dalam industri yang sama dengan perusahaan, yang berdampak terhadap
daya saing perusahaan. Sebagai contoh dalam penelitian ini adalah mudahnya
pemain baru untuk mendirikan perusahaan di bidang non manufaktur, membuat
tekanan dari pemain baru menjadi tinggi.
d. Tekanan dari pesaing
Tekanan dari pesaing merupakan tekanan yang muncul dari pesaing yang
bergerak di industri yang sama dengan perusahaan dan juga mempunyai target
market yang sama dengan perusahaan. Sebagai contoh dalam penelitian ini,
terdapat pesaing yang juga bergerak di bidang yang sama dengan target market
yang sama.
e. Adanya barang pengganti
Adanya barang pengganti maksudnya terdapat barang atau jasa yang
sejenis, yang dapat menggantikan barang atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan.
Berikut merupakan gambar framework five forces model (Porter, 2008) :
Gambar 2.4. Framework five forces model (Porter, 2008)
Kompetitor di
industri yang
sama
Tekanan dari
pesaing baru
Tekanan dari
konsumen
Tekanan dari
pemasok
Adanya produk /
jasa pengganti
24 Universitas Kristen Petra
2.1.4.2. Kesimpulan atas Competitive Positioning
Pada penelitian dengan topik ” Peranan Strategic Leadership terhadap
Competitive Positioning melalui Organization Learning - Studi Kasus pada
Perusahaan Non- Manufaktur di Surabaya”, menggunakan teori Porter (2008)
untuk mengukur variabel competitive positioning, yang terdiri dari lima tekanan
dalam mencapai competitive positioning. Teori Porter (2008) ini lebih dikenal
dengan sebutan Five Forces Model. Peneliti menggunakan teori Porter (2008)
karena teori ini banyak digunakan oleh penelitian terdahulu.
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu
No Nama &
Tahun
Judul
Penelitian
Variable Hasil
Penelitian
Meto
de
Persamaan
Penelitian
Perbedaan
Penelitian
1 Dusya
Vera &
Mary
Crossan
(2004)
Strategic
Leadership
&
Organization
al Learning
Strategic
Leadership,
organizational
learning
Strategic
leadership
berpengaruh
positif
terhadap
organization
al learning
Kore
lasi
Strategic
leadership
merupakan
variable
independen
Tidak
menggunakan
variabel
intervening
2 Amy H.
Amy
(2014)
Leaders as
Facilitators
of Individual
and
Organization
Learning
Leadership,
organization
learning
Leadership
berpengaruh
positif
terhadap
organization
al learning
Surv
ei,
inter
view
Menggunak
an variabel
organizatio
n learning
sebagai
variabel
penelitian
Tidak
menggunakan
variabel
intervening
3 Nico
Schutte
&
Nicolen
e
Barkhui
zen
(2014)
Creating
Public
Service
Excellence
Applying
Learning
Organisation
Methods :
Strategic
Leadership,
learning
organisation
Strategic
leadership
berpengaruh
positif
terhadap
learning
organisation
Kuali
tatif,
inter
view
Menggunak
an variabel
merupakan
variable
independen
Tidak
menggunakan
variabel
intervening
25 Universitas Kristen Petra
The Role of
Strategic
Leadership
4 Emir
Agic,
Emir
Kurtovi
c, Muris
Cicic (
2012)
Competitive
Positioning
Strategies of
Companies
in Bosnia
and
Herzegovina
and Their
Efeect on
Business
Performance
Competitive
Positioning
Late
nt
Class
Anal
ysis (
LCA
)
Menggunak
an variabel
competitive
positioning
Variabel
terbatas karena
hanya meneliti
competitive
positioning
5 Devie,
Joshua
Tarigan,
Felycia
Eri Putri
(2013)
The Analysis
of the
Correlation
Between
Competition
Intensity,
Firm Size,
Learning
Organization
, and the
Usage of
Accounting
Information
System in
Hotel and
Restaurant
Sector in
Surabaya
Competition
intensity, firm
size, learning
organization,
the usage of
accounting
information
system
Adanya
hubungan
positif dan
signifikan
antara
competition
intensity,firm
size learning
organization
dan the
usage
accounting
information
system
Kore
lasi
Menggunak
an variabel
organizatio
n learning
dan
meneliti
sektor non
manufaktur
Meneliti
variabel
competition
intensity, firm
size,
the usage of
accounting
information
system
Penelitian pertama dilakukan oleh Vera dab Crossan (2004). Vera dan
Crossan (2004), melakukan penelitian tentang Strategic Leadership &
26 Universitas Kristen Petra
Organizational Learning. Metode penelitian ini adalah korelasi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Vera dan Crossan (2004), menemukan bahwa Strategic
leadership berpengaruh positif terhadap organizational learning. Artinya,
semakin baik strategi leadership yang dimiliki suatu organisasi, maka akan
berdampak baik pula terhadap organization learning. Pembeda penelitian Dusya
Vera dan Mary (2004) dengan penelitian penulis adalah pada penelitian yang
dilakukan Vera dan Mary (2004) tidak menggunakan variabel intervening.
Penelitian kedua dilakukan oleh Amy (2014). Amy (2014), melakukan
penelitian tentang Leaders as Facilitators of Individual and Organization
Learning. Metode penelitian ini adalah survei dan interview. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Amy (2014), menemukan bahwa leadership berpengaruh positif
terhadap organizational learning. Artinya, semakin baik leadership yang dimiliki
suatu organisasi, maka akan berdampak baik pula terhadap organization learning.
Pembeda penelitian Amy (2014) dengan penelitian penulis adalah pada penelitian
yang dilakukan Amy (2014) tidak menggunakan variabel intervening.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Schutte dan Barkhuizen (2014),
melakukan penelitian tentang Creating Public Service Excellence Applying
Learning Organisation Methods : The Role of Strategic Leadership. Metode
penelitian ini adalah kualitatif, interview. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Schutte dan Barkhuizen (2014), menemukan bahwa strategic leadership
berpengaruh positif terhadap organizational learning. Artinya, semakin baik
strategic leadership yang dimiliki suatu organisasi, maka akan berdampak baik
pula terhadap organization learning. Pembeda penelitian Schutte dan Barkhuizen
(2014) dengan penelitian penulis adalah pada penelitian yang dilakukan Schutte
dan Barkhuizen (2014) tidak menggunakan variabel intervening.
Penelitian keempat dilakukan oleh Agic, Kurtovic, Cicic (2012),
melakukan penelitian tentang Competitive Positioning Strategies of Companies in
Bosnia and Herzegovina and Their Efeect on Business Performance. Metode
penelitian ini adalah Latent Class Analysis (LCA). Pembeda penelitian Agic,
Kurtovic, Cicic (2012) dengan penelitian penulis adalah pada penelitian yang
dilakukan Emir Agic, Emir Kurtovic, Cicic (2012), variabel terbatas karena hanya
meneliti competitive positioning.
27 Universitas Kristen Petra
Penelitian kelima dilakukan oleh Devie, Tarigan, Putri (2013), melakukan
penelitian tentang The Analysis of the Correlation Between Competition Intensity,
Firm Size, Learning Organization, and the Usage of Accounting Information
System in Hotel and Restaurant Sector in Surabaya. Metode penelitian ini adalah
korelasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devie, Tarigan, Putri (2013),
menemukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara competition
intensity,firm size learning organization dan the usage accounting information
system. Pembeda penelitian Devie, Tarigan, Putri (2013) dengan penelitian
penulis adalah pada penelitian yang dilakukan Devie, Tarigan, Putri (2013)
menggunakan variabel competition intensity, firm size, the usage of accounting
information system.
2.3. Hipotesis
2.3.1. Pengaruh Strategic Leadership terhadap Organizational Learning
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1, strategic leadership (SL)
merupakan salah satu gaya kepemimpinan. Dimana gaya kepemimpinan tersebut
tentu memberikan pengaruh yang berbeda- beda terhadap organisasi, misalnya
berpengaruh terhadap organization learning (OL) yang ada di dalam suatu
organisasi, mengingat strategic leadership (SL) merupakan pedoman untuk
melaksanakan organization learning (OL) ( Toivon dan Mattila, 2001).
Menurut beberapa penelitian sebelumnya, terdapat hubungan positif antara
strategic leadership (SL) dengan organization learning (OL). Seperti penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Vera dan Crossan (2004). Vera dan Crossan
(2004) melakukan penelitian tentang strategic leadership dan organizational
learning. Vera dan Crossan ( 2004) dalam penelitiannya menggunakan framework
transactional dan tranformasional leadership untuk meneliti pengaruh strategic
leadership terhadap organization learning. Vera dan Crossan (2004) mengatakan
bahwa untuk mengelola organization learning, strategic leadership yang paling
efektif adalah dengan menggunakaan transactional dan tranformasional
leadership. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vera dan Crossan (2004),
menemukan bahwa strategic leadership (SL) berpengaruh positif terhadap
organizational learning (OL). Selain itu, penelitian sebelumnya juga dilakukan
28 Universitas Kristen Petra
oleh Amy (2014) yang menemukan bahwa strategic leadership (SL) berpengaruh
positif terhadap organizational learning (OL). Penelitian sebelumnya juga
dilakukan oleh Schutte dan Barkhuizen (2014). Schutte dan Barkhuizen (2014)
yang menemukan bahwa strategic leadership (SL) berpengaruh positif terhadap
organization learning (OL). Schutte dan Barkhuizen (2014) menemukan bahwa
budaya organisasi, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan memahami
ekspektasi bawahan dan konsumen merupakan hal yang dapat berpengaruh
terhadap strategic leadership yang kemudian berpengaruh juga terhadap
organization learning suatu organisasi. Menurut Fiol dan Lyles (1985); Senge
(1990); Kiernan 1993, organization learning (OL) merupakan tanggung jawab
penting dalam strategic leadership (SL). Menurut Lahteenmaki, Toivon, dan
Mattila (2001), strategic leadership (SL) merupakan pedoman untuk
melaksanakan organization learning (OL).
Selain itu, menurut Rowe (2001), terdapat sembilan indikator untuk
mengukur strategic leadership, salah satunya saling bertukar ilmu pengetahuan di
setiap level atau tingkat organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
strategic leadership (SL) dapat berpengaruh terhadap organization learning (OL)
Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat pengaruh langsung strategic leadership terhadap organization
learning.
2.3.2. Pengaruh Organization Learning terhadap Competitive Positioning
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, competitive positioning (CP)
juga dapat dicapai melalui organization learning (OL). Menurut Recardo, Molloy,
dan Pallegrino (1995) organization learning (OL) dapat menjadi strategi
organisasi dalam menghadapi persaingan, dimana baik individu maupun
organisasi belajar untuk mencari keunggulan organisasi. Menurut Senge (2006),
organization learning (OL) adalah perusahaan yang menfasilitasi karyawannya
untuk dapat belajar dan berkembang secara terus menerus. Suatu perusahaan yang
terus belajar akan mempunyai pengetahuan yang luas sehingga dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, dimana hal tersebut
29 Universitas Kristen Petra
akan berdampak terhadap performa perusahaan, dimana akhirnya akan berdampak
terhadap pencapaian competitive positioning (CP) suatu perusahaan atau
organisasi. Menurut Chen (2005), organization learning (OL) merupakan proses
dimana organisasi secara terus menerus berubah dan berkembang melalui ilmu
pengetahuan dengan mengadaptasi setiap perubahan lingkungan internal maupun
eksternal untuk mencapai competitive positioning (CP). Selain itu, Watkins dan
Marsick (1996) juga memperkenalkan framework organization learning (OL)
yang dikenal dengan nama “The Dimensions of the Learning Organization
Questionnaire (DLOQ), dimana framework organization learning (OL) tersebut
dibuat berdasarkan tujuh dimensi organization learning (OL) yang diperkenalkan
Watkins dan Marsick (1996). Ketujuh dimensi tersebut antara lain, menciptakan
kesempatan belajar secara terus menerus (continuous learning); promosi inquiry
dan komunikasi (inquiry and dialogue); keinginan berkolaborasi dan membentuk
kelompok belajar (collaboration and team learning); pembentukan sistem untuk
mendapatkan pengetahuan dan berbagi pengetahuan (systems to capture
learning); pemberdayaan organisasi untuk mencapai visi kolektif (empower
people); hubungan antara organisasi dengan lingkungannya (connect the
organization); pemimpin menggunakan organization learning pada tingkat
individu, tim, dan tingkat organisasi (provide strategic leadership for learning).
Framework ini dapat digunakan untuk mengukur organization learning dan
pengaruhnya terhadap performa perusahaan, dimana pada akhirnya dapat
berdampak terhadap competitive positioning (CP) suatu organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah :
H2 : Terdapat pengaruh organization learning terhadap competitive positioning
2.3.3. Pengaruh Strategic Leadership terhadap Competitive Positioning
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1, seorang pemimpin berperan
penting dalam jalannya suatu organisasi. Dalam memimpin organisasi, seorang
pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda- beda. Salah satu gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin adalah strategic leadership (SL).
Penggunaan strategic leadership (SL) tersebut betujuan agar organisasi dapat
30 Universitas Kristen Petra
mencapai competitive positioning. Menurut Elenkov (2008), tanpa adanya
strategic leadership (SL) yang efektif, maka suatu organisasi tidak akan mampu
mencapai dan mempertahankan keunggulan competitive positioningnya. Hal ini
didukung melalui teori Ireland dan Hitt (1995). Ireland dan Hitt (1995)
menyebutkan bahwa terdapat enam komponen strategic leadership (SL) yang
dapat menjadi sumber tercapainya competitive positioning (CP) bagi organisasi,
antara lain : (1) menentukan arah strategic (strategic direction), (2)
mengeksploitasi dan memelihara kemampuan utama (core competency), (3)
mengembangkan sumber daya manusia, (4) mendukung budaya organisasi yang
efektif, (5) memperhatikan praktik yang beretika, dan (6) membangun strategic
control.
Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah :
H3 : Terdapat pengaruh langsung strategic leadership terhadap competitive
positioning
2.3.4. Pengaruh Strategic Leadership terhadap Competitive Positioning
melalui Organization Learning
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, competitive positioning (CP)
juga dapat dicapai melalui organization learning (OL), dimana organization
learning (OL) dapat tercapai dengan adanya strategic leadership (SL). Hal ini
didukung dengan pernyataan Lahteenmaki, Toivonen, dan Mattila (2001),
strategic leadership (SL) merupakan pedoman untuk melaksanakan organization
learning (OL). Dan juga didukung dengan pernyataan Recardo, Molloy, dan
Pallegrino (1995) yang menyatakan bahwa organization learning (OL) dapat
menjadi strategi organisasi dalam menghadapi persaingan, dimana baik individu
maupun organisasi belajar untuk mencari keunggulan organisasi. Selain itu,
menurut Senge (2006), organization learning (OL) adalah perusahaan yang
menfasilitasi karyawannya untuk dapat belajar dan berkembang secara terus
menerus. Suatu perusahaan yang terus belajar akan mempunyai pengetahuan yang
luas sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki,
dimana hal tersebut akan berdampak terhadap performa perusahaan, dimana
31 Universitas Kristen Petra
akhirnya akan berdampak terhadap pencapaian competitive positioning (CP) suatu
perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa competitive
positioning (CP) dapat diciptakan melalui strategic leadership (SL) dengan
menggunakan organization learning (OL). Penggunaan organization learning
(OL) dalam menciptakan competitive positioning (CP) dapat memaksimalkan
peran strategic leadership (SL) karena melalui organization learning, seorang
pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan strategic leadership (SL)
dapat mengambil manfaat dari organization learning (OL) tersebut, misalnya
seperti sharing value, sharing ilmu pengetahuan, proses pembelajaran secara terus
menerus, akan berdampak terhadap performa perusahaan yang kemudian akan
berdampak pula terhadap competitive positioning (CP) yang dapat dicapai oleh
suatu organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah :
H4 : Organization learning sebagai intervening dapat memperkuat pengaruh
strategic leadership terhadap competitive positioning